You are on page 1of 13

ANALISIS KADAR PROTEIN

LABORATORIUM PENGUJIAN MUTU

ANALISA PROTEIN 1
TUJUAN ANALISA PROTEIN DALAM BAHAN
MAKANAN ADALAH :

 Menera jumlah kandungan protein


dalam bahan makanan
 Menentukan tingkat kualitas protein
dipandang dari sudut gizi
 Menelaah protein sebagai salah satu
bahan kimia misalnya secara biokimia,
fisiologis, rheologis, ensimatis, dan
telaahan lain yang lebih mendasar.
ANALISA PROTEIN 2
PENERAAN JUMLAH PROTEIN TOTAL

Dalam keadaan asli di alam, protein merupakan senyawa


bermolekul besar dan kompleks yang tersusun dari
unsur-unsur C, H, O, N, S dan dalam keadaan kompleks
ada unsur P.
Peneraan jumlah protein dalam bahan makanan
umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris (tidak
langsung), yaitu melalui penentuan kandungan N yang
ada dalam bahan. Penentuan dengan cara langsung atau
absolut, misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau
penimbangan protein, akan memberikan hasil yang lebih
tepat tetapi juga sangat sukar, membutuhkan waktu lama,
keterampilan tinggi dan mahal.

ANALISA PROTEIN 3
Prinsip :

Kadar protein ditentukan secara tidak


langsung, yaitu dengan mengukur kadar
nitrogen/N dari sampel yang selanjutnya
dikonversikan menjadi jumlah protein
dengan faktor konversi (biasanya bernilai
6,25; angka ini diperoleh dari konversi
serum albumin yang memiliki kadar nitrogen
16%)

ANALISA PROTEIN 4
Kadar Protein Kasar
Penentuan protein berdasarkan jumlah N  protein
kasar
- Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl,
seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883.
- Selain protein juga terikut senyawa N bukan protein 
urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam
amino, amida, purin dan pirimidin.
- Dalam perkembangannya cara penentuan ini terjadi
berbagai modifikasi misalnya oleh Gunning dan
sebagainya.

ANALISA PROTEIN 5
Tahapan Analisa Protein
1. DESTRUKSI
- Pada awalnya peneliti dari Denmark (1883), Kjeldahl, mengeluarkan
metode penentuan Nitrogen organik ketika ia sedang mempelajari
perubahan protein dari biji-bijian yang digunakan dalam industri bir.
Semenjak dipublikasikan pertama kali, metode ini telah banyak
mengalami perubahan.
- Pada dasarnya dalam metode ini, sampel dipanaskan dalam larutan
oksidator kuat dan karbon serta hidrogen dioksidasi dan nitrogen dari
protein dirubah menjadi garam amonium.
- Awalnya Kjeldahl menggunakan KMO4 sebagai oksidator tetapi
hasilnya kurang memuaskan. Selanjutnya Wilforth menemukan bahwa
destruksi dengan asam sulfat dipercepat dengan penambahan katalis.
Gunning (1885) menyarankan penambahan Potasium sulfat untuk
meningkatkan titik didih destruksi untuk mempercepat terjadinya reaksi.
-

ANALISA PROTEIN 6
Destruksi
- Beberapa elemen seperti : Mercury (Hg); Copper (Cu) dan
selenium telah banyak digunakan sebagai katalisator dalam tahap
destruction.
- Hg lebih baik digunakan dibandingkan Cu, walaupun perlu adanya
tahapan tambahan, yaitu mengendapkan Hg dengan Natrium
tiosulfate, untuk memisahkan kompleks mercury (Hg). Ammonia
yang terbentuk selama proses destruksi.
- Selenium (Se) adalah katalisator yang paling baik (tidak perlu
tambahan perlakukan seperti dalam mercury).
- Se lebih cepat dari Hg. Tetapi jika Se terlalu banyak digunakan
dapat mengakibatkan hilangnya Nitrogen, selain itu kondisinya
juga harus dikontrol ketat.
- Pada beberapa protein terdapat kesulitan untuk merubah Nitrogen
protein menjadi garam-garam amonium selama destruksi dengan
asam sulfat.

ANALISA PROTEIN 7
Destruksi
- Protein yang kaya akan asam amino histidin dan tryptophan
memerlukan waktu destruksi yang lama dan sulit.
- Pemberian potasium atau sodium sulfate secara berlebihan
akan mengakibatkan hilangnya komponen Nitrogen.
- Suhu yang umum digunakan dalam tahap digention ini
adalah 370o sampai 410oC
- Reaksi yang terjadi dalam tahap destruction : Protein +
oksidator  NH4+ + CO2 + H2O dan lain-lain (SO2) ↑
- Penambahan batu didih juga penting untuk menjaga
letupan-letupan

ANALISA PROTEIN 8
Destilasi
- Pada tahap ini diadakan penambahan sodium hidroksida dan panas
sehingga menghasilkan/membebaskan gas Amonia (bersifat basa)
- Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah : NH4+ + OH-  H2O + NH3 ↑
atau (NH4)2SO4+ 2NaOH --------------- 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O
(Destilasi)
- -Destilasi dihentikan jika semua NH3 telah dibebaskan (dapat diketahui
dengan uji kertas lakmus, yaitu tidak merubah kertas lakmus merah. Bila
kertas lakmus merah berubah menjadi biru, berarti NH3nya masih ada.
- NH3 Kemudian ditampung dengan larutan penampung HCl atau H3BO3

ANALISA PROTEIN 9
Titrasi
Untuk larutan penampung Asam klorida
- HCl yang digunakan harus berlebih dan diketahui
dengan pasti jumlahnya. Hal ini karena sebagian HCl
akan mengikat NH3 dan sisanya dititrasi dengan NaOH
- Untuk menunjukkan titik akhir titrasi (kapan semua
reaksi antara HCl dan NaOH selesai), maka
digunakan indikator phenolftalein (trayek pH 8,3 – 10;
tidak berwarna menjadi merah)
- Penggunaan blanko (jumlah HCl awal secara
keseluruhan ditentukan)

ANALISA PROTEIN 10
Titrasi
Untuk larutan penampung Asam borat
reaksi yang terjadi adalah :
- NH3 + H3BO3  NH4+ H2BO3- + H3BO3
(penampungan)
- NH4+ H2BO3- + HCl  H3BO3 + NH4Cl (titrasi)
- Indikator yang digunakan adalah indikator
campuran hijau bromkresol trayek pH : 3,8 – 5,4
dan merah metil, trayek pH : 4,2 – 6,3)
- Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan
warna dari hijau menjadi merah

ANALISA PROTEIN 11
Analisis kadar protein dengan Metode: SNI
01-2891-1992 butir7.1/Semimikro Kjeldhal
Tahap Destruksi :
0,51 gr sampel (homogen)  labu kjeldahl 100 ml  + 2 gr
selen (katalisataor) + 25 ml H2SO4 pekat  Panaskan di atas
pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan
menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).
Tahap Destilasi :
Biarkan dingin dan encerkan hasil pada tahap I dengan
aquades menjadi 100 ml, tepatkan sampai tanda garis  ambil
5 ml  masukkan dalam labu didih 250 ml/alat penyuling 
tambahkan 5 ml NaOH 30% + beberapa tetes indikator PP
(Phenol Pethalin)  destilasi perlahan-lahan  Destilat
ditampung pada erlenmeyer berisi H3BO3 2 % 10 ml (yang telah
diberi beberpa tetes indikator campuran)
Tahap Titrasi :
Titrasi dilakukan dengan titran HCl 0,01 N sampai terjadi
perubahan warna dari hijau  tidak berwarna.

ANALISA PROTEIN 12
Rumus Perhitungan
(V1 – V2) x N x 0,014 x f.k. x fp
K. protein = x 100%
W

W = Bobot cuplikan.
V1 = Volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitaran contoh.
V2 = Volume HCl yang dipergunakan penitaran blanko.
N = Normalitas HCl
f.k. Faktor konversi untuk protein dari makanan, secara
umum: 6,25
susu & hasil olahnya: 6,38 mentega kacang: 5,46
Fp = Faktor pengenceran

ANALISA PROTEIN 13

You might also like