Professional Documents
Culture Documents
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
SURAT PERNYATAAN
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI ATRIBUT PRODUK DAN ANALISIS
STRATEGI PEMASARAN PRODUK FUNGISIDA AKAR GADA
(STUDI KASUS PT AGRICON, BOGOR)
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tugas Akhir : Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran
Produk Fungisida Akar Gada (Studi Kasus PT Agricon, Bogor)
Nama : Rizka Bayu Wirawan
NIM : F352064035
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tidaklah bijak bila mengatakan bahwa keberhasilan seseorang karena murni atas
kemampuan dirinya sendiri. Apapun yang dilakukan, dalam menunjang keberhasilan
tentunya masih ada sosok-sosok lain, yang baik secara langsung maupun tidak sangat
membantu dalam mencapai keberhasilan itu sendiri. Ucapan terima kasih terbesar
penulis haturkan dengan memanjatkan puji serta syukur ke hadirat Allah SWT sang
pemilik kehidupan. Ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam juga
penulis haturkan kepada ;
1. Ibunda tercinta Hj. Nur Sayekti Prayoto, Ayahanda tercinta (Almarhum) Ir.
Prayoto Djojopawiro, MS dan kakak tersayang dr. Fajar Teguh Aryono.
2. Keluarga kecilku, istri tercinta Rr. Irma Agustina, SP; putri tercinta Mawla
Rizkyara Ramadhani; dan putra tercinta Muhammad Arrafif Rizkyanda Wirawan.
3. Keluarga mertua tercinta Bapak R. Iman Gusti dan Ibu Mimin Aminah, adik-adik
ipar R. Irwan Gustaman, STP dan Deni Agus Permana, serta kakak ipar tercinta
Ani Maulani atas doa dan dorongannya.
4. Dr. Ir. Nora Harris Pandjaitan, DEA, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dengan penuh perhatian dan memberikan masukan-masukan yang
sangat berharga pada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Dr. Ir. Illah Saillah, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia
memberikan bimbingan dan saran-saran bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
6. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, M.Ec selaku Dosen Penguji Luar yang banyak
memberikan masukan untuk penyempurnaan Tugas Akhir ini.
7. Komisaris Utama PT Agricon Bapak Tatang Bengardi.
8. Direktur Utama PT Agricon Bapak Haerul Bengardi, MBA.
9. National Marketing Manager PT Agricon Ir. H. Awan Azwar Rusdy.
10. Marketing Analyst PT Agricon Akhmad Mahbubi Mufti, SE, MM.
11. Bapak Mochamad Zaenuri, SH, MM selaku Sekretaris Inspektorat Jenderal
Deptan, dan Bapak Suprojo Wibowo, SE, MM selaku Kepala Bagian
Kepegawaian Itjen Deptan yang telah memberikan ijin belajar dan dorongan agar
penulis segera menyelesaikan studi.
12. Dr. drh. Prabowo Respatyo CR, selaku Inspektur IV dan Bapak Erif Hilmi, SH
selaku Inpektur Khusus dan atasan langsung penulis.
13. Keluarga Besar Inspektorat IV dan Inspektorat Khusus Inspektorat Jenderal
Deptan.
14. Rekan-rekan MPI Angkatan 9, special thanks to Tria Friliyantin.
15. Rekan-rekan di Sekretariat PS-MPI IPB : Haerul, Vera dan Widi, terima kasih atas
dukungannya selama penulis menjadi mahasiswa PS-MPI IPB.
16. Sahabat-sahabat terdekat penulis : Hasan Subkhie dan Rio Caesarion.
17. Orang-orang yang telah membantu berjalannya sistem yang kondusif di rumah :
Bi Isah, Mbak Maryati, Mbak Warni, Mbak Fitri, dan Harti.
18. Semua pihak yang namanya tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
menyelesaikan studinya di PS MPI IPB.
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dalam lingkungan industri agrokimia, khususnya
pestisida di Indonesia, saat ini dan di masa mendatang masih terdapat prospek yang
baik bagi produsen dan distributor pestisida untuk terus tumbuh dan berkembang.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh perusahaan adalah dengan mengembangkan
produk baru. Pengembangan produk baru harus memenuhi dua kriteria utama agar
dapat dikatakan sukses, yaitu sesuai dengan kebutuhan konsumen, dan berhasil dalam
pemasarannya. Agar dapat memenuhi kriteria tersebut maka dibutuhkan identifikasi
terhadap atribut produk yang diinginkan konsumen dan analisis strategi pemasaran
produk yang tepat.
Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini, baik berupa dukungan moril, materil dan ide atau saran.
Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
Tugas Akhir ini, sehingga saran dan kritik yang membantu sangat diharapkan.
Semoga hasil yang diperoleh nantinya dapat memberikan manfaat bagi PT Agricon
sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan pengembangan produk di masa
yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
PRAKATA ..................………………………………………………………… xi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………..…. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….…….. xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………... xv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................………………………….…................….... 1
1.2. Perumusan Masalah ………………………............…..…….……….. 4
1.3. Tujuan Penelitian……........................…………...………....……....... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengembangan Produk Baru…………………………………………… 6
2.2.Atribut Produk ……………………………………………………........ 8
2.3.Strategi Pemasaran.................................................................................. 8
2.4.Tanaman Kubis........................................................................................ 20
2.5.Pestisida................................................................................................... 24
III. METODE PELAKSANAAN
3.1.Lokasi dan Waktu ....…………………………………………….......... 31
3.2.Metode Pengumpulan Data..……………………………………..….... 31
3.3.Metode Pengolahan dan Analisis Data.……………………………...... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Keadaan Umum........………………………………………………...... 40
4.2.Identifikasi Atribut Produk.... ..........................…………………......... 46
4.3.Analisis Strategi Pemasaran..…......………………………………....... 54
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan..... ……………….….....……………………...................... 65
5.2. Saran......…………………......……………………............................... 66
DAFTAR PUSTAKA ……………………………….......…………………….. 68
LAMPIRAN…………………………………………………......…………....... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 2. Luas Areal Tanam Kubis dan yang Terserang Penyakit Akar Gada di
Indonesia .............................................................................................. 3
Tabel 15 Skor Utilitas dan Bobot Tingkat Kepentingan Level Atribut Produk .. 51
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
I. PENDAHULUAN
2
Pada tahun 2002 total produksi pestisida mencapai 37.436 ton dan pada
tahun 2006 meningkat menjadi 50.280 ton. Penurunan produksi pestisida
pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005 (58.169 ton) disebabkan daya beli
petani menurun sebagai dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada
bulan Oktober 2005 (Deptan, 2007).
Salah satu jenis penyakit yang menyerang tanaman sayuran yaitu
penyakit akar gada pada tanaman kubis-kubisan (brassicaceae). Penyakit
akar gada adalah penyakit yang disebabkan organisme pseudo fungi
(Plasmodiophora brassicae) yang menimbulkan pembengkakan pada akar
tanaman sehingga menghambat translokasi hara dan air dari tanah ke daun.
Rata-rata kerugian yang ditimbulkan yaitu kehilangan hasil panen mencapai
88,60 % dari total populasi yang terserang, bahkan pada beberapa daerah di
Jawa Barat mencapai 100 % atau gagal panen (Cicu, 2006). Luas areal
penanaman kubis dan luas areal lahan yang terserang penyakit ini dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Areal Tanam Kubis dan yang Terserang Penyakit Akar Gada
di Indonesia
Luas Areal Satuan Tahun
2002 2003 2004 2005 2006
Luas areal tanam Ha 63.297 64.520 68.029 57.765 57.732
kubis
Luas areal Ha 4.945 2.386 3.057 8.313 4.867
terserang akar % 7,81 3,69 4,49 14,39 8,43
gada
Sumber : Direktorat Perlindungan Hortikultura Deptan, 2007
Pada tahun 2002 luas areal tanaman kubis yang terserang penyakit akar
gada mencapai 4.945 ha atau 7,81 % dari total luas areal penanaman kubis.
Intensitas serangan penyakit paling tinggi terjadi pada tahun 2005.
Dibandingkan tahun 2004, total luas areal penanaman pada tahun 2005
berkurang lebih dari 10.000 ha tetapi luas areal yang terserang bertambah
hampir 10 %. Meskipun luas areal penanaman relatif tetap pada tahun 2006,
tetapi total luas areal yang terserang menurun hampir 6% dibandingkan
dengan tahun 2005.
3
Upaya penanggulangan penyakit akar gada yang telah umum dilakukan
oleh petani adalah melalui pengapuran tanah. Pengapuran tanah dapat
mengendalikan penyakit jika kepadatan spora inaktif Plasmodiophora
brassicae rendah, namun tidak efektif pada tanah yang terkontaminasi spora
sangat parah. Serangan penyakit akar gada paling parah terjadi pada pH
tanah 5,70, kemudian menurun pada pH tanah 6,20; dan tertekan pada pH
tanah 7,80 yang telah diberi kapur. Pengapuran tanah dengan CaO sebanyak
20 ton/ha belum mampu menekan kejadian dan intensitas serangan penyakit
secara nyata pada tanaman kubis. Rata-rata hasil panen yang dapat
diselamatkan hanya 30-40 % atau tingkat kehilangan hasil 60-70 % (Cicu,
2006). Dengan asumsi harga kapur sebesar Rp2.500/kg dan dosis
pengapuran rata-rata 1 ton/ha/musim tanam, maka biaya yang harus
dikeluarkan petani untuk pembelian kapur sebesar Rp2.500.000/musim
tanam. Biaya pengapuran tanah tersebut harus dikeluarkan petani untuk
mencegah serangan penyakit akar gada, meskipun mereka tidak mendapat
jaminan adanya penurunan kehilangan hasil panen.
4
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi atribut produk baru fungisida pembasmi penyakit akar
gada yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
2. Menyusun strategi pemasaran produk baru fungisida yang tepat untuk
diterapkan oleh PT Agricon.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
6
merk yang baru maupun dengan mengembangkan merk yang sudah ada
tetapi dengan melakukan berbagai inovasi di dalamnya. Untuk itu diperlukan
strategi pengembangan produk berdasarkan PLC yaitu :
1. Pada fase perkenalan biaya produk baru relatif masih tinggi dan
keuntungan rendah. Diketahui pesaing belum banyak, permintaan akan
produk dan awareness terhadap produk juga masih rendah karena produk
belum terdistribusi dengan maksimal. Pada fase perkenalan ini strategi
yang sesuai untuk mengembangkan pemasaran adalah mempengaruhi dan
mendidik konsumen dengan menggunakan promosi serta pricing yang
tepat. Pengembangan lebih ditekankan pada promosi, pricing, saluran
distribusi dan launching produk pada momen yang tepat.
2. Pada fase pertumbuhan, produk sudah diterima oleh pasar sehingga
penjualan produk meningkat, dan pesaing mulai masuk pasar.
Produsen/pemasar harus melakukan pemantapan posisi pasar, melakukan
expand product line yaitu menambah variasi produk, melakukan
modifikasi produk untuk memperluas positioning yang berkaitan dengan
ukuran baru, packaging serta tambahan formula. Produsen/pemasar juga
harus menetapkan strategi market segmentation dengan cara menjual
produk dengan berbagai merk, serta melakukan promosi secara kreatif
dan menggunakan multiple channel.
3. Ketika fase dewasa akan terjadi persaingan yang sangat ketat, penjualan
produk cenderung stabil dan harga cenderung turun. Strategi yang
digunakan yaitu meningkatkan profit margin, melakukan promosi,
mengurangi saluran distribusi yang tidak efisien dan mencari pasar baru.
4. Pada fase decline (penurunan) penjualan dan profit menurun sangat tajam,
hanya terdapat beberapa pemain dan pembeli sangat selektif. Strategi
yang digunakan adalah mendesain ulang produk, mengurangi biaya,
menunda decline, mengurangi inventori dan saluran distribusi, serta
membatasi promosi untuk segmen pasar terpilih (selected market).
7
2.2. Atribut Produk
Atribut produk merupakan sifat, simbol, atau tanda-tanda dari suatu
produk yang meliputi pandangan luar produk, manfaat konsumen terhadap
produk yang berhubungan dengan merek produk tersebut. Atribut produk
juga dapat didefinisikan sebagai unsur-unsur produk yang dipandang penting
oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan
pembelian. Trout (2004) memberikan definisi atribut sebagai karakteristik,
keunikan, atau fitur pembeda dari seseorang atau sesuatu.
Atribut produk sangat berpengaruh terhadap reaksi konsumen akan
suatu produk. Konsumen pada dasarnya tidak membeli produk, tetapi
mengkombinasikan atribut produk karena suatu produk tidak dengan
sendirinya memberikan utilitas. Faktor yang membangkitkan utulitas adalah
karakteristik produk yang dikenal sebagai atribut produk.
Yang membuat seseorang atau sebuah produk menjadi unik adalah
keterkenalannya atas salah satu atribut yang dimilikinya. Misalnya, mobil
Toyota Kijang terkenal dengan luasnya tempat sehingga dipersepsikan bagus
oleh konsumen yang sering bepergian dengan keluarga besar.
8
sebagai konsep 4 P yang terdiri dari : strategi produk (product), strategi
harga (price), strategi saluran distribusi (place), dan strategi promosi
(promotion) (Kotler, 2000).
9
serbuk, kemasan yang tadinya dalam botol diubah menjadi sachet, tetapi
tetap dipasarkan dengan merk yang sama (Royan, 2007).
Merk produk bisa menggunakan merk lama yang telah eksis. Bagi
konsumen sebenarnya merk lama bukanlah merk yang sangat asing, oleh
sebab itu produk lama memiliki keunggulan yang sangat baik. Pertama,
konsumen dapat mengenali secara langsung merk yang sudah ada sebab
merk lama akan menjadi acuan persepsi konsumen. Dengan demikian
komunikasi produk dapat dilakukan dengan cepat. Kedua, perusahaan
tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk meluncurkan produk baru.
Ketiga, waktu yang digunakan perusahaan dalam membangun merk lebih
singkat dibanding dengan menggunakan merk baru. Keempat, adanya
kemudahan bagi manajemen jika menggunakan merk lama dalam perijinan
maupun dalam peningkatan manajemen mutu .
Namun juga terdapat hal-hal yang harus dipertimbangkan apabila
perusahaan memutuskan untuk menggunakan merk lama : pertama, merk
produk tersebut sebelumnya ternyata tidak berhasil di pasar. Kedua, merk
produk lama tidak cocok dengan produk yang akan diproduksinya,
misalnya merk insektisida tidak mungkin akan diberikan kepada produk
herbisida. Ketiga, merk lama ternyata hanya berhasil pada wilayah
pemasaran tertentu saja sehingga untuk wilayah lain merk tersebut telah
gagal di pasar.
10
membutuhkan waktu yang lama untuk mengedukasi konsumen agar sadar
terhadap merk baru. Perusahaan juga dapat mengangkat produk ke pasar
melalui merk yang sudah eksis. Merk yang sudah eksis akan menjadi
pemandu produk baru kepada konsumennya. Strategi di atas betujuan
untuk meminimalkan biaya dalam pembuatan merk.
11
mitra kerja sama. Keenam, produk akan kesulitan melakukan penetrasi
awal di pasar karena bukan merupakan pemimpin pasar.
Jika menggunakan merk baru, tidak menutup kemungkinan
penggunaan merk adalah bentuk asosiasi dengan sebutan yang ada
sebelumnya. Beberapa perusahaan memberikan merk pada produknya
dengan cara mengambil nama-nama benda maupun nama-nama
sekelompok orang atau hal-hal lain yang sudah dikenal masyarakat.
Sementara itu jika ingin menciptakan merk sesuai dengan ide atau
idealisme pemilik usaha merk produk dapat diciptakan dengan cara : merk
pilihan sendiri yang mudah dieja, mudah diingat, mudah dihafal, dan lain
sebagainya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih nama
merk, yaitu : 1) jangan menggambarkan produk tapi membedakan.
Kesalahan terbesar adalah memuat terlalu banyak deskripsi dalam nama
merk. Sebuah merk seharusnya tidak menggambarkan tetapi memiliki
kemampuan untuk menunjukkan esensi (karakter khas) dari sebuah produk
agar efektif. Nama yang terlalu singkat atau terlalu deskriptif tidak akan
memiliki kemampuan untuk menjadi merk yang efektif; 2) sebaiknya
hindari kumpulan huruf. Nama dari huruf yang disingkat tidak akan
memiliki arti karena akan mudah dilupakan konsumen dan membutuhkan
biaya promosi yang besar. Nama yang berupa kata-kata akan lebih mudah
diingat oleh konsumen; 3) jangan memilih merk melalui riset. Riset
memang sangat penting dalam menguji nama-nama yang tidak boleh
digunakan, tetapi harus diingat bahwa tidak ada yang memahami produk
dan positioning lebih baik dari produsen sendiri; 4) nama yang berhasil
pada awalnya adalah nama kontroversial. Ketika memilih nama, cari
sesuatu yang unik dan mengejutkan konsumen; 5) nama merk harus jelas,
merk dengan satu kata adalah paling efektif. Nama yang terlalu panjang
dan terdiri dari banyak kata hanya akan mengarah pada singkatan. Ketika
konsumen telah menyingkat nama merk, maka produsen telah kehilangan
kontrol atas nama merknya (Royan, 2007).
12
2.3.2. Segmentasi, Targeting dan Positioning
2.3.2.1. Segmentasi
Segmentasi pasar merupakan sebuah proses dimana produsen
membagi pasar menjadi sejumlah kelompok konsumen yang
memerlukan kebutuhan serupa. Keseluruhan kelompok ini cenderung
untuk merespon dengan cara yang sama terhadap tampilan fisik dan
fungsi dari sebuah produk. Tujuan segmentasi yaitu membuat produk
dan perusahaan menjadi responsif terhadap segala kebutuhan dari sub
atau segmen pasar. Produsen sebaiknya sensitif terhadap perubahan
kebutuhan, sikap dan nilai dari konsumen. Dalam sebuah pasar terdapat
banyak kelompok atau segmen masyarakat yang akan memperoleh lebih
banyak manfaat dari suatu produk, dibanding produk dari perusahaan
lain yang sejenis. Dengan demikian produsen harus memilah produk
baru mana yang akan diproduksinya untuk memenuhi kebutuhan
kelompok masyarakat tersebut.
Konsumen potensial yang terdapat dalam pasar perlu dibagi
menjadi beberapa segmen. Produsen dapat membagi segmen pasarnya
berdasarkan faktor geografis, usia, jumlah keluarga atau pekerjaan.
Pasar juga dapat dikelompokkan berdasarkan status sosial, gaya hidup,
atau perbedaan manfaat dan kegunaan yang dicari oleh para konsumen
dari produk yang ditawarkan (Kartajaya, 2003).
2.3.2.2. Targeting
Setelah melakukan segmentasi, yaitu membagi konsumen ke
dalam kelompok yang lebih homogen, produsen harus menentukan
sasaran konsumen dalam kelompok yang homogen. Produsen atau
pemasar memang tidak bisa melayani satu persatu konsumen yang
homogen karena dalam kelompok konsumen yang homogen tersebut
masih perlu dikelompokkan dalam cluster, terutama pada produk yang
masih beragam.
Produsen atau pemasar melakukan segmentasi dan targeting untuk
menetapkan secara pasti bahwa produknya dapat diterima sesuai dengan
13
karakteristik konsumen di masing-masing segmen. Kemudian segmen
ini terbagi lagi ke dalam cluster yang lebih kecil, yang kemudian
dimasukkan dalam kelompok targeting. Jika pemasar salah dalam
melakukan segmentasi dan targeting, maka strategi lain yang telah
ditetapkan akan terpengaruh dan berakibat fatal pada merk.
Targeting adalah salah satu upaya pemasar untuk memahami
konsumen dengan melakukan pendekatan yang komprehensif.
Kesalahan dalam targeting dapat dilihat dari tiga indikator berikut :
pertama, jumlah penjualan tidak sesuai dengan harapan; kedua, jumlah
retur (pengembalian produk) dan keluhan konsumen meningkat; ketiga,
pembayaran saluran distribusi mengalami hambatan (Kartajaya, 2003).
2.3.2.3. Positioning
Positioning yaitu menempatkan produk pada pasar yang agak
berbeda dengan produk pesaing. Tujuan dari positioning yaitu untuk
menciptakan citra yang berbeda guna memperkenalkan produk di benak
konsumen. Positioning di pasar sebaiknya berdasarkan kemampuan
perusahaan dalam memberikan manfaat produk yang secara jelas
berbeda dengan yang diberikan oleh para pesaing (Bloom dan Boone,
2006).
Terdapat beberapa cara memposisikan sebuah produk mengacu
pada kemampuan perusahaan dalam memberikan manfaat terhadap
suatu produk. Pertama, positioning produk yang mengacu pada harga
produk pesaing. Kedua, positioning produk berdasarkan isi produk.
Ketiga, positioning produk melalui nilai produk. Keempat, positioning
produk berdasarkan kemasan produk.
Aacker (2004) menyebutkan beberapa cara dalam melakukan
positioning, yaitu :
1. Penonjolan karakteristik produk, yaitu menonjolkan salah satu
keistimewaan produk. Karakteristik produk dapat dibagi menjadi
tiga kriteria, yaitu : kriteria yang berhubungan dengan sifat fisik
produk, karakteristik fisik semu berupa penonjolan karakter yang
14
tidak dapat diukur atau dilihat seperti halnya karakteristik fisik, dan
keuntungan konsumen.
2. Penonjolan harga dan mutu, konsumen akan mempersepsikan harga
yang tinggi sebagai produk yang berkualitas bagus dan sebaliknya.
3. Penonjolan penggunaannya, yaitu mengaitkan dengan penggunaan
oleh konsumen, misalnya PT Agricon mempersepsikan insektisida
merk Spontan kepada konsumen untuk membasmi hama kumbang
kelapa, padahal sebenarnya komposisinya sama dengan insektisida
untuk membasmi hama sundep dan beluk pada tanaman padi.
4. Positioning menurut pemakainya, yaitu mengaitkan produk yang
dipakai oleh seorang public figure.
5. Positioning menurut kelas produk, yaitu mengaitkan pada kelas
produk lainnya.
6. Positioning dengan menggunakan simbol-simbol budaya, yaitu
menonjolkan simbol-simbol budaya untuk memberikan citra yang
berbeda terhadap produk pesaing.
7. Positioning langsung terhadap pesaing dengan mengacu pada
kedudukan produsen terhadap produk-produk pesaingnya.
15
Produsen yang baik tidak bersaing dengan harga. Mereka bersaing
pada kualitas produk, inovasi produk, diferensiasi pelayanan, kreativitas
iklan, tenaga penjualan, layanan teknis, lokasi toko, kemampuan
menjual dan sikap pegawai. Produsen yang baik berjuang untuk
menyediakan nilai dan percaya pada penetapan harga berdasarkan nilai
(Fox, 2007). Beberapa metode penetapan harga yang sering digunakan
produsen yaitu : 1). penetapan harga plus laba, 2). price skimming, 3).
harga penetrasi, dan 4). prestige pricing (Royan, 2007).
Metode penetapan harga yang paling umum adalah harga plus laba.
Harga ditentukan dengan cara menambahkan persentase tertentu untuk
memperoleh keuntungan terhadap biaya produksi rata-rata. Biaya
produksi merupakan total biaya tetap ditambah dengan biaya variabel
dan dibagi dengan keseluruhan produk yang terjual. Biaya tetap
merupakan biaya tambahan yang tidak berubah karena penambahan
volume produksi. Sedangkan biaya variabel merupakan pengeluaran
yang dapat berubah berdasarkan volume produksi (Royan, 2007).
Price skimming berarti menetapkan harga tinggi guna
memaksimalkan pengembalian dana awal sebelum memenuhi segmen
pasar yang lebih sensitif terhadap harga. Price skimming lebih tepat
dilaksanakan bila terdapat kondisi sebagai berikut : 1) Produsen
memiliki produk yang berbeda dan unik serta hanya terdapat sedikit
pesaing, 2) Produsen belum merasa yakin terhadap harga yang harus
ditetapkan, 3) Produsen memiliki kapasitas produksi yang terbatas, 4)
Produsen memasuki segmen pasar yang secara relatif tidak sensitif
terhadap harga, 5) Digunakan sebagai strategi promosi, 6) Terdapat
persaingan yang tidak berbahaya, 7) Produk memiliki kualitas tinggi,
dan 8) Terdapat skala ekonomi dalam menghasilkan lebih banyak
produk (Royan, 2007).
Harga penetrasi memiliki tujuan agar konsumen membeli lebih
banyak produk dengan harga lebih murah dari produk pemimpin pasar
atau agar produk dapat mencapai pasar dalam waktu singkat. Penetrasi
harga hanya mungkin dilakukan jika : 1) Konsumen sensitif terhadap
16
harga, 2) Biaya produksi per unit dapat diturunkan dengan
memproduksi lebih banyak produk, dan 3) Produk dengan harga rendah
dapat memancing persaingan sebelum produsen memasuki pasar
(Royan, 2007).
Prestige pricing berarti menetapkan harga produk lebih tinggi
daripada harga pesaing guna menjual kualitas citra produk atau status
produk Metode penetapan harga ini hanya sesuai untuk produk mewah
karena pertimbangan gengsi pemiliknya, dan kurang cocok diterapkan
untuk produk consumer good karena konsumen jenis produk ini pada
umumnya sensitif dengan over pricing (Royan, 2007).
17
pilihan konsumen karena : 1) produsen tidak yakin menyerahkan
produknya kepada orang lain, 2) produsen tidak yakin dengan
kestabilan harga produk di pasar, dan 3) produsen merasa yakin dengan
manajemennya sendiri terutama dalam membangun merk produk
(Royan, 2007).
Keunggulan membangun saluran distribusi sendiri yaitu : 1) dapat
menstabilkan harga, 2) secara manajemen setiap cabang dapat
dikendalikan oleh manajemen sendiri sehingga proses pemasaran dan
penjualan perusahaan dapat berkesinambungan dan 3) terdapat sinergi
yang cepat dan akurat ketika sedang melakukan launching produk baru.
Sedangkan kelemahannya yaitu : 1) biaya operasional akan sangat
tinggi jika volume penjualan setiap cabang tidak memenuhi target
minimal agar perusahaan berada dalam kondisi titik impas (break even
point/BEP).
Metode kedua yaitu membangun saluran distribusi dengan cara
bekerja sama dengan distributor milik orang lain. Membangun saluran
distribusi dengan metode ini dilakukan dengan langkah-langkah seperti :
1) memberikan diskon kepada distributor partner kerja sama, 2)
menempatkan personel pada distributor sebagai perwakilan, 3)
membantu promosi dengan berbagai program promosi, 4) meminta
garansi bank sebagai jaminan dan 5) menggunakan MoU (memorandum
of understanding/nota kesepahaman) sebagai perangkat hukum dalam
bekerja sama.
Distributor adalah perusahaan atau perorangan yang bertindak
sebagai perantara antara perusahaan manufaktur dan pengecer.
Distributor mengadakan pergudangan untuk menyimpan barang
dagangan, yang seringkali dibeli dari banyak perusahaan manufaktur
berbeda untuk didistribusikan kepada grosir maupun pengecer (Toffler
dan Imber, 2002).
Jika perusahaan menggunakan distributor sebagai mitra kerja
sama, maka yang harus dilakukan adalah mencari distributor yang
sesuai dengan kriteria yang diinginkan perusahaan. Kotler (2000)
18
menyarankan untuk menggunakan konsep 3 C (Competency, Capital
dan Coverage). Competency merupakan kemampuan distributor yang
dinilai dari aspek kemampuan menjual produk. Capital adalah
kemampuan finansial distributor, apakah selama bekerjasama dengan
berbagai prinsipal, distributor tersebut selalu tepat waktu dalam
melakukan pembayaran. Coverage adalah seberapa luas wilayah kerja
distributor. Disamping itu faktor lain yang harus diperhatikan bagi
produk baru dalam memilih distributor adalah 1) jumlah prinsipal yang
ia tangani, karena jika terlalu banyak maka kemungkinan kecil
distributor tersebut akan fokus dalam mengelola produk baru, dan 2)
produknya harus satu lini dengan produk baru.
2.3.5. Promosi
Promosi merupakan usaha produsen untuk mempengaruhi para
konsumen dan menciptakan permintaan terhadap produk (Assauri,
2007). Promosi sebagai salah satu unsur dari konsep bauran pemasaran,
dilakukan sejalan dengan rencana pemasaran secara keseluruhan, serta
direncanakan akan diarahkan dan dikendalikan dengan baik, diharapkan
dapat berperan secara berarti dalam meningkatkan penjualan produk.
Kegiatan promosi yang dilakukan suatu perusahaan merupakan
penggunaan kombinasi yang terdapat dari unsur-unsur atau peralatan
promosi, yang mencerminkan pelaksanaan kebijakan promosi dari
perusahaan tersebut. Kombinasi dari unsur-unsur atau peralatan
promosi disebut sebagai bauran promosi (promotional mix), yang terdiri
dari advertensi, personal selling, promosi penjualan (sales promotion),
dan publisitas (publicity).
Advertensi merupakan suatu bentuk penyajian dan promosi dari
gagasan, barang atau jasa yang dibiayai oleh suatu sponsor tertentu yang
bersifat non personal. Media yang sering digunakan dalam advertensi
ini adalah radio, televisi, majalah, surat kabar dan papan reklame.
Personal selling merupakan penyajian secara lisan dalam suatu
pembicaraan dengan seseorang atau lebih calon pembeli dengan tujuan
19
merealisasikan penjualan. Publisitas (publicity) merupakan usaha untuk
merangsang permintaan dari suatu produk secara non personal dengan
membuat, baik yang berupa berita yang bersifat komersial tentang
produk tersebut di dalam media cetak atau tidak, maupun hasil
wawancara yang disiarkan dalam berita tersebut. Promosi penjualan
(sales promotion) merupakan segala kegiatan pemasaran selain personal
selling, advertensi dan publisitas, yang merangsang pembelian oleh
konsumen dan keefektifan agen seperti pameran, pertunjukan,
demonstrasi dan segala usaha penjualan yang tidak dilakukan secara
teratur atau kontinyu (Assauri, 2007).
20
Jenis kubis yang bayak dibudidayakan di Indonesia yaitu kubis krop,
kubis daun, kubis umbi, kubis tunas, dan kubis bunga. Kubis krop (kubis
telur) atau yang terkenal dengan istilah kubis putih (Brassica oleracea L. var.
capitata L.) berdaun membentuk krop, yang menutup satu sama lain hingga
warna krop menjadi putih. Krop kubis putih tersebut besar dan padat
(kompak) sehingga tahan untuk pengiriman arak jauh. Varietas yang
termasuk jenis kubis putih diantaranya yaitu K-K cross, K-Y cross, hybrid
21, R.v.E, yoshin, pujon, segon, kopenhagen market dan kubis merah.
Varietas kubis telur yang dianjurkan untuk ditanam yaitu hybrid 21, hybrid
31, hybrid K-K cross, dan hybrid K-Y cross yang semuanya berasal dari
Jepang. Varietas lainnya yang dianjurkan untuk ditanam yaitu hybrid 368
dari Australia. Varietas kubis putih lokal seperti pujon, segon, dan yoshin
kurang populer karena kropnya keropos dan lunak.
Jenis kubis lainnya yaitu kubis tunas atau kubis babat. Kubis tunas
(Brassica oleracea L. var. Bullata DS) biasanya membentuk krop, bahkan
tunas sampingnya pun dapat membentuk krop kecil, sehingga dalam satu
pohon terdapat beberapa krop kecil. Varietas yang termasuk ke dalam jenis
kubis tunas diantaranya brusselsprout (Brassica oleracea gemmifera DC),
misalnya pearl, garmet, jasper, dan jade cross.
Kubis umbi (Brassica oleracea L. var. gongylodes L.) pada bagian dasar
batang di bawah tanah atau di atas tanah membesar hingga merupakan umbi
besar. Kubis ini memiliki beberapa varietas, salah satunya kol rabi yang
diperbanyak dengan biji, yaitu white vienna.
Jenis kubis yang terakhir yaitu kubis bunga (Brassica oleracea L. var.
botrytis. L.). Jenis kubis ini bakal bunganya mengembang dan membentuk
masa bunga. Bunga tersebut berbentuk kerucut terbalik berwarna putih
kekuning-kuningan. Beberapa contoh varietasnya yaitu snowball dan
snowpeak (Sunarjono, 2007).
Salah satu jenis penyakit menular melalui media tanah yang sangat
penting pada tanaman kubis-kubisan di seluruh dunia yaitu penyakit akar
gada (club root) yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Wor.
21
Penyakit ini juga sering disebut sebagai penyakit akar pekuk atau penyakit
akar bengkak (Cicu, 2006).
P. brassicae dianggap sebagai pseudo fungi atau organisme yang
menyerupai fungi. Siklus penyakit diawali dengan perkecambahan satu
zoospora primer dari satu spora rehat haploid di dalam tanah. Zoospora
primer ini mempenetrasi rambut akar dan selanjutnya masuk ke dalam sel
inang. Akibatnya, protoplas yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel
inang. Kemudian terjadi pembelahan sel secara miosis dan pembentukan
plasmodium primer oleh protoplas. Setelah mencapai ukuran tertentu yang
bergantung pada ukuran sel epidermis inang, plasmodium primer membelah
menjadi beberapa bagian yang kemudian berkembang menjadi zoosporangia.
Setiap zoosporangia mengandung 4 atau 8 zoospora sekunder yang dapat
terlepas melalui lubang atau pori-pori pada dinding sel inang. Zoospora
sekunder dapat menginfeksi kembali rambut akar, yang menyebabkan
perkembangan aseksual patogen menjadi cepat. Setelah miosis akan
terbentuk inti diploid baru, yang kemudian berkembang menjadi spora rehat
haploid dan terlepas masuk ke dalam tanah ketika akar yang sakit rusak.
Perkecambahan spora terjadi pada pH 5,50 - 7,50 dan tidak
berkecambah pada pH 8. Kisaran suhu bagi perkembangan patogen yaitu
17,80 – 25,00 o C dengan suhu minimum 12,20 o C dan maksimum 27,20 o C.
Tingkat infeksi juga ditentukan oleh jumlah spora rehat patogen. Suspensi
yang mengandung paling sedikit 106 – 108 sel spora setiap ml sangat efektif
untuk melakukan infeksi.
Gejala infeksi P. brassicae yang tampak di atas permukaan tanah yaitu
daun-daun tanaman layu jika hari panas dan kering, kemudian pulih kembali
pada malam hari, serta kelihatan normal dan segar pada pagi hari. Jika
penyakit berkembang terus, daun-daun menjadi kuning, tanaman menjadi
kerdil dan mungkin mati. Pembengkakan akar merupakan ciri khas penyakit
akar gada. Bentuk dan letak penyakit akar gada bergantung pada spesies
inang dan tingkat infeksi. Akar yang membengkak akan semakin besar dan
biasanya hancur sebelum musim tanam karena serangan bakteri dan serangan
22
cendawan lain. Apabila infeksi terjadi pada akhir musim tanam, ukuran akar
gada biasanya kecil dan tanaman masih dapat bertahan hidup.
Menurut Cicu (2006), kerugian yang disebabkan oleh P. brassicae pada
kubis di Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan mencapai
50 sampai 100 %. Di Indonesia penyakit ini menyebabkan kerusakan pada
lahan kubis rata-rata sebesar 88,60 % dan pada tanaman caisin antara 5,42 %
sampai 64,81 %. Tingkat produksi tanaman kubis seringkali dipengaruhi
oleh serangan patogen P. brassicae yang menyebabkan bengkak pada akar.
Pembengkakan pada jaringan akar dapat mengganggu fungsi akar seperti
translokasi zat hara dan air dari dalam tanah ke daun. Jika tanah sudah
terinfestasi oleh P. brassicae maka patogen tersebut akan selalu menjadi
faktor pembatas dalam budidaya tanaman famili Brassicaceae karena
patogen ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan
dalam tanah.
Penyakit akar gada pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun
1950 di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Pada musim hujan tahun 1975-1976
penyakit tersebut juga ditemukan di Kebun Percobaan Balitsa Deptan di
Lembang. P. brassicae telah menyebar di daerah Sumatera Utara, Jawa
Tengah dan terutama di Jawa Barat. Pada tahun 1988 P. brassicae bahkan
telah ditemukan pada tanaman petsai di daerah Jeneponto, Sulawesi Selatan.
Saat ini penyakit tersebut telah menyebar ke daerah-daerah penghasil kubis
dan tanaman dari famili Brassicaceae lainnya.
Patogen dapat terpencar di alam melalui tanah dengan berbagai cara
atau perantara, misalnya perlengkapan usaha tani, bibit pada saat
pemindahan dari persemaian ke lapangan, hasil panen, air permukaan, angin,
dan melalui pupuk kandang. Patogen juga dapat ditularkan oleh biji melalui
kontaminasi permukaan biji dengan tanah yang terinfeksi. Selain itu
sejumlah tanaman cruciferae liar dan beberapa tanaman inang lain yang
rentan terhadap penyakit akar gada dapat menjadi tempat bertahan hidup
patogen pada saat tanaman budi daya tidak ada.
Berbagai upaya penanggulangan penyakit akar gada telah dilakukan,
antara lain perbaikan drainase, perlakuan tanah, perlakuan benih,
23
penggunaan varietas resisten, penggunaan bahan kimia dan pemanfaatan
mikroorganisme antagonis.
2.5. Pestisida
Istilah pestisida merupakan terjemahan dari kata pesticide yang berasal
dari bahasa latin pestis dan caedo, yang dapat diterjemahkan secara bebas
menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad
pengganggu pada tanaman sering juga disebut dengan organisme
pengganggu tanaman atau OPT (Wudianto, 1999).
Pengertian pestisida dalam hal ini cukup luas apabila dikaitkan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Dalam peraturan
tersebut dinyatakan bahwa yang tergolong pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :
1. Memberantas dan mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman, atau hasil pertanian.
2. Memberantas gulma atau tanaman pengganggu.
3. Memberantas atau mencegah serangan hama-hama air.
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau
ternak.
5. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam
rumah, bangunan, dan dalam alat transportasi.
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan tanaman, tanah atau air.
7. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk.
24
Klasifikasi pestisida tersebut menurut Wudianto (1999) yaitu sebagai
berikut :
1. Insektisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas semua jenis
serangga).
2. Fungisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas jamur).
3. Bakterisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas bakteri).
4. Nematisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas nematodo/
cacing).
5. Akarisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas tungau,
caplak, dan laba-laba).
6. Rodentisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas binatang
pengerat).
7. Moluskisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas moluska).
8. Herbisida (pestisida untuk mencegah dan memberantas tumbuhan
pengganggu/gulma).
9. Piscisida (pestisida untuk mengendalikan ikan mujair yang menjadi
hama di dalam tambak atau kolam).
10. Algisida (pestisida pembunuh ganggang).
11. Avisida (pestisida pembunuh burung).
12. Larvisida (pestisida pembunuh ulat).
13. Pedukulisida (pestisida pembunuh kutu).
14. Silvisida (pestisida pembunuh pohon hutan atau pembersih sisa-sisa
pohon).
15. Ovisida (pestisida perusak telur).
16. Pisisida (pestisida pembunuh hama vertebrata).
17. Termisida (pestisida pembunuh rayap).
18. Arborisida (pestisida pembunuh pohon, semak dan belukar).
19. Predasida (pestisida pembunuh hama predator).
25
pembunuh OPT, dan bahan ramuan (inert ingredient). Jika dilihat dari
struktur kimianya, bahan aktif dapat digolongkan menjadi kelompok
organik sintetik, organik alamiah dan inorganik. Bahan ramuan
biasanya berperan sebagai : pelarut, pembawa (untuk mengencerkan
pestisida), surfaktan (emulsi, pembasah, pendispersi, foam dan
penyebar), stabilizer (agar formulasi tetap mantap dan aktif), sinergis
(meningkatkan daya kerja bahan aktif pestisida), minyak-minyak (untuk
meningkatkan aktifitas biologi), defoamer (agar hasil semprotan tidak
berbusa), agensia pemadat (agar hasil semprotan tidak mudah terjatuh
ke tanah), dan agensia pewarna (untuk mengurangi kemungkinan
kecelakaan). Dengan formulasi ini, keamanan, penyimpanan,
penanganan, dan keefektifan aplikasi dapat lebih ditingkatkan
(Wudianto, 1999).
Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ini terdiri dari
berbagai macam. Formulasi ini perlu dipertimbangkan oleh calon
konsumen sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat
yang ada, kemudahan aplikasi serta efektifitasnya (Djojosumarto, 2000).
Jenis formulasi atau bentuk pestisida yang beredar di Indonesia berikut
kode namanya adalah :
1. Tepung hembus, debu (DustPowder = DP)
2. Butiran (Granule = G)
3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (Wettable Powder =
WP)
4. Tepung yang larut dalam air (Water Solluble Powder = SP)
5. Suspensi (Flowable Concentrate = F)
6. Cairan (Emulsiviable Concentrate = EC)
7. Ultra Low Volume (ULV)
8. Solution (S)
9. Aerosol (A)
10. Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
11. Powder Concentrate (PC)
12. Ready Mix Bait (RMB)
26
13. Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Solluble Concentrate =
WSC)
14. Seed Treatment (ST)
15. Colar Protection (CP)
16. Ready Mix (RM)
17. Rice Wax Block (RB)
18. Pekatan yang dapat diemulsikan dalam air (Emulsion in Water =
EW)
19. Larutan dalam air (Aqueous Sollution = AS)
20. Pekatan yang larut dalam air (Liquid Concentrate = LC)
21. Tepung yang dapat didispersikan dalam air untuk perlakuan benih
(Water Dispersible Powder for Slurry Treatment = WS)
22. Pekatan yang larut dalam air (Solluble Concentrate = SC)
23. Larutan dalam air (Liquid = L)
24. Capsule Suspension (CS)
27
3. Penghembusan (dusting) adalah aplikasi produk pestisida yang
diformulasikan sebagai tepung hembus (dust) dengan menggunakan
alat penghembus (duster).
4. Penaburan/penebaran (broadcasting), adalah penaburan pestisida
dalam bentuk serbuk atau butiran dengan tangan atau dengan mesin
penabur (broadcaster).
5. Perawatan benih (seed dressing, seed treatment, seed coating),
adalah cara aplikasi pestisida untuk melindungi benih sebelum benih
ditanam agar kecambah dan tanaman muda tidak diserang oleh
hama dan penyakit.
6. Pencelupan (dipping), adalah penggunaan pestisida untuk
melindungi bahan tanaman (bibit, cangkokan, stek) agar terhindar
dari hama atau penyakit yang mungkin terbawa oleh bahan tanaman
tersebut. Pencelupan dilakukan dengan mencelupkan bibit atau stek
ke dalam larutan pestisida.
7. Fumigasi (fumigation), adalah aplikasi pestisida fumigan baik
berbentuk padat, cair atau gas dalam ruangan tertutup. Fumigan
dimasukkan ke dalam ruangan gudang yang selanjutnya akan
membentuk gas beracun untuk membubuh hama atau penyakit
sasaran yang ada dalam ruangan tersebut.
8. Injeksi (injection), adalah penggunaan pestisida dengan cara
dimasukkan ke dalam batang tanaman, baik dengan alat khusus
(injektor atau infus) maupun dengan membor batang tanaman
tersebut. Pestisida yang diinjeksikan diharapkan akan tersebar ke
seluruh bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman, sehingga
hama dan penyakit sasaran akan terkendali. Teknik ini juga
digunakan untuk sterilisasi tanah.
9. Penyiraman (drenching, pouring on), adalah penggunaan pestisida
dengan cara dituangkan di sekitar akar tanaman untuk
mengendalikan hama atau penyakit di daerah perakaran.
28
2.5.4. Efikasi Pestisida
Efikasi yang berarti keberhasilan pengendalian hama dan penyakit
tanaman secara kimiawi, dipengaruhi oleh beberapa faktor
(Djojosumarto, 2000), yaitu :
1. Kesesuaian, pestisida yang digunakan harus pestisida yang
diproduksi untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman
dimaksud. Jenis hama dan penyakit yang dapat dikendalikan oleh
suatu pestisida tertera dalam label kemasan pestisida atau petunjuk
penggunaan yang menyertainya.
2. Kepekaan sasaran, pestisida pada takaran yang sesuai dengan
anjuran hanya efektif bila hama dan penyakit tanaman sasaran peka
terhadap pestisida tersebut. Bila kepekaan hama dan penyakit
tanaman sasaran terhadap pestisida sudah berkurang, maka pestisida
tersebut tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit
tanaman pada takaran normal.
3. Faktor teknik aplikasi, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : a)
waktu atau saat terbaik untuk mengaplikasikan pestisida, b) takaran
aplikasi, dan c) cara aplikasi harus memenuhi syarat tertentu yang
berlaku bagi metode dan alat aplikasi yang digunakan.
29
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Bahaya Pestisida menurut WHO
Golongan Kelas Bahaya LD50 untuk tikus (mg / kg berat badan)
Melalui mulut (oral) Melalui kulit (dermal)
Padat Cair Padat Cair
IA Sangat Berbahaya <5 < 20 < 10 < 40
IB Berbahaya 5 – 50 20 – 200 10 – 100 40 – 400
II Cukup Berbahaya 50 – 500 200 – 2.000 100 – 1.000 400 – 4.000
III Agak Berbahaya > 500 > 2.000 > 1.000 > 4.000
Sumber : Djojosumarto (2000)
30
III. METODE PELAKSANAAN
31
n= N
(N.d2) +1
Dimana :
n = jumlah contoh (sampel)
N = jumlah populasi
d = presisi (ditetapkan 5 % pada tingkat kepercayaan 95 %)
32
Metode analisis kualitatif dilakukan dengan metode FGD yang
digunakan untuk menganalisis strategi segmentasi, targeting dan positioning
serta strategi promosi.
33
kombinasi atribut yang tidak masuk akal. Model analisis Konjoin
(Simamora, 2005) yaitu sebagai berikut :
m k
U (X) = Σ Σ aij Xij
i j
Dimana :
U (X) = keseluruhan utilitas dari alternatif
aij = j = 1,2 ki dari i atribut (1 = 1,2,…m)
ki = nomor level pada atribut i
m = nomor atribut
Xij = 1 apabila level j dari atribut; dan 0 kalau tidak dipilih
34
3.3.2. Fungsi Borda
Fungsi Borda adalah metode yang dipakai untuk menetapkan
peringkat pada pemungutan suara secara preferensial. Alternatif
pilihan dengan posisi peringkat atas diberi nilai lebih tinggi dengan
kandidat pada posisi peringkat berikutnya dalam suatu perbandingan
berpasangan (Marimin, 2005). Tahap penyelesaian kasus dengan
Fungsi Borda dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Penentuan nilai peringkat pada suatu urutan alternatif pilihan
dengan urutan teratas diberi nilai m dimana m adalah total jumlah
pilihan dikurangi 1. Posisi pada urutan kedua diberi nilai m-1 dan
seterusnya sampai pada urutan terakhir diberi nilai 0.
b. Nilai m digunakan sebagai pengali dari suara yang diperoleh pada
posisi yang bersangkutan.
c. Berdasarkan perhitungan nilai fungsi Borda dari alternatif pilihan
tersebut, maka pilihan dengan nilai tertinggi merupakan pilihan
yang paling disukai responden.
35
m
Total Nilai i = Σ Nilai ij (Kriteria j)
j =1
Dimana :
Total nilai i = total nilai akhir dari alternatif ke-i
Nilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j
Kriteria j = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j
i = 1,2,3,.....n; n = jumlah alternatif
j = 1,2,3,.....m; m = jumlah kriteria
36
m
Total Nilai (TNi) = Σ (RK ij)TKKj
j =1
Dimana :
TN i = total nilai alternatif ke-i
RK ij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan
keputusan i
TKK j = tingkat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKK j > 0 ;
bulat
i = 1,2,, .....n = jumlah pilihan keputusan
j = 1,2,.....m = jumlah kriteria keputusan
37
mengklarifikasi informasi yang kurang pada basis data dan juga bisa
dipakai untuk memperoleh opini-opini yang berbeda mengenai satu
permasalahan tertentu. Langkah-langkah FGD (Royan, 2007) yaitu :
1. Lakukan diskusi dengan satu topik tertentu
2. Tentukan target peserta dan kriteria-kriteria target peserta
3. Rencanakan penjadwalan waktu pelaksanaan FGD
4. Buat desain pedoman FGD yang terdiri dari daftar pertanyaan
untuk menjadi bahan fasilitator untuk memancing diskusi pada
FGD. Pedoman berfungsi untuk mendorong kebebasan
berekspresi, dan tergalinya informasi secara mendalam dari
peserta
5. Catat seluruh proses jalannya diskusi.
38
Dalam rangka menghasilkan konsep strategi pengembangan
produk, maka metode analisis yang digunakan pada masing-masing
komponen strategi yaitu :
Atribut Produk /
Tahap Alternatif Metode Output
Kegiatan Strategi Analisis
Atribut Produk :
1. Efikasi Analisis
1. Identifikasi 2.
3.
Biaya Aplikasi/ha
Volume Kemasan Multivariat
ATRIBUT
PRODUK atribut produk 4. Bentuk Kemasan
Konjoin dan K
5. Bentuk Formulasi
6.
7.
Metode Aplikasi
Dosis per ha
Fungsi Borda o
n
f
2. Pengembangan Alternatif Strategi : Metode
1. Line Extension i
Merk Perbandingan
2. Brand Leveraging r
S 3. Flanker Brand Eksponensial m
T a
R Secara :
s Atribut
3. Segmentasi, Focus Group Produk
A 1. Geografis i
Targeting dan Discussion dan
T 2. Demografis
Positioning 3. Psikografis Strategi
E d
Pemasaran
G Alternatif Strategi
e Produk
4. Penetapan 1. Harga Plus Laba
Metode n
I Fungisida
Harga 2. Price Skimming Perbandingan g
3. Harga Penetrasi Eksponensial
P 4. Prestige Pricing a
E n
M 5. Pembangunan Alternatif Strategi :
A Saluran 1. Milik Sendiri
Metode Bayes P
2. Bekerjasama
S Distribusi dengan Distributor
a
A k
R a
A 6. Strategi Bauran promosi : r
1. Advertensi
N Promosi 2. Personal Selling Focus Group
3. Publisitas Discussion
4. Promosi Penjualan
39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
40
100/PRES/10/1972 tanggal 10 Oktober 1972, Menteri Perindustrian
mengeluarkan Surat Keputusan No. 674/M/SK/XII/1972 pada tanggal 4
Desember 1972 tentang izin pendirian pabrik (formulation plant) yang
memproduksi pestisida merk Gramoxone dan Agroxone 4. Dengan terbitnya
SK Menteri Perindustrian tersebut maka kedua belah pihak, yaitu ICI dan PT
Agricon mendirikan perusahaan patungan bernama PT ICI Pestisida
Indonesia. Perusahaan patungan tersebut didirikan berdasarkan Akte Notaris
Dian Paramita Tamzil, SH di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1973. Pada
perkembangan berikutnya terdapat beberapa perbaikan terhadap akte notaris
pendirian perusahaan tersebut, yaitu melalui Akte Notaris Kartini Mulyadi,
SH; berturut-turut Nomor 116 tanggal 9 Mei 1974 dan Nomor 118 tanggal
21 Februari 1975. Akte pendirian PT ICI Pestisida Indonesia diumumkan
selengkapnya pada Tambahan Berita Negara RI Nomor 60 tanggal 29 Juli
1975. Dalam dokumen tersebut tercantum secara lengkap dan resmi segala
ketentuan mengenai hak, kewajiban, pemilikan saham dan susunan
personalia yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak sebagai pendiri
perusahaan patungan tersebut.
Pada tahun 1992, PT Agricon melakukan reorganisasi dengan
memisahkan diri dari PT ICI Pestisida Indonesia setelah selama kurang lebih
23 tahun melakukan kerjasama dalam bentuk perusahaan patungan. Dua
tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 17 April 1994 bertepatan dengan
hari jadinya yang ke-25, PT Agricon membangun pabrik agrokimia secara
mandiri yang berlokasi di Desa Wanaherang Kecamatan Gunungputri,
Kabupaten Bogor. Hal ini dilakukan sebagai realisasi dari peran ganda
perusahaan yang berfungsi sebagai produsen sekaligus distributor produk
agrokimia.
Dalam rangka memantapkan daya saing produknya di pasar, PT
Agricon menyediakan pelayanan terpadu dengan mengadakan penyuluhan
kepada kelompok-kelompok tani di seluruh Indonesia, termasuk di dalamnya
penyuluhan mengenai keamanan penggunaan pestisida bagi konsumen dan
lingkungan hidup sekitarnya. Disadari bahwa perluasan saluran distribusi
menyumbangkan peranan yang besar dalam meningkatkan efisiensi dan
41
efektivitas perusahaan, maka PT Agricon terus berupaya mengembangkan
jaringan distribusi regionalnya. Sampai saat ini PT Agricon yang berkantor
pusat di Jalan Siliwangi No. 68, Bogor telah memiliki 7 kantor perwakilan
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yaitu Medan, Pekanbaru,
Palembang, Bandar Lampung, Semarang, Surabaya, dan Ujung Pandang.
42
Tabel 4.b. Produk Pestisida Lainnya dari PT Agricon
No. Merk Deskripsi Produk
1. Throne 250 Fungisida sistemik berbenduk pekatan yang dapat diemulsikan,
EC berwarna kekuning-kuningan untuk mengendalikan penyakit hawar
pelepah Rhizoctonia sp. Pada tanaman padi.
2. Nimrod 250 Fungisida sistemik, berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan
EC berwana coklat muda jernih untuk mengendalikan penyakit embun
tepung pada tanaman apel dan semangka.
3. Bazoka 80 Fungisida protektif berbentuk tepung berwarna kuning yang dapat
WP disuspensikan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman kentang,
bawang merah, cabai dan tomat.
4. Bellkute 40 Fungisida berbentuk tepung warna keputihan yang dapat
WP disuspensikan yang berdaya racun kontak dengan cara menghambat
membran sel dan menghambat sintesa lipid jamur sasaran, untuk
mengendalikan penyakit bercak ungu pada tanaman bawang merah,
antraknosa pada cabai dan karet.
5. Brilliant 72 Fungisida dengan daya kerja ganda secara sistemik dan kontak,
WP efektif mengendalikan penyakit Phytophthora infestans pada
tanaman kentang dan tomat.
6. Crash 480 SL Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air
berwarna kuning kecoklatan untuk mengendalikan gulma berdaun
lebar dan gulma berdaun sempit pada tanaman karet (TBM).
7. Aladin 865 SL Herbisida sistemik purna tumbuh berbentuk larutan dalam air
berwarna coklat untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan teki
pada pertanaman padi sawah dan tanaman tebu.
8. Win 10 WP Herbisida purna tumbuh berbentuk tepung berwarna putih keabu-
abuan yang dapat disuspensikan untuk mengendalikan gulma
berdaun lebar dan teki-tekian pada tanaman padi sawah.
9. Omite 570 EC Akarisida yang bekerja sebagai racun kontak, berbentuk pekatan
berwarna coklat muda sampai coklat tua yang dapat membentuk
emulsi dalam air untuk mengendalikan hama tungau pada tanaman
apel, cabai merah dan teh.
10. Snaildown Moluskisida racun kontak dan pernafasan berbentuk pekatan yang
250 EC dapat diemulsikan, berwarna bening kecoklatan untuk mengendali-
kan hama siput murbei pada tanaman padi sawah.
11. Ratgone 0,05 Rodentisida antikoagulan berbentuk blok segi empat berwarna
BB kebiru-biruan berupa umpan siap pakai untuk mengendalikan tikus
sawah (Rattus argentiventer) dan tikus ladang (Rattus exulans).
Sumber : PTAgricon, 2008.
43
sebanyak 223 orang. Berdasarkan metode pengambilan contoh dengan
mengunakan Metode Slovin jumlah responden minimal sebanyak 143
orang. Jumlah responden yang dijadikan contoh pada penelitian ini
sebanyak 148 orang terdiri dari petani kubis di Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung sebanyak 69 orang dan Kecamatan Samarang
Kabupaten Garut sebanyak 79 orang. Pengambilan data dilakukan oleh
petugas lapang (spot worker) PT Agricon pada bulan Oktober sampai
dengan November 2008. Karakteristik umum responden petani yang
digunakan adalah karakteristik demografi yang mencakup tingkat
pendidikan terakhir, usia, luas lahan, intensitas penanaman kubis dan
produktivitas. Kuesioner untuk responden petani kubis dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Berdasarkan data pada Tabel 5, mayoritas pendidikan terakhir
responden adalah SD, yaitu sebanyak 75 responden atau 50,58 %.
Responden yang tamat SMP sebanyak 46 orang atau 31,08 %, tamatan
SMU sebanyak 25 orang atau 16,89 %, D-3 sebanyak 1 orang atau 0,68
% dan S-1 sebanyak 1 orang atau 0,68 %. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan petani kubis di Kabupaten Bandung dan Garut pada
umumnya masih rendah.
44
Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Usia
Usia Kab. Bandung Kab. Garut Jumlah %
(tahun)
< 20 - - - -
21 – 30 1 7 8 5,41
31 – 40 13 19 32 21,62
41 – 50 32 37 69 46,62
> 50 23 16 39 26,35
Jumlah 69 79 148 100,00
45
Pada Tabel 9 terlihat bahwa sebagian besar responden yang
berjumlah 101 orang atau 68,24% memiliki lahan dengan produktivitas
11 – 20 ton/ha/musim tanam. Sedangkan responden dengan
produktivitas lahan kurang dari 10 ton/ha/musim tanam sebanyak 30
responden atau 20,27%, dan hanya 17 orang responden atau 11,48%
yang memiliki lahan dengan produktivitas 21-30 ton/ha. Tidak terdapat
responden yang memiliki produktivitas di atas 30 ton/ha.
Tabel 10. Atribut dan Level Atribut Produk Fungisida Akar Gada
No. Atribut Produk Level Atribut
1 2
1. Efikasi (kehilangan hasil maksimum) 0 - 10 11 - 20
(% / ha)
2. Biaya aplikasi (Rp/ha) 1jt –1,9 jt 2 jt – 2,9 jt
3. Volume kemasan (gr) 1.000 5.000
4. Bentuk kemasan Botol plastik sachet
5. Dosis per hektar (kg/ha) 200 300
46
Level atribut produk ditetapkan berdasarkan batas kemampuan
teknis dan ekonomi yang dimiliki oleh PT Agricon dalam menghasilkan
produk. Pada Tabel 10 terlihat bahwa atribut efikasi, biaya aplikasi per
hektar, volume kemasan, bentuk kemasan dan dosis per hektar masing-
masing memiliki dua level. Dengan demikian jumlah kombinasi atribut
produk yang dimungkinkan ada sebanyak 32 kombinasi (2 x 2 x 2 x 2 x
2), yang masing-masing menyatakan kemungkinan desain atribut
produk. Kombinasi seluruh atribut produk tersebut dapat dilihat pada
Tabel 11.
47
Dari 32 kombinasi atribut produk tersebut, PT Agricon hanya
memilih 8 kombinasi dengan pertimbangan untuk mempermudah
responden dalam mengisi kuesioner, yaitu kombinasi nomor 1, 3, 4, 5,
7, 11, 19, dan 31. Penetapan 8 kombinasi atribut produk dilakukan
berdasarkan keputusan rapat intern perusahaan dengan
mempertimbangkan faktor kemampuan daya beli petani, kemampuan
sumberdaya perusahaan, dan tingkat keuntungan yang layak bagi
perusahaan. Kombinasi atribut produk yang dipilih oleh PT Agricon
dapat dilihat pada Tabel 12.
48
atribut dapat dilihat pada Tabel 13. Atribut bentuk formulasi dan
metode aplikasi hanya memiliki satu level maka tidak terdapat alternatif
pilihan bagi responden. Atribut bentuk formulasi dan metode aplikasi
tidak dapat dikodekan menjadi variabel dummy karena sebuah atribut
yang dideskripsikan pada n level, memerlukan n-1 variabel dummy.
49
Tabel 14. Variabel Dummy untuk 8 Kombinasi Atribut Produk
No Variabel Dummy
Kehilangan Biaya Volume Bentuk Dosis
Hasil per ha kemasan Kemasan per ha
Maksimum
x1 x2 x3 x4 x5
1. 1 1 1 1 1
3. 1 1 1 0 1
4. 1 1 1 0 0
5. 1 1 0 1 1
7. 1 1 0 0 1
11. 1 0 1 0 1
19. 0 1 1 0 1
31. 0 0 0 0 1
50
atribut kehilangan hasil maksimum (skor bobot 0,280), dosis per hektar
(skor bobot 0,135), bentuk kemasan (skor bobot 0,119), dan volume
kemasan (skor bobot 0,026). Hasil perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.
51
dapat ditekan seminimal mungkin. Atribut dosis menjadi salah satu
faktor pertimbangan petani dalam membeli produk pestisida karena
terkait dengan biaya produksi. Atribut bentuk kemasan berhubungan
dengan kemudahan petani dalam menyimpan dan menggunakan
pestisida. Atribut volume kemasan terkait dengan tingkat penggunaan
pestisida, Tidak semua petani membutuhkan pestisida dalam kemasan
besar, karena juga terdapat petani yang lebih menyukai kemasan kecil
dalam rangka uji coba produk (Adhiwirawan, 2004).
52
responden yang memilih sebagai rangking kedelapan. Interpretasi yang
sama juga diberikan kepada kombinasi atribut kedua sampai delapan
(nomor kombinasi 3, 4, 5, 7, 11, 19 dan 31).
Tahap selanjutnya yaitu mengalikan masing-masing jumlah
jawaban responden pada masing-masing kombinasi atribut produk
dengan nilai m-1, dimana nilai tertinggi (7) diberikan kepada rangking
pertama, dan nilai terendah (0) diberikan kepada rangking kedelapan.
Hasil perhitungan nilai Fungsi Borda pada masing-masing kombinasi
atribut produk dapat dilihat pada Tabel 17.
53
biaya sebesar Rp 1 juta – Rp 1,9 juta untuk membeli fungisida. Atribut
volume kemasan 1.000 gr lebih disukai petani karena sebagai produk
baru, masih dibutuhkan pembuktian di lapangan mengenai efikasi/
kemanjurannya, sehingga petani tidak mau mengambil resiko membeli
produk dengan kemasan besar. Atribut bentuk kemasan sachet lebih
disukai karena ringan dan mudah disimpan. Atribut dosis per hektar
200 kg/musim tanam dipilih karena terkait dengan biaya pembelian
prduk yang berujung pada biaya produksi. Sedangkan atribut bentuk
formulasi serbuk dan metode aplikasi dengan cara ditebar merupakan
pilihan yang diajukan oleh PT Agricon dengan pertimbangan
kemudahan dalam aplikasi di lapangan.
54
Tabel 18. Hasil Perhitungan Strategi Pengembangan Merk dengan MPE
55
mempopulerkan merk produk ini sebagai syarat penentu keberhasilan
pemasaran produk baru.
56
Penetapan target pasar oleh PT Agricon tersebut sudah tepat
apabila ditinjau dari teori perilaku konsumen atas dasar pertimbangan
ekonomi, yang menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk
melaksanakan pembelian merupakan hasil perhitungan ekonomis
rasional yang sadar, sehingga mereka akan memilih produk yang dapat
memberikan kegunaan yang paling besar sesuai dengan biaya secara
relatif. Segmentasi pasar dilakukan secara geografis berdasarkan
wilayah dengan tingkat produktivitas rata-rata diatas 20 ton/ha.
57
yang kemudian dibagi menjadi 5 area pemasaran berdasarkan lokasi
kantor perwakilan PT Agricon, yaitu : Medan (Sumatera Utara dan
Sumatera Barat), Bogor (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah),
Surabaya (Jawa Timur), dan Ujung Pandang (Sulawesi Selatan).
Positioning dilakukan untuk menempatkan suatu produk dalam
benak konsumen. Positioning yang baik harus berhasil dalam
menempatkan suatu citra produk di mata konsumen sesuai dengan
keinginan perusahaan. Untuk produk fungisida akar gada, karena
sasaran pasar utamanya adalah petani kubis, maka diposisikan citra
produk sebagai berikut : ”Hanya Nebijin yang dapat mengendalikan
penyakit akar gada”. Dengan kalimat tersebut, PT Agricon ingin
menjelaskan posisi produknya kepada konsumen sebagai produk yang
efektif dalam mengendalikan penyakit akar gada.
Pernyataan positioning produk Nebijin 0,3 DP oleh PT Agricon
dinilai tepat karena telah mewakili citra produk yang hendak dicetak
dalam benak konsumen. Citra tersebut berupa suatu hubungan asosiatif
yang mencerminkan karakter suatu produk, serta menunjukkan manfaat
dan keunggulan produk. Disamping itu sebagai produk baru yang belum
dikenal oleh masyarakat, positioning yang dilakukan menggambarkan
solusi masalah kepada konsumen. Masalah yang dirasakan oleh
masyarakat (dalam hal ini penyakit akar gada) diangkat ke permukaan
dan produk yang ditawarkan diposisikan untuk memecahkan
permasalahan tersebut.
58
pesaing. Strategi penetapan harga yang ditetapkan merupakan alternatif
yang mempunyai nilai tinggi untuk setiap kriteria. Hasil pengolahan
data dapat dilihat pada Tabel 20.
59
Sebagai produk baru, saat ini Nebijin 0,3 DP belum memiliki
pesaing. Tetapi dimasa mendatang apabila produk telah dikenal luas
maka akan mendorong produsen lain untuk memasuki pasar dan
menjadi pesaing, sehingga PT Agricon perlu menerapkan strategi
penetapan harga dengan orientasi persaingan. Harga yang ditetapkan
para pesaing perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga dari produk
yang dihasilkan perusahaan.
60
Competency merupakan kemampuan distributor yang dinilai dari
aspek kemampuan menjual produk. Capital adalah kemampuan
finansial distributor, apakah selama bekerjasama dengan berbagai
prinsipal, distributor tersebut selalu tepat waktu dalam melakukan
pembayaran. Coverage adalah seberapa luas wilayah kerja distributor.
Jenis saluran distribusi ini secara singkat dijelaskan pada Gambar 2.
PT
AGRICON
Distributor/
Dealer
Kios
Pertanian
Petani
(end user)
61
kepada petani dengan tingkat keuntungan 10 - 15%. Dengan demikian
harga yang diperoleh petani (end user) sebesar 145,2% - 165,3% dari
harga di tingkat produsen (PT Agricon).
Strategi saluran distribusi yang akan diterapkan PT Agricon
dengan melibatkan distributor dan kios tergolong ke dalam saluran
distribusi tidak langsung. Pemilihan strategi ini sudah tepat karena agar
PT Agricon dapat lebih memfokuskan diri pada produksi dan pemasaran
produk. Lembaga penyalur seperti distributor dan kios dibutuhkan
terutama karena adanya perbedaan yang menimbulkan kesenjangan
(gap) antara produksi dan konsumsi dalam bentuk kesenjangan
geografis, waktu, jumlah, variasi, informasi dan komunikasi.
Kesenjangan geografis disebabkan perbedaan tempat pemusatan
produksi dengan lokasi konsumen yang tersebar dimana-mana.
Kesenjangan waktu disebabkan perbedaan waktu konsumsi yang
dilakukan dalam waktu-waktu tertentu, sementara produksi dilakukan
secara terus menerus. Kesenjangan jumlah terjadi karena produksi
dilakukan secara besar-besaran untuk memperoleh biaya satuan yang
rendah, sedangkan konsumsi dilakukan dalam jumlah yang kecil pada
suatu waktu tertentu. Kesenjangan variasi terjadi karena sebagian besar
perusahaan menspesialisasikan dirinya dalam memproduksi produk
tertentu, sedangkan konsumen menginginkan produk yang beraneka
ragam sesuai dengan kebutuhannya. Kesenjangan informasi dan
komunikasi disebabkan konsumen sering tidak mengetahui sumber-
sumber produksi dari produk-produk yang dibutuhkannya, sedangkan
produsen tidak mengetahui siapa dan dimana konsumen potensial
berada.
4.3.5. Promosi
Kegiatan promosi yang akan dilakukan berdasarkan pada konsep
bauran promosi (promotional mix), yang terdiri dari advertensi,
personal selling, promosi penjualan (sales promotion), dan publisitas
(publicity). Advertensi dilakukan dengan memasang iklan pada media
cetak khusus pertanian seperti Tabloid Sinar Tani (terbit mingguan)
62
selama terus menerus selama 1 tahun sejak produk diluncurkan ke
pasaran untuk memperoleh awareness konsumen. Disamping itu juga
dilakukan pemasangan spanduk/sunscreen pada kios-kios pertanian dan
pemasangan poster pohon di 16 kabupaten sentra produksi kubis.
Personal selling dilakukan dengan cara mengoptimalkan peran
petugas lapangan perusahaan (spot worker) dalam mensosialisaikan
keunggulan produk baru kepada petani kubis dengan cara
memperbanyak kunjungan lapang perorangan dan pemberian sampel
produk gratis kepada petani kubis.
Promosi penjualan dilakukan dengan melakukan demonstration
plot (demplot) pada 16 kabupaten sentra produksi kubis di seluruh
Indonesia, memberikan hadiah langsung kepada konsumen (kaos, topi,
mug) dan bonus kepada distributor/agen dan kios pertanian jika mampu
melampaui target penjualan tertentu.
Publisitas dilakukan dengan memuat artikel pada Tabloid Sinar
Tani mengenai kesaksian petani kubis pengguna produk fungisida yang
terbukti mengurangi intensitas serangan penyakit akar gada.
Komponen strategi promosi yang telah disusun oleh PT Agricon
telah dilakukan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor sebagai berikut:
besarnya jumlah dana yang disediakan untuk kegiatan promosi, luas dari
pasar dan konsentrasi pasar yang ada, jenis dan sifat dari produk yang
dipasarkan, serta tipe dan perilaku konsumen. Produk fungisida akar
gada tergolong ke dalam barang industri yang akan lebih efektif
menggunakan kegiatan promosi melalui saluran perorangan, seperti
personal selling dan sales promotion, karena memerlukan adanya
penjelasan khusus mengenai sifat-sifat produk agar konsumen benar-
benar memahami fungsi dan kegunaan produk.
Tabloid Sinar Tani dipilih sebagai media advertensi dan publisitas
karena merupakan media resmi Departemen Pertanian yang memiliki
tiras lebih dari 50.000 eksemplar per minggu, dibagikan secara gratis
kepada dinas pertanian provinsi dan kabupaten, serta merupakan
63
referensi wajib bagi penyuluh pertanian yang tersebar di 33 provinsi,
lebih dari 400 kabupaten dan 4.000 kecamatan di seluruh Indonesia.
Pemasangan spanduk/sunscreen pada kios-kios pertanian dan
pemasangan poster pohon di 16 kabupaten sentra produksi kubis
bertujuan memberikan awareness kepada petani tentang keberadaan
produk. Pada tahap penumbuhan awareness dan pencarian informasi
produk, petani mendapatkan informasi tentang pestisida berasal dari
toko/kios sebagai sumber informasi utama sebesar 80%. Penyuluhan
produk oleh petugas lapangan perusahaan (spot worker) dilakukan
karena 68% petani mendapatkan informasi produk dari dari petugas
lapangan perusahaan teman, tetangga atau keluarga. (Adhiwirawan,
2004).
Demonstration plot (demplot) pada 16 kabupaten sentra produksi
kubis di seluruh Indonesia merupakan komponen promosi yang wajib
dilakukan perusahaan untuk memberikan bukti nyata keunggulan
produk kepada petani. Pemberian bonus penjualan kepada kepada
petugas pemasaran, distributor dan agen merupakan bentuk
penghargaan (reward) agar mereka semakin terpacu untuk menjual
produk lebih banyak lagi.
64
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Atribut produk yang paling penting menurut konsumen adalah biaya per
hektar; diikuti kehilangan hasil maksimum, dosis per hektar, bentuk
kemasan, dan volume kemasan. Kombinasi atribut produk yang paling
sesuai dengan kebutuhan konsumen yaitu kombinasi nomor 3 dengan
atribut kehilangan hasil 0% - 10%, biaya per hektar Rp 1 juta – Rp 1,9
juta, volume kemasan 1.000 gr, bentuk kemasan sachet, dan dosis per
hektar 200 kg/musim tanam. Produk fungisida ini berbentuk serbuk dan
metode aplikasi dengan cara ditebar.
2. Strategi pemasaran yang akan diterapkan terdiri dari :
a. Strategi pengembangan merk yang akan diterapkan adalah flanker
brand yang merupakan strategi pengembangan produk baru yang
dipasarkan dengan merk baru. PT Agricon telah menetapkan nama
merk produk fungisida akar gada yaitu Nebijin 0,3 DP.
b. Strategi segementasi, targeting dan positioning : target pasar yang
dituju yaitu petani kubis yang rutin menggunakan pestisida untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Segmentasi pasar
dilakukan secara geografis pada 6 provinsi dan 16 kabupaten yang
kemudian dibagi menjadi 5 area pemasaran berdasarkan lokasi kantor
perwakilan PT Agricon, yaitu : Medan (Sumatera Utara dan Sumatera
Barat), Bogor (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa
Timur), dan Ujung Pandang (Sulawesi Selatan). Positioning citra
produk yaitu sebagai berikut : ”Hanya Nebijin yang dapat
mengendalikan penyakit akar gada”.
c. Strategi penetapan harga yang akan diterapkan adalah harga plus laba
yang merupakan strategi penetapan harga dengan cara menambahkan
persentase tertentu untuk memperoleh keuntungan terhadap biaya
produksi rata-rata.
65
d. Saluran distribusi yang digunakan adalah menggunakan distributor
atau dealer.
e. Kegiatan promosi yang akan dilakukan terdiri dari advertensi,
personal selling, promosi penjualan (sales promotion), dan publisitas
(publicity). Advertensi dilakukan dengan memasang iklan pada media
cetak khusus pertanian seperti Tabloid Sinar Tani (terbit mingguan)
selama terus menerus selama 1 tahun, pemasangan spanduk/sunscreen
pada kios-kios pertanian dan pemasangan poster pohon di 16
kabupaten sentra produksi kubis. Personal selling dilakukan dengan
cara mengoptimalkan peran petugas lapangan perusahaan (spot
worker) melalui kunjungan lapang perorangan dan pemberian sampel
produk gratis kepada petani kubis. Promosi penjualan dilakukan
dengan melakukan demonstration plot (demplot) pada 16 kabupaten
sentra produksi kubis di seluruh Indonesia, memberikan hadiah
langsung kepada konsumen (kaos, topi, mug) dan memberikan bonus
kepada distributor/agen dan kios pertanian jika mampu melampaui
target penjualan tertentu. Publisitas dilakukan dengan memuat artikel
pada Tabloid Sinar Tani mengenai kesaksian petani kubis pengguna
produk fungisida yang terbukti mengurangi intensitas serangan
penyakit akar gada.
5.2. Saran
1. Dalam rangka meluncurkan dan memasarkan produk baru fungisida akar
gada, PT Agricon diharapkan memproduksi produk dengan atribut yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen, serta mengimplementasikan strategi
pemasaran yang telah diformulasikan dengan mengacu kepada konsep
bauran pemasaran, yaitu strategi produk, strategi harga, strategi tempat
dan strategi promosi. Perusahaan harus mensosialisasikan strategi
pemasaran kepada seluruh karyawan agar karyawan memahami tujuan
perusahaan.
2. Dimasa mendatang perusahaan harus menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan strategis dan memperhatikan respon konsumen
66
dengan cara melakukan survei kepuasan konsumen secara berkala,
menerapkan sistem keluhan dan saran melalui petugas lapangan, kotak
saran, telepon dan e-mail.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait aspek pengembangan
produk dan pemasaran fungisida akar gada dengan topik yang berbeda,
seperti analisis proses pengambilan keputusan pembelian fungisida akar
gada oleh petani kubis. Penelitian terkait juga dapat dilakukan dengan
responden yang berbeda, seperti perusahaan agribisnis berskala besar.
67
DAFTAR PUSTAKA
Riduwan. 2004. Statistika Untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah dan Swasta.
Alfabeta. Jakarta
68
Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Uyanto, S. S. 2006. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu. Jakarta.
69
LAMPIRAN
70
Lampiran 1. Kuesioner Atribut Produk
KUESIONER
IDENTIFIKASI ATRIBUT PRODUK DAN ANALISIS STRATEGI
PEMASARAN PRODUK FUNGISIDA AKAR GADA (STUDI KASUS PT
AGRICON, Bogor)
Saya, Rizka Bayu Wirawan, mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Profesional
Industri Institut Pertanian Bogor saat ini sedang melaksanakan tugas akhir mengenai
Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar
Gada (Studi Kasus PT Agricon Bogor).
Hormat saya,
Nama responden :
…………………………………………………………………….
Pekerjaan :
…………………………………………………………………….
Pendidikan :
…………………………………………………………………….
Umur :
…………………………………………………………………….
Alamat :
…………………………………………………………………….
3. Produktivitas (hasil) rata-rata dalam setiap kali panen untuk setiap ha adalah:
a. < 10 ton/ha b. 11-20 ton/ha c. 21-30 ton/ha d. > 30 ton/ha
71
4. Isilah kolom 7 dengan memberikan rangking pada 8 kombinasi atribut produk
dari 1 (kombinasi yang paling disukai) sampai 8 (kombinasi yang paling tidak
disukai). Bentuk formulasi adalah serbuk dan diaplikasikan dengan cara
ditebar.
........................................................ .........................................................
72
Lampiran 2. Kuesioner Strategi Pemasaran (diisi oleh jajaran manajemen puncak)
KUESIONER
IDENTIFIKASI ATRIBUT PRODUK DAN ANALISIS STRATEGI
PEMASARAN PRODUK FUNGISIDA AKAR GADA (STUDI KASUS PT
AGRICON, BOGOR)
Saya, Rizka Bayu Wirawan, mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Profesional
Industri Institut Pertanian Bogor saat ini sedang melaksanakan tugas akhir mengenai
Identifikasi Atribut Produk dan Analisis Strategi Pemasaran Fungisida Akar Gada
(Studi Kasus PT Agricon Bogor).
Hormat saya,
73
Isilah kolom di bawah ini
No. Kriteria Bobot Nilai Alternatif
Line Brand Flanker
Extension Leveraging Brand
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Respon konsumen ........... ........... ........... ...........
2. Biaya pengembangan ........... ........... ........... ...........
brand
Petunjuk pengisian :
- Kolom 3 diisi dengan angka dari 1 sampai dengan 5 berupa skala
kepentingan kriteria ( 1 = sangat tidak penting, 5 = sangat penting)
- Kolom 4, 5, dan 6 diisi dengan angka dari 1 sampai dengan 5 berupa
penilaian terhadap sikap (1 = sangat tidak setuju atau sangat mahal,
sedangkan 5 = sangat setuju atau sangat murah)
2. Targetting
Segmen pasar yang difokuskan dalam pemasaran produk.
3. Positioning
a. Pernyataan positioning harus bisa mewakili citra yang hendak dicetak
dalam benak konsumen.
b. Pernyataan positioning merupakan penonjolan atribut yang dimiliki
produk.
74
3. Harga Penetrasi : menjual dengan harga murah untuk menembus pasar.
4. Prestige Pricing : menetapkan harga produk lebih tinggi daripada harga
pesaing guna menjual kualitas citra produk atau status produk.
Petunjuk pengisian :
- Kolom 3 diisi dengan angka dari 1 sampai dengan 5 berupa skala
kepentingan kriteria ( 1 = sangat tidak penting, 5 = sangat penting)
- Kolom 4, 5, 6 dan 7 diisi dengan angka dari 1 sampai dengan 5 berupa
penilaian terhadap sikap (1 = sangat tidak setuju/rendah, sedangkan 5 =
sangat setuju/tinggi)
Petunjuk pengisian :
- Kolom 2 dan 3 diisi dengan angka dari 1 sampai 5 (1 = sangat kurang
baik, 5 = sangat baik)
75
Tahap 5 : Promosi
........................................................ .....................................................
76
Lampiran 4. Lanjutan
Atribut
No. Kehilangan Hasil Maksimum Biaya per Ha Volume Kemasan Bentuk Kemasan Dosis/Ha
Responden 0-10 % 11-20 % Rp1-1.9 jt Rp2-2.9 jt 1 kg 5 kg Botol Plastik Sachet 200 kg 300 kg
α11 α12 α21 α22 α31 α32 α41 α42 α51 α52
131 -1,109 1,109 -0,109 0,109 -0,739 0,739 1,413 -1,413 -0,783 0,783
132 1,065 -1,065 1,565 -1,565 0,044 -0,044 0,152 -0,152 -0,131 0,131
133 1,000 -1,000 1,500 -1,500 0,500 -0,500 0,500 -0,500 0,500 -0,500
134 1,218 -1,218 1,718 -1,718 -0,022 0,022 0,174 -0,174 1,065 -1,065
135 1,609 -1,609 2,109 -2,109 -0,761 0,761 -0,913 0,913 1,283 -1,283
136 1,044 -1,044 1,544 -1,544 0,196 -0,196 0,435 -0,435 0,413 -0,413
137 1,413 -1,413 1,913 -1,913 -0,392 0,392 -0,370 0,370 1,174 -1,174
138 1,413 -1,413 1,913 -1,913 -0,392 0,392 -0,370 0,370 1,174 -1,174
139 0,652 -0,652 1,152 -1,152 -0,065 0,065 1,022 -1,022 -1,805 1,805
140 0,652 -0,652 1,152 -1,152 -0,065 0,065 1,022 -1,022 -1,805 1,805
141 0,696 -0,696 1,196 -1,196 -0,370 0,370 0,957 -0,957 -1,892 1,892
142 1,218 -1,218 1,718 -1,718 -0,022 0,022 0,174 -0,174 1,065 -1,065
143 0,696 -0,696 1,196 -1,196 -0,022 0,022 0,174 -0,174 1,065 -1,065
144 1,348 -1,348 1,848 -1,848 -0,935 0,935 -0,022 0,022 0,805 -0,805
145 1,283 -1,283 1,783 -1,783 -0,479 0,479 -0,674 0,674 -0,565 0,565
146 1,218 -1,218 1,718 -1,718 -1,022 1,022 0,174 -0,174 0,065 -0,065
147 1,044 -1,044 1,544 -1,544 -0,805 0,805 -0,065 0,065 1,587 -1,587
148 1,000 -1,000 1,500 -1,500 -0,500 0,500 0,000 0,000 -1,500 1,500
Skor utilitas 17,460 -17,460 26,960 -26,960 -5,851 5,851 3,783 -3,783 1,715 -1,715
Skor tingkat
34,920 53,920 11,702 -7,566 3,430
kepentingan
Bobot
Tingkat 0,362 0,559 0,121 -0,078 0,036
Kepentingan
Atribut paling penting : harga (0,440), kehilangan hasil maksimum (0,280), dosis (0,135), bentuk kemasan (0,119) dan volume kemasan (0,026)
Konsep produk paling baik : kehilangan hasil maksimum 0-10 % (skor 165,131), biaya per ha Rp1-1.9 jt (skor 259,630), volume kemasan 5 kg (skor 15,408),
bentuk kemasan sachet (skor 70,562), dosis per ha 200 kg (skor 13,975), bentuk formulasi serbuk, metode aplikasi tebar
Lampiran 5. Jawaban Kuesioner Strategi Pemasaran : Pengembangan Merk