You are on page 1of 116

No.

: 06/L/P2KPSL/P3GL/XI/2005

PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS


PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
TAHUN ANGGARAN 2005

EKSPLORASI PROSPEKTIF
GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP
DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT

OLEH:
TIM MUARA KAKAP

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
2005
LAPORAN

EKSPLORASI PROSPEKTIF
GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP
DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT

Oleh: Yudi Darlan, drr

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
2005
KATA PENGANTAR

E ksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan Muara Kakap dan


sekitarnya Kalimantan Barat merupakan bagian dari kegiatan yang
didanai oleh Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Hidup Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
(PPPGL) Tahun Anggaran 2005.
Kawasan pesisir Muara Kakap dan sekitarnya termasuk dalam komplek Delta
Kapuas. Hutan mangrove dewasa yang masih terjaga menghiasi pulau-pulau;
endapan lumpur mengalasi dasar cabang – cabang sungai, kanal - kanal pasang
surut dan laut; endapan gambut membentuk gosong; lempung dan pasir hitam
berbau busuk (H2S) yang mengandung kepingan moluska dan sisa-sisa tumbuhan
tersebar di pulau-pulau; rembesan gas kepermukaan; dan bentuk lapisan
sedimen bawah permukaan yang unik itu semua merupakan salah satu ciri khas
Delta Kapuas yang berpotensi gas biogenik.
Laporan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi terkait
untuk kepentingan pengembangan dan pengelolaan sumberdaya kawasan pesisir
Muara Kakap dan sekitarnya. Tentu laporan ini masih banyak kekurangan, saran
dan kritik sangat kami harapkan.
Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan, Pimpinan instansi yang terkait serta semua
rekan yang turut membantu atas terlaksananya penyelidikan lapangan dan proses
pembuatan laporan ini.
Bandung, Desember 2005

Kepala Tim Muara Kakap

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN IV


SARI

Gelembung gas

saha Pemerintah melakukan pencarian sumber-sumber energi baru


U bertujuan untuk dapat menjamin tersedianya energi dalam jumlah
cukup di setiap daerah, kualitas baik dan harga yang wajar sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata
serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Kegiatan survey berupa eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan
Muara Kakap dan sekitarnya, Kalimantan Barat yang dilakukan oleh Puslitbang
Geologi Kelautan (PPPGL) merupakan tahap pendahuluan yang diharapkan dapat
mengidentifikasi potensi sumber energi gas alternatif, sehingga dapat
memberikan dampak bagi pertumbuhan iklim usaha masyarakat setempat.
Kawasan pesisir Muara Kakap dan sekitarnya termasuk dalam komplek Delta
Kapuas yang terdiri atas pulau-pulau. Pulau-pulau tersebut sebagian besar
ditumbuhi hutan mangrove dewasa yang masih terjaga, disusun oleh sedimen
berupa lempung dan pasir hitam serta endapan gambut (“sepuk” istilah
masyarakat setempat). Jenis lempung dan pasir hitam berbau bususk (H2S),
rembesan gas kepermukaan, bentuk lapisan sedimen bawah permukaan yang
unik berdasarkan data geolistrik, dan contoh sedimen dan gas dari bor inti
mengindikasikan adanya gas biogenik/gas gambut di sebagian tempat
Delta Kapuas.
Daerah yang dianggap indikasi prospek gas biogenik adalah P. Sepuk Laut,
P. Sepuk Prupuk, P. Sepuk Keladi, dan sebagian P. Nyamuk dan P.Tanjung Saleh.
Semburan gas api dari lubang bor air milik masyarakat Pulau Sepuk Laut
beberapa tahun sebelumnya menjadikan trauma terhadap bentuk penelitian gas
di daerah ini. Sosialisasi sangat diperlukan sehingga keberadaan gas biogenik
merupakan anugerah bagi masyarakat Muara Kakap dan sekitarnya.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN V


DAFTAR PERSONAL

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR IV

SARI V

DAFTAR ISI VI

DAFTARGAMBAR X

DAFTARTABEL XI

DAFTAR PERSONAL XI

BAB I P E N D A H U L U A N 1

1.1 Latar belakang 1


1.2 Maksud dan tujuan 2
1.3 Sasaran strategis 2
1.4 Ruang lingkup dan daerah kegiatan 3
1.5 Hasil yang diharapkan 4

BAB II STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH 6

2.1. Studi pustaka 6


2.2. Iklim dan tumbuh-tumbuhan 7
2.3. Populasi 7
2.4. Sarana Angkutan 8
2.5. Geologi regional 8
A. Fisiografi 9
B. Stratigrafi 9
2.6. Gas biogenik 10
2.7. Kajian Masalah 12

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN VI


DAFTAR PERSONAL

BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN 15

3.1. Metoda 15
A. Geologi 15
B. Geofisika 16
C. Oseanografi fisika 17
D. Navigasi 17
E. Analisis lab 18
F. Metoda khusus geolistrik 23
G. Proses data/studio 32
3.2. Peralatan penyelidikan 32
A. Geologi 32
B. Geofisika 33
C. Hidro-oseanografi 33
D. Navigasi 33
E. Analisis laboratorium 33
F. Geolistrik 33

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN 34

4.1. Tekstur sedimen 34


4.2. Karakteristik pantai 43
A. Pantai Lumpur-mangrove rhizophora 43
B. Pantai Lumpur-mangrove nipah 44
4.3. Pasang surut 44
4.4. Arus 49
4.5. Batimetri 50
4.6. Seismik pantul dangkal 54
4.7. Analisis laboratorium 59
A. Analisi kandungan gas 59
B. Analisis karbon total 61
C. Analisis pollen 62
D. Analisis bakteri methanogenik 66

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN VII


DAFTAR PERSONAL

E. Analisis radiocarbon dating C14 77


F. Analisis unsure utama 78
G. Analisis jenis mineral lempung 80
H. Unsur tanah jarang 81
I. Analisis logam berat 81
4.8. Geolistrik 85
A. Pulau Sepuk Laut 85
B. Pulau Nyamuk 87
C. Pulau Tanjung Saleh 88
D. Pulau Sepuk Prupuk 89
E. Pulau Sepuk Keladi 90

BAB V PEMBAHASAN 91

BAB VI R E K O M E N D A S I 97

BAB VII KESIMPULAN 100

ACUAN 102

LAMPIRAN
Lampiran Terikat

Lampiran 1: 1. Deskripsi megaskopis contoh sedimen


2. Data analisis besar butir sedimen
3. Perian megaskopis contoh sedimen bor inti
Lampiran 2: 1. Data pengamatan pasang-surut Muara Kakap
2. Hasil perhitungan besara-besaran konstanta pasang surut
Lampiran 3: 1. Data analisis identifikasi gas
2. Data analisis karbon organik total
3. Data analisis polen
4. Data analisis bakteri metanogenik
5. Data analisis radiocarbon dating C14
6. Data analisis unsur utama
7. Data analisis jenis mineral lempung
8. Data analisis unsur tanah jarang

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN VIII


DAFTAR PERSONAL

9. Data analisis logam berat


Lampiran 4:
1a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Laut
1b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Laut
2a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Nyamuk
2b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Nyamuk
3a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P.Tanjung Saleh
3b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P.Tanjung Saleh
4a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Prupuk
4b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Prupuk
5a. Data penampang 2 D geolistrik Schlumberger P. Sepuk Keladi
5b. Data penampang 2 D geolistrik Wenner P. Sepuk Keladi

Lampiran Foto: 1. Foto karakteristik pantai Delta Kapuas


2. Foto indikasi gas biogenik
3. Foto lokasi pengambilan contoh gas biogenik
4. Foto peralatan survei lapangan
5. Foto pollen dan spora pada contoh sedimen
6. Foto bakteri metanogenik pada contoh sedimen

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN IX


DAFTAR PERSONAL

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1 Peta lokasi daerah penyelidikan 5


2 Peta geologi wilayah pesisir daerah penyelidikan 14
3 Garis sebaran arus dan ekipotensial 25
4 Konfigurasi Schlumberger 25
5 Bidang ekiptensial yang terukur pada sepasang elektroda potensial 26
6 Resistivitas semu variasi ketebalan dan resistivitas batuan 28
7 Prinsip dasar penelitian geolistrik 28
8 Konfigurasi elektroda arus dan potensial 29
9 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 1 29
10 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 2 30
11 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 3 30
12 Perancangan system akuisisi survey 3d metoda geolistrik 31
13 Model lintasan di lapangan 32
14 Peta sebaran tekstur sedimen 36
15 Peta Karakteristik pantai 45
16 Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap 46
17 Tinggi LWS terhadap rambu pasut 48
18 Pola arus permukaan saat air laut pasang dan surut 51
19 Peta lintasan pemeruman dan seismic 52
20 Peta batimetri 53
21 Peta isopach 56
22 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P1 dan P4 57
23 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P2 58
24 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P3 58
25 Penafsiran seismik pantul dangkal penampang P5 59
26 Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-2 68
27 Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-3 71
28 Diagram polen pada sedimen inti bor MKB-4 74
29 Peta indikasi prospek gas biogenik 96

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN X


DAFTAR PERSONAL

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Persentase arus total berdasarkan radius sebaran 26
2. Data analisis besar butir sedimen permukaan dasar laut 35
3. Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB3 40
4. Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB4 41
5. Konstanta harmonik pasang-surut Muara Kakap 47
6. Data analisis mineral lempung (XRD) pada contoh sedimen 83
7. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Laut 86
8. Data lintasan geolistrik di P. Nyamuk 87
9. Data lintasan geolistrik di P. Tanjung Saleh 88
10. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Prupuk 89
11. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Keladi 90

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN XI


DAFTAR PERSONAL

DAFTAR PERSONAL
PELAKSANA KEGIATAN LAPANGAN DAN LAPORAN

1. Ir. Yudi Darlan, M.Sc.


2. Ir. Udaya Kamiludin
3. Ir. Hananto Kurnio, M.Sc.
4. Ir. Riza Rahardiawan, M.Sc.
5. Juniar P. Hutagaol, M.Sc.
6. Ir. Andi H. Sianipar
7. Adi Citrawan Sinaga, ST
8. Sunartono
9. Sangat
10. Drs. Didik Zaenasshodikin Hans
11. Supriatna
12. Mira Yosi, S.Si.
13. Ir. K. Hardjawidjaksana, M.Sc.
14. Basuki Sugiarto
15. Agus Setyanto, ST
16. Undang Hermawan, ST
17. Prijantono Astjario, M.Sc.
18. Ir. Ediar Usman, M.Sc.
19. Ir. I Wayan Lugra
20. Ir. Purnomo Raharjo
21. Ir. I Nyoman Astawa
22. Masagus Achmad, ST

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN XII


PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

U
saha Pemerintah melakukan pencarian
sumber-sumber energi baru bertujuan
untuk dapat menjamin tersedianya energi
dalam jumlah cukup di setiap daerah,
kualitas baik dan harga yang wajar se-
hingga dapat meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong
peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan laut Muara Kakap
dan sekitarnya mempunyai keragaman yang sangat tinggi baik jenis
maupun potensinya. Potensi-potensi tersebut antara lain potensi
perikanan tangkap, potensi ekosistem pesisir, potensi wisata, dan potensi
industri maritime. Potensi perikanan tangkap masih merupakan andalan
utama bagi sektor usaha masyarakat pesisir daerah ini. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan sekitar 80%
pasokan ikan ke kota Pontianak dan sekitarnya berasal dari perikanan
tangkap Muara Kakap. Potensi perikanan tambak mulai dilirik meskipun
belum memberikan hasil yang menggembirakan. Pembukaan lahan
tambak yang disusul dengan penebangan hutan mangrove sering
menimbulkan konflik.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi bahan bakar minyak
dunia, maka dampaknya sangat terasa bagi masyarakat pesisir Muara
Kakap dan sekitarnya, karena lebih dari 90% sektor usaha masyarakat ini
berasal dari perikanan tangkap. Masyarakat dengan modal cukup masih
bertahan dalam usaha ini. Kebutuhan energi BBM untuk keperluan
penerangan umum mulai dibatasi. Untuk keperluan rumah tangga
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 1
PENDAHULUAN

sebagian besar beralih ke cara lama menggunakan bahan bakar kayu,


pohon kelapa, dan pohon mangrove.
Perhatian pemerintah pusat untuk membantu masyarakat Muara
Kakap dan sekitarnya dalam upaya penyediaan kebutuhan energi adalah
dengan menyediakan dana kompensasi BBM serta melakukan pencarian
sumber-sumber energi baru dan energi alternativ. Usaha pencarian
sumber-sumber energi baru dlakukan secara bertahap mulai dari
penyelidikan pendahuluan hingga pendistribusian, sehingga usaha
pemerintah benar-benar akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
setempat.

1.2 Maksud dan tujuan

Maksud eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan muara


Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat adalah untuk menginventarisasi
sumberdaya energi gas biogenik di sekitar wilayah survey.
Untuk mengetahui secara umum eksplorasi gas biogenik ini maka
dipandang perlu dilakukannya penyelidikan untuk menghimpun,
mengkompilasi dan menganalisis data dengan berbagi tujuan seperti:
Mengetahui lebih rinci lokasi yang memperlihatkan keberadaan
gas biogenik / gas dangkal.
Mengetahui lapisan sedimen sebagai media keberadaan gas.
Mengetahui lingkungan dan komposisi gas biogenik
Mengetahui daerah prospek sumber gas biogenik

1.3 Sasaran Strategis

Sasaran strategis yang akan didapat dari eksplorasi prospektif gas


biogenik kelautan perairan muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat
adalah sebagai berikut:
Teridentifikasi tipologi dan perwatakan lingkungan kawasan yang
terdapat potensi gas biogenik.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 2


PENDAHULUAN

Teridentifikasi jenis dan lapisan sedimen, dan komposisi gas


biogenik
Teridentifikasi daerah-daerah prospek gas biogenik

1.4 Ruang Lingkup dan Daerah Kegiatan

Ruang lingkup eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan


muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat terdiri atas:
Kajian pustaka
Kegiatan lapangan :
• Pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut dan
pantai, dan contoh air.
• Survei pemeruman dan seismik
• Survei geolistrik pantai
• Pengamatan pasang surut
• Pemetaan karakteristik pantai
• Pengukuran arus laut/sungai
• Survei geologi teknik pemboran gas biogenik
Analisis laboratorium : GC (Gas Chromatograph), analisis pollen,
analisis bakteri metanogenik, analisis XRF, analisis XRD, analisis
REE, analisis logam berat, analisis Total Organic Carbon (TOC),
dan analisis C14.
Penyusunan laporan melingkupi inventarisasi, kompilasi dan
interpretasi prospektif gasbiogenik daerah penyelidikan.

Daerah kajian adalah wilayah perairan pesisir Delta Kapuas secara


administrasi masuk Kabupaten Kapuas, Propinsi Kalimantan barat secara
geografis terletak 0º 00’ - 0º 25‘ 00” Lintang Selatan dan 108º 55’ 00” -
109º 15’ 00” Bujur Timur. Secara geografis terletak pada posisi 100o01’ -
100o47’ BT dan 0o29’ - 1o50’ LS (Gb.1).

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 3


PENDAHULUAN

1.5 Hasil yang diharapkan


Dari data analisis geokimia akan memberikan gambaran umum
informasi tentang indikasi sumberdaya gas biogenik antara lain sebagai
berikut:
• Jenis gas biogenik yang terdapat di daerah penyelidikan
• Pola umum keterdapatan gas biogenik
• Potensi sumberdaya gas biogenik
Dari data seismik, bor, analisis biologi dan kimia maka informasi
yang akan diperoleh yaitu:
• Sebaran dan jenis sedimen yang diduga sebagai media gas
biogenik
• Lingkungan, kecepatan sedimentasi dan umur pembentukan
gas

Luaran penyelidikan sumberdaya biogenik gas di Muara kakap dan


sekitarnya, Kalimantan Barat berdasarkan data lapangan kesuluruhan,
maka diharapkan dapat memberikan infromasi potensi dan evaluasi
lingkungan dan sumber daya gas biogenik untuk dijadikan sebagai
pedoman teknis didalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya
gas biogenik sebagai energi alternativ yang berwawasan lingkungan dan
mudah di sosialisasikan dengan masyarakat setempat.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 4


PENDAHULUAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 5


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

BAB II
STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

2.1 Studi Pustaka

P
B
enelitian-penelitian baik yang di-
lakukan oleh instansi pemerintah
1 2 3

atau swasta sebelumnya telah ada di


kawasan perairan Muara Kakap dan
4 5 6 sekitarnya. Informasi terakhir di daerah ini
ada kegiatan survey migas yang dikerjakan oleh pihak swasta.
Sanyoto drr (1993) telah memetakan keadaan geologi kawasan
perairan Muara Kakap dan sekitarnya. Sedimen yang tersebar luas di
kawasan Muara Kakap berupa endapan hasil rombakan dari batuan yang
berumur lebih tua (alufial). Endapan ini terdiri atas material lepas seperti
kerikil, pasir, lanau, lempung, dan endapan kepingan kayu dan gambut.
Tim Lembar Peta 1315 (2001) telah melakukan penyelidikan geologi
dan geofisika Kelautan di perairan Kalimantan Barat. Penyelidikan ini
memetakan kondisi sedimen permukaan dan kedalaman air laut (batimetri)
secara regional.
Kamiludin drr (2004) menyelidiki sumberdaya mineral emas letakan
(placer deposits) pada sedimen permukaan dasar laut di periaran Delta
Kapuas. Hasil telitian mengungkapkan potensi sumberdaya mineral emas
dan mineral berharga lainnya di daerah ini.
Usaha masyarakat Pulau Sepuk Laut dalan pencarian air tanah
dangkal (± 50m) beberapa tahun sebelumnya melalui pemboran mengalami
kegagalan. Dari lubang bor tersebut keluar semburan gas api setinggi 3m
untuk beberapa saat lamanya. Kejadian ini menjadi trauma bagi masyarakat
setempat yang berkaitan dengan penelitian gas.
Alasan yang dikemukakan masyarakat kepada Tim Muara Kakap
(2005) antara lain pertama kekhawatiran terjadi kebakaran, jika gas diambil

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 6


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

akan terjadi amblesan tanah-tanah hunian dan ladang masyarakat bahkan


pulau, pencemaran terhadap perairan yang akan mengurangi produk
perikanan, terakhir khawatir gas di bawa ke luar daerah sehingga
masyarakat setempat tidak menikmati.

2.2 Iklim dan tumbuh-tumbuhan

Pontianak dan sekitarnya beriklim musim hujan sedikit pengaruh


angin musim. Batas periode musim hujan dan kemarau tidak jelas.
Bulan Mei sampai dengan Oktober umumnya lebih kering (terutama
Agustus) dibandingkan periode November-April dalam setiap
tahunnya. Rata-ata curah hujan di Potnianak dan sekitarnya berkisar
antara 3.000 dan 3.500 mm. Temeperatur pada muka air berkisar
antara 33°C d s n 21°C.
Dataran aluvium dan pasang surut delta S. Kapuas di sebagian
besar sebagai hutan rawa, dan sedikit tumbuhan kayu, padang rumput
dan semak belukar. Mangrove b an y ak tumbuh di sekitar pulau-pulau
Delta Kapuas.

2.3 Populasi

Populasi penduduk terpusat di Kota Pontianak dan sekitarnya.


Tempat lain yang banyak ditempati penduduk adalah lokasi
sepanjang S. Kapuas dan cabang-cabang utamanya separti sungai
Kakap. Di pedalaman, jauh dari S. Kapuas penduduk aslinya adalah
suku Dayak; sedangkan di dekat atau di sepanjang S. Kapuas terdiri
dari suku Melayu dan suku Dayak dan hanya sedikit suku Bugis, Jawa,
dan Cina. Di Pontianak populasi suku-suku tersebut bercampur dan
Cina lebih dari 30 persen.
Sebagian besar suku Dayak bertani dengan sistem pengolahan
berpindah-pindah dengan padi ladang dan jagung sebagai t an aman

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 7


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

u t a m a n y a . Menangkap ikan, berburu babi, merotan, menyadap karet


dan beternak sapi adalah kegiatan sampingan suku Dayak. Suku
Melayu, Cina dan suku-suku pendatang lainnya sebagai pedagang,
nelayan, bercocok tanam sawah dan penjual hasil kebun (seperti
buah-buahan, sayuran dan merica).. Perkebunan kelapa juga
terdapat di sekitar dan selatan Pontianak. Industri-industri utama di
Pontianak adalah berkaitan dengan pengolahan kayu dan karet. Agama
yang dianuk sbegaian besar suku Dayak adalah animisme. Suku Melayu dan pen-
datang lainnya beragama Islam. Suku keturunan Cina umumnya masih
menganut kepercayaan leluhurnya walaupun yang berpindah keagama
lain hari demi hari kian bertambah.

2.4 Sarana Angkutan

Pontianak adalah pintu gerbang bagi daerah Kalimantan Barat dan


sebagai pusat perdagangan dan industri. Bandar udara dengan
standar jet terletak 15 km selatan-tenggara dari pusat kota dan
setiap hari didarati pesawat dari Jakarta. Pelabuhan laut dapat
menerima kapal laut berukuran sampai 5000 dwt. Jaringan jalan di
Pontianak dan sekitarnya umumnya telah beraspal. Di tempat lain di
daerah pinggiran umumnya belum beraspal.
Sarana angkutan di daerah sepanjang pantai, rawa-rawa dan
sungai utama serta antar pulau sebagian menggunakan kapal
motor dan perahu. Untuk daerah Sungai Kapuas yang merupakan jalur
tradisional perahu motor masih diperlukan untuk mencapai daerah-
daerah pedalaman di Kalimantan Barat.

2.5 Geologi Regional

Proses yang terjadi di Delta Kapuas sangat berkaitan dengan keadaan


geologi regional daerah setempat. Sedimen dan morfologi Delta Kapuas

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 8


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

sekarang merupakan kelanjutan proses pembentukan sebelumnya. Tatanan


geologi regeional daerah stempat (Sanyoto drr, 1993 ) (Gb.2) sebagai
berikut:

A. FISIOGRAFI

Sebagian besar barat Pontianak terdiri atas rawa-rawa sungai


dan dataran pasang-surut. Di bagian timur Kalimantan Barat terdiri
atas bukit-bukit yang membentuk kaki bukit timur dan tenggara
Pegunungan Schwaner
Dataran aluvial dan pasang surut. Sungai Kapuas mulai
bercabang membentuk suatu sistem komplek mendaun di atas
dataran aluvial dan pasang surut sebagai delta. Dataran lumpur
bakau berkembang baik di muara S. Kapuas. Di bagian tengah dan
hulu delta, saluran utama S. Kapuas mengikuti bentuk meander yang
disayapi oleh komplek scroll dan ox-bow lake. Komplek scroll berkem-
bang ke arah hilir Di bagian hilir laju arus sungai berkurang sejalan
dengan berkurangnya gradien sungai. Proses ini berlanjut dengan
terbentuknya meander dan gosong- gosong pasir.
Inselbergs. adalah bukit di dataran aluvial atau pasang surut yang
seragam. seperti Pegunungan Batuwangking, Ambarang dan Kubu
dengan puncak tertingginya kira-kira 400 m. Bukit-bukit kecil lainnya
(kurang dari 300 m) terdapat pada ujung Selat Padangtikar dan di
sekitar Teluk Nuri.

B. STRATIGRAFI

Sebagian besar dataran aluvial delta Kapuas dan dataran pasang


surut dialasi oleh batuan granit, g u n u n g a p i d a n terobosan mafik.
Batuan-batuan tersebut adalah hasil busur magmatis pada jaman
Kapur, dan sekarang merupakan bagian dari Batolit Schwaner yang

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 9


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

membentang dari Kalimantan Tengah ke barat-laut Kalimantan Barat


sepanjang kira-kira 600 km. Kebanyakan "inselberg" yang mun-cul di
dataran Kapuas disusun oleh granit. Busur magmatis ini membentang
ke barat sampai L. Cina Selatan dan menyambung dengan gunungapi
dan granit di SINGKAWANG yang berumur Kapur. Batuan-batuan busur
magmatis ini telah diterobos dan menutupi batuan alas malihan.
Sekarang sisanya hanya sedikit yang tersingkap berbentuk seperti
atap, tabir atau layar. Batuan-batuan tersebut di utara di tutupi
oleh batuan-batuan sedimen Tersier dari Cekungan Melawi. Setempat
di selatan diterobos oleh sumbat-sumbat dan stock yang berkomposisi
felsik sampai menengah.
Cekungan Melawi terdiri atas For-masi Tebidah (Tot) dan Batupasir
Sekayam (Tos) berumur Oilgosen Awal. Stock, sumbat-sumbat dan
terobosan-terobosan kecil berupa lajur mempunyai lebar 150 km
dan panjang sekitar 800 km. Lajur ini membentang dari Kalimantan
Barat hingga Timur.
Endapan aluvial, pasangsurut, danau dan rawa (Qa) menutupi
dataran aluvial dan pasang-surut di bagian barat, lembah S. Kapuas
dan lembah-lembah sungai besar lainnya.

2.6 Gas Biogenik


Gas biogenik didefinisikan sebagai gas yang terbentuk pada lapisan
sedimen dangkal, temperatur dan tekanan rendah oleh bakteri anaerobik
yang mengubah komposisi sedimen organik menjadi sebagian besar gas
methane, CH4 (www.geochem.com). Gas biogenik di beberepa negara seperti
Cina, Korea dan Vietnam digunakan untuk industri kecil, penerangan dan
keperluan rumah tangga.
Berdasarkan keterdapatan dan prosesnya gas metan dikenal sebagai
gas coal base methane (CBM), gas termogenik, dan gas hidrat. CBM dapat
terbentuk akibat aktivitas bakteri matanogenik atau proses termal sebagai
gas termogenik. Gas termogenik terbentuk pada lapisan dalam, tekanan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 10


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

dan temperratur tinggi akibat proses kimia organik dalam kurun waktu
pembentukan cukup lama (waktu geologi). Gas hydrates umumnya berupa
methane biogenik yang terdapat di daerah temperatur sangat rendah
seperti tepi benua dan kutub.
Ada dua komponen utama didalam pembentukan gas metan biogenik
yaitu pertama material organik (moluska, tumbuh-tumbuhan) dan bakteri
metanogenik sebagai katalisator. Gas metan biogenik akan terbentuk jika
tersedianyan material organik yang cukup dan berada dalam lingkungan
anaerobik (tidak ada oksigen) sehingga terjadi proses kimiawi reduksi. Unsur
karbon (C+4) yang terlepas dari material organik dan hydrogen (H-) yang
berasal dari material organik, air tawar (H20) maka akan menghasilkan gas
metan (CH4) akibat aktivitas bakteri anaerobik,. Bakteri anaerobic tersebut
sebagai katalisator. Gas yang dihasilkan ini dikenal sebagai gas metan
biogenik. Oleh karena itu kondisi lingkungan pembentukan gas biogenik
menjadi sangat penting di antaranya:
o Lingkungan harus bebar-benar bebas oksigen artinya bakteri
anaerobik akan mati dalam lingkungan yang mengandung oksigen
jenuh.
o Lingkungan kondisi air tawar atau payau yang bebas dari konsentrasi
sulfat agar tidak terjadi proses kimiawi oksidasi.
o Lingkungan dengan temperatur yang sesuai untuk bakteri anaerobic
hidup. Oleh sebab itu pada lapisan yang lebih dalam gas metan
biogenik tidak akan terbentuk dimana pada lingkungan ini tekanan
meningkat yang menghasilkan temperatur tinggi. Pada kondisi
tersebut terjadi perubahaan komposisi organik akibat proses kimia-
fisika.
o Media atau sedimen dengan porositas yang cukup merupakan salah
satu lingkungan yang diperlukan oleh bakteri anaerobic untuk bisa
bebas berkembang seperti lanau atau pasir halus. Pada sedimen
berupa lempung yang sangat padu dan lengeket (stiffy clay) bakteri ini
kemungkinan kecil sekali untuk berkembang.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 11


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

2.7. Kajian Masalah

Sebagaimana yang diungkapkan di dalam studi pustaka di atas, proses


geologi menentukan pembentukan Delta Kapuas dan disusul dengan
terbentuknya sumber-sumber gas biogenik di daerah ini. Sesuai dengan
tema penyelidikan yaitu mengenai eksplorasi prospektif gas biogenik
kelautan perairan Muara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat maka
pendekatan kajian masalah adalah menganalisis beberapa data sekunder
dan pendekatan metoda penyelidikan untuk mengetahui sumber gas
biogenik. Pendekatan kajian masalah yang digunakan di antaranya:

Mengidentifikasi dan mengevaluasi indikasi sumber gas biogenik


di daerah penyelidikan. Data yang gigunakan meliputi kondisi
geologi regional setempat, data bor air milik masyarakat yang
mengeluarkan gas, dan kondisi lingkungan yang mengindikasikan
adanya sumber gas biogenik di daerah ini.
Mengidentifikasi dan mengevaluasi sedimen permukaan dan
bawah permukaan yang diduga dapat memperlihatkan indikasi
sumber gas biogenik di kawasan perairan daerah penyelidikan.
Data yang digunakan meliputi sebaran sedimen permukaan dan
rekaman seismik.
Mengidentifikasi dan mengevaluasi konfigurasi lapisan bawah
permukaan di kawasan pulau-pulau delta Kapuas yang
mengindikasikan adanya sumber gas biogenik. Data yang
digunakan adalah penampang dua dimensi geolistrik dan data bor
gas biogenik
Menentukan daerah prospek gas biogenik di daerah penyelidikan
berdasarkan interpretasi data penyelidikan dan data sekunder.
Pendekatan kajian masalah ini disajikan sebatas aspek sientifik dan
aplikasi dan masih bersifat penyelidikan pendahuluan. Faktor prioritas yang
akan digunakan oleh pengelola (user) didalam pemanfaatan data potensi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 12


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

sumber gas biogenik di kawasan Muara Kakap dan sekitarnya mungkin


berbeda, sehingga keluarannyapun akan lain. Oleh karena itu perlu dikaji
dan diselidikai lebih rinci dan terpadu.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 13


STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 6


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

BAB III
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

B
ab ini menjelaskan metoda
dan peralatan yang di-
gunakan pada eksplorasi pros-
pektif gas biogenik kelautan per-
airan Muarara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat yang sesuai dengan
kajian permasalahan agar didapat informasi yang diharapkan. Metoda yang
digunakan terdiri atas penyelidikan geologi dan geofisika kelautan, oseanografi
fisika, navigasi, analisis laboratorium dan proses data.

3.1 Metoda

A. Geologi

Metoda geologi meliputi pengambilan contoh sedimen dan air,


pemboran, pemetaan karakteristik pantai, dan pemetaan perubahan garis
pantai
Pengambilan contoh sedimen permukaan adalah untuk
mengetahui sebaran tekstur sedimen permukaan dasar laut secara lateral.
Sedimen permukaan dasar laut diambil di wilayah pesisir dan sungai
perairan Muara Kakap dengan jarak lokasi contoh satu sama lainnya antara
100 m dan 500m.
Pengambilan contoh air permukaan adalah untuk mengetahui
kandungan logam berat dan temparatur permukaan air laut yang ada
hubungannya dengan kondisi lingkungan di kawasan perairan Muara Kakap
dan sekitarnya. Sebanyak 6 contoh air diambil dari laut dan sungai.
3 contoh diambil dari lubang bor.
Pemboran gas biogenik dimaksudkan untuk mengetahui perubahan
dan susunan sedimen secara tegak (vertikal) yang menyusun kawasan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 15


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

pesisir daerah penyelidikan, serta untuk mengetahui indikasi sumber gas


biogenik. Tiga titik bor berada wilayah daratan pesisir dan satu lagi di laut
pada kedalaman air pasang 3 m di atas bagan (platform). Metoda yang
digunakan adalah bor inti (coring) dan inti utuh (undisturbed coring) untuk
gas.
Pemetaan karakteristik pantai digunakan untuk memberikan
gambaran umum proses yang sedang terjadi di kawasan pesisir Muara
Kakap dan sekitarnya. Metoda ini meliputi pengamatan sedimen pantai,
morfologi, dan karakteristik garis pantai berdasarkan metoda Dollan
(1975) di antaranya pemetaan daerah erosi dan sedimentasi, daerah
hunian, bangunan pantai seperti tanggul pantai, groin, dan dermaga, serrta
daerah pertambakan.

B. Geofisika

Metoda geofisika meliputi seismik pantul dangkal dan pemeruman, dan


geolistrik.
Seismik Pantul Dangkal adalah untuk mengetahui konfigurasi dan
runtunan perlapisan sedimen bawah permukaan dasar laut. Cara kerjanya
menggunakan Hukum Snellius yaitu pantulan dari lapisan sedimen yang
berasal dari bunyi yang dipancarkan (boomer) pada frekuensi tertentu dan
diterima oleh rangkaian hidrofon.
Pemeruman digunakan untuk mengetahui kedalaman dan profil
dasar laut. Prinsip kerjanya sama dengan seismik hanya frekuensi suara
yang digunakan berbeda sebatas sampai permukaan dasar laut. Data perum
ini terekam secara menerus (continues) dalam kertas rekam pada lintasan-
lintasan yang telah ditentukan. Dengan menggunakan koreksi data pasang-
surut seterusnya didapat peta batimetri berdasarkan muka air rata-rata.
Geolistrik digunakan di daerah pulau-pulau pada kawasan Muara
Kakap untuk membantu dalam mengungkap indikasi sumber gas biogenik
yang berada di bawah permukaan. Metoda ini dijelaskan pada kajian

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 16


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

khusus.

C. Oseanografi fisika

Metoda oseanografi fisika meliputi pengamatan pasang surut, dan


pengukuran arus
Pasang surut, perubahan (amplitudo) permukaan air laut setiap saat
di suatu lokasi yang sama akan berbeda sebagai efek gaya tarik menarik
antara bumi, matahari dan bulan. Metoda pasang surut adalah suatu
metoda pemecahan masalah di atas yang digunakan untuk mendapatkan
koreksi kedudukan permukaan air laut. Pengamatan pasang surut di daerah
Muara Kakap dilakukaan setiap 1 (satu) jam pembacaan pada kurun
waktu 15 hari (piantan). Data pasang-surut ini selain digunakan sebagai
koreksi batimetri, juga parameter dan tipe pasang surut dapat diketahui.
Pengukuran arus yaitu untuk mengetahui arah dan besar pola
umum arus laut. Pengukuran arus yang dilakukan di Muara kakap adalah
dilakukan dengan 1 (satu) metoda, yaitu: “Lagrangian”.
Metoda lagrangian yaitu metoda dengan mengikuti jejak (tacki) masa
air laut melalui benda yang diluncurkan berupa alat apung (floating drogue)
seperti botol apung, bola apung, kantong apung, dll. Arah dan kecepatan
arus melalui metoda ini dapat diketahui dengan mencatat posisi alat apung
yang diluncurkan pada interval waktu yag telah ditentukan.

D. Navigasi

Penentuan posisi baik di laut atau darat sekarang ini umum digunakan
metoda elektronik GPS (Global Positioning System). Metoda GPS bekerja
berdasarkan kalibrasi kedudukan posisi satelit. Ketelitian metoda GPS ini
berbeda-beda tergantung metoda yang dipakai, GPS dan DGPS (Differential
Global Positioning System), serta jenis peralatan. Ketelitiannya mulai kurang
dari 1m hingga 10 m. Di kawasan Muara Kakap sistim naviagsi yang
digunakan adalah metoda GPS karena peta dasar yang digunakan berskala
1:50.000. Untuk ketelitian 10m dengan menggunakan metoda GPS masih

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 17


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

cukup akurat untuk sekala peta tersebut.

E. Analisis lab

Analisis laboratorium meliputi analisis besar butir sedimen yang terdiri


atas metoda ayakan dan pipet, analisis kandungan gas alami menggunakan Gas
Chromatograph (GC), analisis Total Carbon (TC), analisis Polen (Palinologi), analisis
bakteri metanogenik, analisis C14 , analisis unsur utama (XRF), analisis jenis
mineral lempung (XRD), dan analisis logam berat.
Analisis ayakan dan pipet, pada dasarnya metoda ini sama yaitu
bekerja untuk memisahkan ukuran butir (kasar – halus) dari endapan
sedimen lepas (unconsolidated sediment). Cara kerjanya contoh sediment
tersebut diayak dengan ayakan yang mempunyai ukuran kasa (mesh)
tertentu dari yang halus hingga kasar. Metoda pipet digunakan untuk
sedimen berukuran butir sangat halus seperti lanau dan lempung. Metoda
ini bekerja berdasarkan “Hukum Stocks”, yaitu mengukur kecepatan
pengendapan (settling velocity) setiap partikel sedimen pada setiap waktu
yang ditentukan. Kecepatan pengendapan partikel sedimen berbanding
lurus dengan ukuran partikel sedimen tersebut.
Analisis kandungan gas alami menggunakan peralatan Gas
Chromatograph (GC). Contoh yang dianalisi adalah contoh sedimen dan gas dari data
bor. Setiap contoh sedimen ditambahkan air murni kemudian dimasukkan dalam
kantong plastik dan diikat agar tidak ada udara yang masuk. Selanjutnya contoh
tersebut dimasukkan dalam botol plasik dan direkat menggunakan lem plastik. Gas
yang keluar dari lubang bor dimasukkan dalam kantong plastik yang ada di dalam
tabung paralon hingga mengembang, kemudian diikat dan direkat. Terakhir tabung
paralonnya ditutup menggunakan penutup paralon dan direkat menggunakan lem PVC.
Contoh-contoh tersebut dimasukan dalam kotak contoh yang dijaga agak dingin
temperaturnya dengan menaburkan butiran es. Gas yang diukur terutama gas metana
dan gas lainnya bila terditeksi.
Analisis kandungan karbon organik total adalah untuk mengetahui jumlah
material organik yang terdapat dalam sedimen yang hubungannya dengan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 18


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

pembentukkan hidrokarbon. Kandungan karbon lebih kecil dari 0.5% tidak berpotensi
untuk terbentuknya hidrokarbon, sebaliknya total karbon >2.0% sangat berpotensi.
Contoh yang dianalisis adalah sedimen yang berasal dari lubang bor. Setiap contoh
sedimen dicuci, dikeringkan, digerus, diahaluskan, ditimbang, dan dilarutkan kedalam
larutan asam klorida (HCL) untuk menghilangkan kandungan karbonatnya. Selanjtnya
dianlisis total karbonnya.
Analisis Palinologi adalah untuk mengetahui lingkungan
pengendapan lapisan sedimen berdasarkan indikasi pollen tumbuhan-
tumbuhan yang ada pada sedimen tersebut. Pada prinsipnya teknik
preparasi batuan untuk analisis palinologi yang dilakukan adalah merupakan
proses pemisahan butiran polen dan spora dari subtansi lain. Preses
pemisahan tersebut dengan menggunakan zat kimia sebagai berikut : KOH,
HCl, ZnCl2, HF, asam asetat anhyidrid, asam asetat glacial , asam sulfat,
acetone, dan pewarna. Penyaringan: ambil sample seukuran 2x2cm,
kemudian dikupas bagian luarnya. Sebelum ditreatment dangan berbagai
macam zat kimia, sebaiknya sampe yang sudah dikupas kemudian direndam
semalam dengan aquadestillata. Setelah itu disaring, sehingga kotoran dan
batang ataupun sisa fosil lainnya bisa dihilangkan terlebih dahulu.
Penghilangan asam Humat: asam humat adalah bahan organik yang
berasal dari ektrasi tanah dan subtansi tumbuhan yang hancur atau
membusuk. Bahan kimia yang dibutuhkan adalah Kalium Hidroksida (KOH)
10%. Tambahkan larutan KOH 10% sebanyak 2x volume residu. Kemudian
diamkan semalam. Setelah itu cuci dengan aquades sampai netral.
Tambahkan sekali lagi KOH 10% sekitar 10 ml, dan panaskan 10 menit
diatas waterbath. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sisa asam humat
yang tertinggal. Kemudian dicuci lagi sampai netral. Penghilangan Unsur
Karbonat: bahan kimia yang digunakan adalah Asam Chlorida (HCl) 50%.
Tuangkan Asam Chlorida perlahan-lahan sebanyak 15ml dan aduk sampai
residu tercampur rata. Diamkan selama 2 jam. Setelah itu tambahkan
aquades dan dilakukan pencucian sampai netral. Pindahkan residu ke dalam
tabung centrifuge 50ml Penghilangan Unsur Silika: bahan kimia yang

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 19


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

digunakan adalah HF 46% pekat. Tambahkan HF sebanyak 10ml kedalam


residu. Kemudian diamkan semalam, lalu cuci bersih dengan menggunakan
aquadest. Penghilangan Unsur Mineral Berat: bahan kimia yang
digunakan untuk memisahkan polen dan spora dari mineral berat adalah
ZnCl2 dengan BD 2.2. Tambahkan cairan ZnCl2 sebanyak volume residu
yang ada. Aduk dengan memakai hadmixer sampai homogen, kemudian di-
centrifuge selama 30menit. Setelah dikeluarkan akan terlihat mineral berat
mengendendap dan cairan yang mungkin mengandung polen dibagian atas.
Tambahkan aseton sebanyak 10ml kedalam tabung tersebut. Kemudian
cairan tersebut dituangkan kedalam tabung centrifuge yang lain. Mineral
berat dapat dibuang jika tidak akan dianalis lebih lanjut. Cairan yang sudah
dipisahkan dicuci sampai netral dengan menggunakan aquadest.
Penghilangan Unsur Selulosa (Prosedur Asetolisis): untuk
menghilangkan selulosa diperlukan campuran 9 bagian asam acetate
anhydrite (CH3COO)2O dengan 1 bagian asam sulfat (H2SO4). Campuran
ini harus dalam kondisi fresh, jadi hanya dibuat ketika akan melakukan
proses reaksi Asetolisis. Pembuatan Asetolisis harus hati-hati karena mudah
meledak. Pertama 9 bagian asam acetate anhydride dituangkan kedalam
gelas ukur, kemudian tuangkan asam sulfat pekat dengan pipet dengan
menempelkan ujung pipet pada dinding gelas ukur. Hal ini untuk
menghindari reaksi yang terlalu cepat (diindikasi dengan warna kuning).
Campuran yang sudah jadi kemudian dituangkan pada residu sebanyak 5-10
ml, dikocok dan ditutup tidak terlalu rapat. Panaskan dalam
waterbathselama 30 menit. Sebelum dan sesudah proses acetolisis
ditambahkan asam asetat (CH3COOH) sebanyak 10ml. Kemudian dicuci
dengan menggunakan aquadest sampai bersih. Pewarnaan: pewarnaan
bertujuan untuk mempermudah membedakan bentuk polen / spora dari
material lain. Untuk pewarnaan bisa dipakai bermacam zat pewarna:
safranin merah, Bismarck kuning, fuchsin, netral merah, methyl hijau , dll.
Pada residu yang sudah dihilangkan kandungan unsur unsur kimianya dan
sudah dicuci bersih (air jangan dibuang) kedalamnya ditambahkan safranin

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 20


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

merah 2-3 tetes. Tutup dan kocok, kemudian panaskan dalam waterbath
selama 5 menit. Setelah itu didinginkan, disetimbangkan dengan aquadest,
di-mixer, di-cetrifuge selama 5 menit; 2000 rpm. Kemudian cuci sampai
bersih dengan menggunakan aquadest. Penempelan Conto diatas Slide:
untuk pemeriksaan polen dan spora, dilakukan pembuatan preparat dengan
meeteskan 20mikron keatas kaca preparat dan tambahkan glycerin jelly,
aduk kemudian tutup dengan cover glass. Panaskan diatas hot plate, sambil
ditekan pelan-pelan dengan tusuk gigi. Setelah siap, bersihkan pinggiran
kaca cover glass dan beri kutek disekeliling cover glass. Preparat siap untuk
diperiksa dibawah mikroskop.
Analisis bakteri metanogenik adalah untuk mengidentifikasi keberadaan
bakteri anaerob sebagai pembentuk gas metan pada contoh sedimen yang
mengandung gas. Contoh sedimen yang dianalisis adalah jenis lempung dan lanau
dari lubang bor yang ada indikasi gas metan. Analisis bakteri ini menghitung jumlah
populasi bakteri dalam contoh sedimen. Setiap contoh seberat kurang lebih 1 g
dilarutkan ke dalam air, dikocok hingga merata. Kemudian setiap 1 gram dari larutan
tersebut diencerkan lagi dan seterusnya. Kemudian sample tersebut dianalisis bakteri
dibawah mikroskop elektron.
Analisis C14, metoda ini digunakan untuk mengetahui umur
pengendapan sedimen yang diperkirakan sama dengan umur pembentukan
gas biogenik. Metoda ini menggunakan waktu paruh unsur C14 pada setiap
sedimen yang mempunyai umur relatif muda kurang dari 50.000 tahun.
Semua sampel dari lapangan sebelum dilakukan pencucian, terlebih dahulu
dipanaskan dalam oven + 80°C selama 3 jam..Setelah kering ditimbang
berat sampel yang akan dicuci, dimasukkan dalam Beaker Glass 500ml.,
ditambahkan aquadest sampai sampel terendam semuanya, dipanaskan
sampai mendidih selama 10 menit, kemudian disaring. (Pekerjaan ini
dilakukan tiga kali berturut-turut).. Hal yang sama dilakukan pekerjaan
diatas, tetapi larutan pencuci diganti dengan HCl 0,2N (dua kali berturut-
turut), kemudian larutan pencuci diganti lagi dengan larutan KOH 0,2N (tiga
kali berturut-turut).. Sampel kembali dicuci dengan aquadest sampai sampel

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 21


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

betul-betul netral, dengan memakai indikasi kertas lakmus, terakhir


dipanaskan di oven selama satu malam dengan temperatur 110°C, lalu
ditimbang. Sebagian sampel dianalisis lebih lanjut, sebagian disimpan dalam
botol plastik yang telah diberi etiket. Tahap pengerjaan yang dilakukan pada
prinsipnya adalah pemisahan karbon (C) dari sampel. Karbon dipisahkan
sebagai CO2 yang akan bereaksi dengan larutan amonium hidroksida.
Selanjutnya diendapkan sebagai CaCO3 dan kemudian diubah menjadi
SrCO3. Reduksi dilakukan dengan logam Mg terhadap SrCO3 pada
temperatur 800°C untuk membentuk SrC2. Reaksi antara H2O dengan SrC2
akan menghasilkan gas asetilena (C2H2) dan gas ini digunakan untuk
14
mengukur aktivitas C dengan memakai detektor “Multi Anoda Anti
Coincidence”.
Analisis unsur utama (XRF) di daerah penyelidikan dilakukan pada
sedimen bawah permukaan dari lubang bor untuk mengetahui jenis dan
kandungan unsur utama pembentuk batuan yang dapat digunakan untuk
menentukan sumber sedimen daerah kajian.
Analisis mineral lempung (XRD) dilakukan untuk mengetahui
jenis mineral lempung sejauh mana hubungannya terhadap gas biogenik.
Preparasi sampel untuk pengujian analisis XRD adalah sistem preparasi
bubuk (powder). Ada dua cara preparasi contoh sedimen yaitu sisten
orientasi dan sistem bubuk. Preparasi dengan sistem orientasi dilakukan
dengan mengambil contoh sedimen kering dicampur dengan air, diaduk
dengan centrifugal, kemudian diendapkan selama kurang lebih 24 jam.
Bagian teratasendapan contoh sedimen tersebut kemudian diambil dan
diletakkan pada kaca preparat yang agak dimiringkan, dan terakhir sampel
dikeringkan dalam udara normal. Untuk contoh sedimen dengan kondisi
basah, sampel harus dikeringkan terlebih dahulu dengan oven suhu rendah
selama ±24 jam. Sampel tersebut kemudian dihaluskan hingga berupa
bubuk. Kedua preparasi tersebut mempunyai keunggulan masing-masing.
Preparasi dengan sistem orientasi pada dasarnya cukup baik, akan tetapi
pada saat pengambilan data, sampelnya statis (tidak terputar). Preparasi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 22


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

dengan sistem bubuk, pada dasarnya masih menyisakan mineral-mineral


primer, seperti kuarsa yang mengganggu pick, terutama untuk studi mineral
lempung. Namun demikian, preparasi sistem bubuk ini mempunyai
keunggulan, yaitu tempat sampel (sample holder) yang ada di peralatan
utama dengan keadaan terputar pada saat perekaman data. Dengan
demikian, bidang identifikasi mineralnya tentu lebih luas jika dibandingkan
dengan metode sampel statis.
Analisis logam berat di daerah penyelidikan dilakukan pada
beberapa contoh sedimen dari lubang bor dan air permukaan laut, sungai
dan lubang bor untuk mengetahui jenis dan kandungan logam berat.
Analisis ini untuk mengetahui kondisi lingkungan kawasan Muara Kakap.

F. Metoda khusus geolistrik

Metoda geolistrik multi channel adalah untuk mengungkap struktur


dan pelapisan batuan berdasarkan sifat fisis resistivitas batuan bawah
permukaan yang berkorelasi dengan jenis batuan bawah permukaan bumi.
Nilai resistivitas batuan dan variasinya secara vertikal dan horisontal dapat
diukur dengan metoda geolistrik baik dengan konfigurasi Schlumberger.
Wienner, ataupunpun Dipole-dipole untuk metoda DC-Resistivitas. Dalam
metoda DC-Resistivitas target kedalaman dari pengukuran diatur dengan
panjang bentangan arus dan bentangan voltage yang di injeksikan ke bumi.
Dengan mengukur nilai voltage dan arus dan parameter yang dihitung dari
jarak elektroda arus dan voltage selanjutnya dapat dilakukan perhitungan
nilai resistivitas semu. Setelah diperoleh nilai resistivitas semu nilai
kedalaman dan resistivitas dari batuan yang merepresentasikan variasi
reisitivitas batuan secara vertikal atau variasi resistivitas secara horisontal
pada titik ukur tersebut dapat ditentukan baik metoda konvensional (Kurva
Matching) maupun dengan pemodelan kedepan dan kebelakang (Forward
dan Invers Modelling). Dalam penelitian ini konfigurasi pengukuran data
(data acquisition) yang akan dipakai adalah sounding dan mapping.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 23


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Keberadaan fluida (khususnya gas dan air) dalam batuan ini sangat
bergantung pada porositas dari batuan atau rekahan pada batuan, dan
batuan penyangga (bedrock), dimana dengan diketahui nilai resistivitas
batuan ini jenis batuan, besar porositas dan kedalaman permukaan air
tanah dapat ditentukan. Aliran arus listrik didalam batuan/mineral dapat
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi
secara elektrolitik, konduksi secara dielektrik. Konduksi secara elektronik
terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus
listrik dialirkan kedalam batuan/mineral tersebut oleh elektron-elektron
bebas itu. Konduksi secara elektrolitik terjadi jika batuan/mineral bersifat
porous dan rekahan tersebut diisi oleh fluida elektrolitik, sehingga arus
listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit
Metoda Geolistrik: pendekatan paling sederhana untuk kajian teori
dari pengukuran resistivitas bumi pertama kali adalah mempertimbangkan
bahwa bumi ini benar-benar homogen isotropis. Hubungan antara
resistivitas dan struktur geologi adalah penting dan merupakan variable
juga. Resistivitas ini berubah secara perlahan akibat formasi yang ada
seperti variasi salinitas dari air pengisi pori batuan. Kebanyakan batuan
menghantarkan arus listrik diakibatkan hanya oleh air atau fluida pengisi
pori dan rekahan-rekahan pada batuan tersebut. Sedangkan jenis
batuannya itu sendiri kurang signifikan pengaruhnya. Dalam pengukuran
metoda resistivitas, besaran-besaran yang dapat diukur adalah beda
potensial diantara dua titik dan kuat arus listrik (I) yang diterapkan. Bentuk
penjalaran arus dan permukaan ekipotensialnya seperti pada gambar 3.
Sedangkan kuat medan selalu dirata-ratakan sama dengan beda potensial
diantara dua titik (V) dibagi dengan jarak kedua titik (r) tersebut
(selanjutnya dikenal sebagai faktor konfigurasi). Rangkaian pengukuran
resistivitas ini seperti pada gambar 4.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 24


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Gb. 3 Garis sebaran arus dan ekipotensial,(www.mine.edu)

Gb. 4. Konfigurasi Schlumberger ,(www.mine.edu)

Persamaan dasar yang digunakan adalam metoda ini dalah


persamaan yang diturunkan dari hukum Ohm dan hukum Gauss, dan
dengan permukaan ekipotensial berbentuk hemisfir dan aliran arus listrik
secara radial (asumsi homogen isotropis) :

V= (1)
2πr

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 25


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Besaran resistivitas ρ, merupakan besaran dari batuan yang diuji.


Adapaun ditribusi potensial pada berbagai jarak dari elektroda arus
digambarkan pada gambar 5.

Gb.5 Bidang Ekipotensial yang terukur pada sepasang


elektroda potensial. ,(www.mine.edu)

Penembusan dari arus listrik yang mengalir ini ditentukan oleh jarak
elektrodanya, sehingga kedalaman penembusan bisa diatur dari jarak
bentangan. Pada table 1 di bawah ini proporsi dari enam lintasan seperti
pada gambar 1.

Tabel 1. Persentase arus total berdasarkan radius sebaran

Lintasan Arus % dari Total Arus


1 17
2 32
3 43
4 49
5 51
6 57

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 26


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Lintasan-lintasan arus dari 1 sampai 6 yang mulai dari atas sampai ke


lintasan terbawah persentase dari hasil perhitungan dan grafik aliran arus,
tercatat hampir 50 % dari arus yang masuk ke bumi mengalir melalui
batuan pada kedalaman lebih rendah atau sama dengan jarak elektroda
aruis. Dengan memasukkan parameter lapangan seperti jarak antara
elektroda arus dan potensial rumusan pada persamaan (1) dapat berubah,
sebagai contoh untuk konfigurasi Schlumberger jarak antara elektroda arus
adalah n kali jarak elektroda potensial sehingga resistivitas yang terukur
dirumuskan sebagai berikut:

(2

Dalam survey dilapangan dikenal ada beberapa konfigurasi yang sering


digunakan yang tujuan untuk mapping (pemetaan) dan/atau sounding
(pemetaan secara vertical). Konfigurasi-konfigurasi itu adalah Schlumberger,
Wenner, Dipole-dipole, Bristow, dan Mise ala Masse. Adapun pemilihan
konfigurasi ini disesuaikan dengan tujuan survey, seperti untuk eksplorasi
geothermal, eksplorasi air tanah, eksplorasi di aluviasl, eksplorasi mineral,
geologi teknik, dan pengkajian lingkungan.
Bentuk respon berupa resistivitas semu , ρa, dari hasil pengukuran
potensial dari arus yang diinjeksikan pada medium untuk berbagai
bentangan seperti digambarkan pada gambar 6. Gambar tersebut
menunjukkan respon untuk struktur dua lapis ( Tebal lapisan atas 5 meter
dengan resistivitas 500 Ohm dan lapisan bawahnya tebal 15 meter dengan
resistivitas 250 meter) dalam halfspace .
Metoda ini lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya
dangkal, dan jarang memberikan informasi lapisan pada kedalaman lebih
dari 1000 feet. Oleh karena itu metoda ini jarang digunakan untuk
eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang engineering
geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air,

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 27


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

(1),(2)
juga digunakan dalam eksplorasi geothermal .

Gb.6 Resistivitas semu variasi ketebalan dan resistivitas


batuan. ,(www.mine.edu)

Berdasarkan kepada letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial


dan elektroda-elektroda arus (Gb.7) dikenal beberapa jenis metoda
resistivitas tahanan jenis, antara lain :Metoda Schlumberger,Metoda
Wienner, Metoda Dipole Sounding

Transmiter

Receiver

Surface

Gambar 1. Prinsip Dasar Penelitian Geolistrik


Gambar 2.5. Prinsip Dasar Penelitian Geolistrik
Gb. 7 Prinsip dasar penelitian geolistrik

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 28


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Teknik pengukuran DC – Resistivity yang digunakan di lapangan


adalah konfigurasi Schlumberger. Posisi elektroda arus dan potensial untuk
konfigurasi ini seperti pada gambar 8.
I

A M N B

Gb.8 Konfigurasi elektroda arus dan potensial.

Terdapat beberapa cara perhitungan faktor geometris untuk


konfigurasi ini, yaitu:

Cara 1 (Gb.9) :

0
A M N B
p p

Gb.9 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 1.

1 ⎡p2 a ⎤
K= ⎢ − ⎥ (1)
2 ⎣⎢ a 4 ⎥⎦

maka nilai ρ untuk cara ini :

V ⎡p2 a ⎤
ρa = π ⎢ − ⎥ (2)
I ⎣ a 4⎦

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 29


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

Cara 2 (Gb.10):

0
A M N B
L

Gb.10 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 2

Untuk bentangan seperti ini nilai resistivitas semunya adalah: maka


nilai ρ untuk cara ini :

π V ⎡⎛ L ⎞ ⎤
2

ρa = a ⎢⎜ ⎟ − 1⎥ (3)
2 I ⎢⎣⎝ a ⎠ ⎥⎦

Cara 3 (Gb11):

0
A M N B
na na

Gb.11 Konfigurasi elektroda arus dan potensial Schlumberger 3


Untuk bentangan ini resistivitas semunya:
V
ρa = π na (n + 1) (4)
I
Untuk mendapatkan kedalaman dan sebarannya dalam arah lateral
diperlukan kombinasi dari konfigurasi- konfigurasi di atas dan penentuan
kofigurasi apa yang akan diterapkan sangat bergantung dari kondisi
topografi daerah penelitian. Untuk daerah penelitian yang akan diteliti
dominasinya adalah daerah dengan variasi topografi yang kecil sehingga
konfigurasi Wenner dan Schlumberger akan lebih banyak digunakan. Dalam
tahapan pengolahan data dan interpretasi akan digunakan kombinasi antara

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 30


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

cara manual dan penggunaan software. Pada penelitian ini direncakana


akan digunakan software-software yang dibuat sendiri dan software-
software paten (forward dan inverse modeling) yang ada.
Perancangan system pengukuran pada survey 2D metoda
geolistrik ini dilakukan beberapa tahapan:
Perancangan system akuisisi meliputi, panjang bentangan yang
ditentukan dengan spasi antara elektroda. Pada survey ini panjang
bentangan bervariasi dari 20 m s.d. 30 m disesuaikan dengan panjang
bentangan yang memungkinkan di lapangan (Gb.12)

Gb.12 Perancangan system akuisisi survey 2D metoda geolistrik


menggunakan Supersting R8/IP.

Penentuan lintasan di lapangan disesuaikan dengan bentangan


alam yang mungkin. Pada survey ini bentangan mengikuti kondisi alam yang
ada dengan tetap mempertimbangan kondisi geologinya. Untuk
mendapatkan hasil optimum terhadap kedalaman dilakukan overlapping

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 31


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

bentangan sepanjang satu kabel (enam kali rentang elektroda ) (Gb.13).


Bentangan 1

Bentangan 2

Gb.13 Mogel lintasan di lapangan

Pengolahan data dan interpretasi. terdiri atasdua tahap yaitu :


A) Pengolahan data lapangan yaitu dilakukan selama akuisisi data di
lapangan. Pengolahan data lapangan ini berguna untuk control kualitas data
dan perbaikan-perbaikan sistem akuisisi dalam meningkatkan kualitas data.
B) Pengolahan data setelah lapangan. Pada pengolahan data dilakukan
proses-proses perbaikan data seperti : editing, mutting dan filtering data.
Tahapan ini dilakukan untuk mempersiapkan data agar dapat dilakukan
proses inversi data. C) Tapahan interpretasi adalah penafsiran data hasil
pengolahan data untuk mendapatkan kondisi kedalaman dan nilai
resistivitas riil dari daerah survey yang selanjutnya dilakukan penafsiran
kondisi bawah permukaan bersama-sama dengan data penunjang lainnya
seperti: data geologi, data sumur dan metoda lain yang pernah dilakukan di
lokasi survey tersebut.

G. Proses data/studio

Data kegiatan lapangan dan laboratorium perlu dianalisis dan diproses


melalui program paket komputer dan digitasi yang menghasilkan tabel-tabel
dan peta yang lebih komunikatif serta memudahkan di dalam penyajian dan
penyusunan laporan.

3.2 Peralatan Penyelidikan

A. Geologi

1 (satu) unit pecontoh comot (grab sampler)

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 32


METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

1 (satu) unit penginti jatuh bebas (gravity corer)


1 (satu) unti bor inti gas biogenik (coring)
1 (satu) buah kompas geologi, loupe tangan
1 (satu) buah kamera
1 (satu) buah tali ukur
5 (lima) lembar peta dasar kerja sekala 1:25.000
5 (lima) lembarpeta rupa bumi sekala 1:25.000
1 lembar peta citra

B. Geofisika

1 (satu) unit 200 Khz echounder


1 (satu) sistem single channe seismic profiling (boomer)
1 (satu) unit komputer dan software navigasi
2 (dua) set alat komunikasi

C. Hidro-Oseanografi

1 (satu) unit drouge tracking


1 (satu) buah rambu ukur

D. Navigasi

1 (satu) unit theodolite


2 (dua) buah rambu ukur
2 (dua) unit GPS mobile

E Analisis Laboratorium

1 (satu) unit alat ayakan besar butir


1 (unit) unit alat pipet besar butir

F. Geolistrik

1 (satu) unit peralatan geolistrik multi channel yang teridir atas: Superstring
R8 IP Multichannel AGI, perangkat komputer, GPS trimble, dan transceiver.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 33


PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.1. Tekstur Sedimen

Sejumlah contoh sedimen permukaan dasar laut daerah penyelidikan


telah dianalisis besar butir untuk mendapatkan parameter tekstur sedimen.
Data analisis besar butir dari penyelidikan sebelumnya (Udaya, drr., 2004)
juga digunakan. Analisis megaskopis dilakukan untuk mengidentifikasi
secara umum jenis sedimen serta mineral yang terdapat pada sedimen
(Lampiran terikat 1:1).. Analisis besar butir mengikuti cara Folk (1968)
digunakan untuk sedimen pasir dan kerikil. Contoh sedimen berupa lanau,
dan lempung dianalisis pipet. Data baku analisis besar butir dan pipet
diproses (Tabel 2, Lampiran terikat 1:2).
Berdasarkan data analisis besar butir maka sedimen permukaan dasar
laut di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan
tekstur sedimen yaitu: pasir (S), pasir lanauan (zS), lanau pasiran (sZ)
dan lanau (Z) (Gb.14)
Pasir, Sebarannya setempat-setempat, menempati kedalaman laut
kurang dari 10 m dengan persentase pasir antara 99,5% - 100 %. Sifat
fisik pasir berwarna kecoklatan, halus-sangat halus, membundar-menyudut
tanggung, pemilahan baik-sangat baik dengan komposisi utama kuarsa,
sedikit muskovit dan pecahan cangkang moluska. Pemisahan cangkang
hasil preparasi granulometri memperlihatkan persentase 0% sampai dengan
0,9839 %.
Pasir lanauan, sebaran ke arah lepas pantai menyempit, menempati
kedalaman laut tidak lebih dari 10 m dengan persentase pasir, lanau dan
lempung, masing-masing antara 51% - 76,1 %, 22,4% - 44,2 % dan
0,3%-4,8 %. Perian megaskopik mempunyai sifat fisik abu kehijauan-
kecoklatan, lumpuran, halus-sangat halus, membundar-menyudut
tanggung, pemilahan baik, penyusun utama kuarsa, sedikit muskovit dan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 34
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 35
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 34
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

organik sisa tumbuhan. Pemisahan cangkang hasil preparasi


memperlihatkan persentase antara 0,0841 - 3,8014 %.
Lanau pasiran, sebaran di sepanjang pantai menempati kedalaman
laut kurang dari 15 m dan di lepas pantai lebih dari 20 m. Persentase
pasir, lanau dan lempung, masing-masing antara 10,8 - 49,9 %, 45,7 -
87,3 % dan 0,2 - 6,3 %.
Satuan ini secara megaskopik sebagai lumpur pasiran dengan sifat fisik
dan kandungan mineral relatif sama dengan lanau. Perbedaan terlihat dari
sebagian percontohnya berwarna gelap oleh karena kandungan busukan
organik sisa tumbuhannya. Pemisahan cangkang memperlihatkan
persentase antara 0,1178 -7,3876 %.
Lanau, sebarannya menutupi kurang lebih 85 % dari luas daerah
penelitian, berkembang mulai dari pantai hingga menerus ke arah lepas
pantai dengan persentase lanau antara 78,5 - 96,6 %.
Satuan ini secara megaskopik sebagai lempung dan lumpur, sifat
fisiknya abu-abu kehijauan-kehitaman, permukaannya sebagian besar
diselimuti oleh sedimen berwarna kecoklatan. Selimut endapan berwarna
coklat diduga berkaitan dengan pengaruh suspensi sedimen asal Sungai
Kapuas. Sebagian sedimennya teridentifikasi adanya kuarsa, pecahan
cangkang moluska dan organik sisa tumbuhan. Keberadaan cangkang hasil
preparasi granulometri sedimen menunjukan persentase antara 0,0307 –
9,9955 %.
Organik sedimen (Sisa-sisa Tumbuhan), sebarannya menutupi
kurang 1 % dari luas daerah penelitian (tidak terpetakan), berkembang di
anak Sungai Pungur Besar (Kapuas). Secara visual berwarna coklat
kegelapan dengan penyusun utama organik sisa-sisa tumbuhan yang masih
jelas akan batang, ranting dan asal daunnya.
Perian megaskopis sedimen bawah permukaan dilakukan dari lubang
bor MKB1, MKB2, MKB3 dan MKB4 (Lampiran terikat 1.1). Analisis besar
butir dan pipet dilakukan pada contoh sedimen bawah permukaan dari
lubang bor MKB3 dan MKB4. Sedimen pada MKB1 dan MKB2 dapat

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 34
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

memberikan gambaran secara umum kondisi lingkungan sedimentasi


daratan Muara Kakap. Sedimen pada MKB3 dan MKB4 menarik untuk
dianalisis lebih rinci karena dari lubang bor MKB3 ada indikasi gas biogenik
sedangkan sedimen dari lubang bor MKB4 dapat memberikan gambaran
kondisi lingkungan pembentukan Delta Kapuas. Bor MKB1 dan MKB2
terletak di daratan Muara Kakap, bor MKB3 berada di Pulau Sepauk Laut,
dan bor MKB4 berada di laut Pulau Tanjung Saleh.
Jarak bor MKB1 dengan MKB2 sekitar 500m. Penentuan lokasi bor di
sini berdasarkan pertimbangan teknis dan kesepakatan masyarakat.
Berdasarkan deskripsi megaskopis sedimen yang besaral dari bor MKB1 dan
MKB2 hampir sama yaitu berupa perlapisan antara lumpur, lempung, lanau
dan pasir dengan sisipan pasir dan gambut. Pada bor MKB1 lempung
bertambah banyak ke arah kedalaman 50m, sebaliknya lanau untuk bor
MKB2. Lapisan gambut di bor MKB1 lebih banyak ditemukan pada
kedalaman antara kedalaman 26m dan 50m, sedangan lapisan gambut di
bor MKB2 hanya ditemukan di kedalaman 25m. Dari kedua lubang bor
tersebut terdapat sumber air tanah dangkal yang berasal dari lapisan pasir
sebagai akifer. Pasirnya berwarna abu-abu gelap, berbutir halus, dan
banyak mengandung material organuk berupa sisa-sisa tumbuhan dan
pecahan cangkang moluska.
Bor MKB3 mencapai kedalaman 45m. Secara megaskopis sedimen
yang berasal dari bor MKB3 terdiri atas perselingan pasir lempung dan pasir.
Sedimen yang berada dekat kepermukaan berupa lempung hitam kaya akan
material organik, ke arah bagian dalam sedimen disusun oleh pasir halus
berwarna abu-abu kecoklatan, tebal antara 20cm dan 50cm yang
berselingan dengan lempung lunak berwarna hitam, hijau kecoklatan,
mengandung kepingan organik berupa kayu dan tumbuh-tumbuhan, berbau
busuk, tebal lebih dari 1 m. Pada kedalaman 43m dan 45m sedimennya
terdiri atas pasir halus, berwarna abu-abu kecoklatan, sisa-sisa material
organik.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 35
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Penetrasi bor MKB4 sedalam 100m. Sedimen yang terdapat pada bor
MKB4 sebagian besar berupa lempung yang diselingi oleh lapisan material
organik berupa gambut dan lempung hitam organik. Lapisan sedimen dekat
permukaan terdiri atas gambut berwarna hitam kecoklatan, terurai, tebal
mencapai 2.5m. Antara kedalaman 2.5m dan 45m sedimennya terdiri atas
lempung hitam kecoklatan, lunak, material organik 30%. Antara kedalaman
45m dan 50m lempung hitam tersebut menjadi lebih kompak dan lengket.
Antara kedalaman 50m dan 91m sedimennya berupa lempung abu-abu
kehijauan, kompak, dan sangat lengket. Di antara lapisan lempung hitam
kehiajaun dan hitam kecokalatan pada kedalaman 91m – 92m dan 96m –
97m terdapat lapisan gambut hitam sangat kompak, tebal antara 10cm dan
20cm. Pada kedalaman 99m dan 100m sedimennya terdiri atas kaolin
sangat lengket, kompak berwarna coklat terang-coklat agak pudar.
Analisiis besar butir pada contoh sedimen bor MKB3 dan MKB4 adalah
untuk mengetahui perubahan tekstur sedimen secara tegak yang
menggambarkan ligkungan sedimentasi. Berdasarkan data analisis besar
butir sedimen dari kedua lubang bor tersebut, terdapat perbedaan tekstur
sedimen terutama harga besar butir rata-ratanya (Tabel 3 dan Tabel 4).
Besar butir rata-rata sedimen bor MKB3 beragam. Dekat permukaan
(0m - 8m) nilai besar butir rata-rata berkisar antara 3phi dan 4phi. Di
bagian tengah (8m - 34m) besar butir rata-rata antara 4phi dan 5phi. Lebih
dalam lagi harga besar butir rata-rata umunya antara 2phi dan 3phi.
Berdasarkan data tersebut di bagian atas sedimen lebih banyak disusun oleh
pasir halus, di bagian tengah terdapat perselingan sedimen pasir halus dan
lanau, dan dibagian dalam sebagian besar sedimen disusun oleh pasir halus
dan pasir berbutir sedang.
Besar butir rata-rata sedimen bor MKB4 tidak memperlihatkan
perubahan yang mencolok berkisar antara 5phi dan 7phi. Nilai besar butir
rata-rata tersebut termasuk sedimen lanau. Di sekitar permukaan harga
besar butir rata-rata sekitar 5 phi. Harga ini berangsur naik menjadi sekitar
7phi sejalan dengan bertambahnya kedalaman.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 36
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 37
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 38
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 39
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.2. Karakteristik Pantai

Karakteristik pantai menggambarkan keanekaragaman proses


pembentukan morfologi, dimana perubahan morfologinya mencirikan hasil
dari interaksi antara unsur oseanografisika (angin, gelombang, pasang naik-
turun dan arus) terhadap unsur geologi (struktur, batuan dan topografi)
dan aspek antropogenik (pengguna). Pemetaan karakteristik pantai
bergantung kepada skala peta dan obyek penyelidikan (Dolan, 1975).
Pemetaan karakteristik pantai di daerah selidikan dilakukan dengan orientasi
lapangan melalui jalan laut secara diskriptif, kualitatif terhadap parameter
geologi, relief, karakteristik garis pantai dan proses dominan (Doland,
1975). Proses dominan meliputi marin, fluviatil, pencucian massa (mass
wasting), kehidupan koral (coral life), pertumbuhan bakau (mangrove life)
atau campurannya. Peta dasar yang diapakai peta Rupa Bumi Bakosurtanal
skala 1 : 50.000, dan citra ETM7 2001.
Daerah selidikan termasuk kedalam Delta Kapuas. Delta ini merupakan
suatu sistem delta aktif yang dibentuk dalam kondisi lingkungan tropik.
Pengaruh gelombang laut dan fluvial sangat besar dalam pembentukan.
Delta Kapuas memperlihatkan suatu tipe morfologi hampiir berbentuk kipas
simetri (symmetrical fan). Morfologi Delta Kapuas secara umum dapat
dibagi kedalam tiga sistem konsentrik radial yaitu dataran delta (delta
plain), muka delta (delta front) dan luar delta (prodelta).
Berdasarkan pengamatan visual, kawasan Delta Kapuas terdiri atas
pulau-pulau yang banyak ditumbuhi mangrove dan nipah. maka
karakteristik pantai daerah selidikan dapat digolongkan ke dalam 2 jenis
pantai yaitu pantai lumpur- mangrove-rhizophora dan 2 pantai lumpur
mangrove-nipah (Gb. 15).

A. Pantai lumpur- mangrove-rhizophora

Pantai lumpur- mangrove-rhizophora berkembang sebagian di pantai


Muara Kakap, pantai barat P. Tanjung Saleh, P. Sepuk Prupuk, P. Sepuk
Keladi dan P. Sepuk Laut. Karakteristik garis pantai jenis ini terdiri atas

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 40
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

tanaman mangrove rhizophora dan lumpur. Endapan lumpurnya akan


tampak jelas terutama pada saat air laut surut. Resistensi sedimen
terhadap aksi gelombang laut dari jenis pantai ini tergolong rendah,
sehingga di kawasan ini sering terjadi erosi pantai, terutama pada saat
musim angin barat, yang mengakibatkan beberapa garis pantai mundur
(abrasi). Di lapangan erosi pantai ini biasanya ditandai oleh adanya
beberapa tanaman mangrove dewasa yang tumbang dan berada jauh di
depan garis pantai baru. Sebaliknya pasokan sedimen dari sungai Kapuas
pada pantai ini cukup tinggi, sehingga secara umum pantai ini tergolong
stabil dengan sedimentasi aktif. Di lapangan kondisi ini diperlihatkan oleh
banyaknya tanaman mangrove muda, dan gosong-gosong pasir (sand bar)
di kawasan tersebut sebagai embrio pulau - pulau kecil (Lampiran
Foto 1).

B. Pantai lumpur mangrove-nipah

Pantai lumpur mangrove-nipah berkembang di sepanjang tepi sungai,


Kapuas dan anak-anak sungainya (Lampiran Foto 1), dan hampir semua di
tepi pulaua-pulau yang ada di Delta Kapuas. Jenis pantai ini dapat
dikatagorikan sebagai daerah peralihan atau daerah pertumbuhan dan
perkembangan mangrove nipah dalam lingkungan payau sebagai akibat
pengaruh campuran air sungai dan air laut. Jenis pantai ini umumnya
dicirikan oleh adanya sedimen yang berlapis di sekitar tepian sungai. Pantai
jenis ini relatif stabil terhadap erosi arus sungai. Gelombang dan arus sungai
yang ditimbulkan oleh kendaraan laut berkecepatan tinggi sering
menimbulkan erosi pada tepi sungai.

4.3. Pasang Surut

Pengukuran pasang-surut dilakukan di sekitar Dermaga Muara Kakap


dan Sungai Pulau selama 15 hari dengan pembacaan setiap 1 (satu) jam
secara menerus (Lampiran terikat 2-1) dari tanggal 18 September 2005
s/d 2 Oktober 2005 (Gb.16). Metoda perhitungan perhitungan konstanta

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 41
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 34
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap


Kalimantan Barat (18 SEPT. - 3 OKT. 2005)
24
22
20
Tinggi Air (dm)

18
16
14
12
10
Tinggi Air
8
MSL
6
4
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
Jam

Gb.16 Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap Kalimantan Barat (18 Sept. – 3 Okt. 2005) (PPPGL, 2005)

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 34
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

harmonis yang digunakan adalah metoda The British Admiralti 15 hari


(piantan). Berdasarkan perhitungan konstanta harmonis pasang surut di
daerah penyelidikan maka diperoleh elevasi muka laut rata-rata (mean sea
level) dari level nol rambu, dan 9 (sembilan) konstanta harmonik (M2, S2,
N2, K1, O1, M4, MS4, K2, dan P1) Hasil akhir perhitungan konstanta
harmonik ini adalah sebagai berikut (Tabel 5):

Tabel 5. Konstanta harmonik pasang-surut Muara Kakap (PPPGL, 2005)

FINAL RESULT
So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4
A cm 136.02 17.9 5.5 0.002 1.5 38.6 30.7 12.7 1.7 2.4
g 395 164 63 164 129 332 129 247 353
F= 2.96

Dimana :
An : besaran amplitudo pasang surut komponen-n
g : sudut kelambatan fasa
So : tinggi muka laut rata-rata di atas titik nol rambu
M2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi bulan
S2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi
matahari
N2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat
lintasan bulan yang berbentuk elips
K2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat
lintasan matahari yang berbentuk elips
O1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
bulan
P1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
matahari
K1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
bulan dan matahari
M4 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan
sebanyak dua kali (2 x M2)

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 35
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

MS4 : konstanta harmonik yang diakibatkan oleh adanya


interaksi antara M2 dengan S2

Sebagai datum vertikal untuk keperluan pemetaan hidrografi


digunakan kedudukan muka air surutan terendah (LWS) yang letaknya
0.846 m di bawah MSL (Gb.17).

Gb.17 Tinggi LWS terhadap rambu pasut

Analisa kombinasi komponen utama pasang surut dilakukan untuk


menentukan delay (keterlambatan) kejadian masing-masing komponen
pasang surut. Hasil analisa kombinasi menggunakan 9 (sembilan)
komponen utama adalah sbb.:

a. Kombinasi Terhadap Pasang K1 dan M2

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 36
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Diperoleh air rendah yang ditimbulkan oleh anak komponen pasang


surut konstanta K1, O1, M2, dan K2 adalah 67.8 cm di bawah duduk
tengah.
b. Pengaruh Pasang S2
Kedudukan air rendah yang disebabkan oleh pasang M2, S2, K1, O1,
dan K2 adalah 67.8 cm di bawah duduk tengah.
c. Pengaruh Gelombang P1
Air rendah yang disebabkan oleh komponen M2, S2, K1, O1, K2, dan
P1 adalah 80.54 cm dibawah duduk tengah.
d. Pengaruh N2, M4, dan MS4
Kedudukan air rendah terendah yang diakibatkan oleh komponen
pasang surut M2, S2, K1, O1, K2, P1, N2, M4, dan MS4 adalah 84.6 cm
di bawah duduk teng

4.4. Arus

Arus laut yang terjadi yang diakibatkan oleh pasang surut dan
merupakan salah satu parameter di dalam mengontrol dinamika pantai
Delta Kapuas. Untuk mendapatkan gambaran kondisi arus di daerah
penelitian dilakukan dengan pengukuran Lagrangian.
Pengakuruan arus dengan metoda Lagrangian digunakan bola apung.
Arah dan kecepatan arus diketahui dengan mengikuti arah dan gerak bola
apung tersebut. Berdasarkan pengukuran arus dari bola apung yang
berlokasi di Sungai Punggur Besar depan muara Sungai Kakap pola arus
surut searah dengan aliran Sungai Punggur Besar menuju laut. Kecepatan
rata-rata arus surut ini adalah 0.56m/detik. Pada saat pasang arus
berlawanan arah dengan arah aliran sungai tersebut. Kecepatan rata-rata
arus pasang lebih rendah dari arus surut yaitu 0.24m/detik (Gb.18). Dari
data arus di atas menunjukkan bahwa pergerakan partikel sedimen yang
diangkut oleh arus sungai dan arus surut condong ke arah laut. Dengan
kata lain pengendapan atau sedimentasi akan berlangsung terus ke arah
laut selama tidak ada hambatan akibat adanya penghalang (sediment trap)

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 37
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

yang dipasang oleh masyarakat pantai setempat seperti bagan, dan bubu
laut (jaring perangkap ikan).

4.5. Batimetri

Berdasarkan data lintasan peruman dan seismik (Gb.19), maka


kedalaman air laut setiap titik tetap (fix point) di daerah penyelidikan
dikoreksi pasut. Koreksi pasut yang digunakan adalah muka air laut rata-
rata (mean sea-level). Data yang telah dikoreksi diplot kembali ke dalam
peta pada posisi titik yang sama, kemudian dari titik–titik tersebut ditarik
garis yang mempunyai kedalaman yang sama berupa kontur kedalaman
(batimetri). Batimetri tersebut diplot pada interval 1 m (Gb.20). Karena
metoda yang digunakan bukan dikhususkan untuk survey hidrografi, maka
peta kedalaman air laut yang dihasilkan ini tidak direkomendasikan untuk
navigasi.
Konfigurasi morfologi dasar laut mencerminkan kondisi geologi serta
dinamika air lautnya. Berdasarkan data peruman maka secara umum pola
kontur batimetri dasar laut daerah penyelidikan mengikuti pola morfologi
Delta Kapuas. Morfologi dasar laut dekat pantai delta (delta front)
menunjukkan pola datar dan merata dengan kedalaman antara 1m dan 5m.
Di sekitar muara-muara sungai delta ini terdapat kanal masuk dan keluar
(out/inlet) arus pasut/sungai dengan kedalaman mencapai lebih dari 5m.
Morfologi dasar laut di bagian luar delta, P. Sepuk Laut, P. Sepuk Keladi,
dan P. Sepuk Prupuk memperlihatkan pola kontur lebih rapat dibandingkan
dengan tempat lainnya mulai dari kontur kedalaman 5m sampai dengan
20m. Pola kontur tersebut mencirikan adanya suatu kemiringan (slope) yang
cukup terjal (Gb.20). Pola kontur-kontur tersebut merupakan bagian dari
lingkungan luar delta atau tepian delta (shelf).

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 38
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 39
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 40
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 41
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.6 Seismik Pantul Dangkal


Survei seimik dilakukan secara bersamaan dengan pemeruman,
sumber ledak (source) sistem Boomer dengan catu daya 300 Joule, sapuan
1/4 per detik, kecepatan waktu ledak (firing rate) 1/4 detik, frekuensi 300-
4000 Hz dengan waktu bacaan posisi (fix position remark) pada kertas
rekam setiap selang 10 menit. Interpretasi data seismik diproses secara
manual dengan menarik batas dari sifat dan konfigurasi pantulan akustik.
Ketebalan sekuen sesimik dihitung dengan menggunakan asumsi kecepatan
rambat gelombang pada sedimen yaitu 1600 m/detik. Setiap sekuen seismik
yang diiterpretasikan sebagai sedimen Holosen dan mempunyai ketebalan
yang sama dihubungnkan dalam bentuk kontur isopah. Penarikan kontur
isopakh dilakukan dengan menggunakan interval setiap 5 m (Gb.21).
Lintasan seismik diarahkan memotong Delta Kapuas yaitu mulai dari muara
induk Sungai Kapuas (delta plain) , kanal delta, hingga ke laut (prodelta).
Berdasarkan peta isopah secara umum sedimen Holosen di bagian
lepas pantai (pro-delta) lebih tebal dibandingkan dengan bagian dataran
delta. Pola kontur isopahnya menyempit dengan ketebalan sediment
mencapai 35 meter. Pola ini terdapat di utara dan tengah daerah selidikan.
Data rekaman seismic juga menunjukkan di bagian lepas pantai (pro-
delta) konfigurasi lapisan sedimen bawah dasar laut sebagian besar
mencerminkan pola-pola alur purba dengan konfigurasi torehan dan isian
kanal (cut and fill) (Gb.22). Sebaliknya ke arah dataran delta atau muara
Sungai Kapuas bentuk cut and fill ini tidak tampak lagi karena tertutup oleh
pola turbiditas akustik (acoustic turbidity).
Pola-pola reflector yang menunjukkan adanya indikasi gas dalam
sediment di daerah penyelidikan antara lain penggosongan akustik (acoustic
blanking), turbiditas akustik, penguatan reflector (enhanced reflectors),
reflector berganda (multiple reflectors) dan hiperbola difraksi (diffraction
hyperbolas).

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 42
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Pengosongan akustik adalah fenomena area-area bebas refleksi


yang mengindikasikan adanya daerah-daerah gas (Gb.23). Hal ini terjadi
karena adanya absorbsi sinyal seismic dalam sediment mengandung gas.
Efek yang sama dapat juga ditimbulkan oleh transparansi akustik karena
tidak terdapatnya perlapisan sediment akibat migrasi gas.
Turbiditas akustik adalah berupa rekaman kabur (diffuse) menutupi
seluruh rekaman yang ada (Gb.24). Pola ini terjadi karena penyerapan
(absorb)) energi akustik oleh lapisan sedimen sangat lunak atau ronga-
ronga pada sedimen sangat porus yang diisi oleh gas. Adanya lapisan-
lapisan kerikil dan pasir juga memberikan efek akustik yang sama, sehingga
dalam penafsiran keberadaan material-material ini perlu diperhatikan.
Turbiditas akustik yang memotong secara tajam stratifikasi dalam rekaman
seismic mengindikasikan tidak terdapatnya hubungan keberadaan gas
dengan litologi. Sediment turbid ini juga tidak selalu menunjukkan adanya
efek terhadap kecepatan rambat akustik yang nyata (pull-down effect).
Penguatan reflector adalah variasi lokal reflektor seismik yang
biasanya berada di bagian atas lapisan turbid yang mengindikasikan
bertambahnya konsentrasi gas (Gb25). Kadang-kadang fenomena ini
meluas secara lateral dari zone turbiditas akustik.
Reflector berganda adalah fenomena perulangan secara kuat suatu
reflector akibat dari pergerakan ke bawah energi gelombang seismic yang
dipantulkan oleh permukaan bergas dan dipantulkan kembali oleh
permukaan laut. Reflector berganda dasar laut yang kuat dapat juga
dihubungkan dengan material sampah terutama di daerah-daerah dekat
industri.
Hiperbola difraksi adalah bentuk-bentuk reflector yang terutama
terkonsentrasi di bagian paling atas kolom sediment atau pada dasar laut.
Bentuk ini berhubungan dengan horizon gas dan bentuk morfologinya yang
tidak beraturan adalah akibat adanya sediment bergas.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 43
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 44
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 45
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 46
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Gb,25 Penafsiran rekaman seismik pantul dangkal di sekitar Delta


Kapuas penampang P5. Sumber energi Boomer 300 Joule
waktu ledak ¼ detik (PPPGL, 2005).

4.7. Analisis laboratorium

A. Analisis kandungan gas


Analisis kandungan gas alami dilakukan pada beberapa gas dan
sedimen yang berasal dari lubang bor MKB3. Lubang bor tersebut
merupakan satu dari 4 lubang bor penelitian yang mengindikasikan
adanya gas. Alat yang digunakan adalah jenis GCMS Shimadzu: GC-17A
dan MS-QP5050A. Contoh gas yang dianalisis adalah gas yang langsung
ditampung kedalam kantong plastik dan pipa pvc dari lubang bor MKB3.
Tekanan gas alam dari lubang bor tersebut sangat kecil diperkirakan
kurang dari 1 milibar. Contoh gas lainnya adalah berasal dari gas yang
terbentuk berasal dari contoh sedimen organik MKB3 yang disimpan
didalam kantong plastik tertutup rapat. Terakhir contoh gas yang dianalisis
berasal dari ekstrasi contoh sedimen tersebut. Keluaran gas yang dianalisis
adalah dalam bentuk jenis gas dan konsentrasi %.
Berdasarkan analisis gas yang langsung dari lubang bor MKB3, gas
tersebut sebagian besar mengandung kandungan gas nitrogen N2 di atas
70%, gas oksigen O2 lebih dari 15%, gas metana CH4 antara 2% dan 8%,
dan gas hydrogen H2 dan karbon dioksida CO2 kurang dari 1% (Lampian
terikat 3.1). Gas yang yang dianalisis tersebut tidak diketahui secara pasti

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 47
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

di kedalaman berapa pada lubang bor MKB3. Untuk itu dilakukan


pengambilan contoh sedimen untuk dianalisis kandungan gasnya.
Sebanyak 4 contoh sedimen yang diambil dari kedalaman yang
berbeda telah dianalisis kandungan gasnya. Dari analisis kandungan gas
yang dijeksikan berasal dari contoh sedimen tersebut sebagian besar
memperlihatkan konsentrasi gas metana CH4 yang cukup besar.
Konsentrasi gas metana CH4 pada setiap contoh yang dianalisis
kebanyakan dalam bentuk senyawa dan bukan dalam bentuk gas metana
bebas. Jenis dan konsentrasi gas yang dianalisis adalah sebagai berikut
(Lampian terikat 3.1):
Kandungan gas pada sedimen antara 0m dan 8m (MKB3-8) terdiri
atas gas tetranitromethane lebih dari 90% dan kurang dari 1% gas octyl-
4-carboxylic acid.
Pada contoh sedimen sekitar 11m di bawah permukaan (MKB3-11)
gasnya terdiri atas tetranitromethane (93.78%), dan octyl-4-carboxylic
acid kurang dari 2%.
Di kedalaman sekitar 19m (MKB3-19) gas yang dapat diidentifikasi
terdiri atas tetranitromethane lebih dominan (98%), dan sebagian kecil
gas octyl-4-carboxylic acid.
Pada kedalaman antara 23m dan 25m gas yang dihasilkan terdiri
atas gas tetranitromethane (97%), dan sedikit gas Bis[4-(phenylsulphonyl)
phenyl] carbonate (3%).
Jenis gas yang dihasilkan pada sedimen paling bawah dari lubang bor
MKB3 yaitu antara 39m dan 45m terdiri atas gas beta ionone epoxide lebih
dari 90%, dan kurang dari 10% gas tetranitromethane.
Selanjutnya analisis identifikasi gas dilakukan pada contoh sedimen
yang sama yang diekstrasi. Berdasarkan analisis gasnya maka didapat
jenis dan persentase gas yaitu (Lampian terikat 3.1):
Untuk sedimen pada kedalaman sekitar 8m gas yang dihasilkan
sebagian besar berupa methyl ester (27%), carotene (25%), propane

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 48
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

(20%), dan sekitar 10% terdiri atas dicloropehenyl, dan phenylpropyl


isobutyrates.
Pada contoh sedimen di kedalaman 11m gas yang dapat didentifikasi
sebagian besar berupa methyl ester (62%), dan sebagian lagi terdiri atas
ehtyphenyl, tetramethyl, dan chloromethoxyl.
Gas yang dapat diidentifikasi pada contoh sedimen di kedalaman
sekitar 19m dan 23m sebagian besar (98%) berupa gas ethane, ethyl
ether.
Pada sedimen yang paling bawah dari lubang bor (39m-45m) gas
yang dihasilkan sebagian besar berupa gas ethane (80%), dan sebagian
lagi (20%) terdiri atas propanol, butanol, dan phenol.

B. Analisis karbon total


Analisis kandungan karbon total dilakukan pada contoh-contoh
sedimen yang berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4.
Data analisis kandungan karbon dinyatakan dalam satuan % berat
(Lampian terikat 3.2).
Berdasarkan data analisis kandungan karbon total dari ke empat
lokasi bor, persentase total kandungan karbonnya tinggi untuk sedimen
MKB1, MKB2, dan MKB4 yang terdapat di sekitar permukaan. Persentase
total karbonnya berangsur turun untuk sedimen yang berada lebih dalam
lagi. Sebaliknya untuk sedimen yang berasal dari lubang bor MKB3
persentase total karbon meningkat dengan bertambahnya kedalaman.
Persentase karbon total untuk sedimen permukaan (0m dan 5m) dari
lubang bor MKB1 dan MKB2 yaitu antara 7% dan 9%. Nilai total karbon
tersebut cukup tinggi jika dibandingkan terhadap nilai karbon total
pembentukan hidrokarbon. Hal ini sesuai dengan perian megaskopis
sedimennya yang banyak mengandung material organik sisa tumbuh-
tumbuhan dan gambut. Pada kedalaman 40m dan 50m nilai total
karbonnya menjadi rendah sekali yaitu antara 0.10% dan 0.20%.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 49
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Kondisi tersebut diperlihatkan pula oleh sedimen yang berasal dari


lubang bor MKB4. Nilai persentase karbon total pada sedimen
permukaannya sangat tinggi yaitu mencapai 15.76%. Sedimen ini berupa
material organik sisa tumbuhan (gambut). Sebaliknya pada kedalaman
100m persentase karbon totalnya menjadi rendah sekali (0.09%). Hal ini
sesuai dengan jenis sedimennya berupa lempung kaolin yang masih
segar.
Berbeda dengan contoh sedimen sebelumnya, nilai persentase
karbon total yang ada pada sedimen MKB3 di kedalaman 0m sampai
dengan 30m tidak memperlihatkan perubahan yang mencolok yaitu
berkisar antara 1.5% dan 3.5%. Kecuali pada kedalaman 30m dan 40m
nilai karbon total ini menurun cukup berarti yaitu antara 0.7% dan 0.9%.
Selanjutnya persentase karbon total tersebut naik menjadi sekitar 4%
pada kedalaman 45m.

C. Ananlisis polen
Analisis polen dilakukan pada sedimen yang berasal dari lubang bor
MKB1, MKB2, MKB3 dan MKB4. Berdasarkan analis polen pada contoh-
contoh sedimen tersebut, kelimpahan kandungan pollen dari setiap bor
cukup beragam kecuali untuk contoh sedimen dari lubang bor MKB1 dan
MKB2 memperlihatkan suatu kemiripan. Hal ini disebabkan lokasi titik bor
MKB1 dan MKB2 agak berdekatan. Sedangakan dengan titik bor lainnya
cukup jauh dengan kondisi lingkungan dan jenis sedimen yang berbeda.
Data analisis pollen ditampilkan berupa jenis dan persentase
kelimpahannya (Lampian terikat 3.3), dan karaktersitk setiap jenis pollen
(Lampiran Foto).
Contoh pollen yang berasal dari sedimen MKB2 yang dianalisis
mengandung butiran polen yang cukup melimpah yaitu lebih dari seratus
butir dalam tiap preparatnya (Gb.26). Diagram Polen ini dapat dibagi
menjadi 2 zonasi polen. Zonasi 1 dibedakan dari zonasi 2 berdasarkan
kelimpahan polen tumbuhan mangrove dan grassland-nya. Polen

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 50
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

mangrove hadir dalam frekuensi yang sangat kecil di Zonasi 1 dan


meningkat pesat di Zonasi II. Pada bagian bawah Zonasi 2, mangrove
didominasi oleh polen Rhizophora. Namun frekuensi Rhizophora menurun
drastis ke bagian atas inti bor. Kondisi sebaliknya ditunjukkan oleh polen
Sonneratia alba yang hadir dalam frekuensi kecil dibagian bawah Zonasi 2
namun memperlihatkan peningkatan frekuensi ke bagian atas bor.
Frekuensi polen tumbuhan grassland menunjukkan gejala yang
serupa dengan polen tumbuhan mangrove yaitu hadir dalam frekuensi
yang kecil di Zonasi 1 dan meningkat di Zonasi 2. Peningkatan frekuensi
polen tumbuhan grassland terutama disebabkan oleh peningkatan
Gramineae dan Cyperaceae. Compositae yang absen di Zonasi 1 tampak
hadir di bagian atas Zonasi 2.
Polen tumbuhan dryland/petaland menunjukkan gejala yang
berbalikkan dengan kondisi polen mangrove dan grassland yaitu memiliki
frekuensi yang tinggi di Zonasi 1 dan berkurang di Zonasi 2. Sedangkan
polen tumbuhan montane menunjukkan frekuensi yang relatif sama baik di
Zonasi 1 maupun 2.
Alga air tawar yaitu Concentricystes circulus hadir baik di Zonasi 1
maupun 2. Frekuensi alga ini memperlihat peningkatan di Zonasi 2.
Diagram Polen yang terdapat pada contoh sedimen MKB3 dapat
dibagi menjadi 2 zonasi polen (Gb.27). Zonasi 1 dapat dipisahkan dari
Zonasi 2 berdasarkan kelimpahan polen tumbuhan grassland nya. Di
Zonasi 1 frekuensi polen tumbuhan grassland sangat besar mencapai
hingga lebih dari 40%. Gramineae mendominasi frekuensi polen tumbuhan
grassland di Zonasi 1 ini. Sementara di Zonasi 2 frekuensi polen tumbuhan
grassland memperlihatkan penurunan yang berarti mencapai kurang dari
5% di bagian bawah dan sedikit lebih besar pada bagian atasnya.
Polen tumbuhan mangrove tidak memperlihatkan fluktuasi yang
berarti, hadir dengan frekuensi sedang sekitar 10% baik di zonasi 1
maupun 2. Pada bagian bawah inti bor, kehadiran polen mangrove tampak

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 51
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

didominasi oleh Sonneratia alba. Ke bagian atas inti bor, Sonneratia alba,
Avicennia dan Rhizophora memiliki frekuensi yang sebanding.
Polen tumbuhan dryland/peatland memperlihatkan frekuensi yang
relatif kecil di Zonasi 1 namun meningkat cukup signifikan di Zonasi. Polen
tumbuhan darat yang hadir dengan frekuensi yang cukup besar adalah
Elaeocarpus.
Polen tumbuhan pegunungan hadir dengan frekuensi kecil di Zonasi
1 dan sedikit meningkat di Zonasi 2. Frequensi polen tumbuhan
pegunungan ini tampak didominasi oleh Quercus.
Concentricystes circulus hadir hanya di Zonasi 2, dengan frekuensi
yang relatif kecil.
Diagram Polen pad contoh sedimen MKB4 ini dapat dibagi menjadi 2
zonasi polen (Gb.28). Zonasi 1 dipisahkan dari Zonasi 2 berdasarkan
kelimpahan polen dalam sampel. Zonasi 1 butiran polen yang kurang
melimpah (kurang dari 100 butiran per preparat). Sebaliknya Zonasi 2
memiliki kandungan polen yag melimpah yaitu lebih dari 100 butiran tiap
preparatnya.
Meskipun memiliki perbedaan kelimpahan butiran polen, Zonasi 1
dan 2 memiliki komposisi polen tumbuhan mangrove, dryland/peatland,
Montane dan grassland yang relatif tetap meskipun frekuensi mangrove
terlihat memperlihatkan kecenderungan penurunan ke bagian atas inti bor.
Alga air tawar, Concentricystes circulus tampak hadir secara
signifikan di Zonasi 2. Alga ini juga hadir sedikit di bagian atas dari
Zonasi 1.
Bercampurnya polen tumbuhan dari berbagai lingkungan yaitu
tumbuhan pegunungan, dryland/peatland, mangrove dan grassland
mengindikasikan lingkungan pengendapan yang berkisar dari daerah
transisi hingga lepas pantai. Relatif rendahnya frekuensi polen mangrove
(kurang dari 30%) di ketiga inti bor mengindikasikan bahwa lingkungan
pengendapan ketiga inti bor berada di lepas pantai yang tidak terlalu jauh
dari pantai yang ditumbuhi hutan mangrove. Namun demikian fluktuasi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 52
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

frekuensi polen mangrove mengindikasikan perubahan lingkungan dari


waktu ke waktu.
Pada inti bor MKB-2, rendahnya frekuensi polen mangrove di Zonasi
1 menunjukkan bahwa hutan mangrove belum berkembang secara intensif
pada saat Zonasi 1 ini diendapkan. Lingkungan pengendapan zonasi ini
diduga berupa lingkungan perairan lepas pantai,mungkin pada zona neritik
dangkal.
Terjadinya transgresi yang kemungkinan disebabkan oleh proses
progradasi akibat sedimentasi yang cepat memungkinkan berkembangnya
hutan mangrove secara lebih intensif. Meningkatnya frekuensi alga air
tawar di Zonasi 2 memperkuat dugaan terjadinya peningkatan sedimentasi
yang disebabkan oleh peningkatan beban sedimen yang dibawa oleh arus
sungai yang masuk di sekitar lokasi bor. Hutan mangrove mungkin
berkembang hingga di dekat lokasi bor MKB-2.
Inti bor MBK-3 kemungkinan juga diendapkan di daerah transisi
sebagaimana diindikasikan oleh percampuran polen yang berasal dari
berbagai lingkungan. Frekuensi polen mangrove yang relatif rendah baik di
Zonasi 1 maupun 2 mengindikasikan lingkungan pengendapan inti bor
MKB-3 berada di zona neritik dangkal. Hutan mangrove tumbuh didaerah
pantai yang berada di dekat lokasi bor. Dibelakang hutan mangrove
kemungkinan berkembang lingkungan hutan terbuka yang diindikasikan
oleh tingginya frekuensi polen tumbuhan rumput-rumputan (grassland).
Sebaliknya hutan yang lebih tertutup kemungkinan telah berkembang di
belakang hutan mangrove pada saat Zonasi 2 diendapkan.Hal ini
diindikasikan oleh berkurangnya frekuensi polen rumput-rumputan di
Zonasi 2 ini.
Polen dari berbagai lingkungan pengendapan juga bercampur di
sampel-sampel inti bor MKB-4. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan
pengendapan inti bor ini berada di sekitar daerah transisi.
Rendahnya kandungan polen di Zonasi 1 inti bor MKB-4 kemungkinan
disebabkan oleh kecepatan pengendapan yang terlalu tinggi atau oleh

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 53
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

proses oksidasi yang kuat setelah pengendapan sedimen, atau lingkungan


pengendapan yang cukup jauh di lepas pantai. Namun demikian, warna
sedimen yang cenderung coklat kekuningan lebih mengindikasikan
kuatnya oksidasi yang terjadi yang mungkin telah menyebabkan
rendahnya tingkat preservasi polen. Rendahnya kandungan spora
mendukung argumentasi ini karena meskipun lingkungan pengendapan
yang jauh dari pantai memiliki kandungan polen yang rendah, kandungan
sporanya umumnya masih tinggi (Lorenta, 1986). Kuatnya proses oksidasi
mengindikadikan kondisi lingkungan pengendapan yang seringkali
terekspos ke permukaan (sub-aerial). Bisa jadi lingkungan pengendapan
Zonasi 1 adalah lingkungan dataran banjir yang berada di daerah transisi.
Sebaliknya tingginya kelimpahan polen pada Zonasi 2 menunjukkan
tingkat preservasi polen yang baik. Ini mungkin berkaitan dengan
berkembangnya lingkungan perairan yang tetap (stabil) di lokasi bor
MKB-4 pada saat Zonasi 2 diendapkan. Sementara meningkatnya frekuensi
alga air tawar di zonasi ini kemungkinan berkaitan dengan peningkatan
proses sedimentasi yang berasal dari daratan.

D. Analisis bakteri methanogenik


Berdasarkan analisis bakteri pada contoh sedimen bawah
permukaaan dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4 sebagian
besar contoh sedimen tersebut mengandung bakteri metanogenik. Dengan
kata lain gas biogenik pada sedimen tersebut kemungkinan bisa terbentuk.
Jumlah bakteri metanogenik terhadapat jumlah bakteri umum pada contoh
sedimen tersebut sangat kecil berkisar antara 0.3% dan 1.5%.
(Lampiran terikat 3.4).
Pada contoh sedimen dari lubang bor MKB1, MKB2, dan MKB4,
perubahan persentase bakteri metanogenik tidak mengindikasikan
perubahan yang mencolok. Kandungan bakteri metanogenik pada sedimen
dekat permukaan (1m-15m) dari lubang bor tersebut sekitar 0.3% atau
berkisar antara 2.50x105 dan 3.00x105 dari jenis bakteri Methanolobus

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 54
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

tindarius. Bakteri ini di bawah mikroskop berbentuk bulat, koloni jingga


cerah, mengkilap (Lampiran Foto). Jenis sedimen yang mengandung jenis
bakteri ini umumnya terdiri atas lumpur abu-abu kehitaman, sangat lunak,
mengandung sebagaian besar material organik dan berbau busuk. Pada
contoh sedimen yang lebih dalam kandungan bakteri umum berangsur
turun, begitu juga untuk bakteri metanogenik. Tetapi persentase bakteri
metnogenik terhadap bakteri umum berangsur naik sekitar 0.7%. Jenis
bakteri metanogeniknya yang dijumpai sebagain besar dari jenis
Methanosphaera stadtmanae secara fisik berupa koloni putih tak
beraturan, sel berbentuk bulat. Jenis sedimennya berupa lempung abu-
abu gelap, agak kompak, mengandung material organik dan berbau
busuk. Untuk contoh sedimen MKB4 lebih dalam dari 65m kemungkinan
sedikit sekali dijumpai bakteri metanogenik, karena sedimen di kedalaman
tersebut kurang cocok untuk perkembangan bakteri metanogenik.
Sedimennya berupa lempung yang sangat lengket, agak padu, dan sedikit
sekali mengandung bahan organik
Pada contoh sedimen di kedalaman antara 20m dan 30m dari bor
MKB3 persentase bakteri memperlihatkan perubahan yang cukup berarti.
Perbandingan persentase bakteri metanogeniknya terhadap total bakteri
umum yaitu sekitar 1.5% yang mana lebih besar dibandingkan dengan
contoh sedimen lainnya. Jenis bakteri metanogenik yang dominan pada
contoh sedimen ini yaitu Methanoplanus endosymbiosus. Bakteri ini
berbentuk koloni putih bening, dan selnya bebentuk bulat. Keberadaan
bakteri metanogenik pada sedimen tersebut mungkin mengindikasikan
suatu lingkungan yang cocok untuk perkembangan bakteri metanogenik
itu sendiri. Jenis sedimennya berupa lempung, lumpur hitam, banyak
mengandung material organik, dan berbau busuk. Pada contoh sedimen
yang lebih dalam lagi (42m) persentase bakteri metanogenik berkurang.
Jenis bakterinya sebagian besar berupa Methanosphaera stadtmanae.
Sedimennya terdiri atas lumpur bercampur pasir halus abu-abu kehijauan,
material organik kurang dari 10%, dan mineral kuarsa sekitar 50%.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 55
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 56
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 57
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 58
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 59
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 60
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 61
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 62
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 63
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 64
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

E. Analisi radiokarbon dating C14


Analisis pembentukan gas biogenik diidentifikasikan dengan umur
pembentukan sedimen sebagai media dari gas biogenik. Untuk hal itu di
kawasan Muara Kakap dilakukan metoda dating unsur C14. Unsur karbon
keberadaannya dalam sedimen cukup stabil. Partikel karbon dapat berada
di dalam sedimen yang berfraksi kasar dan sangat halus seperti pasir dan
lempung. Unsur Karbon dalam sedimen tersebut melalukan proses
pemecahan unsur masa paruh. Proses ini akan diidentifikasikan untuk
menentukan mulai terjadinya pengendapan dan kecepatan pengendapan
rata-rata sedimen. Dating C14. digunakan untuk sedimen dengan umur
pengendapan tidak lebih dari 50 ribu tahun. Sedimen yang dianalisis di
daerah penyelidikan adalah sedimen yang berasal dari inti bor yang utuh
(undisturb core) yang diambil di sekitar daratan Muara Kakap (MKB1 dan
MKB2), Desa Tanjung Gemuk - Pulau Sepuk Laut (MKB3), dan laut
Tanjung Saleh (MKB4). Sedimen yang diditeksi berupa lumpur dan lumpur
bercampur pasir pada kedalaman antara 45m dan 50m di bawah
permukaan.
Berdasarkan data analisis C14.. sedimen yang berasal dari daratan
Muara Kakap MKB1 dan MKB2 menunjukkan umur relatif masing-masing
19.660 tahun dan 20.840 tahun. Sedimen yang berasalal dari MKB3
memperlihatkan umur pengendapan 16.610 tahun. Sedimen yang berasal
dari MKB4 mengindikasikan umur sedimentasi17.157 tahun (Lampiran
terikat 3.5). Data tersebut menggambarkan bahwa pengendapan sedimen
di daratan Muara Kakap lebih dahulu terbentuk, kemudian disusul dengan
sedimentasi di perairannya yang sekarang menjadi bagian dari Delta
Kapuas. Perkiraaan kasar kecepatan rata-rata pengendapan sedimen di
kawasan ini dapat diketahui melalui perbandingan tebal C14. sedimen dan
durasi waktu pengendapan. Maka diperoleh kecepatan rata-rata
sedimentasi di kawasan daratan Muara kakap sekitar 0.25 cm/tahun.
Kecepatan rata-rata sedimentasi di kawasan peraiaran Muara Kakap

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 65
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

sekitar 0.28 cm/tahun realtif lebih cepat. Angka tersebut menggambarkan


proses pengendapan yang sangat rendah dan tidak bisa dijadikan patokan
untuk proses sedimentasi Delta Kapuas sekarang (modern delta).

F. Analisi unsur utama (XRF)


Komposisi kimia suatu endapan sedimen dapat ditunjukkan dari
kandungan unsur utama (major elements) dan unsur jejak (trace
elements) yang merupakan hasil analisis kimia contoh sedimen tersebut.
Data komposisi unsur utama dan unsur jejak dapat memberikan informasi
yang sangat penting baik tentang batuan sumber (source rocks) maupun
tentang asal mula (origin) atau provenance dari endapan sedimen
tersebut. Endapan sedimen klastik merupakan hasil pelapukan mekanis
dan kimia dari suatu batuan induk yang selanjutnya mengalami
transportasi dan konsentrasi serta pengendapan pada suatu lokasi
tertentu. Semakin jauh fraksi (butiran) sedimen tersebut tertransportasi,
semakin sulit mendeteksi asal mula dan batuan sumbernya. Selain itu, jika
endapan sedimen tersebut berbutir halus atau sangat halus, dan secara
petrografi/ mineragrafi sulit dikenal komposisi mineraloginya, maka
analisis kimia akan sangat membantu menginterpretasi proses geokimia
dan evolusi endapan sedimen tersebut. Mobilitas unsur juga menjadi
faktor penting dalam membentuk komposisi kimia suatu endapan sedimen.
Endapan residu hasil pelapukan batuan akan mengalami pengkayaan
dalam unsur Si, Al dan Fe, dan kekurangan unsur Mg, Ca, Na, dan K.
Endapan sedimen biasanya telah mengalami proses transportasi dan
pencucian. Pasir adalah material produk yang telah tercuci atau
mengalami pemisahan mekanis terhadap fraksi lempungnya sehingga
pasir banyak mengandung silika, sedangkan lempung banyak
mengandung alumina dan besi. Beberapa unsur utama seperti Fe, Ca dan
Si mungkin dapat mengalami peningkatan kadar dalam sedimen
lempungan. Alumina umumnya tidak mengalami perubahan yang berarti.
Sedangkan Na bersifat sangat mobile sehingga perbandingan antara Al2O3

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 66
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

dan Na2O dapat dipakai sebagai petunjuk mengenai tingkat maturity pada
sedimen berbutir halus. Contoh-contoh sedimen yang diananilis unsur
utama di daerah penyelidikan berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3,
dan MKB4. Sedimennya berupa pasir, lanau dan lumpur.
Berdasarkanan data analisis unsur utama tersebut menunjukkan
komposisi SiO2 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 berkisar antara
50% dan 80%. Kadar SiO2 pada contoh sedimen tersebut berangsur naik
dari sedimen dekat permukaan (MKB1-1, dan MKB2-1) hinnga sedimen
yang lebih dalam (MKB1-45 dan MKB2-46) (Lampiran terikta 3.6). Kadar
SiO2 pada contoh sedimen MKB3 lebih kecil (sekitar 50%) di kedalaman
antara 30m dan 35m, dibandingkan dengan sedimen dekat dan jauh di
bawah permukaan. Kadar SiO2 pada contoh sedimen MKB4 relatif sama
(rata-rata 50%) baik untuk sedimen dekat dan jauh dari permukaan.
Kadar Al2O3 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 di kedalaman
antara 1m dan 30m lebih tinggi (>19%) dibandingkan dengan sedimen
yang ada di kedalaman >30m (5%). Kadar Al2O3 pada contoh sedimen
MKB3 lebih tinggi (>19%) di kedalaman antara 30m dan 35m, sebaliknya
kadar Al2O3 nya rendah pada contoh sedimen dekat dan jauh di bawah
permukaan. Kadar Al2O3 pada contoh sedimen MKB4 meningkat dengan
bertambahnya kedalaman yaitu dari 13% menjadi 20%.
Kadar Fe2O3 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 menurun
dengan bertambahnya kedalaman yaitu dari 7% menjadi 2%. Kadar
Fe2O3 pada contoh sedimen MKB3 lebih tinggi (7%) di kedalaman
sekitar 30m dibandingkan pada kedalaman lainnya. Kadar Fe2O3 pada
contoh sedimen MKB4 hampir merata antara 5% dan 8% untuk setiap
kedalaman.
Unsur utama lainnya pada contoh contoh sedimen tersebut untuk
sejauh ini tidak menunjukkan perubahan yang cukup mencolok. Mungkin
dalam kajian yang lebih khusus unsur utama seperti CaO, MgO, Na2O,
K2O, dan TiO2 , MnO, P2O5 , dan SO3 ada korelasi dengan lingkungan
pembentukan gas biogenik.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 67
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

G. Analisis jenis mineral lempung (XRD)


Prosedur perekaman data spektrum XRD secara berurutan dengan
menggunakan program komputer Expert Data Collector. Untuk pengujian
sampel dipergunakan metode kedudukan sampel statis. Hal ini dilakukan
untuk lebih mempertajam pick mineral lempung yang terkandung di dalam
batuan. Parameter pengukurannya meliputi tegangan 40 kV dan arus 30
mA, serta parameter pengukuran lainnya seperti yang tercantum di dalam
formulir hasil uji. Pekerjaan pengolahan dan interpretasi data spektrum
XRD dilakukan dengan komputer yang menyatu dengan peralatan utama
dan juga dilakukan dengan komputer lainnya yang ada program pengolah
dan interpretasi data spektrum XRD. Pengolahan dan interpretasi data
spektrum XRD dilakukan dengan menggunakan dua program yang
berbeda dan dapat dioperasikan secara bersamaan. Pengukuran dan
interpretasi pick XRD dilakukan pada contoh sedimen yang berasal dari
lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4. Hasil pengukuran dan
interpretasi tersebut memperlihatkan kandungam masing-masing mineral
penyusun pada sampel tersebut (Tabel 6, dan Lampiran terikat 3.7).
Interpretasi yang dilakukan bersifat kualitatif, karena beragamnya
kandungan mineral yang terkandung di dalam sampel, sehingga software
tidak memungkinkan untuk menghitungnya.
Berdasarkan jenis mineral yang teridentifikasi tersebut tampak
bahwa mineral kuarsa, muskovit, dan klinoklor (klorit) hampir selalu hadir
di dalam batuan. Adanya mineral zirkon, mikroklin, dan albit menunjukkan
bahwa sumber batuan salah satuanya adalah batuan granitan. Hal ini
diperkuat dengan hadirnya mineral lempung kaolinit dan dickit, selain
beberapa halosit. Klinoklor atau klorit diduga merupakan hasil lapukan
mineral mafik, seperti biotit dan hornblende. Hadirnya secara bersama-
sama antara kaolinit dan dickit mengindikasikan bahwa batuan sumbernya
terdiri atas dua jenis batuan granitan, yaitu yang masih segar dan yang
telah terpengaruh oleh proses alterasi. Kemungkinan proses alterasi yang
telah terjadi pada batuan sumber beragam tipenya, meliputi propilitik,

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 68
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

argilik, dan argilik lanjut. Sangat jarang mineral berat dan mineral logam
masih hadir di dalam batuan, seperti zirkon, magnetit, pirit, dan kasiterit.
Hadirnya mineral pirit dan glaukonit secara sporadik mencirikan
lingkungan pasang-surut yang ritmik, yang interpretasi lebih lanjut
tentunya harus diikat kepada kolom stratigrafinya.

H. Unsur tanah jarang (REE)


Unsur tanah jarang (rare earth element, REE) adalah unsur
yang sering dikaitkan dengan energi termal apakah sebagai sumber atau
sebagai peredam (isolator). Unsur - unsur penting dalam mineral seperti
unsur cerium (Ce) dan lantanum (La) sebagai unsur radioaktif yang ada
hubungannya dengan energi. Unsur yitrium (Y) sebagai isolator suhu
sangat tinggi. Unsur zirkonium (Zr) sebagai isolator terhadap proses
korosif. Unsur neodymium (Nd) digunakan sebagai katalis pengurai.
Unsur-unsur tersebut mungkin ada hubungannya dengan indikasi sumber
panas dalam hal ini gas biogenik. Contoh – contoh sedimen yang dianalisis
unsur tanah jarangnya berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan
MKB4.
Berdasarkan analisis kimia unsur tanah jarang, kandungan unsur
tanah jarang pada sedimen tersebut pada umumnya sangat kecil. Unsur
Ce rata-rata 1.0 ppm, La dan Zr dan Y rata-rata 0.5 ppm, dan Nd rata-rata
2.0 ppm. Untuh contoh-contoh sedimen MKB1, MKB2, dan MKB3 di
kedalaman sekitar 45m unsur tanah jarang tersebut memperlihatkan
perubahan yang cukup berarti. Pada kedalaman tersebut kandungan ppm
unsur tanah jarangnya jauh di atas rata-rata (Lampiran terikat 3.8).

I. Analisis logam berat


Air dibutuhkan oleh bakteri didalam pembentukan gas biogenik.
Di samping itu juga air merupakan salah satu kebutuhan dasar yang
digunakan untuk keperluan minum, mandi dan cuci atau lebih dikenal
dengan kebutuhan domestik atau rumah tangga. Seluruh kegiatan
tersebut membutuhkan kualitas air yang berbeda dari sumber air tanah,

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 69
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

air permukaan, dan air danau. Pada sisi lain kegiatan-kegiatan yang
dilakukan manuasia terkadang menghasilkan limbah yang mengandung
logam berat yang dibuang ke suatu badan perairan atau di buang
(damping) ke dalam tanah, dan sedimen di dasar laut sebagai sisa
buangan (tailing). Kondisi demikian dapat menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi air atau sedimen. Bila kondisi ini melebihi
kemampuan atau kapasitas pemurnian alami oleh badan air atau sedimen,
maka keadaannya akan berubah dan tidak sesuai lagi dengan peruntukan.
Kandungan logam berat dalam sedimen dan air dapat terjadi akibat
bawaan asal sedimen itu sendiri atau karena dampak kegiatan manusia.
Contoh sedimen yang dianalisis logam beratnya di daerah
penyelidikan berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4.
Selain itu analisis logam berat ini dilakukan pada contoh air yang berasal
dari lubang bor MKB1, MKB2, dan air laut di sekitar perairan Muara Kakap.
Logam - logam berat yang dianalisis terdiri atas: tembaga (Cu), timbal
(Pb), seng (Zn), nikel (Ni), mangan (Mn), perak (Ag), besi (Fe), chrom
(Cr), Cadmium (Cd), merkuri (Hg), dan emas (Au).
Berdasarkan analisis logam berat pada contoh-contoh sedimen dan
air tersebut (Lampiran terikat 3.9), sebagain besar tidak memperlihatkan
persentase (ppm) dan suatu perubahan yang cukup mencolok kecuali
untuk logam Fe. Pada contoh sedimen hampir semua logam berat
terdapat di sini dengan kadar relatif tinggi terutama logam Fe berkisar
antara 30.000ppm dan 45.000ppm. Pada contoh air hanya beberapa
logam berat dapat diidentifikasi dengan kadar rendah, kecuali untuk logam
Fe kadarnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya.
Logam berat Cd dan Hg merupakan logam cukup berbahaya bagi
lingkungan hidup manusia dalam jumlah yang melebihi batas ambang.
Pada contoh sedimen logam-logam tersebut kadarnya cukup tinggi,
masing-masing antara 1ppm dan 5ppm, dan antara 200ppb dan 400ppb .
Pada contoh air logam Cd tidak terditeksi, kecuali Hg dengan kadar kurang
dari 0.08ppb.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 70
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Tabel 6. Data analisis mineral lempung (XRD) pada contoh sedimen perairan Muara
Kakap, Delta Kapuas Kalimantan Barat.

Mineral Teridentifikasi
No Contoh H K- A
Ill M-c a Cli Mus Ku A-a Kf Ha Gla P/f S/z A/m CuO Cas Zir
al m
o
1 MKB1-1 X X X x x x x x
2 MKB1-5 X X X x x x x x
3 MKB1-10 X x x X x x x
4 MKB1-15 X x x X x x x
5 MKB1-20 x X x X x x
6 MKB1-25 x X x X x x
7 MKB1-30 X x X x X x x x
8 MKB1-35 X x X x X x x x
9 MKB1-40 x x X x
10 MKB1-50 x X X
11 MKB2-1 x X x X x x x
12 MKB2-5 x X x X x x x
13 MKB2-10 x x X X x x
14 MKB2-15 x x X X x x
15 MKB2-20 x X x X x x
16 MKB2-25 x X x X x x
17 MKB2-30 x x X x X x x
18 MKB2-35 x x X x X x x
19 MKB2-40 x x X x
20 MKB2-50 x x X
21 MBK3-1 x x x X x x
22 MBK3-5 x x x X x x
23 MBK3-10 x x x X x
24 MBK3-15 x x x X x
25 MBK3-20 x x x X x x
26 MBK3-25 x x x X x x
27 MBK3-30 x x x X x
28 MBK3-35 x x x X x
29 MBK3-40 x x X x x x
30 MBK3-45 x X x x
31 MKB4-1 x x x x
32 MKB4-5 x x x x
33 MKB4-10 x x x x
34 MKB4-15 x x x
35 MKB4-20 x x x ?x x x
36 MKB4-25 x x x x x x
37 MKB4-30 x x x x x
38 MKB4-35 x x x x
39 MKB4-40 x x x x
40 MKB4-45 x x x x

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 71
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

Tabel 6. Lanjutan
41 MKB4-50 x x x x x x
42 MKB4-55 x x x x x
43 MKB4-60 x x x x
44 MKB4-65 x x x x x
45 MKB4-70 x x x x x x x x x
46 MKB4-75 x x x x x x x x
47 MKB4-80 x x x x x
48 MKB4-85 x x x x x x
49 MKB4-90 x x x x
50 MKB4-95 x x x x x x
51 MKB4-100 x x x x x

Keterangan mineral:
Hal = Hallosyte Cli = Clinochlore Gla = Glaukonite
CuO = Copper oxide P/f = Pyrite/fibroferrite M-c = Montmorilonite-chlorite
Ku = Kuarsa S/z = Sphalerite/zincaluminite K-m = Kaolinite-montmorilonite
A-a = Albite-anorthite A/m = Anatase/magnetite Kao = Kaolinite
Kf = K-feldspar Cas = Cassiterite Dik = Dickite
Ha = Halite/cryptohalite Zir =

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 72
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

4.8. Geolistrik
Lokasi penyelidikan geolistrik dipilih berdasarkan kajian geologi,
infromasi masyarakat setempat, dan populasi masyarakat. Lokasi tersebut
yaitu Pulau Sepuk Laut, Pulau Sepuk Keladi, Sepuk Prupuk, Pulau Nyamuk
dan Pulau Tanjung Saleh. Konfigurasi yang dipergunakan dalam survey
adalah Wenner-Schlumberger, Wenner, dan Dipole-dipole dengan jumlah
tembakan (shooting) 30 kali yaitu 16 tembakan di P. Sepuk laut, 7 di P.
Nyamuk, 4 di P. Tanjung Saleh, 2 di P. Sepuk Propuk, dan 1 tembakan di P.
Sepuk Keladi. Pada beberapa lokasi dilakukan line-crossing seperti di P.
Sepuk Laut ada 3 line-crossing. dan di pulau Nyamuk ada 4 line-crossing.
Berdasarkan hasil pengolahan data dan inversi data didapat informasi
struktur 2D dari resistivitas dan kedalamannya. Pola-pola kontur dari
penampang-penampang yang dihasilkan memberikan informasi kondisi
bawah permukaan. Secara keseluruhan pola sebaran nilai resistivitas
menunjukkan bahwa kondisi wilayah survey ini merupaka daerah konduktif
(1- 9 Ohm.m). Hal ini sesuai dengan geologi daerah pantai/rawa. Anomali-
anomali resistivitas tampak pada penampang tersebut. Anomali-anomali
adanya indikasi gas biogenik berkisar antara 1,5-3 ohm.m dan mempunyai
pola vortex yang jelas.
Penyelidikan geolisitrik yang dilakukan di daerah penyelidikan adalah
sebagai berikut:

A. Pulau Sepuk Laut


Penyelidikan geolistrik di P. Sepuk Laut dilakukan di sepanjang tanggul
bukaan baru dan tanggul lama. Posisi lintasan geolistriknya sebagian besar
berarah utara-selatan dan sebagain berarah barat-timur.
Analisis geolistrik menunjukkan bahwa sebagain besar daerah
P. Sepuk Laut yang dilintasi geo listrik memperlihatkan indikasi kuat adanya
gas biogenik (Tabel 7, Lampiran terikat 4.1a dan Lampiran terikat 4.1b). Hal
ini dibuktikan juga oleh adanya rembesan - rembesan gas di lokasi survey

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 73
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

dan data bor. Dari penampang dua dimensi geolistrik, gas biogenik ini
terdapat secara setempat, melensa pada kedalaman antara 10m dan 50m.
Penampang 2D geolistrik pada lintasan-lintasan yang menuju arah
daratan seperti di daerah tanggul baru L11 – L16 dan di kawasan tanggul
lama Tanjung Gemuk L23 dan L24 memperlihatkan indikasi gas lebih kuat
dibandingkan pada lintasan yang menuju arah pesisir seperti pada L31 dan
L32, dan L7T.

Tabel 7 Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Laut, Muara Kakap


Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)

Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan


L11 60-150, 240-570, 550-630, 660-700 Indikasi kuat
L12 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kuat
L13 60-210, 240-510, 540-630, 690-750 Indikasi kuat
L14 390-480 Indikasi kuat
L15 80-100, 140-240 Indikasi kuat
L16 75-175, 200-250, 325-375, 425- Indikasi kuat
535,550-600
L17 240-570 Indikasi lemah
L18 390-480 Indikasi lemah
L21 240-570 Indikasi lemah
L22 120-210, 240-420 Indikasi lemah
L24 180-510, 540-600, 690-730 Indikasi kuat
L23 120-210, 270 –420 Indikasi kuat
L31 60-120, 170-210,540-630 Indikasi lemah
L32 240-270, 630-690 Indikasi lemah
L4T 240-540 Indikasi kuat
L7T 240-480 Indikasi lemah

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 74
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

B. Pulau Nyamuk.
Pulau nyamuk merupakan daerah hunian baru. Kawasan pulau ini
dijadikan sebagai lahan kebun dan sawah dengan kanal-kananl irigasi dan
tanggul-tanggulnya. Informasi tentang gas di daerah ini sedikit sekali.
Daerah ini dipilih karena sebagai kawasan dengan penduduknya cukup
banyak. Survey geolistrik di daerah ini tidak mengalami kesulitan karena
banyak tanggul sebagai tempat bentangan kabel elektroda geolistrik.
Sebanyak 7 bentangan kabel elektroda dengan 7 tembakan dilakukan
di daerah ini yang meliputi 3 lintasan searah panjang pulau (NY21 – NY23)
dan 4 lintasan memotong (NY11, NY31, NY51, DAN NY71).
Berdasarkan data penampang 2D geolistrik pada lintasan-lintasan
tersebut, sebagian besar lintasan penampang 2D geolistrik di daerah
P. Nyamuk kurang memperlihatkan konfigurasi gas seperti halnya di
P. Sepuk Laut (Tabel 8, Lampiran terikat 4.2a dan 4.2b). Untuk mengetahui
lebih rinci kondisi bawah permukaan seperti yang ditunjukkan oleh
penampang 2D geolistrik diperlukan data bor sebagai acuan.

Tabel 8 Data lintasan geolistrik di P. Nyamuk, Muara Kakap Kalimantan


Barat (PPPGL, 2005)

Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan


NY11 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah
NY21 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah
NY22 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah
NY23 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah
NY31 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah
NY51 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah
NY71 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi lemah

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 75
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

C . Pulau Tanjung Saleh

Pulau Tanjung Saleh merupakan daerah paling luas di wilayah Delta


Kapuas. Pulau ini sebagian besar merupakan lahan persawahan dan kebun
yang cukup maju juga merupakan daerah lumbung padi di kawasan Muara
Kakap. Populasi penduduknya cukup banyak dengan tingkat pendidikan
lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat pulau lainnya. Kawasan
hutan mangrove di P. Tanjung Saleh sebagian besar telah berubah menjadi
lahan sawah, kebun dan hunian kecuali yang ada di kawasan pesisir. Survey
geolistrik di daerah ini cukup mudah karena banyak jalan umum berupa
tanggul yang dapat dipakai sebagai tempat bentangan kabel elektroda.
Sebanyak 4 lintasan telah dilakukakan survey geolistrik yaitu 2 lintasan
searah panjang pulau (TS21 dan TS22) dan 2 lagi meotong (TS11 dan
TS22). Lintasan-lintasan tersebut cukup jauh dari pantai.
Berdasarkan data penampang 2D geolistrik dari lintasan - lintasan
tersebut, hampir semua penampang 2D memperlihatkan konfigurasi yang
homogen, teratur sejajar satu sama lainnya seperti bidang perlapisan
sedimen (Lampiran terikat 4.3a dan 4.3b). Mengacu kepada model 2D
geolistrik Sepuk Laut, penampang 2D geolistrik Tanjung Saleh diduga tidak
ada indikasi kuat gas di sekitar daerah survey (Tabel 9). Mungkin untuk
daerah lainnya di P. Tanjung Saleh ada indikasi gas seperti yang
diinformasikan oleh penduduk pulau ini. Oleh sebab itu diperlukan lintasan
geolistrik lebih banyak lagi di daerah P. Tanjung Saleh.

Tabel 9 Data lintasan geolistrik di P.Tanjung Saleh, Muara Kakap


Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)
Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan
TS11 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang
TS12 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang
TS21 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang
TS22 40-210, 240-480, 510-630, 690-760 Indikasi kurang

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 76
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

D. Pulau Sepuk Prupuk

Pulau Sepuk Prupuk terletak berdampingan dengan P. Nyamuk ke arah


baratlaut. P. Sepuk Prupuk mempunyai areal hampir sama dengan
P. Nyamuk. Hutan mangrove masih banyak ditemukan di daerah ini
walaupun sebagain telah berubah menjadi lahan sawah, kebun dan daerah
hunian. Informasi tentang adanya gas di pulau ini belum diketahui. Kawasan
Pulau Sepuk Prupuk dipillih untuk survey geolistrik pertama adalah untuk
mendapatkan gambaran pemodelan keberadaan gas biogenik. Kedua
karena pupulasi penduduk di sini relatif banyak. Survey geolistrik di
P. Sepuk Prupuk dilakukan di atas tanggul irigasi dan di atas lahan kebun.
Sebanyak 2 lintasan geolisitrik telah dilakukan di daerah ini. Lintasan
pertama mengikuti arah tanggul timurlaut – baratdaya atau memotong arah
panjang pulau ini. Lintasan kedua memotong tanggul berarah baratlaut –
tenggara atau searah panjang pulau tidak jauh dari pantai.
Berdasarkan penampang 2D geolistrik lintasan yang mengikuti arah
tanggul (PR11) memperlihatkan adanya indikasi gas, sebaliknya lintasan
yang memotong tanggul kurang menunjukkan adanya indikasi gas
(Tabel 10, Lampiran terikat 4.4a dan 4.4b). Kedua lintasan geolistrik
tersebut tidak dapat dijadikan sebagai acuan keseluruhan P. Sepuk Prupuk
mengingat area pulau ini cukup luas juga hutan mangrovenya masih terjaga
di bagian dalam pulau. Hal ini terlihat dari peta citra yang hampir seluruh
pulau memberikan rona warna hijau tua, berbeda dengan P. Tanjung Saleh
rona warna hijau tua hanya ada di sekitar pinggiran pulau.

Tabel 10. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Prupuk, Muara Kakap


Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)
Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan
PR11 210-700 Indikasi kuat
PR1T 36-450 Indikasi lemah

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 77
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN

E. Pulau Sepuk Keladi.

Pulau Sepuk Keladi terletak berseberangan dengan P. Sepuk Laut ke


arah utara, dan dipisahkan dengan P. Kurnia ke arah barat oleh kanal
pasang surut. Luas area P. Sepuk Keladi hampir sama dengan P. Sepuk
Prupuk. Kondisi hutan mangrovenya jauh lebih luas dan masih terjaga di
bagian daratan dan pesisir pulau ini seperti yang nampak pada citra rona
hijau tua hampir di seluruh pulau ini. Populasi penduduk daerah ini sangat
sedikit dan kebanyakan sebagai nelayan, sebagian kecil sebagai petani
kebun. Informasi adanya indikasi gas di Pulau Sepuk Keladi dan P. Kurnia
didapat dari pendududk P. Sepuk Laut. Survey geolistrik di P. Sepuk Keladi
agak sulit untuk menetukan lokasi lintasan karena di daerah ini sebagian
besar berupa area hutan mangrove dan alang-alang, lebih lagi di P. Kurnia.
Oleh karena itu diperlukan waktu banyak untuk membuka alur baru bagi
lintasan geolistrik. Maka lintasan geolistrik yang dapat dilaksanakan hanya
di P. Sepuk Keladi sebanyak satu lintasan yang lokasinya tidak jauh dari
pesisir pulau ini
Berdasarkan penampang 2D geolistrik lintasan di P. Sepuk Keladi
memperlihatkan adanya indikasi gas meskipun kurang mencolok (Tabel 11.
Lampiran terikat 4.5a dan 4.5b). Data geolistrik tersebut barangkali masih
ada gangguan luar perekaman (distorsi) mengingat daerah dimana lintasan
geolistrik ditempakan sangat dipengaruhi oleh air pasang. Berdasarkan data
model geolisitrik sebelumnya penampang 2D memperlihtakan indikasi kuat
gas pada lintasa-lintasan yang jauh dari pesisir dengan kondisi hutan
mangrove yang masih terjaga.

Tabel 11. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Keladi, Muara Kakap


Kalimantan Barat (PPPGL, 2005)
Lintasan Posisi elektroda indikasi gas Keterangan
KL11 80-160 Ada indikasi

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN


5/17/0757 78
PEMBAHASAN

BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengelolaan data dari setiap metoda dan ulasannya


seperti interpretasi data geologi, seismik, bor, peta citra, geolistrik, analisis
laboratorium dan populasi penduduk, maka dapat diperoleh gambaran secara
umum tentang eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan perairan Muara Kakap
dan sekitarnya, Kalimantan Barat. Untuk itu dalam pembahasan ini daerah
penyelidikan dapat dibagi kedalam 4 (empat ) daerah indikasi prospek yaitu:
1) Kawasan Sepuk Laut. 2) Kawasan Sepuk Prupuk. 3)Kawasan Sepuk Keladi.
4) Kawasan P. Tanjung Saleh dan Nyamuk (Gb. 29)
Kawasan Sepuk Laut sebagai daerah indikasi prospek 1. Berdasarkan
data analisis besar butir sedimen permukaan dasar lautnya terdiri atas sedimen
berbutir halus, lanau dan lumpur. Hal Ini mencerminkan kawasan Sepuk Laut
merupakan zona pengendapan. Sedimen tersebut berasal dari sungai Delta
Kapuas yang diangkut ke pantai P. Sepuk Laut dan laut lepas. Proses sedimentasi
telah berlangsung lama hingga terbentuknya kawasan P, Sepuk Laut. Tercatat
sedimen bawah permukaan di kedalaman 45m telah diendapkan sejak 16 ribu
tahun yang lalu (Holosen) pada lingkungan zona neritik dangkal. Proses
sedimentasi menimbulkan garis pantai kawasan pantai barat P. Sepuk Laut maju
beberapa meter. Proses sedimentasi atau dikenal dengan progradasi di kawasan
ini juga terlihat dari data rekaman seismik. Rekaman seismik lainnya
menunjukkan konfigurasi turbiditas akustik yang diiterpretasikan sebagai endapan
sedimen berbutir sangat halus, sangat lunak dan sebagai indikasi adanya gas-gas
organik. Hutan mangrove yang masih terjaga dan merupakan bagian dari
ekosistem pesisir mempunyai peranan penting bagi keberadaan gas biogenik di
kawasan Sepuk Laut. Hutan mangrove juga merupakan salah satu indikator
adanya proses sedimentasi di suatu tempat. Proses sedimentasi yang cukup aktif
memungkinkan diendapkannya aneka ragam jenis sedimen, misalnya sedimen
organik yang berasal dari material organik, sisa tumbuhan dan gambut (sepuk
istilah masyarakat setempat ) cukup berlimpah dijumpai di kawasan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 91


PEMBAHASAN

P. Sepuk Laut. Sedimen tersebut baik yang dekat dan jauh dari permukaan
mengandung karbon total cukup tinggi sehingga memungkinkan sekali gas
biogenik dapat terbentuk. Gas metan dan tetranitrometan yang keluar dari lubang
bor dan merembes ke permukaan di beberapa tempat merupakan indikasi kuat
adanya sumber gas di kawasan P. Sepuk Laut. Kondisi ini ditunjukkan juga lewat
interpreatsi data penampang geolistrik. Oleh sebab itu kawasan Sepuk Laut
kemungkinan besar merupakan daerah yang berpotensi gas biogenik. Gas
tersebut diyakini sebagai gas biogenik karena dari jenis gasnya dan didapatinya
bakteri-bakteri metanogenik di beberapa contoh sedimen sebagai media gas.
Bakteri metanogenik tersebut berperperan aktif dalam metabolisme mengubah
komposisi sedimen organik menjadi gas metan. Usaha masyarakat Pulau Sepuk
Laut dalam pencarian air tanah dangkal (± 50m) beberapa tahun sebelumnya
melalui pemboran mengalami kegagalan. Dari lubang bor tersebut keluar
semburan gas api setinggi 3m untuk beberapa saat lamanya. Kejadian ini menjadi
trauma bagi masyarakat setempat yang berkaitan dengan penelitian gas.
Kekhawatiran masyarakat Masyarakat P. Sepuk Laut dan sekitarnya akan
explorasi gas antara lain pertama kekhawatiran terjadi kebakaran, jika gas
diambil akan terjadi amblesan tanah-tanah hunian dan ladang masyarakat
bahkan pulau, pencemaran terhadap perairan yang akan mengurangi produk
perikanan, terakhir khawatir gas di bawa ke luar daerah sehingga masyarakat
setempat tidak menikmati.

Kawasan Sepuk Prupuk dikatagorikan sebagai indikasi prospek 2.


Kawasan ini terletak di atas kawasan P. Sepuk Laut dengan luas area lebih kecil.
Seperti kawasan P. Sepuk Laut sedimen permukaan di kawasan P. Sepuk Prupuk
sebagian besar terdiri atas lanau dan sebagai kawasan sedimentasi. Proses
sedimentasi di kawasan Sepuk Prupuk juga telah berlangsung lama pada
lingkungan zona neritik dangkal karena daerah ini merupakan bagian dari
komplek Delta Kapuas. Data rekaman seismik berupa bentuk kofigurasi
progradasi juga menunjukkan adanya proses sedimetasi daerah ini. Selain itu dari
data rekaman seismik didapat pola turbiditas akustik yang ditafsirkan akibat
penyerapan gelombang akustik oleh gas-gas organik. Hutan mangrove yang

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 92


PEMBAHASAN

masih terjaga juga tersebar luas di pinggiran pantai dan daratan pulau, dan
hanya sebagian kecil berubah menjadi area sawah dan kebun. Peta citra
menunjukkan rona hijau tua untuk kawasan mangrove yang hampir menutupi
kawasan P. Sepuk Prupuk. Keberadaan hutan mangrove tersebut diyakini dengan
keberadaannya sumber gas biogenik di daerah ini. Data penampang geolistrik
merekam juga indikasi kuat gas biogenik sebagian besar di kawasan P. Sepuk
Prupuk. Rembesan-rembesan gas yang keluar kepermukaan juga ditemukan di
daerah ini. Selain itu informasi dari masyarakat setempat tentang gas merupakan
salah satu masukan bahwa kawasan ini berpotensi gas biogenik. Pertimbangan
jumlah penduduk yang sedikit dengan sektor penghidupan sebagian besar
sebagai nelayan dan sebagian sebagai petani lahan sawah dan kebun, maka
kebutuhan energi gas biogenik di kawasan ini nantinya tentu kurang
dibandingkan dengan masyarakat kawasan Sepuk Laut. Oleh sebab itu kawasan
Sepuk Prupuk dikatagorikan sebagai indikasi prospek ke 2 setelah Sepuk Laut.

Kawasan Sepuk Keladi merupakan indikasi prospek 3. Kawasan ini


terletak di antara kawasan P. Sepuk Laut dan Sepuk Prupuk. Kawasan ini terdiri
atas P. Sepuk Keladi dan P. Kurnia. Kedua pulau tersebut dipisahkan oleh kanal
pasang surut.. Luas areanya lebih besar dari kawasan P. Sepuk Prupuk. Proses
sedimentasi ditandai oleh terbentuknya gosong pasir di sekitar kawasan ini. Data
rekaman seismik juga mencatat adanya pola progradasi dan turbiditas akustik.
Hutan mangrove hampir menutupi seluruh pinggiran pantai dan daratan pulau,
dan hanya sebagian kecil dibuka untuk dijadikan area sawah dan kebun. Data
penampang geolistrik sebagian besar menunjukkan adanya indikasi kuat sumber
gas biogenik di kawasan ini. Informasi dari masyarakat tentang gas yang
merembes keluar kepermukaan menambah kuat butki daerah ini berpotensi gas
biogenik. Mungkin karena jumlah penduduk sangat sedikit dengan tingkat
pendidikan rendah serta sektor usaha sangat minim maka kawasan ini dapat
digolongkan sebagai daerah tertinggal.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 93


PEMBAHASAN

Kawasan Tanjung Saleh dan P. Nyamuk dikelompokan sebagai indikasi


prospek 4. Kawasan ini mempunyai area lebih luas dibandingkan dengan daerah–
daerah sebelumnya. Kawasan Tanjung Saleh dan P. Nyamuk sebagian besar
merupakan lahan persawahan dan kebun yang cukup maju sehingga daerah ini
merupakan pemasok beras dan hasil kebun untuk desa Muara Kakap dan
sekitarnya. Jumlah penduduk di kawasan ini lebih banyak dari daerah lainnya.
Penduduknya ada yang sebagai petani, nelayan, dan pedagang. Bahkan
masyarakat daerah ini banyak yang berpendidikan setingkat SLTA dan
pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi pada umumnya penduduk kawasan Tanjung
Saleh dan P. Nyamuk yang tingkat pendidikannya lebih tinggi dengan tarap
hidupnya lebih maju, mereka lebih memilih menetap di daerah lain. Area hutan
mangrove P. Tanjung Saleh dan P. Nyamuk sebagian besar telah berubah
menjadi lahan sawah, kebun dan hunian kecuali yang ada di sekitar pantai. Data
geolistrik di sekitar daerah survey tidak menunjukkan adanya indikasi gas,
sebagian besar berupa struktur lapisan sedimennya yang tidak teratur. Mungkin
di tempat lainnya di kawasan ini ada indikasi gas seperti yang diinformasikan oleh
penduduk setem,pat.

Kawasan sungai dan laut dikelompokkan sebagai daerah yang tidak


memeperlihatkan adanya indikasi gas biogenik. Sedimen permukaannya beragam
yang terdiri atas sedimen berbutir halus hingga kasar (lumpur – pasir kerikil), dan
endapan gambut. Kawasan ini merupakan zona pengendapan sedimen sekarang
dan sedimen tua. Sedimen tersebut berasal dari sungai Delta Kapuas dan laut.
Proses pengendapan sedimen tersebut telah berlangsung lama hingga sekarang.
Analisis C14 pada sedimen bawah permukaan di kedalaman 48m menunjukkan
proses pengendapan telah dimulai sejak 17 ribu tahun lalu pada lingkungan zona
laut dangkal. Analisis yang sama untuk sedimen bawah permukaan yang lebih
dalam (100m) proses sedimentasi diduga telah dimulai lebih dari 50 ribut tahun
lalu dengan lingkungan laut dalam. Sedimen tersebut terdiri atas lempung kaolinit
yang miskin akan material organik yang diyakini kurang sesuai sebagai media
gas biogenik. Mungkin sedimen lain di sekitar permukaan dasar laut yang terdiri
atas lumpur organik dan endapan gamput memenuhi kriteria sebagai media gas

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 94


PEMBAHASAN

karena mengandung karbon total yang berlimpah. Tetapi lingkungan sedimen


tersebut kurang bagus untuk perkembangan bakteri metanogenik pembentuk
gas biogenik. Rekaman sesimiknya juga tidak menunjukkan karakteristik indikasi
gas di kawasan ini, hanya beberapa rekaman menunjukkan konfigurasi turbiditas
akustik sebagai gambaran dari endapan gambut dan lumpur di permukaan dasar
laut. Jadi berdasarkan data bor dan seismik bahwa kawasan laut dan sungai
daerah penyelidikan kemungkinan kecil sekali dijumpai sumber gas biogenik.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi BBM bagi masayarakat
nelayan dan pengusaha perikanan tangkap di kawasan Muara kakap, maka
mereka mengalihkan usaha perikanan tangkap ke perikanan tambak. Perikanan
tambak memerlukan lahan baru dikawasan ini. Lahan yang menjadi tujuan adalah
lahan hutan mangrove. Hutan mangrove dewasa yang sebagaian besar ada di
pulau-pulau Delta Kapuas harus beralih fungsi. Dalam waktu dekat dampaknya
mungkin belum bisa dirasakan. Tetapi lambat laun akan terjadi perubahan
hidrodinamika baru di sekitar kawasan pantai daerah tersebut. Perubahan
gradien pantai (beach slope) yang sebelumnya landai akan menjadi terjal sebagai
indikasi abrasi pantai. Daerah gelombang pecah (breaker zone) yang tadinya jauh
dari garis pantai akan berubah mendekati pantai. Kandungan biota laut akan
berkurang juga sumber gas biogenik akan hilang karena hilangnya hutan
mangrove.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 95


PEMBAHASAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 91


REKOMENDASI 97

BAB VI
REKOMENDASI

Pengelolaan dan perencanaan kawasan pantai secara terpadu dalam rangka


meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu peran aktif semua pihak. Salah satu
bagian dari informasi yang perlu diikutsertakan adalah data geologi kelautan yang
cukup penting di dalam pengelolaan kawasan pantai terutama sumber gas
biogenik. Kawasan pantai Muara kakap dan sekitarnya memiliki sumbedaya pantai
dan laut yang cukup potensial dan merupakan aset bagi pemerintah dan
masyarakat pesisir (coastal community) setempat. Kawasan hutan mangrove
yang terhampar luas di kawasan Muara kakap merupakan bagian dari ekosistem
pantai yang menambah sumberdaya kawasan pesisir: sumber gas biogenik,
perikanan tangkap, obyek wisata, serta penyangga pantai terhadap abrasi.
Eksploitasi hutan mangrove yang akan beralih fungsi menjadi lahan
pertambakan ikan, pohon mangrove untuk komoditi ekspor, pengambilan ikan
tangkap dengan cara mudah di kawasan Muara kakap cenderung merupakan
jenis usaha yang banyak diminati. Untuk jangka panjang dampak yang
ditimbulkan barangkali akan memerlukan dana pemulihan (recovery) yang tidak
sedikit dibandingkan dengan keuntungan yang selama ini diperoleh. Seperti
sumber gas biogenik akan terbuang begitu saja tanpa dimanfaatkan, erosi pantai
yang cukup intensif akan timbul hampir di semua kawasan pantai merupakan hal
yang perlu diperhatikan serta memerlukan pengertian bersama antara masyarakat
pantai dan pihalk pengembang. Akan berkurangnya sumber ikan tangkap
menyebabkan makin terpuruknya kehidupan masyarakat pesisir. Mungkin
beberapa tahun ke depan jika sekarang tidak ditangani secara serius, sumberdaya
energi gas biogenik dan sumberdaya lainnya di kawasan pantai Muara Kakap dan
sekitarnya akan jauh berkurang bahkan hilang dan mengakibatkan kerugian bagi
semua pihak. Pendangkalan yang yang cukup tinggi di daerah alur kapal nelayan
sebagai akibat pengembangan di kawasan hulu juga menjadi masalah yang cukup
serius bagi para nelayan. Kondisi ini akan memberikan dampak bagi
perkembangan perekonomian masyarakat pesisir pada umumnya. Pencemaran

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 97


REKOMENDASI 98

perairan laut dari buangan sampah masyarakat pantai, tumpahan minyak kapal
motor ikan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan biota
laut dan pantai.
Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi demikian yang
kemungkinan besar akan bisa terjadi maka sangatlah perlu adanya penerangan
dan penyuluhan oleh para pakar yang bekerja sama dengan para pembuat
keputusan dalam hal ini pemerintah daerah kepada masyarakat pengelola dan
pengembang pantai. Di antaranya:

Meningkatkan sumberdaya masyarakat pantai melalui pelatihan seperti


diberikan pengertian presepsi umum tentang pantai, lingkungan pantai
terutama yang berkaitan dengan sumber gas biogenik.
Memberikan pengertian tentang faktor yang mempengaruhi lingkungan
pantai terhadap keberadaan sumber gas biogenik seperti, proses pantai,
sedimentasi dan erosi pantai, dan aktivitas manusia terhadap
keberadaan gas biogenik
Memberikan sangsi hukum bagi yang mengelola kawasan pantai tidak
ramah lingkungan, diikut sertakannya masyarakat pesisir sebagai
pengontrol dan pemonitor.
Melakukan penelitian terpadu untuk membangun suatu basis data ke
dalam bahasa yang mudah dan aplikatif.

Adapaun rekomendasi yang perlu di lakukan di daerah penyelidikan


menyangkut masalah utama yaitu eksplorasi prospektif gas biogenik:

Mengadakan sosilalisasi secara intensif kepada para pemuka masyarakat


pulau-pulau di kawasan Muara kakap tentang keberadaan gas biogenik
yang merupakan anugerah bagi mereka.
Memberikan pandangan umum tentang penggunaan gas biogenik dan
meluruskan persepsi keliru masyarakat pesisir akan kekhawatiran apabila
gas biogenik dieksploitasi.
Memberikan penjelasan secara seksama bahwa sumber gas biogenik
tersebut diusahakan pemerintah terkait semata-mata untuk kepentingan
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 98
REKOMENDASI 99

masyarakat itu sendiri yang akan digunakan sebagai sumber energi


alternatif. Pemerintah hanya sebagai fasilitator.

Pemboran di daerah-daerah prospek perlu dilakukan untuk mengetahui


keberdaaan sumber gas biogenik sehingga potensi gas biogenik tersebut dapat
diketahui. Pembuatan prototipe penggunaan gas biogenik perlu dibuat supaya
masyarakat setempat mengerti akan manfaatnya gas biogenik di tengah-tengah
kehidupan mereka. Pipanisasi dan pembuatan infrastruktur bila potensi sumber
gasnya cukup perlu diusahakan oleh pemerintah terkait. Sumber gas biogenik di
daerah prospek sebaiknya dikelola oleh pemuka masyarakat dan pemerintah agar
tidak menimbulkan dampak sosial.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 99


KESIMPULAN

BAB VII
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penyelidikan eksplorasi prospektif gas biogenik kelautan


perairan Muara kakap dan sekitarnya, Kalimantan Barat maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Delta Kapuas terbentuk akibat interaksi antara arus Sungai Kapuas dan
pasang-surut, serta gelombang laut.
Interaksi ketiga parameter yang berbeda dari waktu ke waktu
membentuk karakteristik tersendiri pulau-pulau di Delta Kapuas.
Hutan mangrove dewasa terhampar luas di pulau-pulau Delta kapuas
sebagai ciri adanya proses sedimentasi aktif.
Material organik yang berasal dari komponen tumbuhan mangrove
dewasa yang telah lapuk menjadi penyusun utama sebagian besar
sedimen Delta Kapuas.
Sedimen organik Delta Kapuas dengan bantuan bakteri anaerobik dari
jenis metanogenik merupakan media sumber gas biogenik.
Kandungan karbon total yang cukup pada sedimen organik, lingkungan
dan jenis sedimen yang cocok untuk bakteri metanogenik hidup
berkembang merupakan kondisi ideal terbentuknya gas biogenik di
Delta Kapuas.
Kadar silika rendah, alumina dan besi tinggi, unsur radioaktif tanah
jarang tinggi merupakan indikator lingkungan gas biogenik di daerah ini.
Sedimen organik yang terkubur puluhan meter di bawah permukaan
pada belasan ribu tahun lalu tersebar luas di pulau-pulau, dan sedikit di
sungai dan laut Delta Kapuas.
Di kawasan pulau-pulau Delta Kapuas dengan hutan mangrove
dewasanya yang masih terjaga merupakan sumber gas biogenik.
Di kawasan sungai dan laut tidak nampak indikasi sumber gas biogenik
Sumber gas biogenik yang cukup dengan jumlah penduduk yang banyak
dikatagorikan sebagai daerah prospektif.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 100


KESIMPULAN

Kawasan Sepuk Laut sebagai indikasi prospek prioritas , disusul oleh


kawasan Sepuk Prupuk, Sepuk Keladi, dan kawasan Tanjung Saleh dan
P. Nyamuk.
Sosilalisasi yang intensif kepada para pemuka masyarakat, memberikan
pandangan umum penggunaan gas biogenik, meluruskan persepsi keliru
masayarakat tentang eksploitasi gas biogenik membuka wawasan
masyarakat pesisir Delta Kapuas akan arti penting gas biogenik sebagai
energi alternatif di tengah-tengah kehidupan mereka.
Eksploitasi hutan mangrove, kehancuran dasar laut dan biota laut yang
ditinggalkan akibat usaha manusia yang tidak ramah lingkungan, lambat
laun akan merubah keseimbangan alam sekitarnya merupakan kerugian
yang paling besar yang diwariskan kepada generasi masa depan.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 101


ACUAN

ACUAN

Atlas, R.M. and Parks, L.C., 1993: Handbook of Microbiological Media, CRC Press,
Inc. London

Buchanan, R.E. and Gibbons V.E., 1974: Bergey’s Manual of Determination


Bacteriology, 8th edition, The Williams & Wilkins Company, Baltimore.

Dolan, R., Hayden, B.O. and Vincent, M.K., 1975, Classificataion of Coastal
Landform of the America, Zeithschr Geomorphology, in Encyclopedia of
Beach and Coastal Environments.

Falvelle A.J.1976., Non-Standard Anolamy over sedimentary structures.

Folk R.L., 1968, Petrology of sedimentary rocks: Hemphill, Austin Texas, 170p.

Friedman, G.M., 1967, Dynamic processes and statistical parameters compared


for size frequency distribution of beach and river sands. Jour. Sed.
Petrology, v.37:327-354.

Geza Kunetz, 1966 Principles of Direst Current Resistivity Prospecting,


Geopublication Associates series1-No1.

_____Numerical Modeling for Electromagnetic Methods of Geophysics, in


Nabighian, M. N., Ed., Electromagnetic Methods: Theory and Practise, Vol.
1, Soc. Expl. Geophys., 1989.

Holt , John G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T. and Williams, S.T., 1994:
Bergey’s Manual of determination Bacteriology, 9th edition, The Williams &
Wilkins Company, Baltimore.

James R, Wait, 1982, Geo-Electromagnetism, Academic Press

Jenkins, R. and Snyder, R.L., 1996. Introduction to X-Ray Powder Diffractometry.


John Wiley & Sons Inc., New York.

Kamiludin, U., Darlan, Y., Hanafi, M., Widiatmoko, H.C., Suprijadi, Widjaksana,
K.H., dan Hartono, 2004: Penyelidikan Emas Letakan di Perairan Delta
Kapuas, Pontianak, Kalbar, Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL).

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 102


ACUAN

Klug, H.P. and Alexander, L.E., 1974. X-ray Diffractometry Procedures for
Polycrystalline and Amorphous Materials. John Wiley and Sons Inc., New
York.

Lorente, M.A., 1986. Palynology and Palynofasies of the Upper Tertiary in


Venezuela. J. Cramer, Berlin, 217 hal.

Mason, B., 1966. Principles of Geochemistry, John Wiley & Sons, 329p.

O Koefoed, 1968,The Application of The Kernel Function in Interpreting


Geoelectrical Resistivity Measurements, Geopublication Associates series 1-
No2.

Parasnis D.S. 1983, Principles of Applied Gephysics, New York ,JWS Inc .

Payton, C.E., 1977, Seismic stratigraphy applications to hydrocarbon exploration,


AAPG, Tulsa, Oklahoma, USA.

Peper, A., 1992, IPA 1 day Geochemistry course.

Pettijohn, F.J., 1957. Sedimentary rocks, Oxford & IBH Publishing Co, 718p.

Sanyoto, P., dan Pieters, P.E., 1993: Peta Gelogi Lembar Pontianak / Nagataman,
Kalimantan, Pulitbang Geologi (P3G), Australian Geological Survey
Organisation (AGSO)

Tachjudin Taib,M.I.1983, Metoda Eksplorasi Tahanan Jenis, ITB

Tim Lembar Peta 1315, 2001: Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan
Perairan Kalimantan Barat, Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL)

The Benyamin/Cummings Publishing Co, Inc, 1987: Microbiology: A Laboratoy


Manual, 2nd edition.

Vogelsang, 1995, Environmental Geophysics , Practical Guide., Springer.

www.geochem.com, OilTracers L.L.C.,1999-2005: Determining the Origin of


Hydrocarbon Gas Shows and Gas Seeps (Bacterial Gas vs Thermogenic Gas)
Using Gas Geochemistry.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 103


ACUAN

Yulianto, E., Rahardjo, A.T., Noeradi, D., Siregar, D.A., Hirakawa, K., 2005:
A Holocene pollen record of vegetation and coastal environmental changes
in the coastal swamp forest at Batulicin, South Kalimantan, Indonesia.
Journal of Asian Earth Science 25, 1-8.

Yulianto, E., Sukapti, W.S., Rahardjo, A.T., Noeradi, D., Siregar, D.A., Hirakawa,
K., 2004: Mangrove shorelines responses to Holocene environmental
change, Makassar Strait, Indonesia. Review of Palaeobotany and Palynology.

Zonge, K., L., and L., J., Hughes, 1991, Controlled-Source Audio Frequency
Magnetotellurics, in Nabighian, M., N., Ed., Electromagnetic Methods in
Applied Geophysics-Theory, Volume II : Soc. Expl. Geophys., 713-809.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 104

You might also like