You are on page 1of 20

PEMANFAATAN LAMUN (ENHALUS) DALAM BIDANG FARMAKOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di
kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora
maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya
membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988).
Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia)
dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk
suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka
akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat
mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun
dalam keseimbangannya.
Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan
minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Menurut Bengen (2001) laut sebagai
penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan
energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir
dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun,
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan
mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Dimana secara ekologis lamun mempunyai
beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan
dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme.
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan
keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut
seperti ikan, krustacea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria
sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan Makalah “Pemanfaatan lamun (Enhalus) dalam ekosistem laut
dibidang farmakologi” adalah sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahu apa yang dimaksud dengan padang lamun
2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana ekosistem yang terjadi dalam padang lamun
itu
3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui pemanfaatan lamun(Enhalus) dalam bidang
farmakologi
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Padang Lamun
Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat
menembus sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat
pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi
produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di perairan pesisir maka
tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-
satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan
yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan
akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga,
hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan
tunas.

Gambar . Padang Lamun dalam Ekosistem Laut


Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun
(Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal,
terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem
(organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut
Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak
berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan
ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu
karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan.
5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya
terbenam air termasuk daur generatif
6. Mampu hidup di media air asin
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.
Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang
dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan
berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut
(Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut
sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania,
1998).
2.2 Klasifikasi Lamun
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti
banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain
itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat
dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi.
Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem
perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas
Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan
Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae dominan
merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang
tumbuh di laut.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan
sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2)
Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain:
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan
Thallassodendron ciliatum.
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi
terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar,
dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal
yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya
untuk melakukan polinasi di bawah air.
Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong
(1983) adalah sebagai berikut :
Devisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Famili : Potamogetonacea
Subfamili : Zosteroideae
Genus : Zostera, Phyllospadix, Heterozostera.
2.3 Karakteristik Sistem Vegetatif
Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi, hampir semua
genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang
(linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila
memiliki bentuk lonjong.

Gambar . Morfologi Lamun


Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den
Hartog, 1977). Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat,
mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam,
mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi
terbatas pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki
bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ
sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan
fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine
alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang
menyalurkan nutrien, air, dan gas.
• Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat
digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki
karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron
memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan
darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian
memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan
darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus
(contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat
stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan
xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang
baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam
penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat
(interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri
heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan
Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan
di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh
akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar
yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.
Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses
fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal
(udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan
untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di
rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis)
sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.
Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan
tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui
sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor
oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat
memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian
pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang
dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang
sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun
merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di
jaringan akar relatif tinggi.
• Rhizoma dan Batang
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun
pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang
memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa
hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki
energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang.
Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan
saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam
substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan
memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif dan reproduksi yang dilakukan secara
vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih
menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60 – 80% biomas lamun.
• Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada
potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama,
spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang
sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak
daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata
berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari
dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru
tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate
tidak memiliki pelepah.
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis.
Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat
menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan
untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis
2.4 Fungsi Padang Lamun
Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang
paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam
menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut :
1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu
karang (Thayer et al. 1975).
2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel
berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds)
dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan
herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).
3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan
oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang
dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan
menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen
dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg & Lowestan, 1958).
4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat
hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang
dibutuhkan oleh algae epifit.
Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem
bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai :
1. Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui tekanan–tekanan dari arus
dan gelombang.
2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan
sedimentasi.
3. Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke
padang lamun.
4. Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.
5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.
6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah
pesisir, yaitu :
1. Produsen detritus dan zat hara.
2. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat
dan saling menyilang.
3. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis
biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.
4. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.

Selanjutnya dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern. Adapun
pemanfaatan lamun tersebut baik secara modern maupun tradisional yaitu sebagai berikut :

Secara Tradisional Secara Modern


• Dimanfaatkan untuk kompos dan • Penyaring limbah
pupuk • Stabilizator pantai
• Cerutu dan mainan anak-anak • Bahan untuk pabrik kertas
• Dianyam menadi keranjang • Makanan
• Tumpukan untuk pematang • Sumber bahan kimia
• Pembuatan kasur (sebagai pengisi • Dan obat-obatan
kasur)
• Dan dibuar jaring ikan

Di alam padang lamun membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis
hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air. bahkan ada jenis lamun
yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun
masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika
dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove,
meskipun diantara ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam
menjalankan fungsi ekologisnya.
Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan, baik yang
didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai ekonomis biota yang berasosiasi dengan
lamun diketahui sangat tinggi. Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi
ekosistem serta manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu
produk obat-obatan dan budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun untuk pupuk,
bahan kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik kertas, bahan
kimia, dan sebagainya.

Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi tenaga
gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen
(Kiswara dan Winardi, 1999). Peranannya di perairan laut dangkal adalah kemampuan berproduksi
primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan
produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat sedikit
diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui.
Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan
tropika Australia (Coles et al., 1993).
Ekosistem padang lamun yang memiliki produktivitas yang tinggi, memiliki peranan dalam
sestem rantai makanan khususnya pada periphyton dan epiphytic dari detritus yang dihasilkan dan
serta lamun mempunyai hubungan ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi
biomasanya seperti yang diisajikan pada gambar dibawah ini :

Produksi Lamun Populasi


Enhalus acoroidae

Konsumsi lamun Produksi detritus


Gambar. Hubungan Ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya
Enhalus acoroidae 0,23 kal/m2/hari
(40%)
0,6 kal/m2/hari (0,07%)
2.5 Faktor-faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan ekosistem padang
lamun adalah :
• Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis yang
dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk proses
fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan
sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka
akan berdampak buruk terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu
produktivitas primer ekosistem lamun.
• Temperatur
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu dingin dan di
tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang luas terhadap perubahan
temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya memfokuskan terhadap lamun di
daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh optimal hanya pada temperatur 28 – 30 0C. Hal
ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di
luar kisaran tersebut.
• Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10 – 40 ‰ dan nilai optimumnya
adalah 35 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk melakukan
fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Lamun
yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap
biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin
meningkat dengan meningkatnya salinitas.
• Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang.
Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen
yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu :
pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
• Kecepatan arus
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan
arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium mempunyai kemampuan maksimal untuk
tumbuh.

2.6 Jenis Fauna dan Flora yang Terdapat Pada Padang Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan
keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota
laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata
(Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.
2.7 Ekosistem Padang Lamun di Perairan Indonesia
Indonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang lamun yang luas
bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang terdapat di perairan Indonesia mencapai
sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan Winardi, 1994).

Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka dapat dikatakan ekosistem lamun
terletak di antara dua ekosistem bahari penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu
karang (pada gambar dibawah). Dengan letak yang berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik
tersebut, ekosistem lamun tidak terisolasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua
ekosistem tersebut.

Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung, maka secara ekologis lamun
mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik. Adapun peran lamun tersebut
(Nienhuis et al., 1989; Hutomo dan Azkab, 1987; Zulkifli, 2000) adalah sebagai berikut:
1. Produsen primer, dimana lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar
memasuki rantai makanan di laut, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui
dekomposisi serasah
2. Sebagai habitat biota, lamun memberi perlindungan dan tempat penempelan hewan dan
tumbuh-tumbuhan
3. Sebagai penangkap sedimen, lamun yang lebat memperlambat gerakan air yang disebabkan
oleh arus dan ombak
4. Sebagai pendaur zat hara
5. Sebagai makanan dan kebutuhan lain, seperti bahan baku pembuatan kertas.

Sedangkan dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung,
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Peran tradisional, seperti sebagai bahan tenunan keranjang, kompos untuk pupuk
2. Peran kontemporer, seperti penyaring air buangan; pembuatan kertas.

2.8 Kandungan lamun yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmakologi


Telah ditelaah fitokimia lamun Enhalus acoroides (L. f.) Royle. Uji hayati pendahuluan terhadap
ekstrak n-heksana dan etil setat menggunakan nauplii udang laut Artemia salina Leach menunjukkan
bioaktivitas bermakna. Tiga senyawa telah diisolasi dari ekstrak n-heksana yaitu asam palmitat,
stigmast-1,5-dien-7-on (sakarostenon) dan satu senyawa dengan bobot molekul 256 belum dapat
diidentifikasi. Dari ekstrak etil asetat telah diisolasi tiga senyawa yaitu stigmast-5-22-dien-3-ol
(stigmasterol), stigmast-5-e-3-ol (sitosterol) dan satu senyawa yang diduga suatu steroid dengan bobot
molekul 394, mempunyai dua ikata rangkap pada cincin B, tanpa gugus hidroksi pada cincin A dan
mempunyai rantai samping C10H19 pada cincin D. Dari ekstrak metanol telah diisolasi dua senyawa

glikosida flavonoid yaitu 5,7,3’,4’-tetrahidroksi flavon glikosida dan 5,7,4’-trihidroksi flavon glikosida.
BAB III
ISI
3.1 Keberadaan lamun dalam wilayah pesisir
Permasalahan dan isu pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan dalam hal ini ekosistem padang
lamun, secara umum sedang dihadapi di Indonesia, bahkan juga sama dengan yang terjadi di beberapa
negara berkembang lainnya. Walaupun dalam skala mikro bisa jadi tidak terlalu persis karena perbedaan
sosial ekonomi dan budaya. Karena itu, isu persoalan seperti kemiskinan, konflik interes antar lembaga,
rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, keterbatasan dana
pengelolaan merupakan persoalan yang sedang dihadapi. (PKSPL, 1999).
Disadari bahwa padang lamun memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan demikian,
mempertahankan areal-areal padang lamun, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk
pembangunan ekonomi dan sosial. Namun, akhir-akhir ini, tekanan penduduk semakin meningkat akan
sumberdaya laut menjadi faktor utama dalam
perubahan lingkungan ekosistem di laut. Yang menjadi kelemahan adalah bahwa selama ini banyak
masyarakat yang menganggap bahwa areal pesisir mutlak merupakan milik umum yang sangat luas
yang dapat mengakomodasi segala bentuk kepentingan termasuk kegiatan yang berbahaya sekalipun. Ini
suatu kelemahan cara berpikir dan pengetahuan yang dapat mengancam keberlangsungan sumber daya
pesisir dan laut salah satunya adalah ekosistem padang lamun. Meskipun telah banyak produk hokum
yang jelas–jelas mengatur bahwa tidak ada satu orang ataupun kelompok yang dapat semena-mena
memanfaatkan dan mengelola kawasan pesisir ini, tetapi penegakkannya melalui pengenaan sanksi
yang tegas dan transparan belum berjalan sebagaimana mestinya.
Meskipun beberapa areal ekosistem pesisir termasuk areal padang lamun di Indonesia telah dimasukan
ke dalam suatu kawasan lindung, namun pada kenyataan di lapangan menunjukkan banyak diantaranya
yang masih mendapat tekanan yang cukup berarti. Sebagai upaya pemecahan, kini pihak pemerintah
dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan instansi
terkait lainnya berusaha mengembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, yaitu
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).
Pengeloaan pesisir secara terpadu memerlukan justifikasi yang bersifat komprehensip dari subsistem-
subsistem yang terlibat di dalamnya. misalnya implikasi terhadap lingkungan, ekologi, ekonomi dan
sosial budaya dalam perspektif mikro maupun makro. Pembangunan hendaknya mempertimbangkan
keterpaduan antar unsur ekologi, ekonomi dan sosial.
Pada lingkunag pesisir, memiliki kendala khusus dalam melihat implikasi dari suatu strategi
pengelolaan, hal ini disebabkan karena adanya bermacam-macam aktivitas dan kelompok masyarakat
sebagai pengguna, seperti rencana pengelolaan yang dibuat oleh pemerintah sering tidak dapat
mencakup semua kepentingan masayarakat dan sebaliknya masyarakat menganggap sumber alam
sebagai open acces resources (Raharjo, 1996)
Namun yang paling penting dalam pengelolaan ekosistem di dalam wilayah pesisir harus diingat, bahwa
suatu ekosistem di wilayah pesisir tidak berdiri sendiri atau diantara beberapa ekosistem saling terkait
baik secara biogeofisik, maupun secara sosioal-ekonomi; dan kelangsungan hidup suatu ekosistem juga
sangat tergantung pada aktifitas manusia di darat yang dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat
setempat. Dengan demikian, upaya konservasi dan pelestarian serta pengunaan sumber daya ekosistem
lamun yang berkelanjutan memerlukan pengelolaaan secara terpadu memiliki pengertian bahwa
pengelolaan sumber daya alam jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara
menyeluruh (comprehensive assesment), merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan
serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan
berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dangan
mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah area
pesisir (stakeholder) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.
Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan,
karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada
sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi
kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan
manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam
diberikan porsi yang lebih besar.
Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama
penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan
ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya
alam persisir (Bengen, 2001).
Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan
langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula
perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan
bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masyakarakat
untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata
pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk
lamun di kawasan tersebut.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Isolasi
Metode penelitian meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi
dengan berbagai pelarut, uji hayati pendahuluan, pemisahan, pemurnian dan karakterisasi isolat.
Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar abu total,
kadar abu tidak larut dalam asam, kadar abu tidak larut dalam air, kadar sari larut air, sari larut etanol,
susut pengeringan dan kadar air serta penetapan unsur logam secara spektroforometri serapan atom.
Penapisan fitokimia serbuk simplisia dilakukan terhadap kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
kuinon, steroid dan triterpenoid.

Ekstraksi dilakukan terhadap serbuk kering Enhalus acoroides (L. f.) Royle dengan cara maserasi
perkolasi dan ekstraksi sinambung menggunakan alat Soxhlet. Pelarut yang digunakan adalah dengan
kepolaran meningkat berturut-turut n-heksana, etil setat dan metanol. Masing-masing ekstrak yang
diperoleh diuapkan pelarutnya dengan penguap vakum putar. Ekstrak kental yang diperoleh diuji hayati
pendahuluan.

Pemisahan ekstrak dilakukan secara kromatografi cair vakum, kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kertas preparatif. Pemurnian dilakukan dengan rekristalisasi dengan campuran pelarut
yang cocok. Isolat yang diperoleh dikarakterisasi secara kromatografi lapis tipis, spektrofotometri
ultraviolet, inframerah, spektrometri resonansi magnet inti dan spektrometri massa.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lamun Enhalus acoroides (L.f.) Royle mengandung
senyawa triterpenoid-steroid, tanin, flavonoid. Dari ekstrak n-heksana diperoleh isolat FB yang
menunjukkan adana gugus CH3, CH2, C=O dan O-H dengan bobot molekul 256, tetapi belum

diketahui strukturnya. Isolat FEE2 adalah senyawa stigmasta-3,5-diena-7-on atau sakarostenon


bercampur dengan asam palmitat.
Dari ekstrak etil asetat menghasilkan 2 isolat AG2 II dan AG2 III. Isolat AG2 II adalah senyawa
stigmat-5-22-dien-3-ol atau stigmasterol bercampur dengan senyawa stigmast-5-en-3-ol atau stosterol.
Isolat AG2 III adalah senyawa golongan steroid yang belum diketahui namanya dengan bobot molekul
394. sedangkan dari ekstrak metanol diperoleh 2 isolat yaitu senyawa 5,7,3’,4’-tetrahidroksi glikosida
flavon dan senyawa 5,7,3’-trihidroksi glikosida flavon.

3.2.2 Uji Toksisitas


Ekstrak kental yang diperoleh diuji hayati pendahuluan yaitu uji toksisitas nauplii udang laut Artemia
salina Leach, dengan konsentrasi zat uji 1000, 1000, dan 10 bpj kemudian dihitung LC50nya dengan

program komputer Finney. Ekstrak n-heksana menunjukkan aktivitas biologi yang kuat terhadap
nauplii udang laut Artemia salina Leach dengan LC50 28,03 bpj, sedangkan ekstrak etil asetat dengan

LC50 77,8 bpj.


BAB IV
PENUTUP

Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang
dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan
berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air
laut. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman
tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun merupakan
suatu komunitas dengan produktivitas primer dan sekunder yang sangat tinggi, detritus yang
dihasilkan sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas hewan (Orth,
1987). Padang lamun memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu sebagai tempat
asuhan, tempat berlindung, tempat mencari makan, tempat tinggal atau tempat migrasi berbagai
jenis hewan.

Banyak kegiatan atau proses, baik alami maupun oleh aktivitas manusia yang mengancam
kelangsungan ekosistem lamun. Ekosistem lamun sudah banyak terancam termasuk di Indonesia
baik secara alami maupun oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas
sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas
kesinambungan biologi.

Ekosistem lamun sangat terkait dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir seperti mangrove,
terumbu karang, estauria dan ekosistem lainya dalam menunjang keberadaan biota terutama pada
perikanan serta beberapa aspek lain seperti fungsi fisik dan sosial-ekonomi. Hal ini menunjukkan
keberadaan ekosistem lamun adalah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem
sekitarnya, bahkan sangat dipengaruhi aktifitas darat. Namun, akhir-akhir ini kondisi padang
lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Sebagai upaya konservasi dan kelestariannya dalam rangka tetap mempertahankan lingkungan
dan penggunaan yang berkelanjutan, maka dikembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan
berbagai pihak untuk membuat solusi tepat dalam mempertahankan fungsi ekologis dari
ekosistem yaitu pengelolaan pesisir secara terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).
DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan terumbu di
Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya,
Oseanografi,Geologi dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Azkab,M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di
Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
Azkab,M.H. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oseana 1: 1-16.
Nybakken,J.W. 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Gramedia, Jakarta.
PKSPL(Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan).1999. Perumusan kebijakan pengelolaan
hayati laut Sulawesi Selatan. Proyek kerjasama BAPEDAL dengan Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Raharjo,Y.1996. Community based management di wilayah pesisir. Pelatihan Perencanaan
Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian
Bogor.
Sekolah Farmasi ITB http://bahan-alam.fa.itb.ac.id

You might also like