Professional Documents
Culture Documents
: 06/L/P2KPSL/P3GL/XI/2005
EKSPLORASI PROSPEKTIF
GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP
DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT
OLEH:
TIM MUARA KAKAP
EKSPLORASI PROSPEKTIF
GAS BIOGENIK KELAUTAN PERAIRAN MUARA KAKAP
DAN SEKITARNYA - KALIMANTAN BARAT
Gelembung gas
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR IV
SARI V
DAFTAR ISI VI
DAFTARGAMBAR X
DAFTARTABEL XI
DAFTAR PERSONAL XI
BAB I P E N D A H U L U A N 1
3.1. Metoda 15
A. Geologi 15
B. Geofisika 16
C. Oseanografi fisika 17
D. Navigasi 17
E. Analisis lab 18
F. Metoda khusus geolistrik 23
G. Proses data/studio 32
3.2. Peralatan penyelidikan 32
A. Geologi 32
B. Geofisika 33
C. Hidro-oseanografi 33
D. Navigasi 33
E. Analisis laboratorium 33
F. Geolistrik 33
BAB V PEMBAHASAN 91
BAB VI R E K O M E N D A S I 97
ACUAN 102
LAMPIRAN
Lampiran Terikat
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Persentase arus total berdasarkan radius sebaran 26
2. Data analisis besar butir sedimen permukaan dasar laut 35
3. Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB3 40
4. Data analisis besar butir sedimen bawah permukaan bor MKB4 41
5. Konstanta harmonik pasang-surut Muara Kakap 47
6. Data analisis mineral lempung (XRD) pada contoh sedimen 83
7. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Laut 86
8. Data lintasan geolistrik di P. Nyamuk 87
9. Data lintasan geolistrik di P. Tanjung Saleh 88
10. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Prupuk 89
11. Data lintasan geolistrik di P. Sepuk Keladi 90
DAFTAR PERSONAL
PELAKSANA KEGIATAN LAPANGAN DAN LAPORAN
BAB I
PENDAHULUAN
U
saha Pemerintah melakukan pencarian
sumber-sumber energi baru bertujuan
untuk dapat menjamin tersedianya energi
dalam jumlah cukup di setiap daerah,
kualitas baik dan harga yang wajar se-
hingga dapat meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong
peningkatan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.
Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan laut Muara Kakap
dan sekitarnya mempunyai keragaman yang sangat tinggi baik jenis
maupun potensinya. Potensi-potensi tersebut antara lain potensi
perikanan tangkap, potensi ekosistem pesisir, potensi wisata, dan potensi
industri maritime. Potensi perikanan tangkap masih merupakan andalan
utama bagi sektor usaha masyarakat pesisir daerah ini. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan sekitar 80%
pasokan ikan ke kota Pontianak dan sekitarnya berasal dari perikanan
tangkap Muara Kakap. Potensi perikanan tambak mulai dilirik meskipun
belum memberikan hasil yang menggembirakan. Pembukaan lahan
tambak yang disusul dengan penebangan hutan mangrove sering
menimbulkan konflik.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi bahan bakar minyak
dunia, maka dampaknya sangat terasa bagi masyarakat pesisir Muara
Kakap dan sekitarnya, karena lebih dari 90% sektor usaha masyarakat ini
berasal dari perikanan tangkap. Masyarakat dengan modal cukup masih
bertahan dalam usaha ini. Kebutuhan energi BBM untuk keperluan
penerangan umum mulai dibatasi. Untuk keperluan rumah tangga
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN 1
PENDAHULUAN
BAB II
STUDI PUSTAKA DAN KAJIAN MASALAH
P
B
enelitian-penelitian baik yang di-
lakukan oleh instansi pemerintah
1 2 3
2.3 Populasi
A. FISIOGRAFI
B. STRATIGRAFI
dan temperratur tinggi akibat proses kimia organik dalam kurun waktu
pembentukan cukup lama (waktu geologi). Gas hydrates umumnya berupa
methane biogenik yang terdapat di daerah temperatur sangat rendah
seperti tepi benua dan kutub.
Ada dua komponen utama didalam pembentukan gas metan biogenik
yaitu pertama material organik (moluska, tumbuh-tumbuhan) dan bakteri
metanogenik sebagai katalisator. Gas metan biogenik akan terbentuk jika
tersedianyan material organik yang cukup dan berada dalam lingkungan
anaerobik (tidak ada oksigen) sehingga terjadi proses kimiawi reduksi. Unsur
karbon (C+4) yang terlepas dari material organik dan hydrogen (H-) yang
berasal dari material organik, air tawar (H20) maka akan menghasilkan gas
metan (CH4) akibat aktivitas bakteri anaerobik,. Bakteri anaerobic tersebut
sebagai katalisator. Gas yang dihasilkan ini dikenal sebagai gas metan
biogenik. Oleh karena itu kondisi lingkungan pembentukan gas biogenik
menjadi sangat penting di antaranya:
o Lingkungan harus bebar-benar bebas oksigen artinya bakteri
anaerobik akan mati dalam lingkungan yang mengandung oksigen
jenuh.
o Lingkungan kondisi air tawar atau payau yang bebas dari konsentrasi
sulfat agar tidak terjadi proses kimiawi oksidasi.
o Lingkungan dengan temperatur yang sesuai untuk bakteri anaerobic
hidup. Oleh sebab itu pada lapisan yang lebih dalam gas metan
biogenik tidak akan terbentuk dimana pada lingkungan ini tekanan
meningkat yang menghasilkan temperatur tinggi. Pada kondisi
tersebut terjadi perubahaan komposisi organik akibat proses kimia-
fisika.
o Media atau sedimen dengan porositas yang cukup merupakan salah
satu lingkungan yang diperlukan oleh bakteri anaerobic untuk bisa
bebas berkembang seperti lanau atau pasir halus. Pada sedimen
berupa lempung yang sangat padu dan lengeket (stiffy clay) bakteri ini
kemungkinan kecil sekali untuk berkembang.
BAB III
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
B
ab ini menjelaskan metoda
dan peralatan yang di-
gunakan pada eksplorasi pros-
pektif gas biogenik kelautan per-
airan Muarara Kakap dan sekitarnya Kalimantan Barat yang sesuai dengan
kajian permasalahan agar didapat informasi yang diharapkan. Metoda yang
digunakan terdiri atas penyelidikan geologi dan geofisika kelautan, oseanografi
fisika, navigasi, analisis laboratorium dan proses data.
3.1 Metoda
A. Geologi
B. Geofisika
khusus.
C. Oseanografi fisika
D. Navigasi
Penentuan posisi baik di laut atau darat sekarang ini umum digunakan
metoda elektronik GPS (Global Positioning System). Metoda GPS bekerja
berdasarkan kalibrasi kedudukan posisi satelit. Ketelitian metoda GPS ini
berbeda-beda tergantung metoda yang dipakai, GPS dan DGPS (Differential
Global Positioning System), serta jenis peralatan. Ketelitiannya mulai kurang
dari 1m hingga 10 m. Di kawasan Muara Kakap sistim naviagsi yang
digunakan adalah metoda GPS karena peta dasar yang digunakan berskala
1:50.000. Untuk ketelitian 10m dengan menggunakan metoda GPS masih
E. Analisis lab
pembentukkan hidrokarbon. Kandungan karbon lebih kecil dari 0.5% tidak berpotensi
untuk terbentuknya hidrokarbon, sebaliknya total karbon >2.0% sangat berpotensi.
Contoh yang dianalisis adalah sedimen yang berasal dari lubang bor. Setiap contoh
sedimen dicuci, dikeringkan, digerus, diahaluskan, ditimbang, dan dilarutkan kedalam
larutan asam klorida (HCL) untuk menghilangkan kandungan karbonatnya. Selanjtnya
dianlisis total karbonnya.
Analisis Palinologi adalah untuk mengetahui lingkungan
pengendapan lapisan sedimen berdasarkan indikasi pollen tumbuhan-
tumbuhan yang ada pada sedimen tersebut. Pada prinsipnya teknik
preparasi batuan untuk analisis palinologi yang dilakukan adalah merupakan
proses pemisahan butiran polen dan spora dari subtansi lain. Preses
pemisahan tersebut dengan menggunakan zat kimia sebagai berikut : KOH,
HCl, ZnCl2, HF, asam asetat anhyidrid, asam asetat glacial , asam sulfat,
acetone, dan pewarna. Penyaringan: ambil sample seukuran 2x2cm,
kemudian dikupas bagian luarnya. Sebelum ditreatment dangan berbagai
macam zat kimia, sebaiknya sampe yang sudah dikupas kemudian direndam
semalam dengan aquadestillata. Setelah itu disaring, sehingga kotoran dan
batang ataupun sisa fosil lainnya bisa dihilangkan terlebih dahulu.
Penghilangan asam Humat: asam humat adalah bahan organik yang
berasal dari ektrasi tanah dan subtansi tumbuhan yang hancur atau
membusuk. Bahan kimia yang dibutuhkan adalah Kalium Hidroksida (KOH)
10%. Tambahkan larutan KOH 10% sebanyak 2x volume residu. Kemudian
diamkan semalam. Setelah itu cuci dengan aquades sampai netral.
Tambahkan sekali lagi KOH 10% sekitar 10 ml, dan panaskan 10 menit
diatas waterbath. Tujuannya adalah untuk menghilangkan sisa asam humat
yang tertinggal. Kemudian dicuci lagi sampai netral. Penghilangan Unsur
Karbonat: bahan kimia yang digunakan adalah Asam Chlorida (HCl) 50%.
Tuangkan Asam Chlorida perlahan-lahan sebanyak 15ml dan aduk sampai
residu tercampur rata. Diamkan selama 2 jam. Setelah itu tambahkan
aquades dan dilakukan pencucian sampai netral. Pindahkan residu ke dalam
tabung centrifuge 50ml Penghilangan Unsur Silika: bahan kimia yang
merah 2-3 tetes. Tutup dan kocok, kemudian panaskan dalam waterbath
selama 5 menit. Setelah itu didinginkan, disetimbangkan dengan aquadest,
di-mixer, di-cetrifuge selama 5 menit; 2000 rpm. Kemudian cuci sampai
bersih dengan menggunakan aquadest. Penempelan Conto diatas Slide:
untuk pemeriksaan polen dan spora, dilakukan pembuatan preparat dengan
meeteskan 20mikron keatas kaca preparat dan tambahkan glycerin jelly,
aduk kemudian tutup dengan cover glass. Panaskan diatas hot plate, sambil
ditekan pelan-pelan dengan tusuk gigi. Setelah siap, bersihkan pinggiran
kaca cover glass dan beri kutek disekeliling cover glass. Preparat siap untuk
diperiksa dibawah mikroskop.
Analisis bakteri metanogenik adalah untuk mengidentifikasi keberadaan
bakteri anaerob sebagai pembentuk gas metan pada contoh sedimen yang
mengandung gas. Contoh sedimen yang dianalisis adalah jenis lempung dan lanau
dari lubang bor yang ada indikasi gas metan. Analisis bakteri ini menghitung jumlah
populasi bakteri dalam contoh sedimen. Setiap contoh seberat kurang lebih 1 g
dilarutkan ke dalam air, dikocok hingga merata. Kemudian setiap 1 gram dari larutan
tersebut diencerkan lagi dan seterusnya. Kemudian sample tersebut dianalisis bakteri
dibawah mikroskop elektron.
Analisis C14, metoda ini digunakan untuk mengetahui umur
pengendapan sedimen yang diperkirakan sama dengan umur pembentukan
gas biogenik. Metoda ini menggunakan waktu paruh unsur C14 pada setiap
sedimen yang mempunyai umur relatif muda kurang dari 50.000 tahun.
Semua sampel dari lapangan sebelum dilakukan pencucian, terlebih dahulu
dipanaskan dalam oven + 80°C selama 3 jam..Setelah kering ditimbang
berat sampel yang akan dicuci, dimasukkan dalam Beaker Glass 500ml.,
ditambahkan aquadest sampai sampel terendam semuanya, dipanaskan
sampai mendidih selama 10 menit, kemudian disaring. (Pekerjaan ini
dilakukan tiga kali berturut-turut).. Hal yang sama dilakukan pekerjaan
diatas, tetapi larutan pencuci diganti dengan HCl 0,2N (dua kali berturut-
turut), kemudian larutan pencuci diganti lagi dengan larutan KOH 0,2N (tiga
kali berturut-turut).. Sampel kembali dicuci dengan aquadest sampai sampel
Keberadaan fluida (khususnya gas dan air) dalam batuan ini sangat
bergantung pada porositas dari batuan atau rekahan pada batuan, dan
batuan penyangga (bedrock), dimana dengan diketahui nilai resistivitas
batuan ini jenis batuan, besar porositas dan kedalaman permukaan air
tanah dapat ditentukan. Aliran arus listrik didalam batuan/mineral dapat
digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi
secara elektrolitik, konduksi secara dielektrik. Konduksi secara elektronik
terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus
listrik dialirkan kedalam batuan/mineral tersebut oleh elektron-elektron
bebas itu. Konduksi secara elektrolitik terjadi jika batuan/mineral bersifat
porous dan rekahan tersebut diisi oleh fluida elektrolitik, sehingga arus
listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit
Metoda Geolistrik: pendekatan paling sederhana untuk kajian teori
dari pengukuran resistivitas bumi pertama kali adalah mempertimbangkan
bahwa bumi ini benar-benar homogen isotropis. Hubungan antara
resistivitas dan struktur geologi adalah penting dan merupakan variable
juga. Resistivitas ini berubah secara perlahan akibat formasi yang ada
seperti variasi salinitas dari air pengisi pori batuan. Kebanyakan batuan
menghantarkan arus listrik diakibatkan hanya oleh air atau fluida pengisi
pori dan rekahan-rekahan pada batuan tersebut. Sedangkan jenis
batuannya itu sendiri kurang signifikan pengaruhnya. Dalam pengukuran
metoda resistivitas, besaran-besaran yang dapat diukur adalah beda
potensial diantara dua titik dan kuat arus listrik (I) yang diterapkan. Bentuk
penjalaran arus dan permukaan ekipotensialnya seperti pada gambar 3.
Sedangkan kuat medan selalu dirata-ratakan sama dengan beda potensial
diantara dua titik (V) dibagi dengan jarak kedua titik (r) tersebut
(selanjutnya dikenal sebagai faktor konfigurasi). Rangkaian pengukuran
resistivitas ini seperti pada gambar 4.
Penembusan dari arus listrik yang mengalir ini ditentukan oleh jarak
elektrodanya, sehingga kedalaman penembusan bisa diatur dari jarak
bentangan. Pada table 1 di bawah ini proporsi dari enam lintasan seperti
pada gambar 1.
(2
(1),(2)
juga digunakan dalam eksplorasi geothermal .
Transmiter
Receiver
Surface
A M N B
Cara 1 (Gb.9) :
0
A M N B
p p
1 ⎡p2 a ⎤
K= ⎢ − ⎥ (1)
2 ⎣⎢ a 4 ⎥⎦
V ⎡p2 a ⎤
ρa = π ⎢ − ⎥ (2)
I ⎣ a 4⎦
Cara 2 (Gb.10):
0
A M N B
L
π V ⎡⎛ L ⎞ ⎤
2
ρa = a ⎢⎜ ⎟ − 1⎥ (3)
2 I ⎢⎣⎝ a ⎠ ⎥⎦
Cara 3 (Gb11):
0
A M N B
na na
Bentangan 2
G. Proses data/studio
A. Geologi
B. Geofisika
C. Hidro-Oseanografi
D. Navigasi
E Analisis Laboratorium
F. Geolistrik
1 (satu) unit peralatan geolistrik multi channel yang teridir atas: Superstring
R8 IP Multichannel AGI, perangkat komputer, GPS trimble, dan transceiver.
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN ULASAN
Penetrasi bor MKB4 sedalam 100m. Sedimen yang terdapat pada bor
MKB4 sebagian besar berupa lempung yang diselingi oleh lapisan material
organik berupa gambut dan lempung hitam organik. Lapisan sedimen dekat
permukaan terdiri atas gambut berwarna hitam kecoklatan, terurai, tebal
mencapai 2.5m. Antara kedalaman 2.5m dan 45m sedimennya terdiri atas
lempung hitam kecoklatan, lunak, material organik 30%. Antara kedalaman
45m dan 50m lempung hitam tersebut menjadi lebih kompak dan lengket.
Antara kedalaman 50m dan 91m sedimennya berupa lempung abu-abu
kehijauan, kompak, dan sangat lengket. Di antara lapisan lempung hitam
kehiajaun dan hitam kecokalatan pada kedalaman 91m – 92m dan 96m –
97m terdapat lapisan gambut hitam sangat kompak, tebal antara 10cm dan
20cm. Pada kedalaman 99m dan 100m sedimennya terdiri atas kaolin
sangat lengket, kompak berwarna coklat terang-coklat agak pudar.
Analisiis besar butir pada contoh sedimen bor MKB3 dan MKB4 adalah
untuk mengetahui perubahan tekstur sedimen secara tegak yang
menggambarkan ligkungan sedimentasi. Berdasarkan data analisis besar
butir sedimen dari kedua lubang bor tersebut, terdapat perbedaan tekstur
sedimen terutama harga besar butir rata-ratanya (Tabel 3 dan Tabel 4).
Besar butir rata-rata sedimen bor MKB3 beragam. Dekat permukaan
(0m - 8m) nilai besar butir rata-rata berkisar antara 3phi dan 4phi. Di
bagian tengah (8m - 34m) besar butir rata-rata antara 4phi dan 5phi. Lebih
dalam lagi harga besar butir rata-rata umunya antara 2phi dan 3phi.
Berdasarkan data tersebut di bagian atas sedimen lebih banyak disusun oleh
pasir halus, di bagian tengah terdapat perselingan sedimen pasir halus dan
lanau, dan dibagian dalam sebagian besar sedimen disusun oleh pasir halus
dan pasir berbutir sedang.
Besar butir rata-rata sedimen bor MKB4 tidak memperlihatkan
perubahan yang mencolok berkisar antara 5phi dan 7phi. Nilai besar butir
rata-rata tersebut termasuk sedimen lanau. Di sekitar permukaan harga
besar butir rata-rata sekitar 5 phi. Harga ini berangsur naik menjadi sekitar
7phi sejalan dengan bertambahnya kedalaman.
18
16
14
12
10
Tinggi Air
8
MSL
6
4
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
0:00
12:00
Jam
Gb.16 Kurva kedudukan muka air laut di perairan Muara Kakap Kalimantan Barat (18 Sept. – 3 Okt. 2005) (PPPGL, 2005)
FINAL RESULT
So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4
A cm 136.02 17.9 5.5 0.002 1.5 38.6 30.7 12.7 1.7 2.4
g 395 164 63 164 129 332 129 247 353
F= 2.96
Dimana :
An : besaran amplitudo pasang surut komponen-n
g : sudut kelambatan fasa
So : tinggi muka laut rata-rata di atas titik nol rambu
M2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi bulan
S2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh posisi
matahari
N2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat
lintasan bulan yang berbentuk elips
K2 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh jarak, akibat
lintasan matahari yang berbentuk elips
O1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
bulan
P1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
matahari
K1 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh deklinasi
bulan dan matahari
M4 : konstanta harmonik yang dipengaruhi oleh bulan
sebanyak dua kali (2 x M2)
4.4. Arus
Arus laut yang terjadi yang diakibatkan oleh pasang surut dan
merupakan salah satu parameter di dalam mengontrol dinamika pantai
Delta Kapuas. Untuk mendapatkan gambaran kondisi arus di daerah
penelitian dilakukan dengan pengukuran Lagrangian.
Pengakuruan arus dengan metoda Lagrangian digunakan bola apung.
Arah dan kecepatan arus diketahui dengan mengikuti arah dan gerak bola
apung tersebut. Berdasarkan pengukuran arus dari bola apung yang
berlokasi di Sungai Punggur Besar depan muara Sungai Kakap pola arus
surut searah dengan aliran Sungai Punggur Besar menuju laut. Kecepatan
rata-rata arus surut ini adalah 0.56m/detik. Pada saat pasang arus
berlawanan arah dengan arah aliran sungai tersebut. Kecepatan rata-rata
arus pasang lebih rendah dari arus surut yaitu 0.24m/detik (Gb.18). Dari
data arus di atas menunjukkan bahwa pergerakan partikel sedimen yang
diangkut oleh arus sungai dan arus surut condong ke arah laut. Dengan
kata lain pengendapan atau sedimentasi akan berlangsung terus ke arah
laut selama tidak ada hambatan akibat adanya penghalang (sediment trap)
yang dipasang oleh masyarakat pantai setempat seperti bagan, dan bubu
laut (jaring perangkap ikan).
4.5. Batimetri
C. Ananlisis polen
Analisis polen dilakukan pada sedimen yang berasal dari lubang bor
MKB1, MKB2, MKB3 dan MKB4. Berdasarkan analis polen pada contoh-
contoh sedimen tersebut, kelimpahan kandungan pollen dari setiap bor
cukup beragam kecuali untuk contoh sedimen dari lubang bor MKB1 dan
MKB2 memperlihatkan suatu kemiripan. Hal ini disebabkan lokasi titik bor
MKB1 dan MKB2 agak berdekatan. Sedangakan dengan titik bor lainnya
cukup jauh dengan kondisi lingkungan dan jenis sedimen yang berbeda.
Data analisis pollen ditampilkan berupa jenis dan persentase
kelimpahannya (Lampian terikat 3.3), dan karaktersitk setiap jenis pollen
(Lampiran Foto).
Contoh pollen yang berasal dari sedimen MKB2 yang dianalisis
mengandung butiran polen yang cukup melimpah yaitu lebih dari seratus
butir dalam tiap preparatnya (Gb.26). Diagram Polen ini dapat dibagi
menjadi 2 zonasi polen. Zonasi 1 dibedakan dari zonasi 2 berdasarkan
kelimpahan polen tumbuhan mangrove dan grassland-nya. Polen
didominasi oleh Sonneratia alba. Ke bagian atas inti bor, Sonneratia alba,
Avicennia dan Rhizophora memiliki frekuensi yang sebanding.
Polen tumbuhan dryland/peatland memperlihatkan frekuensi yang
relatif kecil di Zonasi 1 namun meningkat cukup signifikan di Zonasi. Polen
tumbuhan darat yang hadir dengan frekuensi yang cukup besar adalah
Elaeocarpus.
Polen tumbuhan pegunungan hadir dengan frekuensi kecil di Zonasi
1 dan sedikit meningkat di Zonasi 2. Frequensi polen tumbuhan
pegunungan ini tampak didominasi oleh Quercus.
Concentricystes circulus hadir hanya di Zonasi 2, dengan frekuensi
yang relatif kecil.
Diagram Polen pad contoh sedimen MKB4 ini dapat dibagi menjadi 2
zonasi polen (Gb.28). Zonasi 1 dipisahkan dari Zonasi 2 berdasarkan
kelimpahan polen dalam sampel. Zonasi 1 butiran polen yang kurang
melimpah (kurang dari 100 butiran per preparat). Sebaliknya Zonasi 2
memiliki kandungan polen yag melimpah yaitu lebih dari 100 butiran tiap
preparatnya.
Meskipun memiliki perbedaan kelimpahan butiran polen, Zonasi 1
dan 2 memiliki komposisi polen tumbuhan mangrove, dryland/peatland,
Montane dan grassland yang relatif tetap meskipun frekuensi mangrove
terlihat memperlihatkan kecenderungan penurunan ke bagian atas inti bor.
Alga air tawar, Concentricystes circulus tampak hadir secara
signifikan di Zonasi 2. Alga ini juga hadir sedikit di bagian atas dari
Zonasi 1.
Bercampurnya polen tumbuhan dari berbagai lingkungan yaitu
tumbuhan pegunungan, dryland/peatland, mangrove dan grassland
mengindikasikan lingkungan pengendapan yang berkisar dari daerah
transisi hingga lepas pantai. Relatif rendahnya frekuensi polen mangrove
(kurang dari 30%) di ketiga inti bor mengindikasikan bahwa lingkungan
pengendapan ketiga inti bor berada di lepas pantai yang tidak terlalu jauh
dari pantai yang ditumbuhi hutan mangrove. Namun demikian fluktuasi
dan Na2O dapat dipakai sebagai petunjuk mengenai tingkat maturity pada
sedimen berbutir halus. Contoh-contoh sedimen yang diananilis unsur
utama di daerah penyelidikan berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3,
dan MKB4. Sedimennya berupa pasir, lanau dan lumpur.
Berdasarkanan data analisis unsur utama tersebut menunjukkan
komposisi SiO2 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 berkisar antara
50% dan 80%. Kadar SiO2 pada contoh sedimen tersebut berangsur naik
dari sedimen dekat permukaan (MKB1-1, dan MKB2-1) hinnga sedimen
yang lebih dalam (MKB1-45 dan MKB2-46) (Lampiran terikta 3.6). Kadar
SiO2 pada contoh sedimen MKB3 lebih kecil (sekitar 50%) di kedalaman
antara 30m dan 35m, dibandingkan dengan sedimen dekat dan jauh di
bawah permukaan. Kadar SiO2 pada contoh sedimen MKB4 relatif sama
(rata-rata 50%) baik untuk sedimen dekat dan jauh dari permukaan.
Kadar Al2O3 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 di kedalaman
antara 1m dan 30m lebih tinggi (>19%) dibandingkan dengan sedimen
yang ada di kedalaman >30m (5%). Kadar Al2O3 pada contoh sedimen
MKB3 lebih tinggi (>19%) di kedalaman antara 30m dan 35m, sebaliknya
kadar Al2O3 nya rendah pada contoh sedimen dekat dan jauh di bawah
permukaan. Kadar Al2O3 pada contoh sedimen MKB4 meningkat dengan
bertambahnya kedalaman yaitu dari 13% menjadi 20%.
Kadar Fe2O3 pada contoh sedimen MKB1 dan MKB2 menurun
dengan bertambahnya kedalaman yaitu dari 7% menjadi 2%. Kadar
Fe2O3 pada contoh sedimen MKB3 lebih tinggi (7%) di kedalaman
sekitar 30m dibandingkan pada kedalaman lainnya. Kadar Fe2O3 pada
contoh sedimen MKB4 hampir merata antara 5% dan 8% untuk setiap
kedalaman.
Unsur utama lainnya pada contoh contoh sedimen tersebut untuk
sejauh ini tidak menunjukkan perubahan yang cukup mencolok. Mungkin
dalam kajian yang lebih khusus unsur utama seperti CaO, MgO, Na2O,
K2O, dan TiO2 , MnO, P2O5 , dan SO3 ada korelasi dengan lingkungan
pembentukan gas biogenik.
argilik, dan argilik lanjut. Sangat jarang mineral berat dan mineral logam
masih hadir di dalam batuan, seperti zirkon, magnetit, pirit, dan kasiterit.
Hadirnya mineral pirit dan glaukonit secara sporadik mencirikan
lingkungan pasang-surut yang ritmik, yang interpretasi lebih lanjut
tentunya harus diikat kepada kolom stratigrafinya.
air permukaan, dan air danau. Pada sisi lain kegiatan-kegiatan yang
dilakukan manuasia terkadang menghasilkan limbah yang mengandung
logam berat yang dibuang ke suatu badan perairan atau di buang
(damping) ke dalam tanah, dan sedimen di dasar laut sebagai sisa
buangan (tailing). Kondisi demikian dapat menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi air atau sedimen. Bila kondisi ini melebihi
kemampuan atau kapasitas pemurnian alami oleh badan air atau sedimen,
maka keadaannya akan berubah dan tidak sesuai lagi dengan peruntukan.
Kandungan logam berat dalam sedimen dan air dapat terjadi akibat
bawaan asal sedimen itu sendiri atau karena dampak kegiatan manusia.
Contoh sedimen yang dianalisis logam beratnya di daerah
penyelidikan berasal dari lubang bor MKB1, MKB2, MKB3, dan MKB4.
Selain itu analisis logam berat ini dilakukan pada contoh air yang berasal
dari lubang bor MKB1, MKB2, dan air laut di sekitar perairan Muara Kakap.
Logam - logam berat yang dianalisis terdiri atas: tembaga (Cu), timbal
(Pb), seng (Zn), nikel (Ni), mangan (Mn), perak (Ag), besi (Fe), chrom
(Cr), Cadmium (Cd), merkuri (Hg), dan emas (Au).
Berdasarkan analisis logam berat pada contoh-contoh sedimen dan
air tersebut (Lampiran terikat 3.9), sebagain besar tidak memperlihatkan
persentase (ppm) dan suatu perubahan yang cukup mencolok kecuali
untuk logam Fe. Pada contoh sedimen hampir semua logam berat
terdapat di sini dengan kadar relatif tinggi terutama logam Fe berkisar
antara 30.000ppm dan 45.000ppm. Pada contoh air hanya beberapa
logam berat dapat diidentifikasi dengan kadar rendah, kecuali untuk logam
Fe kadarnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya.
Logam berat Cd dan Hg merupakan logam cukup berbahaya bagi
lingkungan hidup manusia dalam jumlah yang melebihi batas ambang.
Pada contoh sedimen logam-logam tersebut kadarnya cukup tinggi,
masing-masing antara 1ppm dan 5ppm, dan antara 200ppb dan 400ppb .
Pada contoh air logam Cd tidak terditeksi, kecuali Hg dengan kadar kurang
dari 0.08ppb.
Tabel 6. Data analisis mineral lempung (XRD) pada contoh sedimen perairan Muara
Kakap, Delta Kapuas Kalimantan Barat.
Mineral Teridentifikasi
No Contoh H K- A
Ill M-c a Cli Mus Ku A-a Kf Ha Gla P/f S/z A/m CuO Cas Zir
al m
o
1 MKB1-1 X X X x x x x x
2 MKB1-5 X X X x x x x x
3 MKB1-10 X x x X x x x
4 MKB1-15 X x x X x x x
5 MKB1-20 x X x X x x
6 MKB1-25 x X x X x x
7 MKB1-30 X x X x X x x x
8 MKB1-35 X x X x X x x x
9 MKB1-40 x x X x
10 MKB1-50 x X X
11 MKB2-1 x X x X x x x
12 MKB2-5 x X x X x x x
13 MKB2-10 x x X X x x
14 MKB2-15 x x X X x x
15 MKB2-20 x X x X x x
16 MKB2-25 x X x X x x
17 MKB2-30 x x X x X x x
18 MKB2-35 x x X x X x x
19 MKB2-40 x x X x
20 MKB2-50 x x X
21 MBK3-1 x x x X x x
22 MBK3-5 x x x X x x
23 MBK3-10 x x x X x
24 MBK3-15 x x x X x
25 MBK3-20 x x x X x x
26 MBK3-25 x x x X x x
27 MBK3-30 x x x X x
28 MBK3-35 x x x X x
29 MBK3-40 x x X x x x
30 MBK3-45 x X x x
31 MKB4-1 x x x x
32 MKB4-5 x x x x
33 MKB4-10 x x x x
34 MKB4-15 x x x
35 MKB4-20 x x x ?x x x
36 MKB4-25 x x x x x x
37 MKB4-30 x x x x x
38 MKB4-35 x x x x
39 MKB4-40 x x x x
40 MKB4-45 x x x x
Tabel 6. Lanjutan
41 MKB4-50 x x x x x x
42 MKB4-55 x x x x x
43 MKB4-60 x x x x
44 MKB4-65 x x x x x
45 MKB4-70 x x x x x x x x x
46 MKB4-75 x x x x x x x x
47 MKB4-80 x x x x x
48 MKB4-85 x x x x x x
49 MKB4-90 x x x x
50 MKB4-95 x x x x x x
51 MKB4-100 x x x x x
Keterangan mineral:
Hal = Hallosyte Cli = Clinochlore Gla = Glaukonite
CuO = Copper oxide P/f = Pyrite/fibroferrite M-c = Montmorilonite-chlorite
Ku = Kuarsa S/z = Sphalerite/zincaluminite K-m = Kaolinite-montmorilonite
A-a = Albite-anorthite A/m = Anatase/magnetite Kao = Kaolinite
Kf = K-feldspar Cas = Cassiterite Dik = Dickite
Ha = Halite/cryptohalite Zir =
4.8. Geolistrik
Lokasi penyelidikan geolistrik dipilih berdasarkan kajian geologi,
infromasi masyarakat setempat, dan populasi masyarakat. Lokasi tersebut
yaitu Pulau Sepuk Laut, Pulau Sepuk Keladi, Sepuk Prupuk, Pulau Nyamuk
dan Pulau Tanjung Saleh. Konfigurasi yang dipergunakan dalam survey
adalah Wenner-Schlumberger, Wenner, dan Dipole-dipole dengan jumlah
tembakan (shooting) 30 kali yaitu 16 tembakan di P. Sepuk laut, 7 di P.
Nyamuk, 4 di P. Tanjung Saleh, 2 di P. Sepuk Propuk, dan 1 tembakan di P.
Sepuk Keladi. Pada beberapa lokasi dilakukan line-crossing seperti di P.
Sepuk Laut ada 3 line-crossing. dan di pulau Nyamuk ada 4 line-crossing.
Berdasarkan hasil pengolahan data dan inversi data didapat informasi
struktur 2D dari resistivitas dan kedalamannya. Pola-pola kontur dari
penampang-penampang yang dihasilkan memberikan informasi kondisi
bawah permukaan. Secara keseluruhan pola sebaran nilai resistivitas
menunjukkan bahwa kondisi wilayah survey ini merupaka daerah konduktif
(1- 9 Ohm.m). Hal ini sesuai dengan geologi daerah pantai/rawa. Anomali-
anomali resistivitas tampak pada penampang tersebut. Anomali-anomali
adanya indikasi gas biogenik berkisar antara 1,5-3 ohm.m dan mempunyai
pola vortex yang jelas.
Penyelidikan geolisitrik yang dilakukan di daerah penyelidikan adalah
sebagai berikut:
dan data bor. Dari penampang dua dimensi geolistrik, gas biogenik ini
terdapat secara setempat, melensa pada kedalaman antara 10m dan 50m.
Penampang 2D geolistrik pada lintasan-lintasan yang menuju arah
daratan seperti di daerah tanggul baru L11 – L16 dan di kawasan tanggul
lama Tanjung Gemuk L23 dan L24 memperlihatkan indikasi gas lebih kuat
dibandingkan pada lintasan yang menuju arah pesisir seperti pada L31 dan
L32, dan L7T.
B. Pulau Nyamuk.
Pulau nyamuk merupakan daerah hunian baru. Kawasan pulau ini
dijadikan sebagai lahan kebun dan sawah dengan kanal-kananl irigasi dan
tanggul-tanggulnya. Informasi tentang gas di daerah ini sedikit sekali.
Daerah ini dipilih karena sebagai kawasan dengan penduduknya cukup
banyak. Survey geolistrik di daerah ini tidak mengalami kesulitan karena
banyak tanggul sebagai tempat bentangan kabel elektroda geolistrik.
Sebanyak 7 bentangan kabel elektroda dengan 7 tembakan dilakukan
di daerah ini yang meliputi 3 lintasan searah panjang pulau (NY21 – NY23)
dan 4 lintasan memotong (NY11, NY31, NY51, DAN NY71).
Berdasarkan data penampang 2D geolistrik pada lintasan-lintasan
tersebut, sebagian besar lintasan penampang 2D geolistrik di daerah
P. Nyamuk kurang memperlihatkan konfigurasi gas seperti halnya di
P. Sepuk Laut (Tabel 8, Lampiran terikat 4.2a dan 4.2b). Untuk mengetahui
lebih rinci kondisi bawah permukaan seperti yang ditunjukkan oleh
penampang 2D geolistrik diperlukan data bor sebagai acuan.
BAB V
PEMBAHASAN
P. Sepuk Laut. Sedimen tersebut baik yang dekat dan jauh dari permukaan
mengandung karbon total cukup tinggi sehingga memungkinkan sekali gas
biogenik dapat terbentuk. Gas metan dan tetranitrometan yang keluar dari lubang
bor dan merembes ke permukaan di beberapa tempat merupakan indikasi kuat
adanya sumber gas di kawasan P. Sepuk Laut. Kondisi ini ditunjukkan juga lewat
interpreatsi data penampang geolistrik. Oleh sebab itu kawasan Sepuk Laut
kemungkinan besar merupakan daerah yang berpotensi gas biogenik. Gas
tersebut diyakini sebagai gas biogenik karena dari jenis gasnya dan didapatinya
bakteri-bakteri metanogenik di beberapa contoh sedimen sebagai media gas.
Bakteri metanogenik tersebut berperperan aktif dalam metabolisme mengubah
komposisi sedimen organik menjadi gas metan. Usaha masyarakat Pulau Sepuk
Laut dalam pencarian air tanah dangkal (± 50m) beberapa tahun sebelumnya
melalui pemboran mengalami kegagalan. Dari lubang bor tersebut keluar
semburan gas api setinggi 3m untuk beberapa saat lamanya. Kejadian ini menjadi
trauma bagi masyarakat setempat yang berkaitan dengan penelitian gas.
Kekhawatiran masyarakat Masyarakat P. Sepuk Laut dan sekitarnya akan
explorasi gas antara lain pertama kekhawatiran terjadi kebakaran, jika gas
diambil akan terjadi amblesan tanah-tanah hunian dan ladang masyarakat
bahkan pulau, pencemaran terhadap perairan yang akan mengurangi produk
perikanan, terakhir khawatir gas di bawa ke luar daerah sehingga masyarakat
setempat tidak menikmati.
masih terjaga juga tersebar luas di pinggiran pantai dan daratan pulau, dan
hanya sebagian kecil berubah menjadi area sawah dan kebun. Peta citra
menunjukkan rona hijau tua untuk kawasan mangrove yang hampir menutupi
kawasan P. Sepuk Prupuk. Keberadaan hutan mangrove tersebut diyakini dengan
keberadaannya sumber gas biogenik di daerah ini. Data penampang geolistrik
merekam juga indikasi kuat gas biogenik sebagian besar di kawasan P. Sepuk
Prupuk. Rembesan-rembesan gas yang keluar kepermukaan juga ditemukan di
daerah ini. Selain itu informasi dari masyarakat setempat tentang gas merupakan
salah satu masukan bahwa kawasan ini berpotensi gas biogenik. Pertimbangan
jumlah penduduk yang sedikit dengan sektor penghidupan sebagian besar
sebagai nelayan dan sebagian sebagai petani lahan sawah dan kebun, maka
kebutuhan energi gas biogenik di kawasan ini nantinya tentu kurang
dibandingkan dengan masyarakat kawasan Sepuk Laut. Oleh sebab itu kawasan
Sepuk Prupuk dikatagorikan sebagai indikasi prospek ke 2 setelah Sepuk Laut.
BAB VI
REKOMENDASI
perairan laut dari buangan sampah masyarakat pantai, tumpahan minyak kapal
motor ikan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan biota
laut dan pantai.
Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi demikian yang
kemungkinan besar akan bisa terjadi maka sangatlah perlu adanya penerangan
dan penyuluhan oleh para pakar yang bekerja sama dengan para pembuat
keputusan dalam hal ini pemerintah daerah kepada masyarakat pengelola dan
pengembang pantai. Di antaranya:
BAB VII
KESIMPULAN
ACUAN
Atlas, R.M. and Parks, L.C., 1993: Handbook of Microbiological Media, CRC Press,
Inc. London
Dolan, R., Hayden, B.O. and Vincent, M.K., 1975, Classificataion of Coastal
Landform of the America, Zeithschr Geomorphology, in Encyclopedia of
Beach and Coastal Environments.
Folk R.L., 1968, Petrology of sedimentary rocks: Hemphill, Austin Texas, 170p.
Holt , John G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T. and Williams, S.T., 1994:
Bergey’s Manual of determination Bacteriology, 9th edition, The Williams &
Wilkins Company, Baltimore.
Kamiludin, U., Darlan, Y., Hanafi, M., Widiatmoko, H.C., Suprijadi, Widjaksana,
K.H., dan Hartono, 2004: Penyelidikan Emas Letakan di Perairan Delta
Kapuas, Pontianak, Kalbar, Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL).
Klug, H.P. and Alexander, L.E., 1974. X-ray Diffractometry Procedures for
Polycrystalline and Amorphous Materials. John Wiley and Sons Inc., New
York.
Mason, B., 1966. Principles of Geochemistry, John Wiley & Sons, 329p.
Parasnis D.S. 1983, Principles of Applied Gephysics, New York ,JWS Inc .
Pettijohn, F.J., 1957. Sedimentary rocks, Oxford & IBH Publishing Co, 718p.
Sanyoto, P., dan Pieters, P.E., 1993: Peta Gelogi Lembar Pontianak / Nagataman,
Kalimantan, Pulitbang Geologi (P3G), Australian Geological Survey
Organisation (AGSO)
Tim Lembar Peta 1315, 2001: Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan
Perairan Kalimantan Barat, Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL)
Yulianto, E., Rahardjo, A.T., Noeradi, D., Siregar, D.A., Hirakawa, K., 2005:
A Holocene pollen record of vegetation and coastal environmental changes
in the coastal swamp forest at Batulicin, South Kalimantan, Indonesia.
Journal of Asian Earth Science 25, 1-8.
Yulianto, E., Sukapti, W.S., Rahardjo, A.T., Noeradi, D., Siregar, D.A., Hirakawa,
K., 2004: Mangrove shorelines responses to Holocene environmental
change, Makassar Strait, Indonesia. Review of Palaeobotany and Palynology.
Zonge, K., L., and L., J., Hughes, 1991, Controlled-Source Audio Frequency
Magnetotellurics, in Nabighian, M., N., Ed., Electromagnetic Methods in
Applied Geophysics-Theory, Volume II : Soc. Expl. Geophys., 713-809.