Professional Documents
Culture Documents
dan Perdagangan
Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik Parahyangan Bandung
2010
DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS
TERHADAP PRODUK PERTANIAN INDONESIA
Yermia Pehulisa
Universitas Katolik Parahyangan
Abstract
AFTA free trade policy in the period from January 1, 2003 will lead to more open market in
Indonesia for agricultural commodities from ASEAN countries. This paper aims to determine
whether the AFTA free trade can increase the export of Indonesian agricultural commodities
which includes five main food commodities which include rice, maize, soybeans, sugar and
cassava, which can create benefits for Indonesia, which is described by a surplus in trade
balance. The research proves that by applying the free trade policy, it will affect the growth of
exports and imports of Indonesian agricultural commodities. The rate of growth of Indonesian
exports of agricultural commodities is growing faster than the growth rate of imports during the
period of free trade policies implemented. With such high export growth rate, then Indonesia
earns a profit, thus creating a surplus in trade balance which has an impact on the growth of the
Indonesian economy at the macro level. The study also found that Indonesia is superior to
commodity rice, corn and soybeans, while for sugar and cassava do not. The results also show
that the value of the real exchange rate, GDP per capita of the ASEAN countries, the agricultural
sector's contribution to GDP, and the implementation of free trade policies have considerable
influence on net exports of Indonesian agriculture
Abstrak
Kebijakan perdagangan bebas dalam AFTA yang berlaku sejak 1 Januari 2003 akan
menyebabkan semakin terbukanya pasar Indonesia terhadap komoditas pertanian dari negara-
negara ASEAN. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdagangan bebas dalam AFTA
dapat meningkatkan ekspor komoditas pertanian Indonesia yang meliputi lima komoditas pangan
utama yang mencakup padi, jagung, kedelai, gula dan ketela, sehingga dapat menciptakan
keuntungan bagi Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada neraca perdagangan. Hasil
penelitian membuktikan bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas, maka
akan berdampak terhadap pertumbuhan ekspor dan impor komoditas pertanian Indonesia. Laju
pertumbuhan ekspor komoditas pertanian Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan
laju pertumbuhan impor selama periode kebijakan perdagangan bebas diberlakukan. Dengan
begitu tingginya laju pertumbuhan ekspor, maka Indonesia memperoleh keuntungan, sehingga
dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan yang berdampak terhadap pertumbuhan
perekonomian Indonesia secara makro. Penelitian ini juga menemukan bahwa Indonesia unggul
untuk komoditas padi, jagung dan kedelai, sedangkan untuk gula dan ketela tidak. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa nilai kurs riil, GDP per kapita negara-negara ASEAN,
kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan pemberlakuan kebijakan perdagangan bebas
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap net ekspor pertanian Indonesia.
2
Bab I
Pendahuluan
3
Oleh karenanya penulis melakukan penelitian ini dengan judul “Dampak Perdagangan
Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia.”
4
dapat meningkatkan keuntungan, yang digambarkan oleh kenaikkan ekspor pertanian Indonesia,
sehingga dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan atau justru akan mendatangkan
kerugian.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi net ekspor pertanian adalah kurs riil, GDP per
kapita negara-negara ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia dan kebijakan
liberalisasi itu sendiri. Kurs merupakan faktor penting dalam perdagangan internasional, karena
kurs akan menentukan apakah komoditi pertanian Indonesia lebih kompetitif atau tidak, sehingga
dapat dijadikan tolok ukur apakah produk ekspor pertanian Indonesia akan menguntungkan atau
merugikan. Disaat rupiah terdepresiasi, maka ekspor akan lebih menguntungkan. Hal ini
dikarenakan, dengan terdepresiasinya rupiah terhadap dolar maka komoditi pertanian Indonesia
menjadi lebih murah di luar negeri. Sedangkan impor komoditi pertanian negara-negara ASEAN
akan menjadi mahal.
Selain kurs, besarnya GDP per kapita negara-negara ASEAN juga akan mempengaruhi
net ekspor pertanian Indonesia. Karena disaat GDP per kapita negara-negara ASEAN meningkat,
maka permintaan terhadap komoditi pertanian Indonesia akan meningkat. Hal ini tidak
mengherankan karena jika Indonesia memiliki spesialisasi dalam satu produk tertentu dan negara
mitra tidak memilikinya, maka akan sangat memungkinkan untuk terjadinya kegiatan
perdagangan. Hal itu sesuai dengan tujuan dibentuknya AFTA. Namun jika terjadi penurunan
terhadap GDP per kapita negara mitra, maka permintaan terhadap komoditi pertanian Indonesia
menjadi menurun. Karena tidak mungkin negara mitra dalam hal ini negara-negara ASEAN akan
membeli produk pertanian Indonesia, namun pendapatan negaranya sendiri mengalami
penurunan.
Kemudian besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia (SHGDP) juga
mempengaruhi net ekspor. Hal ini dikarenakan, dengan semakin tingginya kontribusi sektor
pertanian terhadap GDP Indonesia, maka net ekspor pertanian sebagai sebagai bagian dari
SHGDP akan meningkat juga.
Sedangkan faktor yang terakhir adalah kebijakan perdagangan bebas itu sendiri. Karena
dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas akan berdampak terhadap net ekspor
pertanian, baik secara positif yang artinya dapat mendatangkan keuntungan atau bahkan
sebaliknya. Pemerintah Indonesia tentu saja tidak sembarangan dalam memberlakukan
kebijakan perdagangan bebas. Karena pihak yang terkait yaitu Departemen Perindustrian dan
Perdagangan telah melakukan berbagai perhitungan dalam memberlakukan kebijkan
perdagangan bebas, sehingga tujuan dari diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas dapat
5
menciptakan keuntungan yang digambarkan oleh surplus dalam neraca perdagangan, sehingga
dapat membangun perekonomian Indonesia yang tercermin dari naiknya GDP Indonesia.
Kurs
Kebijakan
Perdagangan
Bebas
Pada bab ini dirinci mengenai langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam penelitian.
Secara garis besar bab ini terdiri dari empat sub-bab, yaitu: metode penelitian, model yang
diestimasi, data dan objek penelitian.
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi mengenai hasil regresi dan disertai oleh pembahasan.
Bab V : Kesimpulan
Bab terakhir ini secara khusus menjelaskan hasil akhir dari penelitian ini.
6
Bab II
Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai literatur yang berkaitan dengan topik
penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari beberapa sub-bab, antara lain konsep dari
perdagangan internasional, liberalisasi, AFTA dan tinjauan terhadap penelitian yang dilakukan
sebelumnya.
Manfaat-manfaat tidak langsung lainnya seperti keinginan memproduksi barang dengan kualitas
yang lebih baik, terciptanya iklim persaingan yang sehat, sarana pemasukan modal asing,
meningkatkan teknologi dan sebagainya (Jhingan, 1994 dalam Mulyanto, 1999).
Landasan teori perdagangan internasional yang melatarbelakangi terjadinya liberalisasi
salah satunya adalah teori factor endowments. Heckser-Ohlin mengemukakan bahwa suatu
negara melakukan perdagangan internasional karena adanya perbedaan endowment. Perbedaan
opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena
adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors)
masing-masing negara. Perbedaan tersebut menimbulkan terjadinya perdagangan internasional.
7
Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan murah dalam
memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya,
masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor
produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya (Salvatore, 2004).
8
2.3 Konsep dan Definisi AFTA
Dalam perkembangannya banyak negara-negara melaksanakan kebijakan liberalisasi,
yang salah satunya digambarkan dengan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) dan
Indonesia salah satunya, dimana Indonesia telah 18 tahun menjadi anggota kawasan
perdagangan bebas ASEAN (AFTA). AFTA merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya
saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia, serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu
Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA
ditargetkan merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional
ASEAN, dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang akan dicapai dalam
waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003. Skema Common
Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema
untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang
terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor
barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand, sedangkan untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk
ASEAN memiliki daya saing yang kuat di pasar global.
Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
Meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
Manfaat :
Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan
penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam.
Pilihan konsumen atas jenis atau ragam produk yang tersedia di pasar domestik
semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu.
9
Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan
pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
Tantangan :
Pengusaha atau produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan
kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan
kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya, baik dalam
memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN
lainnya.
Perdagangan antar negara tanpa disertai dengan adanya berbagai hambatan, baik dalam
bentuk tarif maupun non-tarif tentunya akan mendatangkan manfaat sekaligus keuntungan bagi
negara-negara melalui spesialisasi produksi dari komoditas yang diunggulkan. Namun dalam
kenyataannya apa yang diharapkan tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Bukti-
bukti mengenai dampak perdagangan bebas terhadap pertanian di negara berkembang
menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perdagangan
bebas secara positif mempengaruhi pertanian.
10
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa perdagangan bebas cenderung memiliki dampak
negatif terhadap sektor pertanian di negara-negara berkembang. Jaramillo (1998) menunjukkan
bagaimana Kolombia dengan program perdagangan bebasnya menyebabkan pertumbuhan
impor yang begitu cepat, sedangkan ekspor komoditas pertanian menurun. Deiniger dan Olinto
(2000) menyimpulkan bahwa program perdagangan bebas Zambia di awal tahun 1990
mengakibatkan stagnasi di sektor pertanian, terutama disebabkan oleh kekakuan struktural
dalam ekonomi. Hossain dan Alauddin (2005) menemukan bahwa program liberalisasi di
Bangladesh pada tahun 1980 menyebabkan produksi dan pertumbuhan ekspor barang-barang
manufaktur, sehingga menurunkan produksi pertanian. Karunaratne (1998) menemukan hasil
yang sama untuk Thailand. Weeks (1999) menemukan bahwa kebijakan perdagangan bebas di
sektor pertanian menyebabkan penurunan pada neraca perdagangan di seluruh negara-negara
di kawasan Amerika Tengah.
11
Bab III
Metodologi Penelitian
Pada bab ini akan dirinci mengenai langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam
penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari empat sub bab, yaitu: metode penelitian, model
yang diestimasi, data dan objek penelitian.
12
3.3 Model yang Diestimasi
Tujuan dari model ini adalah untuk melihat pengaruh nilai kurs riil, pendapatan per kapita
negara-negara ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan kebijakan perdagangan
bebas terhadap net ekspor pertanian Indonesia pada tahun 1990-2008.
Dimana,
NXt = net ekspor pertanian, dimana ekspor – impor (US$) pada tahun t.
POLt = variabel dummy, sama dengan 1 jika negara menganut kebijakan perdagangan
bebas pada tahun t.
Objek penelitian dalam penelitian ini ialah produk ekspor pertanian Indonesia yang meliputi lima
komoditas pangan utama, seperti padi, jagung, kedelai, gula dan ketela yang digambarkan oleh
Net Ekspor pertanian sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas.
Penelitian dilakukan dengan melihat beberapa variabel yang dijadikan indikator dalam melihat
dampak perdagangan bebas terhadap produk ekspor pertanian Indonesia, seperti nilai kurs riil
per 1 US$ (Kurst), pendapatan per kapita negara-negara ASEAN (GDPASEANt), besarnya
kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia (SHGDPt) dan kebijakan perdagangan
bebas (POLt).
13
Bab IV
Hasil dan Pembahasan
14
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dalam persamaan hasil regresi, maka dapat
diketahui dari nilai r antar variabel independen yang digunakan. Bila nilai r antar variabel tersebut
<80%, maka tidak terdapat multikolinearitas. Dari nilai koefisien korelasi (r) diatas, nilai r antara
variabel bebas yang terdapat dalam model < 80%, itu artinya tidak terdapat multikolinearitas dari
persamaan regresi yang digunakan.
DW = 1.89
15
Dimana:
0 - dl : daerah tolak Ho (positif auto)
dl - du : daerah inconclussive (ragu-ragu)
du-4-du : daerah terima Ho
4-du-4-dl : daerah inconclussive (ragu-ragu)
4-dl-4 : tolak Ho (negative auto)
DW-Stat : 1.89 terdapat pada daerah terima Ho, du < DW < 4-du, artinya tidak terdapat
autokorelasi positif maupun negatif.
Ho = pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah tidak signifikan.
H1 = pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah signifikan.
α = 5%
16
t-stat variabel KURS = 3.07 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel KURS signifikan
mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.
t-stat variabel GDPASEAN = 1.92 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel GDPASEAN
signifikan mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.
t-stat variabel SHGDP = 1.93 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel SHGDP signifikan
mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.
t-stat variabel POL = 4.22 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel POL signifikan
mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.
Dari hasil regresi terlihat bahwa nilai F-stat = 13.45 > F-tabel = 3.11 atau P-value = 0.00 < α =
0.05, maka tolak Ho atau variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat
secara signifikan pada α = 5%.
17
4.3 Interpretasi Hasil Regresi
Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa semua variabel signifikan di tingkat 10 %.
Untuk variabel kontribusi sektor pertanian (SHGDPt) signifikan pada tingkat 10%. Variabel GDP
negara-negara ASEAN (GDPASEANt) signifikan pada tingkat 5%. Sedangkan untuk variabel
kebijakan perdagangan bebas (POLt) signifikan pada tingkat 1% dan variabel kurs (Kurst)
signifikan pada tingkat 1%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel independen tersebut
masing-masing mempengaruhi Net Ekspor.
Gambar 4.1 Perkembangan Kurs Riil Namun jika rupiah terapresiasi atau
12000 menguat, maka hal itu akan menurunkan
10000 ekspor pertanian. Hal itu dikarenakan dengan
terapresiasinya rupiah maka harga jual
8000
komoditi pertanian Indonesia akan menjadi
6000
lebih mahal di luar negeri, sedangkan untuk
4000 impor komoditi pertanian akan menjadi lebih
2000 murah. Logika yang dipakai dalam penelitian
ini adalah jika rupiah terdepresiasi ekspor
0
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 meningkat, sehingga akan menciptakan
KURST surplus dalam neraca perdagangan.
18
Gambar 4.2 Perkembangan GDP ASEAN
Angka dari hasil regresi sesuai dengan
240000
apa yang penulis harapkan. Seperti yang
SHGDP
19
4.3.4 Kebijakan Perdagangan Bebas
Sementara itu untuk koefisien Kebijakan Perdagangan Bebas (POLt) menunjukkan angka
sebesar 3.59, yang berarti bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas, ceteris
paribus, maka akan menaikkan net ekspor pertanian Indonesia sebesar 3.59 juta US$.
4.4 Pembahasan
Dari penjelasan di atas kita telah dapat mengetahui bahwa dengan diberlakukannya
kebijakan perdagangan bebas ternyata membawa dampak positif, yaitu dapat meningkatkan
ekspor produk pertanian Indonesia, sehingga net ekspor pertanian Indonesia selalu meningkat
sejak diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas AFTA pada tahun 2003.
Namun dari lima komoditas pangan utama tidak semuanya menjadi unggulan. Tabel dibawah ini
akan menunjukkan top ekspor komoditas pertanian Indonesia.
20
Top Export Indonesia
Commodity Ranking
Padi 1
Jagung 2
Kedelai 3
Gula 5
Ketela 2
Untuk komoditas padi Indonesia menempati urutan pertama se-ASEAN, dari tahun 1990
sampai dengan 2008. Hal ini dikarenakan lahan yang dijadikan sawah merupakan lahan yang
terluas, hampir 47.800.000 ha, dan ini merupakan lahan yang terluas untuk kawasan ASEAN.
Selain padi, Indonesia juga unggul untuk komoditas jagung dan kedelai. Adapun yang menjadi
pangsa pasar utama produk pertanian Indonesia adalah Singapur, Malaysia, Thailand dan
Filipina. Sedangkan untuk ketela dan gula Indonesia ternyata kalah dari negara-negara mitra.
Untuk komoditas ketela Indonesia kalah dengan negara Thailand dan untuk komoditas gula
Indonesia masih kalah jauh dengan negara Filipina, Thailand, Vietnam dan Myanmar. Karenanya
Indonesia sering kali mengimpor komoditas tersebut. Bahkan volume impor Indonesia untuk
komoditas gula masih sangat tinggi setiap tahunnya.
Berdasarkan fakta diatas, ada baiknya jika Indonesia menspesialisasikan produk
pertaniannya untuk komoditas padi, jagung dan kedelai. Apalagi permintaan akan komoditas
tersebut sangat tinggi, khususnya untuk kawasan ASEAN, sehingga Indonesia dapat
meningkatkan volume ekspornya setiap tahun. Sedangkan untuk komoditas gula dan ketela ada
baiknya jika Indonesia mengimpornya dari negara mitra, karena produktivitas Indonesia untuk
komoditas gula dan ketela masih rendah. Hal ini didasarkan oleh teori Heckser-Ohlin yang
mengemukakan bahwa suatu negara melakukan perdagangan internasional karena adanya
perbedaan endowment. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan
murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara
tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya.
21
Bab V
Kesimpulan
22
Referensi
Gingrich, Chris D., Garber Jason D.(2009) .Trade Liberalization’s Impact On Agriculture In Low
Income Coutries: A Comparison Of El Salvador And Costarica.
Hadi, Prajogo., Mardianto, Sudi. (2006). Analisis Komparansi Daya Saing Produk Ekspor
Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Hardono, Gatoet S., et al. (2004). Liberalisasi Perdagangan : Sisi Teori Dampak Empiris dan
Perpektif Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor.
Hutabarat, Budiman., et al. (2007). Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia – Cina
dan Kerjasama AFTA dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian
Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta.
WWW.FAO.ORG (Visit : 21.30 p.m.)
WWW.ADB.ORG (Visit : 08.00 a.m.)
WWW.ASEAN.ORG (Visit : 20.30 p.m.)
23