You are on page 1of 13

METODOLOGI PENELITIAN HADIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mandiri


Mata Kuliah Ulumul Hadits
Dosen :

Disusun oleh :

m. zainal muttaqin (07320)

SYARI’AH / MEPI - 3 / Smt V

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


SYEKH NURJATI CIREBON
2009
METODOLOGI PENELITIAN HADIS

A.Pendahuluan
Al Qur’an dan Hadits mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan sehari hari bagi umat Islam. Walaupun terdapat perbedaan dari segi
penafsiran dan aplikasi, namun setidaknya ulama sepakat bahwa keduanya
dijadikan sebagai rujukan Islam dalam mengambil dan menjadikan pedoman
utama dari keduanya. Dalam struktur hirarki sumber hukum Islam, hadits
(sunnah) bagi ummat Islam menempati urutan kedua sesudah al-Qur’an karena,
disamping sebagai ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan
menaati Rasulullah SAW, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi
ungkapan-ungkapan al-Qur’an yang mujmal, muthlaq, ‘amm dan sebagainya.
Kebanyakan orang sudah mengetahui mengenai hadits. Aka tepai, belkum
mnegetahui darimana hadits tersebut dan apakah hadits tersebut. Untuk
mengetahui semua itu, kita perlu mempelajari takhrij hadits. Yaitu suatu metode
untuk mengetahui asal dari hadits yang ingin ditakhrij. Oleh karena itu, dalam
makalh ini, akan dibahas mengenai takhrij hadits dan stui sanad hadits.

B.Pengertian Takhrij Hadis


Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang paling
mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja yang artinya nampak dari
tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-
ikhraj yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj
artinya artinya tempat keluar; dan akhrajal-hadits wa kharrajahu artinya
menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan
tempat keluarnya.1
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber
aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan
derajatnya ketika diperlukan.2

1 http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/16/ilmu-takhrij-dan-studi-sanad/, Ilmu Takhrij dan


Study Sanad Hadis, (Sumber: Taysîr Mushthalah al-Hadîts).
2 Abu Al Jauzaa, http://salamkms.blogspot.com/2008/08/ilmu-takhrij-hadits-cara-mentakhrij.html,
Ilmu Takhrij Hadits, Cara Mentakhrij Hadist dan Ilmu Sanad, Kamis, Agustus 14, 2008

2
C.Tujuan dan Manfaat Takhrij
Adapun tujuan utama dilakukan tahrij al-hadits diantaranya adalah:3
a. Mengetahui sumber asli asal hadits yang di takhrij.
b. Mengetahui keadaan/kualitas hadits yang berkaitan dengan
maqbul/diterima maupun mardudnya/ditolaknya.
Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi dalam
kitabnya Thuruq Takhrij Hadits Rasulillah SAW, yang penulis kutip dari buku
terjemahan kitab tersebut, “Metode Takhrij Hadits”, (1994: 5-6) menjelaskan
beberapa manfaat takhrij hadits diantaranya4 :

1.Takhrij memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dimana


suatu hadits berada, beserta ulama yang meriwayatkannya.

2.Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadits-hadits melalui


kitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang
memuat suatu hadits, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang
dimiliki.

3.Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan


riwayat-riwayat hadits yang banyak itu maka dapat diketahui apakah
riwayat itu munqathi’, mu’dal dan lain-lain. Demikian pula dapat
diketahui apakah status riwayat tersebut shahih, dha’if dan sebagainya.

4.Takhrij dapat memperjelas hukum hadits dengan banyaknya riwayatnya.


Terkadang kita dapatkan hadits yang dha’if melalui suatu riwayat, namun
dengan takhrij kemungkinan kita akan mendapatkan riwayat lain yang
shahih. Hadits yang shahih itu akan mengangkat derajat hukum hadits
yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.

3 http://aswanshow.blogspot.com/2009/04/takhrij-hadits.html, TAKHRIJ HADITS, Rabu, 01 April


2009

4 Budi Santosa, KAJIAN ILMU HADITS,


http://budiatturats.wordpress.com/2009/12/03/takhrij-hadits/, Desember 3, 2009 pada 4:07 pm

3
5.Dengan takhrij kita dapat memperoleh pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.

6.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar. Karena terkadang


kita dapati perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti Muhammad,
Khalid dan lain-lain. Dengan adanya takhrij kemungkinan kita akan dapat
mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.

7.Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya


melalui perbandingan diantara sanad-sanad.

8.Takhrij dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadits oleh


seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang
memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan
yang memakai “AN” tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.

9.Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran


riwayat.

10.Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karenan
kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar.
Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi itu akan menjadi jelas.

11.Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam


satu sanad.

12.Takhrij dapat memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam
satu sanad.

13.Takhrij dapat menghilangkan suatu “syadz” (kesendirian riwayat yang


menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat dalam suatu hadits melalui
perbandingan suatu riwayat.

14.Takhrij dapat membedakan hadits yang mudraj (yang mengalami


penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.

15.Takhrij dapat mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami

4
oleh seorang perawi.

16.Takhrij dapat mengungkapkan hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh


seorang perawi.

17.Takhrij dapat membedakan proses periwayatan yang dilakukan dengan


lafal dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.

18.Takhrij dapat menjelaskan waktu dan tempat kejadian timbulnya suatu


hadits.

19.Takhrij dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadits. Diantara hadits –


hadits ada yang timbul karena perilaku seseorang atau kelompok orang
melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka “asbab al-wurud” dalam
hadits tersebut akan dapat diketahui dengan jelas.

20.Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya percetakan dengan


melalui perbandingan-perbandingan sanand yang ada.

D.Metode Takhrij Hadis


Dalam mentakhrij hadits, bisa menggunkan sedikitnya lima metode takhrij
sesuai dengan kebutuhan ataun kemampuan serta metode termuda yang dapat kita
tempuh. Menurut ath-Thahhan, kitab yang paling baik adalah kitab karya al-Zailai
yang berjudul Nash bar Rayah li Ahadits al-Hidayah, yang didalam kitab itu
dijelaskan cara men-takhrij hadits yaitu5 :

•Disebutkannya nash hadits yang terdapat dalaam kitab al-Hidayah (kitab


yang di-takhrij-nya,karya al-Marginani)

•Disebutkan siapa saja dari penyusun kitab-kitab hadits yang dinilai sebagai
sumber utama dari hadist yang telah diriwayatkannya, dengan
menyebutkan sanad-nya secara lengkap

•Disebutkan hadits-hadits yang memperkuat hadits dimaksud, disertai


dengan menyebutkan pe-rawi-nya

5 Rudi Arlan Al-Farisi, Ilmu Takhrij Hadits, http://rud1.cybermq.com/post/detail/2223/ilmu-


takhrij-hadits, 02 Mei 2009.

5
•Jika terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, dikemukakannya
hadits-hadits yang dapat dijadikan pegangan bagi pihak yang berselisih

Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan


mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut :
1.Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari
shahabat
Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang
meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits :

•Al-Masaanid (musnad-musnad) : Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits


yang diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama kita telah
mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari
hadits tersebut dalam kitab al-masaanid hingga mendapatkan petunjuk
dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.

•Al-Ma’aajim (mu’jam-mu’jam) : Susunan hadits di dalamnya berdasarkan


urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa
(tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama
shahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.

•Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun


berdasarkan musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka
sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits
itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh
kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara
lengkap.

2. Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh dari hadits


Cara ini dapat dibantu dengan :

•Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang


banyak, misalnya : Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah
karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya
Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-
Ahaaditsil-Musytahirah ‘alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-

6
Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru ‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits
karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas
‘amma Isytahara minal-Ahaadits ‘ala Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni.

•Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya


: Al-Jami’ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-
Suyuthi.

•Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab


tertentu, misalnya : Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-
Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari;
Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad
Abdul-Baqi; Miftah Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-
Baqi.

3. Metode Ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang


penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits
Metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li
Alfaadzil-Hadits An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal
diantara kitab-kitab hadits, yaitu : Kutubus-Sittah, Muwaththa’ Imam Malik,
Musnad Ahmad, dan Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang
orientalis, yaitu Dr. Vensink (meninggal 1939 M), seorang guru bahasa Arab
di Universitas Leiden Belanda; dan ikut dalam menyebarkan dan
mengedarkannya kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

4. Metode Keempat, takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan hadits


Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa
dibantu dalam takhrij-nya dengan karya-karya hadits yang disusun
berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab
Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun
berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis
berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini
mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu :

•Shahih Bukhari

7
•Shahih Muslim

•Sunan Abu Dawud

•Jami’ At-Tirmidzi

•Sunan An-Nasa’i

•Sunan Ibnu Majah

•Muwaththa’ Malik

•Musnad Ahmad

•Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi

•Sunan Ad-Darimi

•Musnad Zaid bin ‘Ali

•Sirah Ibnu Hisyam

•Maghazi Al-Waqidi

•Thabaqat Ibnu Sa’ad

5. Metode Kelima, takhrij dengan cara melalui pengamatan terhadap ciri-ciri


tertentu pada matan atau sanad
Metode ini dilihat dari ciri-ciri tertentu dalam matan maupun sanad-nya
(klasifikasi) maka akan ditemukan hadits itu berasal. Ciri-ciri yang dimaksud
adalah ciri-ciri maudhu, ciri-ciri hadits qudsi, ciri-ciri dalam periwayatan
dengan silsilah sanad tertentu, dll.

E.Kelebihan dan Kelemahan Metode – Metode takhrij Hadits


Masing-masing metode dalam takhrij hadits memiliki kelebihan dan
kelemahan, berikut ini penulis mencoba menjelaskan kelebihan dan kelemahan ke
lima metode takhrij hadits tersebut6 :

6 Budi Santosa, KAJIAN ILMU HADITS,


http://budiatturats.wordpress.com/2009/12/03/takhrij-hadits/, Desember 3, 2009 pada 4:07 pm

8
1.Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits
dari shahabat
Kelebihan :
Dengan menggunakan metode ini akan lebih mudah dan cepat dalam
melakukan proses penelusuran atau mentakhrij hadis yang diinginkan.

Kelemahan :

Jika terdapat persamaan makna pada awal matan hadits dan awal kata hadits
yang ingin ditakhrij berbeda maka akan mengalami kesulitan, misalnya matan
hadits yang diawali dengan kata “idza ataakum” yang akan ditakhrij,
kemudian kita lupa dan hanya mengingat kata-kata “lau ja’akum”, maka hal
ini akan menyulitkan dalam melakukan proses takhrij hadits, jadi harus sesuai
dengan lafal yang akan ditakhrij.

2.Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh


dari hadits
Kelebihan :
1.Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya
ulama hadits yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya.
2.Metode ini memberikan manfaat yang tidak sedikit, diantaranya
memberikan kesempatan melakukan persanad. Dan juga faedah-faedah
lainnya yang disebutkan oleh para penyusun kitab-kitab takhrij dengan
metode ini.

Kelemahan :

1.Metode ini tidak dapat dipergunakan dengan baik tanpa mengetahui


terlebih dahulu perawi pertama hadits yang dimaksud.

2.Terdapat kesulitan-kesulitan mencari hadits diantara yang tertera dibawah


setiap perawi pertamanya. Hal ini karena penyusunan hadits-haditsnya
diantaranya didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan maksud
tujuan.

3.Metode Ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang


jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari

9
matan hadits
Kelebihan :
1.Metode ini mempercepat pencarian hadits-hadits.
2.Penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadits-
haditsnya dalam beberapa kitab induk dengan menyebutkan nama kitab,
juz, bab dan halaman.
3.Memungkinkan pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat
dalam matan hadits.

Kelemahan :

1.Keharusan mempunyai kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-


ilmunya yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk
mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada kata dasarnya.

2.Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk


mengetahui nama sahabat yang menerima hadits Nabi SAW,
mengharuskan kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya
dengan kitab ini.

3.Terkadang suatu hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang
yang mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain.

4.Metode Keempat, takhrij dengan cara mengetahui tema


pembahasan hadits
Kelebihan :
1.Metode dengan mengetahui tema hadits tidak membutuhkan pengetahuan-
pengetahuan lain di luar hadits, seperti keabsahan metode pertamanya,
sebagaimana metode-metode sebelumnya, pengetahuan bahasa arab
dengan perubahan-perubahan kata dan pengenalan perawi teratas
sebagaimana metode sebelumnya. Yang menjadi inti dari metode ini
adalah diharuskan kemampuan untuk menentukan tema dalam hadits yang
akan ditakhrij.
2.Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadits pada para peneliti
hadits.

10
3.Metode ini juga memperkenalkan kepada para peneliti hadits yang
dicarinya dan hadits-hadits yang senada dengannya.

Kelemahan :

1.Terkadang untuk menentukan tema hadits seringkali mengalami kesulitan


oleh seorang pentakhrij, akibatnya metode ini justru akan mempersulit
proses takhrij.

2.Seringkali terjadi pemahaman antara para penyusun kitan dengan metode


ini tidak sepham dengan para pentakhrij yang menggunakan kitab-kitab
takhrij dengan metode ini. sebagai akibatnya penyusun kitab meletakkan
hadits pada posisi yang tidak diduga oleh pentakhrij hadits. Misalnya,
hadits yang semula oleh pentakhrij disimpulkan sebagai hadits peperangan
ternyata oleh penyusun kitab diletakkan pada hadits tafsir.

5.Metode Kelima, takhrij dengan cara melalui pengamatan


terhadap ciri-ciri tertentu pada matan atau sanad
Kelebihan :
Dapat mempermudah proses takhrij. Hal ini dimungkinkan karena sebagian
besar hadits-hadits yang dimuat dalam karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits
sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumid.

Kelemahan :

Wilayah cakupan metode ini sangat terbatas karena sedikitnya hadits-hadits


yang dimuat tersebut. Hal ini akan tampak lebih jelas ketika melihat kitab-
kitab takhrij dengan menggunakan metode ini.

F.Studi Sanad Hadits


Yang dimaksudkan dengan studi sanad hadits adalah mempelajari mata
rantai para perawi yang ada dalam sanad hadits. Yaitu dengan menitikberatkan
pada mengetahui biografi, kuat lemahnya hafalan serta penyebabnya, mengetahui
apakah mata rantai sanad antara seorang perawi dengan yang lain bersambung
atau terputus, dengan mengetahui waktu lahir dan wafat mereka, dan mengetahui
segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Jarh wat-Ta'dil. Setelah mempelajari
semua unsur yang tersebut di atas, kemudian kita dapat memberikan hukum

11
kepada sanad hadits. Seperti mengatakan,"Sanad hadits ini shahih, Sanad hadits
ini lemah, atau Sanad hadits ini dusta". Ini terkait dengan memberikan hukum
kepada sanad hadits.
Sedangkan dalam memberikan hukum kepada matan hadits, disamping
melihat semua unsur yang tersebut di atas, kita harus melihat unsur-unsur yang
lain. Seperti meneliti lebih jauh matannya untuk mengetahui apakah isinya
bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih terpercaya atau tidak. Dan apakah
di dalamnya terdapat illat yang dapat menjadikannya tertolak atau tidak.
Kemudian setelah itu kita memberikan hukum kepada matan tersebut. Seperti
dengan mengatakan : "Hadits ini shahih" atau "Hadits ini dla'if". Memberikan
hukum kepada matan hadits lebih sulit daripada memberikan hukum kepada
sanad. Tidak ada yang mampu melakukannya kecuali yang ahli dalam bidang ini
dan sudah menjalaninya dalam kurun waktu yang lama. Dalam studi sanad ini,
buku-buku yang dapat digunakan untuk membantu adalah buku-buku yang
membahas tentang Al-Jarh wat-Ta'dil serta biografi para perawi. Telah disebutkan
beberapa buku terkenal yang membahas di bidang ini ketika dibicarakan tentang
Ilmu Al-Jarh wat-Ta'dil serta biografi para perawi hadits.
Ilmu tentang Takhrij Hadits ini merupakan muara dari ilmu-ilmu hadits yang
dapat memberikan justifikasi tentang keshahihan atau kedla'ifan suatu hadits,
sehingga hadits tersebut dapat diamalkan atau ditolak.7

G.Kesimpulan
Takhrij hadits merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui asal
dari hadits tersebut. Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang
paling mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja yang artinya nampak
dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Sedangkan Takhrij
menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang
mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika
diperlukan.

7 Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad, http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/16/ilmu-takhrij-dan-


studi-sanad/, 20 Juni 2009

12
Terdapat beberapa tujuan dari takhrij hadits yaitu : Mengetahui sumber asli
asal hadits yang di takhrij dan mengetahui keadaan/kualitas hadits yang berkaitan
dengan maqbul/diterima maupun mardudnya/ditolaknya. Selain itu terdapat lima
metode yang digunakan dalam mentakhrij hadist dan kelebihan serta kelemahan
dari kelima metode tersebut.

H.Daftar Pustaka
Al-Farisi, Rudi Arlan. Ilmu Takhrij Hadits.
http://rud1.cybermq.com/post/detail/2223/ilmu-takhrij-hadits. 02 Mei 2009.
Al Jauzaa, Abu. Ilmu Takhrij Hadits, Cara Mentakhrij Hadist dan Ilmu Sanad.
http://salamkms.blogspot.com/2008/08/ilmu-takhrij-hadits-cara-
mentakhrij.html. Kamis, Agustus 14, 2008.
Santosa, Budi. KAJIAN ILMU HADITS.
http://budiatturats.wordpress.com/2009/12/03/takhrij-hadits/. Desember 3,
2009 pada 4:07 pm.
Ilmu Takhrij dan Study Sanad Hadis.
http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/16/ilmu-takhrij-dan-studi-sanad/.
(Sumber: Taysîr Mushthalah al-Hadîts).
TAKHRIJ HADITS. http://aswanshow.blogspot.com/2009/04/takhrij-hadits.html.
Rabu, 01 April 2009.

13

You might also like