Professional Documents
Culture Documents
PENDIDIKAN
bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-
undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya
(menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Konseling sebagai
seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on
memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman
dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa
proses perkembangan konseling tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari
masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier,
lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseling tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis
maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang
terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat.
Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan,
maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseling, seperti terjadinya
perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan
informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi
di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat
terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan
dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup
konseling (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah
moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-
sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex). Penampilan perilaku remaja seperti di
atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia
yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun
2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak
mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan
rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa
imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa
sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini
merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif
dan berbasis data tentang perkembangan konseling beserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif
dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan
konseling yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling,
yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada
konseling, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar
(standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi
kemandirian .
staf administrasi), orang tua konseling, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi
pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan
konseling agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh,
baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Atas dasar itu, maka
belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseling sebagai makhluk
Kegiatan bimbingan merupakan bagian dari KBK yang menyentuh ranah efektif
sementara kegiatan pengajaran yang bersifat formal lebih mengarah pada ranah kognitif
untuk memperoleh pengetahuan. Salah satu elemen penting yang ada di lingkup sistem
pelayanan bantuan untuk peserta didik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri
dan berkembang secara optimal dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar dan bimbingan
karir melalui berbagai layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang
berlaku. Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan bantuan artinya kegiatan ini
harus mampu memberikan hal-hal positif kepada peserta didik, membantu meringankan
beban, menemukan alternatif pemecahan masalah, mendorong semangat dan memberikan
penguatan serta ketenangan kepada peserta didik secara tepat. Peyanan tersebut dapat
sangatlah erat, Undang - Undang sistem Pendidikan Nasional (USPN) no:2 tahun 1989
pasal 1 ayat 1 sebagai acuan dari implementasi KBK menyatakan bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan bagi peran peserta didik dimasa yang akan datang. Hubungan yang
terlihat dalam pengertian ini adalah kegiatan bimbingan merupakan bagian dari KBK yang
formal lebih mengarah pada ranah kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Disinilah
peran Bimbingan dan Konseling, yaitu membantu peserta didik untuk mengembangkan
potensi, tanggung jawab, hubungan interpersonal, motivasi, komitmen, daya juang serta
bersifat psikopedagogis dalam bingkai budaya artinya bahwa pelayanan yang diberikan
harus mengacu pada upaya pendidikan dengan memperhatikan aspek psikologis dan unsur
budaya yang menyertainya. Tentu saja aspek budaya disesuaikan dengan kondisi daerah
sekolah tersebut. Kebiasaan yang terjadi pada sekolah-sekolah di daerah tidak bisa dibuat
pola yang sama dengan sekolah yang ada di kota. Misalnya dari sisi kebiasaan, sopan
santun, kemampuan dsb. Profesi ini juga harus berlatarbelakang pendidikan yang sesuai
Tugas Konselor sangat banyak karena selain administrasi juga mencakup beberapa
Layanan ini mencakup pengenalan lingkungan sekolah yang baru baik dari sisi
kurikulum, kegiatan pendukung, maupun struktur organisasi sekolah. Langkah awal yang
bisa dilakukan dengan memasukkannya pada program kegiatan MOS dan diperjelas pada
2.Layanan informasi
3.Layanan penempatan
Layanan ini membantu siswa menyalurkan bakat, minat atau kelanjutan studi yang
dipilih melalui hasil belajar serta hasil psikotes sebagai bahan pertimbangan.
4.Layanan pembelajaran
Layanan ini membantu siswa mengembangkan diri kerkaitan dengan sikap dan
kebiasaan belajar, materi belajar yang cocok dengan kemampuannya serta berbagai aspek
Melalui layanan ini, siswa mendapat layanan langsung tatap muka untuk membantu
mengatasi masalah baik yang disadari maupun tidak disadari oleh siswa secara individu
atau kelompok. Layanan konseling dilakukan berdasarkan data administrasi bisa berupa
angket, informasi dari berbagai pihak, observasi baik di dalam maupun di luar kelas, hasil
belajar , penggalian masalah melalui materi bimbingan klasikal dll. Layanan konseling
akan memberi nuansa berbeda jika ruang konseling terpisah dengan ruang administrasi
sehingga privasi siswa maupun orang tua terjaga. Hal itu perlu mengingat masalah yang
Layanan bimbingan kelompok bisa diberikan secara klasikal di kelas, layanan ini
memberi banyak kesempatan untuk menyampaikan berbagai informasi yang terkait dengan
bimbingan pribadi, sosial, belajar , karir dan layanan-layanan pada point di atas sekaligus
menggali permasalahan siswa sebagai salah satu bentuk upaya menjemput bola. Karena
Bimbingan dan Konseling tidak mempunyai kurikulum khusus maka materi yang dibuat
berdasarkan berbagai sumber baik itu berupa literatur, browsing di internet, media
elektronika maupun peristiwa hidup sehari-hari. Selain dapat memberi informasi, layanan
ini juga mpermudah observasi terhadap anak dalam berperilaku di kelas, juga menggali
berbagai data yang diperlukan untuk menyempurnakan pelayanan, sehingga jam masuk
Bentuk tugas yang sifatnya administrasi juga tidak kalah seru dari mulai membuat
dengan pihak-pihak yang terkait, dan jika diperlukan mengadakan kunjungan rumah serta
alih tangan kasus pada ahli yang lebih perkompeten. Namun paradigma yang berkembang
saat ini terhadap peran petugas Bimbingan Konseling yang disebut Konselor sekolah masih
dianggap sebagai momok oleh kebanyakan siswa, karena citra dan peran Konselor sekolah
itu sendiri menampakkan sebutan tersebut. Konselor hanya berperan sebagai pemberi
sangsi, menunggu bola dengan duduk anis menanti siswa yang ingin mendapatkan layanan
sampai muncul sebutan Konselor sebagai polisi sekolah. Sebutan tersebut juga terkait
dengan keterlibatan Konselor dalam bidang ketertiban, hal itu terjadi karena pelanggaran
yang dilakukan siswa akan mendapat sangsi yang mungkin sifatnya fisik, sementara
konselor menangani masalah yang sifatnya psikis. Kesulitan untuk membedakan peran ini
yang mempertegas sebutan tersebut. Kalaupun Konselor harus bertindak secara tegas untuk
yang membuat siswa tetap merasa diakui sebagai pribadi yang berharga, dengan demikian
siswa akan dengan rela menjalani resiko dari pelanggaran yang dibuat tanpa merasa
terpaksa. Di samping itu masih ada institusi pendidikan yang mengangkat Konselor dari
latarbelakang non psikologi sehingga tidak menutup kemungkinan tugas Konselor menjadi
kabur. Pelayanan dan tugas dalam Bimbingan dan Konseling membutuhkan tenaga yang
ekstra karena jenis tugas yang diemban bersifat psikis. Pola pendekatan yang tepat sangat
Di sekolah menengah peran yang diberikan adalah sebagai Guru, Orang tua dan
Teman. Peran tersebut harus diberikan pada waktu yang sesuai misalnya ketika konseling (
siswa yang mendapat layanan konseling ) susah untuk digali permasalahannya maka
konselor harus datang sebagai seorang teman/sahabat. Hal itu perlu karena sesuai dengan
tugas perkembangan siswa yang mendapat layanan konseling di sekolah menengah telah
memasuki masa remaja. Memang peran ini oleh sebagian rekan guru dianggap sebagai
bentuk menjatuhkan wibawa karena siswa menjadi akrab dan norma-norma kesantunan
sedikit bergeser padahal jika situasi itu terjadi peran sebagai Guru dimunculkan untuk
mempertegas garis hubungan. Peran sebagai orang tua diperlukan saat konseling mampu
mengungkapkan masalah, didengar, dibantu dan diteguhkan. Oleh karena itu peran sebagai
guru, orang tua dan sahabat akan menjadi kunci penting mengadakan pendekatan dengan
siswa.
semua fungsi indera kita dapat digunakan untuk menangkap permasalahan yang dihadapi
siswa. Misalnya dengan sekedar mendengarkan rekan guru bercerita tentang seorang siswa
pada saat mengikuti PBM maka sudah bisa menjadi data yang bisa ditindaklanjuti dengan
melengkapi data-data dari sumber lain. Penanganan masalah siswa tidak lepas dari kerja
sama berbagai pihak antara lain wali kelas, orang tua dan pimpinan sekolah. Wali kelas
merupakan relasi yang sangat erat karena mereka yang pertama kali dilibatkan dalam
dicari pemecahannya.
Orang tua dipanggil ke sekolah setelah permasalahan dicoba selesaikan oleh siswa
sendiri dibantu Konselor, kecuali jika kasus mendesak yang harus segera diselesaikan
bersama orang tua. Peran pimpinan sekolah sebagai pendukung semua program akan
sangat membantu terlaksanannya semua layanan, karena kebijakan yang diambil tidak
lepas dari persetujuan impinan sekolah, begitu juga dengan pengadaan fasilitas Bimbingan
sekolah dengan membuat laporan tertulis mengenai kegiatan yang dilakukan dalam satu
bulan meliputi kegiatan harian, layanan konseling, bimbingan klasikal di kelas dan absensi
siswa.
Sistem KTSP yang mengharuskan ada aspek pengembangan diri juga menjadi
bagian utama konselor. Pengembangan diri mencakup penerapan nilai yang diukur dengan
skala tertentu. Hal itu penting mengingat tujuan pendidikan bukan hanya mencetak lulusan
dengan nilai akademis tinggi tetapi juga mencetak lulusan dengan kondisi emosi sosial
yang baik. Pengembangan diri menuntut aplikasi penerapan nilai yang dipantau oleh semua
guru bidang studi dan dikelola oleh konselor sekolah. Pemantauan tersebut berdasarkan
nilai-nilai hidup yang dilakukan saat siswa berada di sekolah, juga disisipkan dalam setiap
kegiatan belajar mengajar. Pada akhirnya, tidak ada bagian yang lebih penting dibanding
bagian yang lain karena masing-masing bagian dalam sistem pendidikan di sekolah
mempunyai peran dan fungsi sendiri-sendiri yang bersinergi dan saling melengkapi untuk
membantu siswa mencapai kedewasaan yang optimal dalam berbagai aspek.Untuk itu,
Konselor harus selalu mau belajar baik dari sisi mental spiritual maupun dari sisi
Fungsi atau peran lembaga bimbingan dan konseling (BK) di sekolah saat ini
pengembangan diri. Fungsinya lebih sekadar kuratif ketimbang preventif. ”Selama ini, BK
kan lebih dianggap sebagai polisi sekolah. Orientasinya sebatas pada pemecahan masalah.
Sehingga, tidak berkembang. Padahal, yang ideal, BK itu harus bisa berorientasi untuk
pengembangan pribadi siswa,” ujar dosen bimbingan konseling UPI, Uman Suherman,
Kamis (31/1). Uman mengatakan, kekeliruan persepsi lembaga BK inilah yang perlu
diluruskan. Seiring dengan upaya itu, perlu peningkatan kompetensi guru. Sudah saatnya
lembaga BK ini dipegang oleh guru-guru yang memiliki latar belakang keahlian di bidang
BK atau setidaknya psikologi. ”Profesionalisme inilah yang kini masih jadi masalah,”
ucapnya.
umumnya adalah keterbatasan personil. ”Rata-rata sekolah hanya ada dua, tiga guru BK.
Ini jadi tidak efektif. Yang namanya BK idealnya kan tahu karakter psikologis individu,”
ujar guru yang aktif melakukan penelitian terhadap ilmu BK ini. Dalam praktik di
lapangan, tidak jarang guru BK kerap mengalami benturan kerja dengan pengajar-pengajar
bidang studi. Terutama, soal perbedaan paham terhadap siswa yang indisipliner. ”Mereka
dicap sebagai siswa nakal atau bodoh. Padahal, dalam konteks kurikulum saat ini,
sebetulnya tidak ada siswa yang bodoh. Potensinya kan berbeda-beda. Tinggal mau
Berdasarkan hasil kajiannya, faktor lingkungan dan latar belakang psikologis bisa
berdampak signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Semakin kita tahu inti persoalan itu,
makin mudah kita menyelesaikan persoalan dan memotivasi siswa. Maka, layanan BK di
sekolah yang bertumpu pada aspek formal saatnya ditinggalkan. Di sejumlah sekolah,
lembaga BK bahkan mampu menjembatani kebutuhan siswa dengan minat untuk mencari
perguruan tinggi. Ini misalnya dilakukan di SMAN 5 Kota Bandung. Sehingga, dalam
konteks ini, layanan BK terasa lebih konkret dan bersifat pre-emptif. Tidak lagi sekadar
Kehadiran guru bimbingan dan konseling (guru BK) di Indonesia masih relatif
baru. Pada awal 1970-an, profesi ini baru diperkenalkan di negeri ini. Di negeri Paman
Sam tempat dilahirkannya profesi ini; guru BK dikenal dengan istilah scholl counselor
(bimbingan penyuluhan). Karena dalam konteks tugas istilah "konseling" lebih sesuai
daripada "penyuluhan", pada tahap selanjutnya sebutan guru BP berubah menjadi guru BK
(bimbingan konseling).
Pada beberapa daerah ada pula guru BP yang disebut dengan istilah guru
Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (6) disebut istilah "konselor" untuk profesi pendidik
ini. Lebih lanjut dalam buku Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal yang dikeluarkan Dirjen PMPTK Depdiknas tahun 2007,
dijelaskan pendidikan minimal konselor adalah sarjana (S1) program studi bimbingan dan
konseling. Diharapkan setelah lulus pendidikan akademik dan memperoleh gelar sarjana
pendidikan (S.Pd) jurusan bimbingan dan konseling, lulusan dapat melanjutkan pendidikan
Alumni program pendidikan profesi konselor ini akan mendapat tambahan gelar
kons di belakang namanya. Kehadiran profesi konselor sekolah ini semata-mata didasari
bahwa pendidikan tidak semata-mata untuk pengembangan aspek kognitif intelektual saja
tetapi juga untuk pengembangan kepribadian, ketrampilan sosial, dan pembinaan karier. Di
Indonesia urgensi profesi ini juga dirasakan. Pemerintah dan pakar pendidikan telah
otak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghadirkan profesi ini dalam kancah
pendidikan. Kegiatan crash program, short course, upgrading dari guru mata pelajaran
menjadi guru BK serta pembukan program diploma tiga (D-3) telah dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan awal guru BK. Namun dalam perkembangannya, peran dan
eksistensi guru BK tidak berjalan optimal. Peran konselor dengan lembaga bimbingan
konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang
Faktor proses pendidikan calon guru BK, lemahnya dukungan kebijakan, keterbatasan
fasilitas, sentimen negatif dalam anggaran dan back ground pendidikan guru BK yang
Alhasil, fungsi dan tujuan pendidikan nasional hanya sekadar slogan dan komoditas
politik semata. Tinggi dan luhurnya tujuan pendidikan nasional tidak mampu tersentuh
oleh tangan-tangan pendidik yang cebol. UU No. 20 tahun 2003 Pasal (3) menjelaskan
tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut: "Pendidikan nasional
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional ini tidak jauh berbeda dengan fungsi dan
tujuan yang pendidikan nasional dalam UU Sisdiknas terdahulu. Dalam prakteknya, para
tingginya nilai rata-rata siswa dan persentase kelulusan dalam ujian nasional. Guru dan
kepala sekolah merasa sangat malu apabila anak didiknya tidak lulus ujian nasional.
Tetapi, mereka tidak malu mengajarkan nilai-nilai yang tidak baik kepada anak didiknya.
Agar tidak malu, mereka rela menghalalkan segala cara untuk mencapai nilai rata-rata dan
mengajarkan trik-trik curang dalam ujian nasional, seperti strategi menyontek, memberi
jawaban melalui short message service (SMS) dan cara-cara licik lainnya. Dengan kata
lain, guru dan kepala sekolah telah menentang undang-undang dan nilai-nilai luhur dengan
bertanggung jawab dan bekerja sama dalam kemungkaran kepada anak didiknya.
Akibatnya, proses pendidikan telah kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi.
Jika kondisi sekarang banyak pejabat yang korupsi, aparat yang tidak disiplin,
pengusaha yang curang, hakim yang tidak adil, pemimpin yang tidak amanah, politisi yang
ingkar, suami yang tidak bertanggung jawab, sesungguhnya itu bagian dari hasil
pendidikan kita yang salah arah. Sandiwara ini harus segera kita hentikan. Kita harus
segera sadar bahwa hidup ini nyata dan bukan sekadar sandiwara. Khusus kepada rekan-
rekan konselor, mari kita bangun dari tidur yang panjang ini.
mata. Mari segera kita amalkan ilmu-ilmu yang telah kita peroleh untuk kemaslahatan
umat. Sudah tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bisa berbuat dan bertindak.Dalam
kondisi darurat seperti saat ini, keterbatasan fasilitas dan anggaran serta lemahnya
dukungan kebijakan tidak boleh jadi penghalang. Tak ada rotan akar pun jadi.
bernaung, berkumpul, dan bertukar pikiran yang selama ini kosong, marilah segera kita
bersihkan, kita rawat, dan kita huni kembali. Kita nyalakan lenteranya sehingga di
dalamnya terdapat sinar yang terang benderang dan mudah-mudahan bisa menerangi
lingkungan di sekitar kita. Dengan berkumpul di sinilah kita akan merasa kuat dan mampu
untuk berbuat. Dengan berbuat kebajikan, akan membuat diri dan bangsa kita menjadi
bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor.
Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia.
Bandung: ABKIN
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan
Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan
dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII).
Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
yamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung :
CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya.
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be
Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
PENDIDIKAN
ASWIDY WIJAYA CIPTA
084404071
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah AWT, atas limpahan berkah, rahmat dan hidayahNya. Salam
dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya
yang telah membimbing manusia menuju jalan yang benar. Makalah ini dapat terwujud
berkat, bantuan dari berbagai pihak. Dan sumber-sumber pustaka yang cukup mudah
Penulis menyadari segala kekurangan dan keterbatasan bahan perkuliahan ini, oleh
karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis menerima segala perbaikan dari para
Penulis
DAFTAR ISI