Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara
umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang
mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat
stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita
pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan,
kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan
keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup normal dan
merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau
(Wilkinson et al, 1998).
Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia.
Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai,
serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih
sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai
persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan,
kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan
keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa
merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu
terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala
perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan
depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam
bawah sadar (Rice, 1994).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah gangguan
mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka
bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen
perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar
mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan
depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia
produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah
1
mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait
dengan depresi (Anonim, 2009).
Depresi dialami oleh 80 persen mereka yang berupaya atau melakukan bunuh
diri pada penduduk yang didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Bunuh diri adalah
suatu pilihan untuk mengakhiri ketidakberdayaan, keputusasaan dan kemarahan diri
akibat gangguan mood. Angka bunuh diri meningkat tiga kali lipat pada populasi
remaja (usia 15 sampai 24) karena terdapat peningkatan insiden depresi pada populasi
ini. Pria yang berusia lebih dari 64 tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000
dibandingkan dengan angka 17/100.000 untuk semua pria di Amerika Serikat
(Anonim, 2009).
Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 10 juta orang Amerika
menderita depresi dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya.
Angka depresi meningkat secara drastis di antara lansia yang berada di institusi,
dengan sekitar 50 persen sampai 75 persen penghuni perawatan jangka panjang
memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Dari jumlah itu, angka yang signifikan
dari orang dewasa yang tidak terganggu secara kognitif (10 sampai 20 persen)
mengalami gejala-gejala yang cukup parah untuk memenuhi kriteria diagnostik
depresi klinis. Oleh karena itu, depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang signifikan merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak terjadi pada lansia,
tetapi untungnya dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006).
Selain itu prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 persen dan
hasil meta analisis dari laporan-laporan negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-
rata depresi pada lansia adalah 13,5 persen dengan perbandingan wanita-pria 14,1 :
8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti
perawatan sebesar 30-45 persen. Perempuan lebih banyak menderita depresi
(Anonim, 2009).
Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya
tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti:
kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi
pada lansia juga tampil dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi
kognitif. Sejumlah faktor pencetus depresi pada lansia, antara lain faktor biologik,
psikologik, stres kronis, penggunaan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik,
2
perubahan struktural otak, faktor resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor
psikologik pencetus depresi pada lansia, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal
(Anonim, 2009).
MANFAAT
a. Membantu dokter muda untuk lebih memahami masalah depresi pada lansia.
b. Dokter muda memahami penatalaksanaan pasien depresi dengan pendekatan
bio-psiko-sosial.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh
tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998)
Lanjut usia (lansia) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Anonim, 2009).
Usia tua, berarti fase dari siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun.
Ahli gerontologi membagi usia tua menjadi dua kelompok :
a. Usia tua yang muda (young-old) berusia 65 – 74 tahun.
Di samping itu, populasi termasuk lanjut usia yang sehat (well-old) yang sehat dan
tidak menderita salah satu penyakit, dan lanjut usia yang sakit (sick-old), yang
menderita suatu kelemahan yang mengganggu fungsi dan memerlukan perhatian
medik atau psikiatrik. (Kaplan dan Sadock, 2007).
2. Depresi
Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan mood
depresif, hilangnya minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau merasa tidak
4
berharga, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan atau hilangnya energi,
hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian. (Kaplan dan
Saddock, 1997)
Depresi secara umum adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan
kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan,
keputusasaan (Anonim, 2009).
Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum
ditandai oleh rasa sedih, apatis, pesimis, dan kesepian yang mengganggu aktifitas
sosial dalam sehari-hari (Anonim, 2009).
B. KLASIFIKASI
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk
pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan depresi
dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya
gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Pedoman diagnostik
lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV).
(Depkes. 1999).
Klasifikasi Depresi Menurut ICD 10
1. Episode depresi berat, ringan, sedang dan lainnya.
2. Gangguan afektif bipolar.
Terdapat episode berulang, pada waktu tertentu terdapat peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktifitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas (depresi).
3. Gangguan depresi berulang
Terdapat episode berulang dari episode depresi ringan, sedang, berat.
4. Keadaan mood/afektif menetap termasuk distimia.
Siklotimia : ketidakstabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi
banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan.
Distimia : afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah
atau jarang sekali cukup parah.
5. Gangguan mood lainnya
5
Klasifikasi Depresi Menurut DSM IV
1. Gangguan depresi: depresi berat, distimia, depresi lain yang tak tergolongkan
2. Gangguan bipolar: gangguan bipolar I (mania biasanya dengan depresi), gangguan
bipolar II (depresi dengan hipomania)
3. Gangguan siklotimik
4. Gangguan bipolar yang tak tergolongkan
5. Gangguan bipolar yang disebabkan oleh kondisi medik umum
6. Gangguan mood lainnya
C. ETIOLOGI
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
1. Faktor Biologis
a. Faktor Genetis
Diduga gen dominan yang berperan pada depresi ini terikat pada
kromosom 11 Gangguan ini diturunkan dalam keluarga. Jika salah seorang dari
orang tua mempunyai riwayat depresi maka 27 % anaknya akan menderita
gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya menderita depresi maka
kemungkinanya meningkat menjadi 50 – 75% (Idrus, 2007).
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa
gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi
kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan
depresif. Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan
depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular
(Bongsoe, 2007).
b. Gangguan pada Otak
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu
penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,
presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang
usia lanjut (Bongsoe, 2007).
6
c. Gangguan Neurotransmitter / Biogenik Amin
Istilah biogenik amin umumnya digunakan untuk komponen katekolamin,
norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin. Sistem neuron menggunakan
biogenik amin relatif kecil dalam sekelompok sel yang berada di batang otak.
Biogenik amin ini dilepaskan dalam ruang sinaps sebagai neurotransmiter.
Neurotransmiter yang banyak berperan pada depresi adalah norepinefrin dan
serotonin.Pada penelitian postmortem didapatkan penurunan konsentrasi
serotonin dalam otak penderita depresi. Selain itu juga ditemukan adanya
penurunan aktivitas dopaminergik. Hal ini mendukung hipotesis bahwa
gangguan depresi berhubungan dengan biogenik amin (Idrus, 2007).
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk., mendapatkan
bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan
bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase
meningkat sesuai pertambahan usia (Bongsoe, 2007).
d. Perubahan Endokrin
Pada depresi ditemukan hiperaktivitas aksis sistem limbik -hipotalamus-
hipofisis-adrenal yang menyebabkan peningkatan sekresi kortisol. Selain itu
juga ditemukan juga penurunan hormon lain seperti GH, LH, FSH, dan
testosteron (Idrus, 2007).
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon
estrogen pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria
dan wanita. Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan
fisiologis karena pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses
degenerasi sel-sel dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya
meningkatnya proses degenerasi sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon
tersebut makin berkurang. Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini
akan mempengaruhi produksi neurotransmitter terutama serotonin dan
norepinephrin (Bongsoe, 2007).
e. Masalah kesehatan
7
Penyakit dan kecacatan, nyeri yang hebat dan kronis, kemunduran
kognitif serta kerusakan bagian tubuh yang disebabkan karena pembedahan atau
penyakit dapat menyebabkan individu lanjut usia jatuh ke dalam kondisi depresi.
Kondisi medis yang dapat menyebabkan depresi (Best Parctice Advocacy
Centre, 2009) :
1) Infeksi virus
2) Gangguan endokrin tertentu (misal gangguan thyroid, Cushing’s syndrome,
insufisiensi kelenjar adrenal, hiperparathyroidisme)
3) Keganasan
4) Penyakit cerebrovascular (stroke, dementia vaskular, tumor sistem saraf
pusat, penyakit Alzheimer, systemic lupus erythematosus)
5) Penyakit Parkinson
6) Infark Myocard
7) Gangguan metabolik (misal defisiensi vitamin B12 atau asam folat,
malnutrisi)
f. Pengobatan
Beberapa resep obat dapat memicu atau menyebabkan eksaserbasi depresi
(Baldwin, 2004).
Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi organik
1) Antihipertensi
a) Beta-blockers
b) Methyldopa
d) Digoxin
2) Kortikosteroid
Prednisolone
3) Analgesik
a) Codeine
b) Opioids
8
c) COX-2 inhibitors (misal celecoxib, rofecoxib)
4) Obat Anti-Parkinsonian
a) Levo-dopa
b) Amantadine
c) Tetrabenazine
a) Antipsikotik
b) Benzodiazepine
2. Faktor Psikologis:
Dapat berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif (Bongsoe,
2007).
a) Teori Perilaku
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu
usia lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami
peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup
berat sehingga terjadinya gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku
terhadap stressor-stressor kehidupan yang dialaminya tersebut.
Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan
depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang
negatif yang dialami individu usia lanjut.
b) Teori Psikodinamis
Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada
orang usia lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi
ketidaksanggupan untuk menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari
peristiwa-peristiwa kehilangan yang tak terelakkan oleh individu tersebut.
c) Teori Kognitif
9
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah
terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana
interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada
individu usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan
membuat generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan
tertentu yang tidak menyenangkan individu tersebut.
e) Faktor psiko-analitik
Menurut Karl Abraham manifestasi penyakit depresi dicetuskan karena
kehilangan objek libidinal yang berakhir dalam suatu proses regresi di mana
terjadi penurunan fungsi ego yang telah matang ke tingkat oral sadistik dari
tingkat perkembangan libidinal akibat trauma infantil yang menyebabkan
proses fiksasi pada anak usia dini. Sedangkan menurut Freud, introjeksi
ambivalen terhadap kehilangan objek dalam ego membawa ke suatu depresi
tipikal (Idrus, 2007).
3. Faktor Sosial:
10
Para klinikus percaya bahwa peristiwa kehidupan yang dapat
menimbulkan stres memegang peranan penting dalam terjadinya depresi. Data
menunjukkan bahwa kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun dan kehilangan
pasangan merupakan awal dari penyakit yang berhubungan dengan depresi (Idrus,
2007).
Faktor-faktor sosial yang mungkin dapat menyebabkan depresi pada lansia antara
lain :
a) Hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan sosial yang
selama ini dimilikinya (Bongsoe, 2007).
b) Faktor sosial lingkungan, karena kehilangan pasangan hidup, pasca
bencana, kehilangan pekerjaan, dampak kehidupan situasi sehari-hari.
c) Kurangnya hubungan sosial (Kesendirian dan pengasingan) (Segal, 2007).
d) Kemiskinan.
D. GEJALA
Menurut PPDGJ III (Maslim, 2002), pada gangguan depresi ada tiga gejala utama
yaitu :
1. afek depresi
2. kehilangan minat dan kegembiraan
3. berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lalah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktifitas.
Disertai gejala lain:
1. konsentrasi dan perhatian berkurang
6. tidur terganggu
11
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan, sedang, dan berat hanya digunakan
untuk episode depresi tunggal (yang pertama).
e. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
12
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
a. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut Epiode depresif berat
tanpa gejala psikotik
(Depkes. 1999).
13
Menurut DSM-IV kriteria diagnostik untuk depresi adalah sebagai berikut;
Episode Depresif Berat (Major) (Kaplan dan Sadock, 2007):
A. Lima atau lebih dari gejala berikut selama periode 2 minggu dan mengalami
perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari berikut (1) mood depresi,
(2) kehilangan minat atau kesenangan.
1. mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang
ditunjukkan baik laporan subjektif (misalnya, perasaan sedih atau kosong) atau diamati
oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada anak-anak dan adolesen mood
iritabel
2. kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua aktivitas
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh secara subjektif
atau diamati oleh orang lain).
3. kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat badan lebih
dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu makan hampir setiap hari.
Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk mencapai berat badan yang diharapkan
4. Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari
5. agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati orang lain,
tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau mengalami kemunduran)
6. fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai atau
berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri atau
bersalah tentang sakitnya)
8. kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir setiap hari.
(yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang lain).
9. pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan kematian), ide
bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri atau suatu tujuan khusus untuk
melakukan bunuh diri.
B. Gejala tidak memenuhi episode campuran
C. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
bidang penting lainnya
14
D. Gejala tidak terkait langsung dengan efek psikologik penyalahgunaan zat
(misalnya., penyalahgunaan obat, atau suatu medikasi) atau karena kondisi medik
umum (misalnya., hipotiroidisme).
E. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita, misalnya
kehilangan seseorang yang dicintai, gejala yang bertahan lebih dari 2 bulan atau
dicirikan dengan gangguan fungsional, preokupasi tentang perasaan tak berharga,
ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
Kriteria diagnostik Gangguan Depresif Ringan/ Minor DSM-IV (Kaplan dan Sadock,
2007):
A. Suatu gangguan mood yang didefinisikan sebagai berikut:
1. Sedikitnya dua (tetapi kurang dari lima) dari gejala berikut selama periode 2
minggu dan mengalami perubahan dari fungsi sebelumnya, minimal satu dari
berikut (a) atau (b):
(a) mood depresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti
yang ditunjukkan baik laporan subjektif ( misalnya, perasaan sedih atau
kosong) atau diamati oleh orang lain (misalnya.,menangis). Catatan: pada
anak-anak dan adolesen mood iritabel
(b) kehilangan minat dan kesenangan pada semua atau hampir semua
aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang
ditunjukkan oleh secara subjektif atau diamati oleh orang lain).
(c) kehilangan berat badan atau kenaikan berat badan (perubahan berat
badan lebih dari 5% setiap bulan), peningkatan atau kehilangan nafsu
makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, kegagalan untuk
mencapai berat badan yang diharapkan
(d) Insomnia dan hipersomnia hampir setiap hari
(e) agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dapat diamati
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya keresahan atau
mengalami kemunduran)
(f) fatique atau kehilangan energi hampir setiap hari
(g) perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang tidak sesuai
atau berlebihan (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri atau bersalah tentang sakitnya)
15
(h) kehilangan kemampuan berpikir atau konsentrasi atau ragu hampir
setiap hari. (yang ditunjukkan secara subjektif atau diamati oleh orang
lain).
(i) pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut akan
kematian), ide bunuh diri tanpa tujuan khusus,atau percobaan bunuh diri
atau suatu tujuan khusus untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
bidang penting lainnya
4. Gejala-gejala adalah tidak lebih baik diterangkan oleh duka cita (misalnya
reaksi normal setelah kehilangan orang yang dicintai).
B. Tidak pernah terdapat episode depresif berat, tidak memenuhi kriteria gangguan
distimia.
C.. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode hipomanik, dan
tidak memenuhi kriteria gangguan siklotimia. Catatan: Eksklusi ini tidak dipakai bila
episode serupa-manik, campuran, atau hipomanik ini adalah diinduksi oleh zat atau
pengobatan.
D. Gangguan mood tidak terjadi secara ekskusif selama skizofrenia, gangguan
schizophreniform, gangguan skizoafektif, gangguan waham, atau gangguan psikotik
yang tidak ditentukan.
Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan
pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang
semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak muncul.
Tidaklah mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik
dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik.
Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama.
Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang
menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi. Yang sering terlihat
adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau
16
keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah
anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, fatigue
(kelelahan), mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. (Depkes, 1999)
Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak
jarang. Sebagai petunjuk ke arah depresi perlu diperhatikan tanda-tanda berikut : rasa
lelah yang terus-menerus bahkan juga sewaktu beristirahat, hilangnya kesenangan
yang biasanya dapat dinikmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucu-
cucunya), dan mulai menarik diri dari kegiatan dan interaksi sosial. (Depkes, 1999)
Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang
lebih muda berbeda, usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood
depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, di samping mengeluh
tentang gangguan memori. Pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari bantuan
psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk
gangguan depresi yang mereka alami. (Depkes, 1999)
Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut (lebih dari 85
tahun) berkembang sangat perlahan-lahan, mirip dengan Gangguan Distimik. Gejala
gangguan tidur agak sulit untuk dievaluasi karena gangguan tidur sering terjadi pada
usia lanjut yang tidak depresi. Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi adalah
jika terdapat gejala bangun lebih awal dari biasanya disertai isi pikiran depresif.
Seorang usia lanjut membutuhkan tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk buang
air kecil pada malam hari. Karena itu penting untuk mengamati perilaku orang usia
lanjut ketika terbangun malam hari. Sleep hygiene juga perlu diperhatikan sebelum
memberikan intervensi farmakologis. Munculnya gejala-gejala fisik perlu diperhatikan
dengan seksama, karena komorbiditas sering dijumpai. Penelaahan dan
penatalaksanaan baik untuk depresi maupun penyakit fisik perlu dilakukan secara
bersamaan. Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat
badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan tanda-tanda
demensia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan
Mini Mental State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT)
(Bongsoe, 2007).
Gejala psikotik pada pasien usia lanjut dengan depresi berat dapat muncul
secara dramatis. Waham bersalah, waham kemiskinan, waham bahwa organ-organ
17
tubuhnya membusuk / rusak / hilang sering dijumpai pada pasien usia lanjut dengan
depresi berat. Halusinasi auditorik dan halusinasi somatik juga bisa terjadi, tetapi jika
ada halusinasi visual sebaiknya dipikirkan ke arah penyakit lainnya(Bongsoe, 2007)..
Secara klinis praktis umumnya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau
ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut
yaitu :
1. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir,
mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremasremas tangan dll.
2. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi
bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali
lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik
dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan
gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga
dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang
mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber
dari anxietas.
6. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering dijumpai
depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi dan
menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada stadium akhir
mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi neurotransmitter.
18
Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh berkurangnya
fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan memperbaiki
gejala-gejala tersebut. (Depkes, 1999)
Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini yang
merupakan faktor kerentenanan:
Pertanyaan Skor 1 Skor 0
19
Apakah pasien baru saja berkabung ? Ya Tidak
Jika skor lebih dari 1 pada 4 butir skala dan lebih dari 1 pada faktor
kerentanan harus segera dilaksanakan penilaian yang lebih rinci.
Geriatric Depression Scale:
1. Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda?
5. Apakah anda mersa semangat terus pada sebagian besar kehidupan anda?
8. Apakah anda lebih suka di rumah daripada pergi keluar dan melakukan hal-hal
yang baru?
9. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah daya ingat pada sebagian besar
waktu anda?
11. Apakah anda merasa bahwa yang menarik bagi anda tidak berguna lagi?
12. Apakah anda merasa senang dengan mengambil cara yang tidak berharga seperti
sekarang ini?
15. Apakah anda merasa kebanyakan orang-orang lebih baik daripada anda?
20
Penilaian : Dari 15 pertanyaan masing-masing memiliki skor 1, di mana
masing-masing jawaban terdiri dari ya dan tidak, Jika skor lebih besar daripada 5
menunjukkan kemungkinan gejala depresi(Bongsoe, 2007).
b. Mood/suasana perasaan
c. Pembicaraan
d. Isi pikiran
21
e. Anxietas
f. Gejala hipokondriakal
5. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme
sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake
cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan seperti ureum dan elektrolit
(Bongsoe, 2007)..
F. TERAPI
Semua pasien depresi harus mendapat psikoterapi, dan beberapa memerlukan
tambahan terapi fisik. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur
pasien, respon terhadap terapi sebelumnya (Nurmiati, 2005).
Terapi depresi pada lansia bertujuan untuk :
1. menurunkan / menghilangkan tanda, gejala
2. mengembalikan fungsi utama
3. meminimalkan resiko relaps / rekurens
Macam-macam terapi depresi :
1. Psikoterapi
a. Terapi Kognitif
22
kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia,
dan masa depan dapat menyebabkan depresi. Pasien harus menyadari cara
berpikirna yang salah. Kemudian dia harus belajar cara merespon cara pikir
yang salah tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dari perspektif kognitif,
pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dan
harapan-harapan negatif. Cara ini dipraktikkan di luar sesi terapi dan ini
menjadi modal utama dalam merubah gejala.
Terapi ini berlangsung lebih kurang 12 sampai 16 sesi. Ada 3 fase yaitu:
b. Terapi Perilaku
Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari
sosial dan anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan
terapi kognitif. Tujuan terapi peilaku adalah: meningkatkan aktivitas pasien,
mengikutkan pasien dalam tugas-tugas yang dapat meningkatkan perasaan
yang menyenangkan.
23
diminta untuk melakukan sejumlah aktivitas yang menyenangkan. Latihan
keterampilan sosial, asertif, dapat meningkatkan hubungan interpersonal dan
menurunkan interaksi submissive.
c. Psikoterapi Suportif
d. Psikoterapi Dinamik
24
f. Terapi Kelompok
Tidak ada bentuk terapi kelompok yang spesifik. Ada beberapa keuntungan
terapi kelompok :
Jangka terapi cukup lama, berguna pada pasien depresi minor kronik
tetentu dan beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi
tetapi mempunyai konflik. (Nurmiati, 2005)
2. Terapi Biologik
a. Farmakoterapi
Sebagian besar penderita membutuhkan antidepresan (70%-80% pasien
berespon terhadap anti depresan), walaupun yang mempresipitasi terjadinya
depresi jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah
25
satu anti depresan terbaru. Bila tak berhasil, pertimbangkan anti depresan
trisiklik, atau MAOI (terutama pada depresi atipikal, atau kombinasi bebrapa
obat yang efektif bila obat pertama tak berhasil. Harus hati-hati dengan efek
samping dan harus sadar bahwa antidepresan dapat mempresipitasi episode
manik pada beberapa pasien bipolar (10% dengan TCA, dengan SSRI lebih
rendah, namun konsep tentang presipitasi manik masih diperdebatkan).
Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk
beberapa bulan, kemudian diturunkan. Beberapa pasien membutuhkan obat
pemeliharaan untuk periode jangka panjang. Antidepresan tunggal tidak dapat
mengobati depresi. (Nurmiati, 2005)
Obat antidepresan mempunyai beberapa sinonim, antara lain timoleptik
atau psychic energizers. Dalam membicarakan obat antidepresi yang menjadi
obat acuan adalah Amitriptilin.
Efek samping yang dapat diakibatkan oleh obat antidepresan antara lain :
1) Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll).
26
3) Prostigmin 0,5-1 mg, IM untuk mengatasi efek antikolinergik
(dapat diulangi setiap 30-45 menit sampai gejala mereda.
Cara penggunaan
Pemilihan jenis obat berdasarkan toleransi pasien terhadap efek samping dan
penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit fisik tertentu,
jenis depresi).
OBAT-OBATAN ANTI DEPRESAN
Trisiklik (TCAs) Selektive Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRIs)
• Amitriptilin 75-150 mg / hari • Elvatelin 20-40 mg / hari
• Imipramin 75-150 mg / hari • Protetin 20-40 mg / hari
• Clomipramin 75-150 mg / hari • Setralin 50-100 mg / hari
• Amineptin 100- 200 mg / hari • Fluvotamin 50-100 mg / hari
Untuk sindrom depresi ringan dan sedang yang datang untuk berobat jalan,
pemilihan sebaiknya mengikuti urutan :
1) Langkah 1 : Golongan SSRI
27
Kontraindikasi :
1) Penyakit jantung koroner
Indikasi farmakologi :
1) depresi sedang / berat
2) gambaran melankolik / psikotik
3) episode berulang
4) respon positif terhadap medikasi anti depresan pada masa
lalu
5) kegagalan pendekatan terapi psikologik
28
2) Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh
diri yang akut).
29
DAFTAR PUSTAKA
Bongsoe, Syamsir, 2007. Pengenalan Gangguan Depresi pada Orang Usia Lanjut. Dalam
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru BesarTetap Universitas Sumatra Utara.
http://www.usu.ac.id /id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_syamsir_bs.pdf. (9
September 2009).
Idrus, M. Faisal, 2007. Depresi pada Penyakit Parkinson. Cermin Dunia Kedokteran Vol.
34 No.3/156 pp : 130-135. Kalbe Farma : Jakarta.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/cdk_156_Depresi.pdf (9 September 2009).
Kaplan HI, Saddock BJ and Grebb, 1997. Sinopsis Psokiatri Edisi Ketujuh. Alih bahasa :
Wijaya K. Bina Rupa Aksara : Jakarta.
Maslim R, 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.
Segal, Jaffe J, Pat Davies P, and Smith M, 2007. Depression in Older Adults and the
Elderly. http://www.helpguide.org/mental/depression_elderly.htm. (11 September
2009).
30
Tan HT, Kirana R, 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Elex Media Komputindo : Jakarta.
31