You are on page 1of 11

Makkiyah dan Madaniyah

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan berpikir manusia senantiasa disertai oleh wahyu yang
sesuai dan dapat memecahkan problematika yang dihadapi oleh manusia sampai pada
perkembangan itu mencapai tingkat kematangannya. Allah menghendaki agar Al Qur‟an
menjadi pedoman bagi manusia di dunia ini, maka di utuslah Nabi Muhammad SAW., sebagai
pembawa wahyu di saat manusia sedang mengalami kekosongan dari para rasul untuk
melengkapi dan menyempurnakan syari‟at para rasul sebelumnya sekaligus menetapkan Al
Qur‟an sebagai petunjuk kepada jalan kebenaran bagi seluruh umat hingga hari kiamat tiba.

Al Qur‟an adalah mukjizat yang diberikan Allah SWT., yang kekal kepada Nabi
Muhammad SAW., sebagai petunjuk bagi manusia dan jin dalam mengatur kehidupan mereka
antara makhluq dan tuhannya dalam hal ini adalah ketentuan-ketentuan tentang Aqidah untuk
mengesakan Allah SWT dan tidak menyekutukannya. Selain itu juga Al Qur‟an diturunkan
sebagai tanda kenabian Rasulullah SAW dan untuk menguatkan beliau dalam berdakwah
kepada kebenaran dan sebagai Ibadah kepada Allah SWT dalam membaca dan mempelajarinya
dan untuk mendekatkan hamba kepada Allah SWT dalam memahaminya dan
mengamalkannya.

Dengan keistimewaan itu Al Qur‟an memecahkan problematika kemanusiaan dalam


berbagai segi kehidupan baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan
pemecahan yang sangat bijaksana dan metode-metode yang sesuai dengan keadaan hati dan
kejiwaan manusia di setiap negara. Pada setiap problematika itu Al Qur‟an memberikan
sentuhan dengan dasar-dasar yang umum dan dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah
seluruh manusia hingga akhir zaman.

Dan sebagai seorang muslim yang berakal hendaknya kita mengambil hikmah dan
tauladan dibalik proses turunya Al Qur‟an kepada Rasulullah SAW., dengan mempelajari lebih
dalam metode-metode dan kebijakan Al Qur‟an dalam memberi solusi bagi problematika
manusia pada saat turunnya yakni di Kota Makkah dan Madinah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Makki Dan Madani

Dakwah menuju jalan Allah itu memerlukan metode tertentu dalam menghadapi hati
masyarakat yang telah terperosok dalam kerusakan aqidah, perundang-undangan dan perilaku.
Beban dakwah baru bisa diwajibkan setelah benih subur tersedia baginya dan pondasi kuat
1
telah dipersiapkan untuk memikul beban dakwah tersebut. Asas perundang-undangan dan
aturan sosial baru bisa digariskan setelah hati manusia dibersihkan dari segala kerusakan aqidah
dan tujuan dakwah telah ditentukan.

Orang yang membaca Al Qur‟an Karim akan melihat bahwa ayat-ayat Makkiah
mengandung karakteristik yang tidak terkandung di dalam ayat-ayat Madaniah, baik dalam
irama, makna dan tutur penyampaiannya meskipun keduanya saling menopang dalam
menentukan hukum-hukum dan perundang-undangan.

Pada zaman jahiliyah masyarakat sedang dalam keadaan buta dan tuli, menyembah
berhala, mempersekutukan Allah, mendustakan wahyu dan mengingkari hari akhir
sebagaimana kata mereka:

)42 : ‫ (اجلاثيت‬...ُ‫اىذِٕش‬
َّ َّ‫ث وََّحِيَا وٍََا يُ ِهيِنَُْا إِال‬
ُ ‫َوقَاىُىا ٍَا ِٕ َي إِالَّ حَيَاحَُْا اىذُِّّيَا ََُّى‬
“Dan mereka berkata: Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita
mati dan hidup dan yang akan membinasakan kita hanyalah waktu” (Al Jasiyah 24)

Mereka ahli berdebat dengan kata-kata yang pedas dan retorika yang luar biasa,
sehingga ayat-ayat Makkiah yang diturunkan di Makkah juga merupakan goncangan yang
mencekam di hati mereka, membakar seperti api yang memberi tanda bahaya disertai
argumentasi yang sangat tegas dan kuat. Karakteristik ayat ini dapat menghancurkan keyakinan
mereka terhadap berhala-berhala pujaan mereka dan mengantarkan mereka kepada agama
tauhid.

Setelah tiga belas tahun turunnya ayat-ayat Makki terbentuk masyarakat yang beriman
kepada Allah serta aqidahnya telah diuji dengan berbagai cobaan dari orang musyrik pada
zaman itu dan ternyata mereka dapat bertahan, maka Allah menurunkan ayat-ayat Madaniah
dengan sebelumnya memerintahkan mereka untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka dan
sanak saudara mereka untuk berhijrah ke kota Madinah.

Dan jika kita melihat ayat-ayat Madaniah yang panjang, membicarakan hukum islam
serta ketentuan-ketentuannya, mengajak berjihad dan berkorban di jalan Allah, meletakkan
kaidah-kaidah kemasyarakatan, menentukan hubungan pribadi antar golongan dan bangsa. Juga
menyingkap aib dan isi hati orang-orang munafik serta berdialog dengan para ahli kitab dan
membungkam hujjah-hujjah yang mereka kemukakan, inilah ciri umum dari ayat-ayat
Madaniah.

B. Perbedaan Makki dan Madani

Sebelum membedakan Makki dan Madani terlebih dahulu kita harus mengetahui
bagaimana para ulama menentukan dan memutuskan bahwa suatu ayat atau surat disebut
2
Makki dan Madani. Dan untuk mengetahui Makki dan madani para ulama bersandar pada dua
cara utama yaitu:

1. Sima‟i Naqli
Cara ini didasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan
menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para tabi‟in yang mendengar dari para sahabat
bagaimana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu tersebut.
Cara ini menjadi cara utama para ulama menentukan suatu ayat Al Qur‟an apakan
termasuk dalam kategori Makkiah atau Madaniah.

2. Qiyas Ijtihadi
Cara ini didasarkan pada ciri-ciri dari Makki dan Madani, para ulama mengelompokkan
ayat-ayat Makki dengan meneliti ciri dari ayat-ayat tersebut meskipun terdapat dalam
surat Madani, begitu juga sebaliknya. Dan bila dalam suatu surat terdapat ciri-ciri
Makki lebih dominan daripada Madani maka Surat tersebut secara qiyas ijtihadi disebut
sebagai Surat Makki, begitu juga sebaliknya.1

Sedikitnya ada empat landasan teori yang dikemukakan oleh para Ulama dalam
menentukan kriteria untuk memisahkan bagian yang disebut Makki dan Madani, dan keempat
teori tersebut memiliki dasarnya sendiri sebagai berikut:2

1. Dari Tempat Turunnya (Mulãhazhatu Makãnin Nuzul)


Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang diturunkan di Makkah dan
sekitarnya, seperti Mina, arafah, dan Hudaibiyah. Dan Madani diturunkan di Madinah
dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil. Pendapat ini mengakibatkan tidak adanya
pembagian secara konkrit, sebab ayat-ayat yang turun di perjalanan seperti di Baitul
Maqdis atau Tabuk tidak termasuk dalam kedua kategori tempat turunnya sehingga
ayat-ayat tersebut tidak dinamakan Makki dan tidak juga Madani.

2. Dari Sasaran Turunnya (Mulãhazhatu Mukhãtabiina Fin Nuzul)


Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang seruannya ditujukan untuk
penduduk Makkah dan Madani seruannya ditujukan untuk penduduk Madinah.
Berdasarkan pendapat ini, para ulama yang mendukungnya menklasifikasikan bahwa
ayat Al Qur‟an yang mengandung seruan yã ayyuhan nãs (wahai manusia) adalah
Makki, sedangkan ayat yang mengandung seruan yã ayyuhal ladziina ãmanu (wahai
orang-orang yg beriman) adalah Madani. Namun pada kenyataannya tidak semua ayat
Al Qur‟an didahului dengan kata-kata tersebut.

3. Dari Waktu Turunnya (Mulãhazhatu Zamãnin Nuzul)

1
Manna Khalil Al Qattan, Mabahit fi Ulumil Qur‟an (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif)
2
H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA., Ulumul Qur‟an (Edisi Lengkap), (Surabaya: Dunia ilmu, 2009), 78.
3
Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang diturunkan sebelum hijrah
meskipun bukan di kota Makkah dan Madani diturunkan setelah hijrah meskipun
diturunkan di Makkah atau bukan di kota Madinah, misalnya:

...‫اىْيَىِ ًَ أَمْ ََيْجُ ىَنٌُِ دِيَْنٌُِ وَأَحَََِِجُ َعيَيِنٌُِ ِّعََِخِي وَسَضِيجُ ىَنٌُُ ْاإلِعِالًَ دِيّْا‬...
)3 : ‫(املائذة‬
“Hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kulengkapi kepadamu
nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagimu” (Al Ma‟idah 3)
Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Umar RA., dijelaskan bahwa ayat tersebut
di atas diturunkan pada malam Arafah hari jum‟at tahun haji Wada‟. Dan pendapat ini
lebih baik dari dua pendapat sebelumnya karena lebih memberikan kepastian dan
konsistensi.3
Kelebihan dari teori ini menurut para ulama adalah teori yang paling selamat, karena
rumusan teori ini mencakup seluruh isi Al Qur‟an sebab semua surah/ayat dalam Al
Qur‟an kalau tidak turun sebelum hijrah pasti turun setelah hijran. Jadi tidak satupun
surah/ayat Al Qur‟an yang terlepas dari rumusan teori ini.4

4. Dari Isi yang Terkandung (Mulãhazhatu Mã Thadhammant Assurah)


Makki menurut teori ini ialah surah/ayat yang berisi cerita-cerita ummat dan para Nabi
terdahulu, sedang Madani menurut teori ini adalah surah/ayat yang berisi hukum-hukum
hudud, fara‟id dan sebagainya. Dalil yang dijadikan landasan teori ini ialah riwayat
Hisyam dari ayahnya Al Hakim, sebagai berikut:

ُُ‫مُوُّ عُىسَةٍ رُمِشَثِ فِيِهَا احلـُـذُودُ وَاىفَشَائِضُ فَهِيَ ٍَذَِّيَّتٌ وَمُوُّ ٍَامَاَُ فِئِِ رُمِشَاىقُشُو‬
ٌ‫املَاضِيَّ ُت فَهِيَ ٍَنِيَّت‬
Setiap surah yang di dalamnya disebutkan hukum-hukum, fara‟id adalah Madaniyah,
dan setiap surah yang didalamnya disebutkan kejadian-kejadian masa lalu adalah
Makkiyah.

3
Manna Khalil Al Qattan, Mabãhit fi Ulumil Qur‟an, (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif, 1996)
4
H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA., Ulumul Qur‟an (Edisi Lengkap), (Surabaya: Dunia ilmu, 2009), 85.

4
Kelebihan dari teori ini adalah kriterianya jelas, lebih mudah untuk dikenali sebab
hanya dengan melihat tanda-tanda tertentu dalam surah/ayat sehingga lebih gampang
untuk membedakannya.5

C. Ciri Khas Makki dan Madani

Dengan menamakan sebuah surah itu Makkiah atau Madaniah tidak berarti bahwa surat
tersebut seluruhnya Makkiah atau Madaniah, sebab di dalam surat Makkiah terkadang terdapat
ayat-ayat Madaniah, dan di dalam surah Madaniah pun terkadang terdapat ayat-ayat Makkiah.
Dengan demikian, penamaan surah itu Makkiah atau Madaniah adalah menurut sebagian besar
ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Karena itu, dalam penamaan surah sering disebutkan
bahwa surah itu Makkiah kecuali ayat "anu" adalah Madaniah; dan surah ini Madaniah kecuali
ayat "anu" adalah Makkiah, misalnya surah Al Anfal itu Madaniah, tetapi banyak ulama
mengecualikan ayat 30 yang dianggap sebagai ayat Makkiah.6

‫وَإِرْ يََِنُشُ بِلَ اىَّزِيَِ َمفَشُوا ىِيُثْبِخُىكَ أَوِ َيقُْخيُىكَ أَوِ يُخِشِجُىكَ وَيََِنُشُوَُ وَيََِنُشُ اىئَُّ وَاىئَُّ خَيِ ُش‬
)33 : ‫اىََْامِشِيَِ (األّفاه‬
“Dan ketika orang kafir (Quraisy) membuat makar terhadapmu untuk
memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu, mereka berbuat makar akan tetapi
Allah menggagalkan makar mereka, sesungguhnya Allah sebaik-baik pembalas makar” (Al
Anfal 30)

Para ulama telah meneliti surat-surat Makki dan Madani, dan menyimpulkan beberapa
ketentuan analogis dari keduanya yang menerangkan ciri-ciri khas, gaya bahasa, dan persoalan-
persoalan yang dibicarakannya. Dari situ para ulama dapat menyimpulkan kaidah-kaidah dari
ciri khas tersebut, yaitu:

1. Ketentuan Makki dan ciri khas temanya.


Dari segi Ketentuan sbb:
a. Setiap yang di dalamnya mengandung “sajdah” maka surat tersebut adalah bagian
dari Makki.
b. Setiap surat yang mengandung lafal kalla, berarti Makki. Lafal ini hanya terdapat
dalam separuh terakhir dari Al qur‟an, dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali
dalam lima belas surat.
c. Setiap surat yang mengandung lafal yã ayyuhan nãs dan tidak mengandung lafal yã
ayyuhal lazina ãmanu berarti Makki, kecuali surat Al hajj yang pada akhir surat

5
Ibid. , 87.
6
Al Wahidy, Asbabu Nuzul Al Qur‟an, Al Mauqi‟ Al Waraq
5
terdapat lafal ya ayyuhal lazina ãmanurka‟u wasjudu, namun sebagian besar ulama
berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiah.
d. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makki,
kecuali surat Al Baqarah.
e. Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti Alif Lãm Mim, Alif
Lãm Rã, Hã Mim dan lainnya adalah Makki, kecuali surat Al Baqarah dan surat Ali
imran dan surat Al ra‟d masih diperselisihkan.

sedangkan dari segi tema dan gaya bahasa dapat diringkas sebagai berikut:

a. Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai
risalah, hari kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka
dan azabnya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan
menggunakan bukti yang rasional dan ayat-ayat kauniyah.
b. Peletakan dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlaq mulia yang menjadi
terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang-orang musyrik dalam
menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan bayi
perempuan hidup-hidup dan tradisi buruk lainnya.
c. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi
mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan perintah Allah sebelum
mereka.
d. Sebagai hiburan untuk Rasulullah dan para pengikutnya agar mereka tabah dalam
menahan cobaan dan hinaan dari orang-orang kafir, dan untuk menambahkan
keyakinan mereka bahwa Allah berada di pihak mereka.
e. Suku katanya pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataan
singkat ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hari
dan maknanyapun meyakinkan dengan diperbuat dengan lafal-lafal sumpah.7

2. Ketentuan Madani dan ciri khas temanya.


Dari segi Ketentuan sbb:
a. Setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi) adalah Madani.
b. Setiap surat yang di dalamnya disebutkan tentang orang munafiq adalah Madani
kecuali surat Al Ankabut adalah Makki.
c. Setiap surat yang didalamnya terdapat dialog dengan para ahli kitab adalah Madani.

sedangkan dari segi tema dan gaya bahasa dapat diringkas sebagai berikut:
7
Ahmad Von Denver, Ulum Al Qur‟an (United Kingdom: The Islamic Foundation)

6
a. Menjelaskan tata cara ibadah, mu‟amalah, had, kekeluargaan, warisan, jihad, kaidah
hukum, masalah perundang-undangan dan hubungan sosial baik di waktu damai
maupun saat perang.
b. Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada
mereka untuk memeluk agama Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka
terhadap kitab-kitab Allah terdahulu, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan
perselisihan mereka setelah kebenaran datang kepada mereka karena rasa dengki
diantara sesama mereka.
c. Menyingkap perilaku orang-orang munafiq, menganalisis kejiwaan mereka,
membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa mereka berbahaya bagi agama.
d. Suku kata dan ayat-ayatnya panjang dengan gaya bahasa yang memantapkan
ketentuan syari‟at serta menjelaskan tujuan dan sasaran syari‟at tersebut.

D. Faedah Mengetahui Makki dan Madani

Pengetahuan tentang Makki dan Madani banyak faedahnya diantaranya adalah:

1. Sebagai alat bantu dalam menafsirkan Al Qur‟an, sebab mengetahui tempat turunnya
suatu ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan
tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafaz,
bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal tersebut seorang penafsir dapat
membedakan antara ayat yang nasikh dan mansukh, yakni bila diantara kedua ayat
terdapat makna yang kontradiktif maka yang datang kemudian merupakan nasikh atas
ayat yang terdahulu.
2. Pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh (hukum yang
dihapus). Seandainya terdapat dua ayat yaitu Madaniah dan Makkiah yang keduanya
memenuhi syarat-syarat naskh (penghapusan) maka ayat Madaniah tersebut menjadi
nasikh bagi ayat Makkiah karena ayat Madaniah datang belakangan setelah ayat
Makkiah.
3. Mengambil istimbath dari gaya bahasa Al Qur‟an dalam berdakwah dan
memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah SWT., sebab setiap
situasi mempunyai bahasa sendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi
merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika. Karakteristik gaya bahasa Makki dan
Madani dalam Al Qur‟an memberikan kepada siapa saja yang membaca dan
mempelajarinya sebuah metode penyampaian dakwah ke jalan Allah SWT., sesuai
dengan kejiwaan lawan bicara dan menguasai pikiran dan perasaannya dengan penuh
kebijaksanaan.
4. Mengetahui sejarah hidup Rasulullah melalui ayat-ayat Al Qur‟an, sebab turunnya
wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang
beliau hadapi saat itu, baik pada periode dakwah di Makkah mapun Madinah. Sejak
permulaan turunnya wahyu hingga ayat terakhir, Al Qur‟an adalah sumber pokok bagi
7
peri hidup Rasulullah, maka dari itu sejarah dakwah beliau yang diriwayatkan oleh para
ahli sejarah harus sesuai dengan Al Qur‟an.8

E. Hikmah Turunnya Al Qur’an berangsur-angsur

Telah jelas dari pembagian Al Qur‟an menjadi ayat-ayat Makkiah dan Madaniah
menunjukkan bahwa Al Qur‟an turun secara berangsur-angsur. Turunnya Al-Qur‟an dengan
cara tersebut memiliki hikmah yang banyak, diantaranya adalah memberi kemudahan bagi
manusia untuk menghafal, memahami serta mengamalkannya karena Al Qur‟an dibacakan
kepada mereka secara bertahap, berdasarkan firman Allah SWT:

)631 : ‫َوقُشِءَاّّا فَ َشقَْْآُ ىَِخقْشَأَُٓ َعيًَ اىَّْاطِ َعيًَ ٍُنْثٍ وََّضَّىَْْآُ حَِْضِِيالً (اإلعشاء‬
“ Dan Al-Qur‟an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian.” ( Al-Isra‟: 106)

Selain itu juga untuk memberikan semangat untuk menerima dan melaksanakan apa
yang telah diturunkan di dalam Al-Qur‟an karena manusia rindu dan mengharapkan turunnya
ayat, terlebih lagi ketika mereka sangat membutuhkannya seperti dalam ayat-ayat Ifki dan
Li‟an.

Dan yang tak kalah penting pula hikmah dari turunnya Al Qur‟an berangsur-angsur
adalah sebagai penetapan syari‟at secara bertahap sampai kepada tingkatan yang sempurna,
seperti yang terdapat dalam ayat khamar yang mana manusia pada masa itu hidup dengan
khamr dan terbiasa dengan hal tersebut, sehingga sulit jika mereka diperintahkan secara
spontan meninggalkannya secara total. Maka untuk pertama kali turunlah firman Allah „Azza
wa Jalla yang menerangkan keadaan mereka:

‫َيغِأَىُىَِّلَ َعِِ اىْخََِشِ وَاىََِْيغِشِ ُقوْ فِيِهََِا إِثٌْْ مَبِيِشْ َوٍََْافِعُ ىِيَّْاطِ وَإِثَُْهََُا أَمْبَشُ ٍِِِ َّ ْفعِهََِا‬
)462 : ‫(اىبقشة‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: „Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan berupa manfa‟at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.” (Al Baqarah: 219)

8
Manna Khalil Al Qattan, Mabahit fi Ulumil Qur‟an (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif)
8
Ayat ini membentuk kesiapan jiwa-jiwa manusia untuk pada akhirnya mau menerima
pengharaman khamr, dimana akal menuntut untuk tidak membiasakan diri dengan sesuatu yang
dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Kemudian yang kedua turun firman Allah „Azza wa
Jalla:

)23 : ‫صَالَةَ وَأَِّخٌُِ عُنَاسَي حَخًَّ َح ِعيََُىا ٍَا َحقُىِىُىَُِ (اىْغاء‬


ّ ‫يَا أَيُّهَا اىَّزِِيَِ آٍَُْىا الَ َحقْشَبُىا اى‬
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (An Nisaa‟: 43)

Dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk untuk membiasakan meninggalkan khamar pada
keadaan-keadaan tertentu yaitu waktu shalat. Kemudian tahap ketiga turunlah firman Allah
„Azza wa Jalla:

ُٓ‫ياأَيُّهَا اىَّزِيَِ آٍَُْىا إَََِّّا اىْخََِشُ وَاىََِْيغِشُ وَاألّصَابُ وَاألَصِالًُ سِ ِجظْ ٍِِِ عَ ََوِ اىشَّيِطَاُِ فَاجِخَِْبُى‬
‫ إَََِّّا يُشِيذُ اىشَِّيطَاُُ أَُْ يُىقِعَ بَيَِْنٌُُ اْىعَذَاوَةَ وَاىَْبغِضَاءَ فِي اىْخََِشِ وَاىََِْيغِ ِش‬,َُ‫َىعَيَّنٌُِ ُح ْفيِحُى‬
)26-23 : ‫وَيَصُذَّمُ ٌِ َعِِ رِمْشِ اىيَّ ِٔ َو َع ِِ اىصَّال ِة فَ َهوْ أَِّخٌُِ ٍُِْخَهُىَُ (املائذة‬
“ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, beribadah
kepada berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.
Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di
antara kamu lantaran (meminum) arak atau berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu(” (Al
Maa‟idah: 90-91)

Dalam ayat di atas terdapat larangan meminum khamar pada semua keadaan, hal itu sempurna
setelah melalui tahap pembentukan kesiapan jiwa-jiwa manusia kemudian diperintah untuk
membiasakan diri meninggalkan khamar pada keadaan tertentu.9

9
Al-„Utsaimin, Muhammad bin Shalih,. Bagaimana Kita Memahami Al-Qur‟an, Cahaya Tauhid Press Malang
9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Mengetahui surat Makkiah dan Madaniah merupakan salah satu bidang ilmu Al-Qur‟an
yang penting karena di dalamnya terdapat beberapa manfaat yang dapat kita ambil sebagai
jalan hidup kita dalam beribadah kepada Allah SWT., adapun manfaat-manfat tersebut
diantaranya adalah:

 Bukti ketinggian bahasa Al-Qur‟an. Di dalam Al-Qur‟an Allah „Azza wa Jalla


mengajak bicara setiap kaum sesuai keadaan mereka baik dengan penyampaian yang
keras maupun lembut.
 Tampaknya hikmah pembuatan syari‟at ini. Hal tersebut sangat nyata dimana Al-Qur‟an
turun secara berangsur-angsur dan bertahap sesuai keadaan umat pada masa itu dan
kesiapan mereka di dalam menerima dan melaksanakan syari‟at yang diturunkan.
 Pendidikan terhadap para da‟i di jalan Allah SWT., dan pengarahan bagi mereka agar
mengikuti metode Al-Qur‟an dalam tata cara penyampaian dan pemilihan tema yakni
memulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan dan
kelembutan sesuai tempatnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al Wahidy,. Asbãbu Nuzul Al Qur‟an, Al Mauqi‟ Al Waraq (Maktabah Syameela)

Al-„Utsaimin, Muhammad bin Shalih,. Bagaimana Kita Memahami Al-Qur‟an: edisi Indonesia,

(Malang: Cahaya Tauhid Press)

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya.

H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA., Ulumul Qur‟an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2009)

Manna Khalil Al Qattan, Mabãhit fi Ulumil Qur‟an, (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif, 1996)

Von Denver, Ahmad,. Ulum Al Qur‟an , (United Kingdom: The Islamic Foundation)

11

You might also like