Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Terminologi
Komisi Pemberantasan
Korupsi, atau disingkat menjadi
KPK, adalah komisi di Indonesia
yang dibentuk pada tahun 2003 untuk
mengatasi, menanggulangi dan
memberantas korupsi di Indonesia.
Komisi ini didirikan berdasarkan
kepada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Saat ini KPK
dipimpin oleh Plt Ketua Tumpak Hatorangan Panggabean.
Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur
dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
2. Latar Belakang
1|KPK
Menyadari hal tersebut, maka Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
mengamanatkan pentingnya memfungsikan lembaga-lembaga negara secara proporsional dan
tepat, sehingga penyelenggaraan negara dapat berlangsung sesuai dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketetapan MPR tersebut juga mengamanatkan bahwa
untuk menghindarkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, setiap Penyelenggara Negara
harus bersedia mengumumkan dan diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
Selanjutnya diamanatkan pula bahwa penindakan terhadap pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme
harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga.
Sebagai tindak lanjut dari TAP MPR RI No. XI/MPR/1998, maka telah disahkan dan
diundangkan beberapa peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum untuk melakukan
pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi. Upaya tersebut diawali dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Konsideran undang-undang tersebut
menjelaskan bahwa praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar-
Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dan pihak lain. Hal tersebut
dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta
membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya.
Perbaikan di bidang legislasi juga diikuti dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagai penyempurnaan atas Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK). Konsideran undang-undang tersebut secara tegas
menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam
rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pada tahun 2001, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 disempurnakan kembali dan
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Penyempurnaan ini dimaksudkan untuk
lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan
perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam
memberantas tindak pidana korupsi.
Dengan pertimbangan bahwa sampai akhir tahun 2002 pemberantasan tindak pidana
korupsi belum dapat dilaksanakan secara optimal dan lembaga pemerintah yang menangani
2|KPK
perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien, maka ditetapkan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menjadi dasar pembentukan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disingkat Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Berdasarkan Pasal 6
Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002, maka tugas dari KPK ini meliputi: melakukan
koordinasi dan supervisi terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaga-
lembaga yang berwenang, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan
monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Untuk tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sejak berdirinya sampai dengan
triwulan keempat 2007, dari 479 kasus pengaduan masyarakat dan kasus dari sumber lainnya,
KPK berhasil melakukan penyelidikan sebanyak 158 kasus. Dari 158 kasus yang diselidiki, 72
perkara ditingkatkan ke penyidikan, 60 perkara masuk ke penuntutan, 43 perkara telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan 41 diantaranya telah dieksekusi.
Untuk tugas pencegahan korupsi, dari 405.766 penyelenggara negara wajib lapor Harta
Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), 241.845 PN telah melaporkan LHKPN nya kepada
KPK. Sedangkan untuk gratifikasi, terjadi kenaikan yang cukup berarti dalam jumlah uang yang
disita dan disetor ke kas negara, yaitu dari Rp0,- pada tahun 2004, menjadi Rp2.887.784.644,-
pada akhir tahun 2007. Kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat pun terus dilakukan melalui
sosialisasi dan pendidikan anti korupsi, serta implementasi good governance.
Sedangkan untuk tugas monitoring, sejak tahun 2005 s.d 2007, telah dilakukan pengkajian
sistem administrasi pertanahan pada Badan Pertanahan nasional (BPN); pengkajian sistem
pelayanan imigrasi pada Kantor Imigrasi; pengkajian sistem administrasi impor di Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai; pengkajian sistem penempatan tenaga kerja Indonesia; dan pengkajian
sistem pelayanan perijinan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas KPK tersebut, dan mengingat
pada akhir tahun 2007 terjadi perubahan pimpinan KPK, maka KPK perlu memperbaharui
Rencana Stratejik (Renstra) sebagai pedoman bagi setiap unit organisasi di KPK untuk
melaksanakan tugasnya masing-masing.
3|KPK
Penyusunan Renstra KPK Tahun 2008-2011 menggunakan pendekatan Kartu Kinerja
Berimbang (Balanced Scorecard) yang selanjutnya disebut BSC. Pendekatan ini tidak hanya
digunakan sebagai alat pencatat kinerja, tetapi juga banyak dimanfaatkan sebagai alat yang
efektif untuk perencanaan stratejik, yaitu sebagai alat untuk menerjemahkan visi, misi, tujuan,
nilai dasar, dan strategi organisasi ke dalam rencana tindak yang komprehensif, koheren, terukur,
dan berimbang.
4|KPK
3.
BAB II
PEMBAHASAN
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi
merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh
penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah.
Sejarah KPK
Orde Lama
Kabinet Djuanda
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang
pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia
Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh
dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah
semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir
yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah
bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung
kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden.
Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan
kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
Operasi Budhi
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi
A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan
Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih
dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku
5|KPK
korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-
lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang
tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan,
menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil
menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan
dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando
Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya
serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan
bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi di masa Orde Lama pun
kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.
Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto
terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam
hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar
seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung.
Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan
Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih
dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan
tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom,
Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina,
misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi
alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib,
dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi.
Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di
kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan
korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor
di singgasana Orde Baru.begitu...............
6|KPK
Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan
mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan
baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga
Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari
anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan
dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama
dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN
melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah
lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.
Struktur Organisasi
Sesuai dengan Bab IV Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK mempunyai susunan
organisasi yang terdiri dari:
1. Pimpinan yang terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota; dan 4 (empat) orang
Wakil Ketua merangkap Anggota;
6. Sekretariat Jenderal.
Sementara struktur yang ada tetap berjalan, sambil berjalan akan dilakukan perubahan pada
unit-unit organisasi sesuai dengan hasil evaluasi terhadap proses dan hasil kinerja serta kesulitan-
kesulitan yang dialami dalam pelaksanaan tugas dan koordinasi di lapangan.
7|KPK
Struktur organisasi KPK selengkapnya sebelum dilakukan evaluasi dapat dilihat di bawah
ini.
KPK
Rencana Strategis
8|KPK
dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan, analisis kekekuatan, kelemahan, kesempatan, dan
ancaman (Strong, Weakness, Opportunity, and Threat/SWOT), perlu dilakukan. Selain itu,
analisis SWOT juga dipergunakan sebagai dasar dalam pemilihan strategi.
VISI
Visi merupakan gambaran masa depan yang hendak diwujudkan. Visi harus bersifat
praktis, realistis untuk dicapai, dan memberikan tantangan serta menumbuhkan motivasi yang
kuat bagi pegawai Komisi untuk mewujudkannya. Visi KPK adalah:
Visi tersebut mengandung pengertian yang mendalam dan menunjukkan tekad kuat dari
KPK untuk segera dapat menuntaskan segala permasalahan yang menyangkut Tindak Pidana
Korupsi.
MISI
Misi merupakan jalan pilihan untuk menuju masa depan. Sesuai dengan bidang tugas dan
kewenangan KPK, misi KPK adalah:
9|KPK
2. Menjadi Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang
Bebas dari korupsi.
Dengan misi ini diharapkan KPK menjadi pemimpin sekaligus mendorong dalam gerakan
pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal tersebut mempunyai makna bahwa KPK adalah
lembaga yang terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia serta menjalankan tugas
koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pencegahan dan
penindakan TPK.
Peran yang akan dimainkan KPK adalah pendobrak kebekuan penegakan hukum dan
pendorong pemberantasan korupsi pada umumnya.
TUJUAN
Tujuan merupakan penjabaran dari visi dan misi yang telah ditentukan dan
menggambarkan kondisi yang diinginkan pada akhir periode Renstra. Tujuan yang ingin dicapai
oleh KPK dalam periode Tahun 2008 – 2011 adalah:
Penetapan tujuan ini dilandasi oleh fakta bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia sudah
sangat meluas dan dilakukan secara sistematis dengan cakupan yang telah memasuki
10 | K P K
KEBIJAKAN
a. Menindaklanjuti MoU yang sudah dibuat antara KPK, Kejagung, dan POLRI dengan
tindakan nyata di lapangan:
• Mengadakan pertemuan rutin dengan POLRI dan Kejagung
• Mengevaluasi proses penanganan kasus yang ditangani oleh Polri dan Kejagung
11 | K P K
d. Mengambil alih penanganan kasus yang krusial atau yang tidak dapat ditangani
oleh Polri dan Kejagung.
3. Kebijakan di Pencegahan
12 | K P K
agar pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan secara independen dan
bertanggung jawab.
SASARAN
2. Pemantapan mekanisme kerja KPK, baik tata kerja internal maupun tata
hubungan kerja dengan lembaga/instansi lain
3. Pemantapan sumber daya KPK yang rasional dan memiliki integritas yang tinggi/handal
Rincian Sasaran:
1. Bidang Koordinasi:
13 | K P K
3. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi untuk menyusun strategi bersama
pemberantasan korupsi.
2. Bidang Supervisi:
3. Bidang Penindakan:
a. Melaksanakan penindakan pada korupsi strategis kerah putih dengan modus operandi
yang canggih meliputi sektor pelayanan publik, sektor pemasukan dan pengeluaran keuangan
negara, BUMN, swasta, dan proses penegakan hukum;
b. Penindakan terhadap kebocoran APBN, transaksi pencucian uang dengan fokus pada
pengembalian keuangan negara dan peningkatan kualitas hidup masyarakat;
1. Bidang Pencegahan:
14 | K P K
a. mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip tatakelola pemerintahan yang baik
meliputi perbaikan sistem anggaran, administrasi, sistem layanan masyarakat bagi sektor
publik dan swasta.
4. Bidang Monitoring:
a. melaksanakan kajian sistem administrasi negara kepada lembaga Negara/Pemerintah
secara profesional sebagai pemicu untuk dilaksanakannya reformasi birokrasi;
2. Pemantapan mekanisme kerja KPK, baik tata kerja internal maupun tata
hubungan kerja dengan lembaga/instansi lain
15 | K P K
3. Pemantapan sumber daya KPK yang rasional dan memiliki integritas yang
tinggi/handal
Sasaran Umum:
1. Menyelesaikan tunggakan perkara yang ada, baik di tingkat penyelidikan, penyidikan,
penututan, dan eksekusi.
Rincian Sasaran:
1. Bidang Penindakan: melaksanakan penindakan pada bidang strategis yang
mempunyai efek jera terhadap para penegak hukum, berdampak peningkatan efisiensi dan
transparansi pada layanan publik serta berdampak optimal pada pengembalian keuangan negara;
STRATEGI PENCAPAIAN
16 | K P K
Berdasarkan analisis SWOT, potensi peluang yang ada lebih besar dibandingkan dengan
ancaman yang dihadapi, sedangkan kekuatan yang dimiliki juga lebih besar dibandingkan
kelemahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan memperhatikan visi, misi, tujuan, dan
sasaran, grand strategy yang dikembangkan dalam rangka mencapai visi, misi, tujuan, dan
sasaran adalah sebagai berikut:
1. Pelibatan semua pihak dalam pemberantasan korupsi, dimana KPK menempatkan diri
sebagai pemicu dan pendorong dalam pemberantasan korupsi;
Implementasi Strategi
Berdasarkan perumusan strategi yang diuraikan pada Bab III dan sesuai dengan semangat
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK menetapkan 5 (lima) strategi untuk mewujudkan
Visi dan Misi serta meraih keberhasilan organisasi di masa depan. Kelima strategi tersebut
adalah: Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga penegak hukum,
Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan pemerintah provinsi/kabupaten/kota,
Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik, Strategi Penggalangan
Keikutsertaan Masyarakat, serta Strategi Pembangunan Kelembagaan.
17 | K P K
Jika dikaitkan dengan pendekatan BSC, kelima strategi tersebut dapat dipetakan sebagai
berikut:
Gambar 3.1
Peta Strategi KPK
2. Perspektif Internal;
18 | K P K
4. Perspektif Keuangan.
Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga penegak hukum,
Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga negara/pemerintah pusat dan
daerah, Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik, serta Strategi Penggalangan
Keikutsertaan Masyarakat diletakan pada perspektif pemangku kepentingan dan perspektif
internal. Sedangkan Strategi Pembangunan Kelembagaan diletakkan pada perspektif
pembelajaran & pertumbuhan serta keuangan.
Keterkaitan antara keempat perspektif dengan kelima strategi dan sasaran-sasaran stratejik
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Strategi Pencapaian: Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga
penegak hukum, Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga
negara/pemerintah pusat dan daerah, Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan
19 | K P K
publik, Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat, serta Strategi Pembangunan
Kelembagaan.
Berikut ini penjelasan hubungan antara peta strategi, sasaran stratejik dengan tolok ukur
kinerja:
1. Sasaran stratejik “berkurangnya korupsi” pada perspektif pemangku kepentingan
merupakan hasil (outcome) paling utama yang diharapkan KPK. Sasaran stratejik ini diukur
dengan menggunakan ukuran hasil indeks persepsi korupsi dari KPK dan indeks integritas
nasional. Keberhasilan sasaran stratejik ini didukung dengan keberhasilan sasaran-sasaran
stratejik dari perspektif pemangku kepentingan lainnya, yaitu: efektivitas koordinasi & supervisi
Bidang Penindakan, efektivitas koordinasi & supervisi Bidang Pencegahan, keberhasilan
penegakkan hukum kasus korupsi, kepercayaan publik terhadap KPK, terbentuknya sikap
masyarakat anti korupsi, dan percepatan reformasi layanan sektor publik.
2. Sasaran stratejik “efektivitas koordinasi dan supervisi Bidang Penindakan” pada
perspektif pemangku kepentingan merupakan salah satu sasaran stratejik hasil penjabaran tidak
langsung dari Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga penegak
hukum, untuk mendukung percepatan berkurangnya korupsi di Indonesia. Sasaran stratejik ini
diukur dengan menggunakan ukuran hasil Indeks Integritas Lembaga Penegakan Hukum &
Pengawasan. Keberhasilan sasaran stratejik ini didukung oleh keberhasilan sasaran stratejik
lainnya pada perspektif internal, yaitu: koordinasi penindakan TPK dan supervisi penindakan
TPK
3. Sasaran stratejik “Efektivitas Koordinasi & Supervisi Bidang Pencegahan” pada
perspektif pemangku kepentingan merupakan salah satu sasaran stratejik hasil penjabaran tidak
langsung dari Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga
negara/pemerintah pusat dan daerah, serta Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan
publik. Sasaran stratejik ini diukur dengan menggunakan ukuran hasil Indeks Integritas Lembaga
Negara/Pemerintah yang memberikan Layanan Publik. Keberhasilan sasaran stratejik ini
didukung oleh keberhasilan sasaran stratejik lainnya pada perspektif internal, yaitu: sistem
pelaporan kegiatan pemberantasan korupsi, koordinasi pencegahan TPK, dan supervisi instansi
pelayanan publik yang terdapat pada perspektif internal.
4. Sebagaimana halnya sasaran stratejik “efektivitas koordinasi dan supervisi Bidang
Penindakan”, sasaran stratejik “keberhasilan penegakan hukum kasus korupsi” juga merupakan
salah satu penjabaran tidak langsung dari Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi
20 | K P K
dengan lembaga penegak hukum. Sasaran stratejik ini diukur dengan menggunakan ukuran hasil
% keberhasilan penanganan perkara yang diputuskan pada tingkat Pengadilan Negeri (PN).
Keberhasilan sasaran stratejik ini ditentukan oleh keberhasilan sasaran stratejik penyelidikan,
penyidikan, penuntutan yang kuat & proaktif dan sasaran stratejik penyelamatan kerugian
keuangan negara yang terdapat pada perspektif internal.
5. Sasaran stratejik “kepercayaan publik terhadap KPK” merupakan penjabaran
tidak langsung dari keseluruhan strategi untuk mendukung percepatan berkurangnya korupsi di
Indonesia. Sasaran stratejik ini diukur dengan menggunakan ukuran hasil rata-rata peningkatan
indeks dari angka dasar tahun 2007 yang akan diperoleh melalui survey persepsi. Keberhasilan
sasaran stratejik ini ditentukan oleh keberhasilan seluruh sasaran stratejik di perspektif internal,
pembelajaran dan pertumbuhan, serta keuangan.
6. Sasaran stratejik “Terbentuknya Perilaku Masyarakat Anti Korupsi” merupakan
penjabaran tidak langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah. Sasaran stratejik ini diukur dengan menggunakan
ukuran hasil Indeks Integritas Nasional. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditentukan oleh
keberhasilan sasaran-sasaran stratejik masyarakat anti gratifikasi, transparansi PN kepada publik,
pemahaman masyarakat terhadap anti korupsi, dan studi tentang korupsi yang berada di
perspektif internal.
7. Sasaran stratejik “Percepatan Reformasi Layanan Sektor Publik” merupakan
penjabaran tidak langsung dari strategi monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik.
Sasaran stratejik ini diukur dengan menggunakan ukuran hasil Indeks Integritas Lembaga
Negara/Pemerintah yang memberikan Layanan Publik. Keberhasilan sasaran stratejik ini
ditentukan oleh keberhasilan sasaran stratejik perbaikan sistem pengelolaan administrasi
lembaga dan pemerintah pada perspektif internal.
PERSPEKTIF INTERNAL
Strategi Pencapaian: Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga
negara/pemerintah pusat dan daerah, Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga penegak hukum, Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik, serta
Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat.
1. 1) Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga
negara/pemerintah pusat dan daerah
21 | K P K
Berikut ini penjelasan hubungan antara peta strategi, sasaran stratejik dengan tolok ukur
kinerja:
1. Sasaran stratejik “Terselenggaranya Koordinasi Pencegahan TPK” pada
perspektif internal merupakan penjabaran langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta
supervisi dengan lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah. Sasaran stratejik ini diukur
dengan menggunakan ukuran hasil % peningkatan jumlah wilayah percontohan pelaksanaan
Perbaikan layanan publik. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh efektifnya kegiatan
bimbingan teknis tentang tata kelola pemerintahan yang baik kepada pemerintah di daerah.
22 | K P K
3. Sasaran stratejik “Supervisi Instansi Pelayanan Publik” pada perspektif internal
merupakan penjabaran langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah. Sasaran stratejik ini diukur dengan menggunakan
ukuran hasil % daerah percontohan yang melaksanakan perbaikan layanan publik yang
disupervisi. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh sasaran stratejik koordinasi
pencegahan TPK dan perbaikan sistem pengelolaan administrasi lembaga & pemerintah, serta
efektifnya kegiatan bimbingan teknis tentang tata kelola pemerintahan yang baik kepada
pemerintah di daerah.
4. Sasaran stratejik “Masyarakat Anti Gratifikasi” pada perspektif internal
merupakan penjabaran langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil
Indeks Penyuapan Nasional (National Bribery Index). Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang
oleh keberhasilan kegiatan-kegiatan pelaporan gratifikasi dan sosialisasi gratifikasi.
5. Sasaran stratejik “Terbangunnya Transparansi PN Kepada Publik” pada
Perspektif Internal merupakan penjabaran langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta
supervisi dengan lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah. Sasaran stratejik ini diukur
dengan ukuran hasil % jumlah PN yang melaporkan LHKPN dengan benar. Keberhasilan
sasaran stratejik ini ditopang oleh pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis
pengisian LHKPN serta proses pendaftaran dan pengelolaan LHKPN yang didukung dengan
pemeriksaan LHKPN.
6. Sasaran stratejik “tersedianya informasi PN yang handal” pada perspektif internal
merupakan penjabaran langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah. Keberhasilan sasaran stratejik ini diukur dengan
ukuran hasil % Peningkatan jumlah dan kualitas informasi LHKPN yang dapat digunakan pihak
internal dan eksternal. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh pelaksanaan kegiatan
sosialisasi dan bimbingan teknis pengisian LHKPN serta proses pendaftaran dan pengelolaan
LHKPN yang didukung dengan pemeriksaan LHKPN.
7. Sasaran stratejik “Pemahaman Masyarakat Terhadap Anti Korupsi” pada
perspektif internal merupakan penjabaran langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta
supervisi dengan lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah. Sasaran stratejik ini diukur
dengan % peningkatan Indeks survei pemahaman masyarakat terhadap TPK. Keberhasilan
23 | K P K
sasaran stratejik ini ditopang oleh kegiatan-kegiatan pendidikan, kampanye, dan sosialisasi anti
korupsi.
8. Sasaran stratejik “Studi Tentang Korupsi” pada perspektif internal merupakan
penjabaran langsung dari strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga
negara/pemerintah pusat dan daerah. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil %
peningkatan jumlah rekomendasi hasil studi yang di gunakan dalam kebijakan pemberantasan
korupsi. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh efektivitas perencanaan dan diseminasi
hasil studi.
24 | K P K
Berikut ini penjelasan hubungan antara peta strategi, sasaran stratejik dengan tolok ukur
kinerja:
1. Sasaran stratejik “Koordinasi Penindakan TPK” pada perspektif internal
merupakan penjabaran langsung dari strategi penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga penegak hukum. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil % peningkatan jumlah
penerimaan SPDP. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh keberhasilan sasaran stratejik
penyelidikan, penyidikan, penuntutan yang kuat & proaktif.
25 | K P K
4. Sasaran stratejik “Penyelamatan Kerugian Keuangan Negara” pada perspektif
internal merupakan penjabaran langsung dari strategi penindakan dan koordinasi serta supervisi
dengan lembaga penegak hukum. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil % peningkatan
jumlah kerugian keuangan negara yang disetor ke kas negara (dari hasil penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan). Keberhasilan sasaran stratejik ini didukung oleh keberhasilan
sasaran stratejik penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang kuat dan proaktif serta sasaran
stratejik dukungan informasi dan data.
5. Sasaran stratejik “Pemeriksaan LHKPN yang Efektif” pada perspektif internal
merupakan penjabaran langsung dari strategi penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga penegak hukum. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil % peningkatan jumlah
hasil pemeriksaan LHKPN yang dapat dilimpahkan ke direktorat penyelidikan, gratifikasi, dan
instansi lain. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh kegiatan-kegiatan analisis LHKPN
PN, pemeriksaan substantif, dan pemeriksaan khusus.
6. Sasaran stratejik “Pemeriksaan Pengaduan Mayarakat yang Efektif” pada
perspektif internal merupakan penjabaran langsung dari strategi penindakan dan koordinasi serta
supervisi dengan lembaga penegak hukum. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil %
peningkatan jumlah hasil pemeriksaan Direktorat Dumas yang dapat dilimpahkan ke Direktorat
Penyelidikan. Keberhasilan sasaran stratejik ini dipengaruhi oleh keberhasilan sasaran stratejik
tersedianya informasi Penyelenggara Negara yang handal dan kegiatan-kegiatan koordinasi
penanganan pengaduan masyarakat dengan instansi berwenang, penanganan pengaduan
masyarakat, serta pengumpulan bahan keterangan dan pembangunan kasus dari pengaduan
masyarakat.
7. Sasaran stratejik “Pemeriksaan Gratifikasi yang Efektif” pada perspektif internal
merupakan penjabaran langsung dari strategi penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga penegak hukum. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil % peningkatan jumlah
hasil pemeriksaan Gratifikasi yang dapat dilimpahkan ke Direktorat Penyelidikan. Keberhasilan
sasaran stratejik ini ditopang oleh kegiatan-kegiatan analisis LHKPN tentang penerimaan hibah,
Pengaduan Masyarakat tentang penerimaan gratifikasi, dan pengumpulan bahan keterangan
tentang gratifikasi.
8. Sasaran stratejik “Dukungan Informasi dan Data” pada perspektif internal
merupakan penjabaran langsung dari strategi penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan
lembaga penegak hukum. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil indeks kepuasan
26 | K P K
pengguna. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh kegiatan intelijen, kehandalan TI,
terjaminnya keamanan TI, kegiatan asset tracing, dan kegiatan proaktif investigasi.
3) Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik
Berikut ini penjelasan hubungan antara peta strategi, sasaran stratejik dengan tolok ukur
kinerja:
1. Sasaran stratejik “Perbaikan, Sistem Pengelolaan Administrasi Lembaga Negara
dan Pemerintah” pada perspektif internal merupakan pelaksanaan fungsi monitoring dan
penjabaran langsung dari strategi monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik. Sasaran
stratejik ini diukur dengan ukuran hasil % rekomendasi yang dilaksanakan instansi pemerintah
yang dilakukan pengkajian. Keberhasilan sasaran stratejik ini didukung oleh terlaksananya studi
tentang korupsi, kegiatan pengkajian sistem, pengkajian literatur, pengkajian kasus dan kegiatan
pemicu percepatan reformasi birokrasi
4) Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat
Berikut ini penjelasan hubungan antara peta strategi, sasaran stratejik dengan tolok ukur
kinerja:
1. Sasaran stratejik “Kerjasama Daerah, Nasional & Internasional” pada perspektif
internal merupakan penjabaran langsung dari strategi penggalangan keikutsertaan masyarakat.
Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil % informasi yang diterima dari pihak partner
kerjasama dalam merespon permintaan KPK. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh
kegiatan pembinaan jaringan daerah, nasional dan internasional.
27 | K P K
2. Sasaran stratejik “Citra Lembaga yang Baik di Mata Media” pada perspektif
internal merupakan penjabaran langsung dari strategi penggalangan keikutsertaan masyarakat.
Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil Indeks kepuasan media atas layanan kehumasan
KPK. Keberhasilan sasaran stratejik ini ditopang oleh kegiatan-kegiatan pengelolaan dan
penyebaran informasi.
28 | K P K
PERSPEKTIF PEMBELAJARAN & PERTUMBUHAN
Strategi Pencapaian: Strategi Pembangunan Kelembagaan
Berikut ini penjelasan hubungan antara peta strategi, sasaran stratejik dengan tolok ukur
kinerja:
1. Sasaran stratejik “Tersedianya Fasilitas” pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
merupakan penjabaran langsung dari strategi pembangunan kelembagaan yang akan
mempengaruhi keberhasilan capaian sasaran stratejik organisasi pada perspektif internal. Sasaran
stratejik ini diukur dengan ukuran hasil indeks kepuasan layanan internal dan % tingkat
pemenuhan kebutuhan. Kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi keberhasilan capaian sasaran ini
adalah pengelolaan aset internal, pelayanan gedung, pengadaan barang/jasa, dan layanan internal.
29 | K P K
3. Sasaran stratejik “Produktifitas SDM yang Tinggi” pada perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran merupakan penjabaran langsung dari strategi pembangunan kelembagaan yang
akan mempengaruhi keberhasilan capaian sasaran stratejik organisasi pada perspektif internal.
Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil Rasio pegawai yang memiliki penilaian kinerja
A, B, dan C/D/E serta indeks kepuasan pegawai melalui hasil survei kepuasan pegawai terhadap
Service Level Agreement dan sistem kepegawaian. Kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi
keberhasilan capaian sasaran ini adalah:
1) Ketersediaan Pegawai baik dari sisi kualitas dan kuantitas melalui tingkat persentase
pemenuhan pegawai terhadap formasi jabatan yang tersedia
30 | K P K
PERSPEKTIF KEUANGAN
Strategi Pencapaian: Strategi Pembangunan Kelembagaan
Berikut ini penjelasan hubungan antara peta strategi, sasaran stratejik dengan tolok ukur
kinerja:
1. Sasaran stratejik “Tersedianya Anggaran” pada perspektif keuangan merupakan
penjabaran langsung dari strategi pembangunan kelembagaan yang akan mempengaruhi
keberhasilan capaian sasaran stratejik organisasi pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
dan internal. Sasaran stratejik ini diukur dengan ukuran hasil tingkat perolehan anggaran.
Keberhasilan pencapaian sasaran stratejik ini didukung oleh akurasi perencanaan anggaran yang
melibatkan partisipasi aktif seluruh unit organisasi dan tingkat penyerapan anggaran pada tahun
anggaran sebelumnya.
31 | K P K
Profil Pimpinan
32 | K P K
2007 - 2011
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas
dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
33 | K P K
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia
KPK
2008
• 16 Januari Mantan Kapolri Rusdihardjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua. Terlibat
kasus dugaan korupsi pada pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat
sebagai Duta Besar RI di Malaysia. Dugan kerugian negara yang diakibatkan Rusdihardjo
sebesar 6.150.051 ringgit Malaysia atau sekitar Rp15 miliar. Rusdiharjo telah di vonis
pengadilan Tipikor selama 2 tahun.
• 14 Februari Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong di Rutan Polda Metro Jaya dan Rusli
Simanjuntak ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua. Kedua petinggi BI ini ditetapkan
tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar. Mantan Direktur Hukum
BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro BI Rusli Simanjuntak yang masing-masing
empat tahun penjara.
• 10 April Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah ditahan di Rutan Mabes
Polri. Burhanuddin diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar.
Burhanuddin sudah di vonis pengadilan tipikor lima tahun penjara,
• 27 November Aulia Pohan, besan Presiden SBY. Dia bersama tersangka lain, Maman
Sumantri mendekam di ruang tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok,
Jawa Barat. Sementara Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin dititipkan oleh KPK di
tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Mereka diduga terlibat dalam pengucuran
dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.
• 2 Maret Jaksa Urip Tri Gunawan ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua dan Arthalita
Suryani ditahan di Rutan Pondok Bambu. Jaksa Urip tertangkap tangan menerima
610.000 dolar AS dari Arthalita Suryani di rumah obligor BLBI Syamsul Nursalim di
kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Urip di vonis ditingkat pengadilan Tipikor dan
diperkuat ditingkat kasasi di Mahkamah Agung selama 20 tahun penjara. Sedangkan
Arthalita di vonis di Tipikor selama 5 tahun penjara.
34 | K P K
• 12 Maret Pimpro Pengembangan Pelatihan dan Pengadaan alat pelatihan Depnakertrans
Taswin Zein ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Taswin diduga terlibat dalam kasus
penggelembungan Anggaran Biaya Tambahan (ABT) Depnakertrans tahun 2004 sebesar
Rp 15 miliar dan Anggaran Daftar Isian sebesar Rp 35 miliar. Taswin telah di vonis
Pengadilan Tipikor selama 4 tahun penjara.
• 20 Maret Mantan Gubernur Riau Saleh Djasit (1998-2004) ditahan sejak 20 Maret 2008
di rutan Polda Metro Jaya. Saleh yang juga anggota DPR RI (Partai Golkar) ditetapkan
sebagai tersangka sejak November 2007 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 20 unit
mobil pemadam kebakaran senilai Rp 15 miliar. Saleh Djasit telah di vonis Pengadilan
Tipikor selama 4 tahun penjara.
• 10 November Mantan gubernur Jawa Barat Danny Setiawan dan Dirjen Otonomi Daerah
Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi ditetapkan sebagai tersangka
dalam kasus Damkar ditahan di rutan Bareskrim Mabes Polri. KPK juga menahan mantan
Kepala Biro Pengendalian Program Pemprov Jabar Ijudin Budhyana dan mantan kepala
perlengkapan Wahyu Kurnia. Ijudin saat ini masih menjabat sebagai Kepala Dinas
Pariwisata Jabar. Selain itu KPK telah menahan Ismed Rusdani pada Rabu (12/12/08).
Ismed yang menjabat staf biro keuangan di lingkungan Pemprov Kalimantan Timur
ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Damkar juga menyeret Ketua Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Kota Depok Yusuf juga ditetapkan sebagai tersangka pada Senin 22
September 2008
• 9 April Anggota DPR RI (PPP) Al Amin Nur Nasution dan Sekda Kabupaten Bintan
Azirwan ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, Sekda Bintan Azirwan ditahan di Rutan
Polres Jakarta Selatan. Al Amin tertangkap tangan menerima suap dari Azirwan. Saat
tertangkap ditemukan Rp 71juta dan 33.000 dolar Singapura. Mereka ditangkap bersama
tiga orang lainnya di Hotel Ritz Carlton.
• 17 April Anggota DPR RI (Partai Golkar) Hamka Yamdhu dan mantan Anggota DPR RI
(Partai Golkar) Anthony Zeidra Abidin. Anthony Z Abidin yang juga menjabat Wakil
Gubernur Jambi ditahan di Polres Jakarta Timur, Hamka Yamdhu ditahan di Rutan Polres
Jakarta Barat. Hamda dan Anthony Z Abidin diduga menerima Rp 31,5 miliar dari Bank
Indonesia.
35 | K P K
2006
Desember
Desember 2008, menahan BUPATI Garut 2004-2009 Letkol.(Purn) H. Agus Supriadi SH, yang
tersangkut penyelewangan dana bantuan bencana alam sebesar 10 milyar negara
dirugikan,Bupati Agus dikenakan hukuman 15 tahun penjara dan denda 300 juta.
November
• 30 November - Jaksa KPK Tuntut Mulyana W. Kusumah 18 Bulan dalam kasus dugaan
korupsi pengadaan kotak suara Pemilihan Umum 2004. Tempo Interaktif
September
36 | K P K
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dianggarkan pada 2003-2004. Tempo
Interaktif
Juni
• 19 Juni - Menahan Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna A.F. setelah diperiksa KPK
dalam kasus ijin pelepasan kawasan hutan seluas 147 ribu hektare untuk perkebunan
kelapa sawit tanpa jaminan, dimana negara dirugikan tak kurang dari Rp 440 miliar.
Tempo Interaktif
2005
• Kasus penyuapan anggota KPU, Mulyana W. Kusumah kepada tim audit BPK (2005)
• Kasus korupsi di KPU, dengan tersangka Nazaruddin Sjamsuddin, Safder Yusacc dan
Hamdani Amin (2005)
• Kasus penyuapan panitera PT Jakarta oleh kuasa hukum Abdullah Puteh, dengan
tersangka Teuku Syaifuddin Popon, Syamsu Rizal Ramadhan, dan M. Soleh. (2005)
• Dugaan korupsi perugian negara sebesar 32 miliar rupiah dengan tersangka Theo
Toemion (2005)
2004
• Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik
Pemda NAD (2004). Sedang berjalan, dengan tersangka Ir. H. Abdullah Puteh.
• Dugaan korupsi dalam pengadaan Buku dan Bacaan SD, SLTP, yang dibiayai oleh Bank
Dunia (2004)
• Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
(2004)
• Dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Kepala Bagian Keuangan Dirjen Perhubungan Laut
dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan negara Rp10 milyar lebih. (2004).
Sedang berjalan, dengan tersangka tersangka Drs. Muhammad Harun Let Let dkk.
37 | K P K
• Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari
BI kepada PT Texmaco Group melalui Bank BNI (2004)
• Dugaan telah terjadinya TPK atas penjualan aset kredit PT PPSU oleh BPPN. (2004)
38 | K P K
BAB III
KESIMPULAN
Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan komisi khusus yang dasar pendiriannya diatur
dalam pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
VISI
MISI
2. Menjadi Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari
korupsi.
TUJUAN
39 | K P K
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pemantauperadilan.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi
http://agusthutabarat.wordpress.com/2009/01/06/peran-kpk-dalam-pemberantasan-
korupsi-di-indonesia/
http://kpk.go.id/
http://tunas63.wordpress.com/2009/10/07/fungsi-dan-tugas-kpk/
http://www.facebook.com/pages/KPK-Komisi-Pemberantasan-
Korupsi/56763136612
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Jln. HR Rasuna Said Kav C-1 Jakarta 12920
Telp: (021) 2557 8300
www.kpk.go.id
Pengaduan Dugaan Tindak Pidana Korupsi:
Direktorat Pengaduan Masyarakat PO BOX 575 Jakarta 10120
Telp: (021) 2557 8389
Faks: (021) 5289 2454
SMS: 08558 575 575
Email: pengaduan@kpk.go.id
Informasi LHKPN:
Telp: (021) 2557 8396
Email :informasi.lhkpn@kpk.go.id
Informasi Gratifikasi:
Telp: (021) 2557 8440
Hubungan Masyarakat:
Telp: (021) 2557 8498
Faks: (021) 5290 5592
Email: informasi@kpk.go.id
40 | K P K