Professional Documents
Culture Documents
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 5
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
Secara hakiki, orang yang melangsungkan dan menghayati hidup perkawinan membuka
diri terhadap adanya kelahiran anak sebagai penerus keturunan dari keluarga tersebut. Demikian
juga dalam ajaran dan tradisi Gereja, hidup perkawinan selalu terbuka pada kelahiran anak.
Hubungan suami istri terbuka dan terarah pada kelahiran anak sebagai hasil hubungan kasih
suami istri yang sempurna. Dalam perkembangan zaman, hubungan suami istri berkembang
tidak hanya sebatas pada prokreasi, namun juga kesejahteraan suami-istri.
Nilai-nilai luhur yang dihidupi, digeluti, dan diperjuangkan oleh Gereja itu menghadapi
sebuah tantangan yang serius seiring dengan berbagai nilai-nilai yang ditawarkan oleh kemajuan
zaman dan teknologi, terlebih dengan berbagai penemuan tentang alat-alat kontrasepsi. Ada
pemahaman keliru yang berkembang mengenai Keluarga Berencana dan kontrasepsi. Ada yang
bersifat alami, ada yang besifat mencegah kehamilan, bahkan ada yang bersifat abortif.
Kontrasepsi berasal dari dua kata contra dan conception. Contra berarti melawan
dan conception berarti pembuahan. Kontrasepsi adalah metode dengan alat atau obat yang
digunakan untuk menghindari atau mencegah terjadinya konsepsi (pembuahan). Kontravita
berasal dari kata contra dan vita. Contra berarti melawan dan vita berarti kehidupan. Ini disebut
kontravita karena sebenarnya alat ini tidak mencegah terjadinya pembuahan (konsepsi), tetapi
membunuh janin sesudah pembuahan. Pembuahan tetap terjadi akan tetapi karena ada alat-alat
ini, janinnya mati. Berbagai penemuan alat kontrasepsi yang semakin berkembang dan
pemahaman yang keliru mengenai hal ini menimbulkan ketegangan mengenai fungsi dan nilai-
nilai luhur perkawinan yang dihidupi dan ditawarkan oleh Gereja.
2
BAB II
ISI
Kontrasepsi sudah ada sejak tahun 1900 SM. Bentuknya mengalami perkembangan. Di
zaman Mesir Kuno, alat yang digunakan adalah menaburkan madu dan sodum carbonat di vulva
untuk membunuh sel sperma dan menaburkan kotoran buaya di dalam cervix (mulut rahim).
Dalam dunia Yahudi kuno, tercatat coitus interuptus (mengeluarkan sperma diluar tubuh wanita
setelah senggama). Cara ini dapat dilihat dalam kitab Kejadian 38,8-10 yang menceritakan
tentang Onan yang menikahi istri almarhum kakaknya. Onan melakukan coitus interuptus supaya
istrinya itu tidak hamil. Dari kitab Talmud Babilonia, para rabbi mencatat bahwa kontrasepsi
yang dilakukan pada masa itu adalah dengan memperpanjang masa menyusui bayi, racun steril,
ramuan berbagai akar rumput dan madu serta wool, mencampurkan air dengan misy dalam
sejumlah biji kacang vicia. menaburkan madu dan sodium carbonat di vulva untuk membunuh
sel sperma, menaburkan kotoran buaya di dalam cervix, sampai kondom dengan bahan dari kulit
binatang.
Ada berbagai alasan sehingga mereka melakukan kontrasepsi. Seorang budak yang akan
mendapatkan kemerdekaan atau kebebasan dari status budaknya menunda untuk mempunyai
anak agar anak yang dilahirkannya nanti sudah mempunyai status sebagai orang yang merdeka,
bukan sebagai keturunan budak lagi. Orang-orang proselit menunda mempunyai anak agar anak-
anak yang dilahirkannya nanti mempunyai status dan diterima penuh sebagai orang-orang Israel.
Mereka melakukan kontrasepsi demi status anak yang akan dilahirkannya nanti.
Sudah sejak lama, dikenal adanya pembedaan yang jelas antara obat-obat atau ramuan
yang bersifat kontraseptif dengan yang bersifat abortif. Metode kontrasepsi yang berkembang
pada masa itu adalah dengan mengatur pernafasan, dengan mengolesi vulva dengan cairan-cairan
tertentu, membasuh vagina sesudah senggama. Metode yang paling terkenal adalah dengan racun
kontrasepsi, yaitu dengan mencampurkan misy dalam sejumlah kacang vicia dan diminum.
Ramuan itu akan menghambat kehamilan selama kurang lebih setahun.
3
Penemuan alat-alat kontrasepsi pada zaman modern didukung dengan perkembangan
ilmu anatomi tubuh manusia Beberapa penemuan tentang alat-alat kontrasepsi adalah sebagai
berikut:
Tahun 1563, ditemukan bahwa dalam buku de Morbo Gallico, Gabriel Follopio
sudah membahas tentang kondom.
Tahun 1844, kondom dipakai secara meluas setelah adanya pengolahan karet.
Tahun 1875, Oscar Hertwigmenemukan bahwa pembuahan itu terjadi ketika ada
pertemuan antara selu telur dan sel sperma.
Tahun 1920, Prof K. Ogino dari Jepang dan H. Knaus dari Austria menemukan
adanya masa subur dan masa tidak subur dalam diri wanita.
Tahun 1928, Ernest Grafenberg, seorang dokter dari Berlin menemukan tentang
adanya sterlisisasi dan alatnya.
B. JENIS KONTRASEPSI
Jenis kontrasepsi ini digunakan untuk mencegah agar sel sperma tidak bertemu dengan
sel telur sehingga tidak ada pembuahan. Jenis barrier ini adalah:
a. Kondom.
4
Ada kondom untuk laki-laki dan ada kondom untuk perempuan. Ini adalah alat
kontrasepsi yang berbentuk sarung karet tipis. Kondom ini menampung sperma pada
waktu ejakuasi sehingga sperma tidak masuk ke rahim atau saluran telur. Ini terbuat dari
bahan Latex yang bersifat elastis dan sangat kuat. Ini mempunyai panjang 180-185 mm,
lebar 49-52 mm, dan ketebalan 0.05 mm. Kemungkinan kegagalan sekitar 3-5%. Efek
sampingnya adalah alergi terhadap karet kondom atau zat pelicin dan tertinggalnya
kondom di liang senggama.
b. Diapragma.
5
Diapragma berbentuk seperti kubah yang terbuat dari latex yang pinggirnya
fleksibel. Biasanya dipakai dengan spermicide (pembunuh sperma). Alat ini menutup
vagina bagian dalam dan menutup seluruh cervix sehingga sperma tidak bisa masuk ke
dalam rahim.
Jenis Jenis diafragma antara lain:
1. Flat spring (flat metal band).
2. Coil spring (coiled wire).
3. Arching spring (kombinasi metal spring).
c. Cervical cap.
Cervical cap berbentuk seperti topi yang dibuat dari latex dengan panjang sekitar
1-1,5 inc. Alat ini lebih kecil dari pada diapragma dan persis menutup hanya cervix saja.
Alat ini menutup cervis sehingga sperma tidak bisa masuk ke dalam rahim atau saluran
telur sehingga tidak ada pembuahan.
d. Spermisida
6
Kontrasepsi ini merupakan senyawa kimia yang dapat melumpuhkan sampai
membunuh sperma. Bentuknya bisa busa, jeli, krim, tablet vagina, tablet, atau aerosol.
Sebelum melakukan hubungan seksual, alat ini dimasukkan ke dalam vagina. Setelah
kira-kira 5-10 menit hubungan seksual dapat dilakukan. Penggunaan spermisida ini
kurang efektif bila tidak dikombinasi dengan alat lain, seperti kondom atau diafragma.
“Dari 100 pasangan dalam setahun, ada 3 wanita yang hamil. Tapi karena sering salah
dalam pemakaiannya, bisa terjadi sampai 30 kehamilan,” jelas Andon.
2. Kontrasepsi Hormonal.
Ini adalah alat kontrasepsi yang digunakan dalam vagina sebelum bersenggama
yang berbentuk kertas tipis dan mengandung spermatisida. Setiap lembar tissue
mengandung Alkyl Phenoxy polyethoxy ethanol 50 mg. Efek samping yang dialami
adalah gatal-gatal, perubahan masa menstruasi 0,85 %, meningkatnya pengeluaran cairan
vagina, dan irritasi dinding vagina.
7
Ini adalah implant yang terdiri dari 6 kapsul (Norplant) dan berisi Preparat hormonal
yang dapat digunakan selamat jangka waktu 5 tahun. Ini juga dikenal dengan istilah
susuk KB. Substansi aktifnya adalah Progestrin Levonorgestrel.
Efek samping dan kontra indikasi yang dialami adalah: Amenore (tidak haid);
Spotting (pendarahan kecil di luar haid); Metrolagi, menoragi atau pendarahan yang lebih
banyak di luar haid; Rasa sakit, gatal, bengkak, pegal linu dan ekspulsi kapsul pada bekar
luka sayatan; Pusing/sakit kepala dan berdebar-debar; Perubahan berat badan dan
jerawat; Hamil atau diduga hamil; Pendarahan melalui vagina yang tidak diketahui
sebabnya; Tumor atau keganasan; Penyakit jantung, hati, darah tinggi, kencing manis.
c. Suntik KB.
8
Ini adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang diberikan melalui suntikan. Ini
berisikan suspensi hormon progesteron dalam air dan dalam minyak. Ini mencegah
lepasnya sel telur dari indung telur wanita, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga
sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim, menipiskan endometrium sehingga tidak siap
untuk kehamilan.
Jenisnya adalah: Depo Provera, Depo Progestin, Depo Geston. Setiap vial (3 ml)
mengandung 150 mg Depp Medroxy Progesteron Acetat. Bentuk suspensi steril dengan
pelarut air. Ini diberikan dengan interval 12 minggu dengan kelonggaran waktu 1-2
minggu; Noresterat. Setiap ampul ( 1ml) mengandung Norethindrone Enantat. Bentuk
suspensi steril dengan pelarut minyak. Ini diberikan dengan interval 8 minggu dengan
kelonggaran waktu 1 minggu; Epo Progestin. Setiap vial mengandung Medroxy
Progesteron Acetat.
d. Pill KB.
Ini adalah alat kontrasepsi yang berbentuk tablet yang mengandung hormon estrogen
dan progesteron atau mengandung progesteron saja ( Mini Pil). Mifepristone Pil ini
disebut juga RU 486 atau ‘pil Prancis’. Dibanding pil-pil lain, paling ringan efek
sampingnya (mual/muntah). Kurang lebih dosis : 600 miligram diminum selambat-
lambatnya 3 hari sesudah berhubungan seks. Minum 1 kali saja. Alat kontrasepsi ini
menghalangi terjadinya pembuahan dalam berbagai cara, yaitu:
• Hormon progestin akan mempengaruhi mulut rahim untuk tetap menajdi masam
dan tidak memproduksi lendir kesuburan sehingga sperma akan cepat mati.
Progestin juga akan menghentikan produksi hormon-hormon yang mengatur
ovulasi sehingga dinding rahim tidak bisa ditempeli janin.
• Progestin juga mengganggu hypotalamus, pittuary gland, dan indung telur agar
tidak terjadi ovulasi.
9
Norgestrel 0,15 mg dan Etinil Estradiol 0,03 mg; Marvelon. Ini terdiri dari 28 pil. Setiap
pil mengandung Desogrestel 0,15 mg dan Etinil Estradiol 0,03 mg; Nordette. Ini terdiri
dari 28 pil. Setiap pil mengandung L Norgestrel 0,15 mg Etinil Estradiol 0,03 mg;
Excluton- 28. Ini terdiri dari 28 pil. Setiap pil mengandung Linestrenol 0,5 mg;
Trinordiol-28. Ini terdiri dari 6 tablet coklat yang mengandung L Norgestrel 0,5 mg dan
Etinil Estradiol 0,03 mg, lima tablet putih yang mengandung L Norgestrel 0,075 mg dan
Etinil Estradiol 0,04 mg, serta 10 tablet kuning yang mengandung l Norgestrel 0,15 mg
dan Etinil Estradiol 0,03 mg.
Efek samping dan kontra indikasi yang muncul adalah : Kolasma, Sakit kepala, mual;
Perubahan berat badan, melunaknya buah dada; Perubahan aliran haid dan libido; Sedikit
pendarahan intermenstrual dan kejiwaan; Thrombophlebitis, thromboembolik; Penyakit
arteri jantung, tekanan darah tinggi, dan kencing manis; Sakit kuning/gangguan hati;
Kanker payudara/alat kelamin; Neoplasia yang terpengaruh estrogen dan pendarahan
kelamin yang tidak dapat didiagnosa.
Semua alat kontrasepsi itu mengandung Anti Progesteron dan Prostaglandines. Yang
termasuk Antiprogesteron adalah produk mifepristone (RU-486), Onapristone,
Lilopristone, espostane, morning afer pill. RU-486 ini pertama kali diproduksi oleh
Roussel-Uclaf, sebuah anak perusahaan Hoeshst AG dari Jerman. Ini dipasarkan secara
besar-besaran di Perancis. Obat-obat ini bekerja dengan menghalangi kerja hormon
progesteron yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kehamilan. Progesteron yang
berfungsi menyangga dinding rahim dan memberi makan kepada janin, mengehentikan
otot-otot janin supaya tidak berkontraksi, dan mencegah agar cervix tidak melebar,
dihalangi kerjanya. Cervix menjadi lemah dan membuka, dinding rahim akan terkelupas
dengan adanya kontraksi dan terjadilah pendarahan. Janin dan placenta akan menjadi
layu dan mati.Prostaglandine adalah hormon yang menyebabkan rahim berkontraksi dan
dengan demikian janin dan placenta (ari-ari) akan terbuang keluar. Biasanya janin dan
placenta itu akan keluar dari rahim sesudah 24 jam menggunankan prostaglandine.
Prstoaglandine biasanya digunakan bersamaan dengan RU 486.
Ini adalah alat yang pemakaiannya dimasukkan ke dalam rahim. Ini terbuat dari
plastik (Polyethilene). Bentuknya bermacam-macam. Ada yang dililiti kawat perak, ada
10
juga yang batangnya berisi hormon progesteron. IUD bekerja dengan meninggikan
getaran saluran telur sehingga pada waktu blastokista sampai ke rahim, endometrium
belum siap untuk menerima nidasi. Lilitan logam menyebabkan reaksi “peradangan”
dimana terjadi reaksi jaringan sehingga terjadi serbukan sel darah putih (lekosit) dan sel
makrofah yang dapat melarutkan blastokista. Kemungkinan kegagalan 1 %. Dan
kesuburan setelah pengangkatan IUD berkisar antara 80-90% setelah 1 tahun
pengangkatan.
Jenisnya adalah: Cooper dan Nova T berbentuk huruf T yang batangnya dililit
tembaga (Cu). Ini dapat dipakai selamat 6 tahun. Medusa Pessar MPL CU 240 Ag
berbentuk batang tegak lurus yang dibalut kawat tembaga perak dengan 4 cabang
berkelok yang bulat pada masing-masing ujungnya. Ada juga jenis Tcu-380A, Mlcu375,
LNG20, dan sebagainya. Jenis kontrasepsi ini dapat dipakai selama 5 tahun.
Efek samping dan kontra indikasi yang dialami adalah: Pendarahan sedikit yang
berulang atau pendarahan terus-menerus selama haid hari pertama sampai hari ketujuh
pada 2-3 bulan pertama; Pendarahan haid yang lebih banyak dan lebih lama; Kejang
perut, terutama sehari atau setelah pemasangan atau selama haid; Kelainan pembawaan
atau yang diperoleh di uterus; Peradangan di alat kelamin; Uterus myomatosus;
Kecurigaan ada tumor ganas di alat kelamin; Kepekaan terhadap tembaga.
Masyarakat seringkali menggunakan istilah birth control atau kontrol kelahiran. Dengan
istilah ini, yang dikontrol adalah kelahiran bukan kehamilannya. Gereja tidak menentang
pengaturan kelahiran atau politik kependudukan. Gereja malah menganjurkan dengan program
Keluarga Berencana (KB), keluarga bertanggungjawab untuk mengatur kelahiran dan
11
mempunyai anak secara bertanggungjawab sesuai dengan kemampuannya. Yang ditentang
Gereja adalah cara melakukan pengaturan kelahiran dan cara melaksanaan politik kependudukan
yang menggunakan cara kontraseptif apalagi abortif.
Sikap gereja terhadap kontrasepsi sudah berkembang sejak St. Hironimus (340-420), St.
Agustinus (354-430), St. Albertus Magnus (1206-1280), St. Thomas Aquinas (1225-1274), St.
Carolus Borromeus (1538-1584), St. Alphonsus Liguori (1696-1787). Dalam sejarah
kekristenan, tidak seorangpun teolog Katolik yang pernah mengajarkan bahwa kontrasepsi itu
bisa diterima secara moral. Gereja menolak kontrasepsi dengan berbagai alasan yang disesuaikan
dengan keadaan dan situasi yang ada pada zaman yang bersangkutan.
Pada abad-abad pertama Kristianitas, Gereja sangat menekankan aspek prokreatif dalam
hubungan seksual. Gereja berpihak pada kehidupan baru, terutama dalam fetus dan bayi.
Penolakan terhadap kontrasepsi adalah bagian dari komitmen Gereja untuk tidak mencampuri
proses pemberiaa hidup yang merupakan hak prerogatif Tuhan. Gereja bahkan melarang
pasangan suami istri untuk bersenggama ketika wanita menstruasi atau mengandung karena
benih yang tertumpah itu hanya akan sia-sia belaka.
Karena didirikan secara ilahi untuk pertumbuhan manusia, bibit (ie: sperma) tidak boleh
dikeluarkan dengan sia-sia atau dirusak atau dibuang.
mengeluhkan akan kurangnya kebutuhan mereka dan beralasan bahwa mereka tidak
punya cukup untuk membesarkan lebih banyak anak, [berpikiran bahwa] kebutuhan
mereka [didapat berdasarkan kekuatan mereka] … ataukah Allah tidak setiap hari
membuat yang kaya menjadi miskin dan yang miskin menjadi kaya. Karena itu, jika ada
seorangpun yang karena kemiskinan tidak mampu membesarkan anak, adalah lebih baik
untuk tidak berhubungan [intim] dengan istrinya.
Aku anggap, kalau begitu, meskipun kamu tidak berbaring [dengan istri kamu] demi
menghasilkan keturunan, kamu tidak, demi birahi, menghalang-halangi penghasilan
keturunan dengan doa jahat atau perbuatan jahat. Mereka yang melakukan ini, meskipun
12
mereka disebut suami dan istri, sebenarnya bukan; dan mereka juga tidak memiliki
realitas sebuah perkawinan … Kadang-kadang kekejian birahi ini sampai pada tahap
sampai mereka menggunakan racun sterilisasi [kontrasepsi oral, ie: obat kontrasepsi]
(Marriage and Concupiscence 1:15:17 [419 Masehi]). Agustinus mengungkapkan tentang
3 tujuan perkawinan, yaitu keturunan, kesetiaan, dan sakramen.
Ia mengungkapkan secara tegas bahwa barang siapa memakai racun sterilitas, ia berdosa
besar sebab ini sama dengan pembunuhan dan barang siapa tidak mau mempunyai anak,
hendaklah ia membicarakannya kepada suaminya dan mengucapkan kaul kemurnian,
sebab sterilitas yang diperkenankan oleh Gereja hanyalah kemurnian sebagai wanita
kristen.
Ia memasukkan dosa pemakaian kontrasepsi dengan hukuman yang sangat berat, yakni
harus menjalankan penitensi selama 10 tahun. Ajaran ini kemudian dimasukkan dalam
kumpulan peraturan-peraturan yang disebut canon Ancyra.
2. Gereja Modern
13
b. Konsili Vatikan II (1965).
Dalam ensiklik ini diungkapkan bahwa setiap persetubuhan harus tetap terbuka kepada
adanya kehidupan baru. Allah menghendaki bahwa makna hubungan seksual adalah
unitif dan prokreatif. Kedua sifat hubungan seksual itu tidak bisa dipisahkan satu sama
lain karena hubungan seksual adalah bahasa tubuh untuk mengungkapkan cinta kasih
suami istri (HV 11-12). Hal ini bertentangan dengan kontrasepsi karena bersifat dengan
sengaja memisahkan makna hubungan seksual yang unit dan kreatif ini (HV 40).
Dalam ensiklik ini, diungkapkan bahwa martabat seksualitas manusia adalah sangat luhur
dan tidak dapat dipisahkan dari kodratnya sebagai bagian integral dari pribadi manusia.
Hubungan seksual bersifat unitif dan prokreatif. Karena itu, jika hubungan seksual yang
tidak terbuka pada kelahiran anak harus dipandang sebagai tidak bermoral. Jika pasangan
suami istri menggunakan alat-alat kontrasepsi, itu berarti suami istri itu melakukan
pemisahan dua makna seksualitas manusia yang sudah ditanamkan oleh Sang Pencipta
dalam diri manusia sebagai pria dan wanita dan mereka bertindak sebagai wasit ilahi
serta memanipulasi dan merendahkan seksualitas manusia dengan menyimpangkan
makna pemberian diri timbal balik secara total dalam perkawinan. Hal ini berbeda jika
mereka menggunakan masa-masa subur dalam diri wanita (metode natural). Mereka tidak
memisahkan dua sifat hubungan seksual manusia yang unitif dan prokreatif itu. Mereka
mempergunakan apa yang telah ada dalam diri wantia yakni siklus masa subur dan tidak
sebur serta tidak memanipulasi kodrat wanita. Pemilihan ini mencakup penerimaan siklus
hidup pasangannya dan dengan demikian menerima dialog, penghormatan timbal balik
dan berbagi tanggungjawab dalam pengendalian diri.
e. Paus Yohanes Paulus II: Katekismus Gereja Katolik (11 Oktober 1992).
14
menghormati tubuh suami istri, membesarkan hati mereka untuk bermesraan dan
mendukung pendirikan ke arah kebebasan yang sejati. Sebaliknya, setiap tindakan harus
ditolak jika yang dilakukan baik sebelum senggama ataupun dalam pelaksanaannya atau
sesudahnya pada konsekuensi-konsekuensi alamiahnya, bermaksud mencegah terjadinya
pembiakan, entah sebagai tujuan ataupun sarana.
f. Paus Yohanes Paulus II: Ensiklik Evangelium Vitae (25 Maret 1995).
Sesuai kehendak Allah, perkawinan mempunyai tiga tujuan yang saling berkaitan,yaitu
kesejahteraan suami istri, prokreasi, dan pendidikan anak. Dalam KHK Kanon 1055 par.1
diungkapkan “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang
perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut
ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan
pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat
sakramen”. Rumusan dalam KHK 1983 ini berbeda dengan yang terdapat dalam KHK 1917 kan
1013 par. 1 yang berbunyi, “Tujuan primer perkawinan adalah prokreasi dan pendidikan anak,
sekunder adalah saling membantu dan penyaluran nafsu”. Dalam KHK 1917, memang
disebutkan adanya subordinasi tujuan perkawinan. Dengan hilangnya subordinasi tujuan
perkawinan ini, membawa dampak dalam teologi moral, khususnya dengan problem pembatasan
kelahiran. Dengan rumusan kondeks lama, kiranya sangat sulitlah membenarkan praktik
pembatasan jumlah anak, karena prokreasi menjadi tujuan utama perkawinan. Sedangkan dalam
rumusan kodeks baru, denagn menekankan tujuan perkawinan pada kesejahteraan suami istri,
memberi kemungkinan pembatasan anak sejauh cintakasih suami istri memang menuntut hal itu.
Walaupun begitu, perkawinan harus tetap terbuka pada kelahiran anak.
Aspek prokreasi dan penyatuan pada kodratnya memang diciptakan Allah untuk saling
berkaitan dan tak terpisahkan. Kedekatan, keintiman dan kenikmatan yang merupakan anugerah
Allah bagi suami-istri dalam melakukan hubungan intim menciptakan suatu kondisi yang ideal
bagi penerusan keturunan dan pemeliharaan keturunan. Dalam pernikahan, cinta mereka menjadi
15
semakin nyata dan intim dalam hubungan seksual yang menyatukan mereka menjadi satu daging
(Kej 2:24). Dari situ lahirlah buah cinta mereka yang memang merupakan “buah” dari “cinta”
mereka. Sang buah cinta kemudian akan dibesarkan dalam suasana cinta suami-istri, suatu
suasana yang sempurna untuk perkembangan dan jiwa sang anak dimana nanti bila dia dewasa
dia juga akan meneruskan daur cinta ini ketika dia menemui pasangannya sendiri.
Bersamaan dengan pelarangan keras atas mentalitas kontrasepsi, Gereja juga sadar akan
saat-saat dimana kehamilan sebaiknya ditunda karena kondisi yang tidak memungkinkan (ie:
perang, wabah penyakit, wabah kelaparan, suami/istri sakit parah etc). Paus Paulus VI
mengatakan:
“Dalam hubungan dengan kondisi fisik, ekonomi, psikologi dan sosial, peran
ke-orang-tua-an yang bertanggungjawab dilaksanakan, baik oleh keputusan
sengaja dan dermawan untuk membesarkan keluarga yang besar, atau oleh
keputusan, yang dibuat atas motif yang serius dan dengan menghormati hukum
moral, untuk menunda sementara waktu, atau untuk satu waktu yang tak
ditetapkan, sebuah kelahiran baru.” (Humanae Vitae, Par.10)
Bila memang ada “alasan yang serius” maka metode yang dianjurkan Gereja karena
tidak melawan hukum moral adalah KB Alami (KBA). Pada saat ini banyak sekali kebingungan
diantara umat Katolik, terutama pasangan suami-istri atau calon pasangan suami-istri, akan
perbedaan antara KBA dan kontrasepsi. Seringkali mereka, atas berbagai alasan, memandang
bahwa KBA sama saja dengan kontrasepsi sehingga mereka merasa tidak berdosa karena
menggunakan pil-pil KB, KB suntik, kondom, melakukan vasektomi, melakukan sterilisasi atau
praktek kontrasepsi lainnya.
Untuk mengerti perbedaan antara KBA dan kontrasepsi perlu diketahui satu prinsip
dalam teologi moral Katolik. Menurut teologi moral, suatu tindakan menjadi tidak bertentangan
dengan moral bila tindakan itu didasari “niat” yang bermoral dan dilakukan dengan “cara” yang
bermoral. Kontrasepsi pada dasarnya diciptakan dengan maksud untuk menghalangi terciptanya
kehidupan baru. Karena itu pemakaian kontrasepsi sendiri adalah suatu “cara” yang jahat. Jadi,
sekalipun suami-istri mempunyai “niat” yang baik untuk menunda kehamilan yang didasarkan
atas “motif yang serius” (sesuai amanah Paus Paulus VI), namun bila mereka menggunakan
“cara” yang jahat (ie. kontrasepsi) maka tindakan mereka berlawanan dengan moral. Metode
KBA tidak dibuat dengan niatan untuk menghalangi terciptanya kehidupan baru. Metode KBA
dijalankan sesuai dengan kodrat manusia yang dirancang Alah sendiri. Allah memang tidak
memberikan perintah absolut bagi manusia untuk selalu berketurunan dalam kondisi apapun.
Metode KBA bekerja dengan menghormati rancangan ilahi Allah yang memberikan masa
tidak subur bagi wanita. Sesuai kodratnya wanita mengalami masa tidak subur dan menopause.
Ini adalah rancangan Allah untuk kodrat manusia yang menunjukkan bahwa manusia memang
tidak dirancang untuk selalu berketurunan. Allah sendiri ketika memerintahkan manusia untuk
“beranak cucu dan bertambah banyak” melanjutkan dengan menambahkan “penuhilah Bumi”
(Kejadian 1:28). Ini seakan-akan mengatakan bahwa setelah Bumi penuh maka tidaklah dosa
untuk berhenti berketurunan meskipun masih tidak boleh memiliki mentalitas kontrasepsi.
16
bertanggunjawab dan kehidupan inilah yang menghalalkan penggunaan metode-metode alamiah
pengaturan kelahiran.
Gereja menghargai kodrat manusia. Atas alasan-alasan yang serius, orang boleh saja
memanfaatkan pengetahuannya tentang kesuburan wanita dan mencegah penggunaan hubungan
suami istri di masa-masa subur untuk mencegah terjadinya kehamilan. Penghormatan KBA
terhadap kodrat manusia yang dirancang Allah bisa dibandingkan dengan kewajiban mendasar
manusia untuk memelihara nyawa. Meskipun manusia wajib memelihara nyawanya dan tidak
menghilangkannya dengan sia-sia lewat bunuh diri atau euthanasia, manusia juga tidak
diwajibkan Allah untuk memelihara nyawa dengan cara apapun. Karena itu upaya untuk
menghindari kematian yang wajar dengan metode medis yang tidak manusiawi dan membebani
merupakan sesuatu yang harus dihindarkan. Begitu juga dengan penerusan keturunan, ada saat-
saat dimana kehamilan bisa ditunda atas “motif yang serius.” Dan memang menurut rancangan
Allah sendiri, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia memang tidak selalu mampu
berketurunan (masa tidak subur dan menopause). Penundaan kehamilan atas “motif yang serius”
memungkinkan manusia untuk bekerja dalam tatanan kodrat manusia tersebut dengan
memanfaatkan masa tidak subur wanita.
Gereja menyadari bahwa ada suami istri yang bingung karena merasa dari satu pihak
harus mengatur kelahiran, tetapi dari lain pihak tidak dapat melaksanakannya dengan cara
pantang mutlak atau pantang berkala. Dalam keadaan demikian, mereka bertindak secara
bertanggungjawab dan karena itu tidak perlu merasa berdosa, apabila mereka mempergunakan
cara lain, asal cara itu tidak merendahkan martabat istri atau suami, tidak bertentangan dengan
hidup manusiawi dan dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Gereja menentang tegas
segala bentuk pengguguran dan pemandulan tetap.
Gereja menghargai dan menyadari bahwa para tenaga medis langsung terlibat dalam
persoalan yang dihadapi suami istri tersebut. Mereka dan lembaga-lembaga medis Katolik tidak
17
bertindak salah kalau dengan penuh tanggung jawab menasehati dan melayani suami –sitri,
biilamana mereka mau mencegah kehamilan baru dengan menggunakan metode berbeda dengan
pantang mutlak atau pantang berkala. Gereja mengharapkan mereka tetap harus menyadari
bahwa abortus pro vocatus apapun dan sterilisasi tetap dengan tujuan mencegah kehamilan saja,
harus ditolak dengan tegas.
Gereja mengharapkan para imam supaya memberi bimbingan kepada seluruh umat,
khususnya kepada suamis-istri yang minta keterangan dari mereka dan kepada para tenaga medis
setempat, sesuai dengan apa yang diyakini oleh Gereja Gereja meminta agar para imam cukup
toleran untuk tidak menyalahkan mereka yang merasa wajib menggunakan pantang mutlak atau
pantang berkala atau mereka yang merasa wajib menggunakan cara lain.
Pada dasarnya, pemakaian kontrasepsi ini memang sangat dilarang keras memakainya
bila kita lihat dari sudut pandang gereja. Namun walaupun demikian, apabila dilihat dari
kebijakan – kebijakan pemerintah dan bahaya – bahaya berhubungan seksual apalagi seks bebas
yang semakin lama semakin marak, maka dampak pemakaian kontrasepsi ini dapat dibagi
menjadi 2 bagian yaitu dampak negatif (kerugian/akibat menggunakan kontrasepsi) dan dampak
positif (keuntungan menggunakan kontrasepsi). Kedua hal tersebut dapat kita lihat dalam
penjelasan berikut ini.
18
6. Keuntungan menggunakan IUD adalah :
(1) Praktis
(2) Jangka panjang dan sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat
G. REFLEKSI PRIBADI
Gereja Katolik mempunyai program yang lebih dari Keluarga Berencana, yaitu Keluarga
Bertanggungjawab (responsible parenthood). Tuhan memberi manusia diberi akal budi dan
kehendak bebas agar manusia dapat bertindak seturut martabatnya dengan penuh tanggung
jawab. Manusia diberi kemampuan untuk memilih dari beberapa kemungkinan pilihan yang
tersedia dan juga pilihan untuk berbuat atau malah sama sekali tidak berbuat. Agar pilihannya
bebas, manusia diberi kemampuan akal budi untuk mempunyai pengetahuan. Dia diberi akal
budi untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Manusia mempunyai kemampuan afektifi (cinta kasih). Manusia tidak hanya mempunyai
akal budi, tetapi juga hati sehingga perbuatan-perbuatannya merupakan hasil pengolahan cinta
kepada sesama dan cinta kepada diri. Cinta kasih inilah perwujudan yang paling mendalam dan
mendasar sekaligus paling tinggi dari sudut perbuatan manusia. Perbuatan menjadi ungkapan diri
yang penuh kasih sekaligus ungkapan diri dalam kasih.
19
Keputusan membentuk keluarga merupakan keputusan yang berdasar kasih, keputusan
yang direncanakan dalam kebebasan yang bijaksana, dan keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Kalau manusia ingin bertindak
menurut harkat dan martabatnya, ia bertindak bukan hanya berdasarkan insting semata atau
bertindak berdasarkan pikiran sesaat, tetapi ia harus merenungkan dan merencanakan
perbuatannya sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan sesuai akal sehat dan
sesuai dengan norma-norma yang diyakini.
Gereja memandang keluarga sebagai dasar paling terhormat dan syah adanya manusia
atau kehidupan baru. Keluarga menjadi semakin bermakna jika pasangan suami istri berhubugan
langsung dengan hidup manusia baru, baik di dalam permulaan, maupun dalam menindaklanjuti
kehidupan yang sudah ada. Keluarga yang bertanggungjawab tidak berarti identik dengan
pembatasan kelahiran, tetapi kelahiran baru dalam suatu keluarga hendaknya direncanakan
sesuai dengan situasi, keadaan, dan kemampuan keluarga tersebut. Kemampuan yang dimaksud
adalah kemampuan fisik, psikis, kesehatan, afektif, pendidikan, dan sebagainya. Kemampuan
ekonomi bukan menjadi satu-satunya pertimbangan untuk merencanakan jumlah dan waktu
kelahiran.
Gereja Katolik memandang perkawinan itu suci dan sakral. Hubungan seks itu adalah hal
yang suci karena melalui hal itu, Allah memperkenankan manusia ambil bagian dalam karya
penciptaan baru. Ini luar biasa. Manusia ikut mencipta yang sebenarnya hanya karya Allah dan
bukan malah memahaminya sebagai ajang senang-senang. Mental inilah yang ditentang oleh
Gereja Katolik. Ketika suami istri melakukan hubungan seks, itu berarti dia mengatakan siap
menjadi rekan Allah dalam suatu penciptaan kehidupan baru. Menjadi rekan Allah dalam suatu
penciptaan, ini adalah tugas penting yang suci, ini bukan main-main atau senang-senang.
Jika suami-istri menolak dengan sengaja kemungkinan memiliki anak dalam proses
hubungan seksual, itu berarti dia telah menyingkirkan Allah dalam hidupnya, dan telah menolak
untuk menjadi rekan kerja Allah dalam penciptaan kehidupan baru.
20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam kehidupan kita sehari – hari, tidak dapat dipungkiri lagi kalau jumlah
masyarakat yang menggunakan alat kontrasepsi sangat banyak sekali, baik itu dikalangan
orang tua, remaja, bahkan anak sekolah yang usianya belum sampai 17 tahun.
Kontrasepsi ini sudah dianggap hal yang biasa dan tidak dianggap tabu lagi, penulis
menyatakan seperti itu karena terbukti bahwa, alat – alat kontrasepsi ini sangat bebas
diperdagangkan, dimana saja, untuk siapa saja dan untuk setiap kalangan juga baik itu
orang tua, remaja ataupun anak sekolah yang usianya belum mencapai 17 tahun.
Menurut pandagan gereja, pemakaian kontrasepsi jenis apapun itu tidak
dibenarkan. Allah sendiri memerintahkan manusia untuk ”beranak cucu dan bertambah
banyaklah” dilanjutkan dengan ”penuhilah bumi” (Kejadian 1:28). Hal ini jelas
mengatakan bahwa, mereka yang sudah resmi dalam hubungan perkawinan tidak berdosa
untuk melanjutkan keturunan dan itu berarti tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan
untuk menggunakan alat kontrasepsi.
B. SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
http://nusaindah.tripod.com/index.htm
http://yuwielueninet.wordpress.com/
http://digilib.umm.ac.id/download/
http://www.lusa.web.id/diafragma/
http://shopsexsual.blogspot.com/
http://www.dechacare.com/
http://seks.klikdokter.com/
http://www.swaiklan.com/
http://www.lusa.web.id/
http://id.wikipedia.org/
http://asuh.wikia.com/
http://mediastore.com/
22