You are on page 1of 23

Seminar Ekonomi Industri

dan Perdagangan

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS TERHADAP PRODUK


PERTANIAN INDONESIA
Oleh
Yermia Pehulisa

Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik Parahyangan Bandung
2010
DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS
TERHADAP PRODUK PERTANIAN INDONESIA

Yermia Pehulisa
Universitas Katolik Parahyangan

Abstract

AFTA free trade policy in the period from January 1, 2003 will lead to more open market in
Indonesia for agricultural commodities from ASEAN countries. This paper aims to determine
whether the AFTA free trade can increase the export of Indonesian agricultural commodities
which includes five main food commodities which include rice, maize, soybeans, sugar and
cassava, which can create benefits for Indonesia, which is described by a surplus in trade
balance. The research proves that by applying the free trade policy, it will affect the growth of
exports and imports of Indonesian agricultural commodities. The rate of growth of Indonesian
exports of agricultural commodities is growing faster than the growth rate of imports during the
period of free trade policies implemented. With such high export growth rate, then Indonesia
earns a profit, thus creating a surplus in trade balance which has an impact on the growth of the
Indonesian economy at the macro level. The study also found that Indonesia is superior to
commodity rice, corn and soybeans, while for sugar and cassava do not. The results also show
that the value of the real exchange rate, GDP per capita of the ASEAN countries, the agricultural
sector's contribution to GDP, and the implementation of free trade policies have considerable
influence on net exports of Indonesian agriculture

Keywords: Trade Liberalization, Agriculture, AFTA

Abstrak

Kebijakan perdagangan bebas dalam AFTA yang berlaku sejak 1 Januari 2003 akan
menyebabkan semakin terbukanya pasar Indonesia terhadap komoditas pertanian dari negara-
negara ASEAN. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdagangan bebas dalam AFTA
dapat meningkatkan ekspor komoditas pertanian Indonesia yang meliputi lima komoditas pangan
utama yang mencakup padi, jagung, kedelai, gula dan ketela, sehingga dapat menciptakan
keuntungan bagi Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada neraca perdagangan. Hasil
penelitian membuktikan bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas, maka
akan berdampak terhadap pertumbuhan ekspor dan impor komoditas pertanian Indonesia. Laju
pertumbuhan ekspor komoditas pertanian Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan
laju pertumbuhan impor selama periode kebijakan perdagangan bebas diberlakukan. Dengan
begitu tingginya laju pertumbuhan ekspor, maka Indonesia memperoleh keuntungan, sehingga
dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan yang berdampak terhadap pertumbuhan
perekonomian Indonesia secara makro. Penelitian ini juga menemukan bahwa Indonesia unggul
untuk komoditas padi, jagung dan kedelai, sedangkan untuk gula dan ketela tidak. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa nilai kurs riil, GDP per kapita negara-negara ASEAN,
kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan pemberlakuan kebijakan perdagangan bebas
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap net ekspor pertanian Indonesia.

Keywords: Perdagangan Bebas, Pertanian, AFTA

2
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Perekonomian dunia mengalami proses liberalisasi perdagangan yang ditandai dengan
mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang kini
peranannya telah digantikan oleh World Trade Organization (WTO). Perdagangan yang lebih
liberal tampaknya menjadi tujuan hampir sebagian besar negara di dunia, dengan harapan
liberalisasi dapat meningkatkan volume dan nilai perdagangan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Liberalisasi perdagangan
salah satunya ditandai dengan penurunan atau bahkan penghapusan hambatan perdagangan,
baik berupa tarif maupun non tarif. Hambatan perdagangan penting untuk dihapuskan karena
tanpa hambatan dapat mendorong arus pergerakan barang dan jasa (flow of goods and
services). Gencarnya proses liberalisasi perdagangan yang dilakukan tentunya berkaitan dengan
tujuan Indonesia untuk mendapatkan keuntungan (gains from trade) sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui surplus neraca perdagangan. Namun perlu diingat
bahwa proses liberalisasi perdagangan itu sendiri berhubungan erat dengan pembukaan akses
pasar produk ekspor Indonesia ke dunia. Begitu juga sebaiknya, terbukanya akses pasar dunia,
dalam arti bahwa pasar domestik Indonesia juga akan semakin terbuka bagi produk impor negara
lain.
Dalam perkembangan terakhir ini, banyak negara-negara di dunia termasuk Indonesia,
mencoba alternatif ke arah liberalisasi melalui kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area).
Kawasan perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia salah satunya adalah AFTA.
Perdagangan bebas dalam wadah AFTA yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 januari 2003
bagi enam negara anggota lama ASEAN, yaitu Indonesia, Brunai Darussalam, Filipina, Malaysia,
Singapura dan Thailand. Lambat atau cepat liberalisasi perdagangan akan menyebabkan pasar
disemua negara anggota ASEAN akan semakin terbuka, termasuk Indonesia.
Penulis merasa tertarik untuk meneliti dampak perdagangan bebas terhadap produk
pertanian Indonesia, yang meliputi padi, jagung, kedelai, gula dan ketela. Hal itu disebabkan oleh
adanya kecenderungan bahwa negara-negara anggota ASEAN memproduksi jenis produk
pertanian yang hampir sama, yang disebabkan oleh kondisi iklim dan kebudayaan yang hampir
sama, sehingga apakah dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas dapat
menguntungkan atau justru akan mendatangkan kerugian.

3
Oleh karenanya penulis melakukan penelitian ini dengan judul “Dampak Perdagangan
Bebas Terhadap Produk Pertanian Indonesia.”

1.2 Identifikasi Masalah


Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara tanpa hambatan
akan memberikan keuntungan bagi negara tersebut melalui spesialisasi produksi komoditas yang
diunggulkan, dalam kasus ini adalah komoditi pertanian. Namun dalam kenyataan paling tidak
dari penelitian empiris, dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas tidak serta merta
menciptakan keuntungan bagi negara-negara tersebut. Banyak hasil-hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan bebas dapat menguntungkan tetapi juga dapat
merugikan.
Secara spesifik masalah yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah
apakah perdagangan bebas dalam AFTA dapat meningkatkan ekspor komoditi pertanian,
sehingga dapat menciptakan keuntungan bagi Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada
neraca perdagangan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdagangan bebas dalam AFTA dapat
meningkatkan ekspor komoditi pertanian, sehingga dapat menciptakan keuntungan bagi
Indonesia yang digambarkan dengan surplus pada neraca perdagangan. Selain itu, penelitian ini
juga berguna untuk menjadi bahan pertimbangan bagi para pejabat terkait untuk menerapkan
kebijakan yang sesuai dengan kondisi pertanian Indonesia saat ini, sehingga pertanian Indonesia
menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani di pedesaan.

1.4 Kerangka Pemikiran


Perdagangan antar negara tanpa disertai dengan adanya hambatan-hambatan dapat
menciptakan keuntungan bagi negara tersebut, yang digambarkan dengan surplus pada neraca
perdagangan. Dari dasar teori tersebut, maka tidaklah heran jika negara-negara di dunia ini, kini
mulai melaksanakan kebijakan liberalisasi. Namun dari beberapa penelitian empiris menunjukkan
bahwa respon pertanian terhadap perdagangan bebas dapat bervariasi diantara negara-negara
yang memberlakukan kebijakan liberalisasi.
Dalam penelitian ini, penulis lebih memfokuskan pada dampak kebijakan perdagangan
bebas terhadap produk pertanian Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah yang
diharapkan oleh pemerintah Indonesia dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas

4
dapat meningkatkan keuntungan, yang digambarkan oleh kenaikkan ekspor pertanian Indonesia,
sehingga dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan atau justru akan mendatangkan
kerugian.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi net ekspor pertanian adalah kurs riil, GDP per
kapita negara-negara ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia dan kebijakan
liberalisasi itu sendiri. Kurs merupakan faktor penting dalam perdagangan internasional, karena
kurs akan menentukan apakah komoditi pertanian Indonesia lebih kompetitif atau tidak, sehingga
dapat dijadikan tolok ukur apakah produk ekspor pertanian Indonesia akan menguntungkan atau
merugikan. Disaat rupiah terdepresiasi, maka ekspor akan lebih menguntungkan. Hal ini
dikarenakan, dengan terdepresiasinya rupiah terhadap dolar maka komoditi pertanian Indonesia
menjadi lebih murah di luar negeri. Sedangkan impor komoditi pertanian negara-negara ASEAN
akan menjadi mahal.
Selain kurs, besarnya GDP per kapita negara-negara ASEAN juga akan mempengaruhi
net ekspor pertanian Indonesia. Karena disaat GDP per kapita negara-negara ASEAN meningkat,
maka permintaan terhadap komoditi pertanian Indonesia akan meningkat. Hal ini tidak
mengherankan karena jika Indonesia memiliki spesialisasi dalam satu produk tertentu dan negara
mitra tidak memilikinya, maka akan sangat memungkinkan untuk terjadinya kegiatan
perdagangan. Hal itu sesuai dengan tujuan dibentuknya AFTA. Namun jika terjadi penurunan
terhadap GDP per kapita negara mitra, maka permintaan terhadap komoditi pertanian Indonesia
menjadi menurun. Karena tidak mungkin negara mitra dalam hal ini negara-negara ASEAN akan
membeli produk pertanian Indonesia, namun pendapatan negaranya sendiri mengalami
penurunan.
Kemudian besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia (SHGDP) juga
mempengaruhi net ekspor. Hal ini dikarenakan, dengan semakin tingginya kontribusi sektor
pertanian terhadap GDP Indonesia, maka net ekspor pertanian sebagai sebagai bagian dari
SHGDP akan meningkat juga.
Sedangkan faktor yang terakhir adalah kebijakan perdagangan bebas itu sendiri. Karena
dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas akan berdampak terhadap net ekspor
pertanian, baik secara positif yang artinya dapat mendatangkan keuntungan atau bahkan
sebaliknya. Pemerintah Indonesia tentu saja tidak sembarangan dalam memberlakukan
kebijakan perdagangan bebas. Karena pihak yang terkait yaitu Departemen Perindustrian dan
Perdagangan telah melakukan berbagai perhitungan dalam memberlakukan kebijkan
perdagangan bebas, sehingga tujuan dari diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas dapat

5
menciptakan keuntungan yang digambarkan oleh surplus dalam neraca perdagangan, sehingga
dapat membangun perekonomian Indonesia yang tercermin dari naiknya GDP Indonesia.

1.4.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Kurs

GDP per kapita


ASEAN

Kontribusi Pertanian Net Ekspor Pertanian Indonesia


Terhadap GDP

Kebijakan
Perdagangan
Bebas

1.5 Sistematika Pembahasan


Penelitian ini terdiri dari lima bab seperti yang akan diuraikan secara ringkas berikut ini:
Bab I : Pendahuluan
Bab pendahuluan merupakan uraian tentang latar belakang penulisan, tujuan, serta kerangka
pemikiran.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab tinjauan pustaka merupakan pembahasan mengenai berbagai literatur yang berkaitan
dengan topik penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari beberapa sub-bab, seperti konsep
dari perdagangan internasional, liberalisasi, AFTA dan tinjauan terhadap penelitian yang
dilakukan sebelumnya.
Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini dirinci mengenai langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam penelitian.
Secara garis besar bab ini terdiri dari empat sub-bab, yaitu: metode penelitian, model yang
diestimasi, data dan objek penelitian.
Bab IV : Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi mengenai hasil regresi dan disertai oleh pembahasan.
Bab V : Kesimpulan
Bab terakhir ini secara khusus menjelaskan hasil akhir dari penelitian ini.

6
Bab II
Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai literatur yang berkaitan dengan topik
penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari beberapa sub-bab, antara lain konsep dari
perdagangan internasional, liberalisasi, AFTA dan tinjauan terhadap penelitian yang dilakukan
sebelumnya.

2.1 Perdagangan internasional


Berdasarkan teori perdagangan internasional, motivasi utama untuk melakukan
perdagangan internasional adalah mendapatkan keuntungan (gains from trade), meningkatkan
pendapatan dan menurunkan biaya (cost). Perdagangan internasional memberikan akses
terhadap barang yang lebih murah bagi para konsumen dan pemilik sumber daya (resources)
memperoleh peningkatan pendapatan karena menurunnya biaya produksi (Appleyard et. all,
2006).
Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif pada suatu negara berupa:
 Sebagai sarana meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui proses pertukaran.
 Dengan adanya spesialisasi dan pembagian kerja, suatu negara dapat mengekspor
komoditi yang diproduksi lebih murah untuk dipertukarkan dengan barang yang dihasilkan
negara lain, yang jika diproduksi sendiri biayanya mahal.
 Akibat adanya perluasan pasar produk dan pergeseran kegiatan, suatu negara mendapat
keuntungan berupa naiknya tingkat pendapatan nasional, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan output dan laju pertumbuhan ekonomi.

Manfaat-manfaat tidak langsung lainnya seperti keinginan memproduksi barang dengan kualitas
yang lebih baik, terciptanya iklim persaingan yang sehat, sarana pemasukan modal asing,
meningkatkan teknologi dan sebagainya (Jhingan, 1994 dalam Mulyanto, 1999).
Landasan teori perdagangan internasional yang melatarbelakangi terjadinya liberalisasi
salah satunya adalah teori factor endowments. Heckser-Ohlin mengemukakan bahwa suatu
negara melakukan perdagangan internasional karena adanya perbedaan endowment. Perbedaan
opportunity cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dapat terjadi karena
adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors)
masing-masing negara. Perbedaan tersebut menimbulkan terjadinya perdagangan internasional.

7
Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan murah dalam
memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya,
masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor
produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya (Salvatore, 2004).

2.2 Konsep Liberalisasi


Literatur yang membahas mengenai liberalisasi sering menyamakan liberalisasi dengan
semakin terbukanya perekonomian suatu negara atau suatu negara sedang menjalankan
kebijakan liberalisasi bila kebijakan yang diterapkan tersebut menyebabkan perekonomian
semakin berorientasi ke luar (outward-oriented) dan juga openness. Maksud dari kebijakan
liberalisasi adalah kebijakan perdagangan yang diambil suatu negara yang mencerminkan
pergerakan ke arah yang lebih liberal atau terbuka. Kebijakan liberalisasi dapat tercapai melalui
beberapa cara seperti pengurangan hambatan-hambatan dalam perdagangan atau
pemberlakuan subsidi ekspor (Santos-Paulino, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Krueger (1978) dan Bhagwati (1978) merupakan studi
terorganisir pertama untuk menformalkan klasifikasi dari kebijakan. Mereka mengartikan
kebijakan liberalisasi perdagangan sebagai kebijakan yang mengurangi tingkat anti-export bias
yang menitikberatkan terhadap pengurangan import licences premium (PR). Orientasi kebijakan
perdagangan suatu negara diukur berdasarkan tingkat struktur proteksi dan sistem insentif yang
diberlakukan.
Berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh negara maka dapat dibagi dalam dua
kelompok yaitu kebijakan substitusi impor atau ekspansi ekspor. Substitusi impor sering dikaitkan
dengan kebijakan proteksi dan ekspansi ekspor berhubungan dengan kebijakan liberalisasi. Pada
prakteknya, kebijakan proteksi dengan meningkatkan tarif misalnya sulit dilakukan. Suatu negara
yang berencana untuk memberlakukan hambatan perdagangan seperti tarif misalnya harus
mempertimbangkan efek timbal balik jika negara lain melakukan hal yang sama (Nenci dan
Pietrobelli, 2007).
Kebijakan dalam rangka liberalisasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu yang
dilakukan secara global dan unilateral, dan yang dilakukan secara bilateral atau regional.
Kebijakan yang berlaku global berkaitan dengan kesepakatan yang diputuskan di WTO dan yang
unilateral adalah kebijakan yang secara sepihak dilaksanakan oleh negara tersebut. Kebijakan
regional atau bilateral adalah kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan
secara bilateral atau regional yang biasanya berada dalam suatu perjanjian perdagangan baik
bilateral maupun regional.

8
2.3 Konsep dan Definisi AFTA
Dalam perkembangannya banyak negara-negara melaksanakan kebijakan liberalisasi,
yang salah satunya digambarkan dengan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) dan
Indonesia salah satunya, dimana Indonesia telah 18 tahun menjadi anggota kawasan
perdagangan bebas ASEAN (AFTA). AFTA merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya
saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia, serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu
Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA
ditargetkan merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional
ASEAN, dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia yang akan dicapai dalam
waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003. Skema Common
Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema
untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan
pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang
terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor
barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan
Thailand, sedangkan untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

2.3.1 Tujuan Didirikannya AFTA

 Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk
ASEAN memiliki daya saing yang kuat di pasar global.
 Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
 Meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).

2.3.2 Manfaat dan Tantangan AFTA bagi Indonesia

Manfaat :
 Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan
penduduk sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam.
 Pilihan konsumen atas jenis atau ragam produk yang tersedia di pasar domestik
semakin banyak dengan tingkat harga dan mutu tertentu.

9
 Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan
pelaku bisnis di negara anggota ASEAN lainnya.
Tantangan :
 Pengusaha atau produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan
kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan
kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN lainnya, baik dalam
memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara anggota ASEAN
lainnya.

2.4 Penelitian Sebelumnya

Perdagangan antar negara tanpa disertai dengan adanya berbagai hambatan, baik dalam
bentuk tarif maupun non-tarif tentunya akan mendatangkan manfaat sekaligus keuntungan bagi
negara-negara melalui spesialisasi produksi dari komoditas yang diunggulkan. Namun dalam
kenyataannya apa yang diharapkan tidak selalu sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Bukti-
bukti mengenai dampak perdagangan bebas terhadap pertanian di negara berkembang
menunjukkan hasil yang beragam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perdagangan
bebas secara positif mempengaruhi pertanian.

Gingrich (2009) menemukan bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan


bebas maka Kosta Rika akan mendapatkan keuntungan dimana laju pertumbuhan ekspor lebih
tinggi dibandingkan dengan impor, sehingga Kosta Rika akan mengalami surplus dalam neraca
perdagangan. Amin at al. (2002) menemukan bahwa reformasi pasar di Kamerun dapat
meningkatkan keuntungan pada sektor pertanian, sehingga dapat mendorong produksi pertanian.
Banyak perbaikan dalam insentif pertanian yang berasal dari devaluasi mata uang, sehingga
kamerun dapat menikmati keunggulan komparatif di sektor pertanian. Storm (2003) dengan
menggunakan model general equilibrium untuk mensimulasikan dampak perdagangan bebas
terhadap pertanian di India. Hasil dari penelitiannya menemukan bahwa tingginya harga
komoditas pertanian merangsang investasi dan meningkatkan output pertanian dan pendapatan
masyarakat desa, yang memang masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
Seperti di Kamerun, banyak perbaikan dalam insentif harga pertanian di India sebagai hasil dari
devaluasi mata uang domestik. Blake et al. (2002) meneliti reformasi liberalisasi di Uganda dan
menemukan bahwa adanya perbaikan harga terhadap komoditas pertanian dan meningkatkan
keuntungan serta kesejahteraan mayarakat desa.

10
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa perdagangan bebas cenderung memiliki dampak
negatif terhadap sektor pertanian di negara-negara berkembang. Jaramillo (1998) menunjukkan
bagaimana Kolombia dengan program perdagangan bebasnya menyebabkan pertumbuhan
impor yang begitu cepat, sedangkan ekspor komoditas pertanian menurun. Deiniger dan Olinto
(2000) menyimpulkan bahwa program perdagangan bebas Zambia di awal tahun 1990
mengakibatkan stagnasi di sektor pertanian, terutama disebabkan oleh kekakuan struktural
dalam ekonomi. Hossain dan Alauddin (2005) menemukan bahwa program liberalisasi di
Bangladesh pada tahun 1980 menyebabkan produksi dan pertumbuhan ekspor barang-barang
manufaktur, sehingga menurunkan produksi pertanian. Karunaratne (1998) menemukan hasil
yang sama untuk Thailand. Weeks (1999) menemukan bahwa kebijakan perdagangan bebas di
sektor pertanian menyebabkan penurunan pada neraca perdagangan di seluruh negara-negara
di kawasan Amerika Tengah.

11
Bab III
Metodologi Penelitian

Pada bab ini akan dirinci mengenai langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam
penelitian. Secara garis besar bab ini terdiri dari empat sub bab, yaitu: metode penelitian, model
yang diestimasi, data dan objek penelitian.

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan studi empiris dengan menggunakan metode kausalitas. Metode
kausalitas digunakan untuk mengetahui sebab-akibat. Analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis deskriptif dan anlisis kuantitatif.

3.1.1 Analisis Deskriptif dan Analisis Kuantitatif


Analisis deskriptif dilakukan untuk melengkapi analisis ekonometrik. Variabel-variabel
yang dianalisis secara deskriptif adalah variabel-variabel yang sifatnya kualitatif atau tidak dapat
diregresi karena keterbatasan data. Sedangkan variabel-variabel yang bersifat kuantitatif adalah
variabel yang dapat diregresi dan dijelaskan melalui analisis kuantitatif dengan menggunakan
model ekonometrik.
Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk time series, model ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kurs riil, pendapatan per kapita negara-negara
ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP dan pemberlakuan kebijakan perdagangan
bebas pada tahun 1990 sampai dengan 2008. Pengolahan data dari model ini dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak E-Views 5.0.

3.2 Data dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari
publikasi FAO yang meliputi data ekspor dan impor komoditi pertanian Indonesia, seperti padi,
jagung, kedelai, gula dan ketela dari tahun 1990-2008, kemudian data nilai kurs riil yang
diperoleh dari BI (Bank Indonesia). Selain itu data mengenai pendapatan per kapita negara-
negara ASEAN di dapat dari Buku Statistik ASEAN, dan data mengenai kontribusi sektor
pertanian terhadap GDP di dapat dari BPS (Badan Pusat Statistik).

12
3.3 Model yang Diestimasi
Tujuan dari model ini adalah untuk melihat pengaruh nilai kurs riil, pendapatan per kapita
negara-negara ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan kebijakan perdagangan
bebas terhadap net ekspor pertanian Indonesia pada tahun 1990-2008.

NX t = β0 + β1 KURS t + β2 GDPASEANt + β3 SHGDP t + β4 POL t + ε t

Dimana,
NXt = net ekspor pertanian, dimana ekspor – impor (US$) pada tahun t.

Sumber :FAO (2009).


KURSt = kurs riil, diukur dalam satuan mata uang lokal per US $ pada tahun t.
Sumber : Bank Indonesia (2008).
GDPASEANt = pendapatan per kapita negara-negara ASEAN pada tahun t.
Sumber : Statistik ASEAN (2008).
SHGDPt = kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia pada tahun t.
Sumber : BPS (2009).

POLt = variabel dummy, sama dengan 1 jika negara menganut kebijakan perdagangan
bebas pada tahun t.

Sumber : Hadi (2006)


εt = stochastic error pada tahun t
t = 1990 – 2008

3.4 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini ialah produk ekspor pertanian Indonesia yang meliputi lima
komoditas pangan utama, seperti padi, jagung, kedelai, gula dan ketela yang digambarkan oleh
Net Ekspor pertanian sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas.
Penelitian dilakukan dengan melihat beberapa variabel yang dijadikan indikator dalam melihat
dampak perdagangan bebas terhadap produk ekspor pertanian Indonesia, seperti nilai kurs riil
per 1 US$ (Kurst), pendapatan per kapita negara-negara ASEAN (GDPASEANt), besarnya
kontribusi sektor pertanian terhadap GDP Indonesia (SHGDPt) dan kebijakan perdagangan
bebas (POLt).

13
Bab IV
Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Regresi


Penulis akan meneliti pengaruh nilai kurs riil, GDP per kapita negara-negara ASEAN,
kontribusi sektor pertanian terhadap GDP dan pemberlakuan kebijakan perdagangan bebas
terhadap net ekspor pertanian Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode regresi
berganda dengan data time series pada tahun 1990-2008. Dengan menggunakan perangkat
lunak Eviews 5.0, diperoleh hasil sebagai berikut:

NX = 9.43 + 3.08 Kurs + 0.18 GDPASEAN + 0.32 SHGDP + 3.59 POL + εi


t- Stat = (8.09) (3.07) (1.92) (1.93) (4.22)
Prob = (0.00) (0.00) (0.04) (0.06) (0.00)
R2 = 0.76
Adjusted R2 = 0.68
F-Stat = 13.45
DW-Stat = 1.899708
N = 19

4.1.1 Uji Asumsi Klasik (Multikolinearitas)


Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam regresi adalah tidak adanya perfect
multicolinearity. Multikolinearitas dapat diartikan sebagai adanya hubungan linear yang sempurna
atau pasti diantara atau semua variabel yang menjelaskan (variabel independen) dari model
regresi. Dugaan multikolinearitas biasanya diketahui dari nilai R2 yang tinggi.

NX KURS GDP SHGDP POL


NX 1.000000 0.689147 0.765304 0.581575 0.565534
KURS 0.689147 1.000000 0.602465 0.456921 0.618179
GDP 0.765304 0.602465 1.000000 0.345421 0.536574
SHGDP 0.581575 0.456921 0.345421 1.000000 0.456251
POL 0.565534 0.618179 0.536574 0.456251 1.000000

14
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dalam persamaan hasil regresi, maka dapat
diketahui dari nilai r antar variabel independen yang digunakan. Bila nilai r antar variabel tersebut
<80%, maka tidak terdapat multikolinearitas. Dari nilai koefisien korelasi (r) diatas, nilai r antara
variabel bebas yang terdapat dalam model < 80%, itu artinya tidak terdapat multikolinearitas dari
persamaan regresi yang digunakan.

4.1.2 Uji Autokorelasi


Autokorelasi dapat diartikan sebagai adanya korelasi gangguan diantara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Autokorelasi ini biasanya terjadi pada
regresi yang menggunakan data time series. Adanya autokorelasi ini menyebabkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Varians residual (error term) yang diperoleh lebih rendah dari semestinya sehingga akan
mengakibatkan R2 menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.
2. Pengujian hipotesis yang dilakukan dengan uji t dan uji F menjadi tidak sah dan dapat
memberikan kesimpulan yang menyesatkan.
Deteksi autokorelasi dapat diketahui dengan melakukan uji stat yang disebut DW (Durbin-
Watson). DW dilakukan dengan melihat keberadaan nilai DW dari hasil perhitungan regresi
dengan DW dari tabel ( dt ). Nilai dt sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu du (batas tertinggi
nilai dt) dan dl (batas terendah nilai dt). Nilai du dianggap sebagai batas kritikal, jika du < dw < 4-
du, maka tidak terdapat autokorelasi dalam model.

Ho : Tidak ada autokorelasi


H1 : Ada autokorelasi

N : 19 dl : 0.859 4-du : 2.152


K :4 du : 1.848
α :5% 4-dl : 3.141

0 dl = 0.859 du= 1.848 2 4-du = 2.152 4-dl = 3.141 4

DW = 1.89

15
Dimana:
0 - dl : daerah tolak Ho (positif auto)
dl - du : daerah inconclussive (ragu-ragu)
du-4-du : daerah terima Ho
4-du-4-dl : daerah inconclussive (ragu-ragu)
4-dl-4 : tolak Ho (negative auto)
DW-Stat : 1.89 terdapat pada daerah terima Ho, du < DW < 4-du, artinya tidak terdapat
autokorelasi positif maupun negatif.

4.2 Pengujian Statistik


Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui berapa persen perubahan
variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan. Angka koefisien
determinasi yang didapat adalah 0.76 %, hal ini berarti perubahan variabel terikat yaitu NX (Net
Export) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang digunakan, yaitu KURS, GDP ASEAN,
SHGDP dan POL sebesar 76 %. dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain.

4.2.1 Uji Statistik t


Untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikatnya, maka digunakanlah uji t. Apabila nilai t-stat > nilai t-tabel, maka Ho
tidak diterima dan sebaliknya apabila nilai t-stat < t-tabel maka Ho diterima.
Nilai t-stat dapat diketahui dari hasil regresi yang telah dilakukan, sedangkan t-tabel diperoleh
dengan menentukan tingkat signifikansi.

Hipotesis dari uji statistik t adalah:

Ho = pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah tidak signifikan.
H1 = pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat adalah signifikan.
α = 5%

atau secara statistik dapat ditulis sebagai berikut :


Ho = β1 = 0
H1 = β1 ≠ 0

16
t-stat variabel KURS = 3.07 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel KURS signifikan
mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.
t-stat variabel GDPASEAN = 1.92 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel GDPASEAN
signifikan mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.
t-stat variabel SHGDP = 1.93 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel SHGDP signifikan
mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.
t-stat variabel POL = 4.22 > t-tabel = 1.73, berarti tolak H0 atau variabel POL signifikan
mempengaruhi variabel NX pada α = 5%.

4.2.2 Uji statistik F


Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara besama-sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikatnya digunakanlah uji F. Apabila nilai F stat > nilai F tabel, maka Ho tidak
diterima dan sebaliknya apabila nilai F stat < F tabel maka Ho diterima.
Nilai F-stat dapat diketahui dari hasil regresi yang dilakukan, sedangkan F-tabel diperoleh dengan
menentukan tingkat signifikansi dan degrees of Freedom (DF).

Hipotesis dari uji statistik F adalah:

Ho = variabel independen secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang signifikan


terhadap variabel dependen.
H1 = variabel independen secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen.
α = 5%

atau secara statistik dapat ditulis sebagai berikut :


Ho = β1 = β2 = β3 = 0
H1 = tidak semua koefisien secara simultan = 0

Dari hasil regresi terlihat bahwa nilai F-stat = 13.45 > F-tabel = 3.11 atau P-value = 0.00 < α =
0.05, maka tolak Ho atau variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat
secara signifikan pada α = 5%.

17
4.3 Interpretasi Hasil Regresi
Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa semua variabel signifikan di tingkat 10 %.
Untuk variabel kontribusi sektor pertanian (SHGDPt) signifikan pada tingkat 10%. Variabel GDP
negara-negara ASEAN (GDPASEANt) signifikan pada tingkat 5%. Sedangkan untuk variabel
kebijakan perdagangan bebas (POLt) signifikan pada tingkat 1% dan variabel kurs (Kurst)
signifikan pada tingkat 1%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel independen tersebut
masing-masing mempengaruhi Net Ekspor.

4.3.1 Variabel Kurs Riil


Variabel kurs riil berpengaruh signifikan terhadap besarnya net ekspor pertanian Indonesia
pada periode 1990 sampai dengan 2008 dengan arah positif. Arti koefisien regresi sebesar 3.08
adalah jika nilai kurs riil terhadap 1 US$ pada periode 1990 sampai dengan 2008 terdepresiasi,
ceteris paribus, maka net ekspor pertanian akan naik sebesar 3.08 juta US$.

Gambar 4.1 Perkembangan Kurs Riil Namun jika rupiah terapresiasi atau
12000 menguat, maka hal itu akan menurunkan
10000 ekspor pertanian. Hal itu dikarenakan dengan
terapresiasinya rupiah maka harga jual
8000
komoditi pertanian Indonesia akan menjadi
6000
lebih mahal di luar negeri, sedangkan untuk
4000 impor komoditi pertanian akan menjadi lebih
2000 murah. Logika yang dipakai dalam penelitian
ini adalah jika rupiah terdepresiasi ekspor
0
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 meningkat, sehingga akan menciptakan
KURST surplus dalam neraca perdagangan.

4.3.2 Variabel GDP per Kapita Negara-Negara ASEAN


Sedangkan untuk pendapatan per kapita negara-negara ASEAN (GDPASEANt)
menunjukkan angka sebesar 0.18. Arti koefisien regresi sebesar 0.18 adalah jika pendapatan per
kapita negara-negara ASEAN pada periode 1990 sampai dengan 2008 meningkat sebesar 1 unit,
ceteris paribus, maka net ekspor pertanian Indonesia akan naik sebesar 0.18 juta US$. Arah
positif menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan per kapita negara-negara ASEAN akan
membuat neraca pertanian Indonesia mengalami kenaikkan.

18
Gambar 4.2 Perkembangan GDP ASEAN
Angka dari hasil regresi sesuai dengan
240000
apa yang penulis harapkan. Seperti yang

200000 disebutkan di atas, jika GDP per kapita negara-


negara yang tergabung dalam ASEAN
160000 meningkat, maka akan terdapat kecenderungan
peningkatan permintaan akan komoditi
120000
pertanian Indonesia. Logika yang dipakai dalam
80000 penelitian ini adalah kenaikkan GDP per kapita
ASEAN akan meningkatkan permintaan
40000
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
komoditi pertanian Indonesia, sehingga ekspor
akan menjadi meningkat.
GDPASEAN

4.3.3 Variabel Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap GDP Indonesia


Koefisien variabel SHGDP menunjukkan angka sebesar 0.32 yang berarti dengan
meningkatnya SHGDP sebesar 1 unit, ceteris paribus, maka net ekspor pertanian Indonesia akan
naik sebesar 0.32 juta US$.

Gambar 4.3 Pertumbuhan SHGDP Hasil regresi menunjukkan angka sebesar


800000 0.32 dengan arah positif. Arah positif
SHGDP
700000 menunjukkan bahwa dengan adanya
600000 peningkatan kontribusi sektor pertanian
500000 terhadap GDP Indonesia akan membuat neraca
400000 pertanian Indonesia mengalami kenaikkan. Hal
300000 ini dikarenakan, dengan semakin tingginya
200000 kontribusi sektor pertanian terhadap GDP,
100000 maka net ekspor pertanian sebagai bagian dari
0 SHGDP akan meningkat juga.
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08

SHGDP

19
4.3.4 Kebijakan Perdagangan Bebas
Sementara itu untuk koefisien Kebijakan Perdagangan Bebas (POLt) menunjukkan angka
sebesar 3.59, yang berarti bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas, ceteris
paribus, maka akan menaikkan net ekspor pertanian Indonesia sebesar 3.59 juta US$.

Gambar 4.4 Total Ekspor dan Impor


Kebijakan perdagangan bebas jelas akan
2.00E+07
berdampak baik disisi ekspor maupuan impor.
Namun hal tersebut tidak menjadi masalah jika
1.60E+07
ekspor lebih tinggi dibandingkan dengan impor,
tetapi akan menjadi masalah jika yang terjadi
1.20E+07
adalah impor lebih besar dibandingkan dengan
ekspor.
8.00E+06
Selama kurun waktu 19 tahun tingkat ekspor
komoditi pertanian Indonesia terus meningkat,
4.00E+06
begitu juga dengan impor komoditi pertanian,
tetapi tingkat pertumbuhan ekspor masih jauh
0.00E+00 lebih tinggi dibandingkan dengan impor. Apalagi
90 92 94 96 98 00 02 04 06 08
disaat kebijakan perdagangan bebas dalam
Sumber : FAO X M wadah AFTA diberlakukan. Seperti yang terlihat
dalam gambar 4.4.

4.4 Pembahasan
Dari penjelasan di atas kita telah dapat mengetahui bahwa dengan diberlakukannya
kebijakan perdagangan bebas ternyata membawa dampak positif, yaitu dapat meningkatkan
ekspor produk pertanian Indonesia, sehingga net ekspor pertanian Indonesia selalu meningkat
sejak diberlakukannya kebijakan perdagangan bebas AFTA pada tahun 2003.
Namun dari lima komoditas pangan utama tidak semuanya menjadi unggulan. Tabel dibawah ini
akan menunjukkan top ekspor komoditas pertanian Indonesia.

20
Top Export Indonesia
Commodity Ranking
Padi 1
Jagung 2
Kedelai 3
Gula 5
Ketela 2

Untuk komoditas padi Indonesia menempati urutan pertama se-ASEAN, dari tahun 1990
sampai dengan 2008. Hal ini dikarenakan lahan yang dijadikan sawah merupakan lahan yang
terluas, hampir 47.800.000 ha, dan ini merupakan lahan yang terluas untuk kawasan ASEAN.
Selain padi, Indonesia juga unggul untuk komoditas jagung dan kedelai. Adapun yang menjadi
pangsa pasar utama produk pertanian Indonesia adalah Singapur, Malaysia, Thailand dan
Filipina. Sedangkan untuk ketela dan gula Indonesia ternyata kalah dari negara-negara mitra.
Untuk komoditas ketela Indonesia kalah dengan negara Thailand dan untuk komoditas gula
Indonesia masih kalah jauh dengan negara Filipina, Thailand, Vietnam dan Myanmar. Karenanya
Indonesia sering kali mengimpor komoditas tersebut. Bahkan volume impor Indonesia untuk
komoditas gula masih sangat tinggi setiap tahunnya.
Berdasarkan fakta diatas, ada baiknya jika Indonesia menspesialisasikan produk
pertaniannya untuk komoditas padi, jagung dan kedelai. Apalagi permintaan akan komoditas
tersebut sangat tinggi, khususnya untuk kawasan ASEAN, sehingga Indonesia dapat
meningkatkan volume ekspornya setiap tahun. Sedangkan untuk komoditas gula dan ketela ada
baiknya jika Indonesia mengimpornya dari negara mitra, karena produktivitas Indonesia untuk
komoditas gula dan ketela masih rendah. Hal ini didasarkan oleh teori Heckser-Ohlin yang
mengemukakan bahwa suatu negara melakukan perdagangan internasional karena adanya
perbedaan endowment. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif lebih banyak dan
murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara
tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya.

21
Bab V
Kesimpulan

Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan memberlakukan kebijakan perdagangan bebas,


maka akan berdampak terhadap pertumbuhan ekspor dan impor komoditas pertanian Indonesia.
Laju pertumbuhan ekspor komoditi pertanian Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan
laju pertumbuhan impor selama periode kebijakan perdagangan bebas diberlakukan. Dengan
begitu tingginya laju pertumbuhan ekspor, maka Indonesia memperoleh keuntungan (gains from
trade), sehingga dapat menciptakan surplus dalam neraca perdagangan yang berdampak
terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia secara makro. Temuan ini sesuai dengan
penelitian-penelitian sebelumnya bahwa perdagangan antar negara yang tanpa disertai dengan
hambatan perdagangan akan menciptakan keuntungan bagi negara tersebut. Selain itu penelitian
ini juga menemukan bahwa Indonesia unggul untuk komoditas padi, jagung, kedelai
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, namun untuk komoditas gula dan ketela
Indonesia masih kalah jauh, terutama gula. Dimana untuk komoditas gula Indonesia kalah dari
Filipina, Thailand, Vietnam dan Myanmar.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai kurs riil, pendapatan per kapita negara-negara
ASEAN, kontribusi sektor pertanian terhadap GDP, dan pemberlakuan kebijakan perdagangan
bebas memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap net ekspor pertanian Indonesia.

22
Referensi
Gingrich, Chris D., Garber Jason D.(2009) .Trade Liberalization’s Impact On Agriculture In Low
Income Coutries: A Comparison Of El Salvador And Costarica.
Hadi, Prajogo., Mardianto, Sudi. (2006). Analisis Komparansi Daya Saing Produk Ekspor
Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Hardono, Gatoet S., et al. (2004). Liberalisasi Perdagangan : Sisi Teori Dampak Empiris dan
Perpektif Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor.
Hutabarat, Budiman., et al. (2007). Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia – Cina
dan Kerjasama AFTA dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian
Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta.
WWW.FAO.ORG (Visit : 21.30 p.m.)
WWW.ADB.ORG (Visit : 08.00 a.m.)
WWW.ASEAN.ORG (Visit : 20.30 p.m.)

23

You might also like