You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap makhluk hidup pasti butuh energi untuk kelangsungan
hidupnya. Energi yang paling besar adalah energi matahari. Tumbuhan
merupakan produsen yang menerima energi matahari paling banyak. Energi
matahari ini diubah oleh tumbuhan menjadi energi kimia yaitu karbohidrat dan
oksigen. Proses perubahan energi ini biasa disebut proses fotosintesis. Hasil
dari fotosintesis ini akan digunakan oleh konsumen I, II dan seterusnya.
Oksigen yang dihasilkan oleh proses fotosintesis biasa disebut sebagai
produktivitas primer.
Produktivitas primer atau dasar dari suatu ekosistem, komunitas atau
sesuatu yang terkait dengan keduanya, didefinisikan sebagai laju energi
pancaran yang disimpan oleh kegiatan fotosintesis atau kemosintesis
organisme-organisme produsen (terutama tumbuhan-tumbuhan hijau) dalam
bentuk senyawa-senyawa organik. Senyawa organik ini dapat digunakan
sebagai energi bagi organisme lain. Untuk mengukur produktivitas tersebut
dapat dilihat dari produksi oksigen yang dihasilkan oleh organisme yang
berada di perairan tersebut dengan cara mengambil sampel air yang akan diuji.
Pengujian dapat dilakukan dengan metode botol terang dan gelap atau
biasa di sebut metode botol Winkler. Digunakan botol terang untuk
mengetahui kesetimbangan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis,
sedangkan botol gelap hanya terjadi proses pernapasan oleh plankton tanpa
terjadi proses fotosintesis. Volume oksigen dalam botol terang, dan botol
gelap menunjukan produktivitas primer fitoplankton. Peletakan botol
dilakukan pada kedalaman yang berbeda sehingga produktivitas primer
menyeluruh dari perairan itu dapat diperkirakan.
Untuk mengetahui produktifitas primer perairan di pantai BAMA
Taman Nasional Baluran, maka dilakukan praktikum ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Bagaimana produktivitas primer perairan di pantai
BAMA Taman Nasional Baluran ?”

C. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut maka tujuan dari
penelitian ini adalah “Untuk mengetahui produktivitas primer perairan di
pantai BAMA Taman Nasinal Baluran”.

D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagi peneliti
a) Mengetahui produktivitas primer perairan di pantai BAMA Taman
Nasinal Baluran
b) Mengetahu cara penentuan produktifitas primer dengan
menggunakan metode Botol Winkler.
2. Bagi pembaca
a) Mengetahui produktivitas primer perairan di pantai BAMA Taman
Nasinal Baluran
BAB II
KAJIAN TEORI

Produktivitas merupakan istilah istilah umum bagi para ahli ekologi


yang digunakan untuk proses pemasukan dan penyimpanan energi di dalam
ekosistem. Produktivitas primer meliputi pemasukan-pemasukan yang
mencakup pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen.
Penggunaan energi pada binatang dan mikroba, umumnya disebut produksi
sekunder.
Proses fotosintesis terjadi baik di atas permukaan laut, darat, di air
tawar maupun di dalam laut. Sinar matahari bergabung dengan komponen-
komponen kimiawi dalam air laut untuk menghasilkan jaringan tumbuh-
tumbuhan hidup dengan reaksi kimia sederhana:
CO2 + H2O + mineral + sinar matahari zat organik + O2 + panas
Reaksi kimia ini terjadi hampir pada semua jasad fotosintetik dan
merupakan dasar bagi semua kehidupan laut, kecuali bakteri tertentu dan biota
laut yang mampu berkemosintesis atau membuat makanan tanpa bantuan sinar
matahari. Mereka yang dinamakan produsen primer, menjadi sumber makanan
secara langsung atau tidak bagi semua konsumen. Prosesnya dinamakan
produksi primer. Proses sebaliknya terjadi pada respirasi, yang
menggabungkan oksigen dan zat organik untuk menghasilkan bahan mentah
untuk fotosintesis. Dua proses tersebut menjadi komponen utama dasar bagi
daur organik.
Produktivitas primer merupakan kecepatan terjadinya fotosintesis
atau pengikatan karbon. Jumlah seluruh zat organik saat itu adalah standing
crop atau biomasssa. Dalam menganalisis suatu lingkungan perlu
dipertimbangkan produktivitas kasar (gross productivity) dan produktivitas
bersih (net productivity). Ada kalanya produktivitas tinggi tetapi karena terjadi
konsumsi oleh herbivora maka biomasssa rendah.(Kasijan Romimohtarto,
2005 : 310)
Efisiensi Fotosintesis
Neraca energi (energy budget) adalah estiasi keluar masuknya energi
dan suatu sistem. Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat
diperoleh dari efisiensi potensial fotosintesis (Loomis dan Williams, 1963).
Angka maksimum bagi pemasukan seluruh energi sinar matahari adalah 7000
kkal/m2/hari, yang dicapai pada daerah sedang selama musim panas atau di
daerah tropis selama waktu tak berawan atau mendung (Seic, 1968). Nilai ini
berada dalam bagian spektrum ultraviolet dan infrared dimana mereka tidak
efektif dalam fotosintesis. Kira-kira 45 % dari total energi radiasi terletak pada
bagian spektrum cahaya yang tampak (visible) yaitu 400 – 700 μm, di mana
dapat diabsorbsi oleh pigmen-pigmen fotosintesis. Hal ini berarti tinggal 55 %
dari total energi radiasi, tidak terpakai.
Kebanyakan daun tumbuh-tumbuhan mengabsorbsi energi dalam
jumlah besar (kira-kira 90 %) dari bagian spektrum cahaya yang tampak dan
banyak membiaskan atau memindahkan cahaya ultraviolet dan infrared. Dari
7000 kkal/ m2/ hari, kira –kira 2735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial
oleh proses fotosintesis. Sekitar 30 % dari energi yang tersedia ini dilepaskan
dengan cara absorbsi tak aktif, sedangkan sisanya 70 %, berperan dalam
perantara pembentukan pemindahan energi secara fotokemis ke fotosintesis .
dari total energi yang mencapai produser-produser primer pada hari yang
sanagt terang, penuh dengan cahaya matahari, hanya sekitar 28 % diabsorbsi
ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energi ke dalam
ekosistem-ekosistem.
Berdasarkan teori maksimum energi sinar matahari yang dapat
diubah menjadi bentuk komponen karbohidrat yang stabil (CH2O) adalah 9 %.
Secara teoritis batas tertinggi produktivitas bruto adalah 635 k kal/m2/hari di
mana berubah ke massa bahan organik sebesar 165 g/m 2/hari. Fotosintesis
bruto sebesar 165 g/m2/hari kemudian harus dibagi-bagi oleh tumbuh-
tumbuhan antara respirasi dan produksi neto. Batas terendah respirasi sekitar
25 % dari nilai Pg dengan meninggalkan produktivitas primer neto maksimum
sebesar 124 g/m/hari. Batas tertinggi secara teoritis didasarkan pada cahaya
maksimum, efisiensi maksimum perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan
respirasi minimum. Jelaslah bahwa tumbuh-tumbuhan yang pernah diamati
tidak ada yang dapat mencapai produktivitas neto tertinggi tersebut.
Bukti catatan bagi produktivits neto harian adalah 54 g/m2/hari, di
mana nilai tersebut merupakan nilai bagi pertumbuhan rumput-rumputan
tropis dalam lingkungan radiasi yang kuat. Nilai ini amerupakan 44 % dari
nilai maksimum secara teoritis. Jadi produktivitas primer neto tidak dibatasi
oleh kesanggupan pengubahan cahaya yang tidak dapat dipisahkan dari proses
fotosintesis. Sebagian kecil dari bab ini pada prinsipnya merupakan
pengamatan bagi faktor-faktor yang menyimpan efisiensi produksi di bawah
efisiensi fotosintesis.
Kesimpulan dari efisiensi fotosintesis adalah sebagai berikut :
pertama, walaupun efisiensi secara teoritis adalah 9 % dan efisiensi yang
sesungguhnya kira-kira 4,5 % yang mungkin terlihat agak rendah, fotosintesis
adalah suatu proses fotokimia yang telah diketahui paling efisien. Kedua,
organisme yang mampu berfotosintesis dapat disebut sebagi pemindah
(transformer) yang sangat berarti, di mana energi dari sinar matahari yang
cukup banyak tersedia, diubah menjadi energi ikatan biokemis yang
mendukung kehidupan. Bagi kedua alasan tersebut, produktivitas primer
merupakan sebuah kunci bagi proses-proses dalam ekosistem.

Faktor – faktor yang mempengaruhi Produktivitas Primer


Sinar matahari merupakan ramuan penting dalam proses fotosintesis.
Apa saja yang mempengaruhi sinar matahari akan mempengaruhi proses
fotosintesis. Di daerah khatulistiwa, di mana panjang siang dan malam hampir
sama sepanjang tahun maka faktor musim seperti yang terjadi di daerah
sedang dan kutub tidak berpengaruh. Tetapi perubahan siang dan malam
berpengaruh secara berkala. Cuaca dapat mempengaruhi produktivitas primer
melalui tutupan awan angin dan secara tidak langsung melalui suhu .(Kasijan
Romimohtarto, 2005 : 311)
Awan dapat mengurangi penembusan cahaya ke permukan laut dan
mengurangi kecepatan proses produktivitas primer. Angin dapat menciptakan
gelombang yang mengakibatkan permukaan laut tidak rata dan memantulkan
sebagian besar sinar matahari jika dibandingkan dengan permukaan yang rata.
Gelombang, terutama di perairan dangkal dapat juga menyebabkan kekeruhan
dan mengurangi penembusan cahaya matahari. Tetapi sebaliknya angin juga
dapat mendorong permukaan masssa air sehingga memperkaya zat hara untuk
fotosintetik.
Suhu yang membantu melaui keragaman musiman mengakibatkan
menghilangnya termoklin dan mendorong pemukaan massa air yang
menyediakan zat hara untuk fotosintesis. Suhu juga mempengaruhi daya larut
gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti CO2 dan O2. Gas-gas ini
mudah terlarut pada suhu rendah daripada suhu tinggi, akibatnya kecepatan
fotosintesis ditingkatkan oleh suhu rendah. .(Kasijan Romimohtarto, 2005 :
312)

Sebaran Produktivitas Primer


Fotosintesis tidak langsung sebanding dengan intensitas cahaya.
Pada kolom air 10-15 m ke atas kecepatan fotosintesis lebih rendah daripada
pada lapisan 15-30 m, karena cahaya di permukaan laut telalu intensif untuk
kebanyakan biota yang dapat dilukai oleh sinar ultraviolet. Fotosintesis tejadi
sampai kejelukan 100m, di mana intensitas cahaya hanya 1% dari permukaan.
Pada umumnya produktivitas primer di laut bebas relatif rendah
karena jauh dari daratan yang menyediakan zat hara dan karena volume air
yang besar yang mengencerkan kadar zat hara. Contohnya danau dangkal,
kolam dan rawa-rawa untuk lingkungan air tawar dan estuary untuk
lingkungan laut. Kombinasi antara kandungan zat hara tinggi dari aliran
sungai dan perairan dangkal yang teraduk baik, merupakan keadaan ideal
untuk produktivitas tinggi. Sebaliknya sedimentasi tinggi di perairan dangkal
dapat menghalangi penembusan cahaya dan dapat menjadi faktor pembatas di
teluk yang menjorok ke dalam. Lingkungan oligotrofik adalah lingkungan
dengan produktivitas rendah, seperti laut lepas, danau besar yang dalam, dan
goba pantai di mana sirkulasi air terbatas.

Cara mengukur produktivitas premer


Metode botol terang dan gelap
Metode ini sesuai dipakai dalam lingkungan air. Produktivitas
diukur menurut kesetimbangan oksigen yang dihasilkan sebagai akibat
fotosintesis. Sampel air yang diambil dari perairan yang tenang dan
mengandung plankton dimasukkan ke dalam botol Winkler terang dan gelap.
Kedua botol itu digantungkan dalam kolam pada kedalaman yang sama
dengan kedalaman pengambilan sampel. Salah satu botol itu muls-mula
dibungkus kedalam kertas aluminium itu berada dalam kegelapan, sehingga
yang terjadi hanya pernafasan(tetapi tidak ada fotosintesis) plankton. Dalam
botol satu lagi yang tidak dibungkus terjadilah pernafasan dan fotosintesis
selama ada cahaya siang. Perlu kiranya untuk menentukan jumlah semula
oksigen yang terlarut dalam kolam dengan mengambil dan menganalisis suatu
contoh ketiga pada saat kedua botol percobaan itu ditempatkan. Botol
percobaan itu diambil dari kolam setelah 24 jam dan suhu airnya dicatat.
Kandungan oksigen dalam setiap botol diperkirakan menurut Winkler.
Volume oksigen yang ada didalam botol terang dan gelap menunjukkan
produktivitas primer fitoplankton itu.
Fotosintesis
2H2O + CO2 + 114 Cal  CH2O +O2 + H2O
Respirasi
BM CH2O = 30: BM O2 = 32
Bilamana perlu, percobaan itu dapat diulangi pada kedalaman yang
berbeda-beda dalam kolam, sehingga produktivitas menyeluruh dari seluruh
kolam itu dapat perkirakan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental karena terdapat variable
manipulasi, respon dan kontrol serta adanya perlakuan untuk memperoleh hasil.

B. Jenis variabel
Variabel manipulasi : Jenis botol (botol gelap dan terang), kedalaman.
Variabel respon : kadar DO
Variabel kontrol : jumlah KOH – KI, H2SO4 dan amilum 1%

C. Alat dan Bahan


Alat dan bahan untuk uji kualitas air:
1. Botol winkler gelap 2 buah
2. Botol winkler terang 2 buah
3. Tali raffia
4. Erlenmeyer 250 ml 2 buah
5. Pipet tetes
6. Pipet ukur 1 ml
7. Pipet ukur 3 ml
8. Larutan KOH – KI
9. Larutan H2SO4
10. Larutan amilum 1 %
11. Larutan Na2SO2O3 0,025 N
12. Sampel air
Alat dan bahan untuk prouktivita dan metabolisme perairan pantai
1. Botol winkler coklat 6 buah
2. Botol winkler terang 6 buah
3. DO meter
4. pH meter
5. Thermometer air
6. Tali raffia
7. Kayu/bambu

D. Prosedur Kerja
1. Pengambilan sampel air dan peletakan botol sampel
a. Mengambil sampel air dengan menggunakan botol winkler coklat
dan putih pada sekitar permukaan air (1 pasang botol). Menutup masing-
masing botol sewaktu botol di dalam air.
b. Mengikat satu botol gelap dan satu botol terang dengan tali raffia
pada kedalaman permukaan dan satu pasang botol pada sekitar bagian
dasar air diikatkan pada tali raffia yang sama yang dipakai untuk mengikat
satu pasang botol sebelumnya tali raffia pada bagian atas yang
digantungkan pada pohon dekat air sehingga kedua pasang botol yang
diikat raffia dekat air sehingga kedua pasang botol yang diikat raffia dapat
masuk ke badan air sesuai dengan kedalaman.
2. Pemerikasaan kadar oksigen terlarut
Memeriksa kadar oksigen dari botol terang dan botol gelap sesuai dengan
kedalaman sebelum perlakuan.
3. Pengukuran kandungan oksigen dalam metode winkler
a. Membuka botol winkler,air hasil tampungan diberi MnSO4
sebanyak 1 ml dengan mengunakan pipet ukur dengan ujung pipet di
bawah permukaan air, sehingga tidak menimbulkan gelembung udara.
b. Menambahkan 1 ml KOH-KI dengan cara yang sama.
c. Menutup botol winkler kembali dengan membolak-balikkan
selama 5 menit.
d. Membiarkan selama 16 menit agar terjadi pengikatan oksigen
terlarut dengan sempurna dengan menandai timbulnya endapan di dasar
botol.
e. Mengambil dan membuang 2 ml larutan di permukaan ataas botol
tanpa menyertakan endapan kemudian menambahklan 1 ml H2SO4 pekat
dengan pipet ukur.
f. Menutup botol dan dibolak-balikkan sehingga endapan larut dan
larutan menjadi warna kuning kecoklatan.
g. Untuk satu botol winkler, mengambil larutan dan memasukkan ke
dalam Erlenmeyer 100ml, larutan siap untuk dititrasi dengan Na2S2O3.
h. Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan Na2S2O3 hingga
berwarna kuning muda. Mengukur Na2S2O3 yang digunakan.
i. Memasukkan 30 tetes amilum 1% ke dalam Erlenmeyer hingga
larutan menjadi biru tua.
j. Larutan dititrasi lagi hingga warna biru hilang, Na2S2O3 yang
digunakan pada langkah-j dijumlahkan.
Dua kali rata-rata jumlah ml larutan thiosulfat terpakai ekivalen dengan kadar
O2 terlarut (mg/l) dalam air atau (a mg/lx 0,698)
4. Mengukur produktivitas dan metabolisme perairan
a. Enam botol terang dan enam botol gelap dirangkai
berselang-seling pada kedalaman 0 dan 3 meter dengan satu kali ulangan
dengna waktu pengamatan jam 12.00
b. Setiap botol diisi dengan air yang berasala dari
kedalaman 0 dan 3 meter (diusahakan saat air masuk ke botol, tidak
terbentuk gelembung udara).
c. Semua rangkaian botol tersebut dimasukkan ke dalam air
pada saat matahari sebelum terbit. Bersamaan dengan pemasukan botol ke
dalam air, diukur oksigen terlarut (DO) air pada masing-masing
kedalaman (0 dan 3 meter) sebagai DO inisial.
d. Rangkaian botol gelap dan terang tersebut diambl 2 tahap,
yaitu:
♥ 2 rangkaian diambil pada pukul 09.00 WIB
♥ 2 rangkaian diambil pada pukul 12.00, kemudian
diukur DO, pH, suhu, dan alkalinitas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
STASIUN 1
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1 1,7 2,7 2,1 2,2
1,6 1,2 2,8 2,2
b. Gelap 1 0,8 1,8 1,5 1,8
1,5 1 2,5 2,03
2 Dasar a. Terang 1,3 1 2,3 2,03 1,6
1 0,5 1,5 1,2
b. Gelap 1,2 0,3 1,5 1,2 1,1
1 0,4 1,4 1,1

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,5 2 3,7 2,8 2,8
1,7 1,8 3,5 2,8
b. Gelap 1,6 0,5 2,1 1,7 1,8
1,5 0,8 2,3 1,9
2 Dasar a. Terang 1,4 1,7 3,1 2,5 2,3
1,7 0,9 2,6 2,1
b. Gelap 0,7 0,1 0,8 0,7 1,6
1,2 0,8 2,0 2,4

STASIUN 2
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 0,6 1,0 1,6 1,3 1,7
1,1 1,4 2,5 2,03
0,9 1,3 2,2 1,8
b. Gelap 0,6 1,0 1,6 1,3 1,7
1,1 1,4 2,5 2,03
0,9 1,3 2,2 1,8
2 Dasar a. Terang 1,2 1,1 2,3 1,9 1,5
0,3 0,7 1,0 0,8
1,4 0,9 2,3 1,9
b. Gelap 1,2 1,1 2,3 1,9 1,5
0,3 0,7 1,0 0,8
1,4 0,9 2,3 1,9

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,4 0,7 2,1 1,7 1,6
0,9 0,6 1,5 1,2
1,2 0,8 2,0 1,6
b. Gelap 1,2 0,8 2,0 1,6 1,3
1,1 1,2 2,3 1,9
0,8 0,6 1,4 1,1
2 Dasar a. Terang 1,2 0,6 1,8 1,5 1,9
1,9 0,7 2,6 2,1
1,8 0,9 2,7 2,2
b. Gelap 1,2 0,7 1,9 1,5 1,4
1,0 0,8 1,8 1,5
0,9 0,6 1,5 1,2

STASIUN 3
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 0,8 0,5 1,3 1,1 1,3
1,4 0,7 2,1 1,7
0,9 0,6 1,5 1,2
b. Gelap 0,8 0,5 1,3 1,1 1,3
1,4 0,7 2,1 1,7
0,9 0,6 1,5 1,2
2 Dasar a. Terang 1,4 0,5 1,9 1,5 1,5
1,1 0,6 1,7 1,4
1,5 0,6 2,1 1,7
b. Gelap 1,4 0,5 1,9 1,5 1,5
1,1 0,6 1,7 1,4
1,5 0,6 2,1 1,7
B. Produktifitas Primer Akhir (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,2 1,0 2,2 1,8 1,7
1,2 1,1 2,3 1,9
1,0 0,9 1,9 1,5
b. Gelap 0,7 1,2 1,9 1,5 1,8
1,0 1,3 2,3 1,9
1,0 1,5 2,5 2
2 Dasar a. Terang 0,8 0,6 1,4 1,1 1
0,8 0,7 1,5 0,8
0,7 0,6 1,3 1,1
b. Gelap 0,7 1,1 1,8 1,5 1,1
0,8 0,5 1,3 1,1
0,7 0,1 0,8 0,7

STASIUN 4
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 0,9 0,5 1,4 1,1 1,3
0,9 0,8 1,7 1,4
0,9 0,9 1,8 1,5
b. Gelap 0,9 0,5 1,4 1,1 1,3
0,9 0,8 1,7 1,4
0,9 0,9 1,8 1,5
2 Dasar a. Terang 0,9 0,7 1,6 1,3 1,3
0,9 0,7 1,6 1,3
0,9 0,9 1,8 1,5
b. Gelap 0,9 0,7 1,6 1,3 1,3
0,9 0,7 1,6 1,3
0,9 0,9 1,8 1,5

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3] (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 0,7 1,0 1,7 1,4 1,6
1,2 0,6 1,8 1,5
1,1 1,1 2,2 1,8
b. Gelap 0,6 0,9 1,5 1,2 1,8
1,1 0,5 1,6 1,3
1,7 1,7 3,4 2,8
2 Dasar a. Terang 0,7 0,6 1,3 1,1 1,1
1,2 0,8 2,0 1,6
0,4 0,4 0,8 0,7
b. Gelap 0,4 1,0 1,4 1,1 1
0,9 0,4 1,3 1,1
0,5 0,5 1,0 0,8

STASIUN 5
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 0,4 1,0 1,4 1,1 1,3
0,5 1,1 1,6 1,3
0,5 1,5 2,0 1,6
b. Gelap 0,4 1,0 1,4 1,1 1,3
0,5 1,1 1,6 1,3
0,5 1,5 2,0 1,6
2 Dasar a. Terang 0,6 1,1 1,7 1,4 1,2
0,5 1,0 1,5 1,2
0,5 1,0 1,5 1,2
b. Gelap 0,6 1,1 1,7 1,4 1,2
0,5 1,0 1,5 1,2
0,5 1,0 1,5 1,2

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,3 1,7 3,0 2,4 2,4
1,8 1,3 3,1 2,5
1,5 1,6 3,1 2,5
b. Gelap 1,3 1,7 3,0 2,4 2,4
1,8 1,3 3,1 2,5
1,5 1,6 3,1 2,5
2 Dasar a. Terang 1,3 1,9 3,2 2,6 2,6
1,3 1,7 3,0 2,4
1,8 1,6 3,4 2,8
b. Gelap 1,3 1,9 3,2 2,6 2,6
1,3 1,7 3,0 2,4
1,8 1,3 3,4 2,8

STASIUN 6
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,2 1,2 2,4 1,9 1,8
1,0 1,2 2,2 1,8
1,2 1,0 2,2 1,8
b. Gelap 1,2 1,2 2,4 1,9 1,8
1,0 1,2 2,2 1,8
1,2 1,0 2,2 1,8
2 Dasar a. Terang 1,1 1,5 2,6 2,1 1,7
0,8 1,2 2,0 1,6
0,9 1,0 1,9 1,5
b. Gelap 1,1 1,5 2,6 2,1 1,7
0,8 1,2 2,0 1,6
0,9 1,0 1,9 1,5

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3( Na2S2O3( (ml) Rata -
ml) ml) rata
1 Permukaan a. Terang 2,0 2,0 4,0 3,3 3,3
2,0 2,5 4,5 3,7
1,7 1,8 3,5 2,8
b. Gelap 1,5 1,5 3,0 2,4 1,9
0,8 0,7 1,5 1,2
1,5 1,0 2,5 2,0
2 Dasar a. Terang 1,3 1,0 2,3 2,0 2
1,0 1,4 2,4 1,9
1,0 1,3 2,3 2,0
b. Gelap 1,0 1,0 2,0 1,6 1,7
1,8 1,3 2,1 1,7
1,2 1,0 2,2 1,8

STASIUN 7
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 0,7 1,1 1,8 1,5 1,3
0,8 0,8 1,6 1,3
0,8 0,8 1,6 1,3
b. Gelap 0,7 1,1 1,8 1,5 1,3
0,8 0,8 1,6 1,3
0,8 0,8 1,6 1,3
2 Dasar a. Terang 0,9 0,8 1,7 1,4 1,1
0,7 0,4 1,1 0,9
0,8 0,6 1,4 1,1
b. Gelap 0,9 0,8 1,7 1,4 1,1
0,7 0,4 1,1 0,9
0,8 0,6 1,4 1,1

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 2,5 1,5 4,0 3,3 3,8
2,5 4,0 6,5 5,3
2,5 1,0 3,5 2,8
b. Gelap 1,5 1,5 3,0 2,4 1,9
1,0 0,5 1,5 1,2
2,0 0,5 2,5 2,0
2 Dasar a. Terang 1,3 1,0 2,3 1,9 2,2
1,3 1,1 2,4 2
1,4 1,9 3,3 2,7
b. Gelap 0,9 1,1 2,0 1,6 1,7
1,1 1,0 2,1 1,8
1,2 1,0 2,2 1,8

STASIUN 8
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 0,5 0,8 1,3 1,1 1,0
0,4 0,6 1,0 0,8
0,6 0,8 1,4 1,1
b. Gelap 0,4 0,6 1,0 0,8 1,0
0,6 0,7 1,3 1,1
0,5 0,8 1,3 1,1
2 Dasar a. Terang 0,4 0,9 1,3 1,1 0,9
0,3 0,4 0,7 0,6
0,5 0,9 1,4 1,1
b. Gelap 0,8 0,8 1,6 1,3 1,2
1,0 0,6 1,6 1,3
0,6 0,7 1,3 1,1

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,3 1,1 2,4 1,9 2,1
1,7 1,5 3,2 2,6
1,4 1,0 2,4 1,9
b. Gelap 0,8 0,6 1,4 1,1 1,1
0,9 0,7 1,6 1,3
0,6 0,5 1,1 0,9
2 Dasar a. Terang 0,5 0,4 0,9 0,7 0,9
0,6 0,5 1,1 0,9
0,7 0,8 1,5 1,2
b. Gelap 0,4 0,3 0,7 0,6 0,6
0,3 0,3 0,6 0,5
0,5 0,4 0,9 0,7

STASIUN 9
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,5 1,7 3,2 2,6 3,0
2,1 2,3 4,4 3,6
1,4 2,1 3,5 2,8
b. Gelap 1,3 1,0 2,3 1,9 1,8
1,9 0,9 2,8 2,3
1,1 0,6 1,7 1,4
2 Dasar a. Terang 0,6 0,8 1,4 1,1 0,8
0,6 0,6 1,2 0,9
0,4 0,4 0,8 0,6
b. Gelap 0,8 1,0 1,8 1,5 1,1
0,7 0,8 1,5 1,2
0,5 0,6 1,1 0,8

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,3 1,4 2,7 2,2 2,6
1,8 1,5 3,3 2,6
2,3 1,4 3,7 3,0
b. Gelap 0,9 0,6 1,5 1,2 1,1
0,7 0,6 1,3 1,1
1,0 0,5 1,5 1,2
2 Dasar a. Terang 0,9 0,6 1,5 1,2 1,2
0,9 0,6 1,5 1,2
1,0 0,5 1,5 1,2
b. Gelap 1,1 1,6 2,7 2,2 1,8
1,3 1,0 2,3 1,9
1,0 0,8 1,8 1,5

STASIUN 10
A. Produktifitas Primer Awal (DO)
No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata

1 Permukaan a. Terang 1,6 1,4 3,0 2,4 2,3


1,5 1,4 2,9 2,3
1,4 1,6 3,0 2,4
b. Gelap 1,8 1,5 3,3 2,6 2,8
1,6 1,6 3,2 2,6
2,0 2,0 4,0 3,2
2 Dasar a. Terang 2,5 1,1 3,6 2,9 2,9
2,0 1,7 3,7 3,0
1,6 2,0 3,6 2,9
b. Gelap 2,7 1,2 3,9 3,1 3,1
2,0 2,0 4,0 3,2
2,0 2,0 4,0 3,2

B. Produktifitas Primer Akhir (DO)


No Letak Jenis Botol V1 = V. V2 = V. V1 + V2 DO DO
Na2S2O3 Na2S2O3 (ml) Rata -
(ml) (ml) rata
1 Permukaan a. Terang 1,0 1,3 2,3 1,9 2,0
1,0 1,4 2,4 2,0
1,1 1,3 2,4 2,0
b. Gelap 1,2 1,6 2,8 2,3 1,9
1,2 1,3 2,5 2,0
1,1 1,5 2,6 1,3
2 Dasar a. Terang 2,0 3,1 5,1 4,1 5,
2,0 3,6 5,6 4,6
3,0 4,2 7,2 9,0
b. Gelap 3,9 3,1 7,0 3,3 5,2
4,3 3,1 7,4 6,0
3,5 4,1 7,6 6,2

PRODUKTIFITAS PRIMER DARI 10 STASIUN DI PANTAI BAMA


No Produktifitas Primer Letak Jenis Botol DO Rata - rata
Terang 1,7
Permukaan
Gelap 1,8
1 Awal
Terang 1,5
Dasar
Gelap 1,5
Terang 2,4
Permukaan
Gelap 1,7
2 Akhir
Terang 2,0
Dasar
Gelap 1,9

Tabel: Faktor fisik air di Pantai Bama Taman nasional Baluran


Stasiun PH S uhu ('C ) K ecerahancm Salinitas gr/100
I 7,3 23,3 80 3,75
II 8 31,9 74 3,8
III 7,9 30.0 81 3,4
IV 7,6 30,3 78 4
V 7.4 29.5 79 2
VI 7 30 74 3,7
VII 7 31 80 2.3
V III 7 28 79 2.2

IX 7,9 29,1 77 4,5

X 8 22,2 100 3,4

R ata - rata 7,1 28,5 80,2 3,3

B. Analisis Data
Dari data yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa ada perbedaan
antara DO rata-rata di permukaan dengan DO rata-rata di dasar pantai.
Produktivitas primer awal di permukaan dengan menggunakan botol terang
menunjukkan nilai DO rata-rata sebesar 1,7 dan produktivitas primer awal di
dasar pantai dengan menggunakan botol terang menunjukkan nilai DO rata-
rata sebesar 1,5. Dari hasil ini menunjukkan bahwa ada selisih sebesar 0,2
antara produktivitas primer awal di permukaan dengan di dasar, meskipun
kedunya menggunakan metode yang sama yaitu botol Winkler terang.
Hal yang serupa juga diperoleh pada produktivitas primer awal di
permukaan dan di dasar dengan menggunakan botol gelap. Produktivitas
primer awal di permukaan dengan menggunakan botol gelap menunjukkan
nilai DO rata-rata sebesar 1,8 dan produktifitas primer awal di dasar pantai
dengan menggunakan botol terang menunjukkan nilai DO rata-rata sebesar
1,5. Dari hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa ada selisih sebesar
0,3 antara produktivitas primer awal di permukaan dengan di dasar, meskipun
keduanya menggunakan metode yang sama yaitu botol Winkler gelap.
Pada produktivitas primer akhir di permukaan dengan menggunakan
botol terang menunjukkan nilai DO rata-rata sebesar 2,4 dan produktivitas
primer akhir di dasar pantai menunjukkan nilai DO rata- rata sebesar 2,0. Dari
hasil ini menunjukkan bahwa ada selisih sebesar 0,4 antara produktivitas
primer awal di permukaan dengan di dasar dengan menggunakan botol terang.
Pada produktivitas primer akhir di permukaan dengan menggunakan
botol gelap menunjukkan nilai DO rata-rata sebesar 1,7 dan produktivitas
primer akhir di dasar pantai menunjukkan nilai DO rata-rata sebesar 1,9. Dari
hasil ini menunjukkan bahwa ada selisih sebesar 0,2 antara produktivitas
primer awal di permukaan dengan di dasar dengan menggunakan botol gelap.
Selisih yang ditunjukkan antara DO awal dan DO akhir yang ada di
permukaan perairan yang ditunjukkan oleh botol terang adalah sebesar 0,7.
Sedangkan pada botol gelap sebesar 0,1. Selisih yang ditunjukkan antara DO
awal dan DO akhir yang ada di dasar perairan yang ditunjukkan oleh botol
terang adalah sebesar 0,5. Sedangkan pada botol gelap sebesar 0,4.Selisih
yang ditunjukkan pada DO rata-rata pada produktivitas primer awal dan akhir
di Pantai Bama merupakan perbedaan pada produktivitas primer yang terjadi
dalam kurun waktu satu hari.
Dari pengukuran kondisi fisik air tiap tiap stasiun diperoleh bahwa
kondisi fisik perairan pantai Bama menunjukkan suhu air rata – rata adalah
28,5 'C, pH air rata – rata sebesar 7,1, kecerahan air rata – rata sebesar 80,2
cm dan salinitas air rata – rata sebesar 3,3 gr/100. Kondisi fisik air ini dapat
mempengaruhi biota yang ada dinperairan tersebut.
C. Pembahasan
Berdasarkan pada analisis data yang ada di atas maka selisih DO
awal yang ditunjukkan oleh botol gelap yang ada di permukaan dan di dasar
itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi perbedaan
DO awal pada botol terang adalah adanya mekanisme metabolisme yang
dilakukan oleh fitoplakton dan zooplankton. Mekanisme metabolisme yang
dilakukan oleh fitoplakton yaitu fotosintesis yang menghasilkan O2 . Hasil
fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplakton diketahui melalui indikator
Na2S2O3 melalui titrasi. Semakin tinggi nilai DO yang ada pada botol terang
maka semakin besar oksigen yang terlarut.didalamnya. Sedangkan pada botol
gelap nilai DO nya lebih rendah dibandingkan yang ada pada botol terang. Hal
ini dipengaruhi oleh mekanisme fotosintesis yang hanya terjadi pada botol
terang tetapi mekanisme ini tidak terjadi pada botol gelap. Walaupun pada
botol gelap tidak terjadi fotosintesis tetapi mengalami respirasi yang juga
dialami oleh botol terang. Mekanisme respirasi yang dilakukan oleh
fitoplakton dan zooplankton yang ada didalam botol gelap dan terang dapat
mempengaruhi jumlah oksigen yang terlarut didalam botol tersebut.
. Data produktivitas primer awal di dasar pada botol terang sama
dengan di botol gelap..Persamaan tersebut dikarenakan, botol gelap yang
digunakan tidak dibungkus dengan alumunium sehingga sinar matahari masih
dapat menembus botol gelap ini. Karena sinar matahari dapat menembus botol
tersebut maka pada botol gelap selain terjadi proses respirasi juga terjadi
proses fotosintesis meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi. Pada botol terang
meskipun proses fotosintesis berlangsung lebih besar namun ada beberapa
fotoplankton yang mati karena sinar ultraviolet yang terlau besar mnenai botol
terang ini.
Pada data produktivitas primer awal yang terjadi di dasar perairan
dan di permukaan baik dengan menggunakan botol gelap maupun botol
terang, terdapat data yang tidak sama dengan data produktivitas primer akhir.
Produktivitas primer akhir lebih besar daripada produktivitas primer awal di
perairan dasar. Perbedaan tersebut tersebut dikarenakan fotosintesis pada
waktu siang hari lebih efektif daripada fotosintesis pada pagi hari. Hal ini
berkaitan erat dengan kebutuhan sinar matahari.
Kondisi fisik perairan juga mempengaruhi produktivitas primer di
suatu oerairan tersebut. Kondisi fisik air tersebut meliputi suhu air, ph,
kecerahan air, dan salinitas.Bila kondisi perairan tidak mendukung atau
kurang baik untuk kelangsungan hidup biota laut maka produktivitas juga
akan terganggu. Hal ini berkaitan dengan kemampuan suatu fitoplankton
dalam melakukan proses fotosintesis. Makin baik kondisi fisik suatu perairan
maka makin baik pula proses fotosintesis sehingga kadar oksigen yang
dihasilkan juga lebih banyak.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan, maka dapat diperoleh sinpulan sebagai
berikut:
1. Produktivitas primer akhir lebih besar daripada produktibitas
primer awal.
2. Produktivitas primer di permukaan lebih besar daripada
produktivitas primer di dasar perairan
3. Oksigen terlarut (DO) pada botol terang lebih banyak daripada
pada botol gelap. Hal itu dikarenakan pada botol terang lebih banyak
terjadi fotosintesis daripada pada botol gelap.

B. Saran
Agar memperoleh hasil yang lebih baik maka peneliti memberikan
saran sebagai berikut:
1. Peneliti berikutnya disarankan untuk mengulang perlakuan dengan
kedalaman yang berbeda – beda sehingga produktivitas primer di suatu
perairan sampel dapat diteliti dengan akurat.
2. Memperhatikan ketelitian dalam melakukan titrasi sehingga memperoleh
data oksigen terlarut (DO) yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Romimohtarto, Kasijan dan sri Juwana. 2005. Biologi Laut. Jakarta : Djambatan

McNaughton, S.J dan Larry L Wolf.1990. Ekologi Umum. Yogyakarta. Gadjah


Mada University

Sastrawijaya, A. Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rineka cipta

Ewusie, J. Yanneiy.1980. Pengantar Ekologi Tropika.Bandung : ITB Bandung


LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

Oleh :
Restiani Agusvita 043204003
Eni Susilowati 043204020
Matin Mumita 043204018
Ismahil Musoffah 043204042

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2007

You might also like