You are on page 1of 15

TEKNIK-TEKNIK KOORDINASI DALAM

ORGANISASI PUBLIK/KEPEMERINTAHAN

Dadan Sidqul Anwar, SE, MBA, M.Si


*1**2

Large organization is loose organization. Nay, it would be almost as true to say that
organization is always disorganization.
Gilbert K. Chesterton

Life is like a cobweb, not an organization chart.


Ross Perot

The five separate fingers are five independent units. Close them and the fist multiplies
strength. This is organization.
James Cash Penney

A. LATAR BELAKANG
Organisasi dalam bentuk apapun esensinya terdiri dari sumber daya, proses
manajemen dan tujuan organisasi. Seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi
tersebut dimanfaatkan dalam proses manajemen secara terintegrasi dalam
pencapaian tujuan organisasi. Proses integrasi sumber daya maupun proses
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi tersebut disebut dengan proses
koordinasi. Dengan demikian, koordinasi memiliki peran yang vital dalam
memadukan seluruh sumber daya organisasi untuk pencapaian tujuan.

1Paper ini merupakan sebagian dari bahan masukan yang diajukan untuk modul Diklat Kepemimpinan Tk.
IV. Didedikasikan untuk negeri tercinta dan para pencinta knowledge and wisdom di bidang orgnisasi
publik

2Penulis adalah pemerhati Administrasi Negara dan Kebijakan Publik. Saat ini bekerja sebagai Kepala
Sub-Bidang Evaluasi Pengajaran Pusdiklat Sekolah Pimpinan Nasional (SPIMNAS) Bidang
Kepemimpinan, LAN RI dan Dosen Luar Biasa di STIA-LAN RI. Kontak: 085811305159. Email:
dadan_sa@yahoo.com
Semakin kompleks organisasi dan manajemen maka semakin kompleks juga
proses koordinasi yang harus dilakukan. Bahkan, dalam konteks organisasi swasta
(private institutions), koordinasi tidak hanya dilakukan dalam ruang lingkup satu
negara tetapi juga lintas negara sebagaimana telah banyak dipraktekan oleh
perusahaan-perusahaan multi-nasional. Dapat dibayangkan, betapa sulitnya proses
manajemen sumber daya yang tersebar di berbagai negara tanpa adanya
koordinasi. Tanpa koordinasi maka sumber daya yang tersebar tersebut tidak
dapat dikelola secara efektif dan efisien.

Prinsip koordinasi juga harus terefleksikan dalam organisasi public/pemerintahan


maupun organisasi kesewadayaan masyarakat. Dalam organisasi publik, sumber
daya yang digunakan tidak sedikit. Untuk menunjang proses manajemen
pembangunan di berbagai bidang termasuk bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya maka sumber daya baik keuangan negara maupun sumber daya manusia
tidak sedikit. Bahkan, sebagian sumber daya finansial tersebut sebagian mungkin
dipenuhi melalui hutang luar negeri. Dalam kondisi tersebut, apabila sumber daya
tidak dimanfaatkan secara efektif dan efisien maka akan terjadi pemborosan
sumber daya.

Namun dalam praktek administrasi negara di Indonesia seringkali koordinasi


dianggap sebagai ”barang mahal”. Koordinasi mudah diucapkan tetapi sulit untuk
dilaksanakan. Banyak sekali instansi yang memiliki kegiatan sejenis namun tidak
terkoordinasi dengan baik. Masalah ini juga terjadi dalam hubungan antar unit
dalam organisasi. Beberapa unit dalam satu organisasi memiliki kegiatan serupa
tanpa bisa dikendalikan oleh pimpinan. Kondisi ini dapat semakin parah apabila
tidak dikoordinasikan dari semenjak perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.

Secara umum, koordinasi merupakan “tali pengikat” dalam organisasi dan


manajemen yang menghubungkan peran para actor dalam organisasi dan
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dan manajemen. Dengan kata lain,
adanya koordinasi dapat menjamin pergerakan aktor organisasi ke arah tujuan
bersama. Tanpa adanya koordinasi, semua pihak dalam organisasi dan manajemen
akan bergerak sesuai dengan kepentingannya namun terlepas dari peran aktor
lainnya dalam organisasi dan peran masing-masing aktor tersebut belum tentu
untuk mencapai tujuan bersama.

B. KONTEKTUALITAS KOORDINASI DALAM SISTEM


PENYELENGGARAAN NEGARA RI
Koordinasi dalam system penyelenggaraan Negara dapat diaplikasikan dalam
konteks kerjasama pemerintahan antar Negara, koordinasi antar lembaga tinggi
Negara, koordinasi antara pusat dan daerah, koordinasi sektoral, koordinasi lintas
daerah, koordinasi antar actor bernegara. Pola hubungan koordinatif pada
dasarnya tercermin dalam struktur pemerintahan Negara dan hubungannya dengan
lingkungan struktur tercebut (state structure environment). Untuk lebih jelasnya,
masing-masing format koordinasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Koordinasi Lintas Negara

Koordinasi lintas Negara merupakan kerjasama pemerintahan antar


Negara dalam mencapai tujuan tertentu. Lingkup Negara yang melakukan
kerjasama dapat bersifat bilateral (kerjasama dua Negara) atau multilateral
(kerjasama lebih dari dua Negara). Sedangkap lingkup objek yang
dikerjasamakan dapat berupa bidang politik, ekonomi, social politik dan
budaya. Dalam ranah administrasi Negara, pembahasan tentang kerjasama
antar Negara tersebut masuk dalam bidang administrasi internasional.
Bentuk kerjasama bilateral antara lain dapat dilihat dalam kerjasama
sister-city (kota kembar antara salah satu kota di Indonesia dengan salah
satu kota lainnya di luar negeri).

2. Koordinasi Antar Lembaga Negara


Dalam struktur pemerintahan RI terdiri dari beberapa lembaga Negara.
Beberapa lembaga tersebut termasuk presiden, Mahkamah konstitusi,
DPR, MPR, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan sebagainya. Antar
lembaga tersebut dapat saling melakukan koordinasi dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Misalnya, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi dapat saling berkoordinasi dalam meningkatkan
kualitas penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia.

3. Koordinasi antara Pusat dan Daerah


Dalam penyelenggaraan pemerintahan terdapat beberapa urusan yang
menjadi tanggung jawab pusat termasuk urusan moneter, pertahanan
keamanan, agama, peradilan. Sedangkan urusan-urusan lainnya
didesentralisasikan. Namun demikian, walaupun urusan-urusan lainnya
sudah didesentralisasikan tetapi dalam kerangka pembinaan serta
pemaduan langkah antar daerah maka pemerintah pusat dapat melakukan
koordinasi melalui instansi teknis. Misalnya: koordinasi pembangunan
bidang pendidikan dan kesejahteraan rakyat.

4. Koordinasi Sektoral
Sektor-sektor pembangunan termasuk pembangunan politik, ekonomi,
social dan budaya walaupun sudah menjadi tanggung jawab beberapa
instansi teknis terkait namun dalam kenyataannya dapat terdiri dari
berbagai instansi yang begaram yang menangani sector yang sama.
Beragam instansi tersebut apabila tidak saling berkoordinasi maka bisa
jadi akan menghasilkan tumpang tindih peran dan pendanaan program
pembangunan sehingga menyebabkan in-efesiensi dan misalokasi sumber
daya finansial.

5. Koordinasi Lintas Daerah

Beberapa daerah juga dapat saling bersinggungan dalam urusan tertentu


yang bersifat lintas daerah. Dalam keadaan tersebut maka koordinasi lintas
daerah dapat berperan dalam menjamin efektivitas dan efesiensi
penyelesaian urusan tersebut. Misalnya, dalam hal penyelesaian banjir di
DKI Jakarta dimana tidak hanya merugikan warga DKI Jakarta tetapi juga
warga daerah sekitar termasuk Bogor, Tanggerang dan Banten yang
bekerja di Jakarta. Di samping itu, banjir di Jakarta bisa juga disebabkan
oleh banjir kiriman dari wilayah sekitar, misalnya Bogor. Dalam keadaan
tersebut adalah lebih mudah mengatasi banjir tersebut apabila dilakukan
koordinasi antar daerah.

5. Koordinasi Lintas Unit


Permasalahan kompleksitas peran antar aktor dalam menyelesaikan
permasalahan yang kompleks tidak hanya terjadi dalam kerangka
hubungan antar lembaga tetapi juga dalam kerangka hubungan antar unit
dalam satu lembaga. Oleh karena itu, koordinasi antar unit dalam satu
organisasi merupakan kondisi urgen. Misalnya unit litbang berkoordinasi
dengan unit diklat dalam pengembangan kualitas diklat.

6. Koordinasi antar Aktor Bernegara


Dalam lingkup yang lebih luas dalam satu Negara, aktor pembangunan
tidak hanya antar lembaga Negara tetapi juga antara lembaga Negara,
swasta dan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan terjadi hubungan
yang kontra-produktif antar actor tersebut dalam penyelenggaraan urusan
tertentu. Dalam keadaan tersebut, koordinasi antar actor diperlukan
sehingga peran antar actor tersebut dapat saling menguatkan dalam
pencapaian tujuan bernegara.

Koordinasi dalam sistem penyelenggaraan Negara juga dapat


dikelompokkan ke dalam meta-koordinasi, meso-koordinasi dan mikro-
koordinasi. Meta-koordinasi adalah koordinasi yang dilakukan antara
pemerintahan RI dengan pemerintahan dari Negara lain dan atau
organisasi internasional (missal: World Bank, UNDP, IMF, Asian
Development Bank/ADB dan sebagainya). Meta-koordinasi tersebut dapat
dilakukan dalam konteks hubungan bilateral (dua Negara) maupun
multilateral (berbagai Negara).

Meso-koordinasi adalah koordinasi yang dilakukan dalam konteks


nasional dan atau regional dalam suatu Negara. Pada level nasional,
koordinasi misalnya terjadi antara MenPAN, LAN dan BKN. Sedangkan
pada tingkat regional, koordinasi misalnya terjadi antara satu
pemerintahan daerah dengan pemerintahan daerah lainnya. Pada tingkat
mikro-level, koordinasi dapat terjadi antar unit dalam organisasi.
Misalnya koordinasi terjadi antara unit kelitbangan dengan unit keuangan
dalam koordinasi pendanaan kegiatan litbang.

C. TEKNIK-TEKNIK KOORDINASI
Terdapat beragam teknik koordinasi. Beberapa diantara teknik koordinasi yang
dapat diaplikasikan dalam organisasi publik adalah teknik koordinasi dengan
pendekatan proses manajemen, teknik koordinasi dengan pendekatan mekanisme
pasar, teknik koordinasi dengan pendekatan organisasi, teknik koordinasi dengan
pendekatan hubungan antar struktur dan teknik koordinasi dengan pendekatan
partisipasi masyarakat.

1. Teknik Koordinasi dengan Pendekatan Proses Manajemen

Karena peranannya sebagai fungsi yang mengintegrasikan seluruh proses


organisasi maka koordinasi perlu dilakukan dalam setiap tahapan proses
manajemen. Hal ini diperlukan karena setiap tahapan proses manajemen tentu
memerlukan keterpaduan peran para pemangku kepentingan (stakeholders)
dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, koordinasi dianggap
sebagai salah satu kunci sukses dalam proses manajemen. Dengan kata lain,
koordinasi merupakan esensi manajemen dan secara implisit terkandung
dalam fungsi-fungsi manajemen. Teknik koordinasi dalam tahapan proses
manajemen dapat dijelaskan sebagai berikut (lihat Gambar 1):

a. Koordinasi dalam Perencanaan. Koordinasi dalam perencanaan


merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai perencanaan melalui
diskusi yang saling menguntungkan, tukar pikiran. Contoh, koordinasi
antara unit kelitbangan dan unit kesekretariatan untuk mengoptimalkan
peran kelitbangan yang didukung kesekretariatan yang handal.

b. Koordinasi dalam Pengorganisasian. Koordinasi merupakan esensi


organisasi. Koordinasi dalam pengorganisasian sangat diperlukan
manajemen antara lain dalam distribusi tugas. Misalnya, untuk kegiatan
reformasi birokrasi dalam suatu instansi maka dibentuk satu tim reformasi
yang bertugas menyusun konsep reformasi birokrasi. Dalam tim tersebut
ditetapkan beberapa sub-tim yang diberi tugas untuk mempersiapkan
konsep spesifik, misalnya: sub-tim keuangan, sub-tim sumber daya
manusia, sub-tim grand-design dan sebagainya.

c. Koordinasi dalam staffing. Dalam penempatan pegawai perlu dilakukan


koordinasi untuk menjamin pegawai yang tepat di tempat yang tepat (the
right man on the right place). Misalnya, untuk menghasilkan keputusan
promosi jabatan pada beberapa jabatan tertentu maka dilakukan rapat
Baperjakat yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur kesekretariatan
khususnya kepegawaian.

Gambar 1
SISTEM KOORDINASI

DEPARTEMEN/U
NIT A

ROLES A

DEPARTEMEN/U KOORDINASI
TUJUAN
NIT B 1. Planning
ROLES B ORGANISASI
2. Organizing
3. Staffing
4. Directing
ROLES C 5. Controlling
DEPARTEMEN/U
NIT B
ROLES D

DEPARTEMEN/U
NIT LAINNYA
d. Koordinasi dalam directing. Efektivitas arahan, instruksi dan pedoman
sangat bergantung pada harmonisasi atasan dan bawahan. Misalnya, dalam
satu unit tertentu, pimpinan memberikan arahan ke mana unit tersebut
diarahkan untuk mendukung tugas, pokok dan fungsi organisasi.

e. Koordinasi dalam pengawasan. Koordinasi melalui pengawasan


diperlukan untuk menjamin sigkronisasi antara kinerja aktual dengan
kinerja yang distandarkan. Misalnya suatu organisasi berdasarkan rencana
stratejiknya menetapkan beberapa performance indicators dari beberapa
kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan performance indicators tersebut
dilakukan evaluasi triwulanan atau tahunan untuk mengevaluasi
pencapaian kinerja tersebut.

Dengan demikian, koordinasi perlu dilakukan dalam setiap proses manajemen


sebagai upaya mengintegrasikan upaya berbagai pemangku kepentingan
dalam mencapai tujuan organisasi. Kalau langkah tersebut tidak dilakukan
maka sangat sulit bagi para manajer untuk memastikan bahwa seluruh
pemangku kepentingan dapat bekerjasama secara terpadu.

2. Teknik Koordinasi dengan Pendekatan Pasar

Koordinasi secara prinsip diturunkan dari teori organisasi. Dalam organisasi


yang kompleks terdiri dari beberapa divisi tenaga kerja (division of labour).
Masing-masing divisi tenaga kerja tersebut memiliki spesialisasi kompetensi
dan bidang pekerjaan tertentu. Untuk memadukan berbagai divisi dan
spesialisasi tersebut dalam pencapaian tujuan organisasi maka dilakukan
koordinasi. Koordinasi dapat dilakukan dalam kerangka outward dan inward
looking. Dalam kerangka outward looking, koordinasi dilakukan dalam arena
lingkungan eksternal organisasi. Salah satu lingkungan yang sangat
berpengaruh adalah lingkungan pasar (market). Instrumen koordinasi dalam
pasar adalah harga (price). Melalui mekanisme harga ini seluruh stakeholder
saling terhubungkan dalam suatu kegiatan ekonomi. Mekanisme ini juga
sering disebut sebagai ”invisible hand” (tangan tidak terlihat). Melalui tangan
tidak terlihat ini semua pihak diatur untuk menghasilkan kesepakatan harga
dan kuantitas yang ditawarkan dan diminta (lihat Gambar 2).
Gambar 2.
Koordinasi dalam Konteks Environment dan Institution

Sumber: http://www.mike.aau.dk/GetAsset.action?contentId=3761689&assetId=3883604

3. Teknik Koordinasi dengan pendekatan Organisasi

Secara organisatoris, koordinasi terjadi melalui mekanisme non-harga.


Mekanisme koordinasi ini tidak terancang secara otomatis tetapi harus
dirancang oleh pihak yang memiliki otoritas dalam organisasi. Mekanisme
koordinasi tersebut menurut Mintzberg (1989) terdiri dari: 1) mutual
adjustment; 2) direct supervision; 3) Standardization of work; 4)
Standardization of output; 5) Standardization of skills; 6) standardization of
norms (lihat Gambar 3).

1) Mutual Adjustment
Mutual adjustment merupakan mekanisme koordinasi dimana masing-
masing divisi/unit organisasi melakukan penyesuaian dalam
memaksimalkan benefit/kesuksesan organisasi. Dalam hal ini proses
koordinasi berjalan secara cair (fluid), tidak terlalu formal, tidak
memerlukan komando serta tanpa ada hambatan birokrasi.

2) Direct supervision
Direct supervision merupakan mekanisme koordinasi dimana masing-
masing divisi/unit organisasi disupervisi/diawasi/dikontrol secara ketat
oleh atasannya dalam rangka memaksimalkan benefit/kesuksesan
organisasi. Dalam hal ini proses koordinasi berjalan melalui mekanisme
penetapan target, pengawasan pencapain target dan pelaporan pencapaian
target . Koordinasi juga dilakukan secara bertingkat (atasan: supervisor
dan bawahan: unit/divisi).

Gambar 3

Sumber: http://www.mike.aau.dk/GetAsset.action?contentId=3761689&assetId=3883604

3) Standardization of work
Standardization of work merupakan mekanisme koordinasi dimana proses
kerja masing-masing divisi/unit organisasi dirancang sedemikian rupa
sehingga proses kerja tersebut bersifat baku/standar. Standarisasi proses
kerja tersebut biasanya dinamakan standard operating procedure (SOP).
Melalui mekanisme ini proses kerja dapat dipercepat atau diperlambat
sesuai dengan standar yang ditetapkan.

4) Standardization of output
Standardization of output merupakan mekanisme koordinasi dimana
output kerja masing-masing divisi/unit organisasi dirancang sedemikian
rupa sehingga output kerja tersebut bersifat baku/standar sesuai dengan
harapan organisasi. Standarisasi output kerja tersebut biasanya biasanya
tercermin dalam salah satu performance indicators (PIs). Yang tercermin
dalam performance indicators ini biasanya bukan hanya output tetapi juga
benefit dan impact dari suatu rancangan program/kegiatan. Melalui
mekanisme ini semua divisi/unit dalam organisasi dituntut untuk berupaya
mencapai output yang telah distandarkan. Pencapaian output standar
tersebut biasanya dijadikan sebagai parameter keberhasilan/kegagalan
suatu divisi/unit dalam organisasi.

5) Standardization of skills
Standardization of skills merupakan mekanisme koordinasi dimana skills
kerja masing-masing divisi/unit organisasi terancang sedemikian rupa
sehingga proses serta output kerja dapat dicapai atas kerjasama sistematis
dalam satu kelompok skills tertentu. Karena skills yang dibutuhkan sudah
standar maka hanya sumber daya yang memenuhi skills tersebut yang
dapat terlibat dalam kegiatan organisasi ini.

6) Standardization of norms
Standardization of norms merupakan mekanisme koordinasi dimana
prilaku kerja dari masing-masing individu terstandarkan dalam bentuk tata
nilai, aturan dan lainnya sehingga misi organisasi dapat dicapai.

Keenam mekanisme koordinasi tersebut, namun demikian, belum tentu cocok


diterapkan atau diaplikasikan pada semua jenis organisasi. Pada jenis organisasi
tertentu terdapat mekanisme koordinasi yang cocok dengan organisasi tersebut.
Dilihat dari jenisnya serta tingkat kecocokan mekanisme koordinasi, organisasi
dapat dikategorikan ke dalam: pertama, entrepreunerial organization
(organisasi yang mewirausahakan), jenis organisasi seperti ini memiliki spirit
kewirausahaan yang tinggi. Artinya, para pemangku kepentingan dalam
organisasi tersebut sangat aktif membuka ruang terobosan serta menangkap
peluang untuk kepentingan organisasi. Semangat perubahan ke arah kemajuan
serta adanya fleksibilitas untuk bermanuever membuat organisasi jenis ini
memiliki kapasitas yang memadai untuk mempercepat pertumbuhan organisasi
(perpetuating organizational growth). Mekanisme koordinasi yang cocok dengan
organisasi jenis ini adalah direct supervision (supervisi langsung). Untuk
mencapai tujuan organisasi sumber daya manusia atau unit-unit dalam organisasi
“dikawal” melalui supervisi langsung.

Contoh dari jenis organisasi ini adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Jenis
organisasi ini diharapkan dapat memanfaatkan peluang usaha untuk menghasilkan
profit. Misalnya, PTPN sebagai salah satu BUMN di bidang perkebunan memiliki
peran stratrejik dalam mengembangkan usaha perkebunan yang menguntungkan.

Kedua, machine organization (organisasi mekanis), jenis organisasi ini


cenderung memiliki perilaku organisasi yang mekanis. Pola interaksi dalam
organisasi cenderung kaku sebagaimana pola interaksi antar komponen dalam
mesin yang segala sesuatunya sudah teratur. Oleh karena itu, mekanisme
koordinasi yang cocok dengan jenis organisasi mekanis adalah standardization of
work process (standarisasi proses kerja). Instrumen koordinasi melalui
standarisasi proses kerja ini berarti standarisasi proses kerja sedemikian rupa
sehingga proses kerja berlaku sama untuk semua jenis pekerjaan yang terkait. Hal
ini dimaksudkan untuk menjamin kualitas proses kerja agar sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.

Misalnya, organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan KTP (Kartu Tanda
Penduduk) harus menggunakan instrumen koordinasi standarisasi proses kerja.
Melalui instrumen ini, organisasi dapat menjamin pelayanan KTP dapat diberikan
sesuai dengan kualitas yang distandarkan.

Ketiga, professional organization (organisasi profesi) yaitu organisasi yang


dijadikan wadah kerjasama para professional pada bidang tertentu. Dari segi
SDM, jenis organisasi ini terdiri dari para ahli (experts) bidang tertentu. Dari segi
bidang keahlian, organisasi ini terspesialisasi pada bidang tertentu. Mekanisme
koordinasi cenderung tidak dapat dilakukan melalui pola yang kaku, didiktekan,
bersifat komando, tetapi didasarkan pada standardization of skills (standarisasi
keahlian). Dengan kata lain, Keahlian yang terstandarisasi menjadi instrumen
pengendalian dan pemaduan kegiatan para profesional tersebut.

Contoh organisasi profesi antara lain adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Organisasi ini terdiri dari para dokter (profesi dokter) yang saling
menghimpunkan diri untuk menjaga integritas dan kualitas kedokteran di
Indonesia. Aktivitas para dokter tersebut harus berpedoman pada standarisasi
kehalian dokter berupa Kode Etik Kedokteran.

Keempat, Diversified Organization (Organisasi yang Terdiversifikasi),


organisasi ini memiliki struktur yang terdiversifikasi ke dalam beragam unit,
departementasi dan cabang. Keberagaman tersebut sangat sulit dijangkau (too
long span of control) melalui mekanisme koordinasi standarisasi proses maupun
supervisi langsung. Yang justru dapat secara efektif dan efisien dilakukan dalam
organisasi jenis ini adalah koordinasi melalui standarisasi output. Metode proses
pelaksanaan kegiatan diserahkan pada masing-masing unit sedangkan hasil/output
dikendalikan secara terpusat. Dengan kata lain, pimpinan menetapkan standar
output yang diharapkan sedangkan unit-unit pelaksana bertugas mewujudkan
pencapaian standar output tersebut sebagai realisasi komitmen kontrak kinerja
antara unit-unit pelaksana dengan pimpinan.

Kelima, inovative organization (organisasi yang inovatif). Bagi organisasi yang


menekankan kegiatannya pada kegiatan inovasi maka organisasi tersebut lebih
tepat berada pada iklim kerja yang memberi ruang untuk berkembangnya
pemikiran-pemikiran serta produk-produk pemikiran yang justru mendobrak
kemapanan sistem. Oleh karena itu, suasana yang kaku, terstandar, monoton tidak
sesuai dengan tipe organisasi ini.

4. Teknik Koordinasi dengan Pendekatan Hubungan antar Struktur


Dilihat dari pola hubungan antar struktur khususnya dalam kegiatan pemerintahan
maka koordinasi dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut(menurut
SANRI,1997):

1) Koordinasi Hierarkhis (Koordinasi Vertikal);


Koordinasi Hierarkhis (Koordinasi Vertikal) adalah koordinasi dilakukan
oleh seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi pemerintah terhadap
pejabat (pegawai) atau instansi bawahannya. Koordinasi macam ini
melekat pda setiap fungsi pimpinan seperti halnya fungsi-fungsi
perencanaan, penggerak, pengorganisasian dan pengawasan.
Setiap pimpinan berkewajiban untuk mengkoordinasikan kegiatan
bawahannya.
Contoh : - Kepala Biro terhadap Kepala Bagian dalam lingkungannya;
- Direktorat Jenderal terhadap Direktorat dalam
lingkungannya;

2) Koordinasi Fungsional;
Koordinasi Fungsional adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang
pejabat atau sesuatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang
tugasnya berkaitan berdasarkan azas fungsionalisasi.
Dalam koordinasi fungsional ini dapat dibedakan yaitu:
a. Koordinasi Fungsional Horizontal;
Koordinasi ini dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu unit/instansi
terhadap pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat.
Contoh : Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan para Direktur
Jenderal, Inspektur Jenderal dan Kepala Badan dalam
menyusun rencana di lingkungan Departemennya.

b. Koordinasi Fungsional Diagonal;


Koordinasi ini dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi
terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya
tetapi bukan bawahannya.
Contoh :
- Biro Keuangan pada Sekretaris Jenderal
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya Bagian
Keuangan dari Sekretariat Direktorat Jenderal dalam
lingkungan Departemen yang bersangkutan.
- Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengkoordinasikan
Biro-biro Kepegawaian pada Departemen atau instansi
pemerintah lainnya dalam bidang Administrasi
Kepegawaian.

c. Koordinasi Fungsional Teritorial;


Koordinasi ini dilakukan oleh seorang pejabat atau pimpinan atau
suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang berada dalam
suatu wilayah (teritorial) tertentu di mana semua urusan yang ada
dalam wilayah tersebut menjadi wewenang atau tanggung jawabnya
selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal.
Contoh: - Administrasi Pelabuhan mengadakan koordinasi terhadap
semua instansi atau perusahaan atau organisasi lain yang
berada di wilayah pelabuhan tertentu.
- Koordinasi yang dilakukan oleh Pembina lokasi
transmigrasi yang belum diserahkan kepada Pemerintah
Daerah.

5. Teknik Koordinasi dengan pendekatan Partisipasi Masyarakat


Koordinasi juga dapat dilakukan antara pemerintah dan masyarakat melalui
instrumen partisipasi masyarakat. Beberapa instrumen partisipasi yang dapat
digunakan dalam koordinasi adalah komunikasi, konsultasi dan koproduksi.
Namun demikian, ketiga bentuk partisipasi tersebut merupakan bentuk-bentuk
partisipasi yang dapat dikategorikan dengan pola top-down. Untuk itu, bentuk
partisipasi masyarakat yang otonom berdasarkan pola bottom-up menjadi
pelengkap instrumen koordinasi melalui partisipasi. Instrumen partisipasi
dalam koordinasi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.

Definisi dari keempat bentuk partisipasi tersebut adalah sebagai berikut:


• Komunikasi adalah informasi satu arah dari penyedia layanan ke
masyarakat.
• Ko-produksi adalah pelibatan pengguna layanan atau konsumen dalam
proses produksi layanan baik secara parsial maupun secara total.
• Konsultasi adalah dialog dua arah antara penyedia layanan dan masyarakat
• Komunikasi adalah informasi satu arah dari penyedia layanan ke
masyarakat
• Partisipasi Otonom adalah partisipasi yang lahir dari pengorbanan dan
kesukarelaan masyarakat untuk terlibat langsung dalam memperjuangkan
hak-hak mereka
Gambar 4
Instrumen Partisipasi Masyarakat dalam Koordinasi

Partisipasi Otonom

Pelayanan

Pemerintah Ko-produksi Masyarakat

Konsultasi

Komunikasi

Sumber: LAN RI, 2007

D. RANGKUMAN
Koordinasi merupakan pekerjaan yang tidak mudah tetapi sangat diperlukan
dalam menjamin seluruh elemen organisasi bergerak menuju tujuan yang sama.
Untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi tersebut terdapat beberapa teknik
dalam koordinasi, yaitu teknik koordinasi dengan pendekatan proses manajemen,
teknik koordinasi dengan pendekatan pasar, teknik koordinasi dengan pendekatan
organisasi, teknik koordinasi dengan pendekatan hubungan antar struktur dalam
organisasi serta teknik koordinasi dengan pendekatan partisipasi masyarakat.
Penggunaan beragam teknik tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
kombinasi beberapa teknik atau hanya memilih salah satu teknik saja. Pemilihan
alternatif teknik koordinasi tersebut sangat bergantung pada karakteristik
organisasi, jenis pekerjaan serta pemangku kepentingan yang dilayani.
Referensi

Course, Mike A & Renen Nielsen. No Years. “Economic Approaches to Organisation


including Theories of the Firm”.
http://www.mike.aau.dk/GetAsset.action?contentId=3761689&assetId=3883604 taken on
May 10, 2010.

LAN RI, 2007, “Model Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik di Beberapa
Negara Terpilih”. Hasil Kajian LAN RI.

Mintzberg. 1989. “Mintzberg on management: Inside our strange world of rganizations”.


Free Press (New York and London).

You might also like