You are on page 1of 21

Tugas Ekonomi Industri

STRATEGI INDUSTRIALISASI INDONESIA

Dosen pengampu:
Dr. Muazza, M.Pd

Disusun oleh:
Mister Candera
Lulus Yuni Tika R
Maemunah
Syahidah Rahmah

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2010
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan

Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya


perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan dan
cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil
manufaktur di dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung
berkompetisi dengan produk luar, dunia usaha pun harus menerima
kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan
cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk,
serta semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses
pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus
dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap
kebijakan yang akan dikeluarkan, sekaligus merupakan paradigma baru
yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses
industrialisasi negaranya.

Atas dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan


industri Indonesia harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi
dunia dan mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan
yang cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi
semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri pada masa
depan adalah membangun daya saing sektor industri yang berkelanjutan di
pasar domestik.
Dalam situasi yang seperti itu, maka untuk mempercepat proses
industrialisasi, menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi
dan liberalisasi ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa
yang akan datang, pembangunan industri nasional memerlukan arahan dan
kebijakan yang jelas. Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan,
kemana dan seperti apa bangun industri Indonesia dalam jangka menengah,
maupun jangka panjang

(http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=215&Itemid=76)

Dari berbagai permasalahan yang telah dijelaskan di atas penulis


menarik sebuah judul yaitu “Strategi Industrialisasi Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu strategi seperti
apa yang perlu dilakukan dalam mengahadapi berbagai tantangan dan
persaingan global dalam kaitannya dengan industrialisasi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:

• memenuhi persyaratan dalam mata kuliah ekonomi industri yaitu


tugas kelompok
• agar mahasiswa dapat mengetahui strategi-strategi dalam
menghadapi berbagai persaingan dibidang industri
• agar mahasiswa dapat menjadikan pelajaran yang tersirat dalam
makalah ini sebagai sebuah acuan dalam menghadapi tantangan
industri global

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu:
• Terpenuhinya persyaratan mata kuliah ekonomi industri yaitu tugas
kelompok
• Mahasiswa dapat mengetahui berbagai strategi dalam menghadapi
tantangan dan persaingan industri global
• Mahasiswa mendapat suatu pelajaran yang dapat dijadikan suatu
acuan dalam menghadapi berbagai tantangan dan persaingan industri
global

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Industrialisasi Berbasis Pertanian

Tidak dapat diingkari bahwa krisis ekonomi yang dialami Indonesia selama
periode 1997-1999, salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan strategi
industrialisasi selama pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada sektor yang
mana Indonesia mamiliki keunggulan komparatif yang sangat besar, yaitu pertanian.
Selama krisis terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu memiliki laju pertumbuhan
yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil. Sedangkan sektor industri
manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu digit.

Ada beberapa alasan kenapa pembangunan sektor pertanian yang kuat esensial
dalam proses industrialisasi di Negara seperti Indonesia, yakni sebagai berikut:

1. Sektor pertanian yang kuat, berarti ketahanan pangan terjamin. Hal ini
merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya
dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik.
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat
membuat tingkat pendapatan riil perkapita di sektor tersebut tinggi.
3. Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah sumber input
bagi sektor industri manufaktur yang mana Indonesia memiliki keunggulan
komparatif. Dalam perkataan lain, lewat keterkaitan produksi, pertumbuhan
produktivitas atau output di sektor pertanian bisa menjadi sumber pertumbuhan
output di sektor industri manufaktur.

2.2 Tantangan yang Dihadapi Sektor Industri

Tantangan utama yang dihadapi oleh industri nasional saat ini adalah
kecenderungan penurunan daya saing industri di pasar internasional. Penyebabnya
antara lain adalah meningkatnya biaya energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan
serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan berikutnya adalah kelemahan
struktural sektor industri itu sendiri, seperti masih lemahnya keterkaitan antar industri,
baik antara industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil
menengah, belum terbangunnya struktur klaster (industrial cluster) yang saling
mendukung, adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di
dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan
ekonomi antar daerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi tertentu.

Sementara itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi industri masih rata-rata di


bawah 70 persen, dan ditambah dengan masih tingginya impor bahan baku, maka
kemampuan sektor industri dalam upaya penyerapan tenaga kerja masih terbatas.

Di sisi lain, industri kecil dan menengah (IKM) yang memiliki potensi tinggi
dalam penyerapan tenaga kerja ternyata masih memiliki berbagai keterbatasan yang
masih belum dapat diatasi dengan tuntas sampai saat ini. Permasalahan utama yang
dihadapi oleh IKM adalah sulitnya mendapatkan akses permodalan, keterbatasan
sumber daya manusia yang siap, kurang dalam kemampuan manajemen dan bisnis, serta
terbatasnya kemampuan akses informasi untuk membaca peluang pasar serta mensiasati
perubahan pasar yang cepat.

Strategi Industri: Dari Substitusi Impor Ke Substitusi Ekspor

a. strategi inward vs outward-looking


sejarah perdagangan mencatat beragamnya strategi kebijakan yang di anut
masing-masing Negara. Ada yang berusaha memacu pembangunan ekonomi melalui
espansi perdagangan internasional dan sekaligus membuka pintu lebar-lebar terhadap
investasi asing, bantuan luar negeri dan imigrasi.di lain pihak, tak sedikit negara
membangun perekonomiannya dengan menerapkan strategi industrialisasi substitusi
impor dan menggunakan perencanaan ekonomi sebagai prisain untuk menangkis
pengaruh eksternal yang dianggap mengganggu dan tidak dikehendaki.

Perbedaan strategi outward vs inward- looking.

Strategi outward-looking

1. perdagangan bebas dan kebijakan ekspansi ekspor


2. kebijakan ekonomi tipe terbuka
3. kebijakan pintu terbuka terhadap bantuan luar negeri ke sektor pemerintah
4. kebijkan pintu terbuka terhadap PMA
5. kebijakan pintu terbuka terhadap imigrasi

Strategi inward-looking

1. kebijakan proteksionis dan substitusi impor


2. kebijakan ekonomi dalam negeri tipe tertutup
3. ketergantungan pada tabungan falam negeri dan swasembada sumber daya
4. hambatan terhadap PMA
5. hambatan terhadap imigrasi (M. Kuncoro, 2007:112)
Berbagai jenis industri yang dikembangkan di Indonesia sangat beraneka
sehingga tidak mudah untuk dianalisis. Jenis industri manufaktur di Indonesia terdiri
dari :

1. Industri padat karya, dengan ciri-ciri : penyerapan tenga kerja tinggi,


berorientasi ekspor, sebagian besar dimiliki swasta, dan tingkat konsentrasi yang
rendah.

2. Industri padat modal dan tenaga trampil, dengan ciri-ciri : berorientasi pasar
domestik, sebagian besar kendali ada di pemerintah atau PMA, dan tingkat
konsentrasi yang tinggi.
3. Industri padat sumber daya alam, dengan ciri-ciri : orientasi ekspor yang tinggi,
sebagian besar kepemilikan di tangan swasta, dan tingkat konsentrasi yang
rendah.

4. Industri padat teknologi, dengan ciri-ciri : semakin berorientasi ekspor,


kepemilikan ada di tangan asing dan swasta, kandungan impor dan tingkat
konsentrasi yang tinggi. (http://yasinta.net/strategi-industrialisasi-dan-
proteksionisme/)

2.4 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Nasional

Arah kebijakan pembangunan industri nasional mengacu kepada agenda dan


prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia Bersatu. Dalam kerangka tersebut,
maka visi pembangunan industri nasional dalam jangka panjang adalah membawa
Indonesia untuk menjadi sebuah negara industri tangguh di dunia dengan visi antara
yaitu Pada tahun 2024 Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru.

Untuk mewujudkan visi tersebut, sektor industri mengemban misi sebagai


berikut:

1. Menjadi wahana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat;

2. Menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi nasional;

3. Menjadi pengganda kegiatan usaha produktif di sektor riil bagi masyarakat;

4. Menjadi wahana untuk memajukan kemampuan teknologi nasional;

5. Menjadi wahana penggerak bagi upaya modernisasi kehidupan dan wawasan


budaya masyarakat;

6. Menjadi salah satu pilar penopang penting bagi pertahanan negara dan
penciptaan rasa aman masyarakat.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka
panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri
maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu (1) Meningkatkan
penyerapan tenaga kerja industri; (2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-
dayaan pasar dalam negeri; (3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi
perekonomian; (4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur; (5) Meningkatkan
kemampuan teknologi; (6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi
produk; dan (7) Meningkatkan penyebaran industri.

Bertitik tolak dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka
kebijakan dalam pembangunan industri manufaktur diarahkan untuk menjawab
tantangan globalisasi ekonomi dunia serta mampu mengantisipasi perkembangan
perubahan lingkungan yang sangat cepat. Persaingan internasional merupakan suatu
perspektif baru bagi semua negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga fokus
dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing
industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk itu, strategi
pembangunan industri manufaktur ke depan dengan memperhatikan kecenderungan
pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, adalah melalui pendekatan klaster dalam
rangka membangun daya saing industri yang kolektif.

Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya


saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia
(comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta
ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi
dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive
advantage).

Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor
penggerak utama perekonomian nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan
perekonomian nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut
dipilih berdasarkan keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya
saing yang berkelanjutan serta tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing,
pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya
pola jejaring (networking) industri dalam format klaster yang sesuai baik pada
kelompok industri prioritas masa depan, yaitu: industri agro, industri alat angkut,
industri telematika, maupun penguatan basis industri manufaktur, serta industri kecil-
menengah tertentu.

Pengembangan industri agro dalam jangka menengah adalah ditujukan untuk


memperkuat rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur, diversifikasi,
peningkatan nilai tambah, peningkatan mutu, serta perluasan penguasaan pasar.
Sedangkan dalam jangka panjang, difokuskan pada upaya pembangunan industri agro
yang mandiri dan berdaya saing tinggi.

Pengembangan industri alat angkut dalam jangka menengah adalah


memfokuskan peningkatan kemampuan industri komponen, dan untuk jangka panjang
selanjutnya diarahkan pada pembangunan kapasitas nasional di bidang teknologi agar
memiliki kemandirian dalam rancang bangun (design) dan rekayasa (engineering)
komponen, sub-assembly, maupun barang jadi.

Pengembangan industri telematika dilakukan dengan membangun sentra-sentra


industri telematika, aliansi strategis, serta peningkatan kemampuan sumber daya
manusia. Diharapkan dalam jangka panjang, industri telematika Indonesia dapat
menjadi basis produksi industri telematika global.

Perkuatan basis industri manufaktur ditujukan bagi kelompok industri yang telah
ada dan sudah berkembang saat ini, agar ketergantungannya terhadap sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang relatif kurang terampil menjadi berkurang, industri pada
kelompok ini harus didorong agar mampu menjadi industri kelas dunia.

Basis industri manufaktur perlu direstrukturisasi dan dikonsolidasikan segera


agar efisiensi dan daya saingnya di dunia internasional meningkat, selain itu untuk
jangka panjang, perlu didorong terselenggaranya peningkatan kemampuan penelitian
dan pengembangan (R&D), teknologi dan desain di industri, dalam rangka membangun
kemampuan bersaing jangka panjang.
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat
pusat maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan
industri nasional yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua
pendekatan. Pertama, pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang
direncanakan (by design) dengan memperhatikan prioritas yang ditentukan secara
nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah. Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui
penetapan kompetensi inti yang merupakan keunggulan daerah sehingga memiliki daya
saing. Dalam pendekatan ini Departemen Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif
dalam membangun dan mengembangkan kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini
sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang
pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.

2.5 Kebijakan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah

Industri Kecil dan Menengah (IKM) mempunyai peran yang strategis dalam
perekonomian nasional, terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan
pendapatan masyarakat serta menumbuhkan aktivitas perekonomian di daerah. Di
samping itu, pengembangan IKM merupakan bagian integral dari upaya pengembangan
ekonomi kerakyatan dan pengentasan kemiskinan.

Adapun tujuan pengembangan IKM adalah (1) Meningkatkan kesempatan


berusaha, lapangan kerja dan pendapatan; (2) Memperkuat struktur industri; (3)
Meningkatkan IKM berbasis hasil karya intelektual (knowledge-based); (4)
Meningkatkan persebaran industri; dan (5) Melestarikan seni budaya kegiatan produktif
yang ekonomis.

Bagi IKM, peningkatan kemitraan, baik dalam bidang pemasaran, teknologi


maupun permodalan perlu segera dilakukan. Fasilitasi pemerintah masih tetap sangat
diperlukan dan dalam intensitas yang tinggi. Pengembangan IKM perlu dilakukan
secara terintegrasi dan sinergi dengan pengembangan industri berskala menengah dan
besar, karena kebijakan pengembangan sektoral tidak bisa mengkotak-kotakkan
kebijakan menurut skala usaha. Untuk itu strategi pengembangan IKM dilaksanakan
melalui (1) Pemberdayaan IKM yang sudah ada; (2) Pembinaan IKM secara terpadu;
dan (3) Meningkatkan keterkaitan IKM dengan industri besar dan sektor ekonomi
lainnya (http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=215&Itemid=76).

2.6 Strategi Baru dalam Mengahadapi ACFTA: Mendorong Kemandirian

Dengan strategi baru industrialisasi, seperti gambaran itu juga dapat mendorong
kemandirian pertumbuhan industri nasional dengan target penguasaan dan pendalaman
teknologi tepat guna baik teknologi tinggi, menengah, maupun sederhana bergantung
pada kebutuhan skala ekonomi dan prioritas. Terlebih lagi dalam menghadapi ACFTA,
langkah untuk menggalakkan produksi dalam negeri yang berulang-ulang disuarakan
kalangan pemerintah, pengamat, dan dunia usaha patut didukung. Tapi semestinya
dikaitkan juga dengan sebuah grand strategy untuk kebangkitan dan kemandirian
industri nasional dalam berbagai skala usaha (kecil, menengah, dan besar) dengan
pengembangan, penguasaan, dan pendalaman teknologi tepat guna yang dibutuhkan. Itu
biasanya akan dikritik bahkan disabet oleh kalangan ekonom neolib domestik maupun
asing karena terutama kalangan asing tak mau kehilangan pangsa pasar produk barang
dan jasa mereka.

Dalam perspektif itulah keperluan strategi baru industrialisasi yang menekankan


kemandirian ekonomi dan industri nasional sebagai kelanjutan berkembangnya ekonomi
rakyat (karena bermitra dengan usaha besar nasional maupun asing) sehingga
menciptakan pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan berkualitas. Hal ini karena
secara empiris, ekonomi yang bertumpu ekonomi rakyat yang berbasis luas akan
memiliki multiplier effect yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan skala besar
nasional maupun asing akan sangat dibutuhkan mendongkrak transfer teknologi,
manajemen, dan pengetahuan. (http://bataviase.co.id/node/117582).

2.7 Butir-Butir Kebijakan Pengembangan Industri


Dengan memperhatikan pentingnya wawasan dan pola pikir dan bertolak dari
hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sampai saat ini, potensi yang dimiliki
bangsa dan Negara Indonesia, serta lingkungan strategis saat itu dan kecenderungan
perkembangannya, sembari memperhatikan kelestarian lingkungan, maka digariskan
kebijakan pola pengembangan industri nasional sebagai berikut:

a. Kebijakan strategis utama

Kebijakan strategis utama berupa pola pengembangan Industri Nasional


yang terdii dari 6 butir kebijakan sebagai berikut:

1. Pendalaman struktur industri

Yang perlu dilakukan adalah pengembangan industri yang sejauh mungkin


dikaitkan dengan sector ekonomi lainnya; upaya ini untuk dapat
mengembangkan idustri hulu, antara, menengah, dan kecil. Dengan
demikian langkah ini dapat memperdalam struktur industri nasional. Apabila
didalam neeri tidak terdapat bahan baku, maka bahan baku tersebut dapat
diimpor, asalkan bahan baku tersebu tersedia secara memadai diluar negeri
seperti kapas, gandum, garam industri, kulit. Selain itu, harus diupayakan
agar bahan baku tersebut juga dapat diperoleh dari beberapa Negara
sehingga tidak akan terjadi ketergantungan pada satu-dua Negara penghasil
saja.

2. Pengembangan industri permesinan dan elektonika

Kebijakan kedua adalah pengembangan industri permesinan, mesin peralatan


pabrik, mesin-mesin listrik, elektronika, utamanya yang mempunyai pasar
yang jeas dan berulang – baik dalam negeri maupun ekspor – dan
berkembang, melalui penerapan standard an penguasaan rangcang bangun
dan perekayasaan, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Upaya pengembangan teknologi masih sanat berat kita lakukan dan bahkan
sebagian besar industri di negeri kita belum mampu melakukannya, karena
itu upaya litbang terapan harus kita dorong, dengan pemberian fasilitas
fiscal.

3. Pengembangan industri kecil

Khusus dalam sektor industri kecil, setiap tahun selalu tumbuh dan
berkemabgn usaha kecil, walaupun sebagian besar lemah. Tumbuh dan
berkembangnya ini perlu kita kita syukuri dn karenanya kita harus
memantapkan system pembinaannya, antara lain dengan penekanan
pemecahan masalah pemasaran melalui kemitraan. Serta bimbingan teknis
dan permodalan dengan dukungan perbankan.

4. Pengembangan ekspor hasil industri.

Pengembangan ekspor hasil industri dengan upaya meningkatkan daya saing


secara kontinyu agar peranan ekspor hasil industri semakin meningkat.
Pengembangan ekspor hasil industri dilandaai atas pola broad
based/spectrum.

5. Pengembangan litbang terapan, rancang bangun dan perekayasaan, serta


perangkat lunak

Kebijakan lain yang diperlukan adalah Pengembangan litbang terapan,


rancang bangun dan perekayasaan, serta pengembangan sistem perangkat
lunak lainnya dalam arti luas, baik untuk pembuatan mesin, mesin peralatan
pabrik, pembuatan pabri secar utuh, maupun untuk mengembangkan industri
elektronika.

6. Pengembangan kewiraswastaan dan tenga profesi

Hal terakhir dalam arah kebijakan strategi utama adalah perlunya


pengembangan kewiraswastaan dan tenaga profesi termasuk para manajer,
enaga ahli, tenaga trampil, terdidik, dan sebagainya.

b. Kebijakan strategis penunjang


1. Perlunya peletakan landasan hukum dan peraturan perundang-undangan
untuk mengatur, membina, dan mengembagnkan industri nasional. (UU
Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian dan peraturan-peraturan
pelaksanaannya).

2. Diadakannya pengelompokkan industri nasional dalam tiga kelompok


utama, yaitu industri dasar, Aneka Industri, dan Industri Kecil, lengkap misi,
pilihan penggunaan pendekatan, apakah padat karya atau padat modal,
sehingga memudahkan penggunaanya.

3. Ditingkatkannya pelaksanaan program keterkaitan secara luas dan saling


menguntungkan, saling menunjang baik antara industri kecil, industri
menengah, dan industi besar. Antar Industri Hilir, Industri antara, dan
Industri Hulu maupun antara sektor ekonomi dengan sektor lainnya. Supaya
pelaksanaan program keterkaitan ini akan mampu meningkatkan nilai
tambah dan diharapkan secara bertahap dapat memperkokoh dasar – dasar
bagi perkembangan perekonomian nasional.

4. Pemanfaatan secara efektif pasar dalam negeri yang dapat merupakan


landasan kuat untuk pelaksaan program ekspor.

5. Peningkatan kemampuan dunia usaha.

c. Langkah operasional

Dalam melaksanakan kebijakan strategis perlu ditempuh langkah – langkah


operasional yang mencakup langkah makro, langkah mikro, keterpaduan, dan
pemantauan.

- Langkah makro

Langkah operasional makro pada dasarnya merupakan upaya untuk


menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan industri.
Implementasi langkah tersebut akan dilakukan melalui rangkaian langkah –
langkah kebijakan deregulasi dan debirikrasi yang dinamis dan
berkelanjutan. Ini dilakukan dengan bentuk – bentuk antara lain.

• Stabilitas moneter dan dukungan perbankan

• Dukungan kebijakan fiskal

• Penurunan tarif hingga akhirnya mencapai 0% serta penghapusan


hambatan dan tarif dan monopoli

• Deregulasi kepabeanan dan tataniaga

• Pengaturan tataruang wilayah industri antara lain dengan penyediaan


zona industri, kawasan industri, kawasan terikat, entreport, cluster,
serta industri kecil

• Penyediaan informasi industri, utamanya untuk pengusaha UKM

• Penerapan standarisasi industri

- Langkah mikro

Langkah operasional mikro berupa pembinaan dan pengembangan industri


dengan pendekatan komoditi atau cabang industri dengan memperlihatkan
aspek keterkaitan secara luas dan sejauh mungkin dilandasi dengan studi
nasional sekaligus membeikan dorongan kepada dunia usaha untuk
meningkatkan profesionalisme agar dapat memanfaatkan peluang yang
tumbuh.

Berdasarkan studi nasional komoditi atau cabang industri dapat


dikembangkan strategi yang tepat untuk ditempuh dalam mengembangkan
komoditi atau cabang industri yang bersangkutan yang mencakup: peluang
pasar baik dalam negeri maupun eksport, potensi kebijakan kemanfaatan
sumberdaya alam yang akan diolah, arahan pengembangan industri yang
bersangkutan, penggunaan teknologi, serta langkah – langkah promosi
investasi, sehingga dunia usaha tertarik untuk menanamkan modalnya
(Hartanto, 2006:)

2.8 Alternatif Strategi Industrialisasi

Selain meningkatkan kesempatan kerja, ada tiga tujuan penting lainnya dari
industrialisasi yang harus dicapai,yaitu sebagai berikut:

1. Menciptakan atau meningkatkan nilai tambah ekonomi, yakni nilai tambah


dari semua sektor ekonomi yang ada, termasuk industri, pertanian dan
pertambangan.
2. Meningkatkan efisiensi ekonomi.
3. Mengurangi ketergantungan pada impor.

Dalam memilih alternatif strategi industrialisasi yang tepat untuk diterapkan di


Indonesia untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, ada sejumlah aspek yang harus
diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

1. Melihat kenyataan bahwa ada dua sektor ekonomi yang besar di


mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif atas sektor-sektor tersebut, yaitu
pertanian dan pertambangan, maka dalam proses industrialisasi harus dibangun /
dikembangkan keterkaitan produksi ke depan dan ke belakang antara kedua
sektror primer tersebut dengan sektro industri manufaktur.
2. Selain dengan dua sektor primer,juga harus dibangun /
dikembangkan keterkaitan produksi antara sektor industri manufaktur denagn
sektor-sektor sekunder lainnya dan sektor tersier. Di samping itu, juga harus
dibangun / dikembangkan keterkaitan produksi di dalam sektor industri
manufaktur antarsubsektor / kelompok industri dan antar unit produksi dari skala
yang berbeda di dalam setiap kelompok industri.
3. Strategi industrialisasi yang tepat bagi Indonesia adalah yang
memfokuskan pada perkembangan kelompok-kelompok industri berikut :
a. Industri – industri yang memakai komoditas –komoditas
pertanian dan pertambangan sebagai bahan baku utama. Strategi ini akan
menghasilkan berbagai jenis downstream industries di dalam negeri yang
berdaya saing tinggi.
b. Industri- industri mesin, alat-alat produksi, komponen, spare part,
dan material- material lain. Strategi in akan menghasilkan supporting
industries atau meadstream industries yang berarti akan mengurangi
ketergantungan sektor-sektor ekonomi di dalam negeri terhadap impor. Ini
yang dimaksud dengan pendalaman basis industri.
c. Industri-industri yang outward looking- oriented. Ini tidak arus
berarti bahwa yang dibangun hanya industri-industri yang menghasilkan
barang-barang untuk tujuan ekspor, tetapi juga industri-industri yang
membuat barang-barang untuk kebutuhan pasar domestic dengan daya saing
global yang tinggi sehingga mampu bersaing dengan barang-barang impor
dalam system mekanisme pasar bebas. Dalam strategi pengembangan /
pembangunan industri yang berorientasi ekspor, hal pertama yang perlu
dikembangkan adalah industri-industri yang padat karya. Setelah Indonesia
siap, terutama dalam hal SDM, teknologi, dan knowkedge. Akan tetapi, ini
tidak harus berarti bahwa Indonesia harus mengembangkan industri –industri
berteknologi tinggi, melainkan yang harus dikembangkan adalah industri-
industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif; dan ini tidak harus selalu berarti industri-industri
yang padat modal atau berteknologi canggih.
4. Pengembangan sektor industri manufaktur harus berdasarkan spesialisasi
berdasarkan faktor-faktor keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia dan
faktor-faktor keunggulan kompetitif yang dapat dikembangkan; tidak lagi
industrialisasi berspektrum luas ( broad based industry ) seperti pada zaman
pemerintahan orde baru.
5. Industrialisasi harus memberi dampak positif terhadap saldo neraca
pembayaran, khususnya saldo neraca perdagangan, tidak hanya dengan cara
meningkatkan ekspor barang-barang dengan nilai tambah tinggi ( manufaktur ),
tetapi juga dengan cara mengurangi impor.
6. Industrialisasi harus mendukung potensi daerah, yang sekaligus mendukung
pelaksanaan otonomi daerah. Industrialisasi tidak boleh lagi terpusatkan hanya di
jawa, tetapi harus menyebar ke wilayah-wilayah di luar jawa. Akan tetapi
penyebaran tersebut harus tetap memegang pada prinsip “optimal location’;
penempatan suatu industri di suatu lokasi yang strategis dengan total biaya paling
minimum, yang mencakup biaya – biaya transportasi, informasi , pengadaan
bahan baku, produksi, distribusi, dan lain-lain.
7. Strategi industrialisasi yang tepat adalah yang bisa meningkatkan
kemampuan perusahaan-perusahaan local / nasional dalam produksi,
mengembangkan teknologi dan produk dengan merek sendiri, serta membangun
jaringan distribusi global sehingga dapat mengurangi ketergantungan
pembangunan industri nasional terhadap investasi asing ( PMA ).
8. Industrialisasi harus menciptakan atau mempercepat proses pendalaman
struktur industri ( diversifikasi ).
9. Pola industrialisasi juga harus berorientasi pada peningkatan dan pemerataan
pendapatan masyarakat, tentu tanpa mengurangi tingkat efisiensi dan
produktivitas. Artinya, perkembangan sektor industri manufaktur harus
menciptakan kesempatan kerja, tetapi tidak semata- mata hanya berlandaskan pada
prinsip full employment, melainkan produvtive employment, yakni menciptakan
kesempatan kerja sebanyak mungkin tetapi produktif. Ini tidak berarti bahwa
semua industri harus padat karya, tetapi harus ada pemilihan industri-industri
menurut intensitas pemakaian tenaga kerja dan modal. Ada jenis- jenis industri
( atau bagian-bagian tertentu dalam suatu proses produksi ) yang memang tidak
bisa dilakukan metode produksi yang padat karya, dan ini tidak harus berarti
dampaknya sangat kecil terhadap kesempatan kerja. Melalui total keterkaitan
produksi ( keterkaitan langsung plus tidak langsung ) ke depan dan ke belakang
dari industri yang padat modal tersebut dengan industri – industri yang lain yang
padat karya akan menciptakan total employment effect yang besar. Selain
meningkatkan kesempatan kerja, demi tujuan pemerataan, lokasi pembangunan
industri juga harus diusahakan menyebar ke seluruh pelosok tanah air.
10. Jenis-jenis insentif yang akan diberikan oleh pemerintah dengan maksud
untuk mendukung proses industrialisasi harus yang bisa dibuktikan memiliki
social cost effectiveness-nya yang tinggi, artinya social benefit lebih besar
daripada social cost-nya. Selain itu, kebijakan ini harus transparan, bersifat
sementara, dan dalam pelaksanaannya harus konsisten denagn ketetapan
pemerintah yang ada.

Dari uraian di atas, jelas bahwa untuk dapat melaksanakan pola industrialisasi
yang tepat di Indonesia dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, diperlukan sarana
dan prasarana, terutama penyediaan SDM ( termasuk wiraswasta, manajer, tenaga ahli,
tenaga terampil, tenaga terdidik, dan sebagainya ) dengan kualitas tinggi sesuai dengan
kebutuhan saat ini dan yang akan datang; teknologi yang tepat guna dan infrastruktur
fisik dan nonfisik ( termasuk kelembagaan ).

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Industri merupakan suatu unit ekonomi yang kegiatannya mengelolah barang


mentah menjadi barang setengah jadi dan/atau barang jadi yang mempunyai nilai
ekonomis yang lebih tinggi.

Kemajuan serta berkembangnya industri-industri baru di berbagai belahan dunia


sekarang ini menjadikan salah satu tantangan baru serta motivasi baru di Negara
berkembang seperti Indonesia. Mengapa tidak? Berkembangnya industri di Negara
maju menjadikan Indonesia untuk terus berinovasi, berkretifitas, dan selalu aktif dalam
mencari berbagai informasi tentang industri itu sendiri.
Perkembangan jaman yang menuntut Negara kita untuk terus meningkatkan
persaingan dibidang industri menjadikan manusia Indonesia baik itu pemerintah, serta
masyarakat untuk terus menciptakan strategi baru dalam menghadapi berbagai
persaingan tersebut.

Alternatif Strategi Industrialisasi

11. Menciptakan atau meningkatkan nilai tambah ekonomi, yakni nilai tambah
dari semua sektor ekonomi yang ada, termasuk industri, pertanian dan
pertambangan.
12. Meningkatkan efisiensi ekonomi.
13. Mengurangi ketergantungan pada impor.

3.2 Saran

Era perkembangan dan persaingan industri yang semakin meningkat. Di mana


sekarang perkembangan serta kemajuan suatu Negara lebih di tentukan oleh industri-
industri yang dimiliki. Begitu juga dengan Negara kita. Pemerintah sebagai pihak yang
lebih menentukan berbagai kebijakan dalam perspektif industri harus lebih serius dalam
menangani persaingan industri secara global dan kita sebagai bagian dari masyarakat
yang turut campur tangan dalam persaingan tersebut harus lebih mampu berekspresi,
berkarya, dan terus berinovasi terhadap hasil produksi yang lebih mampu bersaing dan
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

http://bataviase.co.id/node/117582

http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=215&Itemid=76

http://yasinta.net/strategi-industrialisasi-dan-proteksionisme/

Kuncoro, Mudrajad, 2007. Ekonomika Industri Indonesia: Menuju Negara


Industri Baru 2030?. Andi.Yogyakarta

Sastrosoenarto, Hartanto. 2006. Industrialisasi Serta Pembangunan Sektor


Pertanian dan Jasa: Menuju Visi Indonesia 2030. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta

You might also like