Professional Documents
Culture Documents
BAGIAN I
Pendahuluan
Ketika ilmu komunikasi berangkat dari sekian banyak disiplin ilmu pengetahuan
maka tidak mengherankan bahwa ilmu komunikasi dipahami sebagai ilmu yang
multiperspektif. Bidang multiperspektif dalam ilmu komunikasi disebabkan bahwa gejala
komunikasi merupakan fenomena pokok dalam kehidupan manusia. Dapat dikatakan
bahwa manusia tidak dapat tidak berkomunikasi. Ketika manusia niscaya berkomunikasi,
sementara kehidupan manusia berada dalam konteks-konteks yang beragam maka
komunikasi itu sendiri bersifat kontekstual dan unik (Bradac-Bowers, 1982).
Sejarah komunikasi sendiri sudah berkembang jauh sebelum ilmu tentang
komunikasi itu sendiri berkembang. Sejarah retorika Aristoteles memperlihatkan bahwa
tindakan komunikasi sudah berkembang pada era Yunani-Romawi. Ketika komunikasi
berada di dalam khasanah ilmu pengetahuan, maka ilmu komunikasi yang dikenal sampai
sekarang adalah disiplin ilmu yang berumur relatif lebih muda jika dibandingkan dengan
sosiologi, biologi, astronomi, fisika bahkan filsafat.
Dalam sejarah perkembangan ilmu komunikasi, kajian ilmu komunikasi berakar dari
ilmu politik (Dahlan, 1990:6). Schramm sendiri mengindikasikan Harold Lasswell sebagai
salah satu Perintis Komunikasi modern, adalah juga ahli ilmu politik. Komunikasi waktu itu
lebih banyak menelaah masalah propaganda dan opini publik. Dalam perkembangan
selanjutnya komunikasi mulai dilihat sebagai ilmu ketika sosiologi (dimulai oleh P.
Lazarsfeld) dan psychologi social (yang dirintis oleh Carl Hovland) memberikan kontribusi
terhadap telaah fenomena komunikasi massa waktu itu. Rintisan sosiologi dan psikologi
sosial memberikan kontribusi soal perspektif masyarakat yang mendapatkan pengaruh
media massa.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa dalam perkembangan ilmu komunikasi
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
maka terdapat tiga bidang ilmu yang memberikan kontribusi konkret terhadap
perkembangan ilmu komunikasi. Ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu politik, ilmu sosial dalam hal
ini adalah sosiologi, dan psikologi. Ilmu politik memberikan ruang pertama pada
pembahasan propaganda politik berikut pengaruhnya kepada masyarakat. Sosiologi
memberikan tempat di mana komunikasi tidak bisa melepaskan diri dari masalah interaksi
antar manusia. Psikologi memberikan kajian pelengkap mengenai masalah komunikasi
yang berkaitan dengan perilaku psikologis seorang manusia (individu) maupun tindakan
masyarakat.
Meski demikian bantuan atau kontribusi ilmu selain yang di atas juga tidak bisa
dipungkiri seperti ilmu matematika (yang persis juga dipakai oleh Shannon dalam
menjelaskan persoalan mendasar komunikasi), linguistik (yang turut membantu komunikasi
dalam mempelajari karakteristik pesan dalam sebuah bahasa), biologi (yang turut
membantuk komunikasi yang dipahami sebagai sebuah sistem jaringan yang saling
terhubung satu sama lain). Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa memang tidak bisa
dipungkiri lagi bahwa komunikasi harus dipahami sebagai disiplin ilmu yang interdisipliner.
Jalinan erat antara komunikasi dengan bidang ilmu di luar komunikasi memperlihatkan
bahwa komunikasi merupakan disiplin ilmu yang masih berkembang, seturut dengan
manusia yang mempunyai kecenderungan berkembang pula.
Berkaitan dengan pernyataan-pernyataan di atas, penulis berfokus pada
penyelidikan kaitan atau visi perspektif dari 2 bidang ilmu di luar ilmu komunikasi, yaitu
filsafat dan matematika dengan ilmu komunikasi itu sendiri. Penulis membagi beberapa
bagian penting dari makalah ini. Bagian pertama adalah bagian pendahuluan yang ingin
memperlihatkan bahwa ilmu komunikasi merupakan ilmu yang multidisipliner dan dengan
situasi semacam itulah ilmu dan teori komunikasi masih berkembang sampai sekarang.
Bagian kedua adalah terdiri dari 2 sub bagian besar. Sub bagian pertama adalah bagian
yang memperlihatkan pengaruh timbal balik antara filsafat, matematika dan komunikasi
sebagai disiplin ilmu pengetahuan. Sub bagian kedua adalah bagian yang memperlihatkan
pengaruh timbal balik tersebut terhadap dua kajian komunikasi, yaitu pemaknaan dan
interaksi dalam komunikasi. Sub bagian ketiga adalah eksposisi sejauh mana implikasi
teoretis hubungan multiperspektif tersebut dalam perkembangan teori komunikasi.
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
BAGIAN II
FILSAFAT, MATEMATIKA – ILMU KOMUNIKASI: Lintasan Hubungan
sebagai proses dan menyediakan perangkat untuk mengukur presisi gejala. Perspektif
utama matematika adalah bahwa pengukuran yang tepat – seakurat mungkin atas seluruh
gejala atau untuk keperluan yang beragam. Dalam perspektif ini, tujuan matematika adalah
untuk mendapatkan definisi yang persis dan akurat. Konsep pokok, dengan demikian, dalam
matematika adalah pengukuran, akurasi-presisi, randomness.
Ketiga, komunikasi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mulai tumbuh
sehabis perang dunia I sampai perang dunia II. Penelitian ilmu komunikasi semakin
meningkat pada perang dunia II melalui antara lain Office of War Information Amerika
Serikat (Dahlan, 2003). Definisi komunikasi sendiri sangat banyak bahkan Dance dan
Larson (dalam Miller, 2005:3) pernah menyatakan terdapat 126 definisi komunikasi. Penulis
ingin mengangkat beberapa definisi. Komunikasi adalah keseluruhan prosedur yang mana
prosedur tersebut membuat pesan tertentu mempengaruhi yang lain •g•c.one which would
inclue the procedures by means of which one mechanism affects another mechanism
(Weaver, 1949:3). Carl Hovland menyatakan bahwa komunikasi adalah proses di mana
seorang individu (komunikator) mentransmisikan stimuli untuk memodifikasi atau mengubah
perilaku individu lainnya (Hovland, 1953). Grebner (dalam Miller, 2005: 4) menyatakan
bahwa komunikasi adalah interaksi sosial melalui simbol dan sistem pesan. Maka, penulis
menyatakan bahwa komunikasi tidak mempunyai definisi tunggal. Komunikasi lebih
merupakan proses penyampaian pesan melalui simbol-tanda yang dilakukan secara
transaksional antara penyampai pesan dengan para penerima pesan dengan tujuan tertentu
(disesuaikan dengan kepentingan komunikator atau komunikasi, vis a vis). Karena definisi
yang begitu banyak maka tidak mengherankan apabila dalam konseptualisasi komunikasi
terdapat point of convergence dan point of divergence.(Miller, 2005: 5-11).
Definisi umum (point of convergence) dari komunikasi terdiri dari definisi komunikasi
sebagai proses, komunikasi sebagai sesuatu yang transaksional dan komunikasi sebagai
sesuatu yang simbolik. Komunikasi sebagai proses adalah pemahaman bahwa titik utama
yang menjadi perhatian sekian banyak definisi komunikasi terletak pada proses. Komunikasi
sebagai proses menyiratkan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang berkelanjutan,
kompleks dan tidak arbitrer (mana suka). Komunikasi sebagai sesuatu yang transaksional
berarti bahwa komunikasi tidak hanya sekedar prosesual dan interaksional melainkan
terjadinya intensifikasi hubungan timbal balik antara komunikator, komunikan, pesan, efek
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
dan sebagainya. Komunikasi merupakan sesuatu yang simbolik menyiratkan bahwa ketika
komunikasi berproses melalui sesuatu yang transaksional maka hal esensial yang
dibutuhkan adalah pemaknaan yang berangkat dari simbol-simbol yang dipakai dalam
tindakan komunikasi tersebut. Definisi umum memperlihatkan betapa pun definisi
komunikasi tersebar dengan berbagai macam sudut pandang maka setidaknya ada yang
menyatukan definisi-definisi tersebut.
Berbeda dengan sudut pandang dalam konteks definisi umum, point of divergence
lebih melihat pusaran definisi tersebar dalam beberapa karakteristik. Point pertama adalah
poin komunikasi sebagai aktivitas sosial. Point ini merujuk konseptualisasi yang tidak sama
tapi berada dalam konteks relasi sosial yang beragam dan mempunyai impak terhadap
kehidupan sosial. Konseptualisasi relasi sosial dan komunikasi mengakibatkan bahwa
komunikasi mempunyai level sosial dari antar pribadi sampai komunikasi massa, termasuk
di dalamnya proses kognitif dalam proses interaksi komunikatif. Point kedua adalah
komunikasi berhubungan dengan tindakan komunikatif dan intensionalitas. Poin ini
berangkat dari adagium Watzlawick yang menyatakan bahwa manusia tidak bisa tidak
berkomunikasi. Dalam poin ini terdapat pula bahwa perspektif komunikasi tidak hanya
berhenti pada masalah perspektif sumber komunikasi melainkan juga sampai pada masalah
perpektif penerima, dan perspektif pesan.
Tiga point di atas sebenarnya mau memperlihatkan beberapa hal penting dalam
terminologi filsafat, matematika dan ilmu komunikasi itu sendiri. Tentunya tiga point di atas
lebih mau dielaborasikan lebih jauh pada bagian selanjutnya.
Perspektif dasar filsafat adalah pemahaman menyeluruh dan refleksi kritis atas
seluruh realitas sedemikian rupa sehingga realitas tersebut dapat dilihat secara mendasar
untuk mendapatkan makna kebenaran yang lebih mendasar. Sementara itu, matematika
mempunyai perspektif dasar sebagai proses atau setidaknya penalaran melalui pengukuran
sedemikian rupa mendapatkan hasil yang benar, akurat dan presisi dalam melihat realitas.
Dua perspektif di atas mempunyai kesamaan dalam memandang titik tolak realitas dan
tujuan akhir masing-masing perspektif, yaitu untuk mendapatkan pemahaman atas
kebenaran realitas dalam usaha dalam mengurangi ketidakpastian-ketidakpastian yang
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
melingkupi realitas itu sendiri. Hanya perbedaannya adalah pada soal cara memandang, di
mana filsafat mau mencoba memahami realitas sebagai sesuatu yang reflektif dan
mendasar dengan segala asumsi dan derajad kepastiannya (ewing, 2003:14-20).
Matematika memahami realitas sebagai sesuatu yang harus bisa dipastikan presisi dan
akurasinya (sekaligus menyederhanakan konsep yang mendasari sejumlah besar
kompleksitas) karena realitas mempunyai asumsi ketidakpastian.
Berangkat dari persamaan dan perbedaan antara filsafat dan matematika maka
filsafat memberikan dasar-dasar penalaran yang benar (logika) yang diperlukan untuk
menyusun argumen-argumen yang mempunyai tingkat kejelasan dan akurasi yang bisa
dipertanggungjawabkan (Ewing, 2003: 18-19). Matematika sendiri memberikan kepada
filsafat rangkaian perangkat atau instrumen yang dipergunakan untuk melakukan
sistematisasi rasional atas sebuah realitas, sebut saja dengan perhitungan, ukuran,
simbolisasi dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
perspektif filsafat yang memposisikan sebagai proses tidak kunjung selesai dalam
pemahaman yang mendasar atas realitas memberikan warna kepada komunikasi yaitu
sejauh mana proses pemahaman mendasar atas realitas (secara ontologis, epistemologis,
aksiologis) menentukan bagaimana proses komunikasi dilakukan (mulai dari makna
mendalam komunikator sampai makna terdalam dari efek komunikasi). Komunikasi sendiri
memberikan peran bagi filsafat dengan sejauh mana serta bagaimana pengolahan dan
proses komunikasi atas informasi-informasi yang lengkap, jelas dan argumentatif bisa
dimanfaatkan untuk mendapatkan pemahaman yang mendasar – benar – rasional
sedemikian rupa mampu masuk pada inti masalah yang paling dasar atau fundamental.
Hubungan perspektif matematika dengan komunikasi dapat dinyatakan sebagai
berikut: bahwa perspektif matematika memberikan pengukuran yang akurat pada proses
komunikasi yang dilakukan sehingga tindakan komunikasi bisa dilakukan dengan maksimal.
sebaliknya, komunikasi memberikan pendasaran simbolik dan pemaknaan yang bisa
digunakan untuk menyederhanakan, mengkomunikasikan sejumlah besar konsep abstrak
yang digunakan dalam matematika. ketika sebuah konsep informasi matematika diberikan
oleh seorang kepada yang lain untuk mendapatkan bacaan, maka saat itu sedang terjadi
transformasi informasi matematika dari komunikator kepada komunikan. respon yang
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
dipahami hanya sebagai sesuatu yang bersifat linear, dan simplistik melainkan harus dilihat
secara utuh. Persamaan matematika Shannon dan model Berlo SMCR memuat persamaan
yang memperlihatkan proses komunikasi yang utuh.
Apakah memang perspektif matematika dan filsafat hanya berhenti pada masalah
prosesual komunikatif? Dari 2 perspektif terdahulu juga memperlihatkan tingkat intensitas
hubungan antara refleksi, eksplanasi dan estimasi dengan realitas yang diamati atau
dieksplanasi atau diestimasi. Perspektif matematika yang menekankan kejernihan dan
akurasi mengandaikan unsur transaksionalitas. Matematika dan filsafat menekankan
hubungan dan intensifikasi timbal balik antara subjek dengan objek. Demikian juga halnya
ilmu komunikasi. Komunikasi sebagai transaksi. Pandangan ini menyatakan bahwa
komunikasi adalah proses yang dinamis yang secara berkesinambungan mengubah
pihak-pihak yang berkomunikasi. Berdasarkan pandangan ini, maka orang-orang yang
berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan
menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan atau pesan nonverbal.
Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep transaksi:
1. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss: Komunikasi adalah proses pembentukan makna
di antara dua orang atau lebih.
Perspektif matematika dan filsafat juga berpengaruh pada masalah definisi umum
komunikasi sebagai sesuatu yang bersifat simbolik. Perspektif filsafat dan matematika
menyiratkan adanya simbol atau tanda yang berhubungan dengan proses pemaknaan
dalam sebuah proses komunikasi. Dalam konteks perspektif matematika, penggunaan
simbol dalam proses pengkomunikasian realitas dengan tujuan mencari penyederhanaan
konsep yang mempunyai tingkat abstraksi yang tinggi serta mencari pemahaman yang lebih
presisi merupakan pengandaian yang tidak bisa dihindarkan. Simbol adalah sesuatu yang
secara sengaja digunakan untuk menunjukkan sebuah realitas lainnya. Benda yang ditunjuk
oleh seimbol itu adalah apa yang dimaksudkan oleh kelompok sosial tertentu. Ciri utama
simbol, menurut Hoebel (1966: 299) adalah kepadatannya. Hoebel menyatakan bahwa
dalam satu bentuk atau lainnya, simbol itu selalu bersifat terbuka, ia harus terlihat,
terdengar, dirasakan atau dibaui. Simbol-simbol itu memadatkan abstraksi ke dalam objek
yang terbatas. Simbol-simbol inilah yang dimaknai oleh para pelaku proses komunikasi,
menjadi media pesan dan sebagainya. Ketika simbol berhubungan dengan proses
pemaknaan maka simbol selalu bersifat kontekstual.
Dalam perspektif matematika dan komunikasi, simbol digunakan dalam
menyampaikan pesan sedemikian perlu diukur untuk mendapatkan proses komunikasi yang
maksimal. Dalam perspektif filsafat dan komunikasi, simbol digunakan untuk melakukan
pemaknaan mendalam melalui refleksi simbolik.
Definisi khusus tentang komunikasi berdasarkan perspektif matematis dan filosofis
lebih dititikberatkan pada masalah sejauh mana pemahaman mendalam – reflektif dan
ukuran akurasi informasi membentuk komunikasi sebagai aktivitas sosial dan berdimensi
intensional. Relasi sosial tentunya akan dipengaruhi sejauh mana seseorang mampu
mereduksi ketidakpastian kepada yang lain sehingga membentuk relasi yang pada akhirnya
berpengaruh pada masalah bagaimana cara berkomunikasi dengan yang lain. Tentunya
relasi sosial yang mengandaikan tindakan komunikasi yang tepat merujuk bahwa
komunikasi selalu bersifat intensional (sadar dan terarah). Sebaliknya, ketika proses
komunikasi dilakukan secara tepat, akurat dan jelas maka akan mempengaruhi sejauh
mana seseorang secara tepat, akurat dan jelas menentukan sikap sosial (Miller, 2005: 7).
Demikian juga halnya, pemahaman yang mendalam atas sebuah realitas akan menentukan
bagaimana proses produksi pesan dan pemaknaan pesan bisa dilakukan secara optimal
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
(Miller, 2005:7). Sebaliknya pesan optimal yang jelas akan menentukan pemahaman
mendalam atas realitas (perspektif filsafat)
unik. Robert Craig, telah memetakan tujuh (7) bidang tradisi dalam teori komunikasi yang
disebut sebagai 7 tradisi (dalam Griffin 2000:22-35 dan Miller, 2005:13), yakni :
3. Tradisi Fenomenologi (Komunikasi sebagai pengalaman diri dan orang lain melalui
dialog)
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
Perspektif teoritis tradisi ini adalah dialog atau kebersamaan dengan yang
lain. Problematika teoritisnya terletak pada ketidakhadiran dan masalah otentisitas
relasi antar manusia. Meski fenomenologi adalah sebuah filosofi yang
mengagumkan, pada dasarnya menunjukkan analisis terhadap kehidupan
sehari-hari. Titik berat tradisi fenomenologi adalah pada bagaimana individu
mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Bagi
seorang fenomenologis, cerita kehidupan seseorang lebih penting daripada
axioma-axioma komunikasi. Seorang psikologis, Carl Rogers percaya
bahwa kesehatan kliennya akan pulih ketika komunikasinya
menciptakanlingkungan yang nyaman baginya untuk berbincang. Dia
menggambarkan tiga kondisi yang penting dan kondusif bagi perubahan suatu
hubungan dan kepribadian, yakni: kecocokan/kesesuaian, hal positif yang tidak
bersyarat, pemahaman empatik.
Perspektif dasar tradisi ini adalah proses informasi. Hanya memang ada
beberapa masalah teoritis yang muncul dalam tradisi ini, yaitu noise, overload
information, kerusakan dalam sistem komunikasi. Ide komunikasi sebagai
pemrosesan informasi pertama kali dikemukakan oleh ahli matematika,
Claude Shannon. Karyanya, The Mathematical Theory Communication yang
diterima secara luas sebagai salah satu benih studi komunikasi. Teori ini
memandang komunikasi sebagai transmisi pesan. Karyanya berkembang selama
Perang Dunia kedua di Bell Telephone Laboratories di AS. Eksperimennya
dilakukan pada saluran kabel telepon dan gelombang radio bekerja dalam
menyampaikan pesan. Meski eksperimennya sangat berkaitan dengan masalah
eksakta, tapi Warren Weaver mengklaim bahwa teori tersebut bisa diterapkan
secara luas terhadap semua pertanyaan tentang komunikasi insani (human
communication). Jadi dalam tradisi ini konsep-konsep penting yang dikaji antara lain
pengirim, penerima, informasi, umpan balik, redundancy, dan sistem.
Konsep pokok dalam tradisi ini adalah ekspresi, interaksi dan pengaruh. Sementara itu,
permasalahan yang timbul di dalam tradisi ini adalah situasi yang menuntuk manipulasi
hubungan sebab akibat dari perilaku untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penganut tradisi
ini percaya bahwa kebenaran komunikasi bisa ditemukan melalui pengamatan yang teliti
dan sistematis. Tradisi ini mencari hubungan sebab-akibat yang dapat memprediksi kapan
sebuah perilaku komunikasi akan berhasil dan kapan akan gagal. Adapun indikator
keberhasilan dan kegagalan komunikasi terletak pada ada tidaknya perubahan yang terjadi
pada pelaku komunikasi. Semua itu dapat diketahui melalui serangkaian eksperimen. Jadi
perhatian penting dalam tradisi ini antara lain perihal pernyataan, pendapat(opini), sikap,
persepsi, kognisi, interaksi dan efek (pengaruh).
Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita
memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan. Secara
fungsional, bahasa adalah alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan
(socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara
anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan
kata-kata dan kata-kata tersebut sering diberi arti arbiter (semaunya). Contoh; terhadap
buah pisang, orang sunda menyebutnya cau dan orang jawa menyebutnya gedang. Secara
formal, bahasa adalah semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
peraturan bahasa. Setiap bahasa dapat dikatakan mempunyai tata bahasa/ grammarnya
tersendiri.
7. Tradisi Kritis (komunikasi adalah refleksi penolakan terhadap wacana yang tidak adil).
Beberapa tradisi di atas dinyatakan untuk melihat sejauh mana tradisi tersebut memuat
beberapa karakteristik utama dalam proses komunikasi. Permasalahannya adalah bahwa
komunikasi tidak hanya difragmentasikan dalam beberapa disiplin ilmu dan perspektif tapi
juga dikarakterisasikan dengan level yang tinggi dari studi multidisipliner apalagi ketika studi
multidisipliner tersebut ditinjau dalam beberapa asosiasi profesional. Pada bagian atau isu
ini lebih didasarkan pada masalah bagaimana konteks-konteks perkembangan teknologi
komunikasi, fokus penelitian dalam ilmu komunikasi tambah berkembang pesat (Miller,
2005: 14-16).
Jika kita melakukan undian dengan melempar sebuah uang logam, hasil undian itu
dianggap bernilai satu bit informasi karena mengandung dua kemungkinan dan setiap
kemungkinan mengandung nilai 0,5 alias sama besar dari segi kesempatan undian. Dari
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
pemikiran dasar yang sederhana ini, Shannon dan Weaver menyatakan bahwa semua
sumber informasi bersifat stochastic alias probabilistik (bersifat kemungkinan). Jika
kemungkinan tersebut bersifat tidak mudah diduga, maka derajat ketidakmudahan ini
disebut sebagai entropy.
Teori informasi Shannon juga menganggap bahwa informasi dapat dihitung jumlahnya, dan
bahwa informasi bersumber atau bermula dari suatu kejadian. Jumlah informasi yang dapat
dikaitkan, atau dihasilkan oleh, sebuah keadaan atau kejadian merupakan tingkat
pengurangan (reduksi) ketidakpastian, atau pilihan kemungkinan, yang dapat muncul dari
keadaan atau kejadian tersebut. Dengan kata yang lebih sederhana, teori ini berasumsi
bahwa kita memperoleh informasi jika kita memperoleh kepastian tentang suatu kejadian
atau suatu hal tertentu.
Hal kedua yang perlu didiskusikan adalah masalah interaksi dalam perspektif
matematika adalah komunikasi yang terukur dan pasti melibatkan rangkaian interaksi antar
subjek yang terkandung dalam proses tersebut. Perspektif matematika merujuk bahwa
proses interaksi sosial berangkat dari kejelasan dan akurasi informasi sosial di mana setiap
individu saling berinteraksi satu sama lain.
Pendekatan matematis dan mekanistis tentang komunikasi menyandang nama teori
informasi., yang secara filosofis berasal daru Norbert Wiener dan secara sibernetis dan
statis dari teori kounikasi yang matematis dari Shannon dan Weaver (1949). Meskipun
filsafat mekanistis teori informasi tidak begitu penting atau bahkan relevan dengan perspektif
pragmatis, funsionalisasi informasi merupakan hal yang sentral. Informasilah yang
menggerakkan sistem sosial itu dan melestarikannya. Informasilah yang dipertukarkan di
antara subsistem, sistem, dan suprasistem, sesuai dengan prinsip keterbukaan. “ Bahan
adukan beton” yang mengikat sistem fisik menjadi kesatuan adalah energi; bagi sistem
Pada sisi lain, filsafat memberikan pendasaran filosofis kepada komunikasi sebagai
sebuah ilmu. Pendasaran ilmiah dan rasional melalui ontologi, epistemologi dan aksiologi
memberikan arah dalam perkembangan komunikasi sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
Dalam sejarah filsafat, beberapa aliran pokok filsafat analitik (filsafat yang lebih
berhubungan dengan logika bahasa) memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu
komunikasi. Filsafat analitik sendiri berangkat dari asumsi-asumsi fenomenologi,
hermeneutika, filsafat eksistensialisme. Analisis bahasa dan beberapa tradisi pokok dalam
ilmu komunikasi berangkat dari tradisi filsafat idealisme, fenomenologi, hermeneutika. Kalau
melihat model tradisi komunikasi yang ditawarkan oleh Robert Craig maka setidaknya ada
empat tradisi yang mempunyai akar dari filsafat, yaitu retorika, fenomenologi, semiotika dan
kritis (Griffin, 2000; Littlejohn, 2008).
Kajian pemaknaan dalam perspektif filsafat tidak bisa dipisahkan dengan tradisi
filsafat yang bersumber dari semiotika dan hermeneutika. Pemaknaan tidak bisa dipisahkan
dengan masalah penafsiran. Hermeneutika berarti suatu ilmu yang mencoba
menggambarkan bagaimana sebuah kata atau suatu kejadian pada waktu dan budaya yang
lalu dapat dimengerti dan menjadi bermakna secara eksistensial dalam situasi sekarang.
Dengan kata lain, hermeneutika merupakan teori pengoperasian pemahaman dalam
hubungannya dengan interpretasi terhadap sebuah Teks. Karena obyek kajian utamanya
adalah pemahaman makna pesan yang terkandung dalam teks dengan variabelnya, maka
tugas utama hermeneutika adalah mencari dinamika internal yang mengatur struktur kerja
suatu teks untuk memproyeksikan diri ke luar dan memungkinkan makna itu muncul.
Problem utama hermeneutika ini bukanlah bagaimana memahami teks dengan
benar dan obyektif sebagaimana hermeneutika teoritis. Problem utamannya adalah
bagaimana "tindakan memahami" itu sendiri. Hermeneutika kritis di sisi lain menawarkan
pengungkapan kepentingan di balik teks, dengan tokohnya Habermas.
Kajian interaksi yang mempunyai akar filsafat lebih banyak disandarkan pada kajian
fenomenologi yang dikembangkan dalam tradisi interaksionisme simbolik dan menyatakan
adanya kebersamaan yang diandaikan dalam praktik komunikasi (Griffin, 2000).
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan beberapa teori besar yang merujuk
pada kajian interaksi dan pemaknaan (berikut keterkaitannya dengan matematika dan
filsafat)
Teori Informasi
Pendekatan matematis dan mekanistis tentang komunikasi menyandang nama teori
informasi., yang secara filosofis berasal daru Norbert Wiener dan secara sibernetis dan
statis dari teori kounikasi yang matematis dari Shannon dan Weaver (1949). Meskipun
filsafat mekanistis teori informasi tidak begitu penting atau bahkan relevan dengan perspektif
pragmatis, funsionalisasi informasi merupakan hal yang sentral. Informasilah yang
menggerakkan sistem sosial itu dan melestarikannya. Informasilah yang dipertukarkan di
antara subsistem, sistem, dan suprasistem, sesuai dengan prinsip keterbukaan.
”Bahan adukan beton” yang mengikat sistem fisik menjadi kesatuan adalah
urutan itu sebagai suatu “ pola” yang dapat dikenal. Teori informasi memandang
bahwa makin redudan suatu urutan peristiwa, makin berkurang ketidakpastian yang
dikandung peristiwa itu.
Perspektif pragmatik tidak memandang perilaku manusia sebagai produk atau efek tindakan
komunikatif, melainkan sama. Pandang inilah juga yang menyebabkan adanya diskrepansi
(kesenjangan) antara perpspektif psikologis dan perspektif pragmatisme. Titik pandang
yang menimbulkan kesenjangan adalah kesenjangan antara sikap dan perilaku individu
dalam komunikasi manusia. Tetapi hal ini tidak ditemukan di dalam perspektif pragmatik
karena memang perspektif ini hanya berfokus pada sistem sosial. Fokus perspektif
pragmatik tidak terjun ke hirarki terbawah dan melakukan penelitian mikroskops; yakni,
fokusnya tidak pada individu sebagai perorangan akan tetapi pada sistem sosialnya―
minimal terdiri dari dua orang atau lebih. Dengan memusatkan perhatian pada tingkat sistem
sosial, maka sub-sistem yang terkecil adalah individu. Namun demikian bahwa sikap dan
perilaku merupakan subsistem individu itu sendiri, tetap saja perspektif pragmatik tidak
berfokus ke sana.
Berikut akan kita lihat bagaimana teori sistem umum dan teori informasi bekerja
secara konseptual dalam penelitian ilmu komunikasi. Karena perspektif pragmatis
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
memandang komunikasi manusia sebagai sistem yang memerlukan eksistensi sistem sosial
yang di dalamnya teradi komunikasi manusia, maka persepsi kita tentang komunikasi
betul-betul fokus hanya pada aktivitas komunikasi manusia. Konseptualisasinya adalah
komunikasi sebagai aktivitas manusia.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa komunikasi berbeda dengan piranti keras
komunikasi seperti alat telekomunikasi atau media massa. Yang disebut terakhir ini hanya
instrumen komunikasi manusia dan bukan merupakan bagian integral studi komunikasi
manusia. Jadi, aktivitas manusialah yang memiliki peran aktif dalam sistem sosial, bukan
alat-alat komunikasi itu. Hal ini berarti bahwa dalam sistem sosial itu, konseptualisasi
komunikasi memusatkan perhatian pada pengolahan informasi pada tingkat sistem dan
tidak pada subsistem (individu).
Selain konseptualisasi komunikasi manusia secara sistem sosial, koseptualisasi itu
juga berlangsung secara perilaku (perilaku yang bukan subsistem individu). Fokusnya
adalah organisasi hirarki sistem memainkan peranan. Terdapat tiga tingkatan sistemik
dalam hal ini, yakni subsistem, sistem, dan suprasistem. Yang terakhir dari konseptualisasi
ini adalah pola-pola interaksi yang berurutan. Urutan aktivitas komunikasi manusia (antara
partisipan) menunjukkan pengelompokan unsur-unsur ke dalam pola yang telah dikenal
atau dapat dikenal. Tanpa adanya pola itu, struktur interaksi tidak dapat dikenal.
bergulat dengan penafsiran teks. Otonomi teks membuat penafsiran setiap teks
terbuka dan menolak upaya menunggalkan tafsir. Setelah dituliskan, setiap teks
memiliki makna sendiri yang tidak selalu bisa disamakan dengan makna awal
maksud pengarang. Karena itu, di satu sisi teks dapat didekontekstualiasi dan di sisi
lain bisa direkontekstualisasi ke dalam situasi baru, menjumpai para pembaca baru
yang berada di luar kelompok sasaran awal. Itu berarti bahwa teks bisa
memproduksi makna-makna baru sesuai kelompok sasaran barunya. Kendati
demikian, pesan subyek yang mengatakan atau penggagas tetap tersimpan dalam
teks sehingga pesan itu bisa dilacak melalui pembacaan yang bersifat negosiasi
antara pembaca dengan teks. Persoalan utama hermeneutika terletak pada
pencarian makna teks, apakah makna obyektif atau makna subyektif. Perbedaan
penekanan pencarian makna pada ketiga unsur hermeneutika: penggagas, teks
dan pembaca, menjadi titik beda masing-masing hermeneutika.
This document was created with free TRIAL version of eXPert PDF.This watermark will be removed
after purchasing the licensed full version of eXPert PDF. Please visit www.visagesoft.com for more details
Daftar Pustaka
Rogers, Everett, 1997. A History of Communication Study. New York:The Free Press