You are on page 1of 4

Sifat Toksit Nikel

Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam berat dan
metaloid yang densitasnya lebih besar dari 5 g/cm3 (Hutagalung et al., 1992). Logam berat
adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan
bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor
atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen, 1977). Afinitas yang tinggi terhadap
unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim
bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi
dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang
menghambat proses transformasi melalui dinding sel (Manahan, 1977).
Di perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam
berat terlarut adalah logam yang membentuk senyawa kompleks dengan senyawa organik dan
anorganik, sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel-partikel yang
berbentuk koloid dan senyawa kelompok metal yang teradsorbsi pada partikelpartikel yang
tersuspensi.
Sedikitnya terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah
teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat
dapat dibagi dalam dua jenis. Pertama, logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan
dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Ni, Cu, Fe, Co, Mn dan lain
sebagainya. Sedangkan jenis kedua, logam berat tidak esensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun,
seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Connel dan Miller 1995).
Logam berat umumnya ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain, dan
sangat jarang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar tidak selalu
berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair. Logam berat di perairan memiliki sifat
konserfatif dan nonkonservatif. Sifat konservatif menunjukan kestabilan konsentrasi suatu
komponen, hal ini berarti bahwa konsentrasi suatu komponen cenderung tetap dan tidak
terpengaruh dengan proses-proses fisik dan biologi yang ada di perairan, ditunjukkan dengan
proses pergerakan (removal), peningkatan konsentrasi (addition), dan pergerakan sekaligus
peningkatan konsetrasi (removal dan addition) (Hutagalung dan Razak, 1992).
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan
perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan
enzimatik pada biota (Darmono, 1995). Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau
daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai
berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan
kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Menurut Darmono (1995) daftar urutan toksisitas logam
paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah sebagai
berikut Hg2+ > Cd2+ >Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ Sn2+ > Zn2+. Sedangkan menurut
Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat
dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Bersifat toksik tinggi (Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn)
b. Bersifat toksik sedang (Cr, Ni, dan Co)
c. Bersifat tosik rendah (Mn dan Fe).
Kadar nikel di perairan tawar alami adalah 0,001 – 0,003 mg/liter (Scoullos dan
Hatzianestis, 1989, in Moore,1990 in Effendi 2003); sedangkan pada perairan laut berkisar
antara 0,005 – 0,007 mg/liter (Mc Neely et al., 1979).
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan
organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan
dengan sifat-sifat logam berat ( PPLH-IPB, 1997; Sutamihardja dkk, 1982) yaitu :
1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan
kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi
logam dalam air
4. mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang
dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam
skala waktu tertentu
Walaupun terjadi peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat
berubah setiap saat. Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami oleh senyawa
tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi konsentrasi logam berat di
perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan tersuspensi total atau seston.
Nikel merupakan unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni
dengan nomor atom 28 dan massa atom 58.6934 g/mol. Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedt
pada tahun 1751, merupakan logam berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan
mulur, tergolong dalam logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap
oksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim (Cotton dan
Wilkinson, 1989). Nikel digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti :
pelindung baja (stainless steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik, aplikasi industri
pesawat terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik bertenaga gas, pembuat magnet kuat,
pembuatan alat-alat laboratorium (nikrom), kawat lampu listrik, katalisator lemak, pupuk
pertanian, dan berbagai fungsi lain (Gerberding J.L., 2005).
Di alam, proses penambangan nikel dimulai dengan mengupas tanah permukaan (10-20
meter) kemudian dibuang ketempat tertentu atau digunakan untuk menutup lokasi purna
tambang. Lapisan tanah mengandung nikel berkadar tinggi selanjutnya diambil dengan
menggunakan alat mekanis atau non mekanis dan diangkut untuk diolah di pabrik dan sebagaian
ditimbun di sekitar wilayah perairan pesisir untuk selanjutnya dalam bentuk mentah di ekspor
keluar negeri. Nikel terbentuk bersama dengan belerang dalam millerite (NiS), dengan arsenik
dalam galian nikolit (NiAs), dan dengan arsenik dan belerang dalam (nikel glance). Nikel juga
terbentuk bersama-sama dengan chrom dan platina dalam batuan ultrabasa. Terdapat dua jenis
endapan nikel, yaitu sebagai hasil konsentrasi residu silika dan pada proses pelapukan batuan
beku ultrabasa serta sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan
pirit, pirotit, dan kalkopirit (Handayani, S., 2002).
Nikel dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh, tetapi bila terdapat dalam jumlah yang
terlalu tinggi dapat berbahaya untuk kesehatan manusia, Yaitu : menyebabkan kanker paru-paru,
kanker hidung, kanker pangkal tenggorokan dan kanker prostat, merusak fungsi ginjal,
meyebabkan kehilangan keseimbangan, menyebabkan kegagalan respirasi, kelahiran cacat,
menyebabkan penyekit asma dan bronkitis kronis serta merusak hati.
Di perairan nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel
amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH
< 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan sulfat dan
selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut
(Moore, 1990 dalam Effendi, 2003). Di muara sungai, nikel menunjukan konsentrasi yang
semakin meningkat dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada
tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikel-partikel yang ada di
muara sungai dan proses resuspensi.
Gerberding J.L (2005) melaporkan bahwa dalam konsentrasi tinggi nikel di tanah berpasir
merusak tanaman dan di permukaan air dapat mengurangi tingkat pertumbuhan algae. Lebih
lanjut dikatakan bahwa nikel juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi
mereka biasanya mengembangkan perlawanan terhadap nikel setelah beberapa saat. Ketoksikan
nikel pada kehidupan akuatik bergantung pada spesies, pH, kesadahan dan faktor lingkungan lain
(Blaylock dan Frank, 1979).
Nilai LC50 nikel terhadap beberapa jenis ikan air tawar dan ikan air laut berkisar 1 – 100
mg/liter. Peningkatan pH dan kesadahan air serta konsentrasi bahan toksik memberikan pengaruh
signifikan terhadap konsentarasi LC50 ikan. Setelah 72 jam, ikan yang hidup di dalam konsentrasi
nikel 8,0-12,0ppm menyebabkan kulit akan rusak dan tubuh luka-luka sebagai indikasi dari
tekanan pH (Isaac A, 2009). Nebeker et al. (1985), ketika konsetrasi nikel lebih tinggi
dibandingkan logam yang lain, nikel dinyatakan sebagai logam beracun. Tingkat toleransi
beberapa jenis ikan terhadap nikel, sebagai berikut :
Tabel 1. Sifat Toksisitas Nikel pada Beberapa Jenis Ikan
No Uraian Nilai Sumber
1. LC50-96 jam terhadap Atherinops 26.560 µg/L Hunt et al. 2002
affinis
2. larva abalone LC50-48 jam 145,5 µg/L Hunt et al. 2002
3. Abalone fase juvenil LC50-48 jam 264,3 µg/L Hunt et al. 2002
4. LC50-96jam terhadap Clarias 8,87mg/L Isaac A. Ololade, 2009
gariepinus
5. LC50-96 jam udang laut 150-300 µg/L Deleebeeck et al, 1995
6. Daphnia hyaline LC50 – 48 jam 1.9 ppm Chapman. Et al. 1980
7. Daphnia magna LC50 – 48 jam 30-150 ppb Chapman. Et al. 1980

You might also like