Professional Documents
Culture Documents
Jakarta
Penurunan Titik
Beku
Praktikum Teknik Kimia II
Akhmad Kautsar
2009430003
Mei 2010
JUDUL PERCOBAAN
PRINSIP PERCOBAAN
Pada umumnya zat terlarut akan menurunkan titik beku pelarut murninya. Dasar ini
dapat digunakan untuk menentukan beraat molekul zat terlarut dan derajat ionisasi zat
terlarut elektrolit.
Dimana :
Kf = konstata titik beku air
M = berat molekul zat terlarut
g = berat zat terlarut
G = berat pelarut
Tf = penurunan titik beku
Dimana :
Lf = kalor pelelehan dalam gram zat pelarut
R = konstanta gas dalam satuan kalori
Menentukan dan membandingkan titik beku air saat belum diberi zat terlarut dengan
saat telah diberi zat terlarut.
TEORI PERCOBAAN
Sifat koligatif adalah sifat yang disebabkan hanya oleh kebersamaan (jumlah
partikel) dan bukan oleh ukuranya (Syukri, 1999). Zat terlarut mempengaruhi sifat
larutan, dan besarnya pengaruh itu bergantung pada jumlah partikel tersebut. Sifat
koligatif larutan dapat dibedakan menjadai dua macam, yaitu sifat larutan nonelektrolit
dan elektrolit. Hal itu disebabkan zat terlarut dalam larutan elektrolit bertambah
jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion, sedangkan zat terlarut pada larutan
nonelektrolit jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ion-ion, sesuai dengan hal-
hal tersebut maka sifat koligatif larutan nonelektrolit lebih rendah daripada sifat
koligatif larutan elektrolit. Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan
dapat berwujud padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum
dijumpai adalah larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut
berwujud cairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu (Sastrohamidjojo, 2001).
i=1+(n–1)α
Dimana :
Titik lebur dari sebuah benda padat adalah suhu di mana benda tersebut akan
berubah wujud menjadi benda cair. Ketika dipandang dari sisi yang berlawanan (dari
cair menjadi padat) disebut titik beku.
Pada sebagian besar benda, titik lebur dan titik beku biasanya sama. Contoh,
titik lebur dan titik beku dari "raksa" adalah 234,32 kelvin (-38,83 °C atau -37,89 °F)
Namun, beberapa subtansi lainnya memiliki temperatur beku <--> cair yang berbeda.
contohnya "agar-agar", mencair pada suhu 85 °C (185 °F) dan membeku dari suhu 32-
40°C (89,6 - 104 °F); fenomena ini dikenal sebagai hysteresis.
Kita tahu bahwa air murni membeku pada suhu 0 oC, dengan adanya zat terlarut
misalnya saja kita tambahkan gula ke dalam air tersebut maka titik beku larutan ini
tidak akan sama dengan 0oC, melainkan akan turun dibawah 0oC, inilah yang dimaksud
sebagai “penurunan titik beku”.
Jadi larutan akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelarut murninya. Sebagai contoh larutan garam dalam air akan memiliki titik beku
yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya yaitu air, atau larutan fenol
dalam alkohol akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut
murninya yaitu alkohol. Hal ini dapat dijelaskan secara termodinamika, contohnya air
murni pada suhu 0oC. Pada suhu ini air berada pada kesetimbangan antara fasa cair dan
fasa padat. Artinya kecepatan air berubah wujud dari cair ke padat atau sebaliknya
adalah sama, sehingga bisa dikatakan fasa cair dan fasa padat pada kondisi ini memiliki
potensial kimia yang sama, atau dengan kata lain tingkat energi kedua fasa adalah sama.
Apabila ke dalam air murni kita larutkan garam dan kemudian suhunya kita
turunkan sedikit demi sedikit, maka dengan berjalannya waktu pendinginan maka
perlahan-lahan sebagian larutan akan berubah menjadi fasa padat hingga pada suhu
tertentu akan berubah menjadi fasa padat secara keseluruhan. Pada umumnya zat
terlarut lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan fasa padat, akibatnya
pada saat proses pendinginan berlangsung larutan akan mempertahankan fasanya dalam
keadaan cair, sebab secara energi larutan lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan
dengan fasa padat, hal ini menyebabkan potensial kimia pelarut dalam fasa cair akan
lebih rendah (turun) sedangkan potesnsial kimia pelarut dalam fasa padat tidak
terpengaruh.
Maka akan lebih banyak energi yang diperlukan untuk mengubah larutan
menjadi fasa padat karena titik bekunya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
pelarut murninya. Inilah sebab mengapa adanya zat terlarut akan menurunkan titk beku
larutannya. Rumus untuk mencari penurunan titik beku larutan adalah sebagai berikut:
ΔTf = m. Kf
Dimana :
m = molalitas larutan
CCl4 -1,29 32
C2H5OH -114,7 -
PEMBAHASAN
Sebagaimana telah kita pelajari sebelumnya bahwa sifat koligatif tergatung pada
jumlah partikel zat terlarut dan jenis pelarutnya. Jumlah partikel zat terlarut sebanding
dengan molalitas zat terlarut dalam pelarut murni, yang dipengaruhi oleh berat molekul
dari tiap-tiap zat terlarut. Semakin banyak partikel zat terlarut dalam pelarut murni
maka penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murni semakin besar.
1. Penurunan titik beku bergantung pada molalitas zat terlarut dan konstanta titik
beku dari pelarut murni.
2. Sifat koligatif adalah sifat yang disebabkan hanya oleh kebersamaan (jumlah
partikel) dan bukan oleh ukurannya. Sifat koligatif tergantung pada konsentrasi
zat terlarut.
3. Besar berat molekul suatu senyawa mempengaruhi perubahan titik beku bila
dibandingkan dengan zat terlarut lain dalam bobot yang sama.
4. Titik beku adalah suhu pada tekanan P tertentu di mana terjadi peristiwa
perubahan wujud zat dari cair ke padat.
5. Selisih antara titik beku pelarut murni dengan titik beku larutan disebut penurunan
titik beku (Δ Tf = Tfp-Tfl)
6. Larutan elektrolit memiliki titik beku lebih rendah dibanding larutan nonelektrolit
karena dalam larutan elektrolit terjadi penguraian menjadi ion-ion.
DAFTAR PUSTAKA
Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., Nachtrieb, N.H. (2001) Prinsip-prinsip Kimia Modern.
Edisi ke-4. Jilid 1. Diterjemahkan oleh S.S. Achmadi. Jakarta: Erlangga.