Menurut Yuniarsih (2008:82) dilihat dari dimensi manajerial, sekurang-
kurangnya ada empat fungsi manajemen SDM, yaitu planning (staffing), directing, supervising dan controlling. Fungsi planning (perencanaan) merupakan langkah awal yang dilakukan dalam proses manajemen SDM, yaitu dengan menyusun rancangan sekitar kebutuhan SDM organisasi. Sedangkan fungsi staffing yaitu mendesain struktur organisasi yang menggambarkan interelasi antarpekerjaan, antarpersonil dan faktor-faktor fisik lainnya yang semuanya dijadikan dasar untuk menempatkan orang- orang dalam struktur tersebut sesuai dengan keahlian masing-masing. Fungsi directing adalah menggerakkan orang-orang utnuk bekerja dan berpartisipasi sesuai bidang tugasnya secara efektif dan efisien, menuju arah program motivating, leading, communicating, and deployment. Fungsi pembinaaan dimaksudkan untuk menjaga moral kerja dan komitmen personil terhadap organisasi, sehingga mereka memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi. Sedangkan fungsi controlling diarahkan untuk mengukur dan menilai sejauh mana rencana dapat dilaksanakan dan tujuan dapat direalisasikan. Edwin B. Flippo (1984:2-4) menyatakan bahwa dilihat dari aspek operatif, implementasi manajemen SDM mencakup enam fungsi dasar, yaitu pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, perawatan dan pemutusan hubungan kerja. Fungsi pengadaan bertujuan untuk memperoleh sejumlah orang dengan kualifikasi yang tepat sesuai kebutuhan organisasi, sebagaimana dirancang dalam perencanaan SDM. Fungsi pengembangan merupakan upaya memperbaiki kapasitas produktif manusia agar lebih kompetitif dan unggul, fungsi kompensasi bertujuan untuk mentapkan sistem renumerasi yang tepat sesuai kontribusi masing-masing personil terhadap upaya pencapaian tujuan organisasi. Fungsi integrasi dimaksudkan untuk membangiktkan kesadaran personil bahwa mereka merupakan bagian penting dalam organisasi secara keseluruhan sehingga perlu diciptakan komitmen dan rasa memiliki yang tinggi. Fungsi perawatan berkaitan dengan upaya untuk memelihara dan mempertahankan personil yang produktif, agar mereka tetap setia terhadap organisasi. Salah satu aspek penting dalam pengembangan SDM perguruan tinggi adalah perhatian terhadap peningkatan kompetensi, karir dan jabatan para pegawai dan dosen. Perguruan tinggi yang berwirausaha, harus memiliki sistem yang bagus dalam pengembangan kompetensi pegawai dan dosen, karena SDM merupakan aset terbesar dalam pengembangan kampus ke depan. Dari hasil pengamatan penulis di tiga perguruan tinggi di kota Malang ditemukan adanya kebijakan yang hampir sama dalam meningkatkan kompetensi para pegawai dan dosen, yaitu mendorong studi lanjut pada jenjang tertinggi, mengadakan pelatihan-pelatihan, memberi dana bantuan penelitian, memberi bantuan penulisan buku dan jurnal, mengadakan workshop dan studi banding ke dalam dan luar negeri. Meskipun tingkat, intensitas dan bobot dari pelatihan-pelatihan yang diberikan berbeda-beda, tetapi secara umum upaya tiga perguruan tinggi tersebut dalam meningkatkan kompetensi dosen dan karyawan ini, sudah tepat jika dilihat dari perspektif modern dalam pengeloaan SDM. Temuan di atas, menerima pendapat Yuniarsih (2008: 133) yang mengatakan bahwa pengembangan SDM merupakan aktivitas memelihara dan meningkatkan kompetensi pegawai guna mencapai efektivitas organisasi. Pengembangan SDM dapat diwujudkan melalui pengembangan karir, pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan di mana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pendidikan dan pelatihan dirancang untuk menadapatkan kualitas SDM yang baik dan siap untuk berkompetisi di pasar. Dari hasil pendidikan dan pelatihan itu diharapkan dapat memberikan atau meningkatkan kemampuan dan ketrampilan serta menanamkan atau menyesuaikan sikap kepada karyawan atau proses membantu karyawan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan dalam kinerjanya di masa silam. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja kryawan. Karena itu, untuk menetapkan cara yang tepat dalam melaksanakan pelatihan perlu diselidiki dulu penyebab-penyebab terjadinya penurunan kinerja karyawan. Menurutnya ada tiga faktor yang menyebabkan seorang karyawan mempunyai kinerja rendah, yaitu: a. Kurang mampu. Kinerja karyawan rendah karena kekurangmampuannya dalam melaksanakan pekerjaan. b. Kurang usaha. Kinerja karyawan kurang memuaskan juga bisa disebabkan karena kurangnya usaha karyawan tersebut dalam melaksanakan pekerjaan. c. Kondisi yang kurang menguntungkan. Pada situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan, dapat saja kinerja karyawan menajdi tidak memuaskan, seperti terlalau banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam satu waktu. Untuk menghindari menurunnya kinerja karyawan maka perlu dilakukan peningkatan kompetensi SDM dengan pelatihan, kursus, dan sebagainya. Pelatihan merupakan salah satu faktor dalam pengembangan SDM. Pelatihan tidak saja menambah pengetahuan karyawan tetapi juga meningkatkan ketrampilan yang mengakibatkan peningkatan produktivitas kerja. Manajeman pengembangan kompetensi pegawai yang ditemukan di tiga perguruan tinggi terteliti memiliki proses sebagai berikut: Sebelum mengadakan pelatihan dan semacamnya untuk meningkatkan kinerja karyawan, ketiga perguruan tinggi terteliti sama-sama melakukan analisis kebutuhan berdasarkan caranya masing-masing. Di Unibraw, peningkatan kompetensi karyawan diserahkan kepada Pusat Jaminan Mutu (PJM). PJM bertanggung jawab untuk merencanakan, mengaplikasikan dan mengevaluasi kinerja para karyawan secara umum. Tahap-tahap pelaksanaan peningkatan kompetensi di Unibraw diawali dengan melalui perencanaan satu tahun sebelum memasuki tahun anggaran berikutnya, karena anggaran untuk pelaksanaan pelatihan, lebih banyak diambil dari dana DIPA yang dianggarkan melalui APBN. Cara yang sama juga dilakukan di UIN Maliki, karena keduanya adalah perguruan tinggi negeri (PTN) yang sebagian besar anggaran keuangannya diambil dari pemerintah. Di UIN Maliki, peningkatan SDM diserahkan kepada unit KJM (Komite Jaminan Mutu). Pelatihan dilakukan berdasarkan need analisis yang dilakukan oleh KJM pada setiap akhir tahun. Berdasarkan need analisis tersebut kemudian KJM membuat perencanaan untuk meningkatan kompetensi pegawai dan dosen yang diusulkan melalui bagian perencanaan untuk dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya. Adapun jika ada program pelatihan yang bersifat mendadak yang tidak dianggarkan pada tahun sebelumnya, maka KJM akan mencari sumber dana lain yang memungkinkan. Di UMM, program peningkatan SDM diserahkan kepada unit yang bernama BPSDM. Prosedur yang dilakukan BPSDM dalam meningkatkan kompetensi, diawali dengan penyebaran angket kepada para pegawai, dosen dan para pejabat tentang kelemahan-kelemahan apa yang ada pada kinerja pegawai dan kompetensi apa yang perlu ditingkatkan. Setelah angket disebar dan diisi oleh para pegawai dan dosen, BPSM akan menarik kembali angket tersebut untuk dilakukan analisis. Hasil analisis diserahkan kepada Rektor untuk diambil kebijakan, baik berupa pelatihan, kursus maupun tindakan-tindakan lain yang sesuai dengan kebutuhan. Penerapan training untuk peningkatan kompetensi karyawan dapat dilakukan setelah melakukan beberapa proses tertentu. Proses awal yang harus dilakukan oleh manajer atau tim pengembang SDM adalah melakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui need assesment baik yang berkaitan dengan organisasi, tugas dan tanggung jawab karyawan, maupun kemampuan individu karyawan. Setelah analisis dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan tujuan dari pelatihan yang akan dilakukan agar pelatihan bisa memberikan manfaat sesuai dengan yang diharapkan. Bila tujuan telah ditetapkan, maka disusunlah model-model atau program-program pelatihan yang akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu. Setelah program-program ditetapkan secara matang, maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan pelatihan. Setelah pelatihan selesai dilaksanakan, maka para penanggung jawab harus melakukan evaluasi ulang terhadap dampak pelatihan yang diberikan untuk diambil langkah-langkah antisipatif apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Upaya-upaya ketiga perguruan tinggi tersebut dalam mengembangkan SDM dari sisi kompetensi sebagaimana dijelaskan di atas, juga selaras dengan penjelasan Edwin B. Flippo (1984:4-7) yang mengatakan bahwa untuk memperbaiki kompetensi produktif manusia agar lebih kompetitif dan unggul dapat dilakukan melalui jalur pengembangan karir yang jelas, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan penguasaan wawasan, konsep dan ketrampilan teknis. Dengan demikian para pegawai akan lebih siap dalam melaksanakan pekerjaannya menghadapi berbagai tantangan, serta beradaptasi dengan tuntutan perubahan lingkungan global, baik yang disebabkan oleh adanya penugasan baru, pesatnya perkembangan teknologi, peningkatan tugas pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, ledakan informasi yang mendorong lahirnya e-communication dan virtual communication, strategi bisnis yang baru, maupun hal-hal lain yang muncul seiring dengan perkembangan global. Program pengembangan SDM dapat dilakukan dalam tiga aspek yaitu fisik, psikologis dan skill, yang mana tujuannya diarahkan pada tercapainya produktivitas kerja optimal. Bobot pengembangan pada masing-masing dilaksanakan secara proporsional, sesuai kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pengembangan aspek fisik meliputi perbaikan dan penyempurnaan sarana dan prasarana yang antara lain difokuskan untuk meningkatkan layanankesehatan, menjamin keamanan lingkungan dan memenuhi berbagai kebutuhan fisik lainnya. Pengembangan aspek psikologis bertujaun untuk memberi kepuasan kepada stakeholders, memberi kenyamanan kerja, membuka jenjang karir, agar setiap pegawai bisa mengaktualisasi diri secara optimal. Program pengembangan pada aspek ketrampilan bisa dilakukan melalui berbagai cara antara lain: (1) pendidikan, untuk menambah wawasan dan pengetahuan, (2) latihan, untuk meningkatkan kemampuan teknis dalam melaksanakan pekerjaan, dan (3) untuk menambah pengalaman serta membuka peluang jenjang karir. Haris (2000:340) menjelaskan bahwa pelatihan dan pengembangan kompetensi merupakan rencana strategis organisasi untuk meningkatkan tingkat kompetensi pegawai yang sangat penting bagi organisasi untuk menjaga persaingan dan memperbaiki produktifitas. Sementara itu Roberth L. Mathis and John H Jackson (2001:13) membedakan antara pengembangan dan pelatihan. Pengembangan lebih bersifat umum untuk menambah pengetahuan karyawan atau pegawai yang dipersiapkan untuk masa yang akan datang. Sedangkan pelatihan merupakan bagian dari pengembangan, yang lebih bersifat jangka pendek untuk kepentingan yang dibutuhkan pada saat tertentu. Senada dengan pendapat di atas Noe (2005:3) dalam Yuniarsih (2008:38) mengatakan bahwa pelatihan merupakan upaya organisasi untuk meningkatkan kompetensi pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan, sedangkan pengembangan lebih mengarah pada sesuatu yang lebih jauh ke depan. Pengembangan secara tradisional difokuskan pada tingkat manajemen, yang mengarah pada pendidikan formal, pengalaman kerja, hubungan, penilaian kepribadian, yang dapat membantu karywan dalam melaksanakan pekerjaan secara efektif, baik di masa sekrang maupun yang akan datang. Menurutnya, ada empat pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan karyawan, yaitu pendidikan formal, penilaian, pengalaman kerja dan hubungan interpersonal. Fungsi pengembangan merupakan suatu upaya manajemen untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan dan kemampuan karyawan melalui pelatihan dan pengembangan serta pengembangan karir, sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi perusahaan. Training lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan sebagai persiapan untuk melaksanakan tugas yang sedang berlangsung, sedangkan pengembangan lebih bersifat masa depan dan sebagai persiapan untuk melakukan perubahan.