You are on page 1of 7

Tanah gambut terdapat di P Kalimantan, Sumatera n Papua.

Karakteristik. tanah gambut berasal dari tumbuhan yang mati jutaan tahun n telah
terjadi pelapukan. warna tanahnya hitam kecoklatan. strukturnya seperti serbut
gergaji bercampur lumpur hitam. ekologinya terendam beberapa bulan tahun
setahun. Tanah ini sangat berbahaya kalau di musim kemarau karena apabila
terbakar sangat sulit dimatikan bara apinya karena bisa menjalar bara api 2 meter
dibawah permukaannya. kurang jelas tanyakan pada ahlinya

materi referensi:
pengalaman booo

Tanah gambut merupakan jenis batubara yang sangat muda. Terdapat di P.


Sumatera, Kalimantan, Irian, sebagian Sulawesi, terdapat pada dataran rendah
yang hampir datar. Terjadi dari tumbuhan (hutan) yang mati dan tertimbun oleh
tanah / tergenang air selama ribuan tahun. PH dari tanah dan air tanah kurang dari
5, sehingga banyak tanaman tidak bisa tumbuh pada suasana asam ini. Daerah
gambut tidak cocok untuk pertanian misalnya padi, jagung, ketela dsbnya. Yang
bisa hidup adalah tanaman jenis ilalang dan tanaman keras. Air tanah (dan sungai)
di daerah gambut ini berwarna coklat tua sampai coklat kehitaman (seperti air kopi)

materi referensi:
Survei di daerah transmigrasi

Siang ini udara segar dan langit cerah, kami telah selesai makan siang nasi box di Hotel
Homewood Suites Hilton Miami. Seorang wanita yang ternyata direktur operasional sebuah
organisasi yang bernama Corps of Engineer menyampaikan presentasi tentang sebuah upaya
fenomenal penyelamatan dataran rawa-rawa di Florida yang disebut Everglades Restoration
Plan.
Corps of Engineer sendiri cikal bakalnya adalah korps Zeni Angkatan Darat AS yang setelah
sekitar seratus tahun tetap terlibat dalam kegiatan sipil di masyarakat melalui proyek-proyek
yang diberikan pemerintah. Hingga saat inipun pimpinan puncak US Army Corps of Engineer
selalu direktur Zeni angkatan darat AS. Jadi tampak organisasi ini paralel dengan kegiatan yang
berlangsung dalam masyarakat untuk mendayagunakan kemampuan yang dipunyai oleh
angkatan darat dalam pembangunan yang berguna bagi bangsa tanpa harus terlibat masalah
politik.
Dalam pamflet yang dibagikan berjudul The US Army Corps of Engineers Civil Works Strategic
Plan untuk tahun fiskal 2004-2009 tertulis tujuannya, committed to: Sustainable development,
environmental restoration, modernizing infrastructure, effective disaster response capabilities
dan world class public engineering. Sedangkan dalam upaya mempromosikan kerjasama
terungkap keinginan untuk bekerja dengan penduduk asli atau lembaga setempat, memfasilitasi
diskusi diantara para pemangku kepentingan, bekerjasama dengan lembaga pemerintah lainnya,
mengembangkan mengoperasikan dan memelihara hasil kegiatan, memberikan bantuan teknik
kepada negara bagian dan masyarakat setempat, membagi data dan informasi serta
meningkatkan model kerjasama dengan organisasi lainnya
Khusus untuk proyek yang dilaksanakan di
Florida Selatan ini, sebuah proyek bernama
Everglades, US Army Corps of Engineer
bekerjasama dengan berbagai elemen
masyarakat maupun organisasi pemerintah
lainnya menyelamatkan dataran rendah dari
banjir di musim hujan dan kekeringan di
musim kemarau. Sebenarnya sejak jaman
dahulu, diperkirakan 5.000 tahun yang
lampau kondisi alam di Florida Selatan ini
sudah indah dan stabil. Namun setelah
kedatangan manusia yang serakah membuka
lahan untuk meningkatkan hasil pertanian di
awal abad 17, kondisi ini secara perlahan menjadi memburuk. Untuk mencegahnya kehancuran
yang semakin parah, dibuat proyek yang dimulai sejak berakhirnya pernag dunia kedua hingga
saat ini. Seperti yang tampak dalam gambar, di situ tergambar aliran air di masa lalu, saat ini
maupun aliran air yang direncanakan di masa depan.
Pada waktu menyusuri jalanan kecil melihat daerah konservasi ala mini, terpikir bagaimana
sebenarnya kita kurang bijaksana mengelola tanah gambut atau rawa-rawa yang ada di
Kalimantan, maupun berbagai lokasi lain di Indonesia, termasuk di Jakarta sehingga
mengakibatkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Manajemen asal-
asalan yang diterapkan pemerintah maupun sebagian pengembang real estate pada ujungnya
hanya akan membawa kehancuran bersama. Tentu saja, masyarakat yang lemah dari segi
financial akan ikut mengikuti trend yang dilakukan para pembesar maupun tokoh masyarakat,
baik tokoh bisnis maupun tokoh cendekiawan yang meloloskan Amdalnya. Jangan terlalu mudah
menyalahkan mereka.
Dalam perjalanan dengan mobil terbuka
mengelilingi kawasan Everglades ini, tampak
burung-burung, ular, maupun buaya masih
dengan bebas berkeliaran. Tampaknya
proyek ini semakin berkembang ke arah
membaik, dengan dukungan para
sukarelawan yang memang mencintai
pekerjaannya dan perencanaan yang
didukung oleh masyarakat secara luas tanpa
mengabaikan kepentingan penduduk asli
Indian yang berdiam di wilayah tersebut.
Proyek ini bahakan dikembangkan menjadi
tujuan wisata, pendidikan, maupun sebagai
kawasan untuk melindungi hewan langka dan memulihkan habitat hewan yang sebelumnya
rusak.
Beberapa kali dalam perjalanan yang sengaja dilakukan dengan perlahan dan sambil
mendengarkan sejarah kawasan dari guide yang mengiringi, kami sempat ketemu burung elang
mapun sejenis bango tong-tong atau flamingo, buaya dan ular di pinggir jalan atau di tepi kanal
yang sengaja dibuat untuk mengatur aliran air. Ada beberapa wisatawan yang sengaja naik
sepeda atau berjalan kaki tanpa takut bahaya binatang tersebut.
Ketika hal ini ditanyakan, guide mengatakan bahwa memang kawasan ini tidak berbahaya karena
seluruh wisatawan dilarang keras memberi makan kepada hewan sehingga hewan tersebut tidak
akan mendekat ke manusia meminta makan, namun juga tidak langsung kabur melihat manusia
karena memang tak ada manusia yang mengancam mereka. Suatu hal yang sangat sulit dilakukan
di Indonesia mengingat tingkat disiplin serta pendidikan yang rendah di masyarakat sebagaimana
kita lihat di Taman Safari Cisarua orang seenaknya memberi makan Beruang atau Jerapah.
Fasilitas lainnya yang ada selain toilet dan
tempat parkir yang tertata, di sana ada juga
tempat penjualan souvenir atau buku-buku
tentang Everglades ini. Peta tentang kawasan
ini bisa diminta secara gratis, namun
disediakan semacam kaleng kecil bagi yang
akan memberikan sumbangan untuk
mendukung kelangsungan proyek ini.
Hebatnya beberapa teman dengan sukarela
memasukkan satu atau dua dollar ke dalam
kaleng ini. Sungguh sulit dibayangkan di
Indonesia, diatur membayar saja, terkadang
kalau bisa diakali supaya tidak membayar.
Salah satu kenangan yang tertancap setelah menyaksikan Everglades adalah, kita harus
memikirkan ulang rencana pembukaan lahan gambut, akan lebih baik diatur dengan
mempertimbangkan bentuk aslinya, termasuk menghentikan pemangkasan mangrove sepanjang
pantai utara Jakarta atau menghentikan kawasan Kelapa Gading yang tadinya rawa-rawa, serta
memulihkan situ-situ di Jabodetabek untuk kebaikan semua. Tentu akan ada yang merasa
dirugikan. Pengaturan secara adil dan transparan akan menghindarkan bentrokan yang tak perlu
antara aparat dan masyarakat. Akan lebih baik bila yang mensosialisasikan hal ini kelompok
masyarakat yang kredibel, bukan pemerintah atau organisasi yang tidak imparsial dalam
melakukan kegiatannya.
Sebelum terlambat dengan habisnya orangutan, gajah, badak maupun macan serta kehancuran
alam yang lebih besar lainnya, alangkah indahnya kalau kita bersatu mulai dari diri kita untuk
terlibat langsung dalam program penyelamatan tanah air, ibu pertiwi yang menangis. Mari
bergabung dan berbuat.
Pengambilan Tanah Gambut di Lintongnihuta Menimbulkan Kekeringan
Ratusan Hektar Sawah

Tiga orang doktor dari Institut Pertanian Bogor (IPB) masing-masing DR Ir Istomo, DR Ir Imam
Wahyudi dan DR Ir Sobir belum lama ini berkunjung ke Kabupaten Humbahas (Humbang
Hasundutan) untuk meneliti tanah gambut di Desa Nagasaribu Lintongnihuta dan di Aek Nauli II
Kecamatan Doloksanggul. Selain melakukan penelitian secara ilmiah juga meneliti apa manfaat
dari tanah gambut dan dampak negatif bagi masyarakat sekitar jika terus dieksploitasi. Hal itu
dikatakan Kabag Infokom Osborn Siahaan BA kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (9/10).
Osborn Siahaan menjelaskan, sesuai dengan penelitian dan analisa sementara, dampak
pengambilan tanah gambut di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta telah menimbulkan
kekeringan ratusan hektare sawah di sekitarnya. Sebab selain tanah gambut merupakan
penyangga dan penyimpan air di waktu hujan bisa juga sebagai menetralisir di waktu musim
kemarau. Tapi karena pengambilannya tidak teratur ratusan hektare persawahan belakangan ini
tidak bisa ditanami lagi. Padahal, Nopember ini sudah musim tanam padi. Bahkan tanaman lain
seperti sayur-sayuran sebagai komoditi unggulan masyarakat Lintongnihuta telah terancam
sehingga sangat sulit untuk dikembangkan.
Saat meninjau ke lapangan, ketiga peneliti itu didampingi Bupati Humbahas St Drs Maddin
Sihombing MSi, Kadis Pertambangan dan Kehutanan Ir Darwin Lumbangaol MM, Kabag
Infokom Osborn Siahaan BA, Kasubdis Dinas Pertambangan dan Kehutanan Ir Hisar Nababan
dan lainnya. Bupati Humbahas Maddin Sihombing mengatakan untuk mengatasi hal-hal yang
tidak diinginkan dalam penggalian tanah gambut tersebut harus segera diantisipasi, dimana akan
dilakukan kembali pembendungan air di sekitar lokasi. Bekas pengambilan gambut yang sudah
sempat dikeruh dengan kedalaman hampir tiga meter di Desa Nagasaribu Lintongnihuta ditutup
kembali.
Tim ahli itu juga melakukan penelitian gambut di Aek Nauli II Kecamatan Doloksanggul dengan
cara mengambil sampel gambut dan beberapa macam tumbuham di atasnya. Setelah dilakukan
penelitian di IPB, hasilnya akan diserahkan ke Pemkab Humbahas. Selain itu, tim melakukan
peninjauan lapangan untuk memeriksa kadar tanah dan kesuburannya serta hasil pertanian dalam
rangka penentuan komoditi unggulan di Kabupaten Humbahas.
Pengamatan SIB di lokasi pengambilan gambut Nagasaribu, Senin (9/10) sore, aktivitas
masyarakat untuk melakukan penggalian masih berlanjut terutama untuk mengumpulkan kayu-
kayuan yang tertanam di dalam gambut. Kayu tersebut dijadikan sebagai bahan bakar kayu
berupa arang dan dijual di Lintongnihuta bahkan ke Kecamatan Siborongborong Taput. Menurut
masyarakat setempat, tanah gambut tersebut digali secara tradisional tanpa menggunakan alat
berat dan dijual ke PT TPL Sosor Ladang Tobasa sebagai bahan bakar. Pengakuan para
pengusaha gambut, tahun lalu masih melakukan jual-beli dengan PT TPL melalui kontraktor tapi
belakangan ini ada larangan dari Pemkab Humbahas supaya penggalian dihentikan. Sehingga
hasil galian yang tidak sempat terjual, akhirnya ditumpukkan.
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan seakan sudah menjadi "tradisi" tahunan di Indonesia terutama setiap
kali musim kemarau datang. Pada kejadian kebakaran berskala besar di tahun 1997-98,
diestimasikan sekitar 10 juta hektar lahan yang rusak atau terbakar, dengan kerugian untuk
Indonesia terhitung 3 milyar dollar Amerika. Kejadian ini sekaligus melepaskan emisi gas rumah
kaca (GRK) sebanyak 0,81-2,57 Gigaton karbon ke atmosfer (setara dengan 13-40% total emisi
karbon dunia yang dihasilkan dari bahan bakar fosil per tahunnya) yang berarti menambah
kontribusi terhadap perubahan iklim dan pemanasan global.
Dampak penting dari kebakaran hutan dan lahan sangat dirasakan terutama oleh masyarakat yang
menggantungkan hidupnya kepada hutan, satwa liar (seperti gajah, harimau dan orang utan) yang
kehilangan habitatnya, sektor transportasi karena terganggunya jadwal penerbangan dan juga
masyarakat secara keseluruhan yang terganggu kesehatannya karena terpapar polusi asap dari
kebakaran. Tercatat sekitar 70 juta orang di enam Negara di lingkup ASEAN terganggu
kesehatannya karena menghirup asap yang diekspor dari kebakaran di Indonesia pada tahun
1997-98.
Penyebab utama dari kebakaran hutan dan lahan adalah ulah manusia yang menggunakan api
dalam upaya pembukaan hutan dan lahan untuk hutan tanaman industri/HTI, perkebunan,
pertanian, dll (lihat Gambar 1). Selain itu, kebakaran diperparah akibat meningkatnya pemanasan
global itu - kemarau ekstrim, yang seringkali dikaitkan dengan pengaruh iklim El Niño,
memberikan kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Setiap tahunnya
dalam musim
kemarau, hampir
berturut-turut,
kejadian kebakaran
hutan dan lahan
berulang dengan
berbagai tingkatan.
Pada tahun 2002
dan 2005,
kebakaran hutan
dan lahan terjadi
kembali dengan
skala yang cukup besar terutama diakibatkan oleh konversi hutan di lahan gambut.
Dari data yang terkumpul terhitung sejak 1997-98, rata-rata 80% kebakaran hutan
dan lahan terjadi di lahan gambut. Data yang dianalisis WWF-Indonesia
menunjukkan bahwa di Provinsi Kalimantan Tengah mayoritas kejadian kebakaran
hutan dan lahan pada tahun 2002-2003 terjadi di lahan gambut sedangkan di
Provinsi Riau dalam periode tahun 2001-2006, sekitar 67% hotspots (titik panas)
terjadi di lahan gambut.

Data terakhir berdasarkan pantauan koalisi LSM di Riau, Eyes on the Forest, antara 1-31 Juli
2006, terdapat 56% titik panas yang ditemukan di Provinsi Riau, terdapat pada lahan gambut.
Pada periode yang sama, hampir 30% dari titik
panas yang terdeteksi di Kalimantan Barat
juga terdapat pada tanah gambut.
Hutan pada lahan gambut mempunyai peranan
penting dalam penyimpanan karbon (30%
kapasitas penyimpanan karbon global dalam
tanah) dan moderasi iklim sekaligus
memberikan manfaat keanekaragaman hayati,
pengatur tata air, dan pendukung kehidupan
masyarakat. Indonesia memiliki 20 juta ha
lahan gambut yang terutama terletak di
Sumatera (Riau memiliki 4 juta ha) dan
Kalimantan.

Pondasi utama dari lahan gambut yang


baik adalah air. Bila terjadi pembukaan hutan gambut maka hal ini akan
mempengaruhi unit hidrologinya. Dengan sifat gambut yang seperti spons
(menyerap air), maka pada saat pohon ditebang dan lahannya dibuka, akan terjadi
subsidensi sehingga tanah gambut yang sifatnya hidropobik tidak akan dapat lagi
menyerap air dan kemudian mengering. Dalam proses ini, terjadilah pelepasan
karbon dan sekaligus mengakibatkan lahan gambut rentan terhadap kebakaran
yang pada gilirannya dapat menyumbangkan pelepasan emisi karbon lebih lanjut.

Menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup, diperkirakan lahan gambut di Riau saja
menyimpan kandungan karbon sebesar 14.605 juta ton. Bila pembukaan lahan gambut dibiarkan
apalagi diikuti dengan pembakaran hutan dan lahan, maka dapat dibayangkan berapa banyak
karbon yang terlepas ke atmosfer dan pemanasan global ataupun perubahan iklim menjadi lebih
cepat terjadi sekaligus dampak ikutan seperti asap dan lainnya akan terus dirasakan oleh
masyarakat setiap tahunnya.
Untuk itu, WWF-Indonesia menghimbau pihak pemerintah, swasta dan masyarakat luas untuk
bersama-sama berbuat mencegah kejadian kebakaran hutan dan lahan terutama:
• Pembukaan lahan gambut harus dihentikan dan semua lahan gambut harus
dilindungi dan dikelola secara seksama dengan memperhatikan tata hidrologi
secara makro dan potensi lepasnya emisi karbon ke atmosfer.
• Sektor swasta harus menerapkan praktek pengelolaan lestari dan
bertanggung jawab, termasuk meniadakan pembakaran lahan dan
melindungi daerah-daerah yang memiliki keanekaragaman hayati di sekitar
konsesi mereka.
• Harus ada mekanisme terpadu untuk mengkoordinasi pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan, mensinergikan dan menerapkan
peraturan terutama terkait perlindungan lingkungan.
• Masyarakat setempat harus diberdayakan oleh pemerintah dan sektor swasta
dalam pengelolaan lahan yang lestari, terutama membantu petani/pekebun
skala kecil dalam proses transfer ilmu dan teknologi untuk menerapkan
pembukaan lahan tanpa bakar.

Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi:


Fitrian Ardiansyah,
Program Coordinator - Forest Restoration & Threats Mitigation,
fardiansyah@wwf.or.id

Dedi Hariri,
Forest Fire Monitoring Officer,
dhariri@wwf.or.id
Fire Bulletin

WWF-Indonesia menerbitkan kembali Fire Bulletin, sebuah buletin mingguan mengenai


isu-isu kebakaran hutan di Indonesia. Dengan Buletin ini, WWF-Indonesia akan memantau
kondisi kebakaran hutan selama musim kemarau pada tahun ini, sekaligus memantau kegiatan-
kegiatan pihak terkait, termasuk pemerintah dan sektor swasta, dalam pencegahan kemungkinan
kebakaran hutan di Indonesia.

You might also like