You are on page 1of 11

Ujian Tengah Semester

Sistem Administrasi Negara


Indonesia

Al Afdal Permana
0810842026

Program Studi Ilmu Administrasi Negara


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas
2010
JAWABAN UTS SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA
1. Sejarah Administrasi dari zaman kemerdekaan sampai sekarang dan
reformasi yang telah terjadi dari zaman itu sampai sekarang?

I. Pasca Kemerdekaan: Kepemimpinan Soekarno (Orde Lama)

Sebelum menguraikan bagaimana administrasi negara dijalankan atau


diimplementasikan di negeri ini, perlu dipahami sebelumnya bahwa administrasi
merupakan sebuah proses sivilisasi yang berkesinambungan secara kontinu. Artinya, apa
yang terjadi dalam pelaksanaan sistem administrasi di Indonesia dewasa ini tidak dapat
dipisahkan dari apa yang terjadi di masa lalu.

Untuk mengetahui sejarah pelaksanaan adminisrasi negara di negeri ini, dapat ditelisik
buku karangan Bintoro Tjokroamidjojo yang berjudul “Perkembangan Ilmu Administrasi
Negara di Indonesia: Research di Indonesia 1945-1966.”

Di dalamnya dikatakan, sebelum tahun 1945, administrasi yang dianut oleh negeri ini
adalah sistem administrasi pemerintahan Kerajaan Belanda, karena pada masa itu
Indonesia belum merdeka akibat penjajahan Belanda. Pengaruh konsep kontinental sangat
kuat saat itu, di mana pendidikan hukum dianggap sebagai persiapan utama dan bahkan
satu-satunya syarat untuk membentuk dan mempersiapakan seorang administrator yang
akan bertugas. Akibatnya, corak administrasi negara saat itu bersifat terlampau legalistis-
formal dan normatif, yang pada akhirnya menjadikan birokrasi sebagai lembaga yang
steril.

Selepas Indonesia merdeka pada tahun 1945, barulah negeri ini berkuasa secara
penuh dan otonom untuk melaksanakan sistem administrasinya sesuai dengan suasana
dan keadaan lingkungan saat itu dan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan saat itu.
Ditambah dengan semangat untuk lepas dari warisan kolonial dan euforia kemerdekaan
bergelora di masyarakat, maka berusahalah diciptakan pembaruan tatanan administrasi
negara. Namun seperti yang telah dijelaskan dalam tulisan pembuka bab ini bahwa
administrasi pada dasarnya berjalan secara incremental dan tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh masa lalu, maka dapat ditebak penyelenggaraan administrasi negara pada masa
pascakemerdekaan tidak jauh berbeda dengan praktik yang telah ada sebelumnya karena
masih kuatnya pengaruh sistem administrasi Belanda. Selain itu, sistem administrasi juga
tidak dapat berjalan dengan efisien dan efektif karena para administrator dan pejabat
negara pada waktu itu menempati posisi-posisi administrasi tanpa pernah mengecap
pendidikan administrasi negara sebelumnya, dan juga tanpa kesempatan bekerja di bawah
pengawasan ahli administrasi yang berpengalaman dan kompeten.

Menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam penyelenggaraan sistem


administrasi negara, Soekarno sebagai presiden pertama Indonesia mencanangkan
reformasi administrasi. Pada tahun 1954, Soekarno bersama Perdana Menteri H. Djuanda
mengundang guru besar ilmu administrasi publik dari Cornel dan Pitsburgh, Edward H.
Litchfield dan Alan C. Ranlin untuk mengadakan penelitian mengenai administrasi
kepegawaian di Indonesia. Agaknya pemerintah waktu itu terpukau dengan sistem
administrasi negara di Amerika Serikat (AS) yang dikembangkan melalui pendekatan yang
modern, praktis, dan efisien. Sebagai hasilnya, penelitian mereka dirumuskan dalam suatu
saran program aksi kepada pemerintah yang mereka beri judul Training Administration on
Indonesia. Beberapa saran yang diberikan oleh perutusan ini kepada pemerintah antara
lain perlu didirikannya lembaga pendidikan administasi yang nantinya dapat dipergunakan
mendidik para pegawai dan administrator pemerintah, ditatanya susunan kementerian
yang efektif, didirikannya fakultas dan universitas yang mengajarkan ilmu administrasi
negara seperti yang dikembangkan oleh AS, dan dibangunnya badan perancang nasional.
Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi tersebut, pemerintah pun mendirikan Lembaga
Administrasi Negara (LAN) di Jakarta, Fakultas Sosial dan Politik di Universitas Gadjah Mada
(UGM) dengan Jurusan Ilmu Usaha Negara (yang kemudian menjadi Jurusan Ilmu
Administrasi Negara), Badan Perancang Nasional (yang kelak di kemudian hari berubah
menjadi Badan Perencanaan Nasional), dan Kantor Urusan Pegawai (yang kelak kemudian
menjadi Badan Administrasi Keegawaian Negara dan sekarang berubah menjadi Badan
Kepegawaian Negara). Seterusnya, reformasi administrasi yang digalakkan ini mampu
menjadikan sistem administrasi Indonesia meninggalkan coraknya yang legalistis seperti di
Eropa menjadi lebih bersifat modern, praktis, pragmatis, efisien, dan efektif seperti yang
juga banyak dikembangkan di AS.

Cerita di atas dapat dikatakan merupakan buah dari reformasi administrasi pertama
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Selanjutnya, reformasi administrasi yang kedua
terjadi seiring dengan pergantian pucuk kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto, dari
rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru.

II. Kepemimpinan Soeharto; Orde Baru

Reformasi kedua yang dilakukan pada masa pemerintahan Soeharto ini menurut
penulis bukanlah merupakan suatu reformasi administrasi yang dilakukan karena
kebutuhan untuk melakukan reformasi administrasi itu sendiri, melainkan hanya
merupakan ekses, atau bahkan dapat dikatakan externalities yang mau tak mau harus
terjadi, dari kebijakan penguasa.

Soeharto menjalankan kekuasaan dengan motif utama untuk melanggengkan


kekuasaannya. Untuk itu, berbagai strategi pun ia tempuh. Menurutnya, kekuasaan yang ia
pegang hanya akan mampu dipertahankan apabila negara mengalami kestabilan sosial,
politik, dan terutama ekonomi. Untuk melakukannya, pembangunan di dalam negeri ia
genjot habis-habisan karena hanya dengan pembangunanlah maka pertumbuhan ekonomi
akan meningkat, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan syarat utama kestabilan
ekonomi. Untuk mewujudkan keinginan mewujudkan stabilitas ini pula, maka visi dan
penyelenggaraan pemerintahan, dalam bidang apa pun, harus dilaksanakan secara
sentralistis. Lima tahun setelah menjabat presiden, payung hukum untuk mewujudkan
negara sentralistis ini diwujudkan salah satunya melalui diterbitkannya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 44 dan 45 Tahun 1975 yang mengatur penyusunan sistem serta
struktur lembaga birokrasi pemerintah. Sebagai akibatnya, semua hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan birokrasi pemerintah diseragamkan, mulai dari kelembagaan dan
sistem departemen, sistem penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban anggaran,
rekrutmen pegawai, pengangkatan pejabat, sistem diklat pegawai, sistem penggajian
pegawai, sampai sistem pengawasan.

Dari perspektif ilmu administrasi publik, program pembangunan Orde Baru ini dapat
dikatakan menghancurkan bangunan pemahaman akan konsepsi dan pengimplementasian
ilmu administrasi publik yang sejati yang dilakukan oleh Indonesia yang sedang
membangun dan berkembang usai kemerdekaan diraih. Pada masa itu, dikenalkan suatu
konsep baru administrasi yang terkesan berusaha untuk dikompatibelkan terhadap
program pembangunan pemerintah, yaitu administrasi pembangunan.

III. Orde Reformasi

Kini setelah Orde Baru tumbang dan memasuki Orde Reformasi, wajarlah kiranya bila
istilah adminstrasi negara di Indonesia diganti menjadi administrasi publik, sesuai dengan
terjemahan harafiah dari sumber aslinya: public administration. Hal ini sudah seharusnya
terjadi karena dengan bergantinya penyelenggaraan negara dari otoriter menjadi
demokratis, maka penyelenggaraan administrasi publik pun haruslah sesuai dengan
semangat dan asas yang terjadi di ranah politik: bersifat demokratis. Dalam bahasa yang
lain, Indonesian public administration yang baru merupakan perubahan paradigma dari
proses pemerintahan (government) menjadi proses kepemerintahan (governance). Secara
ideologis, perubahan ini dapat dikatakan telah mengembalikan administrasi publik yang
selama ini telah hilang dengan mengembalikannya kepada jati diri aslinya, di mana
melayani kepentingan masyarakat tanpa reserve merupakan tujuan utamnya.

Maka dari itu, segala praktik penyelenggaraan public administration yang terjadi pada
masa sebelumnya harus dirombak total, karena sudah tidak sesuai dengan semangat
zaman dan tidak kompatibel dengan perspektif baru penyelenggaraan negara yang
bersifat demokratis. Hal ini secara tersirat juga diamini oleh pemerintahan setelah Orde
Baru, di mana jargon demokratisasi birokrasi (pelayanan publik) sebagai fokus kegiatan
administrasi publik sering disuarakan oleh aktor-aktor pemerintah.

Mulai pemerintahan reformasi yang dilakukan di awal tahun 1998, pemerintah hingga
kini belum pernah melakukan reformasi dan bahkan pemerintah yang silih berganti itu
kurang perhatiannya terhadap sistem dan tata laksana administrasi negara kita. Apa visi
pemerintah terhadap reformasi atau perubahan sistem administrasi negara sampai
sekarang saya belum mengetahui secara jelas.

Kini setelah 10 tahun lebih pemerintahan otoriter tumbang, bagaimana pelaksanaan


adminsitrasi publik di Indonesia? Tampaknya, waktu selama itu masih belum membuat
penyelenggaraan administrasi publik beranjak dari masa transisi. Pemerintah masih sering
menyuarakan jargon reformasi birokrasi dan good governance. Ini artinya, selama ini
pemerintah belum berhasil mereformasi administrasi publik secara total. Miftah Thoha
dalam Administrasi Publik Kontemporer mengemukakan pandangannya terhadap
penyelenggaraan administrasi publik dewasa ini:

Kelembagaan dan sistem administrasi negara kita hingga sekarang ini masih seperti
yang direformasi oleh Presiden Soeharto. Belum ada perubahan sedikitpun. Susunan dan
struktur organisasi kelembagaan birokrasi pemerintah masih seperti dulu. Sementara itu
lingkungan strategis nasional dan global baik politik maupun ekonomi telah mengalami
perubahan yang dahsyat.1

Perhatian pemerintah baik ketika di bawah kepresidenan Abdurrahman Wahid maupun


Megawati terhadap perkembangan dan penataan administrasi negara sangat rendah atau
sama sekali tidak ada.

Sebagai bukti bahwa reformasi administrasi publik di Indonesia tidak bergerak maju
secara signifikan, selama ini masih banyak terdengar keluhan dari masyarakat terhadap
performa birokrasi.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang tecermin dari hasil jajak
pendapat tersebut sebaiknya tidak kita telan mentah-mentah, melainkan seharusnya kita
kritisi pula. Indonesia merupakan masyarakat multikultur. Sebagaimana ciri dominan
masyarakat multikultur, seingkali apriori buruk sangka dan stereotip negatif
mengakibatkan kebanyakan warga masyarakat lebih memosisikan lembaga birokrasi dan
personel anggotanya dalam kesan yang kurang atau tidak baik atau buruk, ketimbang
dalam posisi in between di antara yang baik dan yang buruk. Kebiasaan itu juga
menyebabkan masyarakat kehilangan kemampuan untuk tidak selalu mengutamakan nilai-
nilai dan idealisasi berbasis kultur dominan dalam menilai segala sesuatunya.

Mengapa perubahan administrasi publik yang diharapkan itu tak kunjung terjadi?
Miftah Thoha dalam Administrasi Publik Kontemporer memberikan pendapat pribadinya
mengenai hal ini:

Mulai pemerintahan reformasi yang dilakukan di awal tahun 1998, saya mempunyai
pandangan bahwa pemerintah kita hingga kini belum pernah melakukan reformasi dan
1
Miftah Thoha, 2008, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana, Jakarta, hlm: 66.
bahkan pemerintah yang silih berganti itu kurang perhatiannya terhadap sistem dan tata
laksana administrasi negara kita. Apa visi pemerinah terhadap reformasi atau perubahan
sistem administrasi negara sampai sekarang saya belum mengetahui secara jelas.2

Ya, memang tampaknya inilah masalah utamanya. Pemerintah tidak mempunyai


komitmen yang serius dalam melakukan reformasi administrasi (birokrasi). Akibatnya,
birokrasi masih terjebak dalam struktur dan sistem peninggalan Orde Baru. Prof. Yeremias
T. Keban dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar administrasi publik UGM
menyatakan bahwa pembangunan birokrasi di Indonesia adalah agenda kenegaraan yang
terabaikan.

Lebih jauh, penyelenggaraan administrasi publik di Indonesia selain jauh dari ideal juga
dapat dikatakan tercerabut dari akarnya karena tidak dapat diidentifikasinya ciri-ciri pokok
yang terkandung dalam administrasi publik. Salah satunya yaitu ciri dari administrasi
publik di mana dalam memberikan pelayanannya tidak dikendalikan oleh harga pasar,
melainkan ditentukan oleh rasa pengabdian kepada masyarakat umum.

Sejak diberlakukannya UU Otonomi Daerah, semakin disadari bahwa pemerintah


pusat tidak bisa dibebani tugas pelayanan publik yang mencangkup seluruh wilayah
Indonesia secara sendirian. Penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif dan mumpuni
akan semakin meningkat probabilitasnya apabila tanggung jawab tersebut
didesentralisasikan dan dibebankan secara bersama-sama antara pemerintah pusat
dengan daerah. Hal ini memungkinkan karena UU Otonomi Daerah menyatakan bahwa
pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan sendiri yang akan
diberlakukan di daerahnya.

Kalau kita lihat struktur dan hirarki dari Administrasi tidak terjadi perubahan yang
signifikan, gambarkan dalam bagan struktur itu menurut UUD 45 menurut
RAINER dan menrut UUD45 yg telah di amandemen!! Dan jelaskan satu
persatu posisi dan kedudukan lembaga tertinggi negara tersebut!!

Public Administraion Indonesia Structure and Hierarchy based Rainer

The positon government institution

The MPR “acts as a channel of political and social aspirations prevalent in society and is
therefore holding the supreme power in the state” (GOI 1991b: 89). It holds the
“sovereignty of the people” and is as such the highest state institution. It meets
usually only once every five years at the beginning of what is called the “National
leadership Mechanism” to receive the report of the President on the implementation of
the state policies for the previous legislative period, to elect a new President and Vice-
President and to determine the state policies for the next five years (the GBHN). It
consists of 1000 representatives, including the 500 deputies of the DPR. The other 500
2
Sama dengan catatan kaki No. 1, hlm: 65-66.
representatives are nominated by the provinces (147 delegates) or are appointed by
the President as representatives of the various groups in the society. The
representatives are grouped into five factions: the factions of the representatives of
the Armed Forces (ABRI), the factions of the political parties (PDI, PPP and GOLKAR)
and the faction of the representatives of the regions.
The President is the chief executive of the government and at the same time the head of
state. He is regarded as the “mandatory” of the MPR, who executes the policies
determined by the MPR and who is accountable to the MPR. Beside having executive
functions, the President has also certain legislative functions in cooperation with the
“principal legislative body” (Thoolen 1987:54), the Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(House of Representatives). The
President is not accountable to DPR, but should take into account the opinion of the
DPR. Since all members of the DPR are at the same time members of the MPR, they
can initiate to summon an extraordinary session of the MPR. The Presiden’s power is
mainly limited by the rights and functions of the MPR.
The DPR (House of Representatives) can be regarded as the working parliament of the
Indonesian state which shares legislative powers with the President, approves the
budget, has the right to declare war and peace, and has control functions concerning
the implementation of the state policies, the execution of laws and the activities of the
public administration under the leadership of the President. It controls the
implementation of the budget and the management of the state finances, and receives
and discusses the reports of the State Audit Board. 425 of the 500 deputies of the DPR
are elected every five years in general elections according to the proportional strength
of the three political parties which are allowed to file candidates. The remaining 75
deputies are nominated by the ABRI. Like the MPR, the 500 deputies of the DPR have
formed factions according to their affiliation to the political parties or the Armed
Forces. The work of the DPR is mainly done in its 11 committees which are each
responsible for a certain sector of governments activities.
The State Audit Board (Badan Pemeriksa Keuangan-BPK/Bepeka) examines the state finances
(the revenues and expenditures) according to the approved budget. Beside the
national budget, the Bepeka can also examine budgets of the regional governments
and of the state enter-prises. Examination of budgets is not only in respect to
adherence to the budget regulations, but increasingly also in respect to efficiency and
effectiveness of public spending (GOI 1991b:107f). The members of the Bepeka are
appointed by the President form a list of candidates proposed by the DPR. The Bepeka
reports its findings to the DPR, in cases of criminal behavior it can also involve the
state prosecutor directly. Activities of the Bepeka are based on a five-year plan
(Rencana Kerja Lima Tahun-RKLT).
The Supreme Advisory Council (Dewan Pertimbangan Agung-DPA) is a advisory council to the
government, which is involved at the request of the President, but which can also
submit recommendations to the President on its own initiative. It has an autonomous
status, “free from influences of the executive and social forces” (GOI 1991b:101). The
members of the DPA are appointed by the President, and can also be dismissed by the
President. The topics of the council’s work cover a wide range of issues, from
economic planning to questions of the state ideology Pancasila and issues of national
education.
The Supreme Court (Mahkamah Agung-MA) is the highest judiciary body handling appeals and
revisions of all the various branches of the judiciary system. It also gives judicial
advice to the President (in cases of clemency). Materially, it can examine only legal
instruments below the level of a law and cannot for instance rule on the
constitutionality of laws. Judges to the Supreme Court are appointed by the President
from a list of candidates nominated by the DPR.

The Public Administration Indonesia Structure and Hierarchy based UUD 1945 after
amandement
UUD 1945

BPK MPR Presiden Mahkamah Agung Mahkamah Konstitusi Komisi Yudisial


DPR DPD

Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan


rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar,
yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA),
dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Perubahan (Amandemen) UUD 1945:

• Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka,
penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip
due process of law.
• Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti
Hakim.
• Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu
setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
• Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
• Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa
lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara
berdasarkan hukum.
• Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara
disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.

MPR

• Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya
seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
• Menghilangkan supremasi kewenangannya.
• Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
• Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara
langsung melalui pemilu).
• Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
• Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.

DPR

• Posisi dan kewenangannya diperkuat.


• Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan
DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan
RUU.
• Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
• Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
DPD

• Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan


daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah
dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
• Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
• Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
• Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.

BPK

• Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.


• Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
• Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
• Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.

PRESIDEN

• Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan


dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial.
• Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
• Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
• Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
• Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
• Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

MAHKAMAH AGUNG

• Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang


menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat
(1)].
• Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di
bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
• Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN).
• Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-
lain.

MAHKAMAH KONSTITUSI

• Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the


constitution).
• Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil
pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
• Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah
Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan
perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

Jelaskan hubungan antara Birokrasi dan Administrasi Negara dan Administrasi


Publik?

Hubungan Administrasi Negara dengan Administrasi Publik

Administrasi Negara merupakan pendefisian yang kurang tepat dari Public


Administration, seharusnya adalah administrasi publik. Ada dua alasan penting
yang menyebabkan hal ini:

Pertimbangan sejarah: Sepanjang sejarah administrasi public sebagaimana tertera dalam


buku-bukunya selalau menggunakan istilah “public administration”
Pertimbangan keilmuan: agar jangan samapai berkembang interpelasi akademis atau praktis
yang didasarkan makna istilah seperti “administrasi” dan “Negara” tetapi batasan
yang didasarkan pada dimensi “public”

Di Indonesia selama ini istilah “Publik Administration” dialih bahasakan ke


dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Administrasi Negara. Di Indonesia istilah
administrasi negara dikenal berbarengan dengan pendekatan yang dipergunakan
dalam mengelola negara ini yang menekankan pada orientasi kekuasaan yang
dilakukan oleh pemerintahan. Secara singkat “Public Administration” yang diartikan
dengan istilah administrasi Negara tidak relevan lagi karena membahas bagaimana
pengelolaan negara. Selayaknya “public administration” diartikan sebagai
administrasi public; yang tidak terbatas hanya dalam pengelolaan negara namun
bagaimana mengatasi masalah-masalah publik dengan kebijakan-kebijakan public
ataupun memberikan pelayanan kepada public.

Oleh karena itu, pemahaman istilah public seperti yang dilekatkan sebagai
predikat pada istilah administration hendaknya dipahami sebagai predikat
terhadap proses ke pemerintahan (governance) yang selaras dengan perubahan
paradigma tersebut. Dengan demikian, istilah administrasi publik dapat diartikan
sebagai administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh aparat pemerintah untuk
kepentingan masyarakat. Pemahaman seperti ini hakikatnya merupakan jiwa dari
ilmu administrasi negara yang sejak pertama kali dikembangkan dan yang tujuan
eksistensinya untuk melayani kepentingan masyarakat pada umumnya (Wilson,
1978).

Hubungan Birokrasi dengan Administrasi Publik/ Administrasi Negara

Dalam kerangka ilmu politik istilah administrasi publik bisa diganti dengan istilah
Birokrasi meskipun sebanarnya administrasi publik itu lebih luas dari birokrasi
namun secara konsep sederhana dan awam administrasi publik itu adalah birokrasi.
Hal ini tak terlepas dari makna “public” itu sendiri. Publik bisa menunjukan pada
mereka yang bekerja untuk kepentingan masyarakat luas atau dikenal dengan
“lembaga pemerintah”.

Jelaskan beda antara Administrasi dengan manajemen serta fungsi dari : teori,
organisasi dan Administrasi Negara Indonesia

Beda Administrasi dengan Manajemen:


Administrasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyelenggaraan pencapaian
tujuan suatu organisasi yang telah ditetapkan bersama. Namun, jika kita
mengatakan administrasi adalah cara atau sarana menggerakkan organisasi
dengan tugas mengarahkan organisasi mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan,
maka ada istilah lain yang bersilangan di sini, yaitu manajemen. Manajemen juga
mengklaim hal yang sama, yaitu sarana bagi organisasi untuk dapat secara efektif
dan efisien bekerja mencapai tujuannya. Administrasi dan manajemen adalah suatu
proses yang saling melengkapi dalam organisasi.

Menurut C. Hodgkinson (1978): Administration is aspect dealing more with


the formulation of pourpose, the value-ladden issue, and the human
component of organization. “Administrative knowledge base must be examined
at least in the areas of organizational theory, decision making, and leadership.”
(Basis teoretis bagi ilmu administrasi, menurut pendapat ini, terdiri dari tiga hal
pokok, yaitu teori organisasi, teori pengambilan keputusan, dan teori
kepemimpinan).

Menurut C. Hodgkinton Managemnet is aspects which are more routine,


definitive, programmatic, and susceptible to quantitive methods.
Sementara itu, manajemen utamanya adalah teori organisasi, ilmu ekonomi,
(mikro), dan keuangan.

Antara manajemen dan administrasi memiliki satu hal pokok yang sama yaitu teori
organisasi. Namun, Ilmu administrasi menempati posisi yang berbeda dari
manajemen. Berkaitan dengan teori organisasi, dapat dikatakan bahwa ilmu
administrasi pada dasarnya berjalan kurang lebih seiring teori organisasi. Jika teori
organisasi menggambarkan abstraksi mengenai apa itu organisasi, yaitu
bagaimana menerapkannya ke dalam pengelolaan organisasi, khususnya pada level
strategi atau penentuan arah organisasi (pemimpin atau executive).

Hodgjkinson learn difference between administrative and management:

Administrati Manageme Administr Manajemen


on nt asi
Art Science Seni Science
Policy Execution Kebijaksana Eksekusi
Values Facts an Fakta
Upper Lower
Nilai Menurunkan
Echelons Echelons
Strategy Tactics Atas Eselon
Qualitative Quantitave Eselon Taktik
Human Material Strategi Kuantitatif
Reflection Active Kualitatif Material
Generalism Specialsm Manusia Aktif
Refleksi Spesialisasi
Generalism

Fungsi Teori Organisasi

Organisasi adalah wadah untuk bekerjasama (statis); Alat pencapai tujuan(Statis);


Didalamnya terdapat hirarki dan wewenang(Statis); Sekelompok orang yang
melakukan kegiatan (dinamis); Saling Bekerjasama (dinamis); Adanya Pembagian
tugas dan wewenang (dinamis).

STEPHEN P.RROBIN teori organisasi bertujuan:


Teori organisasi mepelajari struktur dan desain organisasi dan teori organisasi
memberikan pengarahan bagaiana organisasi distruktur dan enawarkan bagaiana
organisasi dapat dikonstruksi guna eningkatkan keefektifan organisasi. Secara singkat
teori organisasi bertujuan memecahkan masalah dalam organisasi guna efektifitas
dalam pencapaian tujuan organisasi.

Jelaskan apa maksud dan tujuan Reinventing Goverment dan jelaskan


hubungannya dengan Administrasi Publik

Reinventing government adalah upaya untuk mentransformasikan jiwa dan


kinerja wiraswasta (entrepreneurship) ke dalam birokrasi pemerintah. Jiwa
entrepreneurship itu menekankan pada upaya untuk meningkatkan sumber daya baik
ekonomi, sosial, budaya, politik yang dipunyai oleh pemerintah dari yang tidak
produktif bisa produktif dari yang produktivitas rendah menjadi berproduksi tinggi.
Kinerja seperti inilah dikenal dengan mewiraswastakan birokrasi pemerintah.
Reinventing government bertujuan dalam rangka melakukan
pembaruan birokrasi pemerintah mencoba mengubah kinerja yang tidak produktif bisa
berproduksi yang baik. Reinventing Government dijadikan sebagai solusi alternatif
dalam melakukan optimalisasi pelayanan publik birokrasi. Hubungan reinventing
government dengan administrasi publik. Reiventing government merupakan sebuah
paradigma dalam administrasi publik yang juga dikenal dengan nama New Public
Management. Administrasi publik sebagai suatu kerangka ilmu yang bertujuan
memberikan pelayanan publik. Reiventing government yang merupakan pemikiran
dalam paradigma administrasi public memberikan solusi bagi administrasi public
dalam pemberiana pelayanan public dengan memadukan prinsip-prinsip sektor swasta
ke dalam birokrasi pemerintahan. Dengan demikian, reinventing government
merupakan konsep dalam administrasi public.

You might also like