You are on page 1of 10

A.

ACARA
Praktikum analisa kuantitatif protein dengan metode Semi mikro Kjeidahl.
B. PRINSIP
Senyawa nitrogen dirubah menjadi ammonia sulfat oleh H2SO4, dan diuraikan dengan
NaOH, ammonia yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan dititrasi dengan larutan
baku asam.
C. TUJUAN
Menentukan kadar protein yang terkandung dalam bahan atau sample yang dianalisa,
yang merupakan bahan hasil pertanian dan olahannya.
D. DASAR TEORI
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronuttrien lain (lemak dan karbohidrat), protein ini berperan lebih penting dalam
pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energy.
Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N, disamping C,
H, dan O. Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk
menentukan jumlah-jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan
kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain.
Karena molekulnya yang lebih besar (berat molekulnya sampai mencapai jutaan), maka
protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik ataupun aktivitas biologisnya.
Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah protein, misalnya
panas, asam, basa, solven organic, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif. Perubahan
sifat fisk yang mudah diamati adalah terjadinya penjedalan (menjadi tidak larut) atau
pemadatan.
Apabila protein murni dianalisa unsur-unsur pneyusunnya, maka gambaran yang berikut
ini umum dijumpai.

Unsur Kadar
C 50-55%
O 20-25%
N 15-18%
H 5-7%
S 0,4-2,5%
P Sedikit
Fe Sedikit
Cu Sedikit

Di alam umumnya terdapat 20 jenis asam amino (untuk protein tertentu terdapat 25
jenis); ratusan atau bahkan ribuan unit asam-asam amino yang berbeda-beda ini
menyusun molekul protein, oleh sebab itu secara matematis, jenis protein di alam ini
dapat dikatakan tak terhinggan jenisnya.

Protein dalam bahan biologis biasanya terdapat dalam bentuk ikatan fisis yang renggang
maupun ikatan kimiawi yang lebih erat dengan karbohidrat atau lemak. Karena ikatan-
ikatan ini maka terbentuk senyawa-senyawa glikoprotein dan lipoprotein yang memiliki
peranan besar dalam penentuan sifat-sifat fisis aliran bahan (Rheologis). Misalnya pada
system emulsi makanan dan adonan roti.
Dalam adanya pemanasan, protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan dan
membentuk persenyawaan dengan bahan lain, misalnya antara asam amino hasil
perubahan protein dengan gula-gula reduksi yang membentuk senyawa rasa dan aroma
makanan, protein murni dalam keadaan tidak dapat dipanaskan hanya memiliki rasa dan
aroma yang tidak berarti.
Berdasarkan uraian dimuka, maka tujuan analisis protein dalam bahan makanan adalah :
1. Menera jumlah kandungan protein dalam bahan makanan
2. Menentukan tingkat kualitas protein dipandang dari sudut gizi
3. Menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia misalnya secara biokimia, fisiologis,
rheologis, ensimatik, dan telaah lain yang lebih mendasar.

Dipandang dari peranan protein dalam jasad hidup, berbagai jenis protein dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

1. Protein yang terdapat dalam plasma darah, cairan limfa, dan cairan tubuh yang lain
2. Protein konstraksi
3. Protein pernafasan
4. Enzim
5. Hormon
6. Protein persediaan makanan
7. Protein inti sel
8. Senyawa musin dan sebangsanya (mukoid)
9. Kolagen
10. Keratin

Berdasarkan sifat fisioko-kimiawi terutama sifat kelarutannya, maka garis besar kelompok
protein sederhana adalah sebagai berikut :

1. Albumin : protein larut dalam air


2. Globulin : protein yang tidak larut dalam air, akan tetapi larut dalam lautan garam
encer
3. Prolamin : protein larut dalam ethanol 70-80%, tidak larut dalam air, larutan garam
dan ethanol murni
4. Glutelin : tidak larut dalam air, garam ataupun ethanol, larut dalam larutan alkalis
atau asam encer
5. Scleroprotein : tidak larut dalam air, larutan garam encer dan solven organic
6. Protemine dan histone : protein yang bersifat alkalis, larut dalam air dan larutan
garam.

E. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
 Labu ukur 100 mL  Indicator MR-BCG
 Erlenmeyer 250 mL  H3BO3 2%
 Batang pengaduk  NaOH 30%
 Corong  Sample (Sosis)
 Pipet tetes  H2SO4 pekat
 Pipet ukur 1 mL  Selen
 Pipet volume 5 mL  HCl 0,01 N
 Labu kjeidahl  Aquadest
 Alat destilator
F. PROSEDUR
1. Sample ditimbang dengan seksama 0,51 g dan dimasukan dalam labu kjeidahl 100
mL
2. Ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 mL H2SO4 pekat
3. Dipanaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan
menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)
4. Dibiarkan dingin kemudian diencerkan dan dimasukan dalam labu ukur 100 mL,
tepatkan sampai tanda garis
5. 5 mL larutan dipipet dan dimasukan dalam alat penyuling, kemudian 5 mL NaOH
30% ditambahkan dan beberapa tetes indicator phenolphthalein (PP)
6. Disulingkan selama kurang lebih 10 menit, sebagai penampung adalah 10 mL larutan
asam borat 2% yang telah dicampur indicator dan dimasukan dalam Erlenmeyer
7. Ujung pendingin dibilasi dengan air suling
8. Dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N
9. Dibandingkan dengan blanko

G. DATA PENGAMATAN
1. Standarisasi NaOH oleh asam oxalate

Gram asam Oxalat mL NaOH N NaOH


0,0111 22,9 0,0076

Gram asam oxalate X valensi asamoxalat


N NaOH =
0,126 X mL NaOH

0,0111 x 2
=
0,126 x 22,9

= 0,0076 N

2. Standarisasi HCl oleh NaOH

mL NaOH mL HCl N NaOH N HCl


29,7 25 0,0076 0,0090

N HCl x V HCl = N NaOH x V NaOH

N HCl x 25 = 0,0076 x 29,7

0,0076 x 29,7
N HCl =
25

N HCl = 0,0090 N

3. Titrasi Sample

Berat Vol Sample Vol Blanko N HCl f.k Fp


Sample (W)
0,5102 g 26,9 mL 20,9 mL 0,0090 N 6,25 20
25,5 mL

( V 1−V 2 ) . N .0,014 . fk . fp
% kadar protein = x 100 %
W
Keterangan :
W : Berat sample
V1 : volume HCl yang dipergunakan untuk penitaran sample
V2 : volume HCl yang dipergunakan untuk penitaran blanko
N : Konsentrasi HCl
Fk : factor konversi, untuk sosis 6,25
Fp : factor pengenceran

( V 1−V 2 ) . N .0,014 . fk . fp
% kadar protein sample I = x 100 %
W

( 26,9−20,9 ) x 0,0090 x 0,014 x 6,25 x 20


= x 100 %
0,5102

6 x 0,0090 x 0,014 x 6,25 x 20


= x 100 %
0,5102
0,0945
= x 100 %
0,5102

= 0,186 x 100%

= 18,52%

( V 1−V 2 ) . N .0,014 . fk . fp
% kadar protein sample II = x 100 %
W

( 26,5−20,9 ) x 0,0090 x 0,014 x 6,25 x 20


= x 100 %
0,5102

4,6 x 0,0090 x 0,014 x 6,25 x 20


= x 100 %
0,5102

0,07245
= x 100 %
0,5102

= 0,1420 x 100%

= 14,20%

4. REAKSI
a. Destruksi
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
b. Destilasi
NH4 + OH- H2O + NH3
NH3 + HBO2 NH4BO2
c. Titrasi
NH4BO2 + HCl NH4Cl + HBO2
H. PEMBAHASAN
Sample yang dipergunakan dalam analisa kadar protein adalah sosis yang banyak beredar
di pasaran. Dan metode yang dipakai untuk analisa protein ini berdasarkan pada SNI 01-
2891-1992 butir 7.1 yaitu semimikro kjeldahl
Dari namanya dapat diketahui bahwa metode semimikro kjeldahl dalam analisahnya
menggunakan sampel yang cukup kecil, yaitu 0,51 g. metode semimikro kjeldahl adalah
penentuan jumlah protein melalui penentuan jumlah N, sehingga total hasilnya disebut
jumlah protein kasar atau Crude Protein.
Sample yang telah ditimbang saat praktikum adalah 0,5102 g. setelah itu dimasukan
dalam labu kjeldahl 100 mL. dan ditambahkan 2 g campuran selen dan 25 mL H 2SO4
pekat, dan dpanaskan.
Pada tahapan ini sample yang dipanaskan dalam H 2SO4 pekat terjadi proses dekstruksi
menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hydrogen teroksidasi menjadi CO, CO 2 dan
H2O. sedangkan nitrogen-nya (N) akan dirubah menjadi (NH4)2SO4.
Asam sulfat yang dipergunakan untuk dekstruksi diperhitungkan adanya bahan protein
lemak dan karbohidrat. Sedangkan panambahan selen dipergunakan untuk mempercepat
proses dekstruksi atau berperan sebagai katalisator. Dengan penambahan katalisator titik
didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses dekstruksi berjalan lebih cepat.
Selenium dipergunakan sebagai katalisator dikarenakan selain dapat menaikan titik didih
juga mempercepat oksidasi zat tersebut dan mudah mengadakan perubahan dari valensi
tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
Proses diatas tidak dilakukan selama praktikum, karena proses dekstruksi memerlukan
waktu yang lama dan sukar dalam dekstruksi-nya, sehingga proses dekstruksi dilakukan
satu hari sebelum praktikum.
Setelah campuran dingin, kemudian diencerkan dan dimasukan dalam labu ukur 100 mL.
Proses pengenceran dilakukan bertahap. Hal ini dikarenakan dalam campuran tersebut
mengandung H2SO4 pekat, sehingga apabila ditambahkan aquadest sebagai pengencer
akan menyebabkan kenaikan suhu yang cukup tinggi.
Kenaikan suhu dalam alat ukur seperti labu ukur akan menyebabkan alat tersebut memuai
dan hasil pengukuran tidak benar atau sesatan yang dihasilkan menjadi tinggi.
Untuk mencegah hal itu terjadi maka pengenceran bertahap perlu dilakukan, aquadest
ditambahkan sedikit demi sedikit dan penambahan selanjutnya dilakukan sampai suhu
kembali normal, saat penambahan sampai tanda batas pun dilakukan saat suhu larutan
kembali dingin.
Setelah dingin dan larutan dicampur dengan cara mengocoknya tahap selanjutnya adalah
mengambil 5 mL larutan dengan pipet volume dan dimasukan dalam labu kjeldahl,
kemudian ditambahkan beberapa tetes indicator phenolphthalein (PP). Dan dalam wadah
terpisah (Erlenmeyer) masukan 10 mL asam borat yang dicampurkan dengan indicator
campuran yaitu MR-BCG, perbandingan antara indicator MR-BCG adalah 5:1,
sedangkan perbandingan antara indicator campuran dan asam borat adalah…..
Campuran asam borat can indicator dalam Erlenmeyer ini dimaksudkan untuk
menampung amoniak hasil reaksi ammonium sulfat menjadi ammonium hidroksida yang
mudah menguap.
Indicator campuran yang dipakai dimaksudkan untuk mencapai trayek pH yang
diinginkan. Setelah persiapan selesai tahap selanjutnya adalah memasang labu kjeldahl
dan Erlenmeyer dalam alat dekstruktor yang bekerja dengan menggunakan listrik.
Dengan mengatur panel pengatur yang ada pada alat maka proses dekstruksi dapat
dilakukan, akan tetapi dikarenakan proses penambahan NaOH tidak dapat dilakukan
secara otomatis, maka penambahan NaOH dilakukan secara manual melalui pipa plastic
yang tersambung dengan labu kjeldahl yang dipasangkan.
Saat NaOH mengalir, campuran dalam labu kjeldahl berubah menjadi ungu, perubahan
warna ini disebabkan karena penambahan indicator PP sebelumnya.
Uap yang dihasilkan saat proses pemanasan labu kjeldahl, akan dialirkan ke Erlenmeyer
yang berisi asam borat dan indicator campuran, uap tersebut akan ditangkap oleh asam
borat.
Proses penangkapan uap amoniak (NH3) oleh asam borat menyebabkan warna larutan
asam borat berubah menjadi sedikit kebiru-biruan akan tetapi masih jernih (biru
transparant).
Seperti hanya proses destilasi lainnya. Destilasi yang menggunakan alat dekstruktor pun
dialiri oleh air. Proses destilasi ini memakan waktu kurang lebih 10 menit.
Setelah itu lepaskan Erlenmeyer dari alat dan bilas pipa penyambungnya dengan
aquadest. Hal yang sama dilakukan untuk melepaskan labu kjeldahl.
Erlenmeyer yang berisi campuran asam borat, indicator, dan amoniak dititrasi dengan
HCl yang sudah distandarisasi dengan NaOH.
Proses titrasi diakhiri sampai larutan dalam Erlenmeyer berubah warna dari kebiruan
menjadi tidak berwarna, perubahan warna yang tidak kontras ini membuat titik akhir
menjadi sulit terlihat.
Proses analisa protein dilakukan masing-masing 2 kali, hal ini bertujuan untuk
menghasilkan data yang lebih banyak dan tingkat akurasi serta presisi yang tinggi. Selain
dilakukan analisa 2 kali, analisa blanko pun dilakukan 2 kali dan ndikerjakan oleh
kelompok lain.
Dari data hasil pengamatan dan perhitungan maka diketahui analisa kadar protein metode
semimikro kjeldahl menghasilkan data, yang pertama mengandung protein sebanyak
18,5221% dan yang kedua 14,2003%.
Hasil tersebut didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus :

% kadar protein =

( Volume HCl sample−Volume HCl blanko ) x N HCl x 0,014 x fp x fk


x 100 %
Berat Sample
Nilai 0,014 merupakan berat atom N yang dibagi 1000. Dan nilai factor koreksi yang
dipergunakan untuk sample sosis adalah 6,25. Nilai ini dipergunakan secara umum
kecuali untuk bahan yang sudah diketahui kadar proteinnya.
Untuk volume blanko yang dipergunakan adalah 20,9. Hasil ini didapatkan dari
membandingkan hasil yang pertama dan yang kedua. Seharusnya volume blanko yang
dipergunakan didapatkan dari hasil rata-ratanya, akan tetapi karena selisihnya cukup jauh,
maka data yang diambil adalah data volume hasil titrasi yang paling kecil.
Dan hasil perhitungan kadar protein pun, yang dipergunakan adalah 14,2003%, hal ini
dikarenakan perbandingan antara nilai persentase yang pertama dan yang kedua adalah
4,3218%, sehingga tidak dapat diambil nilai rata-ratanya. Jadi nilai yang diambil adalah
nilai yang paling mendekati dengan nilai hasil dari analisa dan perhitungan dari
kelompok lain yang menggunakan sampel dan metode analisa yang sama. Dan hasil yang
paling mendekati dengan nilai hasil analisa dengan kelompok lain adalah 14,2003%.

I. KESIMPULAN
Penentuan kadar protein metode semimikro kjeldahl adalah penentuan protein kasar
(Crude Protein) hal ini dikarenakan protein mengandung unsur N, dan jumlah protein
dapat diperhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam protein.
Kelemahan metode semimikro kjeldahl ini adalah tidak semua jenis protein mengandung
jumlah N yang sama, dan kelemahan lainnya adalah adanya senyawa lain yang bukan
protein yang mengandung unsur N meskipun jumlah biasanya jauh lebih sedikit dari
protein.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan serta membandingkan dengan data hsil
analisa dari kelompok lain, maka nilai kadar persentase protein dari sample sosis adalah
14,2003%.
J. DAFTAR PUSTAKA
 Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan & Minuman. Yogyakarta :
Liberty.
 Winarno, FG. 1997. Kimia Makanan & Gizi. Jakarta : Gramedia

You might also like