You are on page 1of 12

PENGEMBANGAN DAN PERENCANAAN KURIKULUM

1. Pengertian Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup:
perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal
membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil
tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta
didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar
hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan,
dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya
melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya
melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur
– unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH.
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai
tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi.
(Badan Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes
dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).1

Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar
pengertian kurikulum yaitu:

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2. Landasan Pengembangan Kurikulum


Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran

1
dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada
landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan
sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Pengebangan kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Filsafat dan tujuan pendidikan


Filsafat pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan
cita-cita tersebut terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan anak. Dengan
kata lain, filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat. Filsafat
pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip
pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Filsafat
pendidikan dipengeruhi oleh dua hal pokok, yakni (1). Cita-cita masyarakat, dan (2).
Kebutuhan peserta didik yang hidup di masyarakat.

Nilai-nilai filsafat pendidikan harus dilaksanakan dalam perilaku sehari-hari. Hal


ini menunjukkan pentingnya filsafat pendidikan sebagai landasan dalam rangka
pengembangan kurikulum.

Filsafat pendidikan sebagai sumber tujuan. Filsafat pendidikan mengandung nilai-


nilai atau perbuatan seseorang atau masyarakat. Dalam filsafat pendidikan terkandung
cita-cita tentang model manusia yang diharapakan sesuai dengan nilai-nilai yang
disetujui oleh individu dan masyarakat. Karena itu, filsafat pendidikan harus
dirumuskan berdasarkan kriteria yang bersifat umum dan obyektif. Hopkin dalam
bukunya Interaction The democratic Process, mengemukakan kriteria antara lain:

1) Kejelasan, filsafat/keyakinan harus jelas dan tidak boleh meragukan.


2) Konsisten dengan kenyataan, berdasarkan penyelidikan yang akurat.
3) Konsisten dengan pengalaman, yang sesuai dengan kehidupan individu.
b. Sosial budaya dan agama yang berlaku di masyarakat
Keadaan sosial budaya dan agama tidaklah terlepas dari kehidupan kita.
Keadaan sosial budayalah yang sangat berpengaruh pada diri manusia, khususnya
sebagai peserta didik. Sikap atau tingkah laku seseorang sebagian besar dipengaruhi
oleh interaksi sosial yang membuat sseeorang untuk bertingkah laku yang sesuai
dengan kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar. Agama yang membatasi tingkah
laku kita juga sangat besar pengaruhnya dalam membuat suatu kurikulum.
c. Perkembangan Peserta didik yang menunjuk pada karateristik perkembangannya
Setiap peserta didik pasti mempunyai karateristik yang berbeda. Dengan
keadaan peserta didik yang memiliki perbedaan dalam hal kemampuan beradaptasi
atau dalan hal perkembangan, tentunya juga ikut ambil bagian dalam melandasi
terwujudnya kurikulum yang sesuai dengan harapan. Kurikulum akan dibuat
sedemikian rupa untuk mengimbangi perkembangan peserta didiknya.
d. Kedaaan lingkungan
Dalam arti yang luas, lingkungan merupakan suatu sistem yang disebut
ekosistem, yang meliputi keseluruhan faktor lingkungan, yang tertuju pada
peningkatan mutu kehidupan di atas bumi ini. Faktor-faktor dalam ekosistem itu,
meliputi:

1) Lingkungan manusiawi/interpersonal
2) Lingkungan sosial budaya/kultural
3) Lingkungan biologis, yang meliputi flora dan fauna
4) Lingkungan geografis, seperti bumi, air, dan sebagainya.
Masing-masing faktor lingkungan memiliki sumber daya yang dapat digunakan
sebagai modal atau kekuatan yang mempengaruhi pembangunan. Lingkungan
manusiawi merupakan sumber daya menusia (SDM), baik dalam jumlah maupun
dalam mutunya. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya alam (SDA).
Jadi ada tiga sumber daya alam (SDA). Jadi ada tiga sumber daya yang terkait erat
dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

e. Kebutuhan Pembangunan
Tujuan pokok pembangunan adalah untuk menumbuhkan sikap dan tekad
kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir batin yang
lebih selaras, adil dan merata. Keberhasilan pembangunan ditandai oleh terciptanya
suatu masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, maka dilaksanakan proses


pembangunan yang titik beratnya terletak pada pembangunan ekonomi yang seiring
dan didukung oleh pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, serta
upaya-upaya pembangunan di sektor lainnya. Hal ini menunjuk pada kebutuhan
pembangunan sesuai dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yang
bidang-bidang industri, pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi,
pertambangan, kehutanan, usaha nasional, pariwisata, pos dan telekomunikasi,
koperasi, pembangunan daerah, kelautan, kedirgantaraan, keuangan, transmigrasi,
energi dan lingkungan hidup (GBHN, 1993).

Gambaran tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut di atas sekaligus


menggambarkan kebutuhan pembangunan secara kesuluruhan. Hal mana
memberikan implikasi tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan
kata lain, penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikandan
diarahkan pada upaya –upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencakup
pembangunan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.
Penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan keilmuan dan keahlian, yang
bersifat mendukung ketercapaian cita-cita nasional, yakni suatu masyarakat yang
maju, mandiri, dan sejahtera.

f. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi


Pembangunan didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
dalam rangka mempercepat terwujudnya ketangguhan dan keunggulan bangsa.
Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksudkan untuk memacu pembangunan
menuju terwujudnya masyarakat mandiri, maju dan sejahtera. Untuk mencapai
tujuan dan kemampuan-kemampuan tersebut, maka ada tiga hal yang dijadikan
sebagai dasar, yakni:

1) Pembangunan iptek harus berada dalam keseimbangan yang dinamis dan


efektif dengan pembinaan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan
prasarana iptek, pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta rekayasa dan
produksi barang dan jasa.
2) Pembangunan iptek tertuju pada peningkatan kualitas, yakni untuk
meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
3) Pembangunan iptek harus selaras (relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai
luhur budaya bangsa, kondisi sosial budaya, dan lingkungan hidup.
4) Pembangunan iptek harus berpijak pada upaya peningkatan produktivitas,
efisiensi dan efektivitas penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5) Pembangunan iptek berdasarkan pada asas pemanfaatannya yang dapat
memberikan pemecahan masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan pengembangan ilmupengetahuan dan tekhnologi
dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni:

1) Pemerintah, yang mengembangkan dan memanfaatkan iptek untuk


menunjang pembangunan dalam segala bidang.
2) Masyarakat, yang memanfaatkan iptek itu untuk pengembangan masyarakat
dan mengembangkannya secara swadaya.
3) Akademisis terutama di lingkungan perguruan tinggi, mengembangkan iptek
untuk disumbangkan kepada pembangunan.
4) Pengusaha, untuk kepentingan meningkatan produktivitas.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4)
ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara
ringkas keempat landasan tersebut.

1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya
seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti :
perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.
Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah
ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.

a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan,


kebenaran dan keindahan dari warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-
hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut,
kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya
dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi
anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya
dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi
pada masa lalu.
c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai
sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahamu kehidupan
seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana
saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani
perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan
proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta
didik aktif.
e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran
progresivisme. Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat
ditekankan. Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada
progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa
berfikir kritis , memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dan proses.

2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua
bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.

3. Landasan Sosial-Budaya
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.
Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang


menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri


yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu
aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara
berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat
bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui


pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban
sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian,
kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan
berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam
konteks lokal, nasional maupun global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi


Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat.
Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan
kedepannya akan terus semakin berkembang.

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan


sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap
mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam
bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo
berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil
menginjakkan kaki di Bulan.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa
terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran
manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara
kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi
dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu
dan antisipatif terhadap ketidakpastian.

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam


bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.

3. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada


dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah
berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip
baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat
mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang
digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-
prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas,
kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan
tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan
dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan
alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep
Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum,
yaitu :

a) Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara


komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan
dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan
perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

b) Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang


dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang
peserta didik.

c) Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara


vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam
tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan
jenis pekerjaan.

d) Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat


mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal,
cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

e) Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum


mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun
kuantitas.

D. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum

Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran


(instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection of
learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of
learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating).

Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)

Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang
harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa
(source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap
kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan
memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan
lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of
learning) dan psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap terakhir adalah
merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD).

Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar ( selection of


learning experiences)

Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan


kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar
(psychology of learning). Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami
atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity
menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku
aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan
oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga
memperhatikan psikologi belajar.

Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut
adalah pertama, pengalaman belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan
dicapai, kedua, pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari
pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil, ketiga, reaksi
yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk mengalaminya
(terlibat), keempat, pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang sama, dan kelima, pengalaman belajar yang sama akan
memberikan berbagai macam keluaran (outcomes).

1. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning


experiences)

2. Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik


untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal
penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang
pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan masyarakat.
Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan
waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan
keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.

3. Jenis Pengorganisasian Kurikulum

4. Pengorganisasian kurikulum terdiri atas beberapa jenis, yakni: (1) Kurikulum


berdasarkan mata pelajaran (Subject curriculum) yang mencakup mata pelajaran
terpisah-pisah (separate subject curriculum), dan mata pelajaran gabungan
(correlated curriculum). (2) Kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang
berdasarkan fungsi sosial, masalah, minat, dan kebutuhan, berdasarkan pangalaman
anak didik, dan (3) berdasarkan kurikulum inti (core curriculum).

5. Tujuan dari kurikulum ini untuk mempermudah anak didik mengenal hasil
kebudayaan dan pengetahuan umat manusia tanpa perlu mencari dan menemukan
kembali dari apa yang diperoleh generasi sebelumnya. Sehingga anak didik dapat
membekali diri dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki dan telah tersusun secara logis dan sistematis tidak
hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi juga untuk untuk memperoleh cara-
cara berpikir disiplin tertentu.

6. Keuntungan kurikulum ini, antara lain: (1) memberikan pengetahuan berupa hasil
pengalaman generasi masa lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan
pengalaman seseorang. (2) mempunyai organisasi yang mudah strukturnya. (3)
mudah dievaluasi terutama saat ujian nasional akan mempermudah penilaian. (4)
merupakan tuntutan dari perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. (5)
memperoleh respon positif karena mudah dipahami oleh guru, orangtua, dan siswa.
(6) mengandung logika sesuai dengan disiplin ilmu nya. Kelemahan kurikulum
berdasarkan mata pelajaran antara lain: terlalu fragmentasi, mengabaikan bakat dan
minat siswa, penyusunan kurikulumnya menjadi tidak efisien, dan mengabaikan
masalah sosial.

7. Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum mata pelajaran. Agar pengetahuan


anak tidak terlepas-lepas maka perlu diusahakan hubungan antara dua matapelajaran
atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok namun masih mempunyai
hubungan yang erat. Sebagai contoh, saat mengajarkan sejarah ada beberapa mata
pelajaran yang berkaitan seperti geografi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan
psikologi. Dan mata pelajaran yang digabungkan tersebut menjadi ‘broad field’.
Namun demikian tidak bisa mengenyampingkan tujuan instruksionalnya atau yang
sekarang lebih dikenal dengan kompetensi dasar, prinsip-prinsip umum yang
mendasari, teori atau masalah di sekitar yang dapat mewujudkan gabungan itu
secara wajar. Dengan menggunakan kurikulum gabungan diharapkan akan
mencegah penguasaan bahan yang terlalu banyak sehingga akan menjadi dangkal
dan lepas-lepas sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan dan tidak
fungsional. Pada praktiknya kurikulum gabungan ini kurang dipahami para guru
sehingga walaupun namanya ‘broad-field’ pada hakikatnya tetap separate subject-
centered.

8. Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran.


Integrasi ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang
memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran
dapat difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara
mata pelajaran dapat ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih
banyak pada kerja kelompok dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan
sebagai nara sumber, memperhatikan perbedaan individual, serta melibatkan para
siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain memperoleh sejumlah pengetahuan
secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada proses belajarnya. Kurikulum
ini fleksibel, artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dengan siswa yang
lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua, dan siswa.

9. Munculnya kurikulum inti ini adalah atas dasar pemikiran bahwa pendidikan
memberikan tekanan kepada dua aspek yang berbeda, yakni: (1) adanya reaksi
terhadap mata pelajaran teori yang bercerai-berai yang mengakumulasi bahan dan
pengetahuan. (2) Adanya perubahan konsep tentang peranan sosial pendidikan di
sekolah.

10. Dengan demikian, kurikulum inti memberikan tekanan pada keperluan sosial yang
berbeda terutama pada persoalan dan fungsi sosial. Sehingga konsep kurikulum inti
bersifat ‘society centered’, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) penekanan pada
nilai-nilai sosial, (2) struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial dan per-
kehidupan sosial, (3) pelajaran umum diperuntukkan bagi semua siswa, (4) aktivitas
direncanakan oleh guru dengan siswa secara kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/prinsip-pengembangan-
kurikulum/

http://pustaka.ut.ac.id/puslata/index.php?menu=collection_detail&ID=19242

You might also like