You are on page 1of 21

Bahaya Tv bagi Anak

Bayu pratamajati
Maret
21 undefined
KURANGI NONTON TV, NIKMATI HIDUP!
Mari kita kendalikan teknologi agar teknologi tidak mengendalikan kita

Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin
tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi &
mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan
hal lainnya. Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari
selama itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga
belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini
menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara
berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh
dengan orang lain.

Faktanya..
• Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.
• Data th 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35
jam/minggu atau 1560-1820 jam/ tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di
sekolah dasar yang tidak sampai 1000 jam/tahun.
• Tidak semua acara TV aman untuk anak. Bahkan, “Kidia” mencatat bahwa pada 2004 acara
untuk anak yang aman hanya sekira 15% saja. Oleh karena itu harus betul-betul diseleksi.
• Saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar perminggu sekitar 80
judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24
jam x 7 = 168 jam! Jadi, selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang
tidak aman.
• Acara TV bisa dikelompokkan dalam 3 kategori: Aman, Hati-hati, dan Tidak Aman untuk
anak.
• Acara yang ‘Aman’: tidak banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis. Acara ini
aman karena kekuatan ceritanya yang sederhana dan mudah dipahami. Anak-anak boleh
menonton tanpa didampingi.

• Acara yang ‘Hati-hati’: isi acara mengandung kekerasan, seks dan mistis namun tidak
berlebihan. Tema cerita dan jalan cerita mungkin agak kurang cocok untuk anak usia SD
sehingga harus didampingi ketika menonton.

• Acara yang “Tidak Aman”: isi acara banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis
yang berlebihan dan terbuka. Daya tarik yang utama ada pada adegan-adegan tersebut.
Sebaiknya anak-anak tidak menonton acara ini.

Kenapa Kita Harus Mengurangi Menonton TV?

• Berpengaruh terhadap perkembangan otak


Terhadap perkembangan otak anak usia 0-3 tahun dapat menimbulkan gangguan perkembangan
bicara, menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga, menghambat
kemampuan anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan
kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.

• Mendorong anak menjadi konsumtif


Anak-anak merupakan target pengiklan yang utama sehingga mendorong mereka menjadi
konsumtif.

• Berpengaruh terhadap Sikap


Anak yang banyak menonton TV namun belum memiliki daya kritis yang tinggi, besar
kemungkinan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi. Mereka bisa jadi berpikir bahwa
semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar
televisi. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.
• Mengurangi semangat belajar
Bahasa televisi simpel, memikat, dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak
menjadi malas belajar.

• Membentuk pola pikir sederhana


Terlalu sering menonton TV dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola
pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi
imajinasi, intelektualitas, kreativitas dan perkembangan kognitifnya.

• Mengurangi konsentrasi
Rentang waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke iklan,
akan dapat membatasi daya konsentrasi anak.

• Mengurangi kreativitas
Dengan adanya TV, anak-anak jadi kurang bermain, mereka menjadi manusia-manusia yang
individualistis dan sendiri. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote
control dan langsung menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur
sekolah, biasanya kebanyakan diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-akan tidak punya
pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan. Ini
membuat anak tidak kreatif.

• Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan)


Kita biasanya tidak berolahraga dengan cukup karena kita biasa menggunakan waktu senggang
untuk menonton TV, padahal TV membentuk pola hidup yang tidak sehat. Penelitian
membuktikan bahwa lebih banyak anak menonton TV, lebih banyak mereka mengemil di antara
waktu makan, mengonsumsi makanan yang diiklankan di TV dan cenderung memengaruhi
orangtua mereka untuk membeli makanan-makanan tersebut. Anak-anak yang tidak mematikan
TV sehingga jadi kurang bergerak beresiko untuk tidak pernah bisa memenuhi potensi mereka
secara penuh. Selain itu, duduk berjam-jam di depan layar membuat tubuh tidak banyak bergerak
dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk, tidak terbakar dan akhirnya
menimbulkan kegemukan.
• Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga
Kebanyakan anak kita menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama
bersama keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV
sambil menyantap makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota
keluarga. Sehingga bila ada waktu dengan keluarga pun, kita menghabiskannya dengan
mendiskusikan apa yang kita tonton di TV. Rata-rata, TV dalam rumah hidup selama 7 jam 40
menit. Yang lebih memprihatinkan adalah terkadang masing-masing anggota keluarga menonton
acara yang berbeda di ruangan rumah yang berbeda.

• Matang secara seksual lebih cepat


Banyak sekali sekarang tontonan dengan adegan seksual ditayangkan pada waktu anak menonton
TV sehingga anak mau tidak mau menyaksikan hal-hal yang tidak pantas baginya. Dengan gizi
yang bagus dan rangsangan TV yang tidak pantas untuk usia anak, anak menjadi balig atau
matang secara seksual lebih cepat dari seharusnya. Dan sayangnya, dengan rasa ingin tahu anak
yang tinggi, mereka memiliki kecenderungan meniru dan mencoba melakukan apa yang mereka
lihat. Akibatnya seperti yang sering kita lihat sekarang ini, anak menjadi pelaku dan sekaligus
korban perilaku-perilaku seksual. Persaingan bisnis semakin ketat antar Media, sehingga mereka
sering mengabaikan tanggung jawab sosial,moral & etika.

Jadi, Siapa yang Seharusnya Mengurangi Menonton TV?


Semua dan setiap orang. Karena akibat buruk yang diberikan oleh TV tidak terbatas oleh usia,
tingkat pendidikan, status sosial, keturunan dan suku bangsa. Semua lapisan masyarakat dapat
terpengaruh dampak buruk dari TV, orangtua, anak-anak, si kaya ataupun si miskin, si pintar dan
si *****, mereka dari latar belakang apa saja, tetap terkena dampak yang sama. Seharusnya
instansi pemerintah, instansi pendidikan, instansi agama, keluarga dan individu semua bersama-
sama mendukung program ‘Hari Tanpa TV’ ini, untuk membangun bangsa yang lebih baik.

Pertimbangkan Hidup tanpa TV


Dengan banyaknya bukti betapa TV bisa memberikan beragam dampak buruk, banyak keluarga
sekarang membuat rumah mereka bebas-TV. Sangat penting untuk anak mempunyai kesempatan
mempelajari dan mengalami langsung pengalaman hidup sehingga mereka dapat
mengembangkan keterampilan yang mereka butukan untuk sukses di masa yang akan datang.
Kalau menurut Anda hidup tanpa TV itu masih terlalu sulit, maka perlahan batasi dan awasi
dengan saksama tontonan anak Anda sepanjang tahun.
Mau melihat generasi anak yang lebih sehat? Keluarga yang lebih dekat? Masyarakat yang lebih
madani? Matikan TV. Hal yang mungkin kecil tapi akan berdampak besaaar!
Bantu kami untuk menyebarkan bahaya TV kepada masyarakat, dengan meningkatkan
kewaspadaan publik, membantu orang untuk menikmati hidup tanpa TV, membantu mereka
melakukan aktivitas yang bebas-TV, dan menawarkan tips-tips sederhana tentang cara
melakukannya, kita akan membantu jutaan anak untuk mematikan TV dan menyadari bahwa
hidup tanpa TV itu lebih menyenangkan dan menenangkan.
Dengan mematikan TV, kita jadi punya waktu untuk keluarga, teman, dan untuk kita sendiri.

Apa Manfaat HARI TANPA TV?


Dengan TV dalam keadaan mati, kita jadi memiliki kesempatan untuk berpikir, membaca,
berkreasi dan melakukan sesuatu. Untuk menjalin hubungan yang lebih menyenangkan dalam
keluarga dan masyarakat. Mengurangi waktu menonton TV membuat kita mempunyai lebih
banyak waktu untuk bermain di luar, berjalan-jalan atau melakukan olahraga yang kita senangi.

Bagaimana Caranya?

• Pergi ke perpustakaan atau ke toko buku terdekat


Biasakan anak Anda membaca buku. Bila sempat, sisakan waktu setiap hari, kalau tidak,
beberapa kali setiap minggu untuk membacakan cerita kepada anak Anda atau biarkan sekali-kali
anak Anda yang membacakan cerita untuk Anda. Jangan lupa untuk membahas kembali apa
yang telah dibaca. Tanyakan kepada mereka tentang ceritanya, bantu mereka menemukan
kosakata baru dan ajak anak untuk membaca beragam macam bacaan. Buatlah membaca itu
gampang dan menyenangkan bagi anak Anda dengan cara membuat buku berada di sekitar
mereka. Ajak mereka ke perpustakaan. Sediakan sebanyak mungkin buku yang pantas di sekitar
rumah dan minta kerjasama keluarga untuk menjadikan buku sebagai hadiah ulangtahun, liburan
atau lebaran.
• Bercocok tanam
TV menjauhkan kita dari alam. Padahal banyak hal yang bisa diajarkan oleh alam, dan yang
tidak bisa didapatkan dari menonton TV. Dengan mengajak anak bercocok tanam, Anda bisa
mengajarkan kepada anak Anda banyak hal. Mulai membuat taman bunga sendiri, atau bahkan 1
pot saja. Dengan ini anak bisa belajar makna tumbuh dan bertanggung jawab. Jadi setiap kali ia
menyiram bunganya di pagi hari, ia akan ingat bahwa tanaman, seperti kita semua itu mulai dari
benih, tumbuh, berkembang dan kelak layu dan mati. Dan selalu perlu air dan matahari!
• Bermain
Hidup anak pada dasarnya adalah bermain. Dengan bermain, anak belajar banyak hal.
• Melihat awan
Aneh? Mungkin. Karena kita tidak dibiasakan menikmati langit. Atau kita biasa hanya terpaku
dengan indahnya bintang-bintang di malam hari. Padahal awan itu hampir selalu ada, selalu
bergerak dan kadang-kadang membentuk hal-hal yang unik, seperti kuda nil, atau pesawat
terbang. Kita bisa mengajak anak untuk menggambarkan bentuk apa yang dia lihat di awan.
Kadang mereka bisa melihat 1 awan tapi dengan 2 bentuk yang berbeda. Kita juga bisa
mengajaknya membuat puisi tentang awan. Atau biarkan mereka mengarang cerita tentang apa
kira-kira rasanya bila kita bisa hidup di awan. Hal ini bisa memicu daya imajinasi dan
kreativitas.
• Menulis surat
Kebiasaan memiliki sahabat pena sudah begitu jauh dari kehidupan anak-anak kita. Dengan
teknologi yang kini sudah begitu canggih, anak lebih senang menggunakan telepon untuk
bercerita. Tapi ternyata menulis surat melatih banyak hal. Selain mengenali prosedur pengiriman
barang (amplop, perangko dan jasa besar pak pos), menulis surat juga melatih motorik dan
membuat anak senang bila menerima balasan. Ajak anak menulis surat ke nenek kakek atau
saudara yang tinggal jauh. Dan tunggu balasannya! Jika anak mulai mengenal teknologi internet,
bisa saja sarana e-mail bisa digunakan untuk melatih kebiasaan menulis.
• Jalan-jalan
Jalan-jalan itu mudah dan murah. Tidak perlu banyak mengeluarkan uang. Jalan-jalan ke rumah
teman atau sekadar berkeliling lingkungan rumah saja untuk menyapa tetangga. Kita juga bisa
berjalan-jalan ke taman kota dan membuat piknik atau sekadar bermain di sana. Jalan-jalan itu
baik untuk tubuh karena bisa menurunkan tekanan darah dan resiko terkena penyakit jantung.
Dan yang lebih menguntungkan, jalan-jalan juga bisa mengurangi berat badan. Jalan-jalan juga
bisa menenangkan pikiran dan melepaskan stres. Karena dengan berjalan, otak melepaskan zat
yang bisa meringankan tekanan pada otot serta mengurangi kecemasan. Jalan-jalan juga bagus
untuk lingkungan. Kalau kita lebih sering berjalan dari pada menggunakan transportasi bermesin,
kita bisa menghemat 7 milyar gallon bensin dan 9.5 juta ton asap pembuangan kendaraan
bermotor pertahunnya. Bayangkan!
• Berenang
Semua anak suka bermain air. Jadi ajak anak Anda berenang. Selain sangat menyenangkan,
berenang itu juga salah satu cara berolahraga. Kalau bosan untuk berenang di kolam sekitar
Anda, ajak anak untuk pergi ke pantai. Selain bermain dengan ombak, anak juga bisa diajak
membuat istana yang indah dari pasir dan mengoleksi kerang-kerang yang cantik.
• Bersepeda
Kalau dilakukan sendiri, mungkin bisa membosankan. Tapi coba lah bersepeda pagi-pagi
bersama seluruh keluarga. Selain murah dan menyehatkan, kita bisa mengajak anak untuk
menghias sepedanya menjadi sepeda yang indah.
• Mendengarkan radio atau membaca koran
Anak sekarang sudah jarang sekali mendengarkan radio, apalagi membaca koran. Padahal
mungin mereka bisa mendapatkan informasi yang tidak kalah banyaknya dibanding
mendengarkan berita di TV. Radio bisa melatih anak untuk mendengarkan dengan baik dan
koran bisa mengajak anak untuk menambah wawasannya tentang dunia
• Memasak bersama ibu
Masak-memasak bukan hanya kerjaan ’perempuan’, bila sesuai, anak lelaki pun tidak ada
salahnya diajak memasak bersama. Suatu hari keahlian itu pasti berguna juga baginya. Ajak anak
Anda memasak makanan-makanan ringan yang unik dan mengasyikkan. Misalnya membuat
puding semangka kuning atau es krim rasa pisang!

Bayu
sumber: http://dranak.blogspot.com/2007/05/pengaruh-nonton-tv-pada-anak-anak.html
http://anggadewe.student.umm.ac.id/category/gaya-kehidupan-bebas-ala-anak-
remaja/

Posted in Kehidupan Remaja | No Comments »

Setelah kita memasuki era kehidupan dengan sistem komunikasi


global, dengan kemudahan mengakses informasi baik melalui media cetak, TV, internet, komik,
media ponsel, dan DVD bajakan yang berkeliaran di masyarakat, tentunya memberikan manfaat
yang besar bagi kehidupan kita. Setiap fenomena yang ada dan terjadi di dunia, tentunya akan
memberikan nilai positif sekaligus negatif. Sangat tergantung pada pola pikir dan landasan hidup
pribadi masing-masing.
Setiap individu dari kita akan merasa senang dengan kehadiran produk atau layanan yang lebih
canggih dan praktis. Tidak terkecuali teknologi internet yang telah merobohkan batas dunia dan
media televisi yang menyajikan hiburan, informasi serta berita aktual. Begitu juga, handphone
yang telah membantu komunikasi sesama manusia untuk kapan saja meskipun satu dengan yang
lainnya berada di dunia Utara-Selatan atau belahan Timur – Laut.
Teknologi + Kebebasan – Edukasi = Kehancuran

Setiap teknologi memberikan efek positif dan negatif . Maraknya penggunaan ponsel telah
menurunkan interaksi individu secara langsung. Hal ini akan cenderung membuat pola hidup
manusia menjadi indivualistis. Dampak negatif ini tentunya dapat dikurangi bahkan dihindari
jika saja si pengguna memiliki pemahaman/pengetahuan, etika dan sikap yang kuat (bijak-
positif) untuk memanfaatkan sesuatu secara selektif dan tepat guna.
Inilah titik permasalahannya bagi anak dan remaja. Penyaring internal (pemahamam, etika dan
sikap) anak dan remaja kita masih sangat rapuh. Di era kompleksitas arus kehidupan saat ini,
orang tua (terutama di perkotaan) telah kehilangan daya mendidik dan membangun keluarga bagi
anak-anaknya. Hal ini diperparah dengan maraknya “racun-racun” yang diterima oleh anak-anak
kita saat ini. Adegan-adegan kekerasan, seksual, mistik, dan hedonisme di media TV, koran dan
internet, serta sistem pendidikan sekolah yang gagal membangun karakter anak, telah menyerang
anak-anak kita saat ini.
Di sisi lain, rendahnya regulasi dan law inforcement dari pemerintah dan aparaturnya, telah
menyebabkan oknum-oknum perusak generasi muda kita “berkembang biak: secara pesat. KKN
antara pihak penguasa dengan pengusaha dalam regulasi, publikasi dan distribusi media
menyebabkan jutaan pemimpin masa depan Indonesia di ujung kepunahan. Sederet keprihatinan
anak dan remaja saat ini seperti kenakalan remaja, pola hidup konsumtif-hedonistik, pergaulan
bebas, rokok, narkoba, dan kecanduan game on line hampir menuju budaya “gaya hidup” remaja
masa kini.
Teknologi tanpa filtrasi (perlu regulasi agar kebebasan tidak jebol) dan rapuhnya
edukasi/karakter manusia mengakibatkan kehancuran bangsa.
Rokok, Narkoba, Seks, dan AIDS
Ditengah berita siswa-siswi berprestasi dalam ajang penelitian, olimpiade sains, seni dan
olahraga, anak muda Indonesia saat ini terancam dalam masa chaos. Jutaan remaja kita menjadi
korban perusahaan nikotin-rokok. Lebih dari 2 juta remaja Indonesia ketagihan Narkoba (BNN
2004) dan lebih 8000 remaja terdiagnosis pengidap AIDS (Depkes 2008). Disamping itu, moral
anak-anak dalam hubungan seksual telah memasuki tahap yang mengawatirkan. Lebih dari 60%
remaja SMP dan SMA Indonesia, sudah tidak perawan lagi. Perilaku hidup bebas telah
meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat kita.
Berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak bekerja sama dengan Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa :
- Sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks.
- Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan.
- Sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi.
- Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan.
- Sebanyak 97% pelajar SMP dan SMA mengaku suka menonton film porno.
Pengakuan Siswi SMA, Beginikah Remaja Kita?

“Sekarang gue lagi jomblo. Sudah dua tahun putus. Sakit juga! Habis pacaran empat tahun, dan
sudah kayak suami-istri. Dulu, tiap kali ketemu, gejolak seks muncul begitu saja. Terus ML
(making love) deh. Biasanya kita lakuin kegiatan itu di hotel. Kadang di rumah juga, kalau orang
rumah lagi pergi semua. Kalau rumah nggak lagi sepi ya paling cuma berani ciuman dan raba
sana-sini. Buat gue, semua itu biasa. Gue nglakuinnya karena merasa yakin doi bakal jadi suami
gue. Gue nggak takut dosa. Kan kita sama-sama mau, jadi nggak ada paksaan. Dosa terjadi kan
kalau ada paksaaan. Gitu menurut gue! Waktu putus, gue nggak nyesel sudah nglakuin itu,
habis, mau gimana lagi! Santai saja! Tentang pendidikan seks, gue nggak pernah terima dari
orangtua. Paling dari teman, majalah, buku, atau film”
Itulah penuturan Neila (samaran), pelajar kelas 3 sebuah SMA di Jakarta Timur, yang baru saja
menjalani UAN. Tanpa beban, remaja manis bertubuh mungil ini menceritakan pengalamannya.
Ia dan sang kekasih tahu harus melakukan apa supaya hubungan seks pranikah itu tidak
membuatnya hamil.
Sampai saat ini, Neila yakin orangtuanya sama sekali tidak tahu perilaku putri keduanya itu.
”Gue nggak bakal ceritalah, bisa mati mendadak mereka. Teman malah ada yang tahu, tentu saja
yang punya pengalaman sama,” katanya sambil memilin-milin rambutnya.

Menurutnya, ML di kalangan remaja sekarang bukan hal yang terlalu asing lagi. Malah, ada yang
sengaja merayu pria dewasa yang bisa ditemui di mal dan tempat umum lain, untuk mendapatkan
uang atau barang berharga, seperti telepon seluler model terbaru, jam tangan bermerek, baju,
sepatu, tas, dan sebagainya. ”Bukan profesi sih, cuma iseng. Hitung-hitung bisa buat gaya.
Mending gue `kan, yang nglakuinnya cuma sama pacar dan bukan demi duit,” sergahnya.
Biarkan atau Bertindak?

Sudah seharusnya kita kembali ke akar budaya bangsa kita. Jauh sebelumnya, bangsa Indonesia
adalah bangsa yang memiliki nilai akar (root value) budaya yang menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan dan kesusilaan seperti tertuang dalam falsafah dan nilai Pancasila. Kondisi yang
menimpa generasi muda saat ini, harus dibina dan dididik agar mereka menjadi pemimpin yang
memiliki moralitas yang tinggi untuk membangun bangsa dan negaranya.
Semua pihak haruslah merasa bertanggung jawab atas kasus ini. Disamping orang tua, peran
masyarakat sangatlah penting. Sistem pendidikan kita juga harus diubah. Jangan naikkan
anggaran tanpa meningkatkan nilai yang sesungguhnya dari pendidikan. Pemerintah sudah
seharusnya tegas melaksanakan undang-undang, dan para pengusaha, pedagang, dan web
internet cobalah berhenti menyebarkan hal-hal yang merusak (karena generasi kita masih rapuh).
Hal-hal yang harusnya dilakukan:
- Pemerintah filtrasi tegas sinetron, film atau iklan yang berisi kekerasan seksual, pergaulan
bebas, mistis-religi, kekerasan-religi, ramalan serta judi.
- Menindak tegas para pelanggar UU Perlindungan Anak
- menfilter situs-situs porno di Indonesia. Hingga saat ini saja ada 6 Situs Porno yang Paling
Banyak diakses di Indonesia
- Membangun Youth Centre, pusat pendidikan dan kreasi bagi remaja-remaja agar beraktivitas
yang positif.
- Secara aktif mengontrol promosi (iklan) dan peredaran rokok.
- Memprioritaskan program pencegahan perdagangan anak, eksploitasi seksual komersial anak,
dan narkoba.
- Edukasi pada masyarakat bahwa jangan mengasingkan anak-anak (yang menjadi korban),
bantulah mereka untuk keluar dari permasalahan mereka (material maupun moril).

No Comments

Tips berhemat ala anak kost

2010
02.04

Posted in Kehidupan Remaja | No Comments »

Anak kos (dalam hal ini mahasiswa), selalu dicerminkan


sebagai orang yang hidupnya merantau dan selalu saja merasa kurang. Dengan istilah yang sudah
melekat tersebut, belum lengkap rasanya kalau kita belum katakan bahwa anak kost adalah
sebagai insan yang mandiri dan kebanyakan hanya mengharap kiriman dari orang tua.
Walaupun kiriman bulanan berlebih, namun selalu saja terasa kurang bagi seorang
anak kos, mungkin karena merasa duit yang didapatnya tiap bulan bukan hasil
keringat sendiri:D, Namun ini tidak selalu seperti itu, ada pula yang berusaha
bekerja keras membanting tulang demi membiayai kuliahnya.Keuangan semakin
akhir bulan semakin mencekik. Awal bulan makan steak chiken double di Waroeng
Steack, akhir bulan mulai terjepit dan terhimpit, lihat uang di dompet sudah sangat
tipis, terpaksa makan tahu tempe melulu. Permasalahannya, kemanakah duit
bulanan yang seharusnya cukup tapi ternyata selalu terasa kurang? Mungkin anda
dapat mengetahuinya melalui tips berhemat di bawah ini.

1. Kebutuhan Bulanan. Telah menjadi rutinitas bulanan berbelanja ke


supermarket maupun swalayan terdekat untuk membeli kebutuhan bulanan seperti
pasta gigi, sabun mandi, tisu, sabun cuci, aqua galon dll. Dalam membeli kebutuhan
bulanan hal yang sangat peru diperhatikan adalah harga barang, sebelum membeli
buatlah daftar list barang apa saja yang ingin di beli dan berapa target duit yang
akan dikeluarkan, hal ini dimaksudkan agar kegiatan belanja lebih terkonsentrasi,
sehingga kebutuhan-kebutuhan yang kurang perlu dapat kita hendel dahulu. Selain
itu masalah harga pun perlu di pertimbangkan, untuk apa membeli tisu dengan
harga mahal kalau cuman buat bersihin noda, atau buat apa kita beli sabun mandi
cair kalau masih ada sabun batangan yang lebih murah:D

2. Hair Style. ada apa dengan rambut? apa hubungannya dengan berhemat? Kalo
dilihat dan diperhatikan, gaya rambut juga berpengaruh terhadap pengeluaran.
Gaya rambut panjang apalagi kribo menjulang seperti menara:D akan sangat
membutuhkan sampo dalam intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan model
rambut cepak ataupun gundul, sehingga satu minggu saja sampo botolan di kamar
mandi sudah habis, belum lagi kutu dan masalah kebesihannya, sehingga akan
mengeluarkan duit lebih untuk membeli obat pembasmi kutu:D. Menurut saya gaya
rambut agak botak atau istilah kerennya cepak keliatan lebih rapi dan intelectual
looking serta membantu dalam menghemat biaya untuk membeli sampo dan
perawatan rambut, tidak usah kawatir akan masalah kutu, soalnya kutunya keliatan
jadi bisa di tangkap:))

3. Mandi. mandi? kok jadi larinya ke mandi sich?. Mandi berhubungan dengan
sabun, dan sabun berhubungan dengan pengeluaran, semakin banyak kita mandi,
semakin banyak pula intensitas sabun yang di keluarkan:D. Saya melihat kebiasaan
anak-anak kos yang males mandi, apalagi sedang liburan atau sedang tidak ada
kegiatan kuliah, mungkin seharian badan tidak akan menyentuh air. Saya pikir itu
adalah salah satu cara berhemat yang paling jorok:D.

4. Transportasi. Jalan-jalan mungkin perlu sewaktu-waktu, namun kalau setiap


hari tentulah memerlukan ongkos bensin dan biaya jajan. Anak kos yang jalan kakai
atau naik sepeda tentunya lebih hemat dibandingkan dengan anak kost yang
menggunakan sepeda motor dari segi transportasi.
5. Makan. Jika kita tengok hadisnya Rasulullah “Makanlah jikala lapar dan
berhentilah sebelum kenyang”, menurut saya itu juga merupakan salah satu langah
dalam penghematan. Saya sering bertanya kepada teman-teman, berapaka kalikah
mereka makan dalam satu hari, ada yang menjawab dua kali, ada juga yang
menjawab tiga kali, ada pula yang menjawab jika lapar saja. Tentu saja makan dua
kali akan lebih hemat daripada makan tiga kali, kalau makan jikala lapar
sebenarnya relatif, kalau setiap jam laper kan jadinya boros

http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?
printertopic=1&t=21288&postdays=0&postorder=asc&&start=0

#1: ^.^ Menggugat Tanggung Jawab TV Pemasang: shincan2, Lokasi: sekarang di


DUMAI...selamat tinggal Jakarta Dikirim: 04 Mar 2008 09:37 pm
----
Mengingat besarnya dampak media dan televisi.....

Menggugat Tanggung Jawab TV


03 Oct 2007

Sungguh menarik untuk menyimak keprihatinan KH Salahuddin Wahid, sebagaimana yang


dilansir Republika (Jumat, 21/9/07). Di situ Gus Solah menyatakan bahwa motif bisnis tayangan
Ramadhan hanya merusak puasa. Hura-hura dan kuis berbau judi masih mendominasi dan belum
mengarah pada upaya meningkatkan nilai puasa. Umumnya, televisi masih melihat Ramadhan
lebih sebagai peluang bisnis.
Kesadaran kritis Gus Solah tersebut, patut menjadi perhatian bagi khalayak pemirsa Indonesia,
khususnya kalangan opinion leader (pemuka pendapat).

Diduga kuat, masyarakat pemirsa televisi saat ini, umumnya sedang terkena sihir informasi
media siaran TV yang begitu menggoda dan menghibur, tetapi belum tentu mendidik dan
mencerahkan. Bahkan, sangat boleh jadi, TV dengan kemasan program acaranya saat ini, telah
terposisikan sebagai 'agama baru' masyarakat Indonesia. Di antara alasan menjadikan TV
sebagai agama baru adalah karena TV telah cenderung mengambil alih sejumlah ciri dan fungsi
sebuah agama berikut.

Pertama, TV telah menjadi sesuatu yang sangat dipentingkan dan diutamakan. Nilai pentingnya
sebuah TV dalam rumah tangga telah menjadi kebutuhan dasar secara berjamaah, sebagaiman
layaknya sebuah agama. Di samping itu, TV tidak hanya sebagai kebutuhan dasar, tapi telah
menjadi simbol prestise, sekaligus aksesori utama.
Kedua, sebagai 'agama baru', TV dengan program acaranya juga sudah dapat mengatur
jadwal seseorang menjadi kegiatan yang bersifat rutin dalam sehari semalam, sebagaimana
layaknya kewajiban beribadah secara rutin dari sebuah ajaran agama. Tengoklah, bagaimana
para pemirsa mengikuti siaran langsung sepak bola dunia pada dini hari. Mereka rela begadang
semalaman dan pada akhirnya kerap meninggalkan kewajiban agama berupa shalat shubuh.
Dengan kata lain, saat itu, mereka telah melakukan 'perpindahan' agama.

Ketiga, jika agama mempunyai penyeru yang oleh pengikutnya dijadikan idola dan panutan,
maka saat ini pun, TV sudah memiliki ciri tersebut. TV telah melahirkan sejumlah 'nabi'
baru, berikut ajarannya, yang kemudian dengan setia diikuti secara fanatik oleh sejumlah
pengikutnya. Umumnya, pengikut ajaran 'agama baru' dari TV tersebut, telah menganut agama
formal sesuai yang tercantum di KTP secara turun-temurun.
Dengan demikian, sangat boleh jadi mereka telah mempraktikkan secara berbaur kedua ajaran
tersebut. Namun, saat jadwal keduanya bertabrakan dan harus memilih salah satunya, maka
yang paling sering memenangkannya adalah 'ajaran agama' yang diperkenalkan oleh TV.

Tidak mendidik

Simaklah, bagaimana wajah sinetron kita yang tak bosan-bosannya memilih setting rumah
mewah, dengan hidup gaya aktor dan artis yang glamour > , kemudian memainkan peran
yang kental diwarnai konflik perselingkuhan, perebutan harta, persaingan jabatan dalam bisnis
eksekutif, dan sebagainya. Akal sehat dalam memandang gerak kehidupan yang seharusnya lebih
dominan bernuansa kerja keras, disertai do'a dengan tata cara beragama secara benar, nyaris tak
kelihatan dalam sinetron kita. Jika ditampilkan, maka itu pun dikemas dengan cara yang amat
sederhana.

Hidup berdasarkan agama, digambarkan begitu simpel atau simplistik. Sebagai gambaran
singkat, dari tahun 2006 terdapat sekitar 180 judul sinetron dengan 3.641 episode dan 4.020 jam
tayang. Kesemuanya, hanya menggambarkan tema di seputar seks, kekerasan dan mistik,
serta glamournya kehidupan elite kota. :toe:

Khusus untuk tahun ini, sejak bulan Agustus lalu, frekuensi penayangan sinetron remaja
dominan mewarnai stasiun TV besar. Di pekan terakhir Agustus misalnya, jumlah episode
sinetron remaja mencapai kurang lebih 91 episode di sejumlah stasiun TV dengan masa tayang
sekitar 123 jam dalam sepekan.

Keluhan dari berbagai lapisan masyarakat sudah menunjukkan keprihatinan yang mendalam dan
mengkhawatirkan. Hal-hal yang terkait dengan kekerasan, seks, mistik, dan moral rendah,
digambarkan dalam format yang tidak semestinya ada dalam tayangan yang ditujukan untuk
remaja.

Adegan pertengkaran, intrik, pacaran sebagai hal biasa dan wajar, pelecehan guru, dan atribut
sekolah, dengan tampilan pakaian sekolah secara semi transparan dan minim, cukup banyak dan
sering ditampilkan untuk segmen remaja.

Keprihatinan kita semakin serius, karena saat jam penayangannya, juga serta-merta dapat
ditonton oleh anak usia SD, karena jam tayang yang acak, serta selisih waktu antara Indonesia
bagian barat dan timur Selama ini, kehidupan Jakarta dengan segala problematikanya, telah
mendominasi segmen dan setting acara TV, khususnya TV swasta.

Dampak dari pola setting dan segmen acara yang sangat Jakarta sentris tersebut, akhirnya
berakibat pada imitasi tingkah laku khalayak pemirsa yang berpatron pada pola dan gaya
hidup ala Jakarta. Sementara itu, akar persoalan khalayak pemirsa pada umumnya, justru lebih
bernuansa lokal. Akibatnya, banyak terjadi alienasi dalam menyelesaikan persoalan kehidupan di
masyarakat pedesaan.

Kesemua buah permasalahan tersebut, tidaklah terlepas dari sistem dan struktur penyiaran yang
sepenuhnya belum berubah dalam memperlakukan ruang publik, sesuai tuntutan reformasi, guna
memenuhi hak atas aspirasi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Padahal, secara perundang-undangan telah dengan jelas diatur upaya untuk mengantisipasi
berbagai permasalahan, yang selama ini diduga kuat sebagai kondisi dan faktor yang tidak lagi
layak untuk dipertahankan dalam pertumbuhan peran dunia penyiaran Indonesia.

Di antara aspek yang diatur tersebut, adalah keharusan bagi segenap lembaga penyiaran swasta
(Khususnya televisi) untuk segera (Desember 2007) menyesuaikan diri (setelah diberi waktu
selama lima tahun) dalam sistem siaran yang berjaringan

Namun, tuntutan undang-undang tersebut yang kemudian diperkuat oleh desakan Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) agar segenap lembaga penyiaran TV swasta segera
mengalokasikan program siaran yang bernuansa lokal, berikut struktur penyiaran yang
berjaringan, ternyata tak direspons secara positif oleh segenap lembaga penyiaran swasta.

Pemilik dan sebagian pengelola TV swasta merasa keberatan, dengan alasan takut rugi secara
finansial... :awas:. Berjaringan, berarti harus berinvestasi ke daerah, sementara dalam
hitungannya, modal belum tentu bisa kembali. Meskipun telah diketahui bersama, bahwa selama
ini sebagian dari mereka telah maraup keuntungan ekonomi yang tidak sedikit.

Pertanyaannya adalah, apakah keuntungan ekonomi yang mereka peroleh itu, telah disadari
sebagai hasil dari pemanfaatan frekuensi yang pemilik azalinya adalah rakyat yang sebagaian
besar ada di daerah luar Jakarta? Mereka sebagai pengguna yang kemudian menguasai frekuensi
yang terbatas itu,

sesungguhnya hanyalah diamanati lewat lembaga negara (KPI dan pemerintah) untuk
mengunakannya sebaik dan sebenar mungkin. Bahwa sampai detik ini, cara menggunakan
amanat frekuensi tersebut justru cuma menghasilkan sampah informasi, maka di situlah
persoalannya.

(Penulis Aswar Hasan adalah alumnus The International Institute of Human Rights Strasbourg
Perancis, Ketua KPID Sulawesi Selatan)
**********************

1. Dampak Isi Pesan Media Massa


http://ccc.1asphost.com/assalam/ArtikelIslam/media/artikel_detail.asp?Id=77

3. Pengaruh Televisi pada Perubahan Perilaku


http://ccc.1asphost.com/assalam/ArtikelIslam/media/artikel_detail.asp?Id=64

5. Antara Televisi, Anak, dan Keluarga (Sebuah Analisis)


http://ccc.1asphost.com/assalam/ArtikelIslam/media/artikel_detail.asp?Id=29

6. Jangan Jadikan sebagai Kekuatan Dahsyat yang Tak Bernurani


http://ccc.1asphost.com/assalam/ArtikelIslam/media/artikel_detail.asp?Id=27

10. Peran Media Komunikasi Modern (TV) sebagai Sarana untuk Menghancurkan
http://ccc.1asphost.com/assalam/ArtikelIslam/media/artikel_detail.asp?Id=101

Lain-lain disini:
http://ccc.1asphost.com/assalam/ArtikelIslam/media/artikel.asp
#2: Pemasang: shincan2, Lokasi: sekarang di DUMAI...selamat tinggal Jakarta Dikirim: 04
Mar 2008 09:39 pm
----
[center]TV DAN INTERNET BERI ANDIL MELEDAKNYA ANGKA
SEKS PRANIKAH[/center]
*** Pengaruh tayangan televisi yang menonjolkan pornografi dan pornoaksi, maraknya
penjualan keping disk khusus dewasa serta kebebasan membuka situs pornografi di internet
diduga semakin `meledakkan` angka seks pra nikah yang dilakukan para remaja di Jawa Barat.

Demikianlah benang merah Diskusi Panel "Pengembangan Kesadaran Pemuda Terhadap


Faktor Destruktif melalui Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi" yang digelar di Islamic
Centre Cirebon, belum lama ini.

Tampil sebagai pembicara Ketua Divisi Pemuda Aliansi Selamatkan Anak Indonesia (ASA) Arif
Srisardjono S Sos, sosiolog dari STAIN Cirebon Prof Dr Abdullah Ali MA, dan Shakina Mirfa
Nasution SE MApp.Fin juga dari ASA. .

Menurut Arif Srisardjono, angka seks pra nikah yang menghinggapi remaja di Jawa Barat
diperkirakan lebih dari 40 persen, karena hasil survei tahun 2002 menunjukkan 40 persen remaja
berusia 15-24 tahun telah mempraktekan seks pranikah. :wataw: :wataw:

Demikian juga survei Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 di Jabodetabek didapatkan hasil lebih
dari 80 persen anak-anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi dari sejumlah media
termasuk internet.
"Jika saja ada kembali survei tahun 2007 ini maka angka seks pra nikah mungkin lebih besar
lagi," katanya.

Ia mendesak agar UU Pornografi yang memberikan perlindungan kepada anak dan remaja segera
diundangkan dan UU tersebut harus mengakomodir klausul khusus tentang perlindungan anak
dari pemanfaatan dalam produksi pornografi.

Sadari bahaya pornografi:

Sementara Prof Dr Abdullah Ali MA mengatakan, semua pihak seharusnya menyadari


terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi dalam kehidupan sosial dan perkembangan
jiwa anak-anak sehingga perlu perangkat proteksi baik berupa udang-undang ataupun teknologi
maju untuk membendung hal itu.

"Di China sangat keras proteksi untuk itu dimana semua warung
internet diwajibkan memblok situs-situs pornografi, tetapi di sini tidak
ada pengawasan itu," katanya.
Ia mengungkapkan, masyarakat harusnya menyadari bahwa serangan pronografi dan
pornoaksi itu telah muncul di berbagai tempat sehingga selain mengawasi segala aktifitas
anak-anaknya, juga harus semakin mempertebal keimanan mereka.

Melebihi kokain:

Menurut Shakina, kerusakan otak yang diakibatkan pornografi yang dilihat, didengar
dan dirasakan akan melebihi kokain karena pornografi akan mengaktifan jaringan seks yang
diciptakan Tuhan untuk orang yang sudah menikah.

"Tuhan menciptakan enam jenis hormon yang aktif pada hubungan pasangan yang sudah
menikah. Kini hormon tersebut diaktifkan pada anak dan tanpa pasangan," katanya.
:hmmm:

Ia menjelaskan, dampak psiko-sosialnya remaja akibat pornograsi mulai dari adiksi


(ketagihan) sampai ekskalasi perilaku seksual menyimpang seperti lesbian, incest, pedophilia,
dan desensifitasi atau penurunan sensivitas seks.

sumber:
http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=843
#3: Pemasang: shincan2, Lokasi: sekarang di DUMAI...selamat tinggal Jakarta Dikirim: 04
Mar 2008 09:44 pm
----
Taufik Ismail: Film -Sinetron 'Ekspresi Syahwat' yang Mengubah
Perilaku
Keberadaan film dan sinetron Indonesia yang muncul sejalan dengan proses reformasi
merupakan salah satu komponen gerakan syahwat merdeka,
>> http://myquran.org/forum/index.php/topic,21251.0.html
sebab akhir-akhir terdapat kecenderungan perubahan budaya prilaku masyarakat yang tidak
pernah terfikirkan sebelumnya.

Perubahan perilaku itu ada enam antara lain, :woroworo:


perilaku permisif (serba boleh),
perilaku Adiktif (serba kecanduan),
kemudian sifat brutalistik (serba kekerasan),
selanjutnya transgresiv (serba melanggar aturan),
hedonistik (mau serba enak, mau foya-foya),
serta materialistik (serba benda/uang semua).

"Pembuatan film dan sinetron di televisi yang merupakan ekspersi syahwat yang
itu ditonton tidak tanggung-tanggung oleh 170 juta pemirsa, " ujar Budayawan
Taufik Ismail dalam sidang pleno pengujian UU No.8 Tahun 1992 tentang perfilman, di Gedung
Mahkamah Kostitusi, Jakarta, Kamis(24/1).

Ia menjelaskan, selain film dan sinetron, komponen lain yang dibawa oleh kelompok permisif
dan adiktif ini masuk ke dalam tanah air yaitu, perilaku seks bebas, penerbit Majalah dan
tabloid mesum bebas tanpa SIUPP menjual wajah dan kulit perempuan muda, 4, 2 juta situs
porno dunia dan 100 ribu situs porno Indonesia dengan berbagai imaji seks, VCD porno yang
menjadikan Indonesia surga besar dari pornografi yang paling murah didunia,

peredaran komik cabul yang sasarannya anak-anak sekolah, produsen dan pengedar narkoba
yang mencengkram 3 juta anak-anak muda, pabrik dan pengguna alkohol yang bisa merdeka
sampai ke desa-desa, serta produsen nikotin. :toe:

"Kenapa alkohol, narkoba, dan nikotin termasuk dalam kontributor arus ini, karena sifat adiktifnya
kecenderungan fanatis, itu interaksi dengan seks, " jelasnya.

Ia menilai, perubahan politik yang membawa berkah ini melalui reformasi, akan tetapi disisi
lain menimbulkan laknat yang tidak sedikit. "Rasa malu bangsa ini yang sudah terkikis,
dengan mereka yang sudah mabuk karena reformasi ini. Apakah bisa berbicara dengan kaidah-
kaidah agama atau kaidah moral, tidak lagi, karena akan ditertawakan, " imbuhnya.

Senada dengan itu, Ketua MUI H. Amidhan menyatakan, tanda-tanda mengaburkan suatu
kebenaran yang bersumber pada nilai-nilai yang berlaku dalam agama dan masyarakat saat ini
sudah terjadi pada beberapa kelompok masyarakat di Indonesia. Bahkan, lanjutnya, kelompok
tersebut memandang pemikiran yang benar itu, sebagai sesuatu yang dokmatis, pragmatis,
fundamentalis dan sebagainya. :koran:

Ia menambahkan, keleluasaan dan kebebasan untuk berekspresi, berimprovisasi dan berkarya


sebenarnya tidak ada batasan bagi semua pihak, namun harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, Islam pun mengajarkannya. " O0 O0 Lama sebelum diwacanakan tentang universalitas
dari HAM itu, dalam Al-Quran itu banyak sekali konteksnya terhadap HAM dan kebebaan
berekspresi, misalnya yang sering kita ucapkan kalimat laa ikraha fiddin, atau lakuum dinnukum
waaliyadin, " imbuhnya.

Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional Deddy Mizwar mengatakan, masalah industri
perfilman tidak hanya terkait dengan sensor saja, namun bagaimana meningkatkan kreativitas
untuk memajukan industri perfilman Indonesia.

Ia menilai, meski lembaga sensor film dirasakan belum menjalan tugasnya secara optimal,
karena itu perlu melakukan perbaikan untuk kedepannya. "Keberadaan LSF perlu
disempurnakan, " ujar Pemeran Utama Ustadz Husein di Sinetron Lorong Waktu ini. (novel)

Sumber:
http://www.eramuslim.com/berita/nas/8124145310-taufik-ismail-film--sinetron-039ekspresi-
syahwat039-mengubah-perilaku.htm
#4: Pemasang: shincan2, Lokasi: sekarang di DUMAI...selamat tinggal Jakarta Dikirim: 04
Mar 2008 09:47 pm
----
[center]Menggugat Sinetron Berlatar Sekolah[/center]

Oleh: Rochmat Santoso


"Sosok guru dalam sinetron selalu digambarkan sebagai tokoh yang serba kekurangan secara
total. Kekurangan lahir batin! Penampilan yang culun dan naif."

Entah pikiran apa yang ada di benak penulis skenario sinetron tentang pendidikan
ketika dia sedang menulis. Yang pasti, hasil khayalannya dalam sinetron yang kita lihat selalu
mewujudkan dunia pendidikan dalam gambaran yang suram, naif, memelas, bahkan cenderung
memalukan. Terutama wujud sosok guru alias pahlawan tanpa tanda jasa. Tanpa sadar penulis
sinetron mengolok-olok bahkan melecehkan keberadaan sang guru.

Sosok guru dalam sinetron selalu digambarkan sebagai tokoh yang serba kekurangan secara
total. Kekurangan lahir batin! Penampilan yang culun dan naif. Sikap yang mengundang tawa
dan memelas tampaknya belum memuaskan penulis sinetron sehingga dia perlu melengkapinya
dengan menyerahkan pemeran guru kepada seorang badut! Bayangkan, seorang tokoh yang
mestinya dihormati dan diteladani diperankan oleh seorang badut yang sepanjang durasi
tayangan diharapkan mampu mengocok perut pemirsa.
Yang pasti, tokoh sang guru teraniaya dalam sinetron! Tidak ada lagi penghormatan kepadanya,
bahkan tokoh guru dijadikan eksplorasi cemoohan dan ini seolah sudah menjadi salah satu kiat
penulis sinetron, mungkin sutradara, bahkan si produser, untuk lebih mengangkat nilai jual
sinetron tersebut.

Tayangan adegan suasana pelajaran pun terasa kontras sekali dengan kenyataan sebenarnya.
Dalam adegan-adegan tersebut, sang guru selalu berada dalam keadaan kalah dan salah. Ujung-
ujungnya, sang guru pun menjadi bahan ledekan. Tak ada lagi siswa yang segan, apalagi
menghargai sang guru. Sikap para siswa pun tampak berlebihan dan sama sekali tidak
menampakkan mereka membutuhkan guru atau sekolah.

Penampilan sosok para siswa dalam sinetron pun sangat berlebihan. Tidak lagi sesuai dengan
norma-norma pendidikan. Siswa putra biasanya digambarkan dengan rambut yang panjang
(sekalipun untuk siswa SMP), gelang, dan kalung rantai. Siswa putri juga tampak tidak
mencerminkan seorang siswa sekolah. Atribut kewanitaannya lebih mengarah kepada suasana
pesta. Bahkan, pernah ada pada suatu sinetron yang tokoh wanitanya (seorang siswi) memakai
atribut yang sangat tidak mungkin diizinkan untuk dipakai di sekolah sekalipun oleh sekolah di
Jakarta.

Ada suatu ingatan yang masih mengganggu dalam ingatan penulis, yaitu ketika menyaksikan
klip video lagu anak-anak. Dalam lagu yang bersyair tentang perjumpaan guru dengan siswa di
sekolah, ada hal yang terasa janggal. Yaitu tokoh guru dalam klip video tersebut diperankan
seorang yang (maaf) cebol! Sang guru cebol itu memeragakan akting yang berlebihan.
Syukurlah, lagu itu mungkin tidak bermutu sehingga hanya beberapa kali muncul di layar
televisi. Allhamdulillah!

Gambaran ekonomi pun tertampilkan dengan hal yang sangat tidak sesuai (kontradiksi). Begitu
berlebihannya si penulis sinetron dalam mengumbar kemewahan yang dipunyai oleh para siswa
yang nota bene masih sangat anak-anak. Hampir tidak ada tokoh siswa yang memakai sepeda
pancal ketika datang ke sekolah. Kebanyakan para siswa itu memakai sepeda motor. Bahkan, ada
yang sangat kelewatan, yakni adanya siswa SMP yang memakai mobil! Sungguh manakjubkan
anak SMP di Indonesia!

Bukankah rata-rata anak SMP usianya belum memenuhi syarat untuk mempunyai SIM? Lalu,
alasan apa yang dipakai oleh si penulis sinetron dan sutradara dengan menampilkan adegan itu?
Bukankah ini membawa dampak yang tidak baik bagi siswa yang tidak berada dalam sinetron
alias dalam kehidupan nyata?

Dalam kasus ini, tampaknya, penulis sinetron ataupun sutradara melupakan satu hal, yaitu telah
berubahnya pola pikir masyarakat di mana tontonan telah menjadi tuntunan? (mudah-mudahan
penulis salah).

Ada satu hal mendasar yang menyebabkan begitu sinisnya dunia persinetronan terhadap dunia
persekolahan: observasi. Kurangnya atau lebih tepatnya tidak adanya observasi dari penulis
sinetron terhadap situasi persekolaham membuat tayangan sinetron begitu berlepotan.
Perkembangan dunia persekolahan yang telah berubah dengan sangat pesat tidak diketahui atau
terekam oleh penulis sinetron.

Sebenarnya, sebagai suatu komunitas, ada beberapa warna sosial di sekolah. Ada warna
kepatuhan siswa terhadap guru, ketaatan dan kedisiplinan terhadap aturan, dan semaraknya mode
terkini. Juga ada kesetiakawanan dan persahabatan di kalangan siswa. Dan yang paling menonjol
adalah kepatuhan atau sikap hormat siswa kepada guru dan ketaatan siswa terhadap tata tertib
sekolah. Memang sih tidak semua sekolah, tapi yang sebenarnya adalah, hal-hal yang baik-baik
masih menjadi urat nadi hidup dan kehidupan sekolah-sekolah di Indonesia!

Dalam warna kepatuhan yang mendalam itulah sosok guru berada. Ia pun menjadi tokoh sentral
yang karismatik dan diteladani secara sadar oleh siswa-siswanya. Maka sang guru pun harus bisa
tampil sesempurna mungkin baik dalam keberadaannya di dalam maupun di luar kelas.

Yang pasti, potret sosok sang guru dalam kehidupan nyata berbeda terbalik dengan sosok guru
dalam sinetron yang ber-setting sekolah. Para penulis sinetron harus tahu itu!
Banyak rambu yang mesti diperhatikan oleh kalangan penulis sinetron dalam berkarya
ketika menggunakan sekolah sebagai setting atau latar dalam karyanya. Pengetahuan yang luas
dan mendalam tentang sekolah plus penghuninya harus betul-betul dikuasainya. Sebab,
bagaimanapun, lingkungan sekolah adalah lingkungan yang bermartabat tinggi dan itu telah
dirasakan dan diakui oleh masyarakat kita, lebih-lebih kalangan menengah ke bawah.

Ada beberapa karakter yang tidak boleh dibuat main-main dalam lingkungan pendidikan.
Karakter itu harus diperlakukan dengan semestinya, apa adanya. Sangat ditabukan bila berlebih-
lebihan-ini yang biasanya tampak dalam sinetron kita. Karakter-karakter itu adalah sosok
pahlawan tanpa tanda jasa alias sang guru dengan segala problematiknya, silaturahmi siswa
dengan guru, dan ketaatan siswa kepada sekolah. Ringkasnya adalah segala gerak gerik penghuni
sekolah secara keseluruhan. (*)
Rochmat Santoso
Guru SMP Negeri I Dagangan, Madiun

http://jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=328062

BACA LAGI:
http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?t=17754

You might also like