You are on page 1of 120

A.

Identitas Obyek Putusan dan Hakim yang Memutus


1. No. Perkara : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt
2. Pengadilan tempat
putusan ditetapkan : Purwokerto
3. Tanggal putusan ditetapkan : Selasa, 24 Nopember 2009
4. Susunan Majelis hakim : a. Wahyuni,S.H
b. Sohe,S.H.,M.H.
c. Harto Pancono,S.H
5. Nama Penggugat : Ely Suprihatiningsih Penggugat-1
Dwi Hendra Wijaya Penggugat-2
Michael Salyo Purwoko Penggugat-3
Wahyu Widodo Penggugat-4
Hari Setiawan Penggugat-5
6. Nama Tergugat : Aji Budi Prasetya Tergugat
Drs.Soekamto Turut Tergugat-1
Siti Marina Turut Tergugat-2

B. Kasus Posisi
Aji Budi Prasetya (Tergugat) yang sedang mendirikan/membuka
usaha/dagang/bisnis bermaksud meminjam uang kepada Ely Suprihatiningsih
sebagai modal tambahan atas usahanya sebanyak tiga kali, dengan total Rp.
68.000.000,- dengan perincian yaitu :Pertama pada tanggal 14 Januari 2009
dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 sebesar
Rp. 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah) dari 2 kuitansi. Kedua pada tanggal
20 Januari 2009 dengan Jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 3
Pebruari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ketiga pada tanggal
24 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 7
Pebruari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) selain kepada Ely, Aji
juga meminjam uang kepada Dwi Hendra Wijaya sebanyak tiga kali dengan
perincian sebagai berikut : Pertama pada tanggal 9 Januari 2009 dengan jatuh
tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 23 Januari 2009 sebesar Rp.

1
20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Kedua pada tanggal 27 Januari 2009 dengan
jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 10 Pebruari 2009 sebesar Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Ketiga pada tanggal 3 Pebruari 2009 dengan
jatuh tempo 2 (dua minggu) yaitu sampai tanggl 17 Pebruari 2009 sebesar Rp
26.000.000,- (dua puluh enam juta rupiah) tidak hanya kepada Ely dan Dwi, Aji
juga meminjam kepada 3 orang lainnya yaitu Michael Salyo Purwoko, Wahyu
Widodo dan Hari Setiawan, dengan perincian sebagai berikut : kepada Michael,
Pertama pada tanggal 16 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
sampai tanggal 30 Januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta
rupiah). Sedangkan kepada Wahyu Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan
jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 yaitu tetulis
dalam kuitansi adalah Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Selanjutnya pada
tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal
5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah). Dan terakhir
kepada Hari Pada tanggal 13 februari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 28 februari 2009 sebesar Rp 35.000.000,-(tiga puluh lima
juta rupiah).

Terhadap para pemberi pinjaman (Penggugat) Aji menjanjikan profit share


sebesar 15% dalam jangka waktu 2 minggu, kecuali kepada Ely. Kemudian dapat
dibuat kesepakatan baru lagi dan begitulah seterusnya. Untuk menarik hati kepada
para pemberi pinjaman yang mana Aji berjanji akan memberikan hasil
keuntungan 15 % dari modal yang ditanamkan, dengan demikian Aji seharusnya
memberikan hasil keuntungan, namun dalam kenyataannya tidak demikian
sehingga jika dihitung-hitung para pemberi pinjaman menderita total kerugian
sebesar Rp. Rp 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus
lima puluh ribu rupiah).
Sebelum adanya perjanjian hutang piutang ini, Aji dan para pemberi
pinjaman pernah melakukan perjanjian serupa dengan nilai jumlah uang yang

2
lebih kecil, selain itu pada perjanjian sebelumnya Aji juga memberikan profit
sharing sebagaimana mestinya. Setelah perjanjian hutang-piutang yang pertama
selesai dan Aji telah melunasi semua hutangnya kepada para pemberi pinjaman,
Aji kemudian meminjam uang kembali kepada pemberi pinjaman diatas dengan
nominal yang lebih besar dari sebelumnya. Namun setelah waktu yang
diperjanjikan telah habis Aji tak kunjung melunasi hutangnya tersebut.
Untuk meyakinkan para pemberi pinjaman Aji memberikan jaminan
berupa dua bidang tanah dengan sertifikat hak milik tanah atas nama kedua
orangtuanya yaitu : Sertifikat HM No.212 a.n DRS.SOEKAMTO luas + 625 m2
(SU. No. 1269/D/1984 tgl 31-1-1984) dan sertifikat HM No.2350 a.n Hj. SITI
MARIANA SOEKAMTO luas + 596 m2, (SU. No. 86/Teluk/2003 tgl 28-8-2008).
Hal tersebut kemudian dibuat dalam surat perjanjian dan penyerahan sebagai
benda jaminan dari perjanjian hutang piutang.
Oleh karena perbuatannya tersebut maka Aji dianggap tidak memiliki
i’tikad baik untuk segera melunasi kewajibannya hingga batas waktu yang telah
disepakati habis atau jatuh tempo dan para pemberi pinjamanpun sudah berkali-
kali menagih hutangnya tersebut. Maka para pemberi pinjaman bermaksud untuk
mengajukan gugatan atas perbuatan yang dilakukan oleh Aji dengan dasar
gugatan wanprestasi.

C. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan


TENTANG HUKUMNYA
DALAM KONPENSI
Menimbang bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah seperti tersebut
di atas.
DALAM EKSEPSI :
Menimbang bahwa terhadap surat gugatan Para Penggugat tersebut Turut
Tergugat I dan Tuur Tergugat II di dalam jawabannya telah mengajukan eksepsi
pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa gugatan Penggugat bertentangan satu sama lain (kontradiksi), hal
ini terlihat dalam posita angka 8 menyatakan “...Penggugat awal-awalnya

3
sudah pernah menerima hasil keuntungan atas kerjasama..” , namun posita
angka 11 menyatakan “…Tergugat sampai hari ini belum mengembalikan
modal usaha dan hasil keuntungan…” sehingga substansi dalam posita 8
bertentangan dengan posita angka 11;

2. Bahwa Panggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3 telah


menggabungkan tuntutan wanprestasi dengan tuntutan melawan hukum,
hal demikian tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing
tuntutan harus diajukan dalam gugatan tersendiri. Selanjutnya berdasarkan
hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 102 RV sebagai
dasar hukum yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan
dikelompokan sebagai berikut :

a. Ingkar janji / wanprestatie, yakni tuntutan tentang pelaksanaan suatu


perikatan perorangan yang timbul karena persetujuan;

b. Perbuatan melawan hukum / onrechtmatige Daad, yakni tuntutan


tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul karena
undang-undang; oleh karenanya tidak dapat dibenarkan menurut
hukum mencampur / menggabungkan perbuatan melawan hukum /
onrechtmatige Daad dengan ingkar janji / wanprestatie, hal ini sesuai
dengan doktrin hukum dan sejalan dengan pendapat Mahkamah Agung
RI, mohon periksa Yurisprudensi tetap MARI dalam putusan nomor
879K/Pdt/1999 tanggal 22 Januari 2001, yang pada pokoknya
nenyatakan ‘penggabungan tuntutan perbuatan melawan hukum
dengan tuntutan wanprestasi di dalam satu surat gugatan, tidak dapat
dibenarkan menurut tertib beracara perdata, masing-masing tuntutan
harus diselesaikan dalam gugatan tersendiri;

Berdasarkan alasan tersebut di atas gugatan Para Penggugat digolongkan


tidak jelas (obscuur libelle) oleh karenanya maka gugatan Para Penggugat
harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard);

4
Menimbang bahwa terhadap eksepsi-eksepsi Turut Tergugat I dan Turut
Tergugat II tersebut, Para Penggugat dalam repliknya telah mengajukan
tanggapan yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa pemahaman dalam membaca isi gugatan (posita) tidak teliti,
tidak cermat dan cara bacanya dipenggal-penggal. Sesungguhnya
sebelum Para Penggugat jadi korban Tergugat, pernah Penggugat III
sepakat dengan Tergugat dalam perjanjian kerja sama ssemacam.
Namun dengan nominal uang lebih kecil dan sekali beres tepat waktu
pembayaran per 2 minggu. Kemudian atas bujukan Tergugat lagi dari
tanggal 9 Januari sampai dengan 13 Pebruari 2009 kelima orang (Para
Penggugat) menyerahkan uang seluruhnya sebesar Rp. 215.000.000,-
sampai sekarang tidak dikembalikan. Sedangkan keuntungan yang
dijanjikan Tergugat sewaktu menerima uang tersebut yang diberi
istilah prfit share 15% untuk setiap 2 minggu sekalipun belum dibayar.
Dengan demikian uraian tersebut dalam posita gugatan adalah cukup
jelas dan lengkap dimana memuat kronologi latar belakang sebelum
kejadian tindak melawan hukum yang diperbuat oleh Tergugat
terhadap Para Penggugat;

2. Bahwa dalam perkara ini yang diuraikan adalah tantang kerjasama


untuk usaha yang disepakati oleh dua pihak melalui suatu perjanjian
baik lisan maupun tertulis. Sehingga adanya suatu perjanjian yang
telah disepakati oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuat kesepakatan itu. Oleh karenanya perjanjian
yang telah dibuat diingkari sendiri, maka pihak yang mengingkari
tersebut telah melakukan apa yang disebut merupakan perbuatan
melawan hukum, sebab perjanjian berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Secara hukum
karena Tergugat telah ingkar janji sehingga hal itu dianggap sebagai
perbuatan melawan hukum dengan melakukan ingkar janji. Bahwa

5
kedua haltersebut adalah merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan baik perbuatan melawan hukum maupun ingkar janji;

Menimbang bahwa eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat tersebut diatas, bukan


tentang eksepsi kewenagan mengadili dari pengadilan, baik kompetensi absolute
maupun kompetensi relatif, maka secara yuridis eksepsi-eksepsi Para Turut
Tergugat tersebut harus diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, atau
dengan kata lain tidak diputuskan dengan putusan tersediri yaitu putusan sela
( vide pasal 136 HIR, dan yuris prudensi/putusan mahkamah agung repulik
Indonesia nomor 935k/Sip/1985);
Menimbang bahwa selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan terhadap
eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat sebagai berikut;
Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke satu tentang “ gugatan Para
Penggugat bertentang satu sama lain(kontradiksi), hal ini terlhat dalam posita
angka 8 menyatakan “….. Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil
keuntungan atas kerjasama…..”, namun posita angka 11 menyatakan “…Tergugat
sampai hari ini belum mengembalikan modal usaha dan hasil keuntungan…”
sehingga substansi dalam posita 8 bertentangan dengan posita 11;
Menimbang bahwa setelah majelis hakim memperhatikan posita gugatan Para
Penggugat angka ke- 8, dan ke-11 dihubungkan dengan posita ke-1 sampai
dengan poisita ke-6, dapat disimpulakan bahwa pokok permasalahan dalam
perkara a quo adalah Tergugat meminjam uang /berhutang kepada Para
Penggugat, dimana pada posita angka ke-1 sampai dengan posita ke-6 telah
menjelaskan tentang tanggal terjadinya pinjam uang/hutang serta waktu jatuh
tempo hutang/ pinjaman, bahkan besarnya profit share yang akan diterima
masing-masing Penggugat;
Menimbang bahwa berdasarkan pertiombangan tersebut tidak ada
kontradiktif/pertentangan diantara posita surat gugatan, dengan demikian eksepsi
Para Turut Tergugat tidak beralasan hukum dan karenanya haruslah ditolak;
Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke-2 yaitu tentang “bahwa gugatan Para
Penggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3 telah menggabungkan

6
tuntutan wanprestasi dengan tuntutan perbuatan melawan hukum, hal demikian
tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing tuntutan harus
diajukan dalam gugatan tersendiri, sehingga gugatan Penggugat digolongkan
tidak jelas (obscuur libelle), karenanya gugatan Para Penggugat harus dinyatakan
tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk verklaard);
Menimbang bahwa maksud dari eksepsi Para Turut Tergugat ini adalah tentang
penggabungan tuntutan yaitu antara ingkar janji/ wanprestasi dengan perbuatan
melawan hukum/ Onrechtmatige Daad, akan tetapi dalil gugatan Para Penggugat
tentang peristiwa konkritnya adalah sama yaitu tentang adanya hutang/pinjaman
Tergugat kepada Para Penggugat. Penggabungan dari beberapa tuntutan ini seperti
ini dalam ilmu hukum acara perdata dikenal dengan komulasi objektif.
Menimbang bahwa menurut hukum acara perdata positif HIR tidak mengatur
penggabungan gugatan ( samen voeging van vordering), namun berdasarkan
doktrin hukum acara perdata penggabungan tuntutan/ komulasi objektif
dibenarkan, kecuali:
1. Kalau untuk sesuatu (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara khusus
( perceraian ), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara
biasa (gugatan utnuk memenuhi perjanjian ), maka tuntutan itu tidak
boleh digabungkan dalam satu gugatan;

2. Apabila hakim tidak berwenang (secara relatif) utnuk memeriksa salah


satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan
tuntutan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersama-sama
dalam satu gugatan;

3. Tuntutan tentang “Bezit” tidak boleh diajukan bersama-sama dengan


tuntutan tentang “Eigendom” dalam satu gugatan ( vide pasal 103
Reglement Op Verordering);

Menimbang bahwa sejalan dengan Yurisprudensi bahwa penggabungan gugatan


pada prinsipnya diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum acara,
hanya saja agar penggabungan itu sah dan memenuhi syarat harus terdapat

7
hubungan erat (innerlicke samenhangen) atau terdapat hubungan hukum sebagai
mana Yurisprudensi No. 575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984;
Menimbang bahwa dalam perkara a quo penggabungan tuntutan/ komulasi
obyektif berpedoman pada uraian perbuatan materiil yang sama dalam dalil
gugatan Para Penggugat, sehingga jelas tidak ada pertentangan antara dalil
gugatan dan tidak menyulitkan dalam proses pemeriksaan perkara;
Menimbang berdasarkan pertimbangan yuridis diatas, eksepsi para Turut Tergugat
ini tidak beralasan hukum dan karenanya harus ditolak;
Menimbang bahwa gugatan Para Penggugat pada pokoknya sebagai berikut:
-Bahwa Tergugat telah pinjam uang pada Penggugat 1 sebesar Rp. 68.000.000,-
(enam puluh delapan juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
-Pertama, tanggal 14 januari 2009 sebesar Rp. 55.000.000,- ( lima puluh
lima juta rupiah ) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28
januari 2009 dari 2 (dua) kuitansi;

-Kedua, tanggal 20 januari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta


rupiah) jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 3 pebruari 2009;

-Ketiga, tanggal 24 januari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta


rupiah)dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 7 pebruari 2009;

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat II sebesar Rp.


68.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) dalam jangka waktu 2 (dua) minggu
dengan profit share 15 % dengan perincian yaitu:

-Pertama, tanggal 9 januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 23 januari 2009;

-Kedua, tanggal 27 januari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta
rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 10 pebruari 2009;

-Ketiga, tanggal 3 pebruari 2009 sebesar Rp. 26.000.000,- ( dua puluh


enam juta rupiah) dengan jatuh tempo 2 ( dua) minggu yaitu tanggal 17
pebruari 2009;

8
- Bahwa Tergugat telah pinjam uang dengan Penggugat III sebesar
Rp.13.000.000,- ( tiga belas juta rupiah) akan diberi keuntungan 15 % untuk
jangka waktu 2 (dua) minggu yaitu:

-Pertama, tanggal 16 januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
sampai dengan 30 januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);

-Kedua tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu, yaitu
sampai denag tanggal 5 Februari 2009 sebesar Rp.8.000.000,- ( delapan juta
rupia);

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang denganPenggugat IV sebesar Rp.


38.000.000.- ( tiga puluh delapan juta rupiah) dengan keuntungan profit shere
15% untuk jangka waktu 2 minggu denag perincia :
- Pertama , tanggal 14 Januari 2009 denagn jatuh tempo 2(dua) minggu yaitu
sampai dengan 28 Januari 2009 yangtertulis dalam kuitansi adalah Rp.
30.000.000.- ( tiga puluh juta rupiah) ;
- Kedua, tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
tanggal 5 Febuari 2009 sebesar Rp. 8.000.000.- (daelapan juta rupiah);
- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat V sebesar Rp.
35.000.000.- (tiga puluh lima juta rupiah) denag kuitansi yang mencantum profit
shere per 14 hari, sebagai berikit pada tanggal 13 Febuari 2009 dengan jatuh
tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28 Februari 2009;
Meninbang bahwa Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan
gugatan Para Penggugat, yaitu Tergugat telah berhutang kepada Para Penggugat,
tapi Tergugat menyangkat nbesar hutangnya terhadap Penggugat I dan Pengguagt
II, dan Penggugat V yaitu, masing-masing hutang terhadap Penggugat I sebesar
Rp. 58.000.000 ( lima puluh delapan juta rupiah) bukan sebesar Rp. 68.000.000.- (
enam puluh delapan juta rupiah) sedangkan terhadap Penggugat II sebesar Rp.
31.000.000.- ( tiga puluh satu juta rupiah), buakan sebesar Rp. 61.000.000.-
( enam puluh satu juta rupiah) dan Penggugat V sebesar Rp. 30.000.000.- ( tiga

9
puluh juta rupiah) bukan Rp. 35.000.000.- ( tiga puluh lima juta rupiah) dengan
jatuh tempo 2 (sua) inggu dan dengan janji buanga atau profit shere sebesar 15%;
Meninbang bahwa para Turut Terguguat tidak menyangkal dalit pokok gugatan
Para Penggugat, tetapi menyangkat posita ke-7 dan ke-12 “tentang tanah dan
bangunan sesuain Sertifikat Hak Milik ( SHM) No.212 atasnama SOEKAMTO
dan tanah sawah Sertifikat Hak Milik (SHM) No.2350 atasnama Hj. SITI
MARIANA SOEKAMTO yang oleh Tergugat sebagai benda jaminan atas
pinjaman / hutang kepada Para Penggugat sehingga menolak sita jaminan yang
diajukan Para Penggugat atas tanah-tanah tersebut”,
Menimbang bahwa berdasarkan jawab-jinawab antara para pergugat dengan
Tergugat dan para Turut Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau
tidak dibantah oleh terguagat dan para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil
Penggugat tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu dibuktikan lagi oleh
Para Penggugat, yaitu:
- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,-
(tiga belas juta rupiah);

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,-


(tiga puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu
atau 14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;

- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5)


belum pernah dibayar oleh Tergugat;

Menimbang bahwa sedangkan terhadap dalil Para Penggugat yang disangkal oleh
Tergugat dan para Turut Tergugat, sehingga belum merupakan dalil tetap dan
harus dibuktikan oleh Para Penggugat adalah:
- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp. 58.000.000,-
bukan Rp. 68.000.000 (enam puluh delapan juta rupiah);

10
- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 2 sebesar Rp. 31.000.000,-
bukan sebesar Rp 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah);

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 30.000.000,-


bukan Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah);

Menimbang, bahwa menurut pasal 163 HIR dan pasal 1865 BW menyatakan “
barang siapa yang mengatakan mempuanyai suatu hak atau menyebutkan suatu
kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain,
haruslah membuktikan adanya hak atau kejadian itu”;
menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Para Penggugat
telah mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-9,
dan 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di
persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI tidak
disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung Penggugat 1 dan saksi DESI
INDAH ARISANTI adakah istri dari Penggugat III, dan pihak Tergugat untuk
membuktikan dalil-dalil sangkalannya tersebut tidak mengajukan alat bukti surat
maupun saksi, sedangkan Para Turut Tergugat untuk mempertahankan dalil-dalil
sangkalannya telah mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti T.T-1 dan 2
(dua) orang saksi dibawah sumpah yaitu SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan
saksi ACHMAD MUHADJI BIN SANRADI;
Mmenimbang bahwa apakah berdasarkan alat-alat bukti yang telah
diajuakan oleh Para Penggugat tersebut, Para Penggugat dapat membuktikan dalil-
dalil gugatannya;
Menimbang bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan
mempertimbangkan tentang berapa besarnya jumlah hutang Tergugat kepada Para
Penggugat;
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-1 terdiri dari 4 (empat)
lembar kwitansi, yaitu 2 (dua) lembar tertanggal 14 Januari 2009 masing-masing
tertulis senilai Rp. 15.000.000,- dan Rp. 40.000.000,-, tertanggal 20 Januari 2009
berjumlah sebesar Rp. 10.000.000,-, dan kwitansi Rp. Tertanggal 24 Januari 2009
berjumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

11
Menimbang bahwa pada 4 (empat) kwitansi tersebut tertulis, yakni telah
diterima uang dari ELY SUPRIHARTININGSIH untuk pembayaran pinjaman
atas nama AJI BUDI PRASETYA yang diberi materai Rp. 6.000,- (enam ribu
rupiah) dan diberi stempel/cap serta ditandatangani atas nama AJIE untuk
kwitansi 1 sampai dengan 3, sedangkan kwitansi ke-4 ditandatangani atas nama
AJIE BUDI P;
Menimbang bahwa di depan persidangan Tergugat telah mengakui nama
yang tertulis “AJIE” dan “AJIE BUDI P” dan tandatangan di dalam kwitansi
adalah nama dan tandatangan Tergugat, begitu pula stempel/cap diakui sebagai
milik Tergugat;
Menimbang bahwa dengan diakui oleh Tergugat terhadap tanda tangan
yang ada di kwitansi tersebut adalah tandatangan Tergugat, maka tanda bukti P-1
berupa kwitansi tersebut merupakan alat bukti yang sah menurut hukum, sehingga
secara yuridis telah terbukti bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat I sebesar
Rp. 68.000.000,- (enam puluh juta rupiah);
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-2 yaitu berupa 3 (tiga)
lembar kwitansi, masing-masing tertanggal 09 Januari 2009 tertulis sejumlah uang
Rp. 20.000.00,-(dua puluh juta rupiah), tertanggal 09 Januari 2009 tertulis
sejumlah uang Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), dan kwitansi tertanggal 3
Februari 2009 tertulis sejumlah uang Rp. 26.000.000,- (dua puluh enam juta
rupiah);
Menimbang bahwa di dalam 3 (tiga) kwitansi tersebut tertulis yaitu telah
diterima uang dari DWI HENDRA WIJAYA untuk membeli modal usaha yang
diberi materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dan diberi stempel/cap serta
ditandatangani atas nama AJI BUDI P untuk kwitansi 1, sedangkan untuk
kwitansi ke-2 dan ke-3 tidak dicantum nama;
Menimbang bahwa di persidangan Tergugat mengakui tertulis di kwitansi
nama “AJI BUDI P” dan tandatangan adalah nama Tergugat, begitu pula
stempel/cap diakui milik dan dilakukan Tergugat;
Menimbang bahwa dengan diakui oleh Tergugat bahwa tanda tangan di
kwitansi tersebut adalah tanda tangan Tergugat, maka tanda bukti P-II berupa

12
kwitansi tersebut merupakan alat bukti yang sah menurut hukum, sehingga secara
yuridis telah terbukti bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat II adalah sebesar
Rp. 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah);
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar
kwitansi tertanggal 13 Februari 2009 di dalam tertulis : telah diterima dari MS.
HARI SETIAWAN uang sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah)
untuk modal bisnis /kerja sama bermaterai Rp.6.000, (enam ribu rupiah) dan
ditandatangani, tetapi tanpa tercantum nama jelas/terang;
Menimbang bahwa di depan persidangan Tergugat menngakui bahwa
tandatangan yang tercantum di kwitansi adalah tandatangan Tergugat;
Menimbang bahwa dengan diakui Tergugat bahwa tanda tangan di
kwitansi tersebut adalah tanda tangan Tergugat, maka tanda bukti P-V berupa
kwitansi tersebut merupakan alat bukti yang sah menurut hukum, sehingga secara
yuridis telah terbukti bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat V sebesar Rp.
35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), hal ini juga dikuatkan oleh keterangan
saksi TRI WAHYUNI;
Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-I
sampai dengan P-V dan pengakuan Tergugat( dalil-dalil tetap), maka telah
terbukti bahwa Tergugat berhutang kepada Para Penggugat, yaitu kepada
PenggugatI sebesar Rp.68.000.000,-, kepada Penggugat II sebesar Rp.
61.000.000,-,(enam puluh satu juta rupiah), kepada Penggugat III sebesar
Rp.13.000.000,- (tiga belas juta rupiah), kepada Penggugat IV sebesar Rp.
38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah). Kepada Penggugat V sebesar Rp.
35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah);
Menimbang bahwa selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah
pinjaman/hutang Tergugat kepada Para Penggugat telah dibayar/dilunasi oleh
Tergugat sebelum jatuh tempo yang telah diperjanjikan;
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-I sampai dengan P-V yaitu
berupa kwitansi, yang didalamnya mencantumkan tentang jatuh tempo hutang
atau pinjaman Tergugat Para Penggugat , yaitu ;

13
Bahwa tanda bukti P-I terdiri dari 4 (empat) lembar kwitansi,
menerangkan jatuh tempo hutang Tergugat kepada Penggugat I masing-masing
tertanggal 28 Januari 2009, tanggal 3 Februari 2009, dan 7 Februari 2009;
Bahwa tanda bukti P-II berupa 3 (tiga) lembar, menerangkan Tergugat
berhutang/minjam uang kepada Penggugat II sebanyak 3 (tiga) kali dengan masa
jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 23 Januari 2009, 10 Februari 2009
dan tanggal 17 Februari 2009;
Bahwa tanda bukti P-III berupa 2 (dua) lembar kwitansi, menerangkan
Tergugat berhutang/minjam uang kepada Penggugat III sebanyak 2 (dua) kali
dengan masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 30 Januari 2009, dan
tanggal 5 Februari 2009;
Bahwa tanda bukti P-IV berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 14
Januari 2009 dan 1 (satu) lembar bukti transfer uang di bank BCA ke rek.
3580194949 atas nama AJI BUDI PRASETYA tertanggal 21 Januari 2009, jatuh
tempo pinjaman/hutang Tergugat kepada Penggugat IV sesuai dengan kwitansi
tertulis setengah bulan, sehingga jatuh temponya pada tanggal 29 Januari 2009,
sedangkan untuk pinjaman transfer melalui bank BCA karena berdasarkan
kesepakatan jatuh tempo selama setengah bulan, maka jatuh temponya tanggal 5
Februari 2009;
Bahwa tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 13
februari 2009 menerangkan hutang / pinjaman Tergugat kepada Penggugat V
untuk modal bisnis / kerjasama dengan masa jatuh tempo 14 hari, berarti tanggal
27 Februari 2009;
Menimbang bahwa berdsarkan pengakuan Tergugat atas gugatan
Penggugat yang berupa dalil tetap, bahwa Tergugat belum membayar hutangnya
kepada Para Penggugat hingga jatuh tempo sebagaimana telah diperjanjikan pada
tanda bukti P-I sampai dengan P-V, sehingga perbuatan Tergugat tidak membayar
hutang kepada Para Penggugat tersebut adalah merupakan ingkar janji
(wanprestasi);
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
bahwa Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi)

14
seperti tersebut di atas, apakah hal tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai
atau merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);
Menimbang bahwa dasar gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo
adalah mengenai pinjaman / hutang piutang untuk modal usaha dengan perjanjian
profit sharing 15 %, dan sebagai mana telah dibertimbangkan di atas Tergugat
tidak dapat membayar pinjaman pokok serta profit sharing sebesar 15% kepada
Penggugat sesuai waktu jatuh tempo yang telah diperjanjikan, maka Majelis
hakim berpendapat tidak memenuhi seluruh unsure perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad)sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919;
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-I, P-II, P-III, P-IV, P-V, P-
VI, P-VII, dan P-VIII serta keterangan saksi TRI WAHYUNI, Para Penggugat
telah berhasil membuktikan dalil gugatan, dengan menyatakan bahwa sikap
Tergugat tidak membayar hutang / pinjamannya kepada Para Penggugat yang
telah melewati jatuh tempo yang telah diperjanjikan adalah perbuatan ingkar janji
(wanprestasi);
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
petitum Para Penggugat poin ke-2 tentang “ Menyatakan sah dan berharga sita
jaminan ( conservatoir beslaag) atas benda tetap berupa tanah yaitu pekarangan
dan sawah ( atas nama Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) sebagaimana
tersebut dalam posita 12 yang diletakkan oleh Pengadilan Negeri Purwokerto;
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-VI dan P-VIII menerangkan
dua bidang tanah yaitu : 1 (satu) bidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 212 Desa
Teluk Kecamatan Purwokerto Selatan atas nama Drs. SOEKAMTO, dan 1 (satu)
bidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 02350 Kelurahan Teluk, Purwokerto
Selatan Kabupaten Banyumas Jawa Tengah atas nama Hajjah SITI MARIANA
SOEKAMTO, hal ini juga dikuatkan oleh saksi SOEMARNO bin
ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI bin SANRADJI yang diajukan
oleh para Turut Tergugat;
Menimbang bahwa Para Penggugat juga telah mengajukan alat bukti surat
tanda bukti P-VII berupa tanda terima yang isinya menyatakan bahwa 1 (satu)

15
bidang tanah SHM No. 212 atas nama Drs. SOEKAMTO (tanda bukti P-VI)
adalah sebagai agunan / jaminan pinjaman uang Tergugat kepada Penggugat I;
Menimbang bahwa surat bukti P-VII tersebut tidak didukung dengan alat
bukti lain berupa perjanjian antara para Turut Tergugat dengan Tergugat / Kuasa
dari Turut Tergugat I kepada Tergugat terhadap 2 (dua) bidang tanah SHM No.
212 (tanda bukti P-VI) dan SHM 2350 (bukti VIII) untuk dijadikan sebagai
jaminan hutang Tergugat kepada pihak lain bahkan dalam hal ini pemilik tanah
yaitu Turut Tergugat I tidak mengetahui sama sekali sebidang tanah tanda bukti P-
VI digunakan oleh Tergugat sebagai jaminan seperti tersebut di atas, sehingga
Turut Tergugat mengira hilang dan telah melaporkan kepada pihak Kepolisian
atas kehilangan SHM 2 (dua) bidang tanah tersebut di atas sesuai tanda bukti T.T-
1 yang diajukan oleh Turut Tergugat I;
Menimbang bahwa dari surat bukti P-IX berupa surat kuasa tertanggal 7
Pebruari 2009, dari Hj. SITI MARINA (pemberi kuasa) kepada AJI BUDI
PRASETYA (penerima kuasa) yang isinya memberikan kuasa pada Tergugat
untuk menjual atau memindah-namakan tanah SHM no. 229 dan SHM No. 2350 (
tanda bukti P-VIII) apabila diperlukan kepada Sdr. MICHAEL SALYO
PURWOKO ( Penggugat III) sesuai dengan perjanjian tertanda 25 Oktober 2008;
Menimbang bahwa karena alat bukti surat tanda bukti P-IX tersebut
bukan berisi kuasa untuk menjamin hutang Tergugat kepada pihak ketiga, dan
bukti P-IX tersebut hanya di ajukan foto copy dan aslinya tidak dapat
diperlihatkan oleh Para Penggugat di depan persidangan, maka tanda bukti P-IX
tidak memenuhi syarat Yuridis sebagai alat bukti surat, karenanya haruslah
dikesampingkan;
Menimbang bahwa karena 2 (dua) bidang tanah sebagai obyek sita
jaminan (conservatoir beslaag) yang diajukan Para Penggugat adalah bukan hak
milik Tergugat, akan tetpai berdasarkan bukti P-VI dan P-VIII atas nama dan
milik Para Turut Tergugat maka secara yuridis tidak dapat dilakkukan sita jamina
(conservatoir beslaag) sesuai dengan yurisprudensi / Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 476K/Sip/1974 tertanggal 3 Desember 1974, oleh
karena itu petitum point ke-2 ini tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak;

16
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
petitum point ke-4 tentang menyatakan hukumnya kerugian materiil berupa modal
pokok melik Para Tergugat yang dipinjam Tergugat harus dikembalikan oleh
Tergugat sebesar:
- Penggugat I sebesar Rp. 68.000.000,-

- Penggugat II sebesar Rp. 61.000.000,-

- Penggugat III sebesar Rp. 13.000.000,-

- Penggugat IV sebesar Rp. 38.000.000,-

- Pengguagat V sebesar Rp. 35.000.000,-

Jumlah.........................Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta rupiah)


Menimbang bahwa sesuai dengan pertimbangan hukum di atas dan alat
bukti surat tanda bukti P-I sampai dengan P-V, telah terbukti bahwa hutang
Tergugat kepada Para Penggugat sebesar Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas
juta rupiah), maka petitum point ke-4 ini beralasan hukum dan patut dikabulkan;
Menimbang bahwa terhadap petitum Para Penggugat point ke-5 tentang
“menyatakan hukumnya kerugian materiil berupa kerugian yang diderita tidak
mendapatkan keuntungan dari uang modalnya Para Penggugat, Profit share yang
dijanjikan Tergugat, amsing-masing asebagai berikut:
a. Kerugian yang diderita oleh Penggugat I adalah :

- Sejak tanggal 14 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (11 kali) = 11 x
15% x Rp. 55.000.000,- = Rp. 90.750.000,-

- Sejak tanggal 20 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (10 kali) = 10 x
15% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 15.000.000

- Seajak tanggal 24 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (10 kali) = 10 x
15% x Rp. 3.000.000,- = Rp. 4.000.000

Jumlah Rp. 4.000.000,-

17
b. Kerugian yang diderita oleh Penggugat II adalah :

- Sejak tanggal 19 Januari 2009 s/d Juni 2009 (11 kali) = 11 x 15% x Rp.
20.000.000,- = Rp.33.000.000,-

- Sejak tanggal 27 Januari 2009 s/d Juni 2009 (10 kali) = 10 x 15% x Rp.
15.000.000,- = Rp. 22.500.000,-

- Sejak tanggal 3 Februari 2009 s/d Juni 2009 (9 kali) = 9 x 15% x Rp.
35.000.000,- = Rp. 35.100.000,-

Jumlah
c. Kerugian yang diderita Penggugat III adalah :

- Sejak tanggal 16 januari 2009 s/d Juni 2009 (11 kali) = 11 x 15% x
5.000.000,- = Rp. 8.250.000,-

- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 (10 kali) = 10 x 15% x
12.000.000,- = Rp. 12.000.000

Jumlah Rp. 20.250.000,-


d. Kerugian yang diderita Penggugat IV adalah :

- Sejak tanggal 14 Januari 2009 s/d Juni 2009 (11 Kali) = 11 x 15% x
30.000.000,- = Rp. 49.500.000,-

- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 (10 kali) = 10 x 15% x
8.000.000,- = Rp. 12.000.000,-

Jumlah Rp. 61.500.000,-


e. Kerugian yang diderita Penggugat V adalah :

- Sejak tanggal 13 Februari 2009 s/d Juni 2009 (9 kali) = 9 x 15% x


35.000.000,- = Rp. 47.250.000,-

Menimbang bahwa adapun tuntutan Para Penggugat tentang kerugian yang


diderita tidak mendapat keuntungan dari uang modalnya Para Penggugat, Profit

18
share sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebagaimana bukti P-I s/d P-V, yaitu
profit sharing 15% untuk jangka waktu 14 hari (empat belas hari) terhitung sejak
tanggal pinjaman - hutang sampai dengan bulan Juni 2009;
Menimbang bahwa karena profit sharing ini sudah diperjanjikan oleh Para
Penggugat dan Tergugat, maka Majelis Hakim dapat mengabulkan petitum Para
Penggugat ini dengan berpedoman pada kebiasaan praktek perbankan, bahwa
untuk pembayaran profit sharing / bagi hasil atau bunga berpedoman pada
hitungan bulanan yaitu selama 6 (enam) bulan, sesuai tuntutan para pirak dengan
besarnya bunga perbulan 2% (dua) persen sesuai dengan rasa keadilan, keputusan
dan kelayakan dengan perincian sebagai berikut :
a. Untuk Penggugat I :
- Sejak tanggal 14 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
55.000.000,- = Rp. 6.600.000,-
- Sejak tanggal 20 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
10.000.000,- = Rp. 61.200.000,-
- Sejak tanggal 24 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
3.000.000,- = Rp. 360.000,-
Semuanya berjumlah Rp. 8.160.000,-
b. Untuk Penggugat II :
- Sejak tanggal 9 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
20.000.000,- = Rp. 2.400.000,-
- Sejak tanggal 27 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
15.000.000,- = Rp. 1.800.000,-
- Sejak tanggal 3 februari 2009 s/d Juni 2009 = 5 x 2% x Rp.
35.000.000,- = Rp. 3.500.000,-
Semuanya berjumlah Rp. 7.700.000,- (tujuh juta tujuh ratus ribu
rupiah);
c. Kerugian yang diderita Penggugat III adalah :
- Sejak tanggal 16 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
5.000.000,- = Rp. 600.000,-

19
- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
12.000.000,- = Rp. 1.440.000,-
Semuanya berjumlah Rp. 2.040.000,-
d. Kerugian yang diderita Penggugat IV adalah :
- Sejak tanggal 14 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
30.000.000,- = Rp. 2.600.000,-
- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.
8.000.000,- = Rp. 960.000,-
Semuanya berjumlah Rp. 4.560.000,-
e. Kerugian yang diderita Penggugat V adalah :
- Sejak tanggal 13 Februari 2009 s/d Juni 2009 = 5 x 2% x
Rp. 35.000.000,- = Rp. 3.500.000,-
Menimbang bahwa selanjutnya terhadap petitum point ke-6 tentang
“kerugian immaterial berupa kerugian moral dan tekanan psikis Para Penggugat
karena mendapat malu, tekanan karena dibohongi Tergugat adalah secara patut
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
Menimbang bahwa karena Para Penggugat tidak dapat menguraikan secara
rinci terhadap kerugian-kerugian yang dialaminya seperti kerugian moral, tekanan
psikis dan mendapat malu, tertekan karena dibohongi, maka petitum Para
Penggugat point ke-6 ini tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak;
Menimbang bahwa selanjutnya terhadap petitum Para Penggugat point ke-
7 tentang “menghukum Tergugat untuk membayar kepada Para Penggugat
berupa :
- Kerugian materiil modal pokok Rp. 215.000.000,-
- Kerugian materiil profit share Rp. 329.850.000,-
- Kerugian immaterial Rp. 5000.000.000,-
Menimbang bahwa petitum Para Penggugat point ketujuh ini sudah
dituntut pada petitum point keempat, kelima dan keenam, sehingga hal ini dinilai
berlebihan, maka petitum point ketujuh ini haruslah ditolak;
Menimbang bahwa terhadap point kedelapan tentang “menetapkan
hukumannya tanah-tanah BENDA JAMINAN yang telah diserahkan Tergugat

20
kepada Para Penggugat merupakan harta benda bernilai pengganti untuk
penggantian kerugian materiil dan immaterial yang diderita Para Penggutat dan
tanah tersebut dapat dijual lelang untuk pengganti kerugian;
Menimbang bahwa yang yang dimaksud benda yang diserahkan oleh
Tergugat kepada Para Penggugat adalah tanah sebagaimana tanda bukti P-VI dan
P-VIII yaitu SHM No. 212 dan SHM No. 2350;
Menimbang bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan pada petitum point
ke 2 tersebut di atas, bahwa 2 (dua) bidang tanah sebagaimana surat bukti P-VI
adalah SHM No.212 atas nama Drs. Soekamto dan surat bukti P-VIII adalah SHM
No.2350 atas nama Hajjah Mariana Soekamto bukan atas nama Tergugat, dari alat
bukti surat yang diajukan oleh Para Penggugat tidak ada satu surat bukti yang
membuktikan adanya surat kuasa dari para Turut Tergugat kepada Tergugat untuk
menjaminkan tanah-tanah pihak Penggugat kepada Tergugat terhadap pihak ke 3,
dengan demikian secara hukum Tergugat tidak berhak menjamninkan 2(dua)
bidang tanah SHM No 212 atas nama dan milik Drs. Soekamto dan SHM
No.2350 atas nama dan milik Hajjah Mariana Soekamto;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka
petitum Para Penggugat poin ke 8 ini tidak beralasan hukum dan kerenanya
haruslah ditolak;
Menimbang bahwa tentang petitum poin ke 9 tentang “menghukum
tergugugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000,- perhari
keterlambatan melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap “;
Menimbang bahwa karena perkara a quo adalah merupakan gugatan /
tuntutan tentang tidnakan untuk membayar sejumlah uang, maka dwangsom tidak
berlaku terhadap tidakan pembayaran sejumlah uang sesuai dengan yurisprudensi
tetap nomor 791 K/SIP/1972 tanggal 26 Februari 1973, dengan demikian maka
petitum poin ke 9 ini tidak beralasan hukum dan karenanya haruslah ditolak;
Menibang bahwa beredasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan untuk sebagian;

21
Menimbang bahwa karena gugatan Para Penggugat dikabulkan sebagaian,
maka Tergugatbarada di pihak yang kalah dan menghukum Tergugat untuk
membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;
DALAM REKONPENSI:
Menimbang bahwa isi gugatan para pengguagat rekonpensi pada pokoknya
adalah bahwa Para Penggugat rekonpensi/para Turut Tergugat rekonpensi telah
melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan hukum dengan cara menguasai
sertifikat hak milik atas tanah nomor 212 atas nama Drs. SOEKAMTO dan
sertifikat hak milik atas tanah Nomo2530 atas nama Hajjah SITI MARIANA
SOEKAMTO yang nsenyatanya merupakan hakmilik yang sah dari Para
Penggugat rekonpensi/ Turut Tergugat konpensi sebgai benda jaminan atas
perikatan yang dibuat oleh Tergugat rekonpensi yang brakibat Penggugat
rekonpensi/ para Tergugat rekonpensi mengalami kerugian secara moril yang juka
dihitung tidak kurang Rp. 1000.000.000.- (satu miliar rupiah);
Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Para
Penggugat rekonpensi/ para Turut Tergugat rekonpensi telah mengajukan alat
bukti surat diberi tanda bukti T. T-I, dan dua orang saksi di bawah sumpah yaitu
saksi SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN
SANRADJI, sedangkan para Tergugat rekonpensi/ Para Penggugat konpensi
untuk mempertahankan dalil sangakalan telah mengajukan alat bukti surat diberi
tanda bukti P-I sampai dengan P-IX dan 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI
WAHYUNI yang disumpah di persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan
DESI INDAH ARISANTI tidak disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung
Penggugat1 dan saksiDESI INDAH ARISANTI adalah istri dari Penggugat III;
Menimbang bahwa berdasarkan bukti surat T.T-1 berupa laporan
kehilangan surat-surat dan barang yaitu menjelaskan bahwa Para Penggugat
rekonpensi/ para Turut Tergugat konpensi kehilangan diantaranya SHM No.2350
tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No. 212 atas nama
Drs. Soekamto;
Menimbang berdasarkan bukti P- VI, P-VIII terbukti 2(dua) bidang tanah
SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No.

22
212 atas nama Drs. Soekamto, dan pemilik dua bidang tanah tersebut dilihat dari
bukti tersebut adalah Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No. 212 atas nama Drs.
Soekamto, karena belum pernah dialihkan pemiliknay kepada pihak lain, hal ini
juga dikuatkan oleh keteranagan saksi SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan
saksi ACHMAD MUHADJI BIN SANRADJI;
Menimbang bahwa berdasarkan surat bukti P-VII bahwa SHM No.212
atas nama Drs. Soekamto berada pada Penggugat I konpensi/ Tergugat I
rekonpensi karena dijadikan oleh Tergugatkonpensi untuk agunan/ jaminan
pinjaman uang Tergugat konpensi kepada para Tergugat rekonpensi/ Para
Penggugat konpensi sebagaiman surat bukti P-I sampai P-V;
Menimbang bahwa beralihnya SHM no 212 tersebut kepada para Tergugat
rekonpensi/ Para Penggugat konpensi karena adanya perjanjian antara para
Tergugat rekonpensi/ Para Penggugat konpensi dengan Tergugat I konpensi yang
tidak lain anak kandung dari Para Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat
konpensi, dan perjanjian Para Penggugat rekonpensi / Penggugat konpensi
tersebut sah, hanya saja penyerahan SHM No. 212 untuk jaminan / agunan hutang
/ pinjaman kepada para Tergugat rekonpensi / Para Penggugat konpensi oleh
Tergugat konpensi tidak disertai / tidak ada kuasa dari kuasa Para Penggugat
rekonpensi kepada Tergugat, jadi masih ada kurang persyaratan hukum yang
diamanatkan undang-undang di bidang agraria;
Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh Para
Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat konpensi tersebut, maka Para
Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat konpensi tidak dapat membuktikan
dalil gugatanya;
Menimbang bahwa karena Para Penggugat rekonpensi / para Turut
Tergugat konpensi tidak dapat membuktikan dalil gugatanya, oleh karenanya
dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam gugatan rekonpensi ini yang
akan ditentukan dalam amar putusan;
Memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
berhubungan dengan perkara ini :
MENGADILI

23
DALAM KONPENSI :
DALAM EKSEPSI :
- Menolak eksepsi para Turut Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA :
- Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Tergugat tidak membayar pinjaman / hutangnya yang telah
jatuh tempo kepada Para Penggugat adalah merupakan perbuatan ingkar
janji / wanprestasi;
- Menghukum Tergugat untuk mengembalikan / membayar kerugian
materiil berupa modal pokok milik Para Penggugat yang oleh Tergugat
sebesar Rp 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta rupiah), dengan
perincian, kepada :
- Penggugat I sebesar Rp 68.000.000,- (enam puluh delapan juta
rupiah)
- Penggugat II sebesar Rp 61.000.000,- (enam puluh satu juta
rupiah)
- Penggugat III sebesar Rp 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah)
- Penggugat IV sebesar Rp 38.000.000,- (tiga puluh delapan juta
rupiah)
- Penggugat V sebesar Rp 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah)
- Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian yang diderita Para
Penggugat karena tidak mendapat keuntungan dari uang modalnya Para
Penggugat, profit sharing yang dijanjikan yaitu sebesar Rp 25.960.000,-
(dua puluh lima juta sembilan ratus enam puluh rupiah) dengan perincian,
untuk :
- Penggugat I sebesar Rp 8.160.000,- (delapan juta seratus enam
puluh ribu rupiah)
- Penggugat II sebesar Rp 7.700.000,- (tujuh juta tujuh ratus ribu
rupiah)

24
- Penggugat III sebesar Rp 2.040.000,- (dua juta empat puluh ribu
rupiah)
- Penggugat IV sebesar Rp 4.560.000,- (empat juta lima ratus enam
puluh ribu rupiah)
- Penggugat V sebesar Rp 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu
rupiah) ;
- Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara
ini sebesar Rp 780.900,- (tujuh ratus delapan puluh ribu sembilan ratus
rupiah);
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk selebihnya;

DALAM REKONPENSI

- Menolak gugatan Para Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat


konpensi untuk seluruhnya;
- Menghukum Turut Tergugat konpensi / Para Penggugat rekonpensi untuk
membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai nihil;

Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim


pengadilan negeri purwokerto pada hari : KAMIS, tanggal 12
NOPEMBER 2009, oleh kami : WAHYUNI, S.H., selaku hakim ketua
majelis, dengan SOHE, S.H. M.H., dan HARTO PANCONO, S.H.,
masing-masing sebagai hakim anggota, putusan mana diucapkan pada hari
: SELASA, tanggal 24 NOPEMBER 2009 dalam sidang yang terbuka
untuk umum oleh hakim ketua majelis tersebut dengan didampingi hakim-
hakim anggota, dibantu oleh SRI PRAMULATSIH, S.H., panitera
pengganti pada pengadilan negeri tersebut, serta dihadiri oleh ERRY
MOESTADJAB, S.H., kuasa Para Penggugat konpensi / para Tergugat
rekonpensi, dan Tergugat, serta HAPPY SUNARYANTO, S.H. Mhum,
kuasa para Turut Tergugat konpensi / Para Penggugat rekonpensi.

25
D. Analisis
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan
debitur.
Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi
atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1. Total breachts Artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin
dilaksanakan, sedangkan.
2. Partial breachts Artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin
untuk dilaksanakan.
Suatu perbuatan dikatakan wanprestasi jika debitur tidak memenuhi
janjinya atau tidak memenuhi sebagimana mestinya dan semuanya itu dapat
dipersalahkan kepadanya. Wujud wanprestasi bisa debitur sama sekali tidak
berprestasi; debitur keliru berprestasi; dan debitur terlambat berprestasi.1
Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah
seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan
sesuatu, sebaiknya dianggap wanprestasi bila seseorang :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau
4. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh
dilakukannya.

Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti
rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.
Sebagai contoh seorang debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan
melawan hukum, lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang
telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti, maka debitor harus mengganti

1
J Satrio, 1993, Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Alumni, hlm.122

26
kerugian (termasuk ganti rugi + bunga + biaya perkaranya). Meskipun demikian,
debitur bisa saja membela diri dengan alasan :
1. Keadaan memaksa (overmacht/force majure);
2. Kelalaian kreditur sendiri;
3. Kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

Menurut kamus Hukum, Wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera


janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.2 Dengan demikian,
Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak
memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu
perjanjian.
Wanprestasi (lalai/alpa) dapat timbul karena;
1. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
2. Adanya keadaan memaksa (overmacht).

Macam-macam Wanprestasi
Adapun seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan
wanprestasi ada 4 macam, yaitu :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.
4. Debitur memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam
perjanjian.

Mulai terjadinya Wanprestasi


Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan
telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada
kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu
di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan

2
Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 2009)

27
pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur
dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi
kewajibannya. Teguran ini disebut dengan sommatie (Somasi).

Akibat adanya Wanprestasi


Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
1. Perikatan tetap ada.
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243
KUH Perdata).
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu
timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau
kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak
dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.

Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat


membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan
menggunakan pasal 1266 KUH Perdata. Akibat wanprestasi yang dilakukan
debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat
hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh
kreditur (pasal 1243 KUH Perdata).
2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian
(pasal 1267 KUH Perdata).
3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi
(pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata).
4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim
(pasal 181 ayat 1 HIR).

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi


kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena

28
ada unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat
hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal
debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk
menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan
bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka
resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah
bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan
pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian,
dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.

Pembelaan Debitur yang Wanprestasi


Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya
diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela dirinya dengan
mengajukan beberapa macam alas an untuk membebaskan dirinya dari hukuman-
hukuman itu. Pembelaan tersebut ada 3 macam, yaitu:
1. Menyatakan adanya keadaan memaksa (overmacht).
2. Menyatakan bahwa kreditur lalai.
3. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya.

Ganti Kerugian dalam Wanprestasi


1. Pengertian ganti-kerugian

Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu


perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai
memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang
waktu yang telah dilampaukannya (Pasal 1243 KUH Perdata). Dengan
demikian pada dasarnya, ganti-kerugian itu adalah ganti-kerugian yang timbul
karena debitur melakukan wanprestasi.

29
2. Unsur-unsur ganti-kerugian
Menurut ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata, ganti-kerugian itu terdiri
atas 3 unsur, yaitu :
1. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-
nyata telah dikeluarkan.
2. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan
kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
3. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau
diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.

3. Batasan-batasan mengenai ganti-kerugian


Undang-undang menentukan, bahwa kerugian yang harus dibayarkan
oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari wanprestasi adalah sebagai
berikut :
1. Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Menurut
pasal 1247 KUH Perdata, debitur hanya diwajibkan membayar
ganti-kerugian yang nyata telah atau sedianya harus dapat
diduganya sewaktu perjanjian dibuat, kecuali jika hal tidak
dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang
dilakukan olehnya.
2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Menurut Pasal
1248 KUH Perdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu
disebabkan oleh tipu daya debitur, pembayaran ganti-kerugian
sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh kreditur dan
keuntungan yang hilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang
merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian.

Tuntutan Atas Dasar Wanprestasi


Kreditur dapat menuntut kepada debitur yang telah melakukan wanprestasi
hal-hal sebagai berikut :

30
1. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur.
2. Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur
(Pasal 1267 KUH Perdata).
3. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin
kerugian karena keterlambatan (HR 1 November 1918).
4. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian.
5. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada
debitur. Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda.

Wujud Wanprestasi
Kalau debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana
mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan
bahwa debitur wanprestasi.
Wujud wanprestasi bisa :
a. Debitur sama sekali tidak berprestasi
Dalam hal ini debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Hal itu
bisa disebabkan karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa
juga disebabkan karena memang debitur objektif tidak mungkin
berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk
berprestasi.

b. Debitur keliru berprestasi


Di sini debitur memang dalam fikirannya telah memberikan
prestasinya, tetapi dalam kenyataannya, yang diterima kreditur lain
daripada yang diperjanjikan.

c. Debitur terlambat berprestasi


Di sini debitur berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak
sebagaimana yang diperjanjikan. 3

3
J.Satrio, Hukum perikatan, (Bandung, PT. Alumni, 1999) cet. Ke. 3 h. 122

31
Wanprestasi dan Pernyataan Lalai
Kalau debitur menunutut debitur agar ia memenuhi kewajiban prestasinya,
maka kreditur menuntut debitur berdasarkan perikatan yang ada antara mereka.
Karena dasar tuntutannya adalah perikatan yang memang sudah ada antara
mereka, maka untuk menuntut pemenuhan perikatan, kreditur tidak perlu untuk
mendahuluinya dengan suatu somasi.

Memperbaiki Kelalaian
Dalam hal seorang debitur telah disomir dan dia telah melewatkan
tenggang waktu yang diberikan kepadanya, tanpa memberikan prestasi yang
menjadi kewajiban perikatannya, maka ia ada dalam keadaan lalai.

Ganti Rugi
1. Sebab timbulnya ganti rugi
Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu :
a. Ganti rugi karena wanprestasi.
Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang
dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah
dibuat antara kreditur dengan debitur. Ganti rugi karena wanprestasi ini
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari Pasal 124 KUH
Perdata s.d. Pasal 1252 KUH Perdata.

b. Perbuatan melawan hukum


Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk
ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan
kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi itu timbul karena
adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian. Ganti rugi karena
perbuatan melawan hukum ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

Ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur kepada debitur adalah
sebagai berikut:

32
1. Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-
biaya dan kerugian.
2. Keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246 KUH
Perdata), ini ditujukan kepada bunga-bunga.

Yang diartikan sebagai biaya-biaya (ongkos-ongkos), yaitu ongkos yang


telah dikeluarkan oleh kreditur untuk mengurus objek perjanjian. Sedangkan
bunga-bunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur.

Tuntutan Ganti Rugi


Selanjutnya pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti
rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian
kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-
peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan
pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.
Karena tuntutatn ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di
atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan
itu, kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang
ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang
tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur
bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya
telah diletakkan dalam pasal 1131 KUH Perdata.

1. Penerapan Prosedur Beracara


Agar tercapai putusan yang adil bagi kedua belah pihak maka dalam
beracara harus dipatuhi asas-asa yang berlaku dalam hukum acara perdata, yaitu:
1. Asas Hakim Bersifat Pasif

33
Mempunyai makna bukan hanya sekedar menerima dan memeriksa apa
yang akan diajukan para pihak, tetapi tetap berperan dan berwenang menilai
kebenaran fakta yang diajukan dipersidangan ,dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Hakim tak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta para pihak
mengajukan atau menambah pembuktian yang diperlukan, semua itu
menjadi hak dan kewajiban para pihak, cukup atau tidak alat bukti yang
diajukan terserah para pihak. Hakim tidak dibenarkan membantu para
pihak manapun melakukan sesuatu, kecuali yang ditentukan para pihak,
misalnya pada pasal 139 HIR yaitu salah satu pihak minta bantuan kepada
hakim untuk memanggil dan menghadirkan seorang saksi melalui juru sita,
apabila relevan sedangkan dia tak dapat menghadirkan seorang saksi
melalui juru sita, apabila relevan sedangkan dia tidak dapat menghadirkan
saksi tersebut secara sukarela.

2. Menerima setiap pengakuan dan pengingkaran yang diajukan para pihak di


persidangan, untuk selanjutnya dinilai kebenarannya oleh hakim.

3. Pemeriksaan dan putusan hakim, terbatas pada tuntutan dalam gugatan. 4

Dalam putusan tersebut asas hakim bersifat pasif sudah diterapkan dengan
benar dalam proses persidangan hal ini dibuktikan pada :
1. Proses pembuktian hakim tidak menentukan alat bukti yang harus diajukan
para pihak. Para pihak mengajukan alat bukti sendiri yang dianggap dapat
memperkuatnya dalil-dalilnya. Dalam perkara ini, Peenggugat mengajukan
beberapa alat bukti surat dan 3 orang saksi yaitu, saksi TRI WAHYUNI,
saksi SRI YANTI, dan saksi DESI INDAH ARISANTI. Sedangkan
Tergugat untuk mempekuat dalil bantahannya Tergugat tidak mengajukan
alat bukti surat maupun saksi, sedangkan Turut Tergugat I dan Turut
Tergugat II mengajukan alat bukti surat dan 2 saksi, yaitu saksi
SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA, BcHK, saksi AHMAD MUHADJI
BIN SANRADJI
4
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. Hal.500

34
2. Dalam memutus, hakim hanya memutus apa yang dimintakan Para
Penggugat yang dimintakan dalam gugatan

2. Asas hakim bersifat menunggu

Artinya hakim tidak boleh mengadili perkara tanpa adanya tuntutan,


karena dalam hukum acara perdata insiatif untuk mengajukan tuntutan hak
diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkepentingan, sedang hakim
bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya : index ne
procedur ex officio., hanya yang menyelenggarakan proses adalah Negara. Akan
tetapi sekali perkara yang diajukan kepadanya, hakim tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadilinya, sekalipun dengan dalih bahwa hukum tidak atau
kurang jelas berdasarkan pasal 14 ayat 1 UU Nomor 14/1970. Sehingga k.alau
tidak ada penuntutan maka tidak ada hakim.5
Dalam putusan tersebut asas hakim bersifat menunggu sudah diterapkan
dengan benar karena hakim mulai bertindak untuk memeriksa dan mengadili
perkara tersebut setelah adanya pangajuan gugatan dari Para Penggugat terhadap
Tergugat dan Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II.

3. Asas terbuka untuk umum

Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum,


yang berarti bahwa setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan
pemeriksaan di persidangan. Tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan
perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih
menjamin obyektifitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan
yang fair, tidak memihak serta putusan yang adil pada masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dalam pasal 17 dan 18 UU No. 14 Tahun 1970.
Apabila putusan diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka
untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum
serta mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum. Kecuali apabila
5
Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Peradilan, Hal.7

35
ditentukan lain oleh UU atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting yang
dimuat di dalam berita acara yang diperintahkan oleh hakim, maka persidangan
dilakukan dengan pintu tertutup. 6
Dalam putusan ini asas terbuka untuk umum telah diterapkan dengan
benar hal ini dapat dilihat dari berita acara persidangan, dimana persidangan
dinyatakan terbuka untuk umum dan dalam putusan hukum dinyatakan terbuka
untuk umum.

4. Asas mendengarkan kedua belah pihak

Di dalam hukum acara perdata semua pihak harus di perlakukan sama,


tidak memihak dan di dengar bersama-sama. Jadi disini hakim tidak boleh
membeda-bedakan orang, hal ini termuat dalam pasal 5 ayat 1 UU Nomor 14
Tahun 1970 yang menyatakan bahwa dalam hukum acara perdata yang berperkara
harus sama-sama di perhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil seta
masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapatnya. Dan dalam
hal pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka persidangan yang dihadiri kedua
belah pihak (pasal 132a, pasal 121 ayat 2 HIR, pasal 145 ayat 2, pasal 157 RBG,
pasal 47 RV).7
Kaitannya dengan putusan, asas mendengarkan kedua belah pihak ini telah
diterapkan hakim dalam persidangan, hal ini dapat dilihat pada proses pembuktian
hakim mendengarkan keterangan-keterangan saksi yang diajukan oleh para pihak.
Dalam pengajuan alat bukti saksi dilakukan di muka persidangan yang dihadiri
oleh kedua belah pihak.

5. Asas beracara dikenakan biaya

Terdapat dalam pasal 181, 182,183 HIR yang mengatur ongkos perkara
yang harus dibayar. Pada umumnya dikenakan kepada pihak yang dikalahkan.
Apabila terdapat putusan sela, biaya perkara dapat ditangguhkan sampai putusan
akhir (pasal 181 ayat 2 HIR) . Biaya perakara dalam putusan verstek Harus
6
Ibid, Hal.12
7
Ibid, Hal.13

36
dibayar pada pihak yang kalah meskipun dalam perlawanan atau setelah banding
ia dimenangkan kecuali dalam putusan verstek itu dia dia tidak dipanggil dengan
patut. Pengertian biaya perkara terdapat dalam pasal 182 HIR:
1. Biaya kepaniteraan pengadilan dan biaya meterai yang perlu untuk perkara
itu.

2. Biaya saksi, ahli, juru bahasa. Tapi pihak yang menyuruh memeriksa lebih
dari lima saksi tidak boleh memperhitungkan biaya.

3. Biaya pemeriksaan setempat dan pekerjaan hakim yang lain.

4. Gaji pejabat yang di pertanggungkan melakukan panggilan pemberitahuan


dan surat sita yang lain.

5. Biaya dalam pasal 138 ayat 6

6. Gaji yang haraus dibayar panitera pengadilan atau pejabat lain.

Pembayaran dana-dana tidak termasuk dalam biaya perkara termasuk


honor advokat atau pengacara. Menurt pasal 183 HIR mengatur banyaknya biaya
perkara yabg menurut putusan hakim harus dibayar oleh salah satu pihak yang
kalah dan harus disebutkan dalam putusan begitu juga besarnya ganti rugi dan
bunga.
Dalam pasal 327 HIR disebutkan kalau ada pihak yang kalah dan tidak
mampu maka dapat mengajukan prodeo yang diajukan kepada kepolisian, tetapi
dalam praktek bias pada camat untuk meminta surat tidak mampu tersebut. Tetapi
kalau hakim mengetahui pihak yang kalah tersebut adalah orang yang mampu
maka permintaan prodeo bias tidak dikabulkan oleh hakim.8
Dalam putusan ini pihak Tergugat yang ternyata kalah dan harus
membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 780.900, yang
mana disebutkan dalam putusan. Berarti dalam kasus ini hakim telah menerapkan
asas ini dengan benar. Tetapi dalam putusan rekonvensinya, hakim salah dalam
menerapkan azas ini karena turut tergugat juga dikenakan biaya perkara yang

8
Ibid, Hal.15

37
timbul karena gugatannya dinilai nihil oleh hakim. Dalam putusan hakim pada
poin ke dua yaitu “Menghukum turut tergugat konpensi / para penggugat
rekonpensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai
nihil;” sehingga sangat jelas kalau hakim tidak memperhatikan kedudukan para
pihak dalam perkara ini, karena pada dasarnya turut tergugat tidak boleh
dimasukan di dalam putusan. Sehingga tidak bisa dituntut biaya perkara kalau dia
kalah. Hal ini sesuai dengan pasal….

6. Asas putusan harus disertai alasan

Semua putusan pengadilan pada asasnya harus alasan-alasan putusan yang


dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 23 UU no. 14 Tahun 1970, 184 ayat 1, 319
HIR, 195 dan 618 Rbg ). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai
pertanggungjawaban hukum dari pada putusannnya terhadap masyarakat,
sehingga dapat memiliki nilai yang obyektif. Dan karena alasan-alasan hukum
itulah maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang
menjatuhkannya.
Betapa pentingnya alasan-alasan sebagai dasar putusan dapat kita lihat
dari putusan MA yang menetapkan bahwa putusan yang tidak lengkap atau
kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan dapat
dibatalkan.9
Dalam putusan ini bahwa :
1. Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan gugatan Para
Penggugat yaitu Tergugat telah berhutang kepada Penggugat hanya saja
Tergugat menyangkal besarnya hutang dari salah satu Penggugat.

2. Ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau tidak dibantah oleh


Tergugat sehingga dalil tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu
dibuktikan lagi.

9
Ibid, Hal.13

38
3. Penggugat juga mengajukan alat bukti surat dan saksi unutk membuktikan
dalil gugatanna.

4. Tergugat juga membenarkan tanda tangannya dalam kwitansi atas nama


Tergugat, sehingga alat bukti tersebut sah menurut hukum.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hakim


telah menerapkan asas putusan harus disertai alasan.

7. Asas Mancari Kebenaran Formil

Dalam hukum acara perdata salah satu tugas hakim adalah menyelidiki
apakah suatu hubungan ukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau
tidak. Tidak semua dalil yang menjadi dasar dari gugatan harus dibuktikan
kebenarannya, sebab dalil-dalil yang tidak disangkal, apalagi diakui sepenuhnya
oleh pihak lawan, tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam hukum acara perdata untuk memutus suatu perkara, tidak
diperlukan adanya keyakinan hakim. Yang penting adalah adanya alat-alat bukti
yang sah dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim akan menjatuhkan
putusan “siapa yang menang dan siapa yang kalah. Inilah yang dinamakan hukum
acara perdata mencari kebenaran formil.10
Dalam pertimbangan hukum putusan ini dikatakan bahwa dengan
mendasarkan jawab jinawab antara Para Penggugat dengan Tergugat dan Para
Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan/ tidak dibantah oleh Tergugat
dan Para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil tersebut merupakan dalil tetap yang
tidak perlu dibuktikan lagi oleh Para Penggugat, antara lain:
- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,-
(tiga belas juta rupiah);

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,-


(tiga puluh delapan juta rupiah);

10
Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Hal.60

39
- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu
atau 14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;

- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5)


belum pernah dibayar oleh Tergugat;

Dengan melihat hal tersebut, maka putusan ini sudah menerapkan asas
dalam hukum acara perdata yaitu mencari kebenaran formil.

8. Asas tidak ada keharusan mewakilkan

HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakili kepada orang lain,
sejingga pemeriksaa persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak
yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili
oleh kuasanya kaau dikehendaki (pasal 123 HIR, 147 RBG). Dengan demikian
hakim tetap wajib memeriksa sengketa yang diajukan kepadanya, meskipun para
pihak tidak mewakilkan kepada seorang kuasa.
Asas ini diterapkan dengan benar dalam putusan ini, hal ini dapat dilihat di
persidangan Tergugat tidak mewakilkan diri baik dengan kuasa atau dengan
penasihat hukum selama mengikuti persidangan di pengadilan.11
Dalam menjatuhkan putusannya, hakim telah mendasarkan pada dua alat
bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim dan alat-alat bukti tersebut
diperoleh tanpa melawan hukum. Sementara itu, penerapan hukum pembuktian
telah sesuai dengan undang-undang, sekalipun dalam hal ini, hakim sama sekali
tidak menggunakan doktrin maupun yurisprudensi dan argumen jaksa serta
Terdakwa, Wr, telah dianalisis secara proporsional. Selain itu, dalam perkara
aquo, Terdakwa, Wr, telah didampingi oleh kuasa hukum. Hari/ tanggal
dilakukannya musyawarah mejelis hakim pun telah berbeda dengan hari/ tanggal
putusan diucapkan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sementara,


bahwa dengan dipenuhinya asas-asas dalam hukum acara perdata, maka
11
Opcit, Sidikno Mertokusumo. Hal.15

40
prosedur dalam hukum acara perdata telah diterapkan oleh hakim dalam
memeriksa dan mengadili Perkara Pa No. 11/Pdt.G/2009/PN.Pwt.

2. Penalaran Hukum dalam Perkara Perdata Nomor: No.


11/Pdt.G/2009/PN.Pwt
Penalaran hukum (legal reasoning) menurut Neil Mac Cormick adalah,
“… one branch of practical reasoning, which is the application by humans of
their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of
choice.”12 Jika mengikuti batasan tersebut, secara umum penalaran hukum adalah
jenis berpikir praktis (untuk mengubah keadaan), bukan sekadar berpikir teoritis
(untuk menambah pengetahuan).
Penalaran hukum sangat dipengaruhi oleh sudut pandang dari subjek-
subjek yang melakukan penalaran. Sudut pandang tersebut antara lain
dilatarbelakangi oleh keluarga sistem hukum (parent legal system) dan posisi si
penalar sebagai partisipan (medespeler) dan/atau pengamat (toeschouwer).
Berdasarkan ulasan tersebut, dapat diderivasi sejumlah rumusan kalimat untuk
menggambarkan karakteristik penalaran hukum itu.
a. Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir problematis tersistematisasi
(gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai
mahluk individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Problematis
karena penalaran hukum merupakan penalaran praktis sebagai konsekuensi
atas karakter keilmuan ilmu hukum itu sendiri (sebagai ilmu praktis) yang
diabdikan untuk mencari putusan bagi penyelesaian kasus-kasus konkret.
Dikatakan tersistematisasi karena argumentasi dan putusan yang dihasilkan
harus ditempatkan dalam kerangka berpikir hukum sebagai suatu sistem
(tatanan).
b. Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan
pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifaset). Oleh

12
Neil MacCormick, 1994, Legal Reasoning and Legal Theory Oxford: Oxford University
Press, hlm. ix

41
karena itu, karakteristik penalaran hukum mempunyai dimensi tersendiri
tatkala ia muncul sebagai aktivitas ilmu hukum dogmatis (dogmatika hukum),
teori hukum, filsafat hukum, dan ilmu-ilmu empiris yang berobjekkan hukum
(dalam tulisan ini digunakan istilah “ilmu-ilmu empiris hukum” sebagai
pengganti terminologi “ilmu-ilmu hukum empiris”).
Penafsiran merupakan salah satu mekanisme untuk mencari penjelasan dari
setiap istilah dalam suatu peraturan perundang-undangan, yang dilakukan apabila
terdapat pengertian ganda atau tidak jelas dalam rumusan pasal-pasal dalam
peraturan perundang-undangan. Tujuan utama dari penafsiran adalah menjelaskan
maksud sebenarnya rumusan pasal-pasal.
Dengan demikian arti penafsiran dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan
dalam usaha memberikan penjelasan atau pengertian atas kata atau istilah yang
kurang jelas maksudnya sehingga orang lain dapat memahaminya. Tujuannya
tidak lain adalah mencari serta menemukan sesuatu hal yang menjadi maksud para
pembuatnya.
Sistem hukum Indonesia yang cenderung menganut civil law yaitu bentuk
hukum yang tertulis dan kodifikasi, sudah barang tentu kodifikasi hukum itu tidak
akan mampu menampung semua aspirasi masyarakat, lebih-lebih di era reformasi
dan transformasi ini, dimana perubahan dan perkembangan begitu cepat, sehingga
betapapun cepatnya pembuat undang-undang bekerja, persoalan yang timbul
dalam masyarakat yang membutuhkan pengaturan yang lebih cepat lagi. Oleh
karena itu dalam masyarakat kadangkala terdapat sesuatu persoalan belum ada
peraturannya atau dengan istilah lain adalah kekosongan hukum. Pengisian
kekosongan hukum ini adalah sesuatu yang harus dilakukan, sehingga apabila
terjadi hal yang baru dalam kehidupan masyarakat yang tidak ada peraturannya.
Oleh karena itu, kekosongan hukum harus diisi oleh hakim yang nota bene
memeriksa dan memutus peristiwa konrit yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Pengisian kekosongan hukum dalam sistem formal dilakukan oleh hakim,
manakala diajukan kepadanya suatu perkara yang tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, atau peraturan perundang-undangan yang ada
dan berlaku tidaklah mungkin diterapkan walau ditafsirkan sekalipun.

42
Kegiatan hakim untuk mengisi kekosongan hukum dalam sistem hukum
ini adalah dengan melakukan kreasi hukum. Upaya melakukan kreasi hukum
tersebut hakim dapat mempergunakan bermacam cara, antara lain penemuan
hukum (rechtsvinding) dan penciptaan hukum (rechtsschepping), sehingga tidak
ada satu perkarapun yang tidak terselesaikan dan tidak ada persoalan yang tidak
ada hukumnya.
Penemuan hukum dan penciptaan hukum mempunyai fungsi yang sama,
yaitu sebuah proses yang ditempuh oleh peradilan di dalam rangka memperoleh
kepastian mengenai arti dari suat u hukum yang dibuat dalam bentuk peraturan
perundang-undangan dan bentuk formal lainnya. Sedangkan perbedaannya bahwa
penemuan hukum itu adalah suatu metode untuk mendapatkan hukum dalam hal
peraturannya sudah ada akan tetapi tidak jelas bagaimana penerapannya pada
suatu kasus yang konkret. Sedangkan penciptaan hukum adalah merupakan suatu
metode untuk mendapatkan hukum dalam hal tidak ada peraturannya yang secara
khusus unt uk memeriksa dan mengadili suatu kasus konkret.13
Penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses pembentukan hukum oleh
hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan
hukum umum pada peristiwa hukum konkret. Lebih lanjut dapat dikatakan, bahwa
penemuan hukum itu adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan
hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret
(Das Sain) tertentu.14 Hakim selalu dihadapkan pada peristiwa konkret, konflik
atau kasus yang harus diselesaikan atau dipecahkannya dan untuk itu perlu
dicarikan hukumnya. Jadi dalam penemuan hukum yang penting adalah
bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkret.
Menurut ajaran hukum fungsional dari Ter Heide yang penting adalah pertanyaan
bagaimana dalam situasi tertentu dapat diketemukan pemecahannya yang paling
baik yang sesuai dengan kebutuhan kehidupan bersama dan dengan harapan yang

13
Abd. Halim Syahran, 08 July 2008, Peranan Hakim Agung dalam Penemuan Hukum
(Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) pada Era Reformasi dan
Transformasi, http://saksi-buletin.com/index.php?option=com_content&task=view&id=13&
Itemid=27, diakses pada tanggal 12 Maret 2009
14
Sudikno Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Libety, hlm.
37

43
hidup diantara para warga masyarakat terhadap “permainan kemasyarakatan”
yang dikuasai oleh “aturan mainan”. Disini bukan hasil penemuan hukum yang
merupakan titik sentral, walaupun tujuannya adalah menghasilkan putusan,
melainkan metode yang digunakan.15
Adapun pengertian penciptaan hukum adalah hukumnya itu sama sekali
tidak ada, kemudian diciptakan, dari tidak ada menjadi ada. Hukum bukanlah
selalu berupa kaedah baik tertulis maupun tidak, tetapi dapat juga berupa perilaku
atau peristiwa. Di dalam perilaku itulah terdapat hukumnya. Dari perilaku itulah
harus diketemukan atau digali kaedah atau hukumnya.16 Melakukan penciptaan
hukum untuk mengisi kekosongan hukum adalah suatu hal yang tepat dalam hal
menyelesaikan perkara yang tidak ada hukumnya (peraturan perundang-
undangan). Hal ini adalah suatu kenyataan, bahwa pembuat undang-undang hanya
menetapkan peraturan hukum yang bersifat umum, sehingga pertimbangan untuk
hal-hal yang konkret diserahkan kepada hakim. Selain itu pembuat undang-
undang senantiasa tertinggal di belakang perkembangan masyarakat, sehingga
terjadi suatu keadaan sedemikian rupa, adanya hal-hal baru dalam kehidupan
masyarakat yang tidak ada peraturan hukumnya. Ini artinya ada kekosongan
hukum dalam sistem hukum yang harus disi oleh hakim.
Metode penemuan hukum dilakukan dengan metode interpretasi yaitu
penafsiran. Menurut Fitzgerald,17 interpretasi hukum itu secara umum ada 2 (dua)
macam yaitu : Pertama interpretasi yang bersifat harfiah, sepertinya semata-mata
merujuk pada kalimat-kalimat di dalam peraturan. Kalimat menjadi inti dan
sekaligus pegangan di dalam memutuskan perkara. Kalimat yang merupakan litera
legis menjadi patokan dasar untuk memutuskan perkara. Hal ini pada umumnya
dilakukan karena memang di dalam kalimat tersebut sudah mengandung pesan
yang jelas. Karena kejelasan itu tidak perlu ada interpretasi lain lagi. Bahkan
kalau dilakukan interpretasi lain akan menyebabkan kesalahan di dalam
penerapan hukumnya.

15
Ibid.
16
Ibid.
17
Abd. Halim Syahran, op.cit.

44
Kedua interpretasi yang bersifat fungsional, artinya tidak semata-mata
mengikatkan diri pada kalimat yang menjadi acuan. Interpretasi fungsional lebih
jauh mengusahakan pemahaman terhadap maksud yang sebenarnya dari dibuatnya
peraturan tertentu. Teknisnya adalah dengan menggali, menghubungkan dan
mensistematisasikan dengan sumber-sumber lain yang dinilai relevan dalam arti
dapat memberikan kejelasan lebih sempurna. Pemahaman terhadap apa yang
terkandung di dalam klausula tentu tidak bisa hanya didasarkan kepada kalimat
yang tersirat semata-mata, tetapi juga mesti dilakukan penggalian sehingga
ditemukan apa yang tersirat di baliknya. Para pakar hukum pada umumnya
memilah-milah interpretasi itu sekurang-kurangnya ada 8 (delapan) macam, yaitu,
interpretasi formal, interpretasi gramatikal, interpretasi sistemaris, interpretasi
teleologis atau sosiologis, interpretasi historis, interpretasi komparatif, interpretasi
futuristis dan interpretasi restriktif serta ekstensif.
Adapun untuk melakukan penciptaan hukum, metode yang dipergunakan
adalah metode analogi, disamping itu ada yang menambahkannya dengan metode
penghalusan hukum dan argumentum a contrario. Analogi adalah suatu cara
penerapan suatu peraturan hukum sedemikian rupa, dimana peraturan hukum
tersebut menyebut dengan tegas kejadian yang di atur, kemudian peraturan hukum
itu dipergunakan juga oleh hakim terhadap kejadian yang lain yang tidak disebut
dalam peraturan hukum itu, tetapi di dalam kejadian ini ada anasir yang
mengandung kesamaan dengan anasir di dalam kejadian yang secara tegas diatur
oleh peraturan hukum yang dimaksud.
Suatu hal yang menarik dan sangat penting untuk dipertanyakan adalah
siapakah yang pantas untuk melakukan penemuan hukum dan penciptaan hukum
tersebut. Walaupun dalam kajian akademis yang berhak melakukan penemuan
hukum dan penciptaan hukum itu adalah banyak komponen, seperti ahli hukum,
Pengacara, Dosen, jaksa dan lainnya, akan tetapi apabila dilihat dari pengertian
hukum itu sendiri, yaitu hukum adalah hakim (dalam arti senpit) karena hakimlah
yang membuat hukum (judge made law) dan peradilan (dalam arti luas) karena
peradilan adalah sarana penegak hukum, maka jelaslah bahwa yang berkompeten
untuk melakukan penemuan hukum dan penciptaan hukum tersebut adalah hakim.

45
Hakim dianggap urgent dalam penemuan hukum dan penciptaan hukum karena
hakim itu mempunyai wibawa. Selebihnya penemuan hukum dan penciptaan
hukum yang digali oleh hakim adalah hukum, sedangkan hasil penggalian dari
Ilmuan hukum, dosen, peneliti dan lainnya bukanlah hukum, melainkan ilmu atau
doktrin. Doktrin bukanlah hukum, tetapi adalah sumber hukum, namun apabila
doktrin hukum itu dipergunakan oleh hakim, barulah doktrin itu menjadi hukum.
Persyaratan lainnya untuk melakukan penggalian penemuan hukum dan
penciptaan hukum, yaitu penguasaan terhadap ilmu hukum, berpikir secara
yuridis, dan berkemampuan memecahkan masalah hukum yang meliputi :
ketrampilan merumuskan masalah hukum (legal problem identification),
keterampilan memecahkan masalah hukum (legal problem solving) dan
keterampilan untuk mengambil putusan (Decission making).18
Landasan yuridis bagi hakim untuk melakukan penemuan hukum dan
penciptaan hukum terdapat pada pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 14
tahun l970 yang menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Penjelasan pasal
tersebut menyatakan bahwa hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahami
hukum. Pencari keadilan datang kepadanya untuk mohon keadilan. Andaikata ia
tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib menggali hukum tidak tertulis untuk
memutus berdasarkan hukum sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung
jawab penuh kepada Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri masyarakat, bangsa dan
negara. Sedangkan landasan yuridis bagi hakim untuk menggali penemuan hukum
dan penciptaan hukum sebagai suatu kewajibannya adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang
merumuskan :
“Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

A. GUGATAN

18
Ibid.

46
Tergugat dan Para Turut Tergugat diajukan kepersidangan oleh Para
Penggugat dengan Gugatan sebagaimana tercantum dalam Surat Gugatan Para
Penggugat Nomor Reg. : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt tertanggal 5 Mei 2009
sebagai berikut :

Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut:---------------------------------

1. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-1 sebesar Rp.


68.000.000,00 (enam puluh delapan juta rupiah). Dengan perincian sebagai
berikut:------------------------------------------------------------------------------------
a. Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 sebesar Rp. 55.000.000,- (lima
puluh lima juta rupiah) dari 2 kuitansi.-----------------------------------
b. Kedua pada tanggal 20 Januari 2009 dengan Jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 3 Pebruari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah).-------------------------------------------------------------------------
c. Ketiga pada tanggal 24 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 7 Pebruari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta
rupiah).-------------------------------------------------------------------------------

2. bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-2 sebesar Rp.


61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) dalam jangka 2 minggu akan
diberi profit share 15% dengan perincian sebagai
berikut:-------------------------
a. Pertama pada tanggal 9 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 23 Januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua
puluh juta rupiah).------------------------------------------------------------------
b. Kedua pada tanggal 27 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 10 Pebruari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima
belas juta
rupiah).-------------------------------------------------------------------

47
c. Ketiga pada tanggal 3 Pebruari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua minggu)
yaitu sampai tanggl 17 Pebruari 2009 sebesar Rp 26.000.000,- (dua puluh
enam juta rupiah).------------------------------------------------------------------

3. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-3 sebesar Rp.


13.000.000,- (tiga belas juta rupiah), dan akan diberi keuntungan 15% untuk
jangka waktu tempo 2 minggu dengan ketentuan sebagai berikut:---------------
a. Pertama pada tanggal 16 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 30 Januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).------------------------------------------------------------------
b. Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua)
minggu yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,-
(delapan juta rupiah).--------------------------------------------------------------

4. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-4 sebesar Rp.


38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah) dan akan diberi profit share 15%
per setengah bulan dengan perincian sebagai berikut:-----------------------------
a. Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 yaitu tetulis dalam kuitansi adalah
Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah).--------------------------------------------------------------------------
b. Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua)
minggu yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,-
(delapan juta rupiah).---------
5. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-5 sebesar Rp
35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) dengan kwitansi yang
mencantumkan profit share per 14 hari adalah sebagai
berikut:--------------------------------------------------------------------------------
Pada tanggal 13 februari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
sampai tanggal 28 februari 2009 sebesar Rp 35.000.000,-(tiga puluh lima juta
rupiah).-----------------------

48
6. Bahwa Tergugat pinjam uang tersebut dengan alas an akan diguankan untuk
modal usaha / dagang/ bisnis dengan share profit yang di janjikan kepada
Para Penggugat untuk setiap jangka waktu jatuh tempo (per 2 mingguan)
selesai. Kemudian dapat dibuat kesepakatan baru lagi dan begitulah
seterusnya. Untuk menarik hati kepada Para Penggugat yang mana Tergugat
berjanji akan memberikan hasil keuntungan 15 % dari modal yang
ditanamkan, dengan demikian Tergugat seharusnya memberikan hasil
keuntungan
sebagai:------------------------------------------------------------------------------------
--------------
a. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-1 adalah: sejak 14 Januari 2009
sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 20 Januari 2009 sampai dengan
juni 2009 (10 kali) sejak 24 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (10
kali).---------------------------------
• 11 x 15% x Rp 55.000.000,- = Rp 90.750.000,-
• 10 x 15% x Rp 10.000.000,- = Rp 15.000.000,-
• 10 x 15% x Rp 3.000.000,- = Rp 4.500.000,-
Jumlah Rp 110.250.000,-
b. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-2 adalah : sejak 9 Januari 2009
sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 27 Januari 2009 sampai dengan
Juni 2009 (10 kali) sejak 3 Februari 2009 sampai dengan Juni 2009 (9
kali).-----------------------------------
• 11 x 15% x Rp 20.000.000 = Rp 33.000.000,-
• 10 x 15% x Rp 15.000.000 = Rp 22.500.000,-
• 9 x 15% x Rp 26.000.000 = Rp 35.100.000,-
Jumlah Rp 90.600.000,-
c. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-3 adalah: sejak 16 Januari 2009
samapi dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan
Juni 2009 (10 kali).
• 11 x 15% x Rp 5.000.000,- = Rp 8.250.000,-

49
• 10 x 15% x Rp 8.000.000,- = Rp 12.000.000,-
Jumlah Rp 20.250.000,-
d. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-4 adalah: sejak 14 januari 2009
sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan
Juni 2009 (10 kali).
• 11 x 15% x Rp 30.000.000,- = Rp 49.500.000,-
• 10 x 15% x Rp 8.000.000,- = Rp 12.000.000,-
Jumlah Rp 61.500.000,-
e. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-5 adalah: sejak 13 Februari 2009
sampai dengan Juni 2009 (9
kali).-----------------------------------------------------------------------
• 9 x 15% x Rp 35.000.000,- = Rp 47.250.000,-

TOTAL KERUGIAN Para Penggugat menjadi : ( Rp 110.205.000,- + Rp


90.600.000,- + Rp 20.250.000,- + Rp 61.500.000,- + Rp 47.250.000,-) adalah
sama denga Rp 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan
ratus lima puluh ribu rupiah).--
7. Bahwa disamping menyerahkan kuitansi tanda terima uang yang ditanda
tangani oleh Tergugat kepada Para Penggugat juga surat “perjanjian dan
penyarahan” benda jaminan tanah. Tanah mana yang sebagai jaminan dalam
perejanjian adalah Tergugat menyerahkan dua bidang tanah bersertipikat
masing-masing a/n. Turut Tergugat-1 yang tanah pekarangan tempat tinggal
dan a/n. Turut Tergugat dua yang tanah sawah. Keduanya ayah dan ibu
kandung Tergugat. Data tanah adalah di posita no. 12. Untuk selanjutnya
tanah-tanh tersebut dapat disebut sebagai benda jaminan.-------------------------

8. Bahwa Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil keuntungan


atas kerjasama semacam tersebut dari Tergugat, tetapi nilai pinjamannya
belum sebesar sekarang sehingga keuntungannya juga relative sedikit yang
sudah diterima. Rupanya cara tersebut adalah suatu “trik” Tergugat untuk
meraup uang Para Penggugat agar makin tertarik menanamkan uangnya lagi

50
kepada Tergugat dengan jumlah yang makin besar dan gila. Karena
pancingan keuntungan –keuntungan yang dijanjikan awal-awalnya
menyakinkan dengan profit share yang dibanyarkan tepat waktu dan nilainya,
dengan pembatasan waktu jatuh tempo tidak lebih dari per dua minggu
saja.-----------------------------------------

9. Bahwa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kuitansi, masing-masing


pinjaman Tergugat telah jatuh
tempo.--------------------------------------------------------------------------

10. Bahwa Para Penggugat sudah berusaha mengingatkan dan menagih secara
lisan pada Tergugat, namun Tergugat hanya janji-janji dan sampai sekarang
hutang belum
dibayarkan.-------------------------------------------------------------------------------
---------------

11. Bahwa karena Tergugat sampai hari ini belum mengembalikan modal usaha
dan keuntungan yang seharusnya diperoleh Para Penggugat, maka perbuatan
tersebut merupakan perbuatan melarang hukum berupa ingkar janji
(wanprestasi) yang jelas-jelas menimbulkan kerugian bagi Para Penggugat
baik materiil maupun immateriil, yaitu:-------
a. Kerugian Materiil berupa:

1. Modal poko sebesar Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta
rupiah);

2. Keuntungan yang disepakati Rp. 32.250.000,- ( tiga puluh dua juta dua
ratus lima puluh ribu rupiah) (15% x Rp 215.000.000,-) share yang
pertama;

51
3. Profit share berikutnya Rp. 297.600.000,- (dua ratus Sembilan
puluh tujuh juta enam ratus ribu
rupiah);

Atau jumlah profit share Rp. 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh
Sembilan juta delapan ratus lima puluh
ribu rupiah);
Jumlah sampai dengan perkara diajukan ke Pengadilan Negeri
Purwokerto sebesar Rp. 544.850.000,-
(lima ratus empat puluh empat juta
delapan ratus lima puluh ribu rupiah)
b. Kerugian Immateriil berupa:

Penggugat merasa dipermainkan oleh Tergugat dan merasa malu tertekan


psikis karena Para Penggugat berkali-kali menagih tidak berhasil dan
selalu di bohongi, sehingga Para Penggugat menuntut kerugian immaterial
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
12. Bahwa Penggugat khawatir Tergugat tidak akan mau memenuhi
putusan ini, oleh karenanya untuk menjamin dilaksanakannya putusan ini
Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Purwokerto agar meletakan Sita
Jaminan (Conservatoir Beslag) atas harta benda milik Para Turut Tergugat
yaitu :-----------------------------------------------------
a. Berupa tanah dan bangunan atas nama Turut Tergugat-1 Terletak di RT.02
RW.14 Desa/Kel. Teluk Kec.Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas Blok
Persil 188 014, Klas D-I, Sertifikat HM No.212 a.n DRS.SOEKAMTO
luas + 625 m2 (SU. No. 1269/D/1984 tgl 31-1-1984), dengan batas-batas
sebagai berikut:--------------------------
• Sebelah Utara : Tanah milik
Madirwan.------------------------------------------------
• Sebelah Timur : Selokan/saluran
irigasi.------------------------------------------------

52
• Sebelah Selatan : Tanah milik Karto
Hardjo.--------------------------------------------
• Sebelah Barat : Jalan Raya SMP Negeri 7
Purwokerto.-----------------------------
b. Berupa tanah sawah atas nama Turut Tergugat-2 terletak di Desa/Kel.
Teluk, Kec. Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas. Leter C No.153 Blok
Persil No.190, Klas S-II, sertifikat HM No.2350 a.n Hj. SITI MARIANA
SOEKAMTO luas + 596 m2, (SU. No. 86/Teluk/2003 tgl 28-8-2008),
dengan batas-batas sebagai berikut:-------------------
• Sebelah Utara : Jalan
Desa.--------------------------------------------------------------
• Sebelah Timur : Tanah Achmad
Suwarno.---------------------------------------------
• Sebelah Selatan : Tanah
Katam.-----------------------------------------------------------
• Sebelah Barat : Tanah
Katam.-----------------------------------------------------------

13. Bahwa Penggugat juga Khawatir Tergugat akan mengulur-ulur


waktu dalam melaksanakan putusan ini setelah berkekuatan hukum tetap,
oleh karenanya Penggugat mohon agar Tergugat dikenakan uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per hari
keterlambatan melaksanakan putusan ini.---------------------------------

14. Bahwa Penggugat sudah berkali-kali menempuh jalur musyawarah


kekeluargaan untuk menyelesaikan perkara hutang-piutang ini, namun tidak
pernah berhasil dan Tergugat menghilang untuk sulit ditemui oleh karenanya
Para Penggugat mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri
Purwokerto.-----------------------------------------------------

53
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Para Penggugat mohon agar Ketua
Pengadilan Negeri Purwokerto berkenan kiranya memanggil Para Pihak,
memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai
berikut :------------

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk


seluruhnya.----------------------

2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Conservatoir beslag) atas benda
tetap berupa tanah yaitu Pekarangan dan Sawah (atas nama Turut Tergugat-1
dan 2 sebagaimana tersebut dalam posita 12) yang diletakkan oleh Pengadilan
Negeri Purwokerto.--------------

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) kepada Para


Penggugat adalah merupakan perbuatan melawan
hukum.-----------------------------------------------------

4. Menyatakan hukumnya, kerugian materiil berupa modal pokok milik Para


Penggugat yang dipinjam Tergugat harus dikembalikan oleh Tergugat
sebesar:---------------------------
a. Penggugat-1 sebesar Rp. 68.000.000,- (enam puluh delapan juta
rupiah).
b. Penggugat-2 sebesar Rp. 61.000.000,- (enam puluh satu juta
rupiah).
c. Penggugat-3 sebesar Rp. 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah).
d. Penggugat-4 sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga puluh delapan juta
rupiah).
e. Penggugat-5 sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah).
Jumlah Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta
rupiah).

54
5. Menyatakan hukumnya kerugian materiil berupa kerugian yang diderita tidak
mendapatkan keuntungan modalnya Para Penggugat, Profit Share yang
dijanjikan Tergugat, sampai dengan perkara diajukan ke Pengadilan Negeri
Purwokerto masing-masing adalah sebagai
berikut:-----------------------------------------------------------------------
a. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-1 adalah : sejak 14 Januari 2009
sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 20 Januari 2009 sampai dengan
Juni 2009 (10 kali) sejak 24 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009(10
kali).------------------------------------
• 11 x 15% x Rp. 55.000.000,- = Rp. 90.750.000,-
• 10 x 15% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 15.000.000,-
• 10 x 15% x Rp. 3.000.000,- = Rp. 4.500.000,-
Jumlah Rp. 110.250.000,-
b. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-2 adalah : sejak 9 Januari 2009
sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 27 Januari 2009 sampai dengan
Juni 2009 (10 kali) sejak 3 Pebruari 2009 sampai dengan Juni 2009 (9
kali).----------------------------------------------
• 11 x 15% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 33.000.000,-
• 10 x 15% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 22.500.000,-
• 9 x 15% x Rp. 26.000.000,- = Rp. 35.100.000,-
Jumlah Rp. 90.600.000,-
c. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-3 adalah : sejak 16 Januari 2009
sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan
Juni 2009 (10 kali).--
• 11 x 15% x Rp. 5.000.000,-
= Rp. 8.250.000,-
• 10 x 15% x Rp. 8.000.000,-
= Rp. 12.000.000,-
Jumlah Rp. 20.250.000,-

55
d. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-4 adalah : sejak 14 Januari 2009
sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan
Juni 2009 (10 kali).--
• 11 x 15% x Rp. 30.000.000,-
= Rp. 49.500.000,-
• 10 x 15% x Rp. 8.000.000,-
= Rp. 12.000.000,-
Jumlah Rp. 61.500.000,-
e. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-5 adalah : sejak 13 Pebruari 2009
sampai dengan Juni 2009 (9
kali).-------------------------------------------------------------------------
• 9 x 15% x Rp. 35.000.000,-
= Rp. 47.250.000,-
Total Jumlah Rp. 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan
ratus lima puluh ribu
rupiah.-------------------------------------------------------------------------------------
-
6. Menyatakan hukumnya kerugian immateriil berupa kerugian moral dan
tekanan psikis Para Penggugat karena mendapat malu, tertekan karena
dibohongi Tergugat adalah secara patut sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah).-----------------------------------------

7. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Para Penggugat berupa


kerugian materiil Modal Pokok Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta
rupiah) kerugian materiil Profit Share Rp. 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh
sembilan ribu delapan ratus lima puluh ribu rupiah), kerugian immateriil
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).-------------

8. Menetapkan hukumnya tanah-tanah BENDA PENJAMIN yang telah


diserahkan Tergugat kepada Penggugat merupakan harta benda bernilai
pengganti untuk penggantian kerugian materiil dan immateriil yang diderita

56
Para Penggugat dan tanah tersebut dapat dijual lelang untuk pengganti
kerugian.---------------------------------------------------------------------

9. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.


100.000,- (seratus ribu rupiah) per hari keterlambatan melaksanakan putusan
yang telah berkekuatan hukum
tetap.----------------------------------------------------------------------------------------
-----

10. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar sejumlah biaya perkara yang
timbul dalam perkara
ini.---------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------A T A
U--------------------------------------------------
Apabila Pengadilan Negeri Purwokerto berpendapat lain, mohon untuk
memberikan putusan yang seadil-
adilnya.-----------------------------------------------------------------------------------------

Berdasarkan gugatan tersebut, suatu perbuatan dikualifikasikan sebagai


wanprestasi , yaitu dengan mendasarkan pada pasal 1234 KUH Perdata.
Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah
seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan
sesuatu, sebaliknya (jika ditafsirkan secara acontrario) dianggap wanprestasi bila
seseorang :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

57
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau
d. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.

Point a dan poin b dalam persidangan terbukti. Menurut peneliti,


pertimbangan hakim dalam membutikan unsur-unsur wanprestasi dalam poin a
dan b sudah tepat. Fakta hukum (judex facti) yang diungkapkan dalam putusan a
quo sudah disusun secara sistematis dan runtut, sehingga mudah dipahami.
Namun demikian, hakim telah melakukan proses berpikir silogistis, sehingga
semua unsur-unsur wanprestasi yang ada dalam gugatan terhubung dengan fakta
dan konklusinya.
Dalam putusan hakim a quo, terdapat penalaran yang mengarah kepada
cara berfikir Silogistik, sebagaimana terdapat dalam pertimbangan hukum hakim
berikut :
” Menimbang bahwa berdasarkan pengakuan Tergugat atas gugatan
Penggugat yang berupa dalil tetap, bahwa Tergugat belum membayar hutangnya
kepada Para Penggugat hingga jatuh tempo sebagaimana telah diperjanjikan pada
tanda bukti P-I sampai dengan P-V, sehingga perbuatan Tergugat tidak membayar
hutang kepada Para Penggugat tersebut adalah merupakan ingkar janji
(wanprestasi);
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
bahwa Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi)
seperti tersebut di atas, apakah hal tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai
atau merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);
Menimbang bahwa dasar gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo
adalah mengenai pinjaman / hutang piutang untuk modal usaha dengan perjanjian
profit sharing 15 %, dan sebagai mana telah dibertimbangkan di atas Tergugat
tidak dapat membayar pinjaman pokok serta profit sharing sebesar 15% kepada
Penggugat sesuai waktu jatuh tempo yang telah diperjanjikan, maka Majelis

58
hakim berpendapat tidak memenuhi seluruh unsur perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919;”
Pertimbangan hukum hakim tersebut, berkaitan dengan tidak
diklasifikasikannya perbuatan Tergugat sebagai perbuatan melawan hukum,
menurut hemat peneliti sudah disertai dengan alasan-alasan yang cukup. Hal ini
dapat terlihat, dalam pertimbangan hakim yang berpendapat bahwa perbuatan
Tergugat tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919.
Gugatan perdata ada 2 yaitu gugatan voluntair dan gugatan contentiosa. Dalam
kasus ini termasuk dalam gugatan contentiosa, karena gugatan contentiosa adalah
gugatan yang mengandung sengketa diantara pihak yang berpekara yang
pemeriksan penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadian dengan
posisi para pihak 19 :
• Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai
penggugat ( plaintiff=planctus, dparty whoinstitutes a legal action or
claim)

• Sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian, disebut


dan berkedudukan sebagai tergugat ( defendant, dethe party aganst whoma
cifil action is brought)

Dalam Sengketa ini, pihak yang mengajukan penyelesaian sengketa atau yang
bertindak sebagai penggugat yaitu ELY SUPRIHATININGSIH, DWI HENDRA
WIJAYA, MICHAEL SALYO PURWOKO, WAHYU WIDODO, HARI
SETIAWAN, yang kemeudian disebut sebagai Para Penggugat. Sedangkan
yangtidarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian sengketa tersebut yaitu AJI
BUDI PRASETYA bin SOEKAMTO yang selanjutnya disebut Tergugat, dan
DRS. SOEKAMTO, SITI MARINA al. MARIANA SOEKAMTO sebagai Turut
Tergugat I dan Turut Tergugat II.
Formulasi surat gugatan

19
Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Hal 47

59
Yang dimaksud dengan formuasi surat gugatan adalah perumusan surat gugatan
yang dianggap memenuhi syarat formil menurut ketentuan hukum dan perturan
perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam
uraian ini akan dikemukakan berbagai ketentuan formil yang wajib terdapat dan
tercantum dalam surat gugatan. Syarat-syarat tersebut akan ditampilkan secara
berurutan sesuai dengan sistematika yang lazim dan standar dalam praktek
peradilan.
1. Ditujukan/dialamatkan kepada PN sesuai dengan kompetensi relatif

Surat gugatan harus secara tegas dan jelas tertulis PN yang dituju sesuai
dengan patokan kompetensi relatif yang diatur dalam Pasal 118 HIR
(gugatan harus diajukan kepada PN ditempat tergugat tinggal)20
Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan oleh para penggugat telah
sesuai dengan kompetensi relatif yaitu PN Purwokerto, dimana tergugat
berdomsili di Jalan Sudagaran 11/22 RT.01 RW.02, Kel. Purwokerto
Kulon, Kec. Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas. Atau Jl.Pertabatan II
86-A Purwokerto. Dalam hal ini sudah sangta jelas bahwa PN Purwokerto
berwenang mengadili pada tingkat pertama kasus wanprestasi tersebut.

2. Diberi tanggal

Ketentuan undang-undang tidak menyebutkan surat gugatan harus


mencantumkan tanggal, oleh karena itu ditinjau dari segi hukum :
- Pencantuman tanggal tidak imperative dan bahkan tidak merupakan
syarat formil surat gugatan

- Dengan demikian, kelalaian atas pencantuman tanggal, tidak


mengakibatkan surat gugatan mengandung cacat formil.

- Surat gugatan yang tidak mencantumkan tanggal, sah menurut hukum,


sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan gugatan tidak
dapat diterima.

20
Ibid., Hal 51

60
- Namun demikian sebaiknya dicantumkan guna menjamin kepastian
hukum atas pembuatan dan penandatanganan surat gugatan, sehingga
apabila timbul masalah penandatanganan surat gugatan berhadapan
dengan tanggal gugatan dan penandatanganan surat kuasa segera dapat
diselesaikan.21
Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan tidak mencantumkan
tanggal pembuatan gugata, hal ini tdak bertentangan dengan syarat ormil
dari sebuah gugatan akan tetapi tidak adanya kepastian hukum terhadap
pembuatan dan penandatanganan.
3. Ditandatangani penggugat dan kuasa.
Menegnai tanda tangan dengan tegas disebut sebagai syarat formil surat
gugatan. Pasal 118 ayat 1 HIR menyatakan :
- Gugatan perdata harus dimasukan ke PN sesuai dengan kompetensi
relatif.
- Dibuat dalam bentuk surat permohonan (surat permintaan) yang
ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya (kuasa)22
Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum para
penggugat mencantumkan tanda tangan dan nama jelas kuasa hukumnya
tersebut sehingga surat gugatan ini memenuhi syarat formil pencantuman
tanda tangan penggugat atau kuasanya.
4. Identitas Para Pihak/
Penyebutan identitas dalam surat gugatan, merupakan syarat formil
keabsahan gugatan. Surat gugatan yang tidak menyebut identitas para
pihak, apalagi tidak menyebut identitas tergugat, menyebabkan gugatan
tidak sah dan diangap tidak ada. Dengan demikian, oleh karena tujuan
utama pencantuman identitas agar dapat disampaikan panggilan dan
pemberitahuan, identitas yg wajib disebut, cukup meliputi :
a. Nama lengkap

21
Ibid., Hal 52
22
Ibid hal 52-52

61
- Nama terang dan gelar termasuk nama alias, dimaksudkan untuk
membedakan orang tersebut dengan orang lain yang kebetulan nama
dan tempat tinggalnya sama.
- Kekeliruan penyebutan nama Tergugat yang serius sehingga benar-
benar mengubah identitas, dan dianggap melanggar syarat formil yang
mengakibatkan surat gugatan cacat formil. Sehingga timbul
ketidakpastian mengenai orang atau pihak yang berperkara. Oleh
karena itu dasar alasan untuk menyatakan gugatan error in persona
dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
- Penulisan nama tidak boleh didekati secara sempit atau kaku tetapi
harus dengan lentur. Apabila kekeliruan sangat kecil dan tidak berarti
dapat atau harus ditolerir contohnya : salah menulis A menjadi O,
kekeliruan ini dikategorikan sebagai kesalahan pengetikan, oleh karena
itu, kesalahan yang dimaksud dapat diperbaiki oleh penggugatdalam
persidangan melalui surat perbaikan atau perbaikan dilakukan dalam
replik (balasan atas jawaban Tergugat). Bahkan hakim sendiri dapat
memperbaiki dalam berita acara persidangan maupun dalam putusan.
- Penulisan nama perseroan harus lengkap dan jelas seperti halnya
penulisan nama orang, penulisan korporasi atau badan hukum, harus
lengkap dan jelas sesuai dengan nama yang sesungguhnya berdasarkan
nama yang disebut dalam anggaran dasar atau yang tercantum pada
papan nama maupun yang tertulis pada surat-surat resmi perusahaan,
sewlain ditulis nama lengkap perseroan, ditulis juga nama singkatan
sebagaimana yang disebut dalam anggaran dasar atau papan nama.23
Komentar : Nama Para Pihak yang berperkara dalam kasus ini sudah
sesuai dengan apa yang di syaratkan dan tidak terdapat celah didalamnya.

b. Alamat atau tempat tinggal


- Yang dimaksud dengan alamat meliputi : alamat kediaman pokok, bisa
juga lamat kediaman tambahan, atau tempat tinggal riil

23
Ibid., hal 54057

62
- Sumber keabsahan alamat, terdapat beberapa smber dokumen atau akta
yang dapat dijadikan sumber alamat yang legal, bagi perorangan, dapat
diambil dari KTP, NPWP dan kartu rumah tangga. Sedangkan bagi
perseroan dapat diambil dari NPWP, anggaran dasar, izin usaha atau
dari papan nama.
- Perubahan alamat tergugata sesudah gugatan diajukan, tidak
mengakibatkan gugatan cacat formil, sehingga perubahan dan
perbedaan alamat tersebut tidak mempengaruhi keabsahan gugatan,
oleh karena itu, tergugat tidak dapat menjadikan hal itu sebagai dasar
bantahan agar gugatan dinyatakan salah alamat, atau untuk dijadikan
dasaralasana gugatan tidak dapat diterima.
- Tidak diketahui alamat tempat tinggal Tergugat, tidak menjadi
hambatan bagi penggugat untuk mengajukan gugatan karena dalam
Pasal 30 ayat 3 HIR telah mengantisipasi kemungkinan tersebut dalam
bentuk pemangilan umum oleh walikota atau bupati oleh karena itu
apabila penggugat dihadapkan dengan permasalahan hukum yang
seperti itu dapat ditempuh cara perumusan identitas alamat,
mencantumkan alamat atau tempat tingal terakhir dan dengan tegas
menyebutkan tidak diketahui alamat atau tempat tinggalnya.
Komentar : berdasarkan teori diatas, mengenai alamat dalam surata
gugatan yang diajukan sudah sesuai dengan syarat gugatan formil seperti
tercantum dalam teori.

c. Penyebutan identitas lain tidak imperatif, tidak dilarang


mencantumkan identitas Tergugat yang lengkap akan tetapi hal itu dan
diterapkan secara sempit, yang menjadikan pencantuman identitas
secara lengkap sebagai syarat formil. Karena sulit bagi penggugat
untuk mengetahui dan memperoleh data umur dan tanggal lahir. Oleh
karena itu pencantuman identitas cukup menyebutkan nama lengkap
dengan jelas, alamat tempat tinggal, jabatan yang mewakili perseroan.

63
Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan hanya mencantumkan
nama lengkap dan alamat dari para pihak yang berperkara. Akan tetapi
tidak menyebabkan cacat formil.

5. Fundamentum Petendi
Maksudnya adalah dasar gugatan atau dasar dibuatnya tuntutan.24
a. Unsur fundamentum petendi ada dua, yaitu : 1. dasar hukum memuat
penegasan atau penjelasan mengenai hubungan hukum antara
penggugat dengan materi atau objek yang disengketakan dan antara
penggugat dengan tergugat berkaitan dengan obyek sengketa; 2. Dasar
Fakta memuat fakta peristiwa yang berkaitan langsung dengan atau
disekitar hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dengan
obyek perkara maupun dengan pihak tergugat. Atau penjelasan fakta-
fakta yang langsung berkaitan dengan dasar hukum atau hubungan
hukum yang didalilkan penggugat.
Komentar : berdasarkan surat gugatna yang dibuat oelh kuasa hukumpara
penggugat dapat disimpulkan bahwa dasar hukum dan dasar fakta dalam
posita telah terpenuhi, adapun dengan penjelasan yaitu : dasar hukum
tercantum dalam Posita angka 11, sedangkan dasar fakta tercantum dalam
posita angka 1-5 dan 7-9.
b. Dalil gugat yang dianggap tidak mempunyai dasar hukum :
1. Pembebasan pemidanaan atas laporan tergugat tidak dapat
dijadikan dasar hukum menuntut ganti rugi.
2. Dalil gugatan berdasarkan perjanjian tidak halal.
3. Gugatan tuntutan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum
berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata mengenal kesalahan hakim
dalam melaksanakan fungsi peradilan, dianggap tidak mempunyai
dasar hukum.
4. Dalil gugatan yang tidak berdasarkan sengketa dianggap tidak
mempunyai dasar hukum.

24
Ibid., Hal 57-62

64
5. Tuntutan ganti rugi atas sesuatu hasil yang tidak dirinci
berdasarkan fakta, dianggap gugatan yang tidak mempunyai dasar
hukum.
6. Dalil gugatan yang mengandung saling pertentangan.
7. Hak atas objek gugatan tidak jelas.
Komentar : berdasarkan surat gugatan yang dibuat oleh para penggugat
tidak terdapat poin-poin yang tercantum dalam 7 poin tersebut. Sehingga
gugatan mempunyai dasar hukum yang jelas.

6. Petitum gugatan
Supaya gugatan sah, dalam arti tidak mengandung cacat formil, harus
mencantumkan petitum gugatan yang berisi pokok tuntutan penggugat,
berupa deskripsi yang jelas menyebut satu persatu dalam akhir gugatan
tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang
harus dinyatakan dan dibebankan kepada tergugat.
a. Bentuk petitum
1. Bentuk tunggal, apabila deskripsi yang menyebut satu persatu
pokok tuntutan, tidak diikuti dengan susunan deskripsi petitum lain
yang bersifat alternative. Bentuk petitum tunggal tidak hanya boleh
berbentuk ex aequo at bono. Petitum yang hanya mencantumkan
ex aequo at bono tidak memenuhi syarat formil dan materil
petitum, akibat hukumnya gugatan dianggap mengandung cacat
formil sehingga harus dinyatakan gugatan tidak dapat diterima25
Komentar:
2. Bentuk alternative, dibagi menjadi dua
- petitum primer dan subsidair sama-sama dirinci, penerapan yang
ditegakkan mengahadapi petitum primer dan subsidair yang masing-
masing dirinci satu persatu, mutlak diterapkan secara alternative, oleh
karena itu hakim dalam mengambil dan menjatuhkan putusan harus
memilih apakah petitum primer atau subsidair yang hendak

25
Ibid., hal 63

65
dikabulkan. Dengan demikian hakim dalam mengahadpi gugatan yang
mengandung petitum primer dan subsidair tidak boleh mencampur
adukkan dengan cara mengambil sebagian dari petitum primer dan
sebagian dari petitum subsidair.
- petitum primer dirinci, diikuti dengan petitum subsidair berbentuk
compositor atau ex aequo at bono. Dalam hal ini sifat alternative tidak
mutlak, hakim bebas untuk mengambil seuruh dan sebagian petitum
primer dan mengesampingkan petitum ex aequo at bono ( subsidair),
bahkan hakim bebas dan berwenang menetapkan lain berdasarkan
petitum ex aequo at bono dengan syarat harus berdasarkan kepatutan
yang masih berada dalam kerangka jiwa petitum primer dan dalil
gugatan.26
Komentar:
b. berbagai petitum yang tidak memenuhi syarat,
1. tidak menyebutkan secara tegas apa yang diminta atau petitum
bersifat umum.
2. Petitum tuntutan ganti rugi tetapi tidak dirinci dalam gugatan tidak
memenuhi syarat.
3. Petitum yang bersifat negative tidak dapat dikabulkan
4. Petitum tidak sejalan dengan dalil gugatan27
Komentar:
c. Sepintas penerapan petitum, tata cara dan tata tertib penerapan
petitum yang harus ditegakkan oleh pengadilan:
1. Petitum primer dikaitkan dengan ex aequo at bono, penerapan
mengacu pada sistem pada satu segi hakim tidak boleh melebihi
matei pokok petitum primer sehingga putusan yang dijatuhkan
tidak melanggar ultra petitum partium dan pada segi lain tidak
boleh sampai berakibat merugikan tergugat malakukan pembelaan
kepentingan.

26
Ibid., hal 64
27
Ibid., hal 64-66

66
2. Berwenang mengurangi petitum, hakim atau pengadilan tidak
diwajibkan mengabulkan semua yang diminta dalam petitum
secara utuh dan menyeluruh.
3. Tidak dapat mengabulkan yang tidak diminta dalam petitum,
pengadilan hanya terbatas mengabulkan hal-hal yang diminta
secara tegas dalam petitum gugatan28
Komentar:
7. Permusan gugatan asecor, adalah merupakan gugatan tambahan terhadap
gugatan pokok.
a. Syarat gugatan asecor
- Gugatan tambahan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah
dengan gugatan pokok, dan sifat gugatan tambahan tidak dapat berdiri
sendiri diluar gugatan pokok.
- Antara gugatan pokok dengan gugatan tambahan harus saling
mendukung, tidak boleh saling bertentangan.
- Gugatan tambahan sangat erat kaitannya dengan gugatan pokok
maupun dengan kepentingan penggugat29
Komentar:
b. Jenis gugatan asecor
1. Gugatan provisi, berdasarkan pasal 180 ayat 1 HIR, gugatan
tambahan berupa permintaan agar PN menjatuhkan putusan provisi
yang diambil sebelum pokok perkara diperiksa.
2. Gugatan tambahan penyitaan, berdasarkan pasal 226-227 HIR,
penyitaan merupakan tindakan yang dilakukan pengadilan
menempatkan kekayaan tergugat atau barang obyek sengketa
berada dalam keadaan penyitaan untuk menjaga kemungkinan
barang-barang itu dihilangkan atau diasingkan tergugat selama
proses perkara berlangsung.

28
Ibid., hal 66-67
29
Ibid., hal 67

67
3. Gugatan tambahan permintaan nafkah berdasarkan pasal 24 ayat 2
huruf a PP No. 9 tahun 197530

B. EKSEPSI
Eksepsi adalah suatu tangkisan atau sanggahan yang tidak menyangkut pokok
perkara. Eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan isi gugatan yang dibuat
penggugat dengan cara mencari kelemahan-kelemahan ataupun hal lain diluar
gugatan yang dapat menjadi alasan menolak/menerima gugatan.
Eksepsi dibagi menjadi 2 :
1. Eksepsi Absolut ( menyangkut kompetensi pengadilan ) yakni :
a.Kompentensi absolut (pasal 134 HIR/Pasal 160 RBG)
Kompentensi absolut dari pengadilan adalah menyangkut
kewenangan dari jenis pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan
Militer, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara)
termasuk juga Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Daerah
(P4D)/ Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuan Pusat (P4P) &
wewenang Kantor Urusan Perumahan (KUP)
b. Kompentensi Relatif ( Psl. 133 HIR/Psl59 RBG/Putusan
MA-RI tgl 13-9-1972 Reg. NO. 1340/K/Sip/1971 ) Kompentensi
relatif adalah menyangkut wewenang pengadilan. Eksepsi
kompentensi relatif diajukan sebagi keberatan pada saat kesempatan
pertama tegugat ketika mengajukan JAWABAN. Eksepsi Absolut
yang menyatakan Pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara
( Eksepsi van onbevoegdheid )
2. Eksepsi Relatif : adalah suatu eksepsi yang tidak mengenai pokok
perkara yang harus diajukan pada jawaban pertama tergugat memberikan
jawaban meliputi :
a.Declinatoire Exceptie : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa
pengadilan tidak berwewang memeriksa perkara /gugatan

30
Ibid., hal 68

68
batal/perkara yang pada hakikatnya sama dan/atau masih dalam
proses dan putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
b. Dilatoire Exceptie : Adalah eksepsi yang tidak menyangkut
gugatan pokok sama sekali atau gugatan premature.
c. Premtoire Exceptie : Adalah eksepsi menyangkut gugatan
pokok atau meskipun mengakui kebenaran dalil gugatan, tetapi
mengemukan tambahan yang sangat prinsipal dan karenanya gugatan
itu gagal.
d. Disqualification Exceptie : Adalah eksepsi yang
menyatakan bukan pengugat yang seharusnya mengugat, atau orang
yang mengajukan gugatan itu dinyatakan tidak berhak.
e. Exceptie Obscuri Libelli : Adalah eksepsi yang menyatakan
bahwa gugatan Penggugat kabur ( Psl 125 ayat (1) HIR/Ps 149 ayat
(1) RBG.
f. Exceptie Plurium Litis Consortium : Adalah eksepsi yang
menyatakan bahwa seharusnya digugat yang lain juga digugat. Hal
ini karena ada keharusan para pihak dalam gugatan harus lengkap.
g. Exeptie Non–Adimpleti Contractus : Adalah eksepsi yang
menyatakan saya tidak memenuhi prestasi saya, karena pihak lawan
juga wanpresetasi. Keadaan ini dapat terjadi dalam hal persetujuan
imbal balik.
h. Exceptie : yang menyatakan bahwa perkara sudah pernah
diputus dan telah mempunyai hukum tetap (azas ne bis in idem atau
tidak dapat diadili lagi) Psl. 1917 BW ne bis in idem terjadi bila
tututan berdasarkan alasan yang sama, dimajukan oleh dan terhadap
orang yang sama dalam hubungan yang sama.
i. Exceptie Van Litispendentie : Adalah Eksepsi yang menyatakan
bahwa perkara yang sama masih tergantung/masih dalam proses
keadilan (belum ada kepastian hukum)

69
j. Exceptie Van Connexteit : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa
perkara itu ada hubungannya dengan perkara yang masih ditangani
oleh pengadilan/Instansi lain dan belum ada putusan.
k. Exceptie Van Beraad : Adalah Eksepsi yang menyatakan
bahwa gugatan belum waktunya diajukan
l. Eksepsi relatif tidak hanya terbatas pada alasan–alasan seperti
diatas. Dalam praktek dapat juga menjadi alasan mengajukan eksepsi
relatif sebagai berikut :
a) Posita dan Petitum berbeda, misalkan terdapat hal–hal yang
dimintakan dalam pentitum padahal sebelumnya hal itu tidak
pernah disinggung dalam posita, Petitum tidak boleh lebih dari
posita.
b) Kerugian tidak dirinci : dalam hal timbulnya kerugian harus
dirinci maka kerugian mana harus dirinci satu persatu. Jika tidak
dirinci dalam gugatan juga menjadi alasan mengajukan eksepsi.
c) Daluwarsa : suatu gugatan yang diajukan telah melebihi
tenggang waktu Daluwarsa , maka hal tersebut menjadi alasan
eksepsi.
d) Kualifikasi perbuatan Tergugat tidak jelas : Perumusan
perbuatan/kesalahan tergugat yang tidak jelas akan menjadi
alasan tergugat untuk mengajukan eksepsi.
e) Obyek gugatan tidak jelas : Obyek gugatan harus jelas,
dapat dengan mudah dimengerti dan dirinci ciri–cirinya. Ketidak-
jelasan obyek gugatan akan menjadi alasan bagi Tergugat
mengajukan eksepsi.
f) Dan lain-lain eksepsi : eksepsi tersebut berbeda dengan
jawaban (sangkalan) yang ditujukan terhadap pokok perkara.
Sebaliknya eksepsi adalah eksepsi yang tiudak menyangkut
perkara. Eksepsi yang diajukan tergugat kecuali mengenai tidak
berwenangnya hakim (eksepsi absolut) tidak boleh diusulkan dan
dipertimbangkan secara terpisah–pisah tetapi harus bersama–

70
sama diperiksa dan diputuskan dengan pokok perkara (Pasal 136
HIR/Psl 162 RBG). Intisari dari isi eksepsi adalah agar
Pengadilan menyatakan tidak dapat menerima atau tidak
berwenang memeriksa perkara ( Psl 1454,Psl 1930,Psl 1941 BW,
Psl 125/Psl 149 RBG, Ps 133 HIR/Psl 159 RBG dan Psl 136/Psl
162 RBG).

Menurut Peneliti, eksepsi yang diajukan oleh Turut Tergugat I dan Turut
Tergugat II adalah kurang tepat karena berdasarkan teori, arti dari eksepsi adalah
suatu sanggahan atau bantahan dari pihak Tergugat Terghadap Gugatan
Penggugat yang tidak langsung mengenai pokok perkara , yang berisi tuntutan
batalnya gugatan.31
Sedangkan sanggahan yang berhubungan dengan pokok perkara disebut
dengan sangkalan (veerwer ten principale). Dalam hal ini eksepsi yang di ajukan
oleh Para Turut Tergugat adalah masuk dalam pengertian sangkalan. Hal tersebut
dapat terlihat dalam dalil-dalil yang dikemukakan Para Turut Tergugat di bawah
ini:
- Bahwa posita gugatan para Peggugat bertentangan satu sama lain
(kontradiksi), hal ini terlihat dalam posita angka 8 yang menyatakan
”...Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil keuntungan atas
kerja sama...”, namun dalam posita angka 11 menyatakan ” Tergugat
sampai akhir ini belum mengembalikan modal usaha dan hasil
keuntungan...”, sehingga subtansi dalam posita angka 8 bertentangan
dengan posita angka 11. Oleh karenya patut kiranya Majelis Hakim
perkara a quo menolak dan mengesampingkan dalil gugat pada angka 8,
11 pada posita dan petitum gugat pada angka 4, 5 dan 7 dalam pokok
perkara a quo.
Dengan demikian gugatan Penggugat menjadi kabur dan atau tidak jelas
( obscuur lebelle), yang selanjutnya karena gugatan a quo tidak jelas maka

31
Sudikno mertokusumo, hukum acara perdata Indonesia,hal.97

71
terhadapnya harus dinyatakan tidak dapat diterima (vide: Yurisprudensi
MARI Nomor 582k/Sip/1973 tanggal 18-12-1975)
- Bahwa Para Penggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3
telah menggabungkan tuntutan Wanprestasi dengan tuntutan Perbuatan
Melawan Hukum, hal demikian tidak dapat dibenarkan menurut hukum
dan masing-masing tuntutan harus diajukan dalam gugatan tersendiri,
selanjutnya berdasarkan hukum acara perdata sebagaimana yang diatur
dalam pasal 102 Rv sebagai dasar hukum yang dapat dijadikan alasan
untuk mengajukan gugatan dikelompokkan sebagai berikut:
1. Ingkar Janji/ Wanprestatie, yakni tuntutan tentang pelaksanaan
suatu perikatan perorangan yang timbul karena persetujuan
2. Perbuatan Melawan Hukum Onrechmatige Daad, yakni tuntutan
tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul
karena Undang-undang.
Oleh karenanya tidak dapat dibenarkan menurut hukum mencampur
menggabungkan perbuatan melawan hukum Onrechmatige Daad dengan
ingkar janji/wanprestatie, hak ini sesuai dengan doktrin ilmu hukum dan
sejalan dengan pendapat Mahkamah Agung republik Indonesia, mohon
periksa yurisprudensi tetap MARI dalam putusan Nomor 879k/Pdt/1999
tanggal 29 Januari 2001, yang pada pokoknya menyatakan bahwa ”
penggabungan tuntutan’perbuatan melawan hukum’ dengan ’wanprestasi’
di dalam satu surat gugatan, tidak dapat dibenarkan menurut tertib
beracara perdata, masing-masing tuntutan harus diselesaikan dalam
gugatan tersendiri”
Dengan demikian karena gugatan a qou tidak jelas ( obscuur lebelle),
maka terhadapnya harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard). Maka berdasarkan atas segala apa yang terurai tersebut di atas,
sekiranya majelis hakim yang memeriksa perkara ini berkenan dengan
tanpa pokok perkaranya, menjatuhkan putusan yang menyatakan:
1. Menerima eksepsi Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II

72
2. Meniolak atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima
(niet ontvankelijk verklaard).
3. Menghukum Para Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini.
Dari dalil-dalil tersebut diatas terlihat jelas bahwa yang dikemukakan oleh
Para Turut Tergugat adalah sebagai sangkalan, karena semua dalil yang
dikemukannya sudah masuk kedalam materi pokok perkara.

Setelah mengamati dengan seksama pertimbangan-pertimbangan hakim


terhadap eksepsi Para Turut Tergugat, Peneliti berpendapat bahwa hakim sudah
benar dalam menerapkan hukum acara perdata karena hakim sudah menerapkan
aturan pasal 136 HIR, penyelesaian eksepsi lain diluar eksepsi kompetensi:
1. diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara;
2. dengan demikian pertimbangan dan amar putusan mengenai eksepsi
dan pokok perkara, dituangkan bersamaan secara keseluruhan dalam
putusan akhir.32
hal tersebut terlihat dalam pertimbangan hakim terhadap eksepsi Para
Turut Tergugat dibawah ini:
Menimbang bahwa eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat tersebut diatas,
bukan tentang eksepsi kewenagan mengadili dari pengadilan, baik kompetensi
absolute maupun kompetensi relatif, maka secara yuridis eksepsi-eksepsi Para
Turut Tergugat tersebut harus diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara,
atau dengan kata lain tidak diputuskan dengan putusan tersediri yaitu putusan sela
( vide pasal 136 HIR, dan yuris prudensi/putusan mahkamah agung republik
Indonesia nomor 935k/Sip/1985);
Majelis hakim juga cermat dalam memberikan pertimbangan terhadap
eksepsi Para Turut Tergugat, dalam menganalisis dalil – dalil eksepsi Para Turut
Tergugat majelis hakim menggunakan teori kumulasi obyektif, kemudian
dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dari dalil-dalil yang
dikemukakan oleh Penggugat, sehingga jelas tidak ada pertentangan antara dalil

32
Yahya Harahap, hukum acara perdata, hal.428

73
gugatan dan tidak menyulitkan dalam proses pemeriksaan perkara. Hal tersebut
terlihat jelas dalam pertimbangan-pertimbangan majelis hakim berikut ini:
Menimbang bahwa selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan
terhadap eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat sebagai berikut;
Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke satu tentang “ gugatan Para
Penggugat bertentang satu sama lain(kontradiksi), hal ini terlhat dalam posita
angka 8 menyatakan “….. Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil
keuntungan atas kerjasama…..”, namun posita angka 11 menyatakan “…Tergugat
sampai hari ini belum mengembalikan modal usaha dan hasil keuntungan…”
sehingga substansi dalam posita 8 bertentangan dengan posita 11;
Menimbang bahwa setelah majelis hakim memperhatikan posita gugatan
Para Penggugat angka ke- 8, dan ke-11 dihubungkan dengan posita ke-1 sampai
dengan poisita ke-6, dapat disimpulakan bahwa pokok permasalahan dalam
perkara a quo adalah Tergugat meminjam uang /berhutang kepada Para
Penggugat, dimana pada posita angka ke-1 sampai dengan posita ke-6 telah
menjelaskan tentang tanggal terjadinya pinjam uang/hutang serta waktu jatuh
tempo hutang/ pinjaman, bahkan besarnya profit share yang akan diterima
masing-masing Penggugat;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut tidak ada
kontradiktif/pertentangan diantara posita surat gugatan, dengan demikian eksepsi
Para Turut Tergugat tidak beralasan hukum dan karenanya haruslah ditolak;
Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke-2 yaitu tentang “bahwa gugatan Para
Penggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3 telah menggabungkan
tuntutan wanprestasi dengan tuntutan perbuatan melawan hukum, hal demikian
tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing tuntutan harus
diajukan dalam gugatan tersendiri, sehingga gugatan Penggugat digolongkan
tidak jelas (obscuur libelle), karenanya gugatan Para Penggugat harus dinyatakan
tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk verklaard);
Menimbang bahwa maksud dari eksepsi Para Turut Tergugat ini adalah
tentang penggabungan tuntutan yaitu antara ingkar janji/ wanprestasi dengan
perbuatan melawan hukum/ Onrechtmatige Daad, akan tetapi dalil gugatan Para

74
Penggugat tentang peristiwa konkritnya adalah sama yaitu tentang adanya
hutang/pinjaman Tergugat kepada Para Penggugat. Penggabungan dari beberapa
tuntutan ini seperti ini dalam ilmu hukum acara perdata dikenal dengan komulasi
objektif.
Menimbang bahwa menurut hukum acara perdata positif HIR tidak
mengatur penggabungan gugatan ( samen voeging van vordering), namun
berdasarkan doktrin hukum acara perdata penggabungan tuntutan/ komulasi
objektif dibenarkan, kecuali:
1. Kalau untuk sesuatu (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara khusus
( perceraian ), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara
biasa (gugatan utnuk memenuhi perjanjian ), maka tuntutan itu tidak
boleh digabungkan dalam satu gugatan;

2. Apabila hakim tidak berwenang (secara relatif) utnuk memeriksa salah


satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan
tuntutan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersama-sama
dalam satu gugatan;

3. Tuntutan tentang “Bezit” tidak boleh diajukan bersama-sama dengan


tuntutan tentang “Eigendom” dalam satu gugatan ( vide pasal 103
Reglement Op Verordering);

Menimbang bahwa sejalan dengan Yurisprudensi bahwa penggabungan


gugatan pada prinsipnya diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum
acara, hanya saja agar penggabungan itu sah dan memenuhi syarat harus terdapat
hubungan erat (innerlicke samenhangen) atau terdapat hubungan hukum sebagai
mana Yurisprudensi No. 575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984;
Menimbang bahwa dalam perkara a quo penggabungan tuntutan/ komulasi
obyektif berpedoman pada uraian perbuatan materiil yang sama dalam dalil
gugatan Para Penggugat, sehingga jelas tidak ada pertentangan antara dalil
gugatan dan tidak menyulitkan dalam proses pemeriksaan perkara;

75
Menimbang berdasarkan pertimbangan yuridis diatas, eksepsi para Turut Tergugat
ini tidak beralasan hukum dan karenanya harus ditolak;

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sementara,


bahwa majelis hakim dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan hukumnya
terhadap eksepsi yang diajukan oleh Para Turut Tergugat sudah sesuai dengan
Prosedur Hukum Acara Perdata dan juga selalu menggunakan Teori-teori yang
ada, atau dengan kata lain prosedur dalam hukum acara perdata telah
diterapkan oleh hakim dalam memeriksa dan mengadili Perkara Pa No.
11/Pdt.G/2009/PN.Pwt.

C. Dalam Pokok Perkara

Bantahan terhadap pokok perkara disebut jug aver weer ten principale atau
material verweer, yaitu tangkisan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap
pokok perkara. Dapat juga berarti:
• Jawaban tergugat mengenai pokok perkara, atau

• Bantahan yang langsung ditujukan tergugat terhadap pokok perkara.

Esensi bantahan terhadap pokok perkara, berisi alas an dan penegasan yang
sengaja dibuat dan dikemukakan tergugat, baik dengan lisan atau tulisan dengan
maksud untuk melumpuhkan kebenaran dalil gugatan yang dituangkan tergugat
dalam jawaban.
1. Bantahan Disampaikan dalam Jawaban

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 121 ayat (2) HIR, jawaban yang
berisi bantahan, dapat diajukan tergugat dengan lisan atau tulisan. Pada
saat sekarang para pihak umumnya diwakili oleh kuasa professional, dan
semua jawaban diajukan dalam bentuk tertulis, jarang dilakukan dengan
lisan.
a. Proses Jawaban

76
Secara teknis pemeriksaan perkara di siding pengadilan menjalani
proses jawab-menjawab. Aturan main mengenai proses jawab-
menjawab, tidak dijumpai dalam HIR dan RBG. Ketentuannya
digariskan dalam Pasal 142 Rv yang menegaskan para pihak dapat
saling menyampaikan surat jawaban serta replik dan duplik.
1) Tergugat Berhak Mengajukan Jawaban

Menurut Pasal 121 ayat (2) HIR, pada saat juru sita
menyampaikan surat panggilan siding, dalam surat itu harus
tercantum penegasan memberi hak kepada tergugat untuk
mengajukan jawaban secara tertulis. Biasanya jawaban
disampaikan pada saat sidang pertama. Berdasarkan hak ini,
tergugat menyusun jawaban yang berisi tanggapan menyeluruh
terhadap gugatan. Jawaban yang seperti itu dalam praktik, disebut
jawaban pertama. Dalam sistem Common Law disebut dengan
counterclaim, yaitu tangkisan atau bantahan tergugat atau disebut
defence sebagai crossclaim against the plaintiff. Hakikatnya
pemberian hak bagi tergugat mengajukan jawaban, sesuai dengan
asas audi alteram partem atau auditur et altera pars, yaitu
pemberian hak yang sama kepada tergugat untuk mengajukan
pembelaan kepentingannya.
2) Hak Penggugat Mengajukan Replik

Sejalan dnegan asa audi alteram partem, kepada penggugat


diberi hak untuk menanggapi jawaban yang diajukan tergugat, dan
secara teknis disebut replik. Dengan demikian, replik merupakan
jawaban atas jawaban tergugat. Dalam sistem Common Law,
disebut dengan counter plea atau reply sebagai defence terhadap
counterclaim.
3) Hak Tergugat Mengajukan Duplik

77
Secara teknis, duplik dapat diartikan jawaban kedua. Dalam
Common Law disebut rejoinder, berupa jawaban balik dari
tergugat terhadap replik penggugat. Sama halnya dalam sistem
peradilan Indonesia, duplik merupakan jawaban terhadap replik
penggugat. Hal itu ditegaskan Pasal 142 Rv, yang memberi hak
kepada penggugat mengajukan replik atas jawaban tergugat dan
selanjutnya memberi hak kepada tergugat mengajukan duplik
terhadap replik penggugat.
Ketentuan Pasal 142 Rv tersebut, telah dijadikan pedoman
teknis yustisial berdasarkan prinsis kepentingan beracara (process
doelmatigheid).
4) Proses Jawab-Menjawab Sebatas Replik dan Duplik

Sesuai dengan prinsis peradilan sederhana, cepat dan biaya


ringan, sedapat mungkin proses pemeriksaan berjalan dengan
efektif. Tidak bertele-tele serta tidak boleh memberi kesempatan
kepada para pihak melakukan tindakan yang menjerumus kepada
anarki. Apabila prinsisp tersebut dikaitkan dengan tahap proses
jawab-menjawab yang digariskan Pasal 117 Rv, hakim cukup
memberi kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan
replik dan duplik, hanya satu kali saja. Memang tidak ada larangan
yang tegas menyampaikan replik dan duplik berkali-kali. Akan
tetati, kebolehan itu hanya membuang waktu. Tidak efektif dan
efisien memberi hak mengajukan replik dan duplik berkali-kali.
Jika hak mengajukan replik dan duplik telah dipergunakan para
pihak, proses pemeriksaan tahap jawab-menjawab , mesti ditutup
untuk selanjtnya ditingkatkan pada tahap pembuktian, dan
pengajuan konklusi (conclusion) setelah tahap pembuktian selesai.
Tahap berikutnya setelah penyampaian konklusi adalah
pengucapan putusan.

78
Dapat dijelaskan, HIR dan RGB tidak mengatur secara jelas
mengenai keharusan para pihak menyampaikan konklusi atau
kesimpulan. Bentuk prosesual itu, diadopsi dari ketentuan Pasal 28
Rv yang mnegaskan para pihak diwajibkan membuat dan
menyampaikan kesimpulan (konklusi) yang mereka tanda tangani.
Ternyata ketentuan ini telah dikembangkan dalam praktik dan
dikadikan salah satu tahap proses pemeriksaan yang disebut
penyampaian konklusi.

b. Isi Jawaban

Seperti yang dijelaskan, penyampaian jawaban, replik dan duplik


adalah hak, bukan kewajiban. Ditinjau dari teori dan praktik, pada
dasarnya jawaban berisi penjelasan tentang kebenaran atau
ketidakbenaran dalil gugatan penggugat.
1) Jawaban Disertai Alasan

HIR dan RGB tidak menegaskan hal itu, tetapi dalam praktik
dipedomani Pasal 113 Rv yang menyatakan, jawaban yang
disampaikan :
• Disertai alasan-alasan, dan

• Turunannya (salinananya) disampaikan kepada penggugat


(kuasa penggugat).

Jawaban berisi bantahan yang tidak disertai alasan yang


rasional dan objektif, tidak bermanfaat. Sia-sia dan percuma
menyampaikannya. Jawaban yang demikian dianggap tidak serius,
sehingga tidak layak diperhatikan hakim.

2. Klasifikasi Isi Jawaban

79
Pada garis besarnya, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan
tergugat dalam jawaban pertama maupun dalam duplik. Sepenuhnya
terserah kepada tergugat, apa saja yang akan dicantumkan di dalamnya.
Ditinjau dari segi hukum, isi jawaban dapat diklasifikasi, antara lain :

a) Pengakuan (bekentenis)

Tergugat boleh dan dibenarkan memberi jawaban yang berisi


pengakuan (confession), terhadap :

• Sebagian dalil gugatan tergugat;

• Seluruh dalil gugatan.

Tergugat harus sadar. Pengakuan terhadap dalil gugatan yang


disampaikan dalam jawaban maupun duplik, erat kaitannya dengan
sistem pembuktian. Sampai sekarang, Pasal 164 HIR dan Pasal 1866
KUH Perdata, masih menempatkan pengakuan sebagai alat bukti,
dengan penerapan :

(1) Ditegakkan asas onsplitbaar aveau

Apabila pengakuan diberikan terhadap sebagian dalil


gugatan yang disebut pengakuan berklausul atau pengakuan
bersyarat, hakim dituntu untuk menegakkan asa pengakuan tidak
boleh dipisah (onsplitbaar aveau) atau undevidable confession.
Pengakuan tidak boleh dipisah-pisah. Hakim dilarang hanya
mengambil pengakuan yang menguntungkan saja, dan
menyingkirkan pengakuan yang merugikan. Prinsip tersebut
ditegaskan dalam Pasal 176 HIR dan Pasal 1942 KUH Perdata.

(2) Pengakuan murni merupakan bukti sempurna

Pengakuan yang bulat dan murni atas seluruh dalil gugatan,


merupakan alat bukti yang sempurna (volleding). Nilai kekuatan

80
pembuktian yang demikan ditegaskan dalam PAsal 1952 KUH
Perdata dan Pasal 174 HIR, bahwa pengakuan yang diucapkan di
hadapan hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan orang
yang memberi pengakuan itu.

(3) Pengakuan tidak dapat dicabut kembali

Menurut PAsal 1926 KUH Perdata, pengakuan tidak dapat


dicabut kembali (irrevocable), kecuali dapat dibuktikan,
pengakuan itu sebagai akibat kekhilafan mengenai hal-hal yang
terjadi. Sedang kekhilafan mengenai hukum, tidak dibenarkan
dijadikan sebagai alasan untuk menarik kembali pengakuan.
Memperhatikan penjelasan di atas, tergugat harus berhati-hati dalam
membuat jawaban dan duplik. Jangan sampai terperosok memberi pengakuan
yang merugikan, jika hal itu diakui tidak benar. Akan tetapi, jika dalil gugatan
memang benar, meskipun secara hukum tergugat dibenarkan atau boleh
membantah dan mengingkarinya, namun dari segi moral beralasan bagi tergugat
untuk mengakuinya.
b) Membantah dalil gugatan

Disebut juga bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten


principale). Semua dalil gugatan dibantah keberadaan dan
kebenarannya. Hal itu merupakan hak tergugat. Namun, pada hak itu,
sekaligus melekat kewajiban untuk mengemukakan alasan-alasan
tentang bantahan sesuai dengan ketentuan Pasal 113 Rv. Sasaran
bantahan, secara teori dan praktik ditujukan kepada :
(1) Kebenaran dalil gugatan

Menurut hukum, kebenaran dalil guagtan hanya dapat


dilumpuhkan dengan pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang
dibenarkan undang-undang. Itu sebabnya, pada tahap pengajuan
jawaban dan duplik, proses penyelesaian perkara sudah dilengkapi
dengan alat bukti, terutama alat bukti surat (dokumen).

81
Bantahan yang menyimpang atau melenceng dari dalil
gugatan percuma saja, tidak ada artinya. Hal yang seperti itu,
berlaku kepada penggugat. Jika penggugat bermaksud
melumpuhkan bantahan tergugat, ia harus mengingkari dalil
bantahan tersebut.
(2) Bantahan ditujukan ke arah kejadian atau fakta

Untuk melumpuhkan dalil gugatan, bantahan ditujukan ke


arah kejadian yang menopang dasar hubungan hukum yang
didalilkan dalam gugatan. Dengan menampik dan mengingkari
kejadian yang didalilkan, berdasarkan alasan rasional dan objektif,
tergugat dapat meruntuhkan eksistensi kebenaran hubungan hukum
yang didalilkan dalam gugatan.
(3) Melumpuhkan kekuatan pembuktian

Tergugat harus mampu melumpuhkan kekuatan


pembuktian yang diajukan penggugat dengan bukti lawan (tegen
bewijs).
Pada gilirannya, pada tahap pemeriksaan pembuktian,
tergugat harus mampu melumpuhkan kekuatan pembuktian yang
diajukan penggugat dengan alat bukti lawan, jika tergugat ingin
kebenaran dalil bantahan yang dikemukakannya diterima hakim.
Memang masalah pelumpuhak dalil bantahan gugatan
melalui bantahan terhadap pokok perkara, merupakan
permasalahan yang tidak terpisah dari sistem dan hukum
pembuktian. Oleh karena itu, bantahan yang diajukan tanpa
didukung alat bukti yang kuat, akan disingkirkan oleh hakim,
karena bantahan yang demikan tidak diakui hukum kebenarannya.

c) Tidak memberi pengakuan, maupun bantahan

82
Sikap lain yang dapat dipilih tergugat, tidak mengakui dan tidak
membantah. Jawaban hanya berisi pernyataan sepenuhnya kebenaran
gugatan kepada hakim (referte aan het oordel des rechters). Jadi,
tergugat menyerahkan sepenuhnya penilaian kebenaran dalil gugatan
kepada hakim.
Menghadapi sikap tergugat yang demikan, perlu diperhatikan patokan
berikut.
(1) Sikap itu dinyatan dengan tegas dalam jawaban

Tergugat dalam jawaban harus dengan tegas menyertakan


kepada hakim utnuk menilai kebenaran dalil gugatan. Tanpa ada
pernyataan yang tegas, jawaban dianggap berisi pengakuan. Oleh
karena itu, sikap penyerahan sepenuhnya kepada kebijaksanaan
hakim untuk menilai dalil gugatan, tidak dapat diterapkan secara
diam-diam. Apabila tergugat dengan tegas menyampaikan
pernyataan menyerahkan sepenuhnya kepada hakim, pernyataan
itu, tidak boleh dianggap sebagai pengakuan. Hakim dilarang
menilai, sikap tergugat yang seperti itu sebagai pengakuan, karena
itu sikap tergugat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti
menguatkan dalil gugatan.
(2) Tidak mematikan hak tergugat mengajukan bantahan pada tingkat
banding

Sepintas lalu, sikap tergugat yang menyerahkan penilaian


kebenaran dalil gugatan kepada hakim, kurang layak. Seolah-olah
tergugat menyerah tanpa pembelaan diri yang wajar. Oelh karena
itu, sikap ini tidak proporsional.
Memang benar, akibat hukum atas sikap itu tidak mematikan hak
tergugat mengajukan bantahan pada tingkat banding, namun hal itu
dianggap agak terlambat. Kebolehan itu, sesuai dengan kedudukan
pengadilan tingkat banding sebagai judex facti.

83
1. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-1 tetapi
bukan sebesar Rp.68.000.000,- (enam puluh delapan juta rupiah)
melainkan sebesar Rp. 58.000.000,- (lima puluh delapan juta rupiah),
berdasarkan kwitansi yang ada pada Penggugat-1.
2. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-2 tetapi
bukan sebesar Rp.61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) karena
Tergugat sudah mengembalikan sebagian uang yang dipinjam kepada
Penggugat-2 dengan cara transfer dan memberikan secara tunai kepada
Penggugat II.
3. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-3 sebesar Rp.
13.000.000,- (tiga belas juta rupiah)
4. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-4 sebesar Rp.
38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah)
5. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-5 tetapi
bukan sebesar Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) melainkan
sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), berdasarkan kwitansi
yang ada pada Penggugat-5
6. Bahwa benar Tergugat pinjam uang tersebut di gunakan untuk modal
usaha/ dagang/bisnis dengan share profit 15% per 2 minggu, dengan
asumsi kondisi bisnis Tergugat pada saat itu dapat memberikan sharing
profit sebesar tersebut diatas kepada para penggugat. Karena Para
Penggugat sudah merasakan keuntungan dari kerjasama bisnis ini,
sehingga para penggugat menghendaki agar terus melanjutkan kerja sama
yang sudah terjalin anatara Para Penggugat dengan Tergugat.
7. Bahwa tidak benar Tergugat menyerahkan kwitansi kepada Para
Penggugat melainkan Para Penggugat yang menyediakan kwitansi dengan
materai. Tergugat hanya menerima uang kemudian menanda tangani dan
memeberikan cap stempel pada kwitansi dan sampai saat ini Tergugat
tidak mempunyai maupun diberi rangkap/copy kwitansi dari Para
Penggugat. Pada awal kerjasama hanya di dasari kepercayaan tanpa
adanya benda jaminan, tetapi seirirng berjalannya waktu Para Penggugat

84
meminta kepada Tergugat untuk memberikan benda ataupun barang yang
bisa dipegang Para Penggugat tetapi bukan digunakan sebagai benda
jaminan melainkan hanya dititipkan kepada Para Penggugat karena Para
Penggugat memberikan alasan hanya untuk ayem2 Para Penggugat (agar
para penggugat tenang dalam menjalani kerjasama dengan Tergugat).
Karena Tergugat tidak memiliki benda yang bisa dititipkan kepada Para
Penggugat maka Tergugat tanpa sepengetahuan orang tua Tergugat (Turut
Tergugat I dan Turut Tergugat II) telah menitipkan 2 sertifikat tanah milik
orang tua Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II), setelah
Penggugat menerima Sertifikat tersebut Penggugat mengecek kepada
orang tua Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) mengenai
kepemilikan sertifikat yang ada pada Penggugat dan orang tua Tergugat
mengakui dan menyatakan bahwa sertifikat tersebut adalah milik orang tua
Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) dan orang tua Tergugat
(Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) tidak pernah
memberikan/menitipkan maupun menjaminkan sertifikat tersebut pada
Penggugat dan orang tua Tergugat sudah mencoba meminta sertifikat
tersebut kepada Penggugat untuk dikembalikan Kepada orang tua
Tergugat, tetapi Penggugat tidak mau menyerahkan dengan alasan untuk
pegangan Penggugat saja.
8. Bahwa benar Para Penggugat telah menerima keuntungan atas kerjasama
dengan Tergugat, dengan keuntungan sebesar 15% per minggu menurut
Tergugat adalah keuntungan yang sangat besar yang sudah diterima Para
Penggugat. Dari awal kerjasama Tergugat sudah memberikan keuntungan
dan mengembalikan modal, tetapi karena Para Penggugat merasakan
memperoleh keuntungan yang besar dari kerja sama dengan Tergugat,
Para Penggugat menawarkan kembali untuk memberikan modal kepada
Tergugat dengan alasan bisnis ini saling menguntungkan.
9. Bahwa benar sesuai dengan janji yang tertuang dalam kwitansi,masing-
masing pinjaman telah jatuh tempo.

85
10. Bahwa benar Para Penggugat sudah berusaha mengingatkan dan menagih
secara lisan kepada Tergugat, tetapi karena bisnis Tergugat mengalami
kerugian maka Tergugat sampai saat ini belum bisa mengembalikan modal
yang terakhir diberikan oleh Para Penggugat.
11. Bahwa Tergugat sudah pernah memberikan keuntungan dan
mengembalikan modal kepada Para Penggugat . Tergugat belum bisa
mengembalikan modal yang terakhir kali diberikan Para Penggugat karena
bisnis /usaha Tergugat mengalami kerugian.

Dalam pertimbangan hukum, hakim telah menerapkan teori-teori yang ada


seperti yang dikemukakan diatas dalam bantahan pokok perkara. Disini sudah
jelas bahwa hakim sudah memberikan kesempatan pada tergugat untuk
memberikan jawaban gugatan dari penggugat. Secara teknis hakim juga sudah
menerapkan proses jawab menjawab antar kedua belah pihak dalam persidangan
seperti yang diatur dalam pasal 142 Rv yang menegaskan bahwa para pihak dapat
saling menyampaikan surat jawaban serta replik dan dupliknya. Tetapi hanya
sebatas replik dan duplik saja. Dan disini para pihak tidak diwajibkan
menyampaikan konklusi atau kesimpulanya yang mana dalam putusan ini para
pihak tidak menyampaikan kesimpulanya.
Dalam isi jawaban tergugat dalam pokok perkara sudah sesuai dengan
pasal 113 Rv yang mana dalam pasal ini menegaskan bahwa isi jawaban disertai
dengan alasan. Isi jawaban tersebut berisi bantahan yang disertai alasan yang
rasional dan obyektif sehingga layak diperhatikan hakim.
Dalam jawaban tersebut tergugat memberi pengakuan terhadap sebagian
dalil gugatan yang terdapat dalam poin 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, dan poin 11.
Dalam isi jawaban tergugat juga membantah dalil gugatan yang dapat dilihat pada
poin 7. Pada bantahan tersebut tergugat telah menjalankan kewajiban untuk
mengemukakan alasan-alasan tentang bantahan sesuai dengan ketentuan pasal 113
Rv. Namun bantahan tersebut tidak disertai alat bukti yang dapat melumpuhkan
kekuatan pembuktian yang diajukan penggugat.

86
Secara keseluruhan peneliti menyimpulkan bahwa jawaban tergugat dalam
pokok perkara telah sesuai dengan teori-teori seperti yang dikemukakan di atas
dan dasar hukum yang berlaku dalam hukum acara perdata.

D. Rekonpensi
Gugat balik atau gugat dalam rekonpensi diatur dalam Pasal. 132 (a) dan
Pasal 132 (b) HIR. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau
para tergugat untuk mengajukan gugatan balik kepada penggugat. Gugat
rekonpensi adalah gugatan balasan yang diajukan oleh tergugat asli (penggugat
dalam rekonpensi) yang digugat adalah penggugat asli (tergugat dalam
rekonpensi) dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka. Penggugat
rekonpensi dapat juga menempuh jalan lain yakni dengan mengajukan gugatan
baru dan tersendiri, lepas dari gugat asal. Perlu adanya gugat balik, mengenai
pokok persoalan yang sama adalah dikarenakan jangkauan isi putusan hanyalah
untuk pihak tergugat pribadi - sebab di dalam haper dalilnya “ siapa yang
mengemukakan dalil, maka dia yang berkewajiban membuktikan dalilnya tersebut
apabila dalil tersebut disangkal olehnya.
Komposisi para pihak dihubungkan dengan gugat rekonpensi :
a. Komposisi gugatan : gugatan penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan
asal), sedangkan gugatan tergugat disebut gugatan
rekonpensi (gugatan balik).
b. Komposisi para pihak : Penggugat Asal sebagai Penggugat Konvensi pada
saat yang bersamaan berkedudukan menjadi Tergugat
Rekonpensi. Sedangkan Tergugat Asal sebagai
Penggugat Rekonpensi pada saat yang bersamaan
berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.
Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban, baik itu berupa
jawaban lisan atau tertulis, dalam praktik gugat balasan dapat diajukan selama
belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belum sampai pada
pendengaran keterangan saksi.
Tujuan diperbolehkan mengajukan gugatan balasan atas gugatan penggugat
adalah:

87
1. Menegakan asas peradilan sederhana.
2. Mempercepat penyelesaian sengketa.
3. Mempermudah pemeriksaan.
4. Menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan antara satu
dengan yang lainnya.
5. Menetralisir tuntutan konvensi.
6. Acara pembuktian dapat disederhanakan.
7. Menghemat biaya perkara.
Gugatan rekonpensi hendaknya berkaitan dengan hal-hal yang
berhubungan dengan hukum kebendaan, bukan yang berhubungan dengan hukum
perorangan atau berkaitan dengan status seseorang.
Persyaratan untuk kemungkinan mengajukan gugatan rekonpensi : 1.
Pihak penggugat rekonpensi adalah pihak yang berwenang untuk bertindak dalam
dalam hukum 2. Para pihaknya sama, tidak boleh menarik orang yang tidak
bersangkut paut dengan gugatan konvensinya.
Pembatasan waktu mengajukan syarat gugat rekonveksi :
Peraturan HIR psl 132 ( b) : harus diajukan bersama-sama dengan surat jawaban 1
Batasan waktu gugatan rekonveksi :
- hanya boleh dalam tingkat 1
- harus bersama sama dengan gugat asal
Ketentuan gugat rekonpensi :
1. Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban
pertama oleh tergugat baik tertulis maupun dengan lisan.239. (namun
menurut Wiryono Projodikoro, gugatan rekonpensi masih dapat diajukan
dalam acara jawab menjawab dan sebelum acara pembuktian).
2. Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama
tidak diajukan.240.
3. Penyusunan gugatan rekonpensi sama dengan gugatan konvensi.
Baik gugat asal (konvensi) maupun gugatan balik (rekonpensi) pada
umumnya diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan, dan pertimbangan

88
hukumnya memuat dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam konvensi dan
pertimbangan hukum dalam rekonpensi.
Menurut ketentuan pasal 132 (a) HIR dan pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan,
tergugat dapat mengajukan rekonpensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga
hal, yaitu: 241.
1. Penggugat dalam kualitas berbeda.
Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu
kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya ditujukan kepada
diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).
2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa gugatan
rekonpensi.
3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.
Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan
( eksepsi ) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan
putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan tergugat untuk melaksanakan
putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna kepada
penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonpensi supaya penggugat
membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga,
rekonpensi seperti ini harus ditolak.
• Apakah gugatan Rekonpensi telah sesuai dengan teorinya?
DALAM REKONPENSI :
1. Bahwa dari segala apa yang terpapar dalam konvensi tersebut diatas
untuk dianggap terulang kembali dalam rekonveksi ini, sebagai dalil
posita gugatan dalam rekonveksi.
2. Bahwa Tergugat Rekonveksi telah melakukan perbuatan tidak berdasar
hukum dengan cara menguasai sertifikat tanah SHM No. 212 atas nama
Dr. Soekamto dan SHM No. 2350 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto
yang senyatanya merupakan hal milik yang sah dari Penggugat
Rekonpensi sebagai benda jaminan atas perikatan/perjanjian yang dibuat
Tergugat Rekonpensi.

89
3. Bahwa sebagai akibat perbuatan Tergugat Rekonpensi tersebut
Penggugat Rekonpensi sangat dirugikan secara moril dan jika kerugian
itu dihitung dengan uang tidak kurang dari Rp. 1.000.000.000,- (satu
miliar rupiah)
4. Bahwa untuk menjamin agar tuntutan ganti rugi tersebut dipenuhi oleh
Tergugat Rekonpensi dan terdapat tanda-tanda Tergugat Rekonpensi
akan mengalihkan barang miliknya, maka berdasarkan ketentuan Pasal
277 HIR kiranya Pengadilan Negeri Purwokerto berkenan untuk
meletakkan sita jaminan (yang rinciannya akan kami susulkan kemudian)
ataupun sita perbandingan atas barang-barang milik Tergugat
Rekonpensi.
5. Bahwa gugatan Rekonpensi dalam perkara a qou didasarkan pada
kekuatan bukti yang sempurna, karenanya berdasarkan ketentuan Pasal
180 HIR putusan dalam perkara Rekonpensi ini dapat dijalankan terlebih
dahulu (serta merta) meskipun Tergugat Rekonpensi menyatakan banding,
verzet maupun kasasi.
Maka berdasarkan atas segala apa yang terpapar diatas, sekiranya majelis hakim
yang memeriksa perkara ini dalam Rekonpensi berkenan untuk menjatuhkan
putusan yang menyatakan :
1. Mengabulkan seluruh gugatan Rekonpensi.
2. Menyatakan perbuatan Tergugat Rekonpensi tersebut adalah merupakan
suatu perbuatan yang tidak berdasar hukum
3. Menghukum Tergugat Rekonpensi secata tanggung renteng untuk
membayar ganti rugi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
kepada Penggugat Rekonpensi secara tunai dan sekaligus dengan tanpa
syarat apapun, apabila perlu dengan bantuan alat negara/Polri.
4. Menyatakan perikatan/perjanjian yang dibuat oleh Tergugat Rekonpensi
batal demi hukum
5. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk menyerahkan sertifikat tanah
SHM No. 212 atas nama Dr. Soekamto dan SHM No. 2350 atas nama Hj.

90
Siti Mariana Soekamto kepada Penggugat Rekonpensi seketika dan tanpa
syarat apapun, apabila perlu dengan bantuan alat negara/Polri
6. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membuat pengumuman
pernyataan akan kesalahannya dan permohonan maaf melalui media
cetak Suara Merdeka dan Radar Banyumas sebesar Va (setengah)
halaman selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
7. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) setiap harinya
terhitung sejak putusan ini dijatuhkan oleh Pengadilan Negri Purwokerto,
manakala Tergugat Rekonpensi tidak mentaati diktum putusan pada
angka 3 di atas.
8. Menyatakan sah, berharga dan irenguatkan sita jaminan ataupun sita
perbandingan yang diletakkan oleh juru sita Pengadilan Negeri
Purwokerto
9. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini
10. Menyatakan keputusan dalam Rekonpensi a quo dapat dijalankan terlebih
dahulu(serta merta), meskipun Tergugat Rekonpensi menyatakan banding,
verzet dan kasasi

Dalam gugatan Rekonpensi ini, pihak yang melakukan/ mengajukan


gugatan Rekonpensi telah sesuai dengan apa yang disebutkan dalam teori,
dimana gugatan rekonpensi ini dilakukan oleh Turut Tergugat I dan Turut
Tergugat II yang keduanya merupakan pihak yang berwenang dan bertindak
dalam hukum, dan yang digugat dalam gugatan Rekonpensi pun ditujukan
dengan benar yaitu ditujukan kepada Penggugat dalam gugatan Konvensi yang
dalam gugatan Rekonpensi menjadi Tergugat Rekonpensi dan tidak melibatkan
pihak lain di luar pihak yang disebutkan dalam gugatan Konvensi, seperti yang
disebutkan dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek “…
gugat balasan harus ditujukan kepada penggugat atau para penggugat, atau

91
salah satu dari penggugat saja oleh tergugat/ para tergugat atau turut
tergugat”.33

Letak gugatan Rekonpensi ini juga telah sesuai dengan teori dalam
mengajukan gugatan Rekonpensi, yaitu letaknya diajukan bersama-sama
dengan jawaban dari Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II, sehingga tidak
membuat perkara berlarut-larut dan merugikan bagi Penggugat Konvensi dan
gugatan ini dilakukan masih dalam acara jawab-jinawab diantara para pihak.
Gugatan Rekonpensi ini diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan,
yaitu pertimbangan hukum dalam Konvensi maupun pertimbangan hukum
dalam Rekonpensi. Apa yang digugat dalam gugatan rekonpensi ini memang
seharusnya yang digugat adalah perihal yang mengenai kebendaan, dan dalam
kasus ini gugatan rekonpensi memang menggugat mengenai sertifkat tanah
yang menjadi jaminan atas perikatan antara Penggugat dengan Tergugat
Konvensi, meskipun ada bebrapa gugatan yang tidak berkaitan dengan hukum
kebendaan, dan apa yang digugat bukan merupakan hal-hal yang dikecualikan
untuk digugat Konvensi oleh pasal 132 a HIR, yaitu mengenai:
1. Penggugat dalam kualitas berbeda.
Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam
suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya
ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa
hukum tersebut).
2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa
gugatan rekonpensi.
3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.
Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan
putusan (eksepsi) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam
hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan
tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit
mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat
33
. Retnowulan sutanto dan iskadar oeripkartawinata, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek, CV. Mandar maju, Bandung . hal 41

92
mengajukan rekonpensi supaya penggugat membayar hutangnya
yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonpensi
seperti ini harus ditolak.

• Apakah putusan hakim dalam menolak gugatan Rekonpensi telah


sesuai dengan teorinya?
DALAM REKONPENSI:
- Menimbang bahwa isi gugatan para pengguagat rekonpensi pada pokoknya
adalah bahwa para penggugat rekonpensi/para turut tergugat rekonpensi
telah melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan hukum dengan cara
menguasai sertifikat hak milik atas tanah nomor 212 atas nama Drs.
SOEKAMTO dan sertifikat hak milik atas tanah Nomo2530 atas nama
Hajjah SITI MARIANA SOEKAMTO yang senyatanya merupakan hak milik
yang sah dari para penggugat rekonpensi/ turut tergugat konpensi sebagai
benda jaminan atas perikatan yang dibuat oleh tergugat rekonpensi yang
brakibat penggugat rekonpensi/ para tergugat rekonpensi mengalami
kerugian secara moril yang juka dihitung tidak kurang Rp. 1000.000.000.-
(satu miliar rupiah);

- Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, para


penggugat rekonpensi/ para turut tergugat rekonpensi telah mengajukan
alat bukti surat diberi tanda bukti T. T-I, dan dua orang saksi di bawah
sumpah yaitu saksi SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD
MUHADJI BIN SANRADJI, sedangkan para tergugat rekonpensi/ para
penggugat konpensi untuk mempertahankan dalil sangakalan telah
mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti P-I sampai dengan P-IX dan
3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di
persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI
tidak disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung penggugat1 dan
saksiDESI INDAH ARISANTI adalah istri dari penggugat III;

93
- Menimbang bahwa berdasarkan bukti surat T.T-1 berupa laporan
kehilangan surat-surat dan barang yaitu menjelaskan bahwa para
penggugat rekonpensi/ para turut tergugat konpensi kehilangan
diantaranya SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana
Soekamto dan SHM No. 212 atas nama Drs. Soekamto;

- Menimbang berdasarkan bukti P- VI, P-VIII terbukti 2(dua) bidang tanah


SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM
No. 212 atas nama Drs. Soekamto, dan pemilik dua bidang tanah tersebut
dilihat dari bukti tersebut adalah Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No.
212 atas nama Drs. Soekamto, karena belum pernah dialihkan pemiliknay
kepada pihak lain, hal ini juga dikuatkan oleh keteranagan saksi
SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN
SANRADJI;

- Menimbang bahwa berdasarkan surat bukti P-VII bahwa SHM No.212 atas
nama Drs. Soekamto berada pada penggugat I konpensi/ tergugat I
rekonpensi karena dijadikan oleh tergugat konpensi untuk agunan/ jaminan
pinjaman uang tergugat konpensi kepada para tergugat rekonpensi/ para
penggugat konpensi sebagaiman surat bukti P-I sampai P-V;

- Menimbang bahwa beralihnya SHM no 212 tersebut kepada para tergugat


rekonpensi/ para penggugat konpensi karena adanya perjanjian antara
para tergugat rekonpensi/ para penggugat konpensi dengan tergugat I
konpensi yang tidak lain anak kandung dari para penggugat rekonpensi /
para turut tergugat konpensi, dan perjanjian para penggugat rekonpensi /
penggugat konpensi tersebut sah, hanya saja penyerahan SHM No. 212
untuk jaminan / agunan hutang / pinjaman kepada para tergugat
rekonpensi / para penggugat konpensi oleh tergugat konpensi tidak
disertai / tidak ada kuasa dari kuasa para penggugat rekonpensi kepada
tergugat, jadi masih ada kurang persyaratan hukum yang diamanatkan
undang-undang di bidang agraria;

94
- Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh para
penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi tersebut, maka para
penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi tidak dapat
membuktikan dalil gugatanya;

- Menimbang bahwa karena para penggugat rekonpensi / para turut


tergugat konpensi tidak dapat membuktikan dalil gugatanya, oleh
karenanya dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam gugatan
rekonpensi ini yang akan ditentukan dalam amar putusan;

Mengadili :
DALAM REKONPENSI

- Menolak gugatan para penggugat rekonpensi / para turut tergugat


konpensi untuk seluruhnya;
- Menghukum turut tergugat konpensi / para penggugat rekonpensi untuk
membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai nihil;

Dalam memutus gugatan Rekonpensi ini, majelis hakim telah sesuai


dengan teori-teori yang ada sistem atau proses pemeriksaan penyelesaia
gugatan konvensi dan rekonpensi diatur dalam Pasal 132 b ayat (3) HIR. Jika
ketentuan ini dihubungkan dengan ayat (5), terdapat dua sistem penyelesaian
yang dapat ditempuh PN atau Majelis Hakim yang memeriksa gugatan
rekonpensi tersebut.
1. Konvensi dan Rekonpensi Diperiksa serta Diputus Sekaligus dalam Satu
Putusan
Sistem ini merupakan aturan umum yang menggariskan proses
pemeriksaan dan penyelesaian gugatan konvensi dan rekonvesi:
• Dilakukan secara bersama dan serentak dalam satu proses
pemeriksaan, sesuai dengan tata tertib beracara yang digariskan oleh
Undang-Undang. Oleh karena itu :

95
- Terbuka hak pengajuan eksepsi pada konvensi maupun
rekonpensi.
- Mengajukan replik dan duplik pada konvesi dan rekonpensi.
- Mengajukan pmbuktian baik untuk konvensi dan rekonpensi.
- Menyampaikan konklusi dalam konvensi atau rekonpensi, dan
- Proses pemeriksaan dituangkan dalam satu berita acara yang
sama.
• Selanjutnya, hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan
serentak dalam satu putusan, dengan sistematika:
a) Menempatkan uraian putusan konvensi pada bagian awal,
meliputi
- Dalil gugatan konvensi
- Petitum gugatan konvensi
- Uraian pertimbangan konvensi, dan
- Kesimpulan hukum gugatan konvensi.
b) Menyusul kemudian, uraian gugatan rekonpensi, meliputi
hal-hal yang sama dengan substansi gugatan konvensi,
c) Amar putusan sebagai bagian terakhir,
Amar putusan merupakan bagian terakhir, terdiri dari amar putusan
:
- Dalam konvensi, dan
- Dalam rekonpensi.
Penerapan sistem yang demikian, sesuai dengan penyelesaian setiap
perkara kumulasi. Bukankah gugatan rekonpensi merupakan kumulasi dengan
gugatan konvensi? Oleh karena itu, harus diselesaikan serentak dalam satu
proses pemeriksaan yang sama dan dituangkan pula dalam satu putusan yang
sama di bawah nomor register yang sama pula.
2. Boleh Dilakukan Proses Pemeriksaan secara Terpisah
a) Diperiksa secara terpisah tetapi dijatuhkan dalam satu putusan
dengan syarat pemeriksaan gugatan konvensi dahulu diselesaikan
baru gugatan rekonpensinya.

96
b) Diperiksa secara terpisah dan diputus dalam putusan yang berbeda.
Hal ini dapat terjadi apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat
koneksitas yang erat, sehingga penyelesaian memerlukan
penanganan yan terpisah.
Maka dalam memutus gugatan rekonpensi ini PN dalam hal ini Majelis Hakim
telah memutus sesuai dengan teori yang ada, yaitu:
- Konvensi dan rekonvesi dilakukan secara bersama dan serentak dalam
satu proses pemeriksaan.
- Hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan serentak dalam
satu putusan.
• Kesimpulan
Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan diatas tadi, maka dapat
disimpulakan bahwa dalam menyusun Gugatan Rekonpensi para pihak turut
tergugat telah sesuai dalam penyusunannya, begitu pula dengan PN atau
Majelis Hakim yang memeriksa Gugatan Rekonpensi telah memutus sesuai
dengan teori yang ada. Dengan perincian sebagai berikut :
Apa yang digugat dalam gugatan rekonpensi ini memang seharusnya yang
digugat adalah perihal yang mengenai kebendaan, dan dalam kasus ini gugatan
rekonpensi memang menggugat mengenai sertifkat tanah yang menjadi
jaminan atas perikatan antara Penggugat dengan Tergugat Konvensi dan apa
yang digugat bukan merupakan hal-hal yang dikecualikan untuk digugat
Konvensi oleh pasal 132 a HIR, yaitu mengenai:
1. Penggugat dalam kualitas berbeda.
Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam
suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya
ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa
hukum tersebut).
2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa
gugatan rekonpensi.
3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.

97
Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan
putusan (eksepsi) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam
hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan
tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit
mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat
mengajukan rekonpensi supaya penggugat membayar hutangnya
yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonpensi
seperti ini harus ditolak.
Serta dalam memutus gugatan rekonpensi ini PN dalam hal ini Majelis
Hakim telah memutus sesuai dengan teori yang ada, yaitu:
- Konvensi dan rekonvesi dilakukan secara bersama dan serentak dalam
satu proses pemeriksaan.
- Hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan serentak dalam
satu putusan.

3. Keadilan dan Kemanfaatan


Keadilan telah sejak zaman Yunani merupakan cita hukum tertinggi.
Apakah Keadilan itu, sampai saat ini tampaknya belum ada satu definisi yang
diakui tentang keadilan tersebut, bahkan relativitas keadilan memunculkan
pendapat, bahwa “keadilan tertinggi itu adalah ketidak-adilan tertinggi”. Jika
berpijak kepada pendapat ini, jelas kiranya kita sangat skeptis terhadap apa yang
sedang dikerjakan oleh seluruh pengadilan di semua negara, termasuk Indonesia.
Begitu tingginya cita hukum yang ingin dicapai, maka pengadilan sering disebut
sebagai “satu-satunya benteng terakhir keadilan”. Bahkan dalam sistem hukum
acara di Indonesia, putusan majelis hakim secara eksplisit mencantumkan irah-
irah, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Irah-irah tsb
mencerminkan betapa luhur dan mulia kedudukan dan peranan seorang hakim di
Indonesia, sehingga kepadanya dibentangkan dan ditegaskan bahwa ia
bertanggung jawab sepenuhnya atas putusan yang diambil yang bersangkutan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

98
Dengan perkataan lain, setiap ucapan seorang Hakim dalam memutus
perkara seharusnya diidentikan dengan keadilan karena putusan yang
diucapkannya merupakan jaminan terciptanya keadilan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Atas dasar pemikiran tsb, jelas bahwa, seorang Hakim di Indonesia, adalah
satu-satunya “perwakilan” Tuhan Yang Maha Esa dalam menciptakan keadilan;
sungguh betapa beratnya beban moralitas seorang hakim, bukan saja
pertanggungjawaban teknis hukum dalam memeriksa dan mengadili suatu
perkara. Di dalam perkara pidana termasuk korupsi sudah tentu termasuk
pertanggungjawaban hakim menempatkan seseorang terdakwa di dalam penjara
untuk beberapa waktu lamanya, terlebih penjatuhan hukuman mati.
Masalah pemidanaan merupakan masalah yang penting, disamping sebagai
salah satu pokok permasalahan dalam hukum pidana, masalah pidana dan
pemidanaan baik dalam bentuk teori-teori pembenaran pidana maupun dalam
bentuk kebijakan dipandang sangat penting, sebab melalui pemidanaan akan
tercermin sistem nilai-nilia sosial budaya suatu bangsa, khususnya menyangkut
persepsi suatu bangsa terhadap hak-hak asasi manusia.34
Dalam hal ini maka hakim sangat berperan dalam menjatuhkan
pemidanaan. Peran dan tugas hakim bukan hanya sebagai pembaca deretan huruf
dalam undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Tetapi dalam putusannya
memikul tanggung jawab menjadi suara akal sehat dan mengartikulasikan sukma
keadilan dalam kompleksitas dan dinamika kehidupan masyarakat. Hakim
progresif akan mempergunakan hukum yang terbaik dalam keadaan yang paling
buruk. 35
Dalam hubungan ini, pekerjaan hakim menjadi lebih kompleks. Seorang
hakim bukan teknisi undang-undang, tetapi juga mahluk sosial. Karena itu,
pekerjaaan hakim sungguh mulia karena ia bukan hanya memeras otak, tetapi juga
nuraninya. Apabila hakim hanya melihat aspek kepastian hukum, tanpa melihat
ekses negatif yang timbul yang diakibatkan perbuatan tersebut, maka hal ini akan
menciptakan suatu permasalahan mekanisme dalam pengambilan putusan.
34
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teorii dan Kebijakan Pidana, Bandung :
Alumni. Hlm. V
35
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta : Kompas, hlm. 56

99
Menurut Satjipto Rahardjo, pengadilan progresif mengikuti maksim. “hukum
adalah untuk rakyat, bukan sebaliknya”. Bila rakyat adalah untuk hukum, apa pun
yang dipikirkan dan dirasakan rakyat akan ditepis karena yang dibaca adalah kata-
36
kata UU. Berdasarkan hal tersebut, maka seyogyanya hakim dapat melihat
aspek-aspek lain selain kepastian hukum guna menciptakan keadilan dan
kemanfaatan hukum.
Kualitas hakim terlihat dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
untuk menjatuhkan keputusan dan keputusannya itu sendiri. Penilaian terhadap
cara kerja hakim ini akan mempengaruhi kewibawaan hakim dan peradilan, serta
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai tempat untuk
mencari keadilan.
Untuk mengetahui suatu putusan mempunyai nilai keadilan dan
kemanfaatan, maka peneliti akan menganalisis Putusan Nomor 11 / Pdt.G / 2009 /
PN.Pwt dengan menggunakan konsep dari Day. Day mengatakan bahwa
diperlukan 3 (tiga) aspek penting untuk menguji keabsahan suatu putusan yang
meliputi :
1. Principle Based Argumentation; meliputi asas-asas yang dipergunakan hakim
dalam memutus.
2. Rule Based argumentation; dan meliputi peraturan perundang-undangan yang
dipergunakan hakim dalam memutus.
3. Theoritical Based Argumentation; meliputi teori-teori yang dipergunakan
hakim dalam memutus.37

a. Principle Based Argumentation


Bilamana dilihat dari Principle Based Argumentation yang
mengajarkan bahwa hakim dalam memutus sustu perkara haruslah
memperhatikan asas-asas yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Di

36
Ibid
37
Pernyataan ini disampaikan oleh A. Day dalam Workshop Evaluasi Kinerja Jejaring Investigasi
dan Hasil Pernelitian Putusan Hakim yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial di
Yogyakarta pada tanggal 13 Desember 2007.

100
dalam proses peradilan perdata dikenal beberapa asas-asas persidangan dan
asas-asas putusan hakim yang secara umum terdiri dari :
a) Asas hakim mencari kebenaran formil;
b) Hakim bersifat menunggu;
c) Hakim bersifat pasif;
d) Asas sidang terbuka untuk umum;
e) Asas mendengar kedua belah pihak;
f) Asas putusan harus disertai alasan-alasan;
g) Asas beracara dikenakan biaya;
h) Asas tidak ada keharusan mewakilkan;

Berkaitan dengan asas persidangan terbuka untuk umum, dan asas


mendengar kedua belah pihak, telah dianalisis oleh peneliti sebagaimana
dianalisis dalam poin 1 berkenaan dengan Penerapan Prosedur hukum Acara
Perdata dan telah terbukti bahwa hakim yang memeriksa Perkara Nomor 11 /
Pdt.G / 2009 / PN.Pwt telah memenuhi asas-asas terbuka untuk umum,
pemeriksaan secara langsung dan asas pembelaan.
Peneliti akan menganalisis lebih lanjut mengenai asas keadilan,
kepastian hukum dan asas kemanfaatan sebagai berikut :
Berkaitan dengan asas hakim mencari kebenaran formil dalam
penjatuhan putusan hakim, maka terdapat norma yang termaktub dalam
Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, antara lain
terdapat dalam pasal berikut :
a) Pasal 4 ayat (1) :
”Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
YME”
b) Pasal 26
”Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

101
c) Penjelasan
”Agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan mencerminkan
rasa keadilan masyarakat”.

Rawls berpendapat bahwa dalam keadilan, terdapat rangkaian secara


intrinsik prinsip-prinsip moral dan prinsip-prinsip hukum. Manusia sebagai
person moral terutama dituntun oleh norma-norma yang dianutnya sendiri
secara internal, yakni norma-norma moral. Akan tetapi, perlu diakui bahwa
norma-norma moral tidak dengan sendirinya efektif mengatur tata hubungan
serta pola sikap antarmanusia. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah prinsip-
prinsip hukum yang mampu menjamin stabilitas serta kebaikan bersama dalam
di dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan memperlihatkan relasi
mendasar antara prinsip-prinsip moral dan prinsip hukum, Rawls menegaskan
bahwa tujuan akhir dari prinsip-prinsip moral yakni menghasilkan manusia
yang baik. Dengan demikian, isi dari aturan hukum harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral. Dalam arti itu, norma-norma legal harus
merupakan determinasi yang lebih jauh serta penerapan lebih kongkret dari
prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, prinsip-
prinsip hukum harus merupakan refleksi dari prinsip-prinsip moral. Secara
lebih khusus, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Rawls bahwa hukum harus
dibentuk demi memelihara dan mendukung keadilan.38
Soejono Koesoemo menyarankan agar hakim dalam melakukan
penemuan hukum yaitu proses dan karya hakim yang menetapkan benar dan
tidak menurut hukum dalam suatu situasi konflik yang diujikan kepada hati
nurani. Karya tersebut bersifat intelektual, rasional, logis, intuitif dan etis.
Intelektual rasional berarti hakim harus mengenal dan memahami kenyataan
kejadian dan peraturan hukum yang berlaku dan akan diperlakukan berikut
ilmunya. Intelektual logis berarti penerapan hukum nomatif terhadap kasus
posisinya, hakim seharusnya mengindahkan hukum logika baik formil
maupun materiil. Aspek intuitif menghendaki adanya perasaan halus murni
38
John Rawls, 1971, A Theory of Justrice, Massachussetts : Harvard University Press.
Cambridge, hlm. 367

102
yang mendampingi rasio dan logika sehingga bersama-sama mewujudkan rasa
keadilan yang pada akhirnya harus senantiasa diujikan dan dibimbing oleh hati
nurani sehingga mengejawantahkan keadilan.39
Putusan hakim dikatakan rasional, apabila dengan putusan tersebut
tercapai/ mengarah pada pencapaian tujuan. Jika dikaitkan dengan keadilan,
maka putusan tersebut mengarah kepada tercapainya keadilan bagi para pihak
yang berperkara. Jika dikaitkan dengan hak-hak para pihak yang berperkara,
maka putusan tersebut harus mengarah kepada tercapainya keadilan bagi para
pihak.
Dalam Putusan Hakim Perkara Nomor : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt.,
terdapat fakta-fakta hukum sebagai berikut :

4. Bahwa :
ELY SUPRIHATININGSIH------- bertempat tinggal di Jl. Jatiwinangun Gang
Arjuna 12 kel. Purwokerto Lor RT.02 RW.09
kec. Purwokerto Timur Kab. Banyumas,
selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-
1;----------------------------------------------
DWI HENDRA WIJAYA----------- bertempat tinggal di Jl. Dr.Cipto
Mangunkusumo RT.06 RW.01, Desa
Gandasuli, Kec. Brebes, Kab. Brebes,
selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-
2;-----------
MICHAEL SALYO PURWOKO- bertempat tinggal di Jl. Raden Patah RT.02
RW.01 Desa Dukuh Waluh, Kec. Kembaran,
Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai:
PENGGUGAT-3;-----------
WAHYU WIDODO------------------ bertempat tinggal di Jl. Gunung Muria
No.861 RT.01 RW.08 Kel. Grendeng, Kec.
Purwokerto Utara, Kab. Banyumas,
selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-
4;----------------------------------------------------
--------------
HARI SETIAWAN------------------- bertempat tinggal di Desa Karangsoka RT.04
RW.01, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas,
selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-
5.-----------------------------------
39
Gregorius Aryadi, 1995, Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana; (Studi Kasus Tentang
Pencurian dan Korupsi di Daerah Istimewa Yogyakarta), Yogyakarta : Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, hlm. 64

103
Telah mengajukan gugatan wanprestasi terhadap:
AJI BUDI PRASETYA bin SOEKAMTO bertempat tinggal di Jl. Sudagaran
11/22 RT.01 RW.02, Kel. Purwokerto Kulon,
Kec. Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas.
Atau Jl.Pertabatan II 86-A Purwokerto,
selanjutnya disebut sebagai: TERGUGAT;-
DRS. SOEKAMTO-------------------bertempat tinggal di Jl. HOS Notosuwiryo
Desa/Kel. Teluk RT.02 RW.14 Kec.
Purwokerto Selatan, Kab.Banyumas,
selanjutnya disebut sebagai: TURUT
TERGUGAT-
1;------------------------------------------------
SITI MARINA al. MARIANA SOEKAMTO bertempat tinggal di Jl. HOS
Notosuwiryo Desa/Kel. Teluk RT.02 RW.14
Kec. Purwokerto Selatan, Kab.Banyumas,
selanjutnya disebut sebagai: TURUT
TERGUGAT-
2;------------------------------------------------

2. Bahwa gugatan Para Penggugat pada pokoknya sebagai berikut:


-Bahwa Tergugat telah pinjam uang pada Penggugat 1 sebesar Rp. 68.000.000,-
(enam puluh delapan juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
-Pertama, tanggal 14 januari 2009 sebesar Rp. 55.000.000,- ( lima puluh
lima juta rupiah ) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28
januari 2009 dari 2 (dua) kuitansi;

-Kedua, tanggal 20 januari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta


rupiah) jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 3 pebruari 2009;

-Ketiga, tanggal 24 januari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta


rupiah)dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 7 pebruari 2009;

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat II sebesar Rp.


68.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) dalam jangka waktu 2 (dua) minggu
dengan profit share 15 % dengan perincian yaitu:

-Pertama, tanggal 9 januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 23 januari 2009;

-Kedua, tanggal 27 januari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta
rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 10 pebruari 2009;

104
-Ketiga, tanggal 3 pebruari 2009 sebesar Rp. 26.000.000,- ( dua puluh
enam juta rupiah) dengan jatuh tempo 2 ( dua) minggu yaitu tanggal 17
pebruari 2009;

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang dengan Penggugat III sebesar


Rp.13.000.000,- ( tiga belas juta rupiah) akan diberi keuntungan 15 % untuk
jangka waktu 2 (dua) minggu yaitu:

-Pertama, tanggal 16 januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
sampai dengan 30 januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);

-Kedua tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu, yaitu
sampai denag tanggal 5 Februari 2009 sebesar Rp.8.000.000,- ( delapan juta
rupia);

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang denganPenggugat IV sebesar Rp.


38.000.000.- ( tiga puluh delapan juta rupiah) dengan keuntungan profit shere
15% untuk jangka waktu 2 minggu denag perincia :
- Pertama , tanggal 14 Januari 2009 denagn jatuh tempo 2(dua) minggu yaitu
sampai dengan 28 Januari 2009 yangtertulis dalam kuitansi adalah Rp.
30.000.000.- ( tiga puluh juta rupiah) ;
- Kedua, tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
tanggal 5 Febuari 2009 sebesar Rp. 8.000.000.- (daelapan juta rupiah);
- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat V sebesar Rp.
35.000.000.- (tiga puluh lima juta rupiah) denag kuitansi yang mencantum profit
shere per 14 hari, sebagai berikit pada tanggal 13 Febuari 2009 dengan jatuh
tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28 Februari 2009;
3. Bahwa Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan gugatan
Para Penggugat, yaitu Tergugat telah berhutang kepada Para Penggugat, tapi
Tergugat menyangkal besar hutangnya terhadap Penggugat I dan Pengguagt II,
dan Penggugat V yaitu, masing-masing hutang terhadap Penggugat I sebesar Rp.
58.000.000 ( lima puluh delapan juta rupiah) bukan sebesar Rp. 68.000.000.-
( enam puluh delapan juta rupiah) sedangkan terhadap Penggugat II sebesar Rp.
31.000.000.- ( tiga puluh satu juta rupiah), buakan sebesar Rp. 61.000.000.-
( enam puluh satu juta rupiah) dan Penggugat V sebesar Rp. 30.000.000.- ( tiga
puluh juta rupiah) bukan Rp. 35.000.000.- ( tiga puluh lima juta rupiah) dengan
jatuh tempo 2 (sua) inggu dan dengan janji buanga atau profit shere sebesar 15%;
4. Bahwa para Turut Terguguat tidak menyangkal dalit pokok gugatan Para
Penggugat, tetapi menyangkat posita ke-7 dan ke-12 “tentang tanah dan bangunan
sesuain Sertifikat Hak Milik ( SHM) No.212 atasnama SOEKAMTO dan tanah
sawah Sertifikat Hak Milik (SHM) No.2350 atasnama Hj. SITI MARIANA
SOEKAMTO yang oleh Tergugat sebagai benda jaminan atas pinjaman / hutang
kepada Para Penggugat sehingga menolak sita jaminan yang diajukan Para
Penggugat atas tanah-tanah tersebut”,
5. Bahwa berdasarkan jawab-jinawab antara para pergugat dengan Tergugat dan
para Turut Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau tidak

105
dibantah oleh terguagat dan para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil Penggugat
tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu dibuktikan lagi oleh Para
Penggugat, yaitu:
- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,-
(tiga belas juta rupiah);

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,-


(tiga puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu
atau 14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;

- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5)


belum pernah dibayar oleh Tergugat;

6. Bahwa sedangkan terhadap dalil Para Penggugat yang disangkal oleh


Tergugat dan para Turut Tergugat, sehingga belum merupakan dalil tetap dan
harus dibuktikan oleh Para Penggugat adalah:
- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp. 58.000.000,-
bukan Rp. 68.000.000 (enam puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 2 sebesar Rp. 31.000.000,-


bukan sebesar Rp 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah);

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 30.000.000,-


bukan Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah);

7. Bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Para Penggugat telah


mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-9,
dan 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di
persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI tidak
disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung Penggugat 1 dan saksi DESI
INDAH ARISANTI adakah istri dari Penggugat III, dan pihak Tergugat untuk
membuktikan dalil-dalil sangkalannya tersebut tidak mengajukan alat bukti
surat maupun saksi, sedangkan Para Turut Tergugat untuk mempertahankan
dalil-dalil sangkalannya telah mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti
T.T-1 dan 2 (dua) orang saksi dibawah sumpah yaitu SOEMARNO BIN
ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN SANRADI;

106
8. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-1 terdiri dari 4 (empat) lembar
kwitansi, yaitu 2 (dua) lembar tertanggal 14 Januari 2009 masing-masing
tertulis senilai Rp. 15.000.000,- dan Rp. 40.000.000,-, tertanggal 20 Januari
2009 berjumlah sebesar Rp. 10.000.000,-, dan kwitansi Rp. Tertanggal 24
Januari 2009 berjumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

9. Bahwa pada 4 (empat) kwitansi tersebut tertulis, yakni telah diterima


uang dari ELY SUPRIHARTININGSIH untuk pembayaran pinjaman atas
nama AJI BUDI PRASETYA yang diberi materai Rp. 6.000,- (enam ribu
rupiah) dan diberi stempel/cap serta ditandatangani atas nama AJIE untuk
kwitansi 1 sampai dengan 3, sedangkan kwitansi ke-4 ditandatangani atas
nama AJIE BUDI P;

10. Bahwa di depan persidangan Tergugat telah mengakui nama yang tertulis
“AJIE” dan “AJIE BUDI P” dan tandatangan di dalam kwitansi adalah nama
dan tandatangan Tergugat, begitu pula stempel/cap diakui sebagai milik
Tergugat;

11. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-2 yaitu berupa 3 (tiga) lembar kwitansi,
masing-masing tertanggal 09 Januari 2009 tertulis sejumlah uang Rp.
20.000.00,-(dua puluh juta rupiah), tertanggal 09 Januari 2009 tertulis
sejumlah uang Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), dan kwitansi
tertanggal 3 Februari 2009 tertulis sejumlah uang Rp. 26.000.000,- (dua puluh
enam juta rupiah);

12. Bahwa di dalam 3 (tiga) kwitansi tersebut tertulis yaitu telah diterima uang
dari DWI HENDRA WIJAYA untuk membeli modal usaha yang diberi
materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dan diberi stempel/cap serta
ditandatangani atas nama AJI BUDI P untuk kwitansi 1, sedangkan untuk
kwitansi ke-2 dan ke-3 tidak dicantum nama;

13. Bahwa di persidangan Tergugat mengakui tertulis di kwitansi nama “AJI


BUDI P” dan tandatangan adalah nama Tergugat, begitu pula stempel/cap
diakui milik dan dilakukan Tergugat;

107
14. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi
tertanggal 13 Februari 2009 di dalam tertulis : telah diterima dari MS. HARI
SETIAWAN uang sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah)
untuk modal bisnis /kerja sama bermaterai Rp.6.000, (enam ribu rupiah) dan
ditandatangani, tetapi tanpa tercantum nama jelas/terang;

15. Bahwa di depan persidangan Tergugat mengakui bahwa tanda tangan yang
tercantum di kwitansi adalah tandatangan Tergugat;

16. Bahwa berdasarkan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-I sampai dengan
P-V dan pengakuan Tergugat( dalil-dalil tetap), maka telah terbukti bahwa
Tergugat berhutang kepada Para Penggugat, yaitu kepada PenggugatI sebesar
Rp.68.000.000,-, kepada Penggugat II sebesar Rp. 61.000.000,-,(enam puluh
satu juta rupiah), kepada Penggugat III sebesar Rp.13.000.000,- (tiga belas
juta rupiah), kepada Penggugat IV sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga puluh
delapan juta rupiah). Kepada Penggugat V sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga
puluh lima juta rupiah);

17. Bahwa tanda bukti P-I terdiri dari 4 (empat) lembar kwitansi, menerangkan
jatuh tempo hutang Tergugat kepada Penggugat I masing-masing tertanggal
28 Januari 2009, tanggal 3 Februari 2009, dan 7 Februari 2009;

18. Bahwa tanda bukti P-II berupa 3 (tiga) lembar, menerangkan Tergugat
berhutang/minjam uang kepada Penggugat II sebanyak 3 (tiga) kali dengan
masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 23 Januari 2009, 10
Februari 2009 dan tanggal 17 Februari 2009;

19. Bahwa tanda bukti P-III berupa 2 (dua) lembar kwitansi, menerangkan
Tergugat berhutang/minjam uang kepada Penggugat III sebanyak 2 (dua) kali
dengan masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 30 Januari 2009,
dan tanggal 5 Februari 2009;

20. Bahwa tanda bukti P-IV berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 14 Januari
2009 dan 1 (satu) lembar bukti transfer uang di bank BCA ke rek. 3580194949

108
atas nama AJI BUDI PRASETYA tertanggal 21 Januari 2009, jatuh tempo
pinjaman/hutang Tergugat kepada Penggugat IV sesuai dengan kwitansi
tertulis setengah bulan, sehingga jatuh temponya pada tanggal 29 Januari
2009, sedangkan untuk pinjaman transfer melalui bank BCA karena
berdasarkan kesepakatan jatuh tempo selama setengah bulan, maka jatuh
temponya tanggal 5 Februari 2009;

21. Bahwa tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 13 februari
2009 menerangkan hutang / pinjaman Tergugat kepada Penggugat V untuk
modal bisnis / kerjasama dengan masa jatuh tempo 14 hari, berarti tanggal 27
Februari 2009;

Kemudian hakim mempertimbangkan pengakuan Tergugat terhadap dalil-


dalil dalam gugatan Penggugat sebagai dalil tetap untuk mengklasifikasi
perbuatan Tergugat sebagai Wanprestasi, sebagaimana dijelaskan dalam
pertimbangan hakim sebagai berikut :
“Menimbang bahwa berdsarkan pengakuan Tergugat atas gugatan
Penggugat yang berupa dalil tetap, bahwa Tergugat belum membayar hutangnya
kepada Para Penggugat hingga jatuh tempo sebagaimana telah diperjanjikan pada
tanda bukti P-I sampai dengan P-V, sehingga perbuatan Tergugat tidak membayar
hutang kepada Para Penggugat tersebut adalah merupakan ingkar janji
(wanprestasi);
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
bahwa Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi)
seperti tersebut di atas, apakah hal tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai
atau merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);
Menimbang bahwa dasar gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo
adalah mengenai pinjaman / hutang piutang untuk modal usaha dengan perjanjian
profit sharing 15 %, dan sebagai mana telah dibertimbangkan di atas Tergugat
tidak dapat membayar pinjaman pokok serta profit sharing sebesar 15% kepada
Penggugat sesuai waktu jatuh tempo yang telah diperjanjikan, maka Majelis
hakim berpendapat tidak memenuhi seluruh unsure perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad)sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919;
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-I, P-II, P-III, P-IV, P-V, P-
VI, P-VII, dan P-VIII serta keterangan saksi TRI WAHYUNI, Para Penggugat
telah berhasil membuktikan dalil gugatan, dengan menyatakan bahwa sikap
Tergugat tidak membayar hutang / pinjamannya kepada Para Penggugat yang
telah melewati jatuh tempo yang telah diperjanjikan adalah perbuatan ingkar janji
(wanprestasi);”

109
Setelah melalui analisa terhadap fakta-fakta hukum yang terungkap

selama persidangan, Hakim dapat mengambil kesimpulan bahwa perbuatan

Tergugat diklasifikasi sebagai Wanprestasi. Untuk dapat mencapai kesimpulan

tersebut, Hakim telah menggunakan alur berpikir silogistik dengan tetap

berpedoman pada aturan hukum, asas-asas dan teori hukum yang ada. Jika

hakim sudah menerapkan hal ini, maka putusan yang dihasilkan akan

memenuhi rasa keadilan dan mendatangkan manfaat bagi para pihak.

2. Rule Based argumentation


Selanjutnya bila putusan Putusan Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt,
dilihat dari rule based argumentation yang menekankan pada penerapan
ketentuan-ketentuan dasar di dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perkara perdata yang bersangkutan, maka dalam hal ini,
hakim harus mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt, yang
diperiksa di Pengadilan Negeri Purwokerto, berdasar dari proses pemeriksaan
persidangan, hakim telah memutus atas dasar ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini terbukti dengan
dipertimbangkannya berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut :

Bahwa menurut pasal 163 HIR dan pasal 1865 BW menyatakan “


barang siapa yang mengatakan mempunyai suatu hak atau
menyebutkan suatu kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk
membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya hak atau
kejadian itu”;

110
Berdasarkan fakta hukum tersebut, maka dapat diinterpretasikan
bahwa hakim dalam memutus Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 /
PN.Pwt sudah mempertimbangkan rule based agumentation.

3. Theoritical Based Argumentation


Apabila dilihat dari aspek dasar Theoritical Based Argumentation,
dimana aspek ini menekankan, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan
hendaknya mendasarkan pada teori-teori hukum/ doktrin-doktrin hukum.
Hakim dalam memeriksa perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt
sudah menggunakan doktrin-doktrin ilmu hukum dalam memberikan
pertimbangan hukumnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam pertimbangan-
pertimbangan hakim yang mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang
disampaikan oleh kedua belah pihak. Hal ini menunjukan bahwa hakim
mencari kebenaran formil.
Oleh karena itu, apabila Putusan Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G /
2009 / PN.Pwt ditinjau dari aspek Theoritical Based Argumentation yang
menekankan, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan hendaknya
mendasarkan pada teori-teori hukum/ doktrin-doktrin hukum, maka Putusan
Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt memenuhi aspek
Theoritical Based Argumentation. Hal ini terbukti dengan
dipertimbangkannya berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut :
a. Perbuatan melawan hukum / onrechtmatige Daad, yakni tuntutan
tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul
karena undang-undang; oleh karenanya tidak dapat dibenarkan
menurut hukum mencampur / menggabungkan perbuatan melawan
hukum / onrechtmatige Daad dengan ingkar janji / wanprestatie,
hal ini sesuai dengan doktrin hukum dan sejalan dengan pendapat
Mahkamah Agung RI, mohon periksa Yurisprudensi tetap MARI
dalam putusan nomor 879K/Pdt/1999 tanggal 22 Januari 2001,
yang pada pokoknya nenyatakan ‘penggabungan tuntutan

111
perbuatan melawan hukum dengan tuntutan wanprestasi di dalam
satu surat gugatan, tidak dapat dibenarkan menurut tertib beracara
perdata, masing-masing tuntutan harus diselesaikan dalam gugatan
tersendiri;

b. Menimbang bahwa sejalan dengan Yurisprudensi bahwa


penggabungan gugatan pada prinsipnya diperbolehkan dan tidak
bertentangan dengan hukum acara, hanya saja agar penggabungan
itu sah dan memenuhi syarat harus terdapat hubungan erat
(innerlicke samenhangen) atau terdapat hubungan hukum sebagai
mana Yurisprudensi No. 575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984;

Selain hal-hal tersebut di atas Majelis Hakim juga mempertimbangkan


teori-teori hukum/ doktrin-doktrin hukum sebagai dasar dalam mengambil
keputusan. Hal tersebut terlihat dalam pertimbangan-pertimbangan Majelis
Hakim sebagai berikut :

Menimbang bahwa setelah majelis hakim memperhatikan


posita gugatan Para Penggugat angka ke- 8, dan ke-11 dihubungkan
dengan posita ke-1 sampai dengan poisita ke-6, dapat disimpulakan
bahwa pokok permasalahan dalam perkara a quo adalah Tergugat
meminjam uang /berhutang kepada Para Penggugat, dimana pada
posita angka ke-1 sampai dengan posita ke-6 telah menjelaskan
tentang tanggal terjadinya pinjam uang/hutang serta waktu jatuh tempo
hutang/ pinjaman, bahkan besarnya profit share yang akan diterima
masing-masing Penggugat;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut tidak
ada kontradiktif/pertentangan diantara posita surat gugatan, dengan
demikian eksepsi Para Turut Tergugat tidak beralasan hukum dan
karenanya haruslah ditolak;

112
Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke-2 yaitu tentang
“bahwa gugatan Para Penggugat dalam posita angka 11 maupun
petitum angka 3 telah menggabungkan tuntutan wanprestasi dengan
tuntutan perbuatan melawan hukum, hal demikian tidak dapat
dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing tuntutan harus
diajukan dalam gugatan tersendiri, sehingga gugatan Penggugat
digolongkan tidak jelas (obscuur libelle), karenanya gugatan Para
Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk
verklaard);
Menimbang bahwa maksud dari eksepsi Para Turut Tergugat
ini adalah tentang penggabungan tuntutan yaitu antara ingkar janji/
wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum/ Onrechtmatige Daad,
akan tetapi dalil gugatan Para Penggugat tentang peristiwa konkritnya
adalah sama yaitu tentang adanya hutang/pinjaman Tergugat kepada
Para Penggugat. Penggabungan dari beberapa tuntutan ini seperti ini
dalam ilmu hukum acara perdata dikenal dengan komulasi objektif.
Menimbang bahwa menurut hukum acara perdata positif HIR
tidak mengatur penggabungan gugatan ( samen voeging van
vordering), namun berdasarkan doktrin hukum acara perdata
penggabungan tuntutan/ komulasi objektif dibenarkan, kecuali:
Kalau untuk sesuatu (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara
khusus ( perceraian ), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa
menurut acara biasa (gugatan utnuk memenuhi perjanjian ), maka
tuntutan itu tidak boleh digabungkan dalam satu gugatan;
Apabila hakim tidak berwenang (secara relatif) untuk
memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu
gugatan dengan tuntutan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh
diajukan bersama-sama dalam satu gugatan;
Tuntutan tentang “Bezit” tidak boleh diajukan bersama-sama
dengan tuntutan tentang “Eigendom” dalam satu gugatan ( vide pasal
103 Reglement Op Verordering);

113
Serta Majelis Hakim dalam memutus sesuai dengan asas Ultra
Petita/Ultra Petitum Partium adalah asas Hukum dalam Hukum Perdata,
dimana dalam asas tersebut kewenangan hakim dalam memutus suatu perkara
perdata di batasi hanya pada hal-hal yang dimohon oleh para pihak. Sehingga
hakim tidak dapat memutus suatu perkara melebihi dari apa yang dimohon
oleh para pihak. Hal tersebut dapat dilihat dalam amar putusan dimana Majelis
Hakim hanya membebankan pembayaran ganti rugi kepada Tergugat tidak
melebihi nominal yang diminta oleh Penggugat dalam gugatannya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Hakim dalam menjatuhkan Putusan


Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt telah menerapkan 3 (tiga)
aspek yang harus terakomodir dalam suatu proses penjatuhan putusan terhadap
suatu perkara, yaitu Principle Based Argumentation, Rule Based
argumentation, dan Theoritical Based Argumentation.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa putusan hakim telah memuat
nilai-nilai keadilan karena hakim turut mempertimbangkan fakta-fakta hukum
yang dikemukakan oleh kedua belah pihak, sehingga hakim dalam memutus
bersifat obyektif dan tidak memihak. Putusan pun pada akhirnya mendatangkan
manfaat bagi kedua belah pihak, dimana Penggugat mendapat ganti kerugian
materiil berupa modal pokok milik Para Penggugat sebesar Rp 215.000.000,- (dua
ratus lima belas juta rupiah) dan mendapatkan profit sharing yang dijanjikan yaitu
sebesar Rp 25.960.000,- (dua puluh lima juta sembilan ratus enam puluh rupiah).
Sedangkan manfaat yang diperoleh oleh Tergugat adalah tidak dikabulkannya
gugatan Para Penggugat secara keseluruhan sehingga Tergugat lebih ringan dalam
membayar ganti kerugian kepada Penggugat.
E. Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kesimpulan
Berdasarkan analisis tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :

114
4. Dalam melaksanakan Prosedur Hukum Acara Perdata, hakim telah
menerapkan asas-asas dalam hukum acara perdata antara lain Asas
Hakim Bersifat Pasif, Asas hakim bersifat menunggu, Asas terbuka
untuk umum, Asas mendengarkan kedua belah pihak, Asas
beracara dikenakan biaya, Asas putusan harus disertai alasan, Asas
Mancari Kebenaran Formil, Asas tidak ada keharusan mewakilkan.

5. Dengan melihat hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap


putusan nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt, maka peneliti dapat
memberikan gambaran bahwa hakim dalam perkara a quo sudah
secara maksimal menerapkan asas-asas beracara dan teori-teori
hukum yang ada serta aturan hukum yang berlaku, sehingga
putusan yang dihasilkan sudah mengakomodir hak-hak para pihak
yang berperkara untuk mendapatkan keadilan.
6. Dalam penalaran hukum hakim dalam perkara inconcreto :
Hakim sudah menggunakan pola berpikir silogistik. Dalam hal ini,
hakim dalam memberikan putusan selalu mendasarkan pada
sumber hukum baik berupa perundang-undangan, yurisprudensi
maupun doktrin yang ada. Sehingga, putusan yang dihasilkan
tersusun secara sistematis dan runtut, sehingga mudah dipahami.
Namun demikian, hakim telah melakukan proses berpikir silogistik,
sehingga semua unsur-unsur wanprestasi yang ada dalam gugatan
terhubung dengan fakta dan konklusinya.
7. Putusan Perkara nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt Pada dasarnya
telah mengandung unsur keadilan dan kemanfaatan, karena hakim
turut mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang dikemukakan
oleh kedua belah pihak, sehingga hakim dalam memutus bersifat
obyektif dan tidak memihak. Putusan pun pada akhirnya
mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak, dimana Penggugat
mendapat ganti kerugian materiil berupa modal pokok milik Para
Penggugat sebesar Rp 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta

115
rupiah) dan mendapatkan profit sharing yang dijanjikan yaitu
sebesar Rp 25.960.000,- (dua puluh lima juta sembilan ratus enam
puluh rupiah). Sedangkan manfaat yang diperoleh oleh Tergugat
adalah tidak dikabulkannya gugatan Para Penggugat secara
keseluruhan sehingga Tergugat lebih ringan dalam membayar ganti
kerugian kepada Penggugat.

b. Rekomendasi
Berdasarkan visi dan misi Komisi Yudisial, yaitu :
a. Visi : Menjadikan hakim sebagai insan pengabdi dan penegak keadilan
b. Misi :
1) Menyiapkan Hakim Agung yang berakhlak mulia, jujur,
berani dan kompeten ;
2) Melakukan pengawasan peradilan yang efektif, terbuka dan
dapat dipercaya ;
3) Mengembangkan sumber daya hakim menjadi insan yang
mengabdi dan menegakkan keadilan.
Dalam perkara a quo, dapat ditemukan adanya kepastian hukum, hal
terebut tercermin dalam pertimbangan-pertimbangan hukum sebelum hakim
menjatuhkan amar putusan. Dalam pertimbangannya, hakim menggunakan
dasar aturan hukum yang ada secara tepat sehingga putusan tersebut
mendatangkan keadilan dan kemanfaatan bagi kedua belah pihak yang
berperkara. Walaupun kinerja hakim dalam perkara a quo ini sudah baik,
namun tetap harus dilakukan pengawasan dan selanjutnya merekomendasikan
kepada Mahkamah Agung agar dilakukan pembinaan kepada seluruh hakim.
Pembinaan hakim diperlukan khususnya terhadap pengetahuan hakim dalam
melakukan interpretasi dan kecermatan dalam memberikan pertimbangan
hukum, karena putusan hakim harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dan ilmu hukum. Hal ini dimaksudkan, agar menjadi perhatian
bagi hakim-hakim lain untuk lebih menekankan keadilan, kepastian hukum
dan kemanfaatan, serta lebih cermat lagi dalam memberikan pertimbangan

116
hukum terkait unsur-unsur dalam perkara yang diperiksanya dengan
mempertimbangkan doktrin-doktrin ilmu hukum yang berlaku dan
yurisprudensi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Literatur yang digunakan :

117
Aryadi,Gregorius, 1995, Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana; (Studi Kasus
Tentang Pencurian dan Korupsi di Daerah Istimewa Yogyakarta),
Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Cormick, Neil Mac 1994, Legal Reasoning and Legal Theory Oxford: Oxford
University Press

Karjadi dan Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan


Penjelasan Resmi dan Komentar, Bogor : Politeia

Mertokusumo, Sudikno, 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta :


Libety

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teorii dan Kebijakan Pidana,
Bandung : Alumni

Mukantardjo, Rudy Satriyo, 7 July 2007, Harmonisasi Peran Aparat Penegak


Hukum Dalam Memahami Peraturan Perundang-undangan Tentang
Tindak Pidana Korupsi, http//www.legalitas.org, diakses tanggal 20
Agustus 2008

Poerwadarminta, W. J. S., 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai


Pustaka

Rahardjo, Satjipto, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta : Kompas

Rawls, John, 1971, A Theory of Justrice, Massachussetts : Harvard University


Press. Cambridge

118
Syahran, Abd. Halim, 08 July 2008, Peranan Hakim Agung dalam Penemuan
Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) pada
Era Reformasi dan Transformasi, http://saksi-buletin.com/index.php?
option=comcontent&task =view&id=13& Itemid=27, diakses pada tanggal
12 Maret 2009

Syed H. Alatas dalam Yunus Hussein, 18 Maret 2008, Alasan Orang Banyak
Korupsi, http//www.legalitas.org, diakses pada tanggal 20 Agustus 2008

Setiadi, Wicipto, 2006, Upaya Peningkatan Infrastruktur Hukum di Indonesia


dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Sektor Swasta,
Materi Seminar Nasional ”Pelaksanaan Konvensi PBB Menentang
Korupsi : Pemberantasan Korupsi di Sektor Swasta” yang diselenggarakan
pada 4 Agustus 2006

Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Hakim yang digunakan :

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang


Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006

MA 22 Juli 1970 No. 638 K/Sip/1969, J.I. Pen III/70, hlm. 101, MA 16 Desember
1970 No. 492 K/Sip/1970, J.I. Pen 1/71

119
120

You might also like