You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk ha
lusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang pali
ng sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna
. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dia
lamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan su
ara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar a
tau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirn
ya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal ,j
uga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimu
lus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk
menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris
terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional ak
an objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori pen
glihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pas
ien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhu
bungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan. (Siti Saidah Nasution
S.Kp, 2003)
Hasil penelitian menyatakan 15 persen dari populasi penduduk di Indonesia terdet
eksi mengalami gangguan kesehatan jiwa atau sekitar 34.350.000 jiwa dan persent
ase itu juga berlaku di semua daerah," kata Gerald, (dalam symposium dan worksho
p tentang deteksi dini gangguan jiwa khusus para dokter, yang digelar di Matara
m tahun 2008) Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 berjumlah 2
29 juta. jiwa. Gangguan jiwa mengakibatkan bukan saja kerugian ekonomis, mater
ial dan tenaga kerja , akan tetapi juga penderitaan yang sukar dapat digambarkan
besarnya bagi penderitanya, maupun bagi keluarganya dan orang yang dicintainya,
yaitu seperti kegelisahan, kecemasan, keputus-asaan, kekecewaan, kekhawatiran d
an kesedihan yang mendalam. (www.cpddokter.com Dr. Farid W.Husein, 2008).
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk ha
lusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang pali
ng sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna
. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dia
lamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan su
ara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar a
tau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirn
ya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap
tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari 5 modalitas sensori utama pengliha
tan, pendengaran, bau, rasa, dan perabaan persepsi terhadap stimulus eksternal d
imana stimulus tersebut sebenarnya tidak ada. (Rowling & Heacock, 1993)
Rumah Sakit jiwa Pusat kendari adalah satu-satunya Rumah Sakit Jiwa yang ada di
kendari. Berdasarkan data pada tahun 2008 jumlah pasien dengan gangguan jiwa se
banyak 205 orang dengan kriteria laki-laki sebanyak 149 orang (72,68%) perempuan
sebanyak 56(27,31%) orang sedangkan jumlah klien halusinasi 70 orang dengan kri
teria laki-laki 55 (78,57%) perempuan 15 (21,42%) (sumber buku registrasi ruanga
n rekam medik).
B. Batasan Masalah
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
secara empiris, mengenai Karakteristik penderita halusinasi dirumah sakit jiwa p
usat kendari.
C. Rumusan Masalah
Halusinasi merupakan keadaan yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan ke
jiwaaan, halusinasi timbul melalui keadaan seseorang mengalami tekanan atau beba
n mental yang berat, sehingga berdampak mencenderai diri sendiri dan orang lain
berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah dengan pertanyaaan sebag
ai berikut " bagaimana karakteristik pada penderita halusinasi pendengaran dirua
ng rawat inap Rumah Sakit Jiwa pusat kendari tahun 2009
D. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik pada penderita halusinasi pendengaran dir
uang rawat inap Rumah sakit jiwa pusat kendari periode Juni - November Tahun 200
9
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pada penderita halusinasi pende
ngaran berdasarkan usia
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pada penderita halusinasi pende
ngaran berdasarkan jenis kelamin
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pada penderita halusinasi pende
ngaran berdasarkan pekerjaan
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pada penderita halusinasi pende
ngaran berdasarkan pendidikan
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi kesehatan
Diharapkan dapat menambah informasi pada pihak dirumah sakit dalam mengambil keb
ijakan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dirumah sakit jiwa tersebut
2. Bagi ilmu pengetahuan
Diharapkan dapat menambah informasi yang ada khususnya bagi keperawatan jiwa te
rsebut dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan halusinasi.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti dalam hal ini bagaimana melaksana
kan pelayanan keperawatan terutama dalam menangani klien dengan gangguan halusin
asi pendengaran.
4. Bagi Institusi Akper Pemda Konawe
merupakan bahan masukan bagi institusi pendidikan terutama dalam mengetahui dan
memahami tentang pasien dengan haluisinasi pendengaran sehingga dapat lebih dipa
hami.
5. Bagi Masyarakat
penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi masyarakat khususnya mengen
ai penyakit gangguan jiwa pada masyarakat terutama yang terkait dengan halusinas
i
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis
Rumah sakit jiwa pusat kendari adalah Rumah sakit jiwa Type B, berdiri secara re
smi pada tahun 1986. rumah sakit jiwa pusat kendari berdiri diatas tanah seluas
140.000 M² dengan luas bangunan 5.992 M², dengan status kepemilikan pemerintah d
aerah. Lokasi rumah sakit jiwa terletak di jl. Rumah sakit jiwa No.29 kelurahan
tobuuha kecamatan mandonga kendari dengan betas –batas wilayah sebagai berikut :
a. sebelah utara berbatasan dengan kecamatan soropia
b. sebalah barat berbatasdan dengan kecamatan sampara
c. sebelah timur berbatasan dengan laut banda
d. sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan ranomeeto
B. Keadaan Demografi
Wilayah kerja rumah sakit jiwa pusat kendari meliputi seluruh daerah/ kota se Pr
ovinsi Sulawesi Tenggara dengan jumlah penduduk 1.630.616 jiwa. Jumlah kunjungan
rawat jalan rata-rata perhari adalah 20 sampai dengan 25 orang pengunjung. Seda
ngkan rata-rata pasien rawat inap perhari 100 sampai dengan 115 orang. Rumah sak
it jiwa pusat kendari merupakan pusat rujukan pelayanan yang bermutu kepada masy
arakat dangan sumber daya yang ada sesuai visi, misi dan budaya kerja yang telah
ditetapkan.
C. Sarana Dan Prasarana
1. sarana gedung
a). Kantor 1 unit
b). Auditorium 1 unit
2. jenis pelayanan
a). unit rawat jalan
1. poliklinik umum
2. poliklinik psikiatri
3. poliklinik psikologi
4. poliklinik psioterapi
5. poliklinik gigi
6. unit laboratorium
7. unit instalasi farmasi
8. catatn medik
b). Unit rawat inap
1. kelas VIP
2. kelas I
3. kelas II
4. kelas I,II,dan III
c). UGD Psikiatri
d). Unit rehabilitasi
e). Unit rehabilitasi pasien narkoba.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman pan
ca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah). Menurut
Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek
, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yan
g dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah g
angguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran indivi
du itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dap
at menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien beres
pon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan ti
dak dapat dibuktikan.
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsa
ng (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 19
87).
2. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan ga
ngguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kon
disi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinas
i adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan
metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai peng
obatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibioti
k, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama
seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan i
ndividu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik se
perti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak fak
tor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,da
n stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumb
er-sumber koping dan mekanisme koping.
3. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk ha
lusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang pali
ng sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna
. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang d
ialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau
bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diaj
ukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-la
in.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir
oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.
Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bil
a input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada
keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus ata
u preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang d
irepresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusa
knya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk
stimulus eksterna.
4. Manifestasi Klinik
Tahap I
• Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
• Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
• Gerakan mata yang cepat
• Respon verbal yang lambat
• Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
• Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya penin
gkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
• Penyempitan kemampuan konsenstrasi
• Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untu
k membedakan antara halusinasi dengan realitas
Tahap III
• Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dar
i pada menolaknya
• Kesulitan berhubungan dengan orang lain
• Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
• Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmam
puan untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
• Prilaku menyerang teror seperti panik
• Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
• Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,m
enarik diri atau katatonik
• Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
• Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang (www.rafani.co.cc)
5. Klasifikasi halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakterist
ik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan ses
uatu.
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihata
n dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau pan
orama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, am
is dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang t
erhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia
.
d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau
tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik dat
ang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu ya
ng busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi t
ubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembe
ntukan urine.(Yosep Iyus, 2007)
6. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan perseps
i pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa ber
upa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata – kat
a yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehin
gga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar ata
u respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara ha
lusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak
bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia da
n satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif
dan syndroma otak organik.©2004 Digitized by USU digital library 3

7. Faktor – faktor penyebab halusinasi


a. Faktor predisposisi
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat menim
bulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan dalam bela
jar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
2. Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis kl
ien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adal
ah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskin
an, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang t
erisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubu
ngan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan ti
dak berdaya.
Tahap-tahap tampilan klien perilaku yang diperlihatkan adalah :
Tahap I
- Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi meru
pakan suatu kesenangan.
- Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
- Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
- Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran, nonpsi
kotik.
- Tersenyum, tertawa sendiri
- Menggerakkan bibir tanpa suara
- Pergerakkan mata yang cepat
- Respon verbal yang lambat
- Diam dan berkonsentrasi
Tahap II
- Menyalahkan
- Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan anti
pati
- Pengalaman sensori menakutkan
- Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
- Mulai merasa kehilangan kontrol
- Menarik diri dari orang lain non psikotik
- Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
- Perhatian dengan lingkungan berkurang
- Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
- Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
Tahap III
- Mengontrol
- Tingkat kecemasan berat
- Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
- Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
- Isi halusinasi menjadi atraktif
- Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
- Perintah halusinasi ditaati
- Sulit berhubungan dengan orang lain
- Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
- Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat
Tahap IV
- Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
- Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah hal
usinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada interve
nsi terapeutik.
- Perilaku panik
- Resiko tinggi mencederai
- Agitasi atau kataton
- Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
Hubungan Skhizoprenia dengan halusinasi
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara biasa
nya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan
tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut di atas (ting
kat halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat diamati
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat p
enting karena setelah mendapatkan perawatan di BPK rumah sakit jiwa Propinsi Bal
i dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang san
gat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kond
usif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004)

8. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Jiwa klien di
nyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan seba
gai pengawas minum obat (Maramis,2004)
1. Farmakoterapi
a. Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizoprenia
yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
b. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita denga
n psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secar
a artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pa
da satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi ke
jang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain
itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, kl
ien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri kar
ena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan perm
ainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a. Therapy aktivitas
1. Therapy musik
Focus : mendengar,memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
2. Therapy seni
Focus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
3. Therapy menari
Focus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4. Therapy relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan partisi
pasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
b. Therapy sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
c. Therapy kelompok
Group therapy (therapy kelompok)
1. Therapy group (kelompok terapiutik)
2. Adjunctive group activity therapy (therapy aktivitas kelompok)
d. Therapy lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home like atmosphe
re) (www.blogskripsiperawat.com)
B. Tinjauan umum tentang karaketristik penderita halusinasi
1. Usia
Usia disini dimaksud adalah masa pada keadaan tertentu yang dapat mendukung terj
adinya gangguan jiwa antara lain :
a. usia bayi
Yang dimaksud masa adalah menjelang usia 2-3 tahun, dasar perkembangan yang dibe
ntuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini timbul dua masalah
yang penting yaitu :
- cara mengasuh bayi
cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat aman/ bagi bayi dan dikem
udian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebalikn
ya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak dan dikemudian hari akan
berkembang kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
- Cara memberi makanan
Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa aman dan dilind
ungi, sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-gesa akan menimbulkan r
asa cemas dan tekanan.
b. Usia prasekolah ( antara 2-7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh displin dan otoritas
, hal-hal yang penting pada fase ini adalah :
- hubungan orang tua- anak
penolakan orang orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan, akan menimbu
lkan rasa tidak aman dan ia akan mengembangkan cara penyerahan penyesuaian yang
salah, dia mungkin menurut, menarik diri atau malah menentang dan memberontak.
- Perlindungan yang berlebihan
Menunukkan anak atau memaksakan kehendak/mengatur dalam segala hal, mengakibatka
n kepribadian si anak tidak berkembang secara wajar ketika dewasa memiliki kepri
badian yang mantap, cenderung mementingkan diri sendiri dan akibatnya kurang be
rhasil sebagai orangtua.
- Perkawinan tidak harmonis dan kehancuran rumah tangga.
Anak tidak mendapat kasih sayang. Tidak dapat menghayati displin tidak ada panut
an, pertengkaran dan keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta ra
sa tidak aman. Hal tersebut merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan t
ingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian.
- Otoritas dan disiplin
Disiplin diberikan sesuai dengan kemampuan dan tingkat kematangan anak, diberika
n dengan cara yang baik, tegas, dan konsisten, sehingga anak menerima sebagai ha
l yang wajar. Disiplin yang diluar kemampuan sianak , dipaksakan dengan cara ya
ng keras kaku, menyebabkan anak akan melawan memberontak atau menuntut berlebiha
n. Sebaliknya disiplin yang tidak tegas secara mental, latihan keras, akan menye
babkan rasa cemas, rasa tidak aman dan kemudian hari mungkin menjadi nakal, ker
as kepala dan selalu ingin kesempurnaan (perfeksionios).
- Perkembangan seksual
Pendekatan yang sehat, kesediaan untuk memberi jawaban secara jelas, terus teran
g wajar dan obyektif terhadap masalah seksual pada anak akan mengembangkan sika
p positif. Reaksi orang tua yang menyebabkan anak menganggap seks adalah tabu, m
enjijikan, memalukan dan sebagainya akan merupakan awal kesulitan seksual dike
mudian hari.
- Agresi dan permusuhan
Merupakan hal yang wajar seorang anak akan mengembangkan pola-pola yang berguna.
Pengawasan yang berlebihan, menyebabkan anak akan mengekang, sehingga timbul ti
ngkah laku mengganggu. Agresi dan permusuhan yang diterima anak akan menyebabkan
sikap defend dan mau menang sendiri. Sedangkan sikap yang longgar akan menyebab
kan anak menjadi nakal dan terbiasa dengan perbuatan-perbuatan yang mengganggu k
etertiban.
- Hubungan kakak – adik
Persaingan yang sehat antara adik-kakak merupakan hal yang wajar dan menjadi das
ar untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Persaingan yang tidak sehat dan berl
ebihan (pilih kasih, menghukum tanpa meneliti, prasangka, kompensasi berlebihan,
dan sebagainya) akan merupakan dasar terbentuknya sifat-sifat yang merugikan.
- Kekecewaan dan pengalaman yang menyakitkan
Kematian, kecelakaan, sakit perut, perceraian, perpindahan yang mendadak, kekece
waan yang berlarut-larut dan sebagainya, akan mempengaruhi perkembangan kepribad
ian, tapi juga tergantung pada keadaan sekitarnya (orang, lingkungan atau suasan
saat itu) apakah mendukung atau mendorong dan tergantung pada pengalamannya dal
am menghadapi masalah tersebut.
c. Usia anak sekolah
Masa ini tandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat. Pada masa
ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas-batas kel
urga
d. Usia remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan yang penting yaitu t
imbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian) sed
ang secara kejiwaan, pada masa ini pterjadi pergolakan yang hebat. Pada masa ini
, seorang remaja mulai (hak-hak seperti orang dewasa), sedang dilain pihak belum
sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya. Egosen
trik bersifat menentang terhadap otoritas, senang berkelompok, idealis adalah si
fat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh pengertian
akan sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja.
e. Usia dewasa muda
Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan cukup mem
iliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umunya ia akan berhasil mengatasi kes
ulitan-kesulitan pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada m
asa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gang
guan-gangguan jiwa. Masalah-masalah yang penting pada masa ini adalah :
1. hubungan dengan lawan jenis; masa ini dimulai dari masa pancaran. Menika
h dan menjadi
2. beberapa faktor yang mungkin menyulitkan suatu perkawinan :
o perasaan takut yang bersalah mengenai perkawinan dan kehamilan
o perasaan takut untuk berperan sebagai orang tua, ketidak sanggupan mempu
nyai anak.
o Perbedaan harapan akan berperan masing-masing (tak ada penyesuaian baru
dalam tingkah laku/berpikir)
o Masalah-masalah keuangan
o Pemilihan dan penyesuaian pekerjaan.
f. Usia dewasa tua
Sebagai patokan, masa ini dicapai apabila status pekerjaan dan sosial seseorang
sudah mantap. Masalah-masalah yang mungkin timbul :
- menurunnya keadaan jasmaniah
- perubahan susunan keluarga (anak yang mulai berumah tangga atau bekerja
) maka orang tua sering kesepian.
- Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan yang baru dalam bidang peker
jaan atau perbaikan kesalahan yang lalu.
- Penurunan fungsi seksual dan reproduksi
Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah
diri dan pesimis. Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang
mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.
g. Usia tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan masa ini berkurangnya daya tang
gap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan so
sial ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatk
an kesalah pahaman orangtua terhadap orang dilingkungannya. Persaan terasing kar
ena kehilangan teman sebaya, keterbatasan gerak, dapat menimbulkan kesulitan emo
sional cukup hebat (Yosep Iyus, 2007)
Didalam mendapatkan laporan umur atau usia pada masyarakat pedesaan yang masih b
anyak didapatkan buta huruf. Untuk keperluan perbandingan maka WHO mengajurkan p
embagian pembagian umur sebagai berikut:
- Menurut tingkat kedewasaan yakni bayi dan anak-anak (0-14 tahun)
- Intervel 5 tahun yakni 1-4 dan 5-9 dan seterusnya.
Untuk mempelajari penyakit anak (Budiarto, Eko. 2003).
2. Jenis Kelamin
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun peremp
uan. Tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki
dan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hi
dup, genetika atau kondisi fisiologis.
Angka-angka diluar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi dikalan
gan perempuan, sedangkan angka kematian lebih tinggi pada pria. Sebab-sebab adan
ya angka kematian yang lebih tinggi dikalangan wanita. Di Amerika Serikat dihubu
ngankan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari perawatan (Bud
iarto, Eko. 2003).
Hal tersebut menggambarkan adanya perbedaan tingkat kejadian suatu penyakit pada
masing-masing jenis kelamin laki-laki dan perempuan demikian pula dalam hal pen
yakit kejiwaan .
3. Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stress yang kedua setelah masa perkawinan. Ba
nyak orang menderita depresi dan kecemasan karena masalah pekerjaan ini, misalny
a pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pan
gkat, pensiun kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain sebagainya.
Pekerjaan sebaiknya dipilih berdasarkan bakat dan minat sendiri, pemilihan yang
semata-semata dipaksa /disuruh/kompensasi atau karena “kesempatan dan kemudahan”
sering mempermudah gangguan penyesuaian dalam pekerjaan. Gangguan berupa rasa m
alas, sering bolos, timbul bermacam keluhan jasmani (sering sakit) sering mengal
ami kecelakaan dalam pekerjaan dan terlihat ketegangan-ketegangan dalam keluarga
karena jadi pemarah dan mudah tersinggung. (Yosep Iyus, 2007).
Kebanyakan pekerjaan dengan waktu yang sangat sempit ditambah lagi dengan tuntut
an yang harus serba cepat dan tepat membuat orang hidup dalam keadaan ketegangan
(stress). Suatu penelitian dikalangan karyawan amerika yang tergolong white col
lar employees. Menyebutkan bahwa 44% dari mereka termasuk yang dibebani pekerjaa
n yang terlampau berat (over load). Mereka menunjukkan berbagai kelainan yang da
pat dikelompokkan dalam impaiment of behavior atau emotional disturbances. Da
lam pada itu para pemimpin perusahaan dikejutkan oleh besranya ongkos yang dikel
uarkan untuk biaya pengobatan / perawatan dan kehilangan jam kerja. Dalam suatu
penelitian nasional yang dilakukan, dikemukakan bahwa kerugian dari sektor ini s
aja diperkirakan meliputu jimlah antara 50 hingga sampai 75 miliar dollar setahu
nnya. Hal ini berati lebih dari 750 dollar amerika untuk siap rata-rata karyawan
amerika.
Pengangguran membawa pengaruh bagi kesehatan jiwa. Sumber stress terpenting buka
nlah hakikat kehilangan pekerjaan itu sendiri tetapi lebih bersifat perubahan-pe
rubahan domesti psikologis yang berjalan secara perlahan-lahan. Hal ini lambat l
aun mambahayakan kesehatan individu yang bersangkutan .
4. Pendidikan
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya dan diluar fakto
r dalam diri meliputi semua potensi individu sejak lahir , setiap manusia mempun
yai potensi yang mengembangkan pikiran, perasaan segi sosial bakat dan minat dal
am potensi ini akan tetep terpendam jika tidak dikembangkan melalui pendidikan,
sehingga ditinjau dari potensi pendidikan mempunyai tugas untuk mengaktualisasik
an potensi tersebut. Melalui pendidikan diharapkan terbentuk kepribadian seseora
ng yang boleh dikatakan hampir semua kelakuan individu dipengaruhi dan pada ora
ng lain (Nasution 1995)
Menurut Tirtaraharja (2000), pendidikan dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk ya
itu :
1. Pendidikan formal ( lingkungan sekolah )
dilingkungan sekolah, peserta didik untuk memeperluas bekal yang telah diperole
h dari lingkungan kerja keluarganya berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Bekal dimaksud baik berupa bekal dasar lanjutan (dari SD dan sekolah lanjutan) a
taupun bekal kerja yang langsung dapat digunakan secara aplikatif (sekolah menen
gah kejuruan dan perguruan tinggi). Kedua macam bekal tersebut dipersaipkan seca
ra formal dan berguna sebagai sarana penunjang pembangunan diberbagai bidang.
2. Pendidikan Informal (lingkungan keluarga)
didalam lingkungan keluarga anak dilatih bertbagai kebiasaan yang baik (habit in
formation) tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan dan mora
l. Disamping itu, kepada mereka ditanamkan keyakinan-keyakinan yang penting utam
nya hal-hal yang bersifat religius. Hal-hal tersebut sangat tepat dilakukan pada
masa kanak-kanak sebelum perkembangannya rasio mendominasi perilakunya. Kebiasa
an baik dan dan keyakinan-keyakian penting yang mendarah dading merupakan landas
an yang sangat diperlukan untuk pembangunan
3. pendidikan non formal (lingkungan masyarakat)
dilingkungan masyarakat, peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai j
enis pekerjaan khususnya mereka yang tidak sempat melanjutkan proses belajarnya
melalui jalur formal. Pada masyarakat kita (sebagai masyarakat yang sedang berke
mbang). Sistem pendidikan non formal mengalami perkembangan yang sangat pesat. H
al ini bertalian erat dengan semakin berkembangnya sektor swasta yang menunjang
pembangunan. Disegi lain, hal tersebut dapat diartikan bernilai positif karena d
apat mengkonpensasikan keterbatasan lapangan kerja formal dilembaga-lembaga peme
rintah. Disamping itu juga dapat memperbesar jumlah angka kerja tingkat dan mene
ngah yang sangat diperlukan untuk memelihara proporsi yang selaras antara pekerj
a rendah, menengah dan tinggi. Hal demikian dapat dipandang sebagai upaya untuk
menciptakan kestabilan nasional.
Menurut Unesco yang dikutip oleh lunardi, pendidikan orang dewasa apapun isi tin
gkatan serta metodenya baik formal maupun informal merupakan lanjutan atau pengg
anti pendidian disekolah ataupun diluar sekolah hasil pendidikan orang dewasa ad
alah perubahan atau adanya perubahan kemampuan , penampilan atau perilaku, selan
jutnya perubahan perilaku didasari oleh adanya perubahan penambahan pengetahuan,
sikap atau keterampilan namun demikian perubahan sikap dan pengetahuan ini belu
m tentu merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku sebab perilaku baru ters
ebut kadang-kadang memerlukan dukungan materil misalnya seorang ibu memerlukan u
ang untuk dapat mengelola dan memberikan makanan yang bergizi pada anak-anaknya
(Notoatmodjo, 2003)
BAB IV
KERANGKA KONSEP
A. Konsep Pemikiran Variabel Yang di Teliti
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan per
sepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata –
kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, s
ehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar
atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suar
a halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang t
idak bicara atau pada benda mati.
Usia disini dimaksud adalah masa pada keadaan tertentu yang dapat mendukung terj
adinya gangguan jiwa
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun peremp
uan. Tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki
dan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hi
dup, genetika atau kondisi fisiologis
Masalah pekerjaan merupakan sumber stress yang kedua setelah masa perkawinan. Ba
nyak orang menderita depresi dan kecemasan karena masalah pekerjaan ini, misalny
a pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan, kenaikan pan
gkat, pensiun kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain Perkembangan manusia dipengar
uhi oleh faktor dari dalam dirinya dan diluar faktor dalm diri meliputi semua po
tensi individu sejak lahir , setiap manusia mempunyai potensi yang mengembangkan
pikiran, perasaan segi sosial bakat dan minat dalam potensi ini akan tetep terp
endam jika tidak dikembangkan melalui pendidikan, sehingga ditinjau dari potensi
pendidikan mempunyai tugas untuk mengaktualisasikan potensi tersebut. Melalui p
endidikan diharapkan terbentuk kepribadian seseorang yang boleh dikatakan hampir
semua kelakuan individu dipengeruhi dan pada orang lain sebagainya.
B. Bagan Variabel yang Diteliti dan tidak diteliti

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Varaibel yang tidak diteliti
C. Definisi operasional dan kriteria obyektif
1. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsan
gan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada sa
at kesadaran individu itu penuh dan baik
2. Usia
Usia adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai kunjungan pada saat p
emeriksaan (Notoatmodjo, 2003)
Kriteria Obyektif :
0-15 tahun
15-24 tahun
25-44 tahun
45-64 tahun
> 65 tahun
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah pengelompokkan jenis kelamin yang dibedakan atas laki-laki
dan perempuan
Kriteria obyektif :
1 = Laki-laki
2 = Perempuan

4. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan secara rutin dalam kehidupan sehari-har
i (Simonguntong, 2004)
Kriteria Obyektif :
Bekerja : apabila pasien memiliki pekerjaan profesi yang pernah di
tekuni
Tidak bekerja: apabila pasien tidak memiliki pekerjaan
5. Pendidikan
pendidikan adalah suatu ilmu merupakan sumber pengetahuan dari seseorang yang di
capai secara berjenjang dalam bentuk formal (Simonguntong, 2004)
Kriteria Obyektif :
Pendidikan Rendah : Tidak Sekolah, SD
Pendidikan menengah : SMP. SMU
Pendidikan Tinggi : Diploma, perguruan tinggi
BAB V
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan survey yang
bertujuan untuk mengetahui kejadian halusinasi berdasarkan Usia, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai Tanggal 16 - 31 Oktober Tahun 2009 Di Rumah S
akit Jiwa pusat kendari
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien halusinasi periode Januari-
Juni 2009 di rumah sakit jiwa pusat kendari yang berjumlah 60 pasien.
2. Sampel
Sampel adalah seluruh pasien halusinasi pendengaran di ruang rawat inap rumah s
akit jiwa pusat kendari Periode Juni-November Tahun 2009 yang berjumlah 56
Teknik sampel dalam peneletian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengam
bilan sampling berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu dari populasi (azis Ali
mul H. 2008)
D. Jenis data dan Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1. data primer yaitu data yang diperoleh dengan menggunakan lembar observ
asi yang telah disediakan oleh peneliti
2. data sekunder yaitu data yang diperoleh dari tempat penelitian yaitu dat
a jumlah penderita halusinasi pendengaran RUMAH SAKIT JIWA pusat Kendari
E. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara manual yang selanjutnya disajikan dalam be
ntuk master tabel:, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dikelompokkan ber
dasarkan hasil observasi
F. Analisis Data
Analisis univariat, adalah analisis satu variabel tertentu yang akan mendeskrips
ikan atau menggambarkan keadaan responden dari semua variabel dengan menggunakan
rumus.
f
X = x k
N
Keterangan :
f : Jawaban Responden
n : jumlah sampel
k : konstanta (100%)
X : persentase hasil yang dicapai (Candra , 1995 : 53)
G. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang kemudian dinarasikan
.
H. Personalia Peneliti
Nama peneliti : Asriadi
Nim : 06. 014
Nama pembimbing : Sutarmo S.St

BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
a. Distribusi Berdasarkan Usia
Tabel 6.1
Distribusi Responden Menurut Usia Yang Mengalami Gangguan Halusinasi Pendengaran
Di Rumah Sakit Jiwa Pusat Kendari
Usia (tahun) Distribusi Persentase
0-15
16-24
25-44
45-64
65 > 1
13
33
9
0 1,79 %
23, 21%
59 %
16%
0 %
Jumlah 56 100 %
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel 6.1 diatas menunjukkan bahwa dari 56 orang responden yang pal
ing banyak pada kelompok usia 25-44 tahun yaitu sebesar 33 (59%) responden kemud
ian pada kelompok usia 16-24 tahun sebesar 13 (23%), pada kelompok usia 45-64 se
bsesar 9 (16%) paling sedikit pada kelompok usia 0-15 yaitu sebesar 1(2%) respon
den.

b. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis


Tabel. 6.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin yang Mengalami Gangguan Halusinas
i Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Pusat Kendari
Jensi kelamin Distribusi Persentase
Laki-laki
perempuan 32
24 57 %
43 %
Jumlah 56 100 %
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 6.2 diatas dari 56 responden lebih besar yang berjenis
kelamin laki-laki yaitu 32 orang (57%) dan yang berjenis kelamin perempuan seba
nyak 24 orang (43%).
c. Distribusi Responden berdasarkan pekerjaan
Tabel 6.3
Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan Responden Yang Mengalami Ganguan Halu
sinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Pusat Kendari
Pekerjaan Distribusi Persentase
Tidak Bekerja
Bekerja 32
24 57 %
43 %
Jumlah 56 100%
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel 6.3 diatas dari 56 responden yang memiliki pekerjaan sebanyak
24 orang (43%) dan yang tidak bekerja sebanyak 32 (57%)

d. Distribusi Responden berdasarkan pekerjaan


Tabel 6.4
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden Yang Mengalami Gan
guan Halusinasi Pendengaran Di Rumah
Sakit Jiwa Pusat Kendari
Pendidikan Distribusi Persentase
Rendah
Menengah
Tinggi 29
24
3 51,8 %
42,85 %
5,35 %
Jumlah 56 100 %
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel 6.4 diatas dari 56 responden yang berpendidikan tinggi sebany
ak 3 orang (5,35%) dan yang berpendidikan menengah sebanyak 24 (42,85%) serta y
ang berpendidikan rendah sebanyak 29 (51, 8%)
B. PEMBAHASAN
Pembahasan analisis tentang karakteristik pada penderita halusinasi pendengaran
di rumah sakit jiwa pusat kendari, berdasarkan hasil penelitian maka dapat dibah
as dengan melihat beberapa variabel penelitian yang meliputi : usia, jenis kelam
in, pekerjaan , pendidikan dapat disajikan sebagai berikut :
a. Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada rentang
usia 25- 44 tahun yakni sebanyak 33 (59%) kemudian pada kelompok usia 16-24 tahu
n sebesar 13 (23%), pada kelompok usia 45-64 sb 9 (16%) paling sedikit pada kelo
mpok usia 0-15 yaitu sebesar 1(2%) responden.
Usia responden pada rentang 25-44 tahun merupakan usia produktif , sesuai dengan
hasil observasi yang dilakukan rata-rata mereka yang megalami gangguan jiwa khu
susnya halusinasi pendengaran berada pada rentang usia produktif.
Secara teoritis bahwa faktor usia dapat mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa pa
da seseorang, karena makin bertambahnya usia sesorang apalagi dalam memasuki usi
a-usia dewas hingga usia produktif maka semakin banyak tanggung jawab yang diemb
an seseorang dalam menjalani hidupnya, tak ayal jika sesorang yang dalam hidupny
a memiliki beban dalam tanggung jawabnya menghidupi keluarganya sehingga dalam p
roses menjalani kehidupannya ia selalu terbebani dan memilki tanggung jawab yang
besar. Hal inilah yang memungkinkan sesorang untuk dapat mengalami gangguan jiw
a.
Hasil penelitian ini sejalan dengan studi yang yang dilakukan oleh direktorat ke
sehatan jiwa Depkes RI, yang menyatakan bahwa penderita gangguan jiwa saat ini c
enderung dialami sesorang semenjak sesorang menginjak usia dewasa hingga usia pr
oduktif, penyebab gangguan jiwa yang dilaporkan antara lain narkoba, mental reta
rdasi, disfungsi mental, dan didintegrasi mental. Kemudian data Survey the indon
esian Psyciatris epidemiologic network, menyatakan bahwa angka gangguan jiwa ora
ng dewasa 18,5% dari jumlah penduduk. Berdasarkan survei satu dari lima orang de
wasa mengalami gangguan jiwa atau satu dari anggota keluarga mengalami gejala-ge
jala gangguan jiwa.
b. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gangguan jiwa khusus
nya halusinasi pendengaran berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 32 (62,5%)
sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 21(31,5%).
Berdasarkan pengamatan bahwa sebagian besar penderita gangguan jiwa khususnya ha
lusinasi pendengaran lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan y
ang berjenis kelamin perempuan, hal ini karena pada seseorang yang berjenis kela
min laki-laki lebih memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalani kehidupa
n apalagi didalam kehidupan rumah tangga, seorang laki-laki harus bisa menjadi
kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk memberikan nafkah bagi istri dan an
ak-anaknya. Ketika sesorang tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya maka sesorang
akan merasa terbebani sehingga akibat beban tersebut oarang akan merasa terteka
n yang akhirnya dapat menyebabkan gejala depresi yang nantinya akan menyebabkan
gangguan jiwa pada diri seseorang. Hal inilah yang mungkin dapat menyebabkan ses
eorang dapat mengalami gangguan jiwa terutama bagi laki-laki.

c. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gangguan jiwa khusus
nya halusinasi pendengaran yang berpendidikan rendah sebanyak 29(51,78%) reponde
n. Dan yang berpendidikan menengah 24 (42,85%) kemudian yang berpendidikan tingg
i sebanyak 3 (5,3%).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan sebagian besar penderita gangguan jiwa khu
susnya halusinasi pendengaran lebih banyak yang memiliki pendidikan yang rendah
dibandingkan dengan yang berpendidikan menegah dan berpendidikan tinggi, hal in
i dikarenakan pada orang yang memilki pendiidkan yang rendah sangat rentan terha
dap resiko untuk mengalami gangguan.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lunardi dalam Notoatmodjo,
2003 bahwa pendidikan orang dewasa apapun isi tingkatan serta metodenya baik for
mal maupun informal merupakan lanjutan atau pengganti pendidikan disekolah ataup
un diluar sekolah hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan atau adanya per
ubahan kemampuan, penampilan atau perilaku, selanjutnya perubahan perilaku didas
ari oleh adanya perubahan penambahan pengetahuan, sikap atau keterampilan (Notoa
tmodjo, 2003).
Sehingga dari pendapat diatas dapat diuraikan bahwa bagi orang memiliki pendidik
an yang rendah ada kecenderungan untuk bertindak atau bersikap kurang baik yang
akhirnya akan berindikasi pada perilaku yang negatif misalnya mencoba obat-obat
terlarang yang akhirnya akan meyebabkan gangguan jiwa.
d. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gangguan jiwa khusus
nya halusinasi pendengaran yang tidak memilki pekerjaan yakni sebanyak 32 (57%)
sedangkan yang memiliki pekerjaan sebanyak 24(43%).
Berdasakan pengamatan yang dilakukan sebagian besar penderita gangguan jiwa khus
usnya halusinasi pendengaran lebih banyak yang bekerja dibandingkan dengan yang
tidak memiliki pekerjaan, hal ini dikarenakan pada orang yang tidak memiliki pe
kerjaan tingkat stressornya lebih tinggi akibat merasa tertekan apalagi dalam ma
sa-masa sulit seperti saat ini dimana orang-orang yang mencari pekerjaan namun t
idak mendapatkannya sehingga pada saat-saat tertentu orang tersebut akan merasa
tertekan sehingga dapat menyebabkan depresi yang akhirnya berindikasi terhadap t
erjadinya gangguan jiwa pada orang yang mengalaminya.
Pekerjaan bagi sesorang sangat penting sebab pekerjaan menunjang sesorang untuk
lebih sejahtera dalam menjalani hidup, seeorang yang tidak memiliki pekerjaan (
penangguran) mungkin akan merasa bahwa dirinya tidak berguna, tidak produktif da
n tidak dapat membahagiakan orang-orang yang dicintainya, sebab dengan adanya pe
kerjaan sesorang dapat menghasilkan materi dari apa yang dikerjakannya.
Menurut Iyus Yosep, 2007 Bahwa Pengangguran membawa pengaruh bagi kesehatan jiwa
. Sumber stress terpenting bukanlah hakikat kehilangan pekerjaan itu sendiri tet
api lebih bersifat perubahan-perubahan domestik psikologis yang berjalan secara
perlahan-lahan. Hal ini lambat laun mambahayakan kesehatan individu yang bersang
kutan .
Oleh karena itu pekerjaan sangat penting bagi sesorang sebab dengan adanya peker
jaan orang akan merasa lebih berguna dan dapat membahagiakan orang-orang yang di
cintainya.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dirumah sakit jiwa pusat kendari dapat dis
impulkan bahwa:
1. Dari 56 responden yang diteliti pada kelompok usia 25-44 tahun yaitu seb
esar 33 (59%) responden kemudian pada kelompok usia 16-24 tahun sebesar 13 (23%)
, pada kelompok usia 45-64 sebsesar 9 (16%) paling sedikit pada kelompok usia 0-
15 yaitu sebesar 1(1,79%) responden
2. Dari 56 responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 32ora
ng (57 %) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 24 orang (43%).
3. Dari 56 responden sebagian besar tidak bekerja sebanyak 32 (57%) dan me
miliki pekerjaan sebanyak 24 orang (43%)
4. Dari 56 responden sebagian besar berpendidikan rendah sebanyak 29 (51,8%
) berpendidikan menengah sebanyak 24 (42,85%) dan berpendidikan tinggi sebanya
k 3 orang (5,35%)
B. Saran
Merujuk pada hasil pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini maka dapat dis
ampaikan beberapa saran berikut :
1. Kepada pihak rumah sakit jiwa pusat kendari provinsi sulawesi tenggara u
ntuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapat meningkatkan angka ke
sembuhan bagi pasien dan dapat mengurangi angka kesakitan maupun kekambuhan bagi
pasien dengan gengguan jiwa khususnya halusinasi pendengaran.
2. bagi peneliti selanjutnya agar dapat memberikan informasi yang lebih aku
rat lagi tentang karakteristik pada penderita halusinasi pendengaran khususnya d
irumah sakit jiwa pusat kendari.
3. Kepada pihak institusi Akper Pemda Konawe agar dapat memperbanyak litera
tur tentang keperawatan jiwa guna mempermudah jalannya penyusunan penelitian bag
i peneliti selanjutnya, sehingga lebih baik dan dapat bermanfaat bagi perkembang
an ilmu keperawatan khusunya pada keperawatan jiwa.
4. kepada masyarakat khususnya bagi para orang tua agar lebih memperhatikan
sejak dini tentang kondisi perkembangan remaja putra dan putrinya dalam mendidi
k agar tidak terjadi gangguan jiwa yang dapat berimplikasi pada penyakit jiwa kh
ususnya halusinasi pendengaran

You might also like