Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Nim : 0808505031
Jurusan : Farmasi
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
PENDAHULUAN
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil dan
hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme terdapat dimana-
mana. Interaksinya dengan sesame mikroorganisme ataupun organisme lain dapat
berlangsung dengan cara yang aman dan menguntungkan maupun merugikan (Pratiwi,
2008).
Mikroorganisme di dunia ini ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan.
Mikroorganisme yang menguntungkan dapat kita manfaatkan untuk kepentingan
kesejahteraan hidup manusia. Akan tetapi, banyak juga mikroorganisme yang tidak
menguntungkan kita yaitu dengan menyebabkan terjadinya penyakit pada tubuh manusia.
Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan atau menginfeksi manusia adalam
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat mengakibatkn penyakit tuberculosis pada
manusia. Tuberculosis itu sendiri merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan
berbahaya di dunia.
Tuberculosis merupakan penyakit berbahaya ke-3 yang menyebabkan kematian di
dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan
nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Saat ini tuberculosis disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menginfeksi sepertiga populasi
dunia, setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberculosis, tetapi hanya bakteri yang
aktif yang menyebabkan orang menjadi sakit. Setiap tahunnya sekitar 4 juta penderita
tuberkulosis paru menular di dunia, ditambah lagi penderita yang tidak menular. Hal ini
menggambarkan setiap tahun di dunia akan ada sekitar 8 juta penderita tuberkulosis paru,
dan ada sekitar 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini.
Sampai hari ini, penyakit TBC masih menempatkan Indonesia dalam tiga besar
negara dengan jumlah penderita terbanyak. Pada umumnya kegagalan pengobatan TBC
terjadi disebabkan terapi yang terputus karena pasien merasa sudah sembuh. Kendala lain
yang sering timbul adalah lamanya waktu pengobatan. Obat untuk TBC harus dimakan
sedikitnya enam bulan. Sementara biasanya setelah makan obat selama dua bulan, pasien
malas meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak merasakan gejala lagi.
Padahal kalau pengobatan berhenti di tengah jalan, maka bukan saja penyakitnya tidak
sembuh dengan tuntas, tetapi juga menyebabkan bakteri TBC menjadi kebal terhadap obat
yang digunakan. Ketiadaan biaya malah membuat seseorang tidak berobat, karena tidak
mengetahui program pemerintah yang menggratiskan obat TBC di seluruh Puskesmas di
Indonesia. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja
seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding
dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh.
Penanganan TBC masih terus menjadi tantangan besar untuk para tenaga kesehatan.
Untuk memutuskan rantai penularan perlu pula mendapati perhatian lintas sektoral karena
berkaitan dengan faktor sosial budaya dan tempat hunian. Namun pada dasarnya penyakit
TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan
untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Selain itu
diperlukan juga kepedulian dan pengawasan dari tenaga kesehatan untuk mengawal
perkembangan terapi pasien. Penyebab TBC memang bukan bakteri biasa, karena itu
diperlukan konsistensi dan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi untuk mencapai hasil
terapi yang optimal.
Sumber: Wikipedia
Adapun bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang
merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang
panjangnya sekitar 2-4 µ m dan lebar 0,2 - 0,5 µ m yang bergabung membentuk rantai.
Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan (Wikipedia, 2010).
Gambar 2. Mycobacterium tuberculosis
Sumber: Wikipedia
Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TBC dapat menyerang pada
siapa saja tak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Apabila
seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberculosis akan berakibat buruk
seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain
terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian.
Pada penyakit tuberkulosis jaringan pang paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %)
(Hiswani M.Kes, 2010).
Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50%
anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah (Anonim b, 2010)
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan
kurus atau berat badan menurun. Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah
bagian apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi
yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan
berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah.
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
Sumber: Anonim b, 2010
Penyakit tuberculosis memiliki beberapa variasi jenisnya. Adapun jenis-jenis dari
penyakit tuberculosis tersebut adalah:
• Tuberculosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
• Tuberculosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
• Tuberculosis pada sistem saraf
• Tuberculosis pada organ-organ lainnya
• Tuberculosis millier
Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu
Tuberkulosis Paru BTA positif dan Tuberkulosis Paru BTA negatif (Avicenna, 2009)
Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain
jaringan paru, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelejar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu : tuberculosis
ekstra paru ringan seperti misalnya adalah TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal serta tuberculosis ekstra paru
berat, misalnya adalah meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif
dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin (Avicenna,
2009).
Dalam kasus TBC terdapat beberapa tipe penderita yang ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya. Adapun beberapa tipe penderita tersebut yaitu: kasus baru
adalah dimana penderita tersebut belum pernah diobati dengan OAT (Obat Anti
Tuberculosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
(Avicenna, 2009).
Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi
TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif (Avicenna, 2009).
Pindahan (transfer in) adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan
disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut
harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09) (Avicenna, 2009).
Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita
TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus
berobat 2 bulan atau lebih. (Avicenna, 2009).
Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih atau penderita BTA negative, rontgen positif yang
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. (Avicenna, 2009).
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas merupakan
tipe yang lain. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang
masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2) (Avicenna,
2009).
Penyebaran penyakit TBC biasanya dimulai melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk. Pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri
tuberculosis ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak
menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi
TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena infeksi bakteri ini adalah paru-paru (Anonim d, 2010)
Komplikasi akibat penyakit TBC dapat menyerang beberapa organ vital tubuh, di
antaranya adalah tulang, usus, otak serta ginjal. TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri
TBC yang mengendap di paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa
juga bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang
dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada
pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak
dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat.
Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya
(Anonim e, 2010).
Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan
tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari bentuk tulang belakang
penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi
panggul yang rusak pun membuat penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan
pada ibu hamil, kelainan panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika
kelainannya masih ringan, upaya pemberian obat-obatan dan operasi bisa dilakukan. Lain
halnya jika berat, tindakan operasi tidak bisa menolong karena sendi atau tulang sudah
hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup (Anonim e, 2010).
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi
makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan
seperti penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus
antara lain anak sering muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna.
Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit
lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu merusak usus.
Demikian juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus yang membusuk, dokter akan
membuang bagian usus itu lalu menyambungnya dengan bagian usus lain (Anonim e,
2010).
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan orang yang
terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang, juga
penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita harus
menjalani perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita
tidak bisa kembali ke kondisi normal. (Anonim e, 2010).
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses pembuangan racun
tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal.
Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala,
lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan
pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan.
Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal (Anonim e, 2010).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh.
Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) tidak diperlukan,
tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus
dirujuk ke unit spesialistik (Anonim c, 2010).
Pengobatan TBC harus dilakukan secara tepat sehingga secara tidak langsung akan
mencegah penyebaran penyakit ini. Berikut adalah beberapa obat yang biasanya digunakan
dalam pengobatan penyakit TBC:
1) Isoniazid (INH)
Obat yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) ini
merupakan prodrug yang perlu diaktifkan dengan enzim katalase untuk menimbulkan
efek. Bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel mikrobakteri (Anonim f,
2010).
2) Rifampisin / Rifampin
Bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah
transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel bakteri (Anonim f, 2010).
3) Pirazinamid
Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam
lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri (Anonim f, 2010).
4) Streptomisin
Termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba
dengan cara menghambat sintesis protein (Anonim f, 2010).
5) Ethambutol
Bersifat bakteriostatik. Bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel
bakteri dengan meningkatkan permeabilitas dinding (Anonim f, 2010).
6) Fluoroquinolone
Fluoroquinolone adalah obat yang menghambat replikasi bakteri M.
tuberculosis. Replikasi dihambat melalui interaksi dengan enzim gyrase, salah enzim
yang mutlak diperlukan dalam proses replikasi bakteri M. Tuberculosis. Enzim ini
tepatnya bekerja pada proses perubahan struktur DNA dari bakteri, yaitu perubahan
dari struktur double helix menjadi super coil (Gambar 5). Dengan struktur super
coil ini DNA lebih mudah dan praktis disimpan di dalam sel. Pada proses tersebut
enzim gyrase berikatan dengan DNA, dan memotong salah satu rantai DNA dan
kemudian menyambung kembali (Gambar 5). Dalam proses ini terbentuk produk
sementara (intermediate product) berupa ikatan antara enzim gyrase dan DNA
(kompleks gyrase-DNA) (Anonim g, 2008)
Gambar 5. Perubahan struktur DNA
Sumber:Anonim g
Fluoroquinolone mamiliki kemampuan untuk berikatan dengan kompleks
gyrase-DNA ini, dan membuat gyrase tetap bisa memotong DNA, tetapi tidak bisa
menyambungnya kembali. Akibatnya, DNA bakteri tidak akan berfungsi sehingga
akhirnya bakteri akan mati. Selain itu, ikatan fluoroquinolone dengan kompleks
gyrase-DNA merupakan ikatan reversible, artinya bisa lepas kembali sehingga bisa di
daur ulang. Akibatnya, dengan jumlah yang sedikit fluoroquinolone bisa bekerja
secara efektif (Anonim g, 2008)
Dalam terapi TBC, biasanya dipilih pemberian dalam bentuk kombinasi dari 3-4
macam obat tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri
terhadap obat. Dosis yang diberikan berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat
keparahan infeksi. Karena bakteri tuberkulosa sangat lambat pertumbuhannya, maka
penanganan TBC cukup lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk membunuh seluruh
bakteri secara tuntas (Anonim f, 2010).
Pengobatan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien
telah merasa lebih baik / sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat
menyebabkan bakteri menjadi resisten. Jika hal ini terjadi, maka TBC akan lebih sukar
untuk disembuhkan dan perlu waktu yang lebih lama untuk ditangani. Untuk membantu
memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan benar, keterlibatan anggota
keluarga atau petugas kesehatan diperlukan yaitu mengawasi dan jika perlu menyiapkan
obat yang hendak dikonsumsi. Oleh karena itu, perlunya dukungan terutama dari keluarga
penderita untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai kesembuhan (Anonim
f, 2010).
Obat diminum pada waktu yang sama setiap harinya untuk memudahkan penderita
dalam mengkonsumsi obat. Lebih baik obat diminum saat perut kosong sekitar setengah
jam sebelum makan atau menjelang tidur (Anonim f, 2010).
Selain dengan menggunakan obat-obatan tersebut, pengobatan penyakit akibat infeksi
bakteri mycobacterium ini dapat dilakukan dengan menggunakan jahe dan mengkudu. Jahe
dan mengkudu dapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan bakteri berbentuk batang
tersebut karena kedua bahan itu kaya akan senyawa antibakteri. Misalnya jahe mempunyai
gingerol yang bersifat antibakteri. Demikian juga mengkudu yang mengandung senyawa
aktif antrakuinon, acubin, asperuloside, dan alizarin. Keempat senyawa itu juga berkhasiat
untuk membunuh bakteri tuberculosis (Anonim h, 2010)
Kedua bahan itu mempunyai sifat antibakteri lebih kuat ketika disatukan. Sebaliknya
bila dipisah, kekuatannya berkurang. Jahe dan mengkudu juga bersifat imunostimulan alias
meningkatkan daya tahan tubuh. Duet mengkudu dan jahe menyusul meniran yang lebih
dulu diuji klinis sebagai penyembuh tuberkulosis. Phyllanthus niruri itu terbukti sebagai
antituberkulosis. Pemberian 50 mg kapsul meniran selama 3 kali sehari menyembuhkan TB
pada pekan ke-6 atau lebih cepat 8 minggu dibandingkan pasien yang tidak mengkonsumsi
meniran.
Meniran juga bersifat sebagai imunomodulator alias penguat sistem kekebalan tubuh.
Ketika kekebalan tubuh meningkat, bibit-bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh dapat
dilemahkan. Jika sel-sel imun seseorang diganggu, maka orang tersebut akan rentan sakit
(Anonim h, 2010).
Perpaduan ekstrak jahe dan mengkudu itu mampu menyempurnakan obat standar
resep dokter seperti rifampisin serta pirazinamid yang selama ini digunakan untuk
mengatasi TB. Untuk yang tidak cocok mengkonsumsi obat-obatan dokter tersebut,
menyebabkan gangguan hati. Namun, apabila penggunaannya disertai dengan konsumsi
jahe dan mengkudu, hal tersebut tidak akan terjadi. Ekstrak jahe dan mengkudu juga
mencegah resistensi (Anonim h, 2010)
TBC umumnya menyerang orang dewasa muda dan banyak terjadi di negara
berkembang. Setengahnya terdapat di Asia. Pada tahun 2008, WHO memprediksi ada
sekitar 9,4 juta orang yang menjadi penderita TBC aktif. Dari 15 negara dengan tingkat
TBC paling tinggi, 13 diantaranya ada di Afrika. Sementara itu setengahnya ada di negara
Asia, diantaranya Bangladesh, China, India, Indonesia, Pakistan dan Filipina (Anonim i,
2010)
Apabila penyakit tuberculosis ini tidak diobati, maka setelah lima tahun, 50 % dari
penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi,
dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).
Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan
kematian
130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan menurut hasil
penelitian kusnindar 1990, Jumlah kematian yang disebabkan karena tuberkulosis
diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini
paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya
peningkatan kasus ini disebabkan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan
kebersihan diri individu dan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal (Hiswani M.Kes,
2010).
HIV juga memberikan pengaruh signifikan terhadap penyebaran penyakit
tuberculosis ini. Hal ini terjadi karena infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem
daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik,
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula (Anonim j, 2010).
Anonim e. 2010. Ayo Tangkal TBC. http://www. nakita.com. Diakses pada tanggal 23
Maret 2010
Anonim f. 2010. Pengobatan TBC. http://piogama.ugm.ac.id/. Diakses tanggal 23 Maret
2010