You are on page 1of 13

I.

Judul : Struktur sel darah pada manusia, ikan, dan katak


II. Hari/tanggal : Sabtu/8 mei 2010
III. Tujuan : Mengamati bentuk dan struktur sel darah pada
manusia, ikan, dan katak, serta membandingkan
sel darah diantara ketiganya

IV.Kajian Pustaka :

Darah merupakan cairan tubuh yang terdapat dalam jantung dan pembuluh
darah. Darah terdiri dari dua bagian, yaitu sel-sel darah (butir-butir darah) dan
cairan darah (plasma darah). Sel-sel darah merupakan bagian yang mempunyai
bentuk. Ada 3 macam sel darah yaitu, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan keping darah (trombosit). (Wulangi, 1993)

1. Sel darah merah (eritrosit)

Bentuk dan ukuran sel darah merah tergantung dari jenis hewan. Pada
mamalia sel darah merahnya tidak mempunyai inti, bentuknya bulat (kecuali pada
camellidae bentuknya lonjong) dan bikonkaf. Sel darah merah pada kebanyakan
vertebrata yang lain mempunyai bentuk lonjong, berinti dan bikonfeks.
Pada umumnya sel darah merah yang tidak berinti mempunyai ukuran
lebih kecil dibandingkan dengan sel darah merah yang berinti. Sel darah merah
yang ukurannya paling besar terdapat pada hewan amfibia. (Eckert, 1978)
Pada manusia sel darah merahnya mempunyai ukuran sebagai berikut :
diameter rata-rata 7,5 mikron, sedangkan tebalnya adalah 1 mikron di bagian
tengah dan 2 mikron di bagian tepi, dan luas permukaannya adalah 120 mikron.
Dulu dianggap sebagai suatu sel yang mati, karena tidak mempunyai inti dan
konsumsi O2-nya sangat sedikit. Tetapi eritrosit melakukan proses metabolisme
dan juga membutuhkan O2 meskipun sedikit. Karena alasan ini, dapat dianggap
bahwa eritrosit merupakan jenis khusus dari sel hidup. Agak sukar membedakan
secara morfologi eritrosit manusia dengan hewan mamalia yang lain. (Wulangi,
1993)
Menurut strukturnya eritrosit terdiri atas membran sel yang merupakan
dinding sel. Substansi seperti spons yang disebut stroma dan hemoglobin yang
menempati ruang-ruang kosong dari stroma. Analisa kimia membuktikan bahwa
dinding eritrosit terdiri terutama dari 2 macam substansi yaitu protein dan lipida.
Kombinasi protein dan lipida ini disebut lipo-protein. (Maskoeri, 1989)

1.1 Eritrosit pada manusia

Erirosit pada manusia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan


diberikan tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti “barbell”jika dilihat
secara melintang. Bentuk ini (setelah nukei dan organelnya dihilangkan) akan
mengoptimisasi sel dalam proses perukaran oksigen dengan jaringan tubuh di
sekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel sehingga muat ketika masuk ke dalam
pembuluh kapiler yang kecil. Eritrosit biasanya berbentuk bundar.
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 mikronmeter
dan ketebalan 2 mikronmeter, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat
pada tubuh manusia. Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 femtoliter.
Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul
hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme. (Maskoeri, 1993)
Orang dewasa memiliki 2-3 x 1013 eritrosit setiap waktu (wanita
memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta.
Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang
rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak).
Eritrosit terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan
partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki
sekitar 4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-
400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia. (Eckert, 1978)
Morfologi sel darah merah yang normal adalah bikonkaf. Cekungan
(konkaf) pada eritrosit digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin yang
akan mengikat oksigen.
1.2 Eritrosit pada ikan

Ikan sebagaimana vertebrata lain, memiliki sel darah merah (eritrosit)


berinti dan berwarna merah kekuningan dengan bentuk dan ukuran bervariasi
antara satu spesies dengan lainnya. Terkadang dijumpai bahwa bentuk eritrosit
pada ikan menyerupai bentuk eritrosit pada manusia.
Eritrosit dewasa berbentuk lonjong, kecil dan berdiameter 7-36 mikron
tergantung pada spesies ikannya. Jumlah eritrosit pada masing-masing spesies
juga berbeda, tergantung aktivitas ikan tersebut. Pada ikan yang memiliki aktivitas
tinggi seperti ikan predator blue marlin (Makaria nigricans) memiliki hematokrit
43% dan mackerel 52,5%, sedangkan pada ikan nototheniid (Pagothenia
bermachii) hanya 21%. Tiap-tiap mm darah berkisar antara 20000-3000000.
Pengangkutan oksigen dalam darah bergantung kepada jumlah hemoglobin
(pigmen pernapasan) yang terdapat dalam eritrosit. (Tobin, 1994)

1.3 Eritrosit pada katak

Katak memiliki eritrosit yang berbentuk oval dan memiliki ukuran


yang lebih besar daripada eritrosit manusia. Eritrosit dewasa berbentuk lonjong
atau bulat panjang, pipih, dan memiliki inti. Eritrosit yang dimiliki katak termasuk
eritrosit yang terbesar dibandingkan hewan vertebrata lainnya. Dengan adanya inti
yang terdapat pada eritrosit katak maka memperkecil ruang bagi hemoglobin yang
terdapat di dalam ertitrosit katak. Ini dikarenakan oksigen yang dibutuhkan oleh
katak tidak hanya diikat oleh sel darah merah di paru-paru, melainkan juga dari
oksigen yang berdifusi melewati kulit mereka. (Tobin, 1994)

2. Sel darah putih (leukosit)

Sel darah putih yang dikenal juga sebagai leukosit terdapat di dalam
darah dan cairan limfa, tetapi sering juga terdapat di cairan jaringan. Sel darah
putih yang tergolong granulosit dibuat di dalam sumsum tulang, sedangkan
limfosit dan monosit dibuat di nodus limfatikus.
Sel darah putih berbeda dari sel darah merah dalam hal bahwa ada
beberapa ciri yang dimiliki oleh sel darah putih yaitu : mempunyai nukleus, tidak
mengandung hemoglobin, mempunyai ukuran yang relativs lebih besar, dan
jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan sel darah merah. Kecuali ciri-ciri
tersebut masih ada beberapa sifat penting yang dimiliki oleh sel darah putih yaitu
pergerakannya yang seperti amoeba. Sel darah putih dapat bergerak dari satu
tempat ke tempat lain dengan cara menjulurkan sitoplasmanya ke arah yang
dikehendaki. (Wulangi, 1993)
Sel darah putih dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu granulosit
dan aranulosit : dari kedua kelompok tersebut terdapat 5 jenis sel darah putih yang
dapat dibedakan satu dengan yang lainnya dari ukuran, bentuk, dan ada tidaknya
granula yang terdapat di sitoplasmanya. Ciri-ciri granulosit adalah nukleusnya
terdiri dari beberapa lobus dan sitoplasmanya mengandung granula. Ada 3 jenis
sel darah putih yang tergolong granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Neutrofil mempunyai ciri-ciri seperti nukleusnya terdiri dari 3 sampai
5 lobus, sitoplasmanya mengandung granula yang halus, ukurannya berkisar
antara 9 sampai 12 mikron dan jumlahnya paling banyak diantara sesama sel
darah putih yaitu antara 65 sampai 75% dari seluruh sel darah putih. (Maskoeri,
1989)
Eosinofil memiliki ciri-ciri sebagai berikut : nukleusnya terdiri dari 2
lobus, sitoplasmanya mengandung granula yang besar dan kasar, ukurannya
berkisar antara 9 sampai 12 mikron dan jumlahnya antara 2 sampai 12% dari
seluruh sel darah putih. (Eckert, 1978)
Basofil merupakan sel darah putih yang paling sedikit jumlahnya yaitu
sekitar 0,5% dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : nukleusnya relativ besar,
tetapi batas-batas lobusnya tidak jelas dan ukurannya rata-rata 10 mikron.
(Wulangi, 1993)
Dari namanya, agranulosit menunjukkan tidak memiliki granula di
sitoplasmanya dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : dapat memperbanyak
dengan jalan mitosis dan mempunyai kemampuan untuk bergerak seperti amuba
dan dapat menembus dinding kapiler. Ada dua jenis sel darah putih yang
tergolong agranulosit yaitu limfosit dan monosit.
Limfosit mempunyai ciri-ciri seperti nukleusnya besar dan hampir
menempati sebagian besar dari sel, ukurannya antara 8 sampai 12 mikron dan
jumlahnya berkisar antara 20 sampai 25% dari seluruh sel darah putih.
Monosit mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : nukleusnya besar dan
berbentuk seperti sepatu kuda, ukurannya antara 12 sampai 15 mikron dan
jumlahnya berkisar antara 3 sampai 8% dari seluruh sel darah putih. (Wulangi,
1993)

3. Trombosit

Trombosit atau disebut juga keping darah merupakan sel yang


berbentuk agak bulat, tidak mengandung inti, tidak berwarna, berat jenisnya
rendah dan berukuran kecil dengan diameter antara 1 sampai 4 mikron. Volume
setiap trombosit antara 7 sampai 8 mikron3 dan jumlahnya bervariasai antara
150000 sampai 400000 per mm, tetapi jumlahnya rata-ratanya adalah 250000 per
mm3. dinding trombosit bersifat sangat rapuh dan cenderung untuk melekat pada
permukaan kasar seperti pada pembuluh darah yang robek. Setelah banyak yang
melekat pada permukaan kasar, trombosit kemudian mengalami aglutinasi.
(Wulangi, 1993)

V. Alat & Bahan

 Alat :

• Jarum Francke
• Silet
• Object glass
• Cover glass
• Mikroskop

 Bahan :
• Alcohol 70%
• Sediaan darah segar katak
• Sediaan darah segar manusia (probandus)
• Sediaan darah segar ikan

VI. Prosedur Kerja

1. pengambilan darah pada probandus (manusia)


• diusap/dibersihkan dulu jari probandus dengan alkohol 70%
• ditusuk ujung jari tersebut dengan menggunakan jarum francke
• diteteskan darah yang keluar dari bekas tusukan pada kaca object
• ditutup dengan cover glass dengan kemiringan 450

2. pengambilan darah pada katak


• dibedah bagian abdomen katak dengan menggunakan silet
• diambil darah katak yang terambil atau melakat pada silet
• diteteskan darah katak pada kaca object
• ditutup dengan cover glass dengan kemiringan 450

3. pengambilan darah pada ikan


• dibedah bagian lembaran insang ikan dengan menggunakan silet
• diambil darah ikan pada bagian lembaran insang ikan
• diteteskan darah ikan pada kaca object
• ditutup dengan cover glass dengan kemiringan 450

4. pengamatan sel darah


• diamati di bawah mikroskop ketiga sample darah (ikan, katak, dan
manusia
• digambar bentuk sel darah dari ikan, katak, dan manusia
• dibandingkan bentuk dan struktur sel darah antara ikan, katak, dan
manusia
VII. Hasil & Pembahasan

 Hasil

Tabel hasil pengamatan struktur & bentuk sel darah dari ikan, katak, dan
manusia

Jenis Sel Darah Gambar dari literatur Gambar hasil


pengamatan
Sel darah merah
Ikan

Perbesaran : 10 x 40
Sel darah merah
katak

Perbesaran : 10 x 40
Sel darah merah
manusia

Perbesaran : 10 x 40
 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap ketiga sel darah
dari ikan, katak, dan manusia dapat diketahui bahwa jenis sel darah yang
ditemukan adalah sel darah merah (eritrosit). Dengan deskripsi sebagai berikut ;

1. sel darah merah manusia


• berbentuk bikonkaf
• tidak memiliki inti
• dibagian cekung (konkaf) tampak gelap dan dibagian
cembung tampak terang
• berukuran lebih kecil dari sel darah ikan dan sel darah katak

2. sel darah ikan


• berbentuk oval (bikonfeks)
• memiliki inti yang terletak di bagian tengah sel
• berwarna merah kekuningan
• berukuran lebih kecil dari sel darah katak, dan berukuran lebih
besar dari sel darah manusia
• sel darah merah tampak menumpuk

3. sel darah katak


• berbentuk lonjong (bikonfeks)
• berukuran paling besar
• memiliki inti yang terletak di bagian tengah

Dari hasil yang didapatkan pada saat pengamatan timbul adanya


perbedaan antara gambar sel darah merah yang didapatkan pada saat pengamatan
dengan gambar dari sel darah merah yang didapatkan dari literatur.
Banyak hal yang menyebabkan adanya perbedaan tersebut karena pada
dasarnya kesalahan sistematis sering menyertai pada saat pengamatan
berlangsung, selian itu ketelitian dan kemampuan penglihatan (visualisasi) dari
praktikan sendiri juga sangat dipertimbangkan dalam melakukan pengamatan
khususnya pengamatan pada sel darah ikan, manusia, dan katak.

Menurut Eckert (Eckert, 1978) “eritrosit secara umum terdiri dari


hemoglobin, sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung gugus heme,
dimana dalam gugus heme tersebut, atom besi (Fe) akan tersambung secara
temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan kemudian
molekul oksigen ini akan dilepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat secara mudah
berdifusi lewat membran sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa
beberapa produk buangan seperti CO2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh.
Hampir keseluruhan molekul CO2 tersebut dibawa dalam bentuk bikarbonat dalam
plasma darah. Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait dengan hemoglobin,
berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot”.

Pada manusia, eritrosit dewasa tidak memiliki nukleus di dalamnya, atau


disebut juga anukleat. Jika dibandingkan, eritrosit pada sebagian besar hewan
vertebrata lainnya, khususnya ikan dan katak mengandung nukleus di dalam sel
darah merahnya.

Menurut Vander (Vander, 2000) “pada awal pembentukannya, eritrosit


mamalia (manusia) memiliki nukleus, tetapi nukleus tersebut akan perlahan-lahan
menghilang karena tekanan saat eritrosit menjadi dewasa untuk memberikan
ruangan kepada hemoglobin. Eritrosit mamalia (manusia) juga kehilangan organel
sel lainnya seperti mitokondria. Maka eritrosit tidak pernah memakai oksigen
yang mereka antarkan, tetapi cenderung menghasilkan pembawa energi ATP
lewat proses fermentasi yang diadakan dengan proses glikolisis pada glukosa yang
diikuti pembuatan asam laktat. Lebih lanjut lagi bahwa eritrosit tidak memiliki
reseptor insulin dan pengambilan glukosa pada eritrosit tidak dikontrol oleh
insulin”. Sehingga dengan tidak adanya nukleus dan organel lainnya, maka
eritrosit dewasa tidak mengandung DNA dan tidak dapat mensintesis RNA, dan
hal ini membuat eritrosit tidak bisa membelah atau memperbaiki diri mereka
sendiri, melainkan eritrosit yang sudah tua akan dirombak kembali di dalam
sumsum tulang merah secara terus-menerus hingga menghasilkan jutaan eritrosit
baru (muda)”. Hal ini berbeda dengan eritrosit pada ikan dan katak yang memiliki
inti sel termasuk materi genetic (DNA maupun RNA) serta organel sel-sel
lainnya, sehingga sel eritrositnya dapat melakukan pembelahan berkali-kali lipat
dari jumlahnya semula.

Eritrosit mamalia berbentuk bikonkaf yang diratakan dan diberikan


tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti barbell jika dilihat secara
melintang. Bentuk ini (setelah nucleus dan organelnya dihilangkan) akan
mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen dengan jaringan tubuh di
sekitarnya. Ini dikarenakan morfologi sel darah merah yang bikonkaf (pada
keadaan normal) digunakan atau disesuaikan untuk memberikan ruang pada
hemoglobin yang akan mengikat oksigen. Selain itu bentuk sel akan menjadi
sangat fleksibel sehingga muat ketika masuk ke dalam pembuluh kapiler yang
kecil. Bila dibandingkan dengan sel darah merah katak dan ikan yang memiliki
inti sel di dalam sel darah merahnya, maka dapat diketahui bahwa ruang yang
diberikan pada hemoglobin tidak begitu luas dikarenakan adanya inti serta bentuk
selnya yang bikonfeks, tetapi hal ini dapat teratasi pada sel darah merah katak
yang berukuran paling besar sehingga memungkinkan untuk memberikan ruangan
bagi hemoglobin, ini berarti besarnya sel dan luas permukan sel sangat
berpengaruh terhadap jumlah hemoglobin yang dikandungnya. Selai itu, sifat
elastis dari sel darah merah katak dan ikan jauh lebih kecil atau rendah
dibandingkan dengan sifat elastis pada sel darah merah manusia, sehingga hal ini
akan menyulitkan sel darah merah ikan dan katak untuk bergerak masuk ke
dalam pembuluh kapiler yang berukuran sangat kecil.

Bentuk sel darah merah dari katak, ikan, dan manusia berbeda pada saat di
luar pembuluh darah dan di dalam pembuluh darah, karena pada dasarnya sel
darah merah merupakan kantong yang bersifat elastis sehingga dapat berubah
bentuk pada saat bergerak di dalam pembuluh darah.

Menurut Wulangi (Wulangi, 1993) “Pada dasarnya struktur sel darah pada
ikan, katak, dan manusia, (termasuk hewan vertebrata lainnya) adalah sebagai
berikut” ;
• membrane sel yang merupakan dinding sel

• bahan yang menyerupai spong yang disebut stroma

• hemoglobin yang menempati ruang kosong pada stroma

Menurut Tobin (Tobin, 2005), para peneliti memiliki beberapa dugaan


tentang mengapa sel darah merah manusia tidak memiliki inti sel. Salah satu
hipotesis mereka adalah bahwa hilangnya inti sel membuat sel darah merah
tersebut memiliki ruang lebih bagi hemoglobin, dan karenanya dapat
memaksimalkan kemampuan mereka untuk mengikat molekul oksigen. Selain itu,
penjelasan lain dari tidak adanya inti sel pada sel darah merah manusia adalah
bahwa ketiadaan nukleus membuat sel tersebut lebih fleksibel, sehingga mereka
dapat melewati jalur-jalur yang sempit pada kapiler darah. Sel darah merah katak
memiliki inti sel dikarenakan oksigen yang dibutuhkan oleh katak tidak hanya
diikat oleh sel darah merah di paru-paru, melainkan juga dari oksigen yang
berdifusi melewati kulit mereka. Oleh karena itu, sel darah merah mereka tidak
memerlukan adaptasi seperti manusia atau mamalia lain untuk memaksimalkan
pengikatan oksigen oleh sel darah merah. Alasan ini juga berlaku pada sel darah
merah ikan yang memiliki inti sel, dimana sel darah merah mereka juga tidak
memerlukan adaptasi seperti manusia, ini dikarenakan mereka memanfaatkan
oksigen yang terlarut dalam air (habitat mereka) yang berdifusi melalui
pembuluh-pembuluh kapiler yang terdapat di lembaran insang ikan.

Ini berarti bentuk dan struktur sel darah merah serta kandungan
hemoglobin di dalamnya didasarkan pada :

• adaptasi mereka terhadap lingkungannya

• kemampuan dari masing-masing sel darah merah untuk


bergerak di dalam pembuluh darah
• kebutuhan akan zat-zat makanan dan oksigen per massa tubuh
mereka

• kondisi lingkungan (habitat mereka)

• factor genetic (dalam keadaan tidak normal bentuk dan struktur


sel dapat berubah)

Warna dari eritrosit berasal dari gugus heme yang terdapat pada
hemoglobin. Ketika terikat pada oksigen, eritrosit akan berwarna merah terang
dan ketika oksigen di lepas maka warna eritrosit akan berwarna lebih gelap, dan
akan menimbulkan warna kebiru-biruan pada pembuluh darah dan kulit.
Perbedaan warna eritrosit pada setiap hewan dikarenakan adanya bermacam-
macam pigmen respirasi (selain hemoglobin) yang dikandung oleh sel darahnya.

VIII. Kesimpulan

• eritrosit manusia berbentuk bikonkaf, sedangkan eritrosit pada katak dan


ikan adalah bikonfeks

• Eritrosit pada manusia tidak memiliki inti, sehingga tidak dapat melakukan
pembelahan atau melakukan perbaikan karena tidak memiliki bahan inti (DNA
dan RNA), sedangkan eritrosit pada katak dan ikan memiliki inti dan bahan inti
(DNA dan RNA) sehingga eritrositnya dapat melakukan pembelahan atau
memperbaiki diri.

• Dengan bentuk yang bikonkaf dan tidak memiliki inti, maka eritrosit
manusia akan memberikan ruang lebih bagi hemoglobin sehingga akan lebih
mengoptimisasi dalam pengambilan oksigen serta memudahkan eritrosit untuk
bergerak di jalur-jalur yang sempit pada kapiler darah dikarenakan menambahnya
sifat keelastisitasan eritrosit manusia

• Sel darah merah pada katak tidak memiliki inti dikarenakan oksigen yang
dibutuhkan oleh katak tidak hanya diikat oleh sel darah merah di paru-paru,
melainkan juga dari oksigen yang berdifusi melewati kulit mereka. Sedangkan sel
darah merah ikan tidak memiliki inti dikarenakan ikan memanfaatkan oksigen
yang terlarut dalam air (habitat mereka) yang berdifusi melalui pembuluh-
pembuluh kapiler yang terdapat di lembaran insang ikan. Sehingga sel darah
merah ikan dan katak keduanya tidak memerlukan adaptasi seperti manusia atau
mamalia lain untuk memaksimalkan pengikatan oksigen oleh sel darah merah.

• Bentuk dan struktur sel darah merah serta kandungan hemoglobin di


dalamnya didasarkan pada :

• adaptasi mereka terhadap lingkungannya

• kemampuan dari masing-masing sel darah merah untuk


bergerak di dalam pembuluh darah

• kebutuhan akan zat-zat makanan dan oksigen per massa tubuh


mereka

• kondisi lingkungan (habitat mereka)

• factor genetic (dalam keadaan tidak normal bentuk dan struktur


sel dapat berubah)

IX. Daftar Pustaka

• Eckert, R., and D. Randall. 1978. Animal Physiologi : Mechanism and


Adaptation, W.H. Freeman and company

• Jasin, Maskoeri. 1989. Biologi Umum, untuk perguruan tinggi. Surabaya :


Bina Pustaka Tama

• Tobin, Muhammad. 1994. Fisiologi Hewan : Mekanisme Fungsi Tubuh.


Yogyakarta : Angkasa

• Wulangi, Kartolo S. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan : Biologi


FMIPA-ITB

You might also like