Professional Documents
Culture Documents
MPKP II
MPKP Intermediate dengan tenaga minimal D3 Keperawatan dan mayoritas
Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa.
• MPKP III
MPKP Advance yang semua tenaga minimal Sarjana Ners keperawatan, sudah
memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa dan doktor keperawatan yang
bekerja di area keperawatan jiwa..
Next On..
MPKP telah diterapkan di berbagai rumah sakit jiwa di Indonesia (Bogor,
Lawang, Pakem, Semarang, Magelang, Solo, dan RSUD Duren Sawit). Bentuk
MPKP yang dikembangkan adalah MPKP transisi dan MPKP pemula. Hasil
penerapan menunjukkan hasil BOR meningkat, ALOS menurun, angka lari pasien
menurun. Ini menunjukkan bahwa dengan MPKP pelayanan kesehatan jiwa yang
diberikan bermutu baik.
Berdasarkan pemikiran tersebut dipandang perlu pengembangan MPKP di RSJ,
agar pelayanan di RSJ lebih spesialistik dan profesional. Pada modul ini akan
dikembangkan penatalaksanaan kegiatan keperawatan berdasarkan 4 pilar nilai
profesional yaitu management approach, compensatory reward, professional
relationship dan patient care delivery.
Pilar-pilar professional diaplikasikan dalam bentuk aktivitas-aktivitas pelayanan
professional yang dipaparkan dalam bentuk 4 modul yaitu; Manajemen
Keperawatan; Compensatory Reward; Professional Relationship & Patient Care
Delivery
Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP
dengan model MPKP pemula. Kegiatan tersebut dapat dikembangkan jika tenaga
keperawatan yang bekerja lebih berkualitas atau model MPKP telah meningkat
ke bentuk MPKP Profesional.
Next On..
2. CMHN (Community Mental Health Nursing).
Upaya mewujudkan kesinambungan pelayanan kesehatan jiwa telah dimulai di
Indonesia yaitu di NAD dan NIAS, daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami
pada tahun 2004 yang lalu. Bentuk pelayanan yang diterapkan adalah pelayanan
kesehatan jiwa di masyarakat (Community Mental Health Nursing (CMHN)). Pelayanan
kesehatan jiwa masyarakat diberikan meliputi BC-CMHN (Basic Course of Community
Mental Health Nursing), IC-CMHN (Intermediate Course of Community Mental Health
Nursing) dan AC-CMHN (Advance Course of Community Mental Health Nursing).
Program ini telah memperlihatkan hasil dengan ditemukannya 2645 pasien di 11
kabupaten/kota di NAD dan 127 pasien di 2 kabupaten di NIAS. Dari jumlah pasien
tersebut baru 1088 yang dirawat di rumah oleh perawat CMHN yang menghasilkan 346
orang mandiri, 512 perlu bantuan, dan 184 orang masih memerlukan perawatan total.
Dengan keberhasilan program CMHN, maka diharapkan pasien yang tidak tertangani di
masyarakat akan dirujuk ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan pelayanan yang lebih
baik bahkan yang spesialistik. Tatanan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat telah
dikembangkan dengan baik di NAD. Tahap berikutnya adalah mengembangkan
program CMHN di seluruh Indonesia.
Propinsi yang telah mengembangkan program CMHN dan sedang mengembangkannya
adalah NAD, NIAS, Jawa Barat (Bogor, Cimahi)
Next On..
3. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
Jangkauan dan mutu fasilitas penyelenggaraan pelayanan
kesehatan jiwa akibat penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (Napza) hingga kini masih
rendah sehingga untuk mengantisipasi pertambahan kasus
penyalahgunaan obat perlu pengembangan pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa di RS Jiwa ataupun RS
Ketergantungan Obat (RSKO) secara berkesinambungan.
Melihat kecenderungan yang terjadi, penanganan masalah
ini harus bersifat komprehensif dan multidisiplin. Tahapan
penanggulangan penyalahgunaan narkotika harus meliputi
upaya preventif sampai rehabilitatif dan melibatkan kerja
sama lintas sektoral dan lintas program. Adapun fasilitas
pelayanan pada tatanan rumah sakit tersebut meliputi unit
rawat jalan/rawat inap, detoksifikasi, psikoterapi,
hypnoterapi, terapi rumatan (metadon), voluntary
counseling therapy serta CST.
Next On..
4. PENERAPAN DIAGNOSA KEPERAWATAN & STANDAR ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA
Pada Konferensi Nasional Keperawatan Jiwa II di Yogyakarta telah
ditetapkan standar proses keperawatan yang baru yaitu pendekatan
Diagnosa Keperawatan dengan rumusan tunggal. Apabila sebelumnya
standar perumusan diagnosa keperawatan dalam bentuk gabungan
problem, etiologi, sign and symptom diubah menjadi pernyataan
masalah tunggal.
Standar proses keperawatan yang disesuaikan dengan rumusan
diagnosis tunggal yang kemudian dikenal dengan diagnosis
keperawatan dimulai dari standar pengkajian, standar rumusan
diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, strategi
tindakan keperawatan dalam implementasi, dan evaluasi proses
keperawatan.
Next On..
Standar rumusan diagnosis keperawatan ditetapkan melalui tahapan:
1. Analisa data yang ditemukan baik data subyektif maupun data
obyektif.
Data yang ditemukan sebagai hasil pengkajian dikumpulkan sebagai
data subyektif dan obyektif. Data yang berkaitan erat satu dengan lain
yang menunjang satu diagnosa keperawatan dikumpulkan menjadi
satu untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
2. Tetapkan rumusan diagnosis dalam bentuk rumusan tunggal.
Rumusan diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan diagnosa
keperawatan NANDA 2005-2006.
Diagnosis keperawatan dirumuskan dalam bentuk rumusan tunggal.
Rumusannya adalah rumusan “problem” Etiologi dari diagnosa tidak
perlu dicantumkan tetapi cukup dimengerti dan dipahami. Rumusan
diagnosa keperawatan jiwa berdasarkan NANDA 2005-2006 untuk 10
diagnosa keperawatan utama di keperawatan jiwa:
Next On..
Rumusan Lama
Rumusan Baru
Perilaku kekerasan Risiko perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan
Perubahan sensori persepsi: halusinasi … Gangguan sensori persepsi: halusinasi
…
Isolasi sosial: menarik diri Isolasi sosial
Gangguan konsep diri: harga diri rendah Harga diri rendah kronis
Harga diri rendah situasional
Perubahan proses pikir: waham … Gangguan proses pikir: waham …
Defisit perawatan diri Defisit perawatan diri: kebersihan diri
Defisit perawatan diri: berdandan
Defisit perawatan diri: makan-minum
Defisit perawatan diri: toileting
Risiko mencederai diri sendiri: bunuh diri Risiko bunuh diri
Koping keluarga tidak efektif Koping keluarga tidak efektif
Penatalaksanaan regiment terapeutik tidak efektif Penatalaksanaan regiment
terapeutik tidak efektif
Ansietas Ansietas
Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan
Next On..
5. PSIKOGERIATRIK
Meningkatnya jumlah populasi lansia, menuntut peningkatan pelayanan
kesehatan/keperawatan yang berbeda dengan pelayanan sebelumnya.
Pengembangan dan pemanfaatan ilmu keperawatan jiwa merupakan
bagian yang esensial dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa termasuk pula psikogeriatrik. Keperawatan
psikogeriatrik adalah praktek asuhan keperawatan yg ditujukan pada usia
lanjut (lansia) dengan gangguan kognitif, emosional serta komorbid peny
fisik yang mengakibatkan penurunan fungsional dan ketidakmampuan
yang mempengaruhi kesejahteraan lansia, keluarga yang memiliki lansia,
serta caregiver (Hyman, 2001).
Pelayanan psikogeriatrik yang diberikan secara holistik serta perlu
mempertimbangkan aspek individual secara fisik, emosional, sosial
maupun spiritual yang berarti. Hal ini beimplikasi bahwa pengobatan
konvesional yang efektif, terapi alternatif dan complementary memegang
peranan dalam asuhan holistik seperti penggunaan imagery, pemijatan,
therapeutik touch, dan bentuk lain pengobatan non konvensional..
Sehingga terapi yang terbaik yang mendukung asuhan holistik adalah
integratif antara konvensional dan alternatif/komplementari. Bagian dari
pendekatan asuhan yang holistik juga adalah juga dengan melibatkan
pemberi asuhan baik profesional maupun keluarga.
Next On..
6. PICU (Psychiatric Intensive Care Unit)
Kedaruratan psikiatri adalah gangguan pikiran, perasaan, perilaku dan atau
sosial yang membahayakan diri sendiri atau orang lain yang membutuhkan
tindakan intensif yang segera. Sehingga prinsip dari kedaruratan psikiatri
adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera. Psychiatric
Intensive Care Unit (PICU) merupakan pelayanan yang ditujukan untuk
pasien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis psikiatri. Merupakan
gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan intensif, yang
dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau unit psikiatri rumah sakit
umum. PICU dapat menerima rujukan dari masyarakat, puskesmas,
ruangan lain ataupun mengirim pasien yang telah melewati masa krisisnya
ke masyarakat (dirawat CMHN) atau ke ruangan lain di RS Jiwa.
Berdasarkan prinsip tindakan intensif segera, maka penanganan
kedaruratan dibagi dalam fase intensif I (24 jam pertama), fase intensif II
(24-72 jam pertama), dan fase intensif III (72 jam-10 hari).
KESIMPULAN
Berdasarkan evaluasi pelayanan kesehatan jiwa
yang telah dikembangkan dan mengacu pada
rekomendasi konas IV, maka :
1. MPKP baik pemula maupun profesional telah
dikembangkan oleh 17 Rumah Sakit Jiwa
( 51,51%).
2. CMHN, telah dikembangkan di 3 provinsi
(9,09%).
3. Asuhan keperawatan Psikogeriatrik telah
dikembangkan di 6 Rumah Sakit Jiwa (18,18%).
4. PICU telah dikembangkan di 3 provinsi
( 9,09%).
FINISH..