You are on page 1of 27

DESKRIPSI KONDISI SEABAD PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA UMUMNYA DAN KALIMANTAN

SELATAN KHUSUSNYA¹)
OLEH : WAHYU²)

Pendahuluan

Pendidikan memang tidak lepas dari politik, dan juga tidak lepas dari transformasi kebudayaan bangsa dan
masyarakat Indonesia. Di dalam perjalanan perjuangan kebangsaan Indonesia kita lihat hubungan yang sangat erat
antara pendidikan dan perjuangan nasional.
Kekuatan penjajah, khususnya Belanda, yang telah terlaksana hampir 350 tahun benar-benar telah
mengungkung kemajuan bangsa Indonesia. Kekuatan kolonial Belanda telah mengakibatkan kemelaratan dan
kebodohan. Segala kebijakan kaum penjajah diarahkan kepada sebesar-besarnya mengangkut kekayaan bumi
Indonesia untuk kepentingannya. Yang tersisa adalah bangsa Indonesia yang tetap hidup melarat dan hidup di dalam
alam kebodohan.
Namun, kehidupan dunia semakin terbuka, komunikasi antar bangsa semakin berjalan pesat, dan berbagai
tokoh politik Belanda mulai menyadari akan kekeliruan mereka. Maka muncullah apa yang disebut gerakan politik
etis di Belanda, yaitu kaum penjajah harus mengakui akan kekeliruannya terhadap daerah jajahannya. Akibat tekanan
dan kecaman tokoh-tokoh kaum humanis dan sosial demokrat di Belanda memaksa pemerintah Belanda untuk
meninjau kembali politik kolonialnya.
Pada tahun 1901, muncullah gerakan politik etis tersebut yang antara lain dibukanya yang lebih besar bagi
anak-anak Bumi Putera (Indonesia) untuk memperoleh pendidikan Barat. Dengan pendidikan Barat inilah muncul
suatu elit baru bangsa Indonesia yang berpendidikan. Salah satu hasil dari politik etis ini ialah munculnya inisiatif
para pemuda pelajar Stovia di Jakarta pada 17 Maret 1915 mendirikan Trikoro

¹) Materi ini disampaikan pada acara Konferensi Pendidikan, Tema Momentum Seabad Kebangkitan
Nasional Menuju Pendidikan Indonesia Lebih Baik, Minggu 25 Mei 2008 di Gedung Sultan Suriansyah Kayutangi
Banjarmasin.
²) Guru Besar Sosiologi FKIP Unlam Banjarmasin.
Dharmo, yang didirikan oleh Dr. R. Satiman, meskipun gerakan ini masih berorientasi etnik Jawa. Tapi gerakan ini
kemudian melahirkan perkumpulan Jong Java yang sudah bersifat umum, yang kemudian diikuti oleh perkumpulan
kesukuan lainnya, seperti Jong Sumatera (1917), Jong Ambon (1910), Jong Minahasa (1919), Jong Celebes, Jong
Batak, Sekar Rukun (Pemuda Sunda, 1920), dan lain-lain.
Para Pemuda masa itu bergandengan dengan gerakan politik nasional yang mempunyai berbagai persamaan.
Mereka bersepakat untuk memperbanyak kesempatan memperoleh pendidikan dengan membuka sekolah-sekolah
sehingga dapat menampung semakin banyaknya anak Indonesia.
Betapa eratnya gerakan nasional dengan pendidikan nasional, yang antara lain bisa dilihat buah pikiran dari
para tokoh gerakan nasional. Seperti, Wahidin Sudirohusodo mengatakan “hanya dengan banyak belajarlah orang-
orang akan maju dan terbebaskan dari situasi serba tertindas” (Nasution, 1987; Tilaar, 1995). Kongres Pasundan
tahun 1930, ketika ketuanya Otto Subrata, menegaskan bahwa gerakan itu berorientasi pada lima bidang, yaitu : (1)
pengajaran dan pendidikan, (2) urusan sosial, (3) ekonomi, (4) politik, dan (5) keuangan. Di sini jelas sekali, betapa
gerakan nasional berjalan seiring dengan rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta menempatkan pengajaran dan
pendidikan sebagai salah satu sarana yang utama. Dalam kaitan ini, Ki Hajar Dewantara tahun 1922 telah
merumuskan siasat atau strategi perjuangan nasionalnya dalam bentuk mendirikan pendidikan nasional yang
dinamakan Taman Siswa.
Lainnya, perkumpulan Partai Politik seperti PSSI, di dalam Anggaran Dasar yang dirumuskan tahun 1938
antara lain dikemukakan bahwa ada dua tujuan pengajaran : (1) Memenuhi keperluan rakyat dalam hal pengajaran,
(2) Mengadakan aturan tentang kewajiban belajar. Begitu juga Pidato Pembelaan Bung Hatta tahun 1927 di
pengadilan Den Haag antara lain menyebutkan supaya ada perbaikan di bidang sosial, antara lain pembinaan
pendidikan nasional.
Dari uraian singkat ini, penulis ingin menegaskan kembali bahwa di dalam sejarah perjuangan nasional kita,
maka tampak dengan jelas betapa pendidikan menempati tempat yang sangat strategis. Di dalam organisasi
perjuangan para pemuda itu, ada organisasi yang secara jelas menempatkan pendidikan sebagai salah satu program
perjuangannya, malah ada organisasi yang menjadikan pendidikan nasional sebagai sarana perjuangan utamanya,
seperti Perguruan nasional Taman Siswa. Dapatlah diambil kesimpulan bahwa seluruh organisasi politik nasional kita
telah menjadikan pendidikan sebagai salah satu program utamanya.

1
Pendidikan Pada Masa Kolonial Belanda
Tilaar (1995) dalam pandangannya menyebutkan ada 5 ciri yang dapat ditemukan pendidikan kita di masa
Kolonial Belanda, yaitu :
1. Sistem Dualisme
Dalam sistem dualisme diadakan garis pemisah antara sistem pendidikan untuk golongan Eropah dan sistem
pendidikan untuk golongan Bumi Putera. Jadi, di sini diadakan garis pemisah sesuai dengan politik kolonial yang
membedakan antara Bumi Putera dan pihak penjajah.
2. Sistem Konkordansi
Sistem ini berarti bahwa pendidikan di daerah penjajahan diarahkan atau disesuaikan dengan pendidikan yang
terdapat di Belanda. Sistem ini diasumsikan bahwa dengan sistem yang berkonkordansi dengan sistem yang ada
di Negeri Belanda, maka mutu pendidikan akan terjamin setingkat dengan pendidikan di Negeri Belanda. Oleh
karena itu, lulusan sekolah dari daerah jajahan dapat melanjutkan ke sekolah tinggi yang terdapat di Negeri
Belanda.
3. Sentralisasi
Kebijakan pendidikan di zaman kolonial diurus oleh sebuah Departemen Pengajaran. Departemen ini yang
mengatur segala sesuatu mengenai pendidikan dengan perwakilannya yang terdapat di Propinsi-propinsi yang
besar.
4. Menghambat Gerakan Nasional
Sistem pendidikan pada masa itu sangat selektif karena bukan diperuntukan untuk masyarakat Bumi Putera untuk
mendapatkan pendidikan yang seluas-luasnya atau pendidikan yang lebih tinggi. Di dalam kurikulum pendidikan
kolonial pada waktu itu, misalnya, sangat dipentingkan penguasaan bahasa Belanda dan hal-hal mengenai Negeri
Belanda. Misalnya, di dalam mata pelajaran Ilmu Bumi, anak-anak Bumi Putera harus menghafal kota-kota kecil
di Negeri Belanda, dll.
5. Perguruan Swasta yang Militan
Salah satu sekolah Swasta yang sangat gigih menentang kekuasaan kolonial ialah Sekolah-sekolah Taman Siswa
yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tanggal 3 Juli 1922. Seperti kita ketahui, Sekolah-sekolah Taman Siswa
didasarkan kepada 7 asas, yaitu:
1. Pendidikan didasarkan kepada kodrat alam.
2. Sistem among atau Tut Wuri Handayani, yaitu suatu prinsip pendidikan mendorong anak didik dari belakang,
bukan menggurui agar anak dapat berdiri sendiri.
3. Pendidikan haruslah didasarkan kepada budaya nasional bukan budaya asing.
4. Pendidikan haruslah didasarkan kepada kerakyatan.
5. Pendidikan diarahkan kepada memupuk kepercayaan kepada kekuatan sendiri untuk tumbuh.
6. Pendidikan harus dapat membiayai diri sendiri dan oleh sebab itu menolak segala jenis subsidi yang
diberikan pemerintah kolonial.
7. Keikhlasan lahir batin bagi guru untuk mendekati anak didik.

Pendidikan Pada Masa Pendudukan Militerisme Jepang

Dengan pecahnya Perang Dunia II, yang disebabkan oleh invasi tentara kerajaan Jepang tanggal 7 Desember
1941, maka runtuhlah sistem pemerintahan kolonial dan sekaligus pula sistem pendidikan yang ada di dalamnya.
Dimulailah masa pendudukan militerisme Jepang selama hampir 3,5 tahun.
Terlepas dari berbagai bentuk negatif, pendidikan masa penjajahan militer Jepang banyak sedikitnya telah
pula mengembangkan berbagai hal yang positif di dalam pembinaan sistem pendidikan di Indonesia.
Menurut Tilaar (1995) ada beberapa hal pembinaan sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang, yaitu :
1. Pendidikan untuk Kebutuhan Perang Asia Timur Raya
Tentara pendudukan Jepang ingin menghapuskan sisa-sisa pengaruh Barat di dalam masyarakat Indonesia. Hal
ini terlihat, antara lain, kebijakan untuk menghapuskan bahasa Belanda, baik dalam pergaulan sehari-hari,
berbagai tulisan maupun nama seperti toko atau perkumpulan. Kemudian diganti dengan bahasa Indonesia, baik
dalam pergaulan sehari-hari maupun di sekolah-sekolah.
Isi pendidikan diganti. Zaman kolonial Belanda, isi pendidikan diarahkan kepada kebudayaan Barat,
zaman pendudukan Tentara Jepang, diganti dengan kebudayaan Jepang.
2. Hilangnya Sistem Dualisme dalam Pendidikan
Masa pendudukan militerisme Jepang, hanya satu pendidikan yang hidup yaitu sistem pendidikan yang diimpor
dari Jepang. Sifat pendidikan yang terbuka untuk seluruh anak Indonesia. Ini proses demokratisasi pertama dalam
sistem pendidikan nasional kita.
3. Perubahan Sistem Pendidikan yang Lebih Merakyat
Beberapa hal yang terjadi sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang :

2
a. Demokrasi Pendidikan, yaitu hilangnya sistem dualistik.
b. Hapusnya sistem konkordansi, yaitu pendidikan sudah mulai terarah kepada kebutuhan masyarakat
Indonesia dengan bumbu Jepang.
c. Bahasa Indonesia mulai dikembangkan sebagai bahasa pengantar, di samping bahasa Jepang.
Singkatnya, pendidikan dan masyarakat Indonesia dijepangkan.
d. Kepedulian Sosial, artinya lembaga pendidikan diarahkan kepada tujuan perang, mulai pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi.
e. Pendidikan Kewiraan, yaitu kurikulum sekolah diarahkan kepada pembinaan pemuda-pemuda untuk
menunjang mesin perang Jepang. Para pemuda dilatih semi militer, baris-berbaris dan latihan perang-
perangan.

Pendidikan dalam Revolusi Fisik Kemerdekaan

Semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945, sekolah-sekolah yang telah dibangun pada masa pendudukan militer
Jepang dilanjutkan dalam serba kekurangan. Namun, demikian, dasar-dasar pendidikan nasional telah disempurnakan
dan disesuaikan dengan kebutuhan bangsa Indonesia.
Sementara perjuangan fisik berlanjut, para pelajar ada yang kembali ke bangku sekolah dan ada yang terus
mengembangkan karirnya di dalam kelompok militer. Para pelajar yang kembali ke bangku sekolah meneruskan
pelajarannya di sekolah-sekolah peralihan.
Menteri Pendidikan Pertama Ki Hajar Dewantara beberapa bulan sesudah proklamasi kemerdekaan
mengeluarkan Instruksi Umum, yang isinya : menyerukan kpeada para guru supaya membuang sistem pendidikan
kolonial dan mengutamakan patriotisme.
Di dalam Pembukaan UUD 45 memang telah dirumuskan bahwa salah satu kewajiban pemerintah nasional
ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di dalam pelaksanaannya, Pemerintah telah menerbitkan pula UU No. 12 Tahun 1950, yang isinya
menyebutkan bahwa pendidikan merupakan hak rakyat dan pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan
nasional. Pasal lainnya menyebutkan bahwa anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang berumur 8 tahun wajib
memperoleh pendidikan Sekolah Dasar.
Pelaksanaan wajib belajar menghadapi berbagai masalah. Jumlah sekolah dan guru belum memadai apalagi
wajib belajar itu akan dilaksanakan. Seperti kita ketahui, jumlah guru yang dididik masih terbatas, sebagian lulusan
sekolah-sekolah guru zaman kolonial yaitu tamatan NS (Normaal School 4 tahun) KS (Kweek School 4 tahun), dan
KS 6 tahun, di samping itu ada pula guru-guru yang dididik selama dua tahun pada zaman kolonial.

Awal Orde Baru


Awal Orde Baru pada dasarnya merupakan awal meletakkan kembali arah pendidikan nasional supaya
sejalan dengan cita-cita Orde Baru.
Pada tanggal 28-30 April 1969 pemerintah c.q. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan 100
orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung untuk mengidentifikasi masalah-masalah pendidikan nasional.
Hasil identifikasi para pakar menemukan beberapa aspek, yaitu :
1. Badan-badan pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan tidak mempunyai otoritas yang jelas,
2. Para penyelenggara pendidikan belum profesional,
3. Pelaksanaan pendidikan terlalu di bawah pengaruh politik,
4. Badan-badan penyelenggara pendidikan yang tidak profesional tersebut lebih diperparah lagi karena tidak
diperkuat oleh Tim-tim peneliti (Tilaar, 1995).
Konferensi Cipayung yang disebutkan di atas mempunyai tiga tujuan, yaitu : (1) mengidentifikasi
semua persoalan di bidang pendidikan, (2) menyusun suatu prioritas dari berbagai persoalan tersebut untuk
dipecahkan sesuai dengan arah pembangunan nasional, dan (3) mencari alternatif pemecahan.
Adalah sangat menarik pula bahwa hasil rumusan konferensi Cipayung itu menemukan bahwa masalah
pendidikan itu bukan masalah-masalah intern saja, seperti : struktur, kurikulum dan metode mengajar, tetapi juga
terkait masalah eksternal, seperti kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya.
Hasil identifikasi masalah-masalah pendidikan dari Konferensi Cipayung menggolongkan masalah tersebut
dalam enam kategori sebagai berikut :
1. Pendidikan luar sekolah,
2. Kurikulum Sekolah Dasar,
3. Kurikulum Sekolah Menengah,
4. Kurikulum Pendidikan Tinggi,
5. Pembiayaan pendidikan, dan
6. Sarana pendidikan.

3
Apabila kita pelajari rumusan masalah dalam konferensi tersebut, maka kita lihat banyak masalah yang telah
diidentifikasi masih relevan hingga saat ini. Malah ada masalah-masalah yang tampaknya suatu yang sulit untuk
dirubah/diatasi, kecuali adanya suatu tekad untuk mengatasinya dari berbagai pihak.

Kebijakan dan Program Pembangunan Pendidikan di Era Orde Baru


Dari sekian banyak Tugas Pokok Kabinet Pembangunan adalah Pembangunan pendidikan. Tujuan
pendidikan ialah membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki
oleh Pembukaan UUD 45 dan isi UUD 45.
Apabila kita simak rumusan-rumusan kebijakan pokok selama Orde Baru terdapat beberapa kebijakan yang
menonjol atau yang terus menerus dikemukakan, yaitu :
1. Relevansi Pendidikan, yaitu penyesuaian isi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan terhadap sumber daya
manusia yang diperlukan. Kebijakan ini secara eksplisit muncul dalam Pelita I, II, III, IV dan V. Masalah
relevansi ini sering dikaitkan dengan pendidikan dan tenaga kerja. Apabila masalah relevansi pendidikan ini
tidak dipecahkan atau kurang mendapat perhatian serius, maka pendidikan bisa menjadi bumerang terhadap
pembangunan.
2. Pemerataan Pendidikan. Sejak Pelita I disadari pentingnya memberikan kesempatan yang sama dan lebih luas
tentang pendidikan untuk semua warga negara. Kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan dilaksanakan
melalui wajib belajar Sekolah Dasar. Dalam Pelita V dirumuskan kebijakan untuk perintisan wajib belajar
Sekolah Tingkat Pertama.
3. Peningkatan Mutu Guru atau Tenaga Kependidikan. Peningkatan mutu pendidikan kunci utama ialah mutu
guru. Sejak Pelita I telah diketahui bahwa masih banyak tenaga guru atau tenaga kependidikan yang belum
memenuhi mutu Standar.
4. Mutu Pendidikan. Sejak Pelita I s.d. Pelita V mutu pendidikan terus-menerus dijadikan salah satu kebijakan
pokok. Mutu pendidikan, selain faktor guru, juga faktor lainnya seperti gedung-gedung sekolah, buku-buku
pelajaran dan bahan bacaan, laboratorium dan bengkel-bengkel kerja serta fasilitas belajar-mengajar lainnya.
5. Pendidikan Kejuruan. Sesuai dengan gerak pembangunan telah disadari sejak Pelita I akan langkanya tenaga-
tenaga terampil. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan Kejuruan mendapatkan prioritas sejak Pelita I s.d.
Pelita V.
Sebagai implementasi dari program-program di atas, pemerintah telah melakukan penataan berbagai fasilitas
pendidikan, seperti antara lain :
1. Sarana dan prasarana pendidikan,
a. Penataan ruang belajar,
b. Buku pelajaran,
c. Pengadaan Sarana-sarana Pembantu PBM,
d. Pengembangan sarana fisik Pendidikan Tinggi,
e. Pembangunan Sarana Pendidikan SD,
2. Peningkatan kualitas pendidikan dan inovasi pendidikan,
3. Pendidikan Kejuruan, pelatihan dan Ketenagakerjaan
a. Konsep keterkaitan antara sistem pendidikan nasional dan ketenagakerjaan,
b. Pemetaan tentang keadaan tenaga kerja,
c. Link and Match antara keluaran sistem pendidikan dan ketenagakerjaan,
d. Pelatihan,
4. Pendidikan Tinggi
a. Pemerataan Pendidikan Tinggi,
b. Peningkatan mutu Pendidikan Tinggi,
c. Pengelolaan dan otonomi Pendidikan Tinggi,
d. Peningkatan PTS, baik kualitas maupun kuantitas,
5. Kurikulum
a. Kurikulum 1975
b. Kurikulum 1984
c. Kurikulum 1994
d. Kurikulum Pendidikan Kejuruan
e. Kurikulum Pendidikan Tinggi
6. Wajib belajar
a. SD
b. SMP
c. SMP Terbuka
d. Program Kelompok Belajar Paket A
e. Madrasah Tsanawiyah
7. Dan lainnya.

4
Era Reformasi
Sejak jatuhnya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada Mei 1998, yang disusul krisis moneter, ekonomi dan
politik, reformasi terjadi bukan hanya bidang politik dan ekonomi, tetapi juga bidang pendidikan. Harus diakui,
pendidikan nasional kita kedodoran, terengah-engah mengikuti berbagai perubahan baik ditingkat nasional maupun
internasional. Reformasi pendidikan masih jalan di tempat.
Persoalan-persoalan rumit yang tetap menghadang pendidikan kita masih saja akan berkisar pada aspek : (1)
kualitas, (2) relevansi, dan (3) peningkatan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Dari aspek kualitas, pendidikan kita memang sungguh sangat memprihatinkan, terutama pendidikan di luar
Jawa, yang jika dibandingkan dengan pendidikan di Jawa sudah memiliki kualitas yang memadai. Kalau hal ini tidak
diatasi, dalam jangka panjang akan berakibat pada kesenjangan sosial, yang pada akhirnya akan menjadi benih-benih
persoalan di bidang politik maupun ekonomi.
Dari aspek relevansi, pendidikan kita ke depan masih harus mendapatkan sentuhan pengembangan yang
lebih serius. Saat ini telah digalakan berbagai inovasi di Sekolah-sekolah terutama dalam rangka memenuhi
perkembangan masyarakat. Pengembangan inovasi akan sia-sia mana kala mutu guru dan kesejahteraan guru tidak
diperhatikan. Otonomi daerah, khususnya di bidang pendidikan, belum menemukan bentuk mekanisme kerja yang
pas buat dunia pendidikan di berbagai daerah.
Persoalan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan mengalami kendala yang amat besar karena
adanya krisis ekonomi yang melanda negeri ini sejak 1997 s.d. sekarang. Keadaan ekonomi seperti sekarang ini akan
berpengaruh pada anak-anak yang drop out, begitu juga pada penduduk yang buta huruf.
Persoalannya sekarang ialah mengapa fenomena seperti di atas terjadi pada negeri yang sebenarnya begitu
subur dengan kekayaan alam yang cukup melimpah dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita, seperti
Singapura maupun Jepang. Inilah pentingnya bagi kita semua untuk melakukan refleksi mengenai perjalanan
pembangunan sektor pendidikan kita untuk menyongsong tahun-tahun yang akan datang.
Meskipun niat dan tekad kita telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yang mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara, dengan menggunakan tiga kata kunci “... mencerdaskan kehidupan bangsa”, tetapi niat
itu belum didukung dan ditopang oleh political will yang kuat dari berbagai orde yang pernah ada. Sejak merdeka
sampai sekarang, pendidikan tidak pernah menjadi panglima bagi pembangunan nasional. Akibatnya SDM
Indonesia tidak memiliki keunggulan kompetitif. Bahkan untuk saat ini kualitas pendidikan kita berada pada urutan
12 dari 12 negara di Asia (Suyanto, 2002). Kita ternyata sudah kalah dari Vietnam, yang beberapa tahun yang lalu
bangsa itu masih ada yang mengungsi ke Pulau Galang di Batam.
Kita perlu merefleksi fenomena tersebut agar bangsa ini ke depan memiliki keunggulan kompetitif yang bisa
diandalkan. Salah satu penyebab, mengapa bangsa Indonesia ini tidak mampu keluar dari krisis ekonomi, jika
dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga mengalami krisis ekonomi pada kurun waktu yang sama seperti
Korea Selatan, Malaysia, Thailand, dan Filipina, juga disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang dimiliki. Oleh
sebab itu, untuk ke depan, bangsa ini harus benar-benar memberikan prioritas yang tinggi pada investasi di sektor
pendidikan.
Masa depan bangsa ini tidak akan cerah jika tidak diperbaiki melalui perbaikan dan pembangunan sektor
pendidikan secara besar-besaran. Untuk menuju ke arah itu sudah ada keputusan politik penting yang telah
menetapkan anggaran pendidikan yang sekurang-kurangnya 20 persen dari total APBN.
Dengan besarnya anggaran pendidikan, ada harapan pendidikan bisa dibangun untuk pemberdayaan
masyarakat secara keseluruhan.
Ke depan, pendidikan memerlukan investasi yang amat besar, terutama untuk :
1. Membangun kembali puluhan ribu gedung sekolah yang tidak layak untuk PBM,
2. Mengentaskan kemiskinan sehingga terbuka peluang untuk akses pada pendidikan bagi kelompok miskin,
3. Menyelesaikan wajib belajar 9 tahun,
4. Meningkatkan profesionalisme guru,
5. Penyediaan buku ajar,
6. Alat-alat laboratorium,
7. Komputer, dsb.
Dalam konteks global, pendidikan kita ke depan harus mampu menanamkan nilai-nilai :
1. Enterpreneurship,
2. Trust,
3. Kreativitas,
4. Toleransi,
5. Empati,
6. Budaya dialog,
7. Harus mampu berperan aktif dalam model hidup yang mengandalkan networking dalam sistem ekonomi,
8. Memiliki kemampuan berkomunikasi secara global dalam sistem networking,
9. Harus mampu menguasai teknologi informasi dan bahasa asing.

5
Potret Pendidikan di Kal Sel
Karena Kal Sel meruapakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka potret pendidikan di
Kal Sel, baik di masa awal pergerakan, Kolonial Belanda, Pendudukan Militerisme Jepang, Revolusi Fisik
Kemerdekaan, awal Orde Baru, maupun era Orede Baru, pada dasarnya mempunyai kesamaan-kesamaan.
Di bawah ini dikemukakan beberapa potret keadaan pendidikan di Kal Sel sbb :
Tabel 1
Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap
Guru TK Negeri dan Swasta menurut Kabupaten/Kota
Number of State and Private Kindergartens, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to Teachers by
Regency/Municipality
2005/2006

Sekolah Kelas
Kabupaten/Kota Schools Classes
Regency/Municipality Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private
(1) (2) (3) (4) (5)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 1 121 2 185
Kotabaru 1 114 5 278
Banjar 1 77 9 165
Barito Kuala 1 60 6 122
Tapin 1 94 2 133
Hulu Sungai Selatan 2 123 5 190
Hulu Sungai Tengah 1 132 4 290
Hulu Sungai Utara 1 69 4 112
Tabalong 1 127 9 152
Tanah Bumbu 2 89 26 172
Balangan 1 45 2 53
Kota/Municipality
Banjarmasin 1 219 6 605
Banjarbaru 1 56 5 153
Kalimantan Selatan 15 1.326 85 2.610
2004/2005 13 1.190 76 1.894
2003/2004 - - - -
2002/2003 - - - -
2001/2002 - - - -

Lanjutan Tabel/Continued Table : 1

Rasio Murid
Murid Guru terhadap Guru
Kabupaten/Kota Pupils Teachers Ratio of Pupils to
Regency/Municipality Teachers
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private State Private
(1) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 150 2.826 23 402 7 7
Kotabaru 141 4.725 10 352 14 13
Banjar 101 2.997 6 223 17 13
Barito Kuala 71 2.168 11 142 6 15
Tapin 109 3.170 8 232 14 14
Hulu Sungai Selatan 122 3.538 11 246 11 14
Hulu Sungai Tengah 88 4.062 9 377 10 11
Hulu Sungai Utara 122 2.847 12 220 10 13
Tabalong 114 8.100 17 495 7 16

6
Tanah Bumbu 102 4.179 12 239 9 17
Balangan 67 1.467 8 134 8 11
Kota/Municipality
Banjarmasin 112 14.307 16 905 7 16
Banjarbaru 120 3.879 21 289 6 13
Kalimantan Selatan 1.419 58.265 164 4.256 10 13
2004/2005 1.442 56.699 109 3.897 13 15
2003/2004 - - - - - -
2002/2003 - - - - - -
2001/2002 - - - - - -

Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan


Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.
Tabel 2
Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap
Guru SD Negeri dan Swasta menurut Kabupaten/Kota
Number of State and Private Primary Schools, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to Teachers by
Regency/Municipality
2005/2006

Sekolah Kelas
Kabupaten/Kota Schools Classes
Regency/Municipality Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private
(1) (2) (3) (4) (5)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 228 - 1.512 -
Kotabaru 214 26 1.227 129
Banjar 364 3 2.012 10
Barito Kuala 288 2 1.556 16
Tapin 176 - 1.085 -
Hulu Sungai Selatan 262 - 1.565 -
Hulu Sungai Tengah 264 3 1.726 18
Hulu Sungai Utara 179 5 1.113 60
Tabalong 230 2 1.356 22
Tanah Bumbu 159 15 892 48
Balangan 164 - 954 -
Kota/Municipality
Banjarmasin 248 32 1.419 241
Banjarbaru 67 2 544 15
Kalimantan Selatan 2.843 90 16.961 559
2004/2005 2.884 80 21.261 735
2003/2004 2.959 75 18.827 536
2002/2003 2.807 55 18.604 453
2001/2002 2.835 55 19.080 429

Lanjutan Tabel/Continued Table : 2

Rasio Murid
Murid Guru terhadap Guru
Kabupaten/Kota Pupils Teachers Ratio of Pupils to
Regency/Municipality Teachers
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private State Private
(1) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 33.740 - 1.871 - 18 -
Kotabaru 31.890 3.915 152 196 19 20

7
Banjar 43.818 158 2.315 20 19 8
Barito Kuala 29.110 386 1.645 46 18 8
Tapin 18.564 - 1.463 - 13 -
Hulu Sungai Selatan 22.867 - 2.355 - 10 -
Hulu Sungai Tengah 27.301 336 2.406 42 11 8
Hulu Sungai Utara 18.535 569 1.576 46 12 12
Tabalong 22.242 338 1.867 30 12 11
Tanah Bumbu 27.950 1.568 1.595 89 18 18
Balangan 14.323 - 889 - 16 -
Kota/Municipality
Banjarmasin 55.120 8.682 2.026 934 27 9
Banjarbaru 17.463 446 945 34 18 13
Kalimantan Selatan 362.653 16.398 22.605 1.437 16 15
2004/2005 384.735 15.546 22.464 784 17 20
2003/2004 387.284 14.618 22.938 800 17 18
2002/2003 364.553 12.184 21.740 1.057 17 12
2001/2002 368.203 11.881 22.021 978 17 12

Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan


Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.

Tabel 3
Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap Guru SLTP Negeri dan Swasta menurut
Kabupaten/Kota
Number of State and Private Junior High Schools, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to Teachers by
Regency/Municipality
2005/2006

Sekolah Kelas
Kabupaten/Kota Schools Classes
Regency/Municipality Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private
(1) (2) (3) (4) (5)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 29 1 232 3
Kotabaru 40 9 494 72
Banjar 42 5 306 24
Barito Kuala 39 - 254 -
Tapin 19 2 151 8
Hulu Sungai Selatan 26 2 163 7
Hulu Sungai Tengah 24 - 223 -
Hulu Sungai Utara 19 4 148 18
Tabalong 37 4 207 6
Tanah Bumbu 8 3 158 48
Balangan 15 1 79 7
Kota/Municipality
Banjarmasin 34 23 552 176
Banjarbaru 12 2 156 11
Kalimantan Selatan 344 56 3.123 380
2004/2005 334 51 2.501 267
2003/2004 320 46 2.127 229
2002/2003 307 55 2.058 236
2001/2002 266 59 2.279 276
Lanjutan Tabel/Continued Table : 3

8
Rasio Murid
Murid Guru terhadap Guru
Kabupaten/Kota Pupils Teachers Ratio of Pupils to
Regency/Municipality Teachers
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private State Private
(1) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 6.398 - 571 - 11 -
Kotabaru 7.042 775 761 83 9 9
Banjar 5.512 650 485 130 11 5
Barito Kuala 5.321 - 373 - 14 -
Tapin 2.370 72 312 21 8 3
Hulu Sungai Selatan 2.782 79 517 85 5 1
Hulu Sungai Tengah 4.268 - 426 - 10 -
Hulu Sungai Utara 2.395 312 340 51 7 6
Tabalong 4.742 293 390 90 12 3
Tanah Bumbu 2.377 420 131 41 18 10
Balangan 1.795 39 195 15 9 3
Kota/Municipality
Banjarmasin 17.086 3.922 1.083 532 16 7
Banjarbaru 17.463 446 945 34 18 13
Kalimantan Selatan 79.551 7.008 6.529 1.082 12 7
2004/2005 74.344 6.944 6.555 725 11 10
2003/2004 65.733 10.929 5.678 1.053 12 10
2002/2003 61.690 6.289 5.626 1.183 11 5
2001/2002 65.354 7.771 5.208 1.092 13 7

Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan


Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.
Tabel 4
Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru dan Rasio Murid terhadap Guru SMU Negeri dan Swasta menurut
Kabupaten/Kota
Number of State and Private General Senior High Schools, Classe, Pupils, Teachers and Ratio of Pupils to
Teachers by Regency/Municipality
2005/2006

Sekolah Kelas
Kabupaten/Kota Schools Classes
Regency/Municipality Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private
(1) (2) (3) (4) (5)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 8 2 70 9
Kotabaru 12 11 152 65
Banjar 6 6 70 40
Barito Kuala 12 - 78 -
Tapin 4 1 40 9
Hulu Sungai Selatan 5 1 64 5
Hulu Sungai Tengah 7 2 92 9
Hulu Sungai Utara 4 1 48 1
Tabalong 11 2 143 6
Tanah Bumbu 6 6 63 28
Balangan 3 2 27 8
Kota/Municipality
Banjarmasin 13 16 243 182
Banjarbaru 4 6 72 37

9
Kalimantan Selatan 95 56 1.162 399
2004/2005 86 55 883 283
2003/2004 79 55 840 286
2002/2003 66 49 800 265
2001/2002 62 47 770 280
Lanjutan Tabel/Continued Table : 4

Rasio Murid
Murid Guru terhadap Guru
Kabupaten/Kota Pupils Teachers Ratio of Pupils to
Regency/Municipality Teachers
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
State Private State Private State Private
(1) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut 1.929 450 225 70 9 6
Kotabaru 2.508 950 310 134 8 7
Banjar 2.329 1.606 148 139 16 12
Barito Kuala 2.661 - 159 - 17 -
Tapin 1.103 50 102 11 11 5
Hulu Sungai Selatan 1.345 106 174 43 8 2
Hulu Sungai Tengah 2.814 217 211 31 13 7
Hulu Sungai Utara 1.241 12 110 7 11 2
Tabalong 2.760 29 124 63 22 0
Tanah Bumbu 2.261 770 78 86 29 9
Balangan 826 50 74 33 11 2
Kota/Municipality
Banjarmasin 7.107 5.241 532 504 13 10
Banjarbaru 2.087 790 166 149 13 5
Kalimantan Selatan 30.971 10.271 2.413 1.270 14 7
2004/2005 30.356 9.091 2.139 957 14 9
2003/2004 30.598 10.060 2.170 872 14 12
2002/2003 28.537 9.225 1.947 982 15 9
2001/2002 24.582 9.238 1.958 996 13 9
Sumber : Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan
Source : Regional Office of Education and Culture Kalimantan Selatan Province.
Tabel 5
Jumlah Mahasiswa pada UNLAM, IAIN dan Akademi-Akademi Negeri menurut Fakultas
Number of Students in UNLAM, IAIN and State Academies by Faculties
2006

Jumlah Mahasiswa
Fakultas Number of Students
Faculties Laki-laki Perempuan Jumlah
Male Female Total
(1) (2) (3) (4)
A. UNLAM
1. Ekonomi 403 546 949
2. FISIP 282 351 633
3. Hukum 256 323 579
4. FKIP 686 1.529 2.215
5. Teknik 588 606 1.194
6. Kedokteran 200 627 827
7. Pertanian 223 349 572
8. Kehutanan 145 151 296
9. Perikanan 93 170 263
10. MIPA 170 433 603
11. Pascasarjana 487 386 873

10
B. IAIN
1. Tarbiyah 608 808 1.416
2. Syari’ah 322 342 664
3. Dakwah 60 72 132
4. Ushuluddin 111 59 170
5. D3 (Fak. Tarbiyah) 25 37 62
6. D3 (Fak. Syari’ah 54 63 117
7. Program Pasca Sarjana 126 49 175
C. Poltekkes Banjarmasin
1. D3 Keperawatan 80 100 180
2. Prodi Kesehatan Gigi 43 116 159
3. D3 Kebidanan - 304 304
4. D3 Kesehatan Lingkungan 50 70 120
5. Prodi Analis Kesehatan 51 201 525
6. D3 Gizi 14 112 126
Sumber : UNLAM, IAIN dan Akademi-Akademi Negeri
Source : UNLAM, IAIN and Others State Academies
Tabel 6
Jumlah Mahasiswa pada Perguruan Tinggi/Akademi Swasta di Kalimantan Selatan
Number of Students in Private Universities/Academies
2006
Jumlah Mahasiswa
Uraian Number of Students
Description Laki-laki Perempuan Jumlah
Male Female Total
(1) (2) (3) (4)
A. Perguruan Tinggi/Universities
1. UNISKA - - -
2. UVAYA - - -
3. STIE Indonesia 452 451 903
4. STIE Nasional - - -
5. STIE Pancasetia 377 221 598
6. STIMI - - -
7. STIKIP PGRI - - -
8. STIH Sultan Adam 117 24 141
9. STIA Bina Banua - - -
10. STIBA Banjarbaru - - -
11. STIA Amuntai 233 163 396
12. STIMIK Indonesia Banjarmasin 291 185 476
13. STIMIK Banjarbaru 442 303 745
14. STIKES Cahaya Bangsa - - -
15. STIKES Muhammadiyah Bjm 229 493 722
16. STI Pertanian Amuntai 79 34 113
17. STIA Tabalong - - -
B. Akademi/Academies
1. AMNUS Banjarmasin - - -
2. Akademi Keguruan Paris Barantai
267 496 763
Kotabaru
3. Politeknik Kotabaru - - -
4. AKPARNAS Banjarmasin - - -
5. ATPN Banjarbaru 332 34 366
6. AKOP Barabai 5 2 7
7. Akademi Filsafat GKE - - -
8. AKBID Martapura *) 0 178 178
9. AKBID Bunga Kalimantan - - -
10. AKBID Sari Mulia 0 46 46
Sumber : Kopertis Wilayah IX Kalimantan
Source : Kopertis Region IX Kalimantan

11
DAFTAR PUSTAKA

Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah, 2004. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung :
PT Genesindo.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993. Sejarah Pendidikan Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta :
Depdikbud.

H. A. R. Tilaar, 1995. Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995. Jakarta : PT Gramedia.

I. Djumhur dan Danasuparta, 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung : CV Ilmu.

Kantor Statistik, 2007. Kalimantan Selatan Dalam Angka. Banjarmasin : Kantor Statistik.

S. Nasution, 1987. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung : Jemmars.

Suwito dan Fauzan, 2003. Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan. Bandung : Angkasa.

Suyanto, 2002. Merefleksikan Persoalan Pendidikan Nasional. Kompas, 17 Desember 2002, hal. 5.

PROGRAM-PROGRAM PENDIDIKAN NASIONAL YANG TELAH DAN AKAN DILAKSANAKAN OLEH


PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Oleh : Drs. H. Humaidi Syukeri
(Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalsel)

I. LATAR BELAKANG
Dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang brakhlaq mulia, cerdas, kreatif, dan mandiri yang
berdasarkan IMTAQ dan IPTEK, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah melaksanakan serangkaian
pembangunan di sektor pendidikan, yang mengarah pada visi, misi, tujuan, dan kebijakan untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi saat ini

A. VISI
Visi pembangunan pendidikan di Kalimantan Selatan, yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi
Kalimantan Selatan adalah :
“Mewujudkan Kualitas Potensi Diri Peserta Didik dan Tenaga Kependidikan Berdasarkan IMTAQ dan
IPTEK”
Kualitas potensi diri peserta didik dan tenaga kependidikan di Kalimantan Selatan diarahkan untuk mencapai
perubahan prilaku (change behaviour) berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab berdasarkan IMTAQ dan IPTEK.

B. MISI
Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan merumuskan 6 misi, sbb :
Mengupayakan perluasan dan pemerataan akses kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu, berdaya
saing dan relevan dengan kebu-tuhan masyarakat, serta berwawasan kebangsaan berdasarkan Imtaq dan Iptek,
dalam :
1) Pembangunan Pendidikan Dasar
2) Pembangunan Pendidikan Menengah
3) Pembangunan Pendidikan Luar Sekolah
4) Pembangunan Kepemudaan
5) Pembangunan Keolahragaan
6) Pembangunan manajemen tata kelola pendidikan

C. TUJUAN
Tujuan pembangunan pendidikan yang ingin dicapai oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan adalah
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional, Bab II, pasal 3, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang :
1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 3) Sehat
2) Berakhlaq mulia 4) Berilmu

12
5) Cakap 8) Demokratis
6) Kreatif 9) Bertanggung jawab
7) Mandiri

D. KEBIJAKAN
Sejalan dengan kebijakan nasional, Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan melaksanakan pembangunan
pendidikan mengacu pada 3 pilar kebijakan sbb :
1) Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan
Dengan kebijakan perluasan dan peningkatan akses pendidikan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan membuka
kesempatan secara merata bagi seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam memanfaatkan
fasilitas pendidikan yang disediakan baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota, yang berupa pembangunan unit sekolah baru, penambahan ruang belajar, pemberian subsidi,
bantuan-bantuan fasilitas dan dana pendidikan.
Melalui kebijakan ini pula partisipasi masyarakat dalam pendidikan dapat diukur tingkat keberhasilannya dengan
formulasi indikator Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SLTP, SLTA dengan indikator keberhasilan yang dicapai seperti tabel
dibawah ini :

REALISASI TARGET
INDIKATOR 2005 2006 2007 2008 2009
APK PAUD 41,02 45,24 48,07 53,50 60,50
APM SD 92,67 94,44 95,88 99.00 TUNTAS
APK SLTP 77,79 85,01 90,41 97,00 TUNTAS
APK SLTA 53,91 63,13 72,34 81,55 90,57

Tahun 2007 untuk APM SD sebesar 95,88 dan APK SLTA sebesar 72,34 Kalimantan Selatan sudah melampuai
target nasional yaitu 95,00 untuk SD dan 64,20 untuk SLTA, sehingga prioritas target tahun 2008 adalah APK
SLTP masih harus dituntaskan sebesar 4,59% untuk mencapai target nasional sebesar 95,00, selain itu juga tahun
2009 akan memprogramkan pemeliharaan pasca Wajar 9 Tahun dan persiapan rintisan Wajar 12 Tahun.
2) Peningkatan Mutu Pendidikan
Dengan kebijakan peningkatan mutu pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Kali-mantan berupaya untuk
menyiapkan in put pendidikan, melaksanakan proses pendi-dikan, dan menghasilkan pendidikan yang bermutu
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SLTP, SLTA melalui hasil-hasil belajar dan ujian
yang diukur dengan indikator keberhasilan Nilai UAN. Kebijakan ini akan ditempuh dengan meningkatkan
kualitas sarana prasana, kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, dan peningkatan kualitas metode pembe-
lajaran.
Rata – rata Nilai Ujian Nasional dapat dilihat seperti tabel di bawah ini :
REALISASI TARGET
JENJAN 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009
G
SLTP 5,90 6,00 6,50 7,00
SLTA 6,51 6,99 7,50 8,00

3) Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik Pendidikan

Dengan kebijakan ini memungkinkan upaya pembinaan manajemen berbasis se-kolah, melakukan sosialisasi
kebijakan, pem-berdayaan komite sekolah, pemberdayaan dewan pendidikan, pengelolaan sistem infor-masi
manajemen pendidikan, serta mengurangi kasus-kasus temuan hasil pemeriksaaan.
Untuk mempercepat pencapaian target dan sasaran kebijakan di bidang pendidikan tersebut, maka telah
dilakukan pe-nandatangan MoU antara Menteri Pendidikan Nasional dan Gubernur Kalimantan Selatan
/Bupatai/Walikota serta Ketua DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota se Kalimantan Selatan pada tanggal 18 Maret
2006, dengan konsentrasi perhatian pada kebijakan:
1) Penuntasan Wajib Belajar 9 tahun (SD sederajat dan SMP sederajat), dengan rencana penuntasan tahun 2006-
2008.
2) Usaha ini dilakukan agar Siswa SD dan SLTP sederajat yang belum tertampung pada Sekolah akan
dituntaskan pada tahun 2008 yang keadaannya seperti tabel berikut.

13
Yang Belum
Jumlah Penduduk Yang tertampung
Tertampung
13 – 15
7 – 12 thn SD SLTP SD SLTP
thn
354.270 182.244 328.307 141.757 25.963 40.487

REALISASI PENUNTASAN WAJIB BELAJAR TAHUN 2005 - 2007 DAN TARGET 2008.
REALISASI TARGET
SASARAN 3
JUML
PROGRAM TAHUN 2006 SISA
2006 2007 2008 AH
– 2008

PENUNTASAN
WAJAR 5.095 22.407 3.556
25.963 Org 6.275 Org 11.037 Org
SD/SEDERAJAT Org Org Org

PENUNTASAN 13.149 Org 12.014 Org


9.841 35.004 5.481
WAJAR 40.487 Org
Org Org Org
SMP/SEDERAJAT

Dari Perkembangan data tersebut khususnya data penuntasan wajar tingkat SD/Sederajat pada tahun 2005
yang semula sasaran sebanyak 25.963 Orang anak usia SD/Sederajat hingga tahun 2007 berhasil dijaring
sebanyak 11.370 Orang dan di targetkan tahun 2008 akan ditampung sebanyak 11.037 Orang, dengan target
ini diharapkan APM SD/Sederajat mencapai 99%. Sehingga masih tersisa 3.556 Orang. Sedangkan untuk
penuntasan wajar tingkat SLTP/Sederajat pada tahun 2005 yang semula sasaran sebanyak 40.487 Orang anak
usia SLTP/Sederajat hingga tahun 2007 berhasil ditampung sebanyak 22.990 Orang dan ditargetkan tahun
2008 akan ditampung 12.014 Orang, dengan target ini diharapkan APK SLTP/Sederajat mencapai 97,00%.
Sehingga masih tersisa 5.481 anak usia SLTP/Sederajat.

2) Peningkatan mutu melalui peningkatan kualifikasi guru TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SM/MA, dengan
rencana penuntasan ta-hun 2015 dengan data sebagai berikut :
Jumlah Jlh Guru yg Blm Layak
Jlh Guru yg layak Mengajar
No Jenjang Sekolah Guru Mengajar
1 TK/RA 4.455 450 4.005
2 SD Sederajat 29.791 18.327 11.464
3 SLTP Sederajat 12.213 8.867 3.346
4 SLTA Sederajat 7.856 5.494 2.362
Jumlah 54.315 33.138 21.177

Rencana penuntasan guru yang tidak layak mengajar menjadi layak maka akan dilaksanakan kegiatan
peningkatan mutu guru dengan tahapan pencapaian sebagai berikut :
Jlh Guru yg Tdk
Jen-jang Layak Mengajar
Pendidikan TARGET PENCAPAIAN (2008 – 2015)
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
TK/RA 4.005 505 500 500 500 500 500 500 500
SD 11.464 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433 1.433
SLTP 3.346 418 418 418 418 418 418 418 420
SLTA 2.362 295 295 295 295 295 295 295 297
TOTAL 21.177 2.651 2.646 2.646 2.646 2.646 2.646 2.646 2.650

Realisasi peningkatan kualifikasi guru sebagai berikut :


TAHUN
PROGRAM SASARAN SISA
2006 2007 2008
Peningkatan
Kualifikasi Guru
21.177 Org 1.240 Org 7.041 Org 2.657 Org 10.239 Org
(2006 – 2015)

14
Sesuai dengan rencana penuntasan kualifikasi guru yang belum layak mengajar sebanyak 21.177 orang akan
di programkan per tahun sekitar 2000 orang guru hingga tahun 2015. Namun karena kebutuhan guru ini
mendesak maka selama tiga tahun hingga 2008 sudah mencapai 10.938 orang, ini menunjukan terjadi
percepatan dalam peningkatan kualifikasi guru, sehingga yang harus dituntaskan sisa 10.239 orang.

3) Pemberantasan buta huruf, dengan rencana penuntasan tahun (2006-2009), Jumlah penduduk buta huruf
tahun 2005 sebanyak 44.424 orang dan dilaksanakan pada tahun 2006 sebanyak 11.114 orang dan tahun
2007 sebanyak 19.730 sehingga untuk tahun 2008 ditargetkan buta huruf di Kalimantan Selatan akan tuntas
karena pada tahun 2008 diprogramkan sebanyak 13.580 orang. Dengan demikian pada tahun 2009 upaya
yang dilakukan adalah peningkatan mutu tenaga kependidikan dan pengelolaan kegiatan PLS dan persiapan
Wajar Dikmen 12 Tahun non formal.

4) Rehabilitasi gedung, dengan rencana penuntasan tahun (2006-2009) dengan jum-lah dan
kondisi ruang sebagai berikut :
Jenjang Kondisi Ruang
Jumlah Ruang
No Pendidikan Baik Rusak Ringan Rusak Berat
1 TK/RA 2.671 2.064 405 202
2 SD Sederajat 24.588 19.006 3.722 1.860
3 SLTP sederajat 5.822 4.500 882 440
4 SLTA sederajat 3.007 2.324 445 228
Jumlah 36.088 27.894 5.464 2.730

Dalam rangka pencapaian target pelaksanaan kegiatan rehabilitasi gedung dan ruang dapat dilihat sebagai
berikut :

REALIASI RUANG YG TARGET


JENJANG BAIK
PEDIDIKAN Jlh
Ruang 2006 2007 2008 2009
2005 (77,30%) (82,76%) (92,46%) (100)
TK/RA 2.671 2.064 2.210 2.469 2.671
SD Sederajat 24.588 19,006 20,349 22,734 24.588
SLTP Sederajat 5.822 4,500 4,818 5,383 5.822
SLTA Sederajat 3.007 2.324 2,488 2,780 3,007
Total 36.088 27,895 29,865 33,366 36.088

Realisasi Rehabilitasi Ruang Belajar Yang Kondisinya Rusak Ringan dan Rusak Berat hingga tahun 2007
dan target penuntasan tahun 2008-2009.

Realisasi Rehabilitasi Ruang Yang Rusak Ringan TARGET


JENJANG dan Berat
PENDIDIKAN Konidisi Realisasi Realisasi
2006 2007 2008 2009
TK/RA Rusak Ringan 405 98 173 135
Rusak Berat 202 48 86 67
SD Sederajat Rusak Ringan 3.722 896 1.590 1.236
Rusak Berat 1.860 447 795 618
SLTP Sederajat Rusak Ringan 882 212 377 293
Rusak Berat 440 106 188 146
SLTA Sederajat Rusak Ringan 455 109 195 151
Rusak Berat 228 55 97 76
Total 8.194 1.971 3.501 2.722

Upaya rehabilitasi ruang yang kondisinya rusak ringan dan berat dilaksanakan untuk menambah ruang
belajar agar layak diguanakan untuk meningkatkan daya tampung siswa. Sasaran rehabilitasi ruang dari
kondisi awal tahun 2005 sebanyak 12.238 ruang rusak berat dan ringan terus dilakukan perbaikan setiap
tahun hingga tahun 2009 diperkirakan tersisa 2.722 ruang yang masih perlu diperbaiki.

15
Dengan MoU tersebut maka ke empat kebijakan yang diprioritaskan sejak tahun 2005 hingga 2009
memungkinkan dapat tercapai dengan dukungan kekuatan dana sharing antara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

II. PROGRAM, KEGIATAN, dan CAPAIAN


A. PROGRAM
Program yang bersumber dari APBN :
1. Pendidikan Anak Usia Dini
Perluasan dan Peningkatan Mutu TK
2. Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun
2.1. Pengadaan Peralatan Laboratorium
2.2. Bantuan Operasional Sekolah
2.3. Perluasan dan Peningkatan Mutu SD
2.4. Perluasan dan Peningkatan Mutu SMP
2.5. Perluasan dan Peningkatan Mutu PK & PLT
2.6. Rehabilitasi Sarana dan Prasarana SMP
2.7. Penyediaan Beasiswa Miskin SMP
2.8. Penerapan TIK Jenjang Dikdas
3. Peningkatan Mutu dan Tenaga Kependidikan
3.1. Peningkatan Mutu dan Profesional Guru
3.2. Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Guru & Peningkatan Kualifikasi Guru Non PNS
Dikdas
3.3. Pemberian Subsidi Tunjangan Fungsional Guru & Peningkatan Kualifikasi Guru Non PNS
Dikmen
3.4. Peningk. Mutu Nilai Karakter Guru TK, SD SMP
4. Pendidikan Menengah
4.1. Perluasan dan Peningkatan Mutu SMA
4.2. Perencanaan Peningkatan Mutu & Evaluasi SMK
4.3. Beasiswa untuk Siswa Miskin Pendidikan Menengah
4.4. Rehabilitasi Ruang Pendidikan Menengah
4.5. Bantuan Operasional Manajemen Mutu SMA
4.6. Bantuan Operasional manajemen Mutu SMK
4.7. Pembangunan Gedung Pendidikan
4.8. Peningk. Mutu Nilai Karakter Guru SMA dan SMK
5. Pendidikan Luar Sekolah
5.1. Pendidikan Anak Usia Dini
5.2. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
5.3. Pendidikan Non Formal
5.4. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
5.5. Manajemen Pelayanan Pendidikan PLS
6. Pembinaan dan Peningkatan Partisipasi Pemuda
6.1. Pengembangan Upaya Penumbuhan Kewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda
6.2. Perluasan Pengerahan Tenaga Terdidik untuk Pembangunan diperdesaan
7. Pembinaan dan Pemasyarakatan Olahraga
8. Manajemen Pelayanan Pendidikan Dikdasmen
9. Manajemen dan Pelayanan Pendidikan

Program yang bersumber dari APBD terdiri dari :


1. Pelayanan Administrasi Perkantoran
2. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
3. Pelayanan Disiplin Aparatur
4. Manajemen Pelayanan Pendidikan
5. Pendidikan Anak Usia Dini
6. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
7. Pendidikan Menengah
8. Pendidikan Non Formal
9. Pendidikan Luar Biasa
10. Peningkatan Mutu Pendidik & tenaga Kependidikan
11. Pengembangan & Keserasian Kegiatan Kepemudaan
12. Peningkatan Peran Serta Pemuda

16
13. Peningkatan Upaya Penumbuhan Kewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda
14. Pembinaan dan Pemasyarakatan Pemuda
15. Peningkatan Sarana dan Prasarana Olahraga
16. Peningkatan Mutu Nilai Karakter Guru TK, SD, SMP SMA dan SMK

B. KEGIATAN

Kebijakan dan program yang telah ditetap-kan direalisasikan dengan serangkaian kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan Dikdas, Dikmen, dan pendidikan luar sekolah akan dilaksanakan antara lain :
1. Pembangunan TK Pembina Kec.
2. Pembangunan USB SD
3. Pembangunan USB SMP
4. Pembangunan Sekolah Satap
5. Pembangunan USB SMA/SMK
6. Pembangunan RKB SD
7. Pembangunan RKB SMP
8. Pembangunan RKB SM
9. Pembangunan USB PLB
10.Peningkatan mutu guru melalui
berbagai peningkatan kompetensi guru :
- Guru TK/RA
- Guru SD / sederajat
- Guru SMP / sederajat
- Guru SM / sederajat
11. Peningkatan Mutu Nilai Karakter Guru TK, SD, SMP SMA dan SMK
12. Selain sarana dan prasarana pendidikan tersebut juga dilengkapi dengan sarana
penunjang lainnya seperti perpustakaan, Lab IPA, Lab Bahasa, Lab komputer SD, SMP, SMA,
SMK, dan PLB

C. Kondisi dan Capaian Target 2008 - 2009

Seluruh kebijakan, program, kegiatan, dan anggaran pembangunan pendidikan diarahkan


untuk mencapai target kinerja yang diukur dengan indikator kunci keberhasilan (IKK) APM, APK,
dan Nilai UAN, yang perkembangan dan target 2009 sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.

No Indikator Kunci Capaian Target


Sukses
Kondisi Awala
2005 2006 2007 2008 2009
1 APK PAUD 41.02 45,24 48,07 53,50 60,50
2 APM SD 92,67 94,44 95,88)* 99,00 TUNTAS
Sederajat
3 APK SLTP 77,79 77,79 90,41 97,00 TUNTAS
Sederajat
4 APK SLTA 53.91 53,91 72,34)* 81,55 90,57
Sederajat
5 UN SLTP 5,23 5,9 6,00 6,50 7,00
Sederajat
6 UN SLTA 5,55 6,51 6,99 7,50 8,00
Sederajat
7 Pemberantasan 11.114 19.730 13.580
Buta Huruf > 15 44.424 orang orang orang orang Tuntas
tahun

Ket. *) – Sudah tuntas tahun 2007 (SD), namun perlu peningkatan


- Sudah tuntas tahun 2007 (SLTA), namun perlu peningkatan

17
III. PENUTUP

Demikian Kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 dalam rangka
pemerataan akses pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan di Kalimantan Selatan yang ditetapkan
sejalan dengan kebijakan strategi Departemen Pendidikan Nasional.

MENGGAGAS PENDIDIKAN INTEGRATIF


Dan Optimalisasi Negara Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Menuju Generasi Shaleh – Muslih
Oleh: Muhammad Ismail Yusanto

Mukadimmah

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-
materialistik. Sistem semacam ini terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh,
yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih, generasi yang cerdas, peduli bangsa dan kelak mampu menjadi
pemimpin yang ideal. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang keliru, dimana dalam
sistem sekuler, asas penyelenggara pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari
paham sekuler tadi, yakni sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba
individualistik
Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yaitu (1) kelemahan pada lembaga
pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan
sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung,
dan (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif .
Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus pula dilakukan secara mendasar, dan itu
hanya dapat diujudkan melalui perbaikan yang menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan
sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan
dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.

Gambaran Sistem Pendidikan Islam


1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan adalah suatu kondisi ideal dari obyek didik yang akan dicapai, ke mana seluruh kegiatan
dalam sistem pendidikan diarahkan. Maka sebagaimana pengertiannya, pendidikan Islam yang merupakan upaya
sadar yang terstruktur, terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang (1) berkepribadian
Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu kehidupan (sainsteknologi dan keahlian) yang
memadai.
a. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah).
Tujuan pertama ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim, yakni sebagai seorang muslim ia
harus memegang erat identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas hidupnya. Identitas ini menjadi
kepribadian yang tampak pada pola berpikir (aqliyah) dan pola bersikapnya (nafsiyah) yang dilandaskan pada
ajaran Islam.
Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam metode pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam
dalam diri seseorang sebagaimana yang pernah diterapkan Rasulullah SAW. Pertama, menanamkan aqidah
Islam kepada yang bersangkutan dengan metode yang tepat, yakni yang sesuai dengan kategori aqidah sebagai
aqidah aqliyyah (aqidah yang keyakinannya dicapai dengan melalui proses berfikir). Kedua, mengajaknya
bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan cara berpikir dan berperilaku di atas fondasi ajaran Islam
semata. Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya untuk bersungguh-
sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan tsaqofah Islamiyyah dan mengamalkannya dan
memperjuangkannya dalam seluruh aspek kehidupannya sebagai ujud ketaatan kepada Allah SWT.
Pendidikan, melalui berbagai pendekatan, harus menjadi media untuk memberikan dasar pembentukan,
peningkatan, pemantapan dan pematangan kepribadian anak didik. Semua komponen yang terlibat dalam
kegiatan pendidikan termasuk semua kegiatan yang dilakukan maupun interaksi diantara komponen di atas harus
diarahkan bagi tercapainya tujuan yang pertama ini.
b. Menguasai Tsaqofah Islam.
Tujuan kedua ini menjadi konsekuensi (lanjutan) kemusliman seseorang. Islam mendorong setiap muslim
untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara men-taklif-nya (memberi beban hukum) kewajiban menuntut
ilmu. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, membagi ilmu dalam dua kategori dilihat dari sisi kewajiban
menuntutnya. Pertama, ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu a’in, yakni ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap
individu muslim. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqafah Islam, yakni pemikiran, ide

18
dan hukum-hukum (fiqh) Islam, Bahasa Arab, Sirah Nabawiyah, Al-Qur’an, Al-Hadits dan sebagainya. Kedua,
adalah ilmu yang dikategorikan sebagai fardlu kifayah, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian dari umat
Islam. Ilmu yang termasuk dalam golongan ini adalah sains dan teknologi serta berbagai keahlian, seperti
kedokteran, pertanian, teknik dan sebagainya yang sangat diperlukan bagi kemajuan material masyarakat.
Berkaitan dengan Bahasa Arab sebagai bagian dari tsaqafah Islam, Rasulullah SAW telah menjadikan bahasa
ini sebagai bahasa umat Islam yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan.
Karenanya, setiap muslim, termasuk yang bukan Arab sekalipun, wajib mempelajari Bahasa Arab. Imam Syafi’i
dalam kitab Al-Risalah Fi ‘Ilmi Ushul menyatakan, “Allah SWT mewajibkan seluruh umat untuk mempelajari
lisan Arab dengan tekun dan sungguh-sungguh agar dapat memahami kandungan Al-Qur’an dan untuk
beribadah”.
Dorongan kuat agar setiap muslim mempelajari tsaqofah Islamiyyah disamping sains dan teknologi,
membuktikan bahwa Islam membentengi manusia dengan menjadikan aqidah Islam sebagai satu-satunya asas
bagi kehidupan seorang muslim, termasuk dalam tata cara berpikir, berkehendak, sehingga setiap tindakannya
terlebih dulu diukurnya dengan standar ajaran Islam. Hanya dengan itu setiap muslim memiliki pijakan yang
sangat kuat untuk maju sesuai dengan arahan Islam.
c. Menguasai Ilmu Kehidupan (Iptek dan keahlian).
Kewajiban untuk menguasai ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) diperlukan agar umat Islam dapat meraih
kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik di muka
bumi ini. Dorongan Islam untuk menguasai ilmu kehidupan juga dapat dimengerti dari pengkajian terhadap
hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal, yakni pengetahuan
yang dapat mengembangkan akal pikiran manusia-sehingga dapat menentukan suatu tindakan (aksi) tertentu-dan
pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri. Berkaitan dengan akal, Allah telah memuliakan manusia dengan
akalnya. Akal akan membimbing manusia ke jalan yang benar.
Sementara, dalam banyak ayat Allah SWT juga menyerukan untuk menggunakan akalnya dan
memanfaatkannya supaya dapat memikirkan dan merenungkan ciptaan Allah sehingga bisa didapat sains dan
aplikasinya berupa teknologi. Dari situlah akan membuahkan tambahan keimanan kepada Allah SWT, terhadap
keesaanNya, kekuasaanNya dan keagunganNya. Disinilah pentingnya akal manusia, dimana melalui proses
berpikirnya akan mampu menghantarkan manusia pada keimanan.

2. Unsur Pelaksana Pendidikan

Berdasarkan pengorganisasian, proses pendidikan bisa dibagi menjadi dua, yakni secara formal di sekolah
dan secara nonformal di luar sekolah atau lingkungan, yakni keluarga dan masyarakat.
a. Pendidikan di sekolah
Pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang diorganisasikan secara formal
berdasarkan struktur hierarkhis dan kronologis, dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Selain mengacu pada tujuan pendidikan yang diterapkan secara berjenjang, berlangsungnya proses
pendidikan di sekolah sangat bergantung pada keberadaan sub-sistem-sub-sistem lain yang terdiri atas: anak
didik; manajemen penyelenggaraan sekolah; struktur dan jadwal waktu kegiatan belajar-mengajar; materi bahan
pengajaran yang diatur dalam seperangkat sistem yang sistematis atau yang disebut sebagai kurikulum; tenaga
pendidik/pengajar dan pelaksana yang bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan pendidikan; alat bantu
belajar (buku teks, papan tulis, laboratorium, dan audiovisual); teknologi yang terdiri dari perangkat lunak
(strategi dan taktik pengajaran) serta perangkat keras (peralatan pendidikan); fasilitas atau kampus beserta
perlengkapannya; kendali mutu yang bersumber atas target pencapaian tujuan; penelitian untuk pengembangan
kegiatan pendidikan; dan biaya pendidikan guna melancarkan kelangsungan proses pendidikan.
Berdasarkan sirah Rasul dan tarikh Daulah Khilafah, pendidikan formal dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
• Kurikulum pendidikan, mata ajaran, dan metodologi pendidikan disusun berdasarkan pada Aqidah Islam.
• Tujuan penyelenggaraan pendidikan Islam merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan Islam yang
disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
• Sejalan dengan tujuan pendidikannya, waktu belajar untuk ilmu-ilmu Islam (tsaqofah Islamiyyah) diberikan
dengan proporsi yang disesuaikan dengan pengajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian).
• Pelajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keahlian) dibedakan dari pelajaran guna membentuk syakhsiyyah
Islamiyah dan tsaqofah Islamiyyah. Materi untuk membentuk syakhsiyyah Islamiyah mulai diberikan di tingkat
dasar sebagai materi pengenalan dan kemudian meningkat pada materi pembentukan dan peningkatan setelah
usia anak didik menginjak baligh (dewasa). Sementara materi tsaqofah Islamiyyah dan pelajaran ilmu-ilmu
kehidupan diajarkan secara bertingkat dari mulai tingkat dasar hingga pendidikan tinggi.
• Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan, baik negeri maupun swasta.

19
• Materi pelajaran yang bermuatan pemikiran, ide dan hukum yang bertentangan dengan Islam, seperti ideologi
sosialis/komunis atau liberal/kapitalis, aqidah ahli kitab dan lainnya termasuk sejarah asing, bahasa maupun
sastra asing dan lainnya, hanya diberikan pada tingkat pendidikan tinggi yang tujuannya hanya untuk
pengetahuan, bukan untuk diyakini dan diamalkan.
• Pendidikan di sekolah tidak membatasi usia. Yang ada hanyalah batas usia wajib belajar bagi anak-anak, yakni
mulai umur 7 tahun berdasar pada hadits:
“Perintahkanlah anak-anak mengerjakan shalat di kala mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka apabila
meninggalkan shalat pada usia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (pada usia tersebut pula)”. (HR.
Al Hakim dan Abu Dawud dari Abdullah bin Amr bin Ash)
• Penyelenggaraan kegiatan olah raga dilangsungkan secra terpisah bagi murid laki-laki dan perempuan.
• Pendidikan diselenggarakan oleh negara secara gratis atau murah. Swasta bisa menyelanggarakan pendidikan
asal visi, misi dan sistem pendidikan yang dikembangkan tidak keluar dari ajaran Islam.
b. Pendidikan di keluarga
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama. Pembinaan kepribadian, penguasaan
dasar-dasar tsaqafah Islam dilakukan melalui pendidikan dan pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh
sumber belajar yang ada di keluarga, utamanya orang tua. Keluarga ideal berperan menjadi wadah pertama
pembinaan keislaman dan sekaligus membentenginya dari pengaruh-pengaruh negatif yang berasal dari luar.
Dalam dakwahpun, sebelum kepada masyarakat luas, seorang muslim diperintahkan untuk berdakwah terlebih
dulu kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya.
c. Pendidikan di tengah masyarakat
Hampir sama dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di tengah masyarakat juga merupakan proses
pendidikan sepanjang hayat, khususnya berkenaan dengan praktek kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh
sumber belajar yang ada di masyarakat, yakni tetangga, teman pergaulan, lingkungan serta sistem nilai yang
berjalan.
Dalam sistem Islam, masyarakat merupakan salah satu elemen penting penyangga tegaknya sistem selain
ketaqwaan individu serta keberadaan negara sebagai pelaksana syariat Islam. Masyarakat berperan mengawasi
anggota masyarakat lain dan penguasa dalam pelaksanaan syariat Islam. Masyarakat Islam terbentuk dari
individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang mengikat mereka sehingga
menjadi masyarakat yang solid. Lebih dari itu, masyarakat Islam memiliki kepekaan indera, bagaikan pekanya
anggota tubuh terhadap sentuhan benda asing. Tubuh yang hidup akan turut merasakan sakit saat anggota tubuh
lain terluka, kemudian ia bereaksi dan berusaha melawan rasa sakit tersebut hingga lenyap. Dari sinilah maka
amar ma’ruf nahi munkar menjadi bagian yang paling esensial yang sekaligus membedakan masyarakat Islam
dengan masyarakat lainnya.
Ketaqwaan individu masyarakat disamping ditentukan oleh upaya pribadi, juga sangat dipengaruhi oleh
interaksi dengan anggota masyarakat lain dan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam
masyarakat Islam, seseorang yang berbuat maksiyat tidak akan berani melakukan secara terang-terangan, atau
bahkan tidak berani melakukan sama sekali. Kalaupun ada yang tergoda untuk berbuatan maksiyat, ia akan
terdorong segera bertobat atas kekhilafannya dan kembali kepada kebenaran.
Kisah Ma’iz Aslami dan Al Ghomidiyah radliyallahu anhuma yang langsung menghadap Rasulullah SAW
untuk meminta hukuman sesaat setelah berzina, merupakan contoh nyata gambaran dari ketinggian ketaqwaan
individu dalam masyarakat Islam.

3. Asas Pendidikan
Islam mewajibkan setiap muslim untuk memegang teguh ajaran Islam dan menjadikannya sebagai dasar
dalam berfikir dan berbuat, asas dalam hubungan antar sesama manusia, asas bagi aturan masyarakat dan asas
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk dalam menyusun sistem pendidikan. Penetapan aqidah
Islam sebagai asas pendidikan tidaklah berarti bahwa setiap ilmu pengetahuan harus bersumber dari aqidah
Islam, karena memang tidak semua ilmu pengetahuan terlahir dari aqidah Islam. Yang dimaksud dengan
menjadikan aqidah Islam sebagai asas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah dengan menjadikan aqidah Islam
sebagai standar penilaian. Dengan kata lain, aqidah Islam difungsikan sebagai aqidah atau tolok ukur pemikiran
dan perbuatan.
Al-Qur’an sendiri memuat pemikiran dan keyakinan dari berbagai agama dan golongan di masa Nabi SAW.
Islam tidak melarang mempelajari segala macam pemikiran sekalipun bertentangan dengan aqidah Islam, asal
diserta koreksi dengan hujjah yang kuat untuk menumbangkan pendapat yang salah itu. Ilmu tentang pendapat-
pendapat yang bertentangan dengan Islam tentu bukan sebagai suatu pengetahuan yang utama, melainkan
semata-mata dipelajari untuk pengetahuan, menjelaskan kekeliruannya serta memberikan jawaban yang tepat.
Yang dilarang adalah mengambil pemikiran-pemikiran yang salah itu sebagai pegangan hidup.

4. Struktur Kurikulum

20
Kurikulum pendidikan Islam disekolah dijabarkan dalam tiga komponen utama, yakni: (1) Pembentukan
Syakhsiyyah Islamiyyah (Kepribadian Islami), (2) Tsaqofah Islam dan (3) Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian).
Sebagaimana yang tercermin dalam Tabel diatas, selain muatan penunjang proses pembentukan syaksiyyah
Islamiyah yang secara terus menerus diberikan pada tingkat TK – SD dan SMP – SMU – PT, muatan Tsaqofah
Islam dan Ilmu Kehidupan (Iptek dan Keahlian) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan
tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.
Pada tingkat dasar atau menjelang usia baligh (TK dan SD), susunan struktur kurikulum sedapat mungkin
JENJANG
PENDIDIKAN TK SD SMP SMU PT
KOMPONEN
MATERI
Syakhsiyyah
Islamiyyah Dasar-dasar Pembentukan &
Pematangan
5
4
Tsaqofah Islam 3
2
1
5
Ilmu Kehidupan 4
3
2
1

Tabel Struktur dan Performa Komponen Kurikulum

bersifat mendasar, umum, berpadu dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya. Yang termasuk dalam
materi dasar ini antara lain: pengenalan Al-Qur’an dari segi hafalan dan bacaan; prinsip-prinsip agama;
membaca; menulis dan menghitung; prinsip bahasa Arab; menulis halus; sirah Rasul dan Khulafaur Rasyidin
serta berlatih berenang dan menunggang kuda.

5. Dana, Sarana dan Prasarana


Berdasarkan sirah Nabi SAW dan tarikh Daulah Khilafah sebagaimana disarikan oleh Al-Baghdadi (1996)
dalam buku Sistem Pendidikan Di Masa Khilafah Islam, negara memberikan pelayanan pendidikan cuma-cuma
(bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih
tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat
diperhatikan. Dana pendidikan ditanggung negara yang diambil dari baitul maal. Sistem pendidikan bebas biaya
dilakukan oleh para sahabat (ijma) termasuk pemberian gaji yang sangat memuaskan kepadfa para pengajar yang
diambil dari baitul maal.

Kendala
Model pendidikan seperti itu jelas hanya dapat diterapkan oleh negara karena negaralah yang memiliki
seluruh otoritas yang diperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana
yang mencukupi, sarana, prasarana yang memadai dan sumberdaya manusia yang bermutu. Dalam membangun
model pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Islam saat ini tentu saja akan menghadapi kendala utama,
yakni belum diterapkannya bangunan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

Upaya
Mengingat kendala di atas, maka tahap pertama bisa ditempuh aksi individual atau kelompok yang
dibenarkan oleh hukum syara dan memenuhi persyaratan sebagai lembaga pendidikan Islam, dari mulai asas
kurikulumnya hingga operasionalisasi pendidikan keseharian. Tahap berikutnya, secara simultan bersamaan
dengan tahap pertama tadi harus diperjuangkan tegaknya sistem pendidikan Islami oleh negara sebagai bagian
dari sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tahap pertama perlu dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan bermutu bagi anak-anak islam sekarang ini, yang diharapkan bisa menjadi
fondasi penting bagi pembentukan kapribadian Islam dalam dirinya dalam rangka tumbuhnya tunas-tunas Islam
yang amat diperlukan bagi dakwah. Tapi kegiatan ini tidak boleh melupakan agenda besarnya, yakni perjuagan
penegakan kehidupan Islam yang didalamnya seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara, termasuk
dibidang pendidikan, diatur dengan syariah. Hanya dengan cara itu saja, kerahmatan syariah dapat benar
diujudkan. Insya Allah.

21
- Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ketua Yayasan Insantama Cendekia penyelenggara SDIT Insantama
Bogor dan Ketua Yayasan Hamfara penyelenggara STEI (Sekolah Tinggi Ekonomi Islam) Hamfara
Jogjakarta. Penulis Buku Menggagas Pendidikan Islami

PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh: Dwi Condro Triono

I. PENDAHULUAN: MELIHAT WAJAH INDONESIA

Pendidikan dapat dikatakan sebagai “pabrik” yang paling bertanggung jawab terhadap masa depan suatu
bangsa. Maju-mundurnya, jatuh-bangunnya, tinggi-rendahnya harkat dan martabat suatu bangsa, dapat dikatakan
pendidikanlah yang paling menentukan. Pendidikanlah yang paling bertanggung jawab. Setelah proses pendidikan
dijalankan selama berpuluh-puluh tahun di Inonesia, bagaimana hasilnya? Bagaimana dengan wajah Indonesia saat
ini?

Dalam memberi komentar terhadap peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional di Indonesia, Harwanto
Dahlan dalam koran Kedaulatan Rakyat (Minggu, 18 Mei 2008), lebih suka memelesetkannya menjadi peringatan
hari “Kebangetan Nasional”. Apa yang kebangetan? Menurut beliau, dalam 100 tahun perjalanan bangsa ini, alih-alih
mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi tumpah darah saja negara ini sudah tidak mampu. Yang terjadi
justru penguasaan besar-besaran sumber kekayaan bangsa oleh perusahaan dan negara asing. Lihat saja bagaimana
Exxon, Shell, British Petroleum, Freeport, Mosanto telah menjadi perusahaan-perusahaan raksasa, karena telah
mengeruk kekayaan alam Indonesia.

Komentar yang lebih miris lagi adalah yang ditulis oleh Prof. Budi Winarno dalam koran Kedaulatan Rakyat
(Kamis, 27 Maret 2008). Beliau bahkan sudah sampai memberikan predikat negara Indonesia sebagai “negara
gagal” (failed states). Hampir semua aspek kehidupan di negeri ini telah dinilai gagal. Gagal untuk mencapai tujuan
negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang terjadi dan kita saksikan sehari-hari di negeri ini justru semuanya adalah serba
sebaliknya.

Apabila mau kita renungkan, dalam perjalanan 100 tahun kebangkitan nasional ini, demikian juga dalam
perjalanan lebih 60 tahun merdeka, apa saja yang telah dilakukan oleh bangsa ini? Terlebih lagi, tentu saja adalah
yang menyangkut pendidikannya. Bagaimana dengan peran pendidikan terhadap bangsa ini? Mengapa semua
keterpurukan ini harus menimpa bangsa ini? Marilah kita coba lihat bersama.

II. MELIHAT WAJAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

Untuk melihat bagaimana wajah pendidikan di negeri ini, marilah kita mulai dengan “mendengarkan”
berbagai komentar para tokoh dan pemerhati pendidikan. Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif dalam tulisannya di harian
Republika sudah memberi penilaian bahwa pendidikan di Indonesia sudah sangat kronis. Baik kronis dari segi
parahnya penyakit yang diderita, maupun kronis dari segi lamanya penanganan, yang seperti sudah tidak memberi
harapan lagi untuk sembuh. Wajah pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari yang diharapkan, bahkan jauh
tertinggal dengan negara-negara lain.

Sedangkan Prof. Ki Supriyoko di harian Kedaulatan Rakyat memberi penilaian terhadap kualitas pendidikan
kita yang didasarkan laporan The International Baccalaureate Organization (IBO) -- yaitu lembaga yang didirikan
tahun 1956, berpusat di Switzerland (administrasi) dan di Inggris (riset, kurikulum dan asesmen) --ternyata
berkesimpulan bahwa pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan. Menurut IBO, dari 146.052 SD di Indonesia,
ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program
(PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat
pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).

Publikasi IBO tersebut senada dengan publikasi sebelumnya yang dilakukan oleh Asia Week, yang
menyatakan sangat sedikit perguruan tinggi di Indonesia yang diakui memiliki kualitas dunia. Dari 2000-an
perguruan tinggi di Indonesia ternyata hanya empat perguruan tinggi saja yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori multi discipline university serta hanya satu perguruan tinggi yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori
science and technology university.

22
Dody Heriawan Priatmoko memberikan penilaian yang lebih terperinci lagi. Menurut beliau, paling tidak ada
3 permasalahan pendidikan yang saat ini tengah merundung negeri Indonesia. Tiga permasalahan tersebut adalah:

Pertama, adalah kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan masih
terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal
Binbaga Departemen Agama menunjukkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD hanya mencapai
94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP
masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi
masalah ketidakmerataan tersebut.

Kedua, adalah rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar
36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat
pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas, setiap tahunnya sekitar 3 juta
anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

Ketiga, adalah rendahnya mutu pendidikan. Indikator rendahnya mutu pendidikan nasional dapat dilihat pada
prestasi siswa. Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional
Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan
membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5
(Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Anak-anak Indonesia ternyata
hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk
uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal
pilihan ganda. Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999
(IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada
urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika.

Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik
ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
Indikator lain yang menunjukkan betapa rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari data UNESCO
tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat
pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan
manusia Indonesia makin menurun.

Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 padatahun 1996, ke-99 tahun 1997, ke-
105 tahun 1998, dan ke-109 tahun 1999. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.
Data yang dilaporkan The World Economic Forum, Swedia, Indonesia memiliki daya saing yang rendah yaitu hanya
menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvai di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Rendahnya mutu pendidikan Indonesia terkait dengan kualitas guru dan pengajar yang masih rendah juga.
Data Balitbang Depdiknas menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma
D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma
D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan
S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48%
berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi,
pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan
andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang
rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

III. APA UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN?

23
Jika kita mau menilik terhadap berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah, sesungguhnya telah banyak
penataan-penataan yang selama ini terus-menerus dilakukan dalam lingkungan pendidikan di Indonesia. Misalnya
dapat kita lihat bagaimana paket Kebijakan Strategis Dikdasmen Berkaitan dengan Perluasan Akses, baik untuk
pendidikan dasar maupun menengah.

Dalam paket Wajar Dikdas 9 tahun, pemerintah telah mencanangkan beberapa kebijakannya seperti:

1. Membantu dan mempermudah mereka yang belum bersekolah, putus sekolah, serta lulusan SD/MI/SDLB
yang tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB.
2. Meningkatkan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan khususnya pada masyarakat yang menghadapi
hambatan

Sedangkan dalam paket kebijakan pada Pendidikan Menengah, di antaranya adalah:

1. Mempercepat pertumbuhan SMK.


2. Mendorong peningkatan program pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Sementara itu, dalam kerangka perluasan program, pemerintah juga telah mempunyai beberapa langkah
strategis, di antaranya adalah:

1. Pendanaan BOS Wajar pendidikan dasar 9 Tahun (urutan prioritas dalam 5tahun ke depan).
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan Wajar.
3. Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan.
4. Perluasan pendidikan Wajar pada jalur nonformal.
5. Pendidikan kecakapan hidup (usaha mandiri atau bekerja), untuk tidak bisa melanjutkan sekolah diarahkan
mengakses pendidikan keahlian/skill (PNF).
6. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA, SMA, SMK/SM terpadu, SLB, dan PT;
kegiatan ini termasuk dalam prioritas kebijakan.

V. ANALISIS MASALAH

Setelah kita menyaksikan buruknya wajah pendidikan di Indonesia, demikian juga bagaimana berbagai
upaya yang telah dilakukan pemerintah, selanjutnya mampukah kita memberikan penilaian terhadap itu semua? Tentu
berbagai fakta yang dapat kita lihat, kita dengar, bahkan kita rasakan secara langsung di lapangan dapat menjawab itu
semua.
Untuk dapat memberikan analisis yang mendalam dan komprehensif, di dalam makalah kecil ini tentu saja
sangat tidak mencukupi. Apalagi persoalan yang dihadapi tidaklah sederhana, bahkan dapat dikatakan sangat
kompleks. Persoalan yang terjadi tidaklah berdiri sendiri, tetapi sangat terkait juga dengan bidang-bidang yang lain.
Bahkan, boleh dikatakan bahwa persoalan yang menimpa pendidikan di Indonesia ini tidak hanya dapat dipandang
dari sudut pandang Indonesia semata, akan tetapi sangat terkait dengan sebuah tatanan dunia yang saat ini sudah
begitu mengglobal.
Oleh karena itu, penulis ingin mencoba untuk memulai berangkat dari persoalan yang paling mendasar dan
paling mendalam. Penulis ingin memulai dari titik persoalan yang dapat dianggap sebagai sumber penyebab dari
terpuruknya pendidikan untuk bangsa ini, sehingga bangsa ini sudah tidak lagi memiliki kemampuan, walau hanya
untuk sekedar untuk melindungi harkat, martabat, kehormatan dan harga diri bangsa ini. Apalagi untuk dapat menjadi
bangsa yang unggul dan memberi rahmat bagi seluruh penduduk bumi? Masih terlalu jauh panggang dari apinya.
Untuk dapat membuat rumusan sederhananya, maka penulis akan mengajak untuk melakukan kaji ulang
terhadap proses pendidikan yang selama ini telah ditanamkan selama berpuluh-puluh tahun di Indonesia. Penulis
ingin mengajak untuk membongkar, apa ada “udang” lain di balik semua proses ajar-mengajar yang sudah
berlangsung selama ini. Apakah ada skenario global yang memang sengaja ingin diwujudkan secara sistematis
melalui proses pendidikannya, sehingga bangsa ini akan tetap menjadi bangsa yang terjajah, bangsa budak, bangsa
kuli, bahkan bangsa jongos? Walaupun secara resmi telah menyatakan kemerdekaannya, tetapi pada hakikatnya tetap
menjadi bangsa yang terjajah, bahkan penjajahannya bisa berlangsung lebih kejam dan sistematis dari model
penjajahan sebelumnya.
Untuk dapat memotret segenap skenario yang telah menimpa pendidikan kita, maka sorotan yang paling
tajam yang dapat kita lakukan adalah langsung menuju kepada berbagai perangkat keilmuan yang selama ini telah
diajarkan di bangku sekolah kita. Mengapa harus mulai dari perangkat keilmuannya?

24
Kita tentu dapat memaklumi bahwa inti sari dari proses pendidikan itu tidak lain adalah proses penanaman
ilmu itu sendiri. Berhasil tidaknya proses pendidikan untuk mencetak manusia unggul sangat ditentukan oleh
perangkat-perangkat ilmu yang telah diberikan.
Marilah kita melihat kembali apa dan bagaimana tingkatan ilmu yang telah diberikan pada proses pendidikan
kita. Dalam proses pendidikan kita, diakui atau tidak, ternyata tingkatan ilmu pengetahuan yang diberikan
sesungguhnya baru sebatas pada tingkatan yang ke-3. Tiga tingkatan tersebut ialah:

1. Tingkatan I
Tingkatan I merupakan tingkatan ilmu yang paling dasar. Pada tingkatan ini, proses pendidikan hanya
memberikan kemampuan untuk mengidentifikasi obyek yang dapat terindera secara langsung. Proses pendidikan
inilah yang yang selanjutnya akan memberikan ilmu pengetahuan tingkat dasar. Ilmu pengetahuan dasar tersebut
dapat diperoleh dengan memanfaatkan 4 unsur dalam berfikir:
1) Adanya fakta yang terindera.

2) Adanya indera-indera.

3) Adanya otak.

4) Adanya maklumat sebelumnya.

2. Tingkatan II

Pada tingkatan II ini, proses pendidikan akan memberikan kemampuan untuk mengidentifikasi obyek yang
tidak dapat terindera secara langsung. Obyek tersebut dapat meliputi:

a. Sesuatu yang tersembunyi.

b. Suatu kejadian di masa lampau.

c. Meramalkan kejadian di masa datang.

Untuk memperoleh pengetahuan tersebut diperlukan suatu riset dan penelitian dengan menggunakan
metodologi tertentu. Ilmu pengetahuan yang diperoleh dapat digolongkan dalam kelompok ilmu murni (pure
science).

3. Tingkatan III

Tingkatan III ini merupakan tingkatan ilmu pengetahuan tertinggi yang dapat dicapai dalam dunia
pendidikan kita. Pada tingkatan ini, proses pendidikan akan memberikan kemampuan untuk memanfaatkan produk
pengetahuan yang diperoleh dari tingkatan 2. Pemanfaatannya dalam bentuk proses perekayasaan terhadap ilmu-ilmu
murni untuk menjadi produk-produk yang memiliki nilai guna yang lebih tinggi bagi manusia. Ilmu pengetahuan
yang diperoleh dapat digolongkan ke dalam kelompok ilmu-ilmu terapan (applied science).

Sesungguhnya, produk pendidikan yang hanya sampai ke tingkatan 3 hanya akan menghasilkan manusia-
manusia “tukang” yang siap untuk “dimanfaatkan”. Dari kelompok ilmu kealaman (eksakta), dia akan memiliki
berbagai teori tentang rahasia alam yang kemudian akan dieksplorasi dan diekploitasi sesuai kehendak
“pemesannya”. Dari kelompok ilmu sosial, dia akan mempunyai berbagai teori sosial, kemudian dia akan mampu
memberikan solusi terhadap berbagai masalah sosial yang akan muncul sesuai dengan keinginan dan kehendak dari
“pemesannya”.

Produk pendidikan kita tidak pernah menghasilkan manusia yang faham dengan apa yang harus dikerjakan
(tidak mandiri). Sebanyak apapun pakar yang dihasilkan, baik S1, S2 maupun S3, tetap hanya sebagai “tukang”
trampil yang siap untuk dipekerjakan. Hal ini akan menyebabkan bangsa ini mudah untuk menjadi bangsa yang
terjajah. Apa yang bisa dilakukan hanyalah mengikuti agenda dan arahan dari para penjajah.

Oleh karena itu, pendidikan seharusnya tidak hanya terhenti pada tingkatan 3. Pendidikan seharusnya
dilanjutkan untuk mencapai tingkatan 4,5 maupun 6. Tercapainya tingkatan tersebut diharapkan dapat
memaksimalkan potensi intelektualitas yang dimiliki manusia. Diharapkan akan menjadi manusia yang mandiri dan
tidak mudah untuk dikendalikan oleh kaum kapitalis penjajah.

4. Tingkatan IV

25
Pada tingkatan yang ke-4, ilmu pengetahuan yang akan diberikan tidak hanya diberikan kepada anak didik
untuk mampu mengekspoitasi alam dan sosial. Pendidikan tingkat 4 harus dimulai dengan mengajak peserta didik
untuk mau memikirkan tentang hakikat dan eksistensi dari kehidupannya. Pemikiran itu meliputi:

1) Apa tujuan dari hidup ini?

2) Darimana asal kehidupan ini?

3) Akan kemana setelah hidup di dunia ini?

Proses pendidikan harus mampu membantu memberikan jawaban yang benar terhadapnya. Jika dia telah
menemukan jawaban yang benar tentang hakikat kehidupan ini maka akan terbentuklah pandangan hidup yang
khas dalam dirinya. Pandangan hidup yang khas inilah yang nantinya akan senantiasa mengendalikan kehidupannya,
mengendalikan pemikiran-pemikirannya, termasuk juga akan mengendalikan perasaannya. Dari pandangan hidup
yang khas ini pulalah akan terpancar segenap pemikiran-pemikiran yang khas darinya. Jika dia telah mencapai
tingkatan 4, maka harus dilanjutkan kepada tingkatan 5.

5. Tingkatan V

Tingkatan 5 merupakan manifestasi dari pemikiran tingkat 4, yaitu terpancarnya pemikiran-pemikiran yang
khas dari pandangan hidup tersebut. Pancaran pemikiran tersebut meliputi:

1) Adanya gambaran yang khas dan jelas tentang pengaturan yang benar terhadap kehidupan manusia di dunia
ini.

2) Gambaran pengaturan kehidupan tersebut meliputi: sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial,
sistem pendidikan dsb.

Jika dia telah mencapai tingkatan 5, maka seharusnya dilanjutkan kepada tingkatan 6.

6. Tingkatan VI.

Tingkatan 6 merupakan manifestasi dari pemikiran tingkat 5, yaitu adanya kemampuan untuk memecahkan
segenap problem yang muncul dari pemikiran tingkat 5 tersebut dengan metode pemecahan yang khas. Pemikiran
tingkat 6 juga meliputi kemampuan untuk mempertahankan, mengembangkan dan menyebarluaskan segenap
pemikiran dari tingkat 5.

Pendidikan yang sampai pada tingkatan 6 inilah pendidikan yang paling ideal yang seharusnya diberikan
kepada anak didik kita. Produk yang dihasilkan dari pendidikan ini diharapkan mampu mencetak manusia yang sejati,
mandiri dan tidak mudah untuk diperbudak oleh kaum penjajah. Produk pendidikan ini diharapkan juga mempunyai
kemampuan untuk mempertahankan kehormatan dan harga dirinya sekaligus mampu menyebarkan rahmatnya bagi
semesta alam.

VI. PENUTUP

Demikianlah, untuk menjadikan Indonesia sebagai negeri yang unggul dan bermartabat memang tidak
mudah. Banyak perubahan-perubahan yang mendasar yang harus berani untuk kita lakukan. Jika kita ingin
mengharapkan lahirnya generasi yang unggul dan berkualitas, generasi yang akan mampu menjadi pemimpin, tidak
hanya pemimpin bagi negerinya, tetapi pemimpin bagi seluruh penduduk di muka bumi ini, maka pendidikan yang
berkualitas akan menjadi kata kuncinya.

Kata kunci pendidikan yang berkualitas menurut penulis, sangat ditentukan oleh desain ilmu yang akan
diberikan. Walaupun penulis juga menyadari bahwa perangkat ilmu bukanlah satu-satunya, masih ada seabreg lagi
konsekuensi lain yang akan menyertainya, seperti penyusunan kurikulumnya, sistem pengajarannya, pembiayaan
sekolahnya, dan seterusnya. Masih akan ada banyak daftar yang harus menyertainya.

Namun demikian, dalam makalah yang pendek ini penulis tetap berkeyakinan, bahwa perubahan itu tetap
harus dilakukan, dan perubahan itu harus dimulai dari penataan perangkat ilmu dengan benar, supaya anak didik kita
menjadi manusia yang benar. Benar dalam visi hidupnya, benar dalam misi hidupnya, benar-benar sesuai dengan
Kehendak dari Yang Maha Pencipta, Allah SWT, ketika hendak menciptakan manusia di atas muka bumi ini. Wallahu
a’lam bishshowab.

26
27

You might also like