You are on page 1of 241

FIQIH

GALAK GAMPIL
Menggali Dasar Tradisi Keagamaan
Muslim ‘ala Indonesia

1
Judul:
Fiqih Galak Gampil Edisi Revisi
Menggali Tradisi Keagamaan Muslim ‘Ala Indonesia

Penyusun:
Santri Madrasah Diniyah Mu’allimin Mu’allimat Darut Taqwa Pondok Pesantren
Ngalah Periode 1430/1431 H

Koordinator:
Ahmad Muhtadin, S.Psi.

Dewan Pentashih:
H. M. Afif Dimyati
Ghozali, S.Ag, S.Pd.
M. Faidlus Syukri
Ainul Mufid, S.PdI.
M. Fauzi al-Bangkalany
Abd. Rahman, M.Pd.

Tata Letak:
Ibnu Utsman, A.Z.

Desain Cover&Lay Out:


Ach Nailul Ulum, S.Sos.

Dicetak Oleh:
Yudharta Advertising
Jl. Yudharta No. 07 Telp. 0343-611186 Sengonagung Purwosari Pasuruan 67162

Penerbit:
Madrasah Diniyah Mu’allimin Mu’allimat Darut Taqwa
Jl. Pesantren Ngalah No. 16 Pandean Sengonagung Purwosari Pasuruan 67162
Telp. (0343) 614084 Fax. (0343) 614405
E-mail:daruttaqwa02@gmail.com

2
KATA PENGANTAR

‫الر ِحْي ِم‬ ِ ‫بِس ِم‬


َّ ‫اهلل الرَّمْح ٰ ِن‬ ْ
‫الس الَ ُم‬
َّ ‫الص الَةُ َو‬ َّ ‫ َو‬- ‫ال – َو َما َج َع َل َعلَْي ُك ْم ىِف الدِّيْ ِن ِم ْن َح َر ٍج‬ َ َ‫ِهلل الَّ ِذ ْي ق‬
ِ ‫اَحْل م ُد‬
َْ
‫ َوالتَّابِعِنْي َ هَلُ ْم‬،‫ص ْحبِ ِه‬ ِِ ِ ِ ِ ٍ ِ
َ ‫ َو َعلَى آل ه َو‬، َ ‫َعلَى َس يِّدناَ حُمَ َّمد اَلْ َمْبعُ ْوث َرمْح َ ةً ل ْل َع الَمنْي‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ٍ ِ ٍِ ِ
َ ‫ َو ْاعلَ ْم أَ َّن َش ِر ْي َعةَ حُمَ َّمد‬: ‫ أ ََّما َب ْع ُد‬،‫بِا ْح َس ان اىَل َي ْوم الدِّيْ ِن‬
‫ َوإِن ََّه ا الَ َح َر َج‬،‫ان‬ ِ ‫ان واْ ِإلحس‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ َ‫َجاء‬
َ ْ َ َ‫ت َش ر ْي َعةٌ َواس َعةٌ َجام َع ةٌ ل َم َق ام اْإل ْس الَم َواْإلمْي‬
‫ك فِْي َه ا فَ ُش ُه ْو ُدهُ ُتنَطِّ ٌع‬ ِ ِ
َ ‫ َو َم ْن َش ِه َد ٰذل‬، َ ‫َح د ِم َن الْ ُم ْس ل ِمنْي‬
ٍ ‫والَ ض يَّق فِيه ا علَى أ‬
َ َ َْ َ َ َ
. ‫َوبُ ْهتَا ٌن‬

Alhamdulillah, kami memuji Allah dengan segala pujian, yang telah


menganugrahkan rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga buku Galak
Gampil Edisi Revisi ini dapat terbit. Salawat serta salam semoga tetap
dilimpahkan Allah Swt. kepada Sayyidina Muhammad Saw. serta kepada
keluarga, para sahabat dan pengikutnya sampai hari ahir.
Dalam edisi revisi kali ini kami telah melakukan koreksi dan perbaikan
dari buku Galak Gampil edisi ke-2 dan edisi ke-3. Hal ini kami lakukan,
tentunya karena masih banyak kekurangan dan kesalahan pada edisi ke-2
dan ke-3.
Harapan kami, semoga kehadiran edisi revisi ini dapat lebih
memuaskan para pembaca. Dan kritik yang membangun serta saran para
pembaca tetap kami nantikan. Sesungguhnya tiada yang sempurna kecuali
Allah Swt. Mudah-mudahan Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan upaya ini

3
sebagai amal saleh, dan usaha yang diterima serta bermanfaat bagi
semuanya. Amin.
Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam.

Pon-Pes Ngalah, 09 April 2010

Penyusun

4
SEKAPUR SIRIH
ROMO KYAI SHOLEH BAHRUDDIN

5
SAMBUTAN
Kepala Pondok Pesantren Ngalah
Sengonagung Purwusari Pasuruan

َ‫ف اْالَنْبِيَ ِاء َوالْ ُم ْر َس لِنْي َ َس يِّ ِدنا‬


ِ ‫الس الَم علَى اَ ْش ر‬
َ َ ُ َّ ‫الص الَةُ َو‬ َّ ‫ب الْ َع الَ ِمنْي َ َو‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
ِّ ‫ِهلل َر‬ َْ
: ‫ اََّما َب ْع ُد‬. َ ‫ص ْحبِ ِه أَمْج َعِنْي‬ ِِ ٍ
َ ‫حُمَ َّمد َو َعلَى أله َو‬

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Swt. atas nikmat dan
karunia-Nya. Semoga rahmat ta’dhim serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan pada Rasulullah Saw. keluarganya, semua sahabatnya, dan
semua pengikutnya sampai ahir zaman.
Kami sangat bergembira atas terbitnya buku Fiqih Galak Gampil
Edisi Revisi. Buku ini merupakan wujud dari usaha dan upaya perbaikan
atau pembenahan dari buku Galak Gampil edisi sebelumnya.
Merupakan kebanggaan yang sangat besar bagi Pondok Pesantren
Ngalah, teman-teman santri telah mampu menuangkan pikirannya dalam
karya nyata, seperti dengan terbitnya buku ini, karena hal ini menunjukkan
sebuah keberhasilan bagi anak didik dan juga lembaga pendidikan yang
telah mendidiknya. Dan Pondok Pesantren akan lebih bangga apabila
semua santri juga mampu menerapkan keilmuannya di tengah-tengah
masyarakat, terutama bagi orang tua dan keluarganya.
Akhirnya kami berharap buku ini bisa bermanfaat bagi kita
semuanya, menjadi solusi pada setiap permasalahan dalam menjalani

6
hidup sehari-hari, dan semoga keberhasilan ini tidak berhenti sampai di
sini saja, akan tetapi harus diupayakan dan ditingkatkan lagi.

Sengonagung, 13 April 2010


Kepala Pondok Pesantren Ngalah

M. Mufid, S.PdI.

7
SAMBUTAN
Kepala Madrasah Diniyah Mu’allimin Mu’allimat Darut Taqwa
Sengonagung Purwusari Pasuruan

ِ
ُ‫لسالَ ُم َعلَْي ُك ْم َو َرمْح َةُ اهلل َو َبَر َكاتُه‬
َّ َ‫ا‬
‫الس اَل ُم َعلَى‬ َّ ‫ َو‬،‫ب الْ َع الَ ِمنْي َ َوبِ ِه نَ ْس تَعِنْي ُ َعلَى أ ُُم ْو ِر ال ُّد ْنيَا َوال دِّيْ ِن‬
َّ ‫الص الَةُ َو‬ ِ ‫اَحْل م ُد‬
ِّ ‫ِهلل َر‬ َْ
.‫ أ ََّما َب ْع ُد‬. َ ‫ص ْحبِ ِه أَمْج َعِنْي‬ ِِ ِ ِ ِ
َ ‫أَ ْشَرف اأْل َنْبِيَاء َوالْ ُم ْر َسلنْي َ َو َعلَى آله َو‬
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas hidayah dan inayah-Nya,
proses revisi buku Galak Gampil edisi ke-II dan III telah rampung dan
selesai dikerjakan.
Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi
Muhammad Saw. yang telah mengajarkan syariat dengan keteladanan
kepada siapa saja yang mengharap keselamatan dan kebahagiaan.
Buku Galak Gampil edisi revisi ini merupakan upaya pembetulan
dan penyempurnaan atas kekurangan atau kesalahan penulisan dari edisi
Galak Gampil yang sudah dipublikasikan. Di samping itu, Galak Gampil
edisi revisi tersebut merupakan wujud respon atas aspirasi, saran, dan
kritik konstruktif dari masyarakat.
Dinamika kehidupan masyarakat yang majemuk tentunya sangat
kompleks, sehingga tidak jarang dan bahkan sering kali kita menemukan
persoalan yang tak kunjung menemukan titik terang. Sebagian orang
merasa bahwa dirinya atau kelompoknyalah yang benar dan yang paling
benar dengan tanpa malu atau sungkan menyalahkan serta menghinakan
yang lain. Berprinsip dalam mengikuti ajaran, sifat egois dan fanatisme
kadang bisa membius seseorang sehingga memungkinkan ia lalai terhadap
kewajiban lain yang mestinya dikerjakan, seperti keharusan menjaga
kerukunan dan kedamaian, saling menghormati satu sama lain, dan lain
sebagainya.
Maka dari itulah, sikap saling teposeliro, toleran, moderat,
menghargai perbedaan, dan jiwa rahmatan lil ‘alamin sangatlah penting
untuk diaktualisasikan dan dipupuk bersama agar wawasan keilmuan
8
akan bertambah luas terutama dalam masalah fiqhiyah waqi’iyah yang
kontekstual.
Semoga kehadiran buku edisi revisi ini bisa memenuhi harapan
bagi umat yang menginginkan adanya alternatif solusi dalam
menyelesaikan persoalan dengan tanpa menambah permasalahan.
Akhirnya semoga bermanfaat.

ِ
ُ‫السالَ ُم َعلَْي ُك ْم َو َرمْح َةُ اهلل َو َبَر َكاتُه‬
َّ ‫َو‬

Sengonagung, 14 April 2010

Kepala Madrasah Diniyah


Mu’allimin Mu’allimat Darut Taqwa

Durrotun Nasikhin, S.PdI.

9
DAFTAR ISI

Tim Penyusun  ii
Kata Pengantar  iii
Sekapur Sirih Romo Kyai Sholeh Bahruddin  v
Sambutan-sambutan
1. Kepala Pondok Pesantren Ngalah  vi
2. Kepala Madrasah Diniyah Mu’allimin Mu’allimat
Darut Taqwa  viii
Daftar Isi  x

I. AHLU AL-SUNNAH WA AL-JAMA’AH  1


1. Pengertian Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah  1
2. Tiga Sendi Utama Ajaran Islam  4
3. Aswaja dan Perkembangan Sosial Budaya  7

II. BID’AH  11

III. PENERAPAN HUKUM FIQIH  14

IV. HUKUM BERPINDAH-PINDAH MADZHAB  16

V. KESUCIAN  18
1. Junub  18
2. Bagian Anggota Tubuh yang Terlepas bagi Orang yang Hadats
Besar  18
3. Sengaja Memotong Bagian Anggota Badan pada saat Sedang
Hadats Besar  19
4. Hukum Orang Junub Membaca al-Qur’an  20
5. Tidur yang Tidak Membatalkan Wudlu’  22
6. Minyak Beralkohol  23

10
7. Media Tayammum  25
8. Hukum Sesuatu yang Terbuat dari Kotoran atau Benda Najis
(Studi Kasus Biogas)  26
VI. ADZAN DAN IQOMAH  29
1. Membaca Taswib saat Adzan Shubuh  29
2. Adzan dan Iqomah untuk Bayi yang Baru Dilahirkan  30

VII. SHALAT  32
1. Macam-macam Shalat Sunnah  32
2. Bilangan Rakaat Shalat Tarawih  36
3. Pujian Menjelang Shalat Berjama’ah  38
4. Hukum Jama’ah Perempuan Ketika Berada di Samping Barisan
Jama’ah Laki-laki  39
5. Makmum Shalat Beda Niat dengan Imam  40
6. Bacaan Basmalah dalam Shalat  41
7. Shalat Berjama’ah Dilakukan dengan Cepat  43
8. Hukum Membaca Do’a Qunut ketika Shalat Shubuh  45
9. Mengusap Wajah setelah Salam ketika Shalat  48
10. Tata Cara Sujud  49
11. Sujud Syukur  49
12. Membaca Wiridan setelah Shalat  50
13. Hukum Menerjemahkan Bacaan dalam Shalat  51
14. Cara Mendirikan Shalat di Pesawat  52
15. Shalat ‘Ied Lebih Utama di Masjid atau di Lapangan  54

VIII. SHALAT JUM’AT  56


1. Pembagian Golongan Ahli Shalat Jum’at  56
2. Shalat Jum’at bagi TNI, POLRI, Satpam dan Banser yang Sedang
Bertugas  57
3. Hukum Shalat Jum’at bagi Wanita  58
4. Hukum Mendirikan Shalat Jum’at di Dua Masjid dalam Satu
Desa  59

11
5. Mendirikan Jama’ah Shalat Jum’at Kurang dari 40 Orang  60
6. Hukum Adzan Dua Kali Sebelum Shalat Jum’at  62
7. Shalat Sunnah Qobliyah dan Ba’diyah Jum’at  64
8. Khatib Jum’at Memegang Tongkat  65
9. Hikmah Memegang Tongkat Waktu Menyampaikan Khutbah 
67
10. Mengulang Bacaan Alhamdulillah dalam Khutbah  67
11. Menterjemahkan Khutbah dengan Bahasa Indonesia  68

IX. DZIKIR DAN DO’A  70


1. Dzikir  70
2. Dzikir Fida’  71
3. Tahlil  72
4. Do’a  74
5. Do’a Bersama Umat Beragama  75
6. Berdo’a dengan Tawassul  78

X. KESAHIHAN DALIL BUDAYA SELAMETAN 1-7 HARI, 40


HARI, 100 HARI, DAN HAUL BAGI ORANG YANG TELAH
MENINGGAL  81
1. Pengertian Selamatan atau Haul  81
2. Perbedaan Pendapat Para Ulama’ Tentang Hukum Selametan 1-7
Hari, 40 Hari, 100 Hari dan Haul bagi Orang yang Telah
Meninggal  82
3. Rangkaian Acara Selametan atau Haul  87
XI. WAKAF DAN MASJID  92
1. Hukum Menjual Barang Wakaf  92
2. Uang Kotak Amal  93
3. Kewenangan Takmir  94
4. Uang Masjid untuk Bisyarah Khatib Shalat Jum’at  95
5. Menghiasi Masjid  95
6. Hukum Makan di Dalam Masjid  96
XII. ZAKAT  97

12
1. Pengertian Zakat  97
2. Tujuan Zakat  97
3. Pembagian Zakat  99
4. Zakat Fitrah  99
5. Pengertian Sabilillah dalam Zakat  100
6. Zakat Fitrah untuk Guru Ngaji dan Kyai  101
7. Zakat Diberikan kepada Santri  102
8. Hukum Zakat untuk Masjid dan Pesantren  103

XIII. PUASA  105


1. Penetapan Awal dan Akhir Bulan Ramadlan  105
2. Waktu Niat  106
3. Puasa Sunnah dengan Niat Qadla’ Ramadlan  108
4. Mengqodlo’ Puasa dan Haji untuk Orang yang Telah Meninggal
 109
5. Hukum Merokok ketika Sedang Berpuasa  110

XIV. HAJI DAN UMRAH  113


1. Tasyakuran Haji  113
2. Macam-Macam Thawaf dan Hukumnya  114
3. Hukum Thawaf dalam Kondisi Hadats  115
4. Hukum Bermalam di Mina  116
5. Waktu Melempar Jumrah Ula, Wustho, dan Aqobah pada Hari
Tasyrik  116

XV. PERMASALAHAN YANG TERKAIT DENGAN PERNIKAHAN 


119
1. Sebab-Sebab Perempuan yang Haram Dinikah  119
2. Iddah  121
3. Urutan Wali Nikah  121
4. Akad Nikah bagi Tuna Wicara  122

13
5. Menikah Lagi bagi Perempuan yang Cukup Lama Ditinggal
Pergi Suami  123
6. Hukum Kado Pernikahan (Amplop Buwuhan) 124
7. Hukum Jihaz (Cincin Tunangan dan Sejenisnya)  125
8. Menjamak Shalat ketika Hajatan  127
9. Hukum KB  128

XVI. MAKANAN  133


1. Kotoran Ikan  133
2. Hukum Mengkonsumsi Hewan Amphibi (hidup di dua alam) 
133
3. Makan Sebelum dan Sesudah Melaksanakan Shalat Ied  134
4. Hukum Merokok  135

XVII. TOLERANSI DALAM PLURALITAS AGAMA  139


1. Hukum Toleransi dalam Pergaulan Antar Umat Beragama
 139
2. Hukum Mengucapkan Salam Kepada Non Muslim
 140

3. Hukum Mengucapkan Salam Menggunakan Selain Bahasa Arab


 142

XVIII. BUDAYA DAN ETIKA  144


1. Panggilan Sayyidina  144
2. Berdiri untuk Menghormati Seseorang  145
3. Jabat Tangan dengan Dicucup atau Dicium  146
4. Mahal al-Qiyam, (Berdiri Ketika Membaca Barzanji)  148
5. Hukum Membaca Manaqib Syeh Abdul Qodir atau Manaqib
yang Lainnya  150
6. Hukum Berjabat Tangan dengan Ghoiru Mahrom  151
7. Macam-Macam Batasan Aurat  152
8. Pornografi  158

14
9. Hukum Pergaulan Bebas  158
10. Hukum Onani atau Masturbasi  159
11. Hukum Menyemir Rambut  161
12. Hukum Pria Memakai Perhiasan Emas  163
13. Hukum Tindik bagi Laki-Laki  165
14. Hukum Tato  166
15. Hukum Wanita Memakai Celana Ketat  168
16. Hukum Wanita Kerja pada Malam Hari  169
17. Hukum Mengeraskan Bacaan Al-Qur’an bagi Wanita di
Hadapan Khalayak Umum  171
18. Hukum Jual Beli Kucing  172

XIX. HUKUM HIBURAN DAN PERMAINAN (Nyanyian, Orkesan,


Musik, Tarian, Ludruk, Wayang dll)  174
1. Pengertian Hiburan dan Permainan  174
2. Hukum Hiburan dan Permainan  174
XX. PERDUKUNAN  182
1. Berobat dengan Suwuk  182
2. Batasan Praktik Orang-orang Pintar (Dukun)  184

XXI. PEMAKAMAN  185


1. Macam-macam Orang Mati Syahid  185
2. Talqin Saat Naza’ (Sakaratul Maut)  187
3. Posisi Jenazah Ketika Dishalati  188
4. Shalat Jenazah bagi Wanita  188
5. Hukum Melaksanakan Shalat Jenazah Tanpa Wudlu  189
6. Kesaksian Terhadap Jenazah  190
7. Mengantar Jenazah Sambil Mengucap Lafadz Laa Ilaha Illallah
 192
8. Talqin Mayit  193
9. Menyiram Kuburan dengan Air Bunga  195
10. Hukum Shalat Jenazah di Atas Kuburan  197

15
11. Shalat Ghaib untuk Mayit  198
12. Qadla’ Shalat untuk Mayit  200
13. Fidyah sebagai Ganti Puasa yang Ditinggal oleh Mayit  201
14. Ziarah Kubur  204
15. Keutamaan Ziarah Qubur  205
16. Ziarah Kubur bagi Perempuan  207
17. Mengharap Barokah  208
18. Membakar Kemenyan di Kuburan  210
19. Hukum Membangun Kuburan  211
20. Hukum Memindah Kuburan  212
21. Membongkar Kuburan  213
22. Nonmuslim Meninggal sebelum Baligh Masuk Sorga atau
Neraka  214
23. Adzan dan Iqomah saat Mayit Dibaringkan dalam Liang Lahat 
216

XXII. SIKAP DAN KEPRIBADIAN SEORANG SUFI  217


1. Definisi Sufi yang Dikemukakan oleh Para Ulama’  217
2. Ciri-Ciri Kepribadian dan Perilaku Seorang Sufi  218

XXIII. PENUTUP  220

16
BAB I
AHLU AL-SUNNAH WA AL-JAMA’AH

1. Pengertian Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah


Konsep aswaja (ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah) selama ini masih belum
dipahami secara tuntas sehingga menjadi “rebutan” setiap golongan,
semua kelompok mengaku dirinya sebagai penganut ajaran aswaja dan
tidak jarang label itu digunakan untuk kepentingan sesaat. Jadi, apakah
yang dimaksud dengan aswaja itu sebenarnya? bagaimana pula dengan
klaim itu, dapatkah dibenarkan?
Aswaja merupakan singkatan dari istilah ahlun, al-Sunnah wa al-
Jama’ah, dan dari situ ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut;
1. Ahlun berarti keluarga, golongan atau pengikut.
2. Al-Sunnah yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah
Saw. meliputi perkataan, perbuatan dan ketetapannya.
3. Al-Jama’ah yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat pada
masa al-Khulafa’ al-Rasyidin (Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq Ra.,
Sayyidina Umar bin Khattab Ra., Sayyidina Utsman bin Affan Ra.,
dan sayyidina Ali bin Abi Thalib Krw).
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailany
dalam kitab al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal.80
‫اب َر ُس ْو ِل‬ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ص َح‬ َ ‫ َواجْلَ َم‬, ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬
ْ َ‫اع ةُ َما اَّت َف َق َعلَْي ه ا‬ َ ‫السـنَّةُ َما َس نَّهُ َر ُس ْو ُل اهلل‬
ُّ َ‫ف‬
ِ ُ‫الر ِاش ِدين اَلْمه ِديِّـ رمْح ة‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
‫اهلل‬ َ َ َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم يِف ْ خالَفَ ة اْألَئ َّمة اْأل َْر َب َع ة اخْلُلَ َف اء َّ ْ َ ُ ْ نْي‬ َ ‫اهلل‬
) 80 ‫ ص‬1 ‫َعلَْي ِه ْم اَمْج َعِنْي َ (الغنية لطالب طريق احلق جز‬
Yang dimaksud dengan al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh
Rasulullah Saw. (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan
pengertian al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para
sahabat Rasulullah Saw. Pada masa al Khulafa’ al Rasyidin yang empat yang telah
diberi hidayah (mudah-mudahan Allah Swt. memberi rahmat pada mereka semua).
al-Ghunyah li Thalibi Thariqi al-Haqq juz I hal.80.

17
Selanjutnya, Syaikh Abi al-Fadhl bin ‘Abdus Syakur menyebutkan
dalam kitab al-Kawakib al-Lamma’ah:
ِ ِ ِ ‫السن َِّة واجْل م‬
ْ ‫الص َحابَِة ىِف اْ َلع َقائِد الدِّيْنِيَّ ِة َواْأل‬
‫َع َم ِال‬ ِّ ِ‫اعة الَّذيْ َن الَ ِز ُم ْوا ُس نَّةَ النَّب‬
َّ َ‫ـى َوطَ ِر ْي َق ة‬ َ َ َ َ ُّ ‫اَ ْه ُل‬
) 9-8 ‫َخالَ ِق الْ َق ْلبِيَّ ِة ( الكواكب اللماعة ص‬ ِِ
ْ ‫الْبَ َدنيَّة َواْأل‬
Yang disebut Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah orang-orang yang selalu
berpedoman pada sunnah Nabi Saw. dan jalan para sahabatnya dalam masalah
aqidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlaq hati. (al-Kawakib al-
Lamma’ah hal. 8-9)
Jadi Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah merupakan ajaran yang mengikuti
semua yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya.
Sebagai pembeda dengan yang lain ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni
tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya,
ketiga prinsip tersebut adalah al-tawassuth yaitu sikap tengah-tengah,
sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan, prinsip al-
tawazzun (seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan dalil
aqli dan dalil naqli) dan al-I’tidal (tegak lurus). Ketiga prinsip tersebut
dapat dilihat dalam masalah keyakinan keagamaan (teologi), perbuatan
lahiriyah (fiqih) serta masalah akhlaq yang mengatur gerak hati (tasawuf).
Dalam praktek keseharian, ajaran ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dibidang
teologi tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari
dan Imam al-Maturidzi, sedangkan dalam masalah perbuatan badaniyah
terwujud dengan mengikuti madzhab empat, yakni madzhab Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali, dan dalam tasawuf
mengikuti rumusan Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
Salah satu alasan dipilihnya ulama’-ulama’ tersebut oleh salafuna al-
shalih sebagai panutan dalam ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah karena mereka
telah terbukti mampu membawa ajaran-ajaran yang sesuai dengan intisari
agama Islam yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw. beserta para
sahabatnya dan mengikuti hal tersebut merupakan suatu kewajiban bagi
ummatnya. Rasulullah Saw. Bersabda:

18
ِ ‫الس الَِمى اَنَّه مَسِ ع الْعِرب اَض بن س ا ِريَِّة قَ َال وعظَن اَ رس و ُل‬ ِ
‫اهلل‬ َُْ ََ َ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُّ ‫َع ْن َعْب د ال رَّمْح ِن بْ ِن َع ْم ٍرو‬
‫ني (مسند‬ ِ ِ ِ َّ ‫صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم َفعلَي ُكم مِب ا عر ْفتم ِمن سنَّتـِى وسن َِّة اخْل لَفاَِء‬
َ ْ‫الراش ديْ َن اَلْ ُم ْهديِّـ‬ ُ ُ َ ْ ُ ْ ْ ُ ََ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ َ
) 16519 ‫امحد بن حنبل ص‬
Dari Abd Rohman bin Amr al-Sulami, Sesungguhnya ia mendengar al-Irbadh bin
Sariyah berkata, Rasulullah Saw. menasehati kami, Kalian wajib berpegang teguh
pada sunnahku (apa yang aku ajarkan) dan perilaku al-Khulafa’ al-Rasyidin yang
mendapatkan petunjuk). (Musnad Ahmad Bin Hambal, 16519)

Karena itu, sebenarnya ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah merupakan


Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. dan
sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diamalkan oleh para
sahabatnya. Ketika Rasulullah Saw. menerangkan bahwa umatnya akan
terpecah-belah menjadi 73 golongan, dengan tegas Rasulullah Saw.
menyatakan bahwa yang benar adalah mereka yang tetap berpadoman
pada apa yang telah diperbuat oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya
pada waktu itu (maa ana ‘alaihi waashkhabii).

ً‫ني ِملَّة‬ِ ِ ِ ِ‫وإِ َّن بيِن إِس رائِيل َت َف َّرقَت علَى ثِْنَت ِ وس بع‬
َ ‫ َوَت ْفرَتِ ُق أ َُّميِت َعلَى ثَاَل ث َو َس ْبع‬, ً‫ني ملَّة‬
َ ْ َ َ ‫نْي‬ َ ْ َ َْ َ َ
ِ‫ ما أَنَا علَي ه‬: ‫ول اللَّ ِه ؟ قَ َال‬ ِ ِ ِ
َ ‫ َم ْن ه َي يَا َر ُس‬: ‫ قَ الُوا‬, ‫هم يِف النَّار إِاَّل ملَّةً َواح َد ًة‬
َْ َ ْ ّ‫ ُكل‬,
)330 ‫ ص‬2 ‫ باب من اطلع يف بيت اجلزء‬, ‫َص َحايِب " (هتذيب سنن أيب داود وايضاح‬ ْ ‫َوأ‬
Maka, ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah sesungguhnya bukanlah aliran
yang baru muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang
dari ajaran haqiqi agama Islam, ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah justru
berusaha untuk menjaga agama Islam dari beberapa aliran yang akan
mencabut ajaran Islam dari akar dan pondasinya semula. Setelah aliran-
aliran itu semakin merajalela, tentu diperlukan suatu gerakan untuk
menyosialisasikan dan mengembangkan kembali ajaran murni Islam,
sekaligus merupakan salah satu jalan untuk mempertahankan,
memperjuangkan, dan mengembalikan agama Islam agar sesuai dengan
19
apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat beliau.
(Khittah Nahdliyyah, 19-20)
Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku dirinya termasuk ahlu
al-Sunnah wa al-Jama’ah, maka mereka harus membuktikannya dalam
praktik keseharian bahwa ia benar-benar mengamalkan sunnah-sunnah
Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Abu Said al-Khadimi berkata;
ِ
َ ‫اع ِة ( ُقْلنَا ذال‬
ْ ‫ك الَيَ ُك ْو ُن بِال د‬
‫َّع َوى بَ ْل‬ ِ ُّ ‫َف اِ ْن قِي ل ُك ُّل فِرقَ ٍة تُ ْدعى اَهِل اً اَه ل‬
َ ‫السـنَّة َواجْلَ َم‬ َ ْ َ ْ َْ
ِ ‫اح اْألَح ِادي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫بِتطْبِيق ِة اْلق و ِل والْ ِفع ِل وذالِ ك ب‬
‫ث‬ ْ َ ِ ‫ص َح‬ َ ‫ىل َز َمانن اَ امَّنَا مُيْك ُن بِتَطْبِْي َق ة‬
َ ‫الس نَّة ا‬
ُّ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ
‫ (الربيقة ش رح الطريقة ص‬. َ‫لى َوثاَقَتِه ا‬ ِ ‫ب َّ ِ ِ ِ ِ ِ َّيِت‬ ِ ُ‫َك ُكت‬
َ ‫الش ْيخَنْي َو َغرْي مُهَا م َن اْلكتَ اب ال ْ امْج َ َع َع‬
)112-111
(Jika ada yang bertanya) semua kelompok mengaku dirinya sebagai golongan ahlu
al sunnah wa al-jama’ah itu bukan hanya klaim semata, namun harus diwujudkan
(diaplikasikan) dalam perbuatan dan ucapan. Pada zaman kita sekarang ini
perwujudan itu dapat dilihat dengan mengikuti apa yang tertera dalam hadits-
hadits yang shahih, seperti shahih al-Bukhori, Shahih Muslim dan kitab-kitab
lainnya yang telah disepakati validitasnya. (al-Bariqah Syarh al-Thariqah,
hal.111-112)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan bahwa Ahlu al-
Sunnah wa al-Jama’ah merupakan ajaran yang sesuai dengan Rasulullah
Muhammad Saw. dan para sahabatnya, dan itu tidak bisa hanya sebatas
klaim semata, namun harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku
sehari-hari.

2. Tiga Sendi Utama Ajaran Islam


Seperti yang sering dijelaskan, bahwa ada tiga pedoman ajaran yang
menjadi standar ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah, yakni tauhid (aqidah), fiqih
dan tasawuf, ini seolah-olah ingin mengatakan bahwa inti ajaran dalam
agama Islam adalah tiga hal tersebut. Bagaimanakah hal tersebut?
‫ص لى اهلل عليه‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫اب ر ِض ى اهلل َعْن ه قَ َال بينَما حَنْن ِعْن َد رس‬
َُ ُ َ َْ ُ ُ َ َ ِ َّ‫َع ْن عُ َم َر ابْ ِن اخْلَط‬
ٍ
‫الش ْع ِر الَ يُ َرى َعلَْي ِه‬ ُ ‫اب َش ِد‬
َّ ‫يد َس َو ِاد‬ ِ ‫اض الثِّي‬
َ ِ َ‫يد َبي‬ ُ ‫ات َي ْوم إِ ْذ طَلَ َع َعلَْينَا َر ُج ٌل َش ِد‬
َ ‫ َذ‬-‫وسلم‬
20
‫َس نَ َد ُر ْكبََتْي ِه‬
ْ ‫ فَأ‬-‫ص لى اهلل عليه وسلم‬- ِّ ‫س إِىَل النَّىِب‬ َ َ‫َح ٌد َحىَّت َجل‬
ِ
َ ‫الس َف ِر َوالَ َي ْع ِرفُ هُ منَّا أ‬
َّ ‫أََث ُر‬
‫ول اللَّ ِه‬ُ ‫ َف َق َال َر ُس‬.‫َخرِب ْ ىِن َع ِن ا ِإل ْس الَِم‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ض َع َكفَّْي ه َعلَى فَخ َذيْ ه َوقَ َال يَا حُمَ َّم ُد أ‬
ِ
َ ‫إِىَل ُر ْكبََتْي ه َو َو‬
ِ ِ َّ ُ ‫َن حُم َّم ًدا رس‬ ِ ِ
‫يم‬َ ‫ول الله َوتُق‬ ُ َ َ َّ ‫ « ا ِإل ْسالَ ُم أَ ْن تَ ْش َه َد أَ ْن الَ إلَهَ إالَّ اللَّهُ َوأ‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬-
ِ ِ ‫ض ا َن وحَتُ َّج الْبي‬ َّ ‫الص الََة َو ُت ْؤتِى‬
.‫ت‬ َ ْ‫ص َدق‬ َ ‫ قَ َال‬.ً‫ت إِلَْي ه َس بِيال‬ ْ ‫ت إِن‬
َ ‫اس تَطَ ْع‬ َ َْ َ َ ‫وم َر َم‬ َ ‫ص‬ ُ َ‫الز َك ا َة َوت‬ َ َّ
‫ قَ َال « أَ ْن ُت ْؤ ِم َن بِاللَّ ِه َو َمالَئِ َكتِ ِه‬.‫ان‬ ِ َ‫ قَ َال فَ أَخرِب ىِن ع ِن ا ِإلمي‬.‫قَ َال َفع ِجبنَا لَ ه يس أَلُه ويص ِّدقُه‬
َ ْْ ُ َ َُ ُ ْ َ ُ ْ َ
‫َخرِب ْ ىِن َع ِن‬ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
ْ ‫ قَ َال فَ أ‬.‫ت‬ َ ْ‫ص َدق‬ َ ‫ قَ َال‬.» ‫َو ُكتُبِ ه َو ُر ُس له َوالَْي ْوم اآلخ ِر َو ُت ْؤم َن بِالْ َق َد ِر خَرْيِ ه َو َش ِّر ِه‬
‫َخرِب ْ ىِن َع ِن‬ ِ ‫ا ِإلحس‬
ْ ‫ قَ َال فَأ‬.» ‫َّك َت َراهُ فَِإ ْن مَلْ تَ ُك ْن َت َراهُ فَِإنَّهُ َي َر َاك‬
َ ‫ قَ َال « أَ ْن َت ْعبُ َد اللَّهَ َكأَن‬.‫ان‬ َْ
‫هِت‬
‫ قَ َال « أَ ْن‬.‫َخرِب ْ ىِن َع ْن أ ََم َار َا‬ ِ َّ ‫َعلَم ِمن‬ ِ ُ ُ‫ قَ َال « َما الْ َم ْس ئ‬.‫اع ِة‬
ْ ‫ قَ َال فَأ‬.» ‫الس ائ ِل‬ َ َ ْ ‫ول َعْن َها ب أ‬ َ ‫الس‬
َّ
ِ ‫الش ِاء يتَطَ اولُو َن ىِف الْبْني‬ ِ ِ
َّ‫ قَ َال مُث‬.» ‫ان‬ َُ َ َ َّ َ‫تَل َد األ ََم ةُ َربََّت َها َوأَ ْن َت َرى احْلَُف ا َة الْعُ َرا َة الْ َعالَ ةَ ر َع اء‬
«‫ قَ َال‬.‫ت اللَّهُ َو َر ُس ولُهُ أ َْعلَ ُم‬ ِ َّ ‫انْطَلَق َفلَبِثْت ملِيًّا مُثَّ قَ َال ىِل « يا عمر أَتَ ْد ِرى م ِن‬
ُ ‫ ُقْل‬.» ‫الس ائ ُل‬ َ َُ ُ َ َ ُ َ
)9 ‫ رقم‬1 ‫ (صحيح مسلم اجلزء‬.»‫يل أَتَا ُك ْم يُ َعلِّ ُم ُك ْم ِدينَ ُك ْم‬ ِ ِ ِ
ُ ‫فَإنَّهُ جرْب‬
Dari Umar bin Khattab ra., dia berkata: Pada suatu hari kami berada bersama
Rasulullah Saw., tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang bajunya
sangat putih, rambutnya sangat hitam, sama sekali tidak nampak pada dirinya
tanda-tanda kalau dia telah melakukan perjalanan jauh, dan tak seorang pun dari
kami yang mengenalnya.
Kemudian laki-laki itu duduk di hadapan Nabi Saw. sambil menempelkan
kedua lututnya pada lutut Rasulullah Saw., sedangkan kedua telapak tangannya
diletakkan di atas paha Rasulullah Saw., laki-laki itu bertanya: “ Wahai
Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam”. Rasulullah Saw. menjawab,
“Islam adalah kamu bersaksi tiada Tuhan selain Allah Swt.dan bahwasanya
Muhammad adalah utusan Allah Swt. dan hendaklah kamu mendirikan shalat,
menunaikan zakat, mengerjakan puasa pada bulan Ramadlan dan menunaikan
ibadah haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya”. Laki-laki itu
pun menjawab, “Kamu berkata benar”, Umar berkata, tentu saja kami merasa
21
heran kepada orang itu, sebab dia yang bertanya dan dia sendiri yang malah
membenarkan (jawaban Rasululah).
Kemudian laki-laki itu kembali bertanya, beritahukanlah kepadaku mengenai
iman!, Rasulullah Saw. menjawab “Hendaklah kamu beriman kepada Allah Swt.,
para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, beriman kepada hari akhir
dan juga kepada qadar-Nya yang baik dan yang buruk”. Laki-laki itu pun
menjawab, “kamu berkata benar”, kemudian laki-laki itu bertanya lagi
“beritahukan kepada diriku mengenai ihsan”, Rasulullah Saw. menjawab
“Hendaknya kamu menyembah Allah Swt. seolah-olah kamu melihat-Nya, jika
kamu tidak bisa merasa melihat-Nya, maka hendaklah kamu merasa dilihat-Nya
(Allah Swt. melihatmu). Laki-laki itu bertanya lagi “beritahukanlah kepadaku
tentang hari kiamat!” Rasulullah menjawab, “tidaklah orang yang ditanya lebih
mengetahui dibanding orang yang bertanya,. Laki-laki itu berkata “kalau begitu
beritahukanlah tentang tanda-tandanya saja!” Rasulullah Saw. Berkata “kalau
sudah sudah ada budak melahirkan tuannya, kalau kamu telah menyaksikan orang
yang tidak beralas kaki dan tidak berbusana dari kalangan orang-orang melarat
penggembala domba saling berlomba-lomba mendirikan bangunan yang tinggi.”
Umar berkata “kemudian orang itu pergi. Setelah itu aku (Umar) diam
beberapa saat, kemudian Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, “Wahai Umar,
tahukah dirimu siapakah laki-laki yang datang bertanya tadi? Aku menjawab,
Hanya Allah Swt. dan Rasul-Nya saja yang mengetahui. Rasulullah Saw. lalu
bersabda; sesungguhnya laki-laki itu adalah Jibril As. Ia datang kepada kalian
untuk mengajarkan agama kepada kalian semua. (Shahih Muslim, bab Ma’rifatil
Iman wal Islam juz 1 hal 28)

Memperhatikan hadits di atas, maka ada tiga hal penting yang menjadi
inti dari agama yang diajarkan oleh Rasulullah Saw., yakni Islam, Iman
dan Ihsan. Ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, dalam pengalaman
kehidupan beragama tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan
tanpa melakukan pembedaan, seorang muslim tidak diperkenankan hanya
terlalu mementingkan aspek Iman dan Islam dan begitu juga sebaliknya,
sebagaimana firman Allah Swt.

22
ِ َ‫الش يط‬ ِ ِ َّ
ٌ ِ‫ان إِنَّهُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُّمب‬
( ‫ني‬ ْ َّ ‫الس ْل ِم َكآفَّةً َوالَ َتتَّبِعُواْ ُخطُ َوات‬
ِّ ‫ين َآمنُواْ ْاد ُخلُواْ يِف‬
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
)208
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu menuruti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah: 208)

Dan dari dalil di atas dapat kita ketahui bahwa inti ajaran Islam adalah
iman, islam dan ihsan yang harus diamalkan secara kaffah (menyeluruh)
dan dari perjalanan sejarah, secara keilmuan berkembang dan dikolaborasi
menjadi ilmu tauhid, fiqih,dan tasawuf.

3. Aswaja dan Perkembangan Sosial Budaya


Manusia merupakan mahluk yang diciptakan Allah Swt.dalam bentuk
yang paling sempurna (Fii ahsani taqwim, al-Thin:4) dibandingkan dengan
mahluk-mahluk yang lainnya. Manusia diberi akal budi dan hati nurani
untuk mengemban fungsi ke-khalifahan yaitu mengatur kehidupan untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi (al-Baqarah: 30-34, al-
An’am:165).
Sejarah kehidupan yang dibangun manusia telah menghasilkan
peradaban, kebudayaan dan tradisi sebagai wujud karya dan karsa
manusia dalam memenuhi kebutuhan dan tuntunan hidup yang dihadapi
dalam lingkungan negara atau wilayah tertentu. Suatu bangsa atau suku
membangun kebudayaan serta peradabannya sesuai dengan prinsip dan
nilai-nilai sosial serta pandangan hidup yang diperoleh dari ajaran agama
atau faham yang dianut, budaya atau tradisi itu selalu mengalami
perubahan baik berupa kemajuan maupun kemunduran yang semuanya
ditentukan atas dasar relevansinya dengan kehidupan dan kemanusiaan.
Pertemuan antara berbagai peradaban, kebudayaan dan tradisi merupakan
kenyataan dan dialektika sejarah yang menyebabkan terjadinya saling
mempengaruhi, percampuran, serta perbenturan yang sesuai dengan daya
tahan dan daya serap masing-masing, sebagai contoh adalah peradaban
23
Islam di Indonesia yang muncul sejak awal abad ke-7 masehi sampai
perkembangannya merupakan salah satu kenyataan sejarah tersebut.
Salah satu faktor penentu berkembangnya peradaban Islam adalah
faham golongan ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah, ahlu al-Sunnah wa al-
Jama’ah sebagai paham dengan metode yang komperehensif, memadukan
antara wahyu dan akal yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
mengandung prinsip moderat (tawasuth), menjaga keseimbangan (tawazun)
dan toleransi (tasamuh). Metode pemahaman dan pemikiran (manhaj al-fikr)
ini lahir dari proses dialektika sejarah pemikiran dan gerakan yang intens
dengan mengikuti tuntunan wahyu dan tuntunan akal secara proporsional
yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan dan hukum kehidupan
(sunnatullah). Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah menghindari pertentangan
politik dan fanatisme kelompok yang masuk dalam pemahaman
keagamaan, dengan prinsip dan watak dasarnya itulah ahlu al-Sunnah wa
al-Jama’ah dapat diterima dan berkembang di semua lapisan masyarakat
serta ikut berperan memajukan kehidupan yang penuh kedamaian dalam
wahana kebangsaan dan kenegaraan bersama peradaban, kebudayaan,dan
tradisi lain.
Sebagai metode pemahaman dan pemikiran keagamaan yang fitri,
ahlu al-sunnah wa al Jama’ah mengaktualisasikan diri dalam
pengembangan peradaban, kebudayaan dan tradisi yang konstruktif (al-
amru bi al-ma’ruf) serta mencegah perubahan yang destruktif (al nahy
mabadi’ al khamsah: hifzh al-din, hifzh al-nafs, hifzh al-aql, hifzh al-nasl, hifzh al-
mal) demi terwujudnya kemaslahatan di muka bumi.
Dengan prinsip menyebarkan rahmat kepada seluruh alam semesta
(rahmat li al-‘alamin) ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah memandang realitas
kehidupan secara inklusif (semua, menyeluruh) dan substansif
(independen, hakiki). Secara mutlak ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah tidak
mau terjebak dalam klaim kebenaran dalam dirinya juga tidak dalam
kelompok-kelompok lain (tidak membedakan suku, ras dan budaya)
karena mengaku atau mengklaim kebenaran hanya miliknya sendiri dan
memandang pihak lain salah apalagi memaksakan pendapatnya kepada
orang lain adalah merupakan sikap otoriter dan pada gilirannya akan

24
mengakibatkan perpecahan, pertentangan dan konflik yang membuat
kerusakan dan kesengsaraan.
Pluralitas (kemajemukan) dalam kehidupan ini adalah merupakan
rahmat yang harus dihadapi dengan sifat ta’aruf, membuka diri dan
melakukan dialog secara kreatif untuk menjalin kebersamaan dan
kerjasama dengan saling menghormati dan saling membantu.
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai metode pemahaman dan
pemikiran yang dirumuskan dalam wacana keagamaan dalam penjabaran
secara praktis masih banyak terjadi khilafiyah dan mengalami distorsi
(pemutarbalikan fakta atau kenyataan) baik oleh para penganutnya
maupun dikalangan orang luar. Pemahaman yang memadukan antara
wahyu dan akal, teori kasab, serta tekanan ajaran zuhud (‘uzlah), qana’ah
dan sebagainya telah disalahfahami yang kemudian diasumsikan menjadi
penyebab kemunduran karena tumbuhnya sikap determinasi dan
kepasrahan dalam kehidupan keduniaan, padahal ajaran akidah itu lebih
bersifat penataan hubungan hamba dengan Tuhan. Ahlu al-Sunnah wa al-
Jama’ah mendorong manusia untuk menjadi pribadi muslim yang saleh,
kreatif, dinamis dan inovatif agar mampu menjalankan fungsi kekhalifahan
dengan tulus demi pengabdian dan kebudayaan yang maju, memanfaatkan
sumber daya alam yang tersedia dengan mendayagunakan potensi
intelektualitas dan intuisinya secara maksimal dan bertanggung jawab
sebagai amal saleh yang menentukan nilai dirinya dihadapan Allah Swt.
Prinsip ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam mengembangkan
kebudayaan dan peradaban didasari sikap yang seimbang, menjaga
kesinambungan antara hal-hal baik yang sudah ada dan mengambil hal-hal
baru yang lebih baik (al-mukhafazhah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bil
jadid al-ashlah) dan dengan dasar itulah ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah
memandang peradaban dan kebudayaan modern yang baru muncul atau
baru lahir sebagai hasil inovasi dan kreatifitas manusia atas dasar
rasionalisme dalam menjawab tantangan yang dihadapi dalam bentuk
nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kata lain ahlu al-
Sunnah wa al-Jama’ah memandang peradaban dan kebudayaan modern

25
dapat dimanfaatkan sepanjang tidak mengakibatkan bahaya dan tidak
bertentangan dengan sendi-sendi dasar akidah dan syariat Islam, lagi pula
semua yang ada dalam peradaban dan kebudayaan modern baik berupa
etos kerja, kedisiplinan, orientasi ke depan, dorongan penggunaan
teknologi canggih merupakan warisan kemanusiaan yang membawa
manfaat untuk kesejahteraan hidup manusia.

26
BAB II
BID’AH
Belakangan ini semakin gencar tudingan bid’ah pada seseorang atau
kelompok tertentu, yang satu menyatakan bahwa kelompok yang tidak
sefaham dengannya sebagai ahlu bid’ah sehingga mereka tersesat dan
berhak masuk neraka, sementara kelompok lain juga menuding kelompok
yang lainnya lagi mengembangkan bid’ah. Saling tuding seperti inilah
kemudian menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam. Apa
sebetulnya makna bid’ah itu? dan apakah memang benar bid’ah itu selalu
berkonotasi negatif sehingga harus dihilangkan dari muka bumi ini?
Menurut al-Imam Abu Muhammad ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam, bid’ah
adalah:
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ( قواعد األحك ام يف‬ ِ ِ ِ
ْ ‫اَلْبِ ْد َع ةُ ف ْع ُل َما مَلْ يُ ْع َه ْد يِف ْ َع‬
َ ‫ص ِر َر ُس ْول اهلل‬
) 172 ‫ ص‬2 ‫ ج‬. ‫مصاحل األنام‬
Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa
Rasulullah Saw. (Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anaam, juz II hal. 172)
Dalam khazanah pemahaman literatur fiqih, bid’ah secara garis
besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bid’ah hasanah
(baik) dan bid’ah sayyi’ah (jelek), sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam
Syafi’i;

‫الض الَ ِل‬ ِ َ‫ث خُي الِف كِتاَباً أَوسنَّةً أَو أَثَراً أَوإِمْج اعا ف‬
َّ ُ‫هذ ِه بِ ْد َع ة‬ ِ َ ‫قَ َال اَلْمح َدثاَت‬
ًَ ْ ْ ُْ ُ َ َ ‫َح َد‬ ْ ‫ض ْرباَن َما أ‬ ُ ُْ
‫ك َف َه ِذ ِه حُمْ َدثَةٌ َغْي ُر َم ْذ ُم ْو َم ٍة انتهى (فتح البارى‬ ِ
َ ‫ف َش ْيئاً ِم ْن ذل‬
ِ ِ َ ‫وما أَح َد‬
ُ ‫ث م َن اخْلَرْيِ الَ خُيَال‬ ْ ََ
)1. ‫ ص‬17 ‫ ج‬,
Sesuatu yang diada-adakan itu ada dua macam. Pertama, sesuatu yang
baru itu menyalahi al-Qur’an, sunnah Nabi Saw., atsar sahabat atau ijma’
ulama’, hal ini disebut dengan bid’ah dhalalah. Dan kedua, jika sesuatu
yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi sedikit pun

27
dari hal itu (al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijma’), maka perbuatan tersebut
tergolong perbuatan baru yang tidak dicela. (Fathu al-Bari, juz 17 hal.10)
Sedangkan dalam Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-An’am, Juz I, hal.
173 telah dijelaskan lebih lanjut secara terperinci bahwa sebagian besar
ulama’ membagi bid’ah menjadi lima macam:
1. Bid’ah Wajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan
hal-hal yang diwajibkan oleh syara’ seperti mempelajari ilmu
Nahwu, Sharaf, Balaghah, dengan alasan karena hanya dengan ilmu-
ilmu inilah seseorang dapat memahami al-Qur’an dan hadits Nabi
Muhammad secara sempurna.
2. Bid’ah Mandubah, yakni segala sesuatu yang baik tapi tak pernah
dilakukan pada masa Rasulullah Saw. misalnya, shalat tarawih
secara berjama’ah, mendirikan madrasah dan pesantren.
3. Bid’ah Mubahah, seperti berjabat tangan setelah shalat dan makan-
makanan yang lezat.
4. Bid’ah Muharramah, yakni bid’ah yang bertentangan dengan syara’
seperti madzhab Jabariyah dan Murji’ah.
5. Bid’ah Makruhah, seperti menghiasi masjid dengan hiasan yang
berlebihan.
Dari sini dapat diketahui bahwa bid’ah terbagi menjadi dua, pertama
bid’ah hasanah yakni bid’ah yang tidak dilarang dalam agama karena
mengandung unsur yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran
agama, masuk dalam kategori ini adalah bid’ah wajibah, bid’ah mandubah
dan bid’ah mubahah, salah satu contoh dalam konteks ini seperti
perkataan Sayyidina Umar bin Khattab ra. tentang jama’ah shalat tarawih
yang beliau laksanakan:

) 231 ‫نِ ْع َمةُ اْلبِ ْد َعةُ ٰه ِذ ِه (املوطأ رقم‬


Sebaik-baik bid’ah adalah ini (yakni shalat tarawih dengan berjama’ah). (al-
Muwatha’ [231])

Contoh bid’ah hasanah antara lain adalah khutbah yang diterjemahkan


kedalam bahasa Indonesia, membuka suatu acara dimulai dengan

28
membaca basmalah dibawah seorang komando, menambah bacaan
subhanahu wata’ala yang disingkat dengan Swt. setiap ada kalimat Allah
Swt. dan sallaAllahu alaihi wasallama yang diringkas Saw. setiap ada kata
Muhammad, berkendara ke tempat atau majlis terpuji dengan naik mobil
Alphard, mengendara sepeda motor ke sekolah, melihat acara pengajian
dengan televisi, membuat buku Galak Gampil dengan sarana komputer,
mesin cetak, mengabadikan momen-momen tertentu dengan kamera
digital, makan es krim, serta masih banyak lagi perbuatan lainnya yang
belum pernah ada pada masa Rasulullah Saw. yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam.

Bid’ah yang kedua adalah Bid’ah Sayyi’ah atau bid’ah dhalalah, yaitu
bid’ah yang mengandung unsur negatif dan dapat merusak ajaran dan
norma agama Islam. Bid’ah Muharromah dan Makruhah dapat
digolongkan pada bagian yang kedua ini, dan inilah yang dimaksud oleh
sabda Nabi Muhammad Saw:

‫ قَ َال « َم ْن َع ِم َل‬-‫ص لى اهلل عليه وس لم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ َّ ‫ َر ِض ى اهللُ َعْن َها أ‬- َ‫َع ْن َعائِ َش ة‬
َ ‫َن َر ُس‬ َ
.» ٌّ‫س َعلَْي ِه أ َْمُرنَا َف ُه َو َرد‬
َ ‫َع َمالً لَْي‬
Dari Aisyah ra, ia berkata, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda: Barang siapa
yang melakukan perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu
ditolak. (Sahih Muslim, bab Idza Ijtahada al-Amal)

Dengan adanya pembagian ini dapat disimpulkan bahwa tidak semua


bid’ah itu dilarang dalam agama, sebab yang tidak diperkenankan adalah
perbuatan yang dikhawatirkan menghancurkan sendi-sendi agama Islam,
sedangkan amaliyah yang akan menambah syiar dan daya tarik agama
Islam tidak dilarang, bahkan untuk saat ini sudah waktunya umat Islam
lebih kreatif untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan zaman.

29
BAB III

PENERAPAN HUKUM FIQIH

Setiap muslim mukallaf dituntut melaksanakan semua perintah agama


dan menjauhi larangan-larangannya, namun kita sadari bahwa pada setiap
masa masing-masing orang mempunyai kekuatan dan kelemahan baik dari
sisi fisik maupun keimanannya, bagaimanakah sikap agama melihat
kenyataan seperti itu?

Allah Swt. memang menciptakan manusia sesuai dengan kadarnya


masing-masing, dari sisi hukum syari’at terdapat dua tingkatan yaitu
hukum yang berat dan yang ringan, dengan demikian qoul yang berat
untuk mereka yang kuat dan yang ringan untuk mereka yang lemah. Hal
ini sesungguhnya telah dijelaskan di dalam kitab al-Mizan al-Kubra hal.3;

ِ ِ ِ َ‫و َكم اَ الَجَي وز لَن اَ اَلطَّعن فِيم اَ ج ائ‬


‫ك الَجَيُ ْو ُز لَنَا‬َ ‫اختِالَف َش َرائِعِ ِه ْم فَ َك ذل‬ ْ ‫ت بِه َاْألَنْبِي اَءُ َم َع‬
ْ َ ْ ُْ ُ ُْ َ
ِ َ‫ان ويوض ح ل‬ ِ ِ
‫ك‬ َ ‫ك ذل‬ َ ُ َ ْ ُ َ ِ ‫اس َتْنبَطَهُ َاْألَئِ َّمةُ اَلْ ُم ْجتَ ِه ُد ْو َن بِطَ ِريْ ِق اْ ِال ْجتِه اَد َواْ ِال ْستِ ْح َس‬ ْ ‫اَلطَّ ْع ُن فْي َما‬
َ‫ف َوتَ ْش ِديْ ٌد ال‬ ِ
ٌ ‫لى َم ْر َتبَتـَ ْى حَتْفْي‬ ِ ِ ُ ‫ت ِم ْن َحْي‬
َ ‫ث اْأل َْمر َوالنَّهى َع‬ ْ َ‫الش ِر ْي َعةَ َجائ‬
َّ ‫َن‬َّ ‫أَ ْن َت ْعلَ َم يَاأ َِخ ْى أ‬
‫احهُ ىِف الْ ِمْي َز ِان فَ اِ َّن مَجِ ْي َع الْ ُم َكلِّ ِفنْي َ الَ خُيْ ِر ُج ْو َن َع ِن‬ ِ ِ ٍ ِ ٍ
ُ ‫ض‬َ ْ‫لى َم ْر َتبَ ة َواح َدة َك َما َس يَأْت ْى اي‬ َ ‫َع‬
ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ُ ‫ف ِمن حي‬ ِ ‫يو‬ ِ
‫ي‬َ ‫ فَ َم ْن قَ ِو‬, ‫ص ٍر َو َز َم ان‬ ْ ‫ث امْيَان ه اَْو ج ْس مه يِف ْ ُك ِّل َع‬ ْ َ ْ ٌ ‫ض عْي‬ َ َ ٌّ ‫ قَ ِو‬: ِ ‫الْق ْس َمنْي‬
‫َخ ُذ‬
ْ ‫ف َواْأل‬ ِ ‫َّخ ِفْي‬
ْ ‫ب بِ الت‬
ِ ِ ‫َّش ِدي ِد واْألَخ ُذ بِ الْعزائِ ِم ومن ض ع‬
ْ َ ْ ْ ‫ب بِالت‬
ِ ِ
َ ‫ف مْن ُه ْم ُخ ْوط‬ َ َ َ ْ َ َ ََ َ ‫مْن ُه ْم ُخ ْوط‬
) 3 ‫ص (امليزان الكربى ص‬ ِ ‫الر َخ‬ ُّ ِ‫ب‬
Sebagaimana tidak diperbolehkan mencela perbedaan di antara syari’at-syari’at
yang dibawa para Nabi, begitu juga tidak diperbolehkan mencela pendapat-
pendapat yang dicetuskan para imam Mujtahid, baik dengan metode ijtihad
maupun istihsan. Saudaraku! Lebih jelasnya engkau perlu mengerti, bahwa
syari’at itu dilihat dari perintah dan larangannya dikembalikan pada dua kategori
yaitu ringan dan berat. Lebih jelasnya hal itu dicantumkan pada ‘al-Mizan.
Dengan demikian orang-orang mukallaf itu dipandangkan dari segi keimanan dan

30
fisiknya, dalam setiap zamannya, tidak terlepas dari dua kategori yaitu orang yang
lemah dan orang yang kuat, dan barang siapa tergolong kuat, maka ia
mendapatkan khitob berupa qoul yang galak, dan barang siapa yang tergolong
lemah maka ia mendapatkan khitob berupa qoul yang gampil. (Al-Mizanu al-
Kubra, hal. 3)

Dari keterangan tersebut di atas maka dalam menerapkan suatu


hukum harus sesuai dengan syari’at ajaran Islam yang di dalamnya tidak
ada kekerasan dan paksaan.

31
BAB IV

HUKUM BERPINDAH-PINDAH MADZHAB

Bagaimanakah hukum berpindah-pindah dalam mengikuti


pendapat madzhab, semisal penganut madzhab Syafi’i memilih atau
mengikuti qoul yang ringan dari qoul atau pendapat selain dari madzhab
Imam Syafi’i atau sebaliknya?

A. Fasiq, apabila untuk mencari kemudahan-kemudahan hukum saja.


Keterangan kitab Fatkhu al-Mu’in halaman 138

‫ب َم َعنَّي ٍ ِم َن‬ َ َ َ َ
ٍ ‫ك اْ َلع ِامي ِمبَ ْذ َه‬
ٍ ‫ب لَ ِز َم هُ ُموا َف َقـتُهُ وإِالَّ لَ ِز َم هُ التَم ْذ ُهب مِب َ ْذ َه‬
ْ َ ‫(فَائِ َدةٌ) إِذَا مَتَ َّس‬
‫ىل َغرْيِ ِه باِلْ ُكلِّيَ ِة أ َْو يِف الْ َم َس ائِ ِل‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫اْأل َْر َب َع ة الَ َغرْي َها مُثَّ لَ هُ َوإ ْن َعم َل ب اْأل ََّول َاْإلنْتق اَ َل إ‬
‫َس َه ِل ِمْن هُ َفَي ْف ُس ُق بِ ِه َعلَى‬ ْ ‫ب بِاْأل‬ ٍ ‫ص بِ أَ ْن يَأْ ُخ َذ ِم ْن ُك ِّل َم ْذ َه‬ َ ‫الر َخ‬َّ ‫بِ َش ْر ٍط أَ ْن الَ َيتَتَبَّ َع‬
‫اْأل َْو َج ِه‬
(Faidah) jika orang awam berpegang teguh pada suatu madzhab maka wajib
mengikutinya, jika tidak atau berpindah madzhab maka wajib mengikuti
madzhab yang jelas dari salahsatu madzhab empat (madzhab Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hambali) tidak kepada madzhab yang lainnya, jika orang awam
yang sudah mengikuti madzhab yang awal menginginkan berpindah ke
madzhab yang lain (hukumnya boleh) dengan syarat harus mengikuti
pendapat madzhab tersebut satu rumpun atau satu qodhiyah secara utuh,
atau hanya ikut dalam beberapa jenis masalah saja dengan syarat tidak
mengambil atau memilih pendapat yang ringan dari setiap madzhab yang
lebih mudah, jika begitu (hanya memilihi yang ringan-ringan saja) maka
termasuk perbuatan fasik (menurut pendapat yang terpecaya).

B. Boleh secara mutlak, dalam artian berpindah madzhab untuk suatu


kebutuhan tertentu atau berpindah-pindah madzhab hanya untuk
mencari suatu kemudahan saja, asalkan tidak melakukan talfiq. Talfiq
adalah menghimpun atau bertaqlid dengan dua imam madzhab atau
lebih dalam satu perbuatan yang memiliki rukun, bagian-bagian yang
terkait satu dengan lainnya yang memiliki hukum yang khusus,
32
kemudian mengikuti satu dari pendapat yang ada. Hal ini diterangkan
dalam kitab I’anah al-Thalibin juz 4 halaman 217

‫َص َّح ِم ْن َكالَِم‬


َ ‫َن اْأل‬َّ ‫َي مُثَّ جَيُ ْو ُز لَ هُ اِخَلْ قَ َال اِبْ ُن اجْلَ َم ِال ( إِ ْعلَ ْم ) أ‬ْ ‫( َق ْولُ هُ مُثَّ لَ هُ ) أ‬
‫ب ِم َن‬ ٍ ‫ب إِىل َم ْذ َه‬ ٍ ِ ُ ‫الش ي ِخ اِب ِن حج ٍر و َغ ِ ِه أَنَّه جَي وز َاْ ِالنْتِ َق‬
َ ‫ال م ْن َم ْذ َه‬ ُ ْ ُ ُ ‫َخ ِريْ َن َك َّ ْ ْ َ َ َ رْي‬ ِّ ‫الْ ُمتَ أ‬
ِ ِِ ِ ‫يِف‬ ِِ ِ ِ ‫اْمل َذ ِاه‬
َ ‫ب اَلْ ُم َد ِّونَ ِة َولَ ْو مِب ُ َج ِّرد الت‬
َ ْ‫َّش ِّهى َس َواءٌ انْت َق َل َد َوام اً أ َْو ْ َب ْعض احْلَادثَة َوإ ْن أَف‬
‫ىت‬
َ
)217 ‫ ص‬4 ‫الت ْل ِفْي ُق اهـ (اعانة الطالبني ج‬ َّ ُ‫أ َْو َح َك َم َو َع ِم َل خِبِ الَفِ ِه ماَ مَلْ َي ْلَز ْم ِمْنه‬

Ibnu Jamal berkata “ketahuilah sesungguhnya qoul yang lebih sahih menurut
pendapat ulama’ periode akhir seperti Syekh Ibnu Hajar dan yang lainnya,
beliau berpendapat “sesungguhnya boleh berpindah dari madzhab satu ke
madzhab yang lainnya walaupun dengan keinginan untuk mencoba, baik itu
berpindah selamanya atau berpindah dalam keadaan tertentu, jika orang
awam menfatwakan atau memberikan hukum dan mengamalkan dengan
sebaliknya hukumnya boleh selagi tidak menetapkan talfiq”.

33
BAB V

KESUCIAN

Junub

Junub adalah kondisi hadats yang menyebabkan seseorang dilarang


untuk melakukan ibadah pada Allah Swt., seperti; mendirikan shalat,
membaca al-Qur’an, masuk masjid dan lain sebagainya. Adapun sebab-
sebab junub:

1. Melakukan senggama
2. Keluar air sperma
3. Haid
4. Nifas
5. Melahirkan
6. Meninggal dunia
Cara bersuci dari hadats ini adalah dengan cara mandi besar dengan
niat tertentu.

Bagian Anggota Tubuh yang Terlepas bagi Orang yang Hadats Besar

Ketika seseorang yang sedang dalam keadaan hadats besar (junub)


dan belum bersuci, sementara sebagian anggota tubuh ada yang lepas dari
tubuhnya seperti rambut, kuku atau yang lainnya, apakah anggota tubuh
yang putus tersebut wajib disucikan bersama dengan membasuh anggota
badan yang sudah lepas seperti rambut, kuku dan lain-lain yang terlepas
pada saat dalam kondisi hadats besar?:

a. Menurut Imam Ghazali, sebaiknya membasuhnya, karena bila


anggota badan tersebut tidak dibasuh maka di akhirat akan
dikembalikan dalam keadaan hadats.

34
ِ ‫ب ُتر ُّد اِلَي ِه يِف اْأل‬
‫َخَر ِة َفَيعُ ْو ُد اَ ْى َمااُِزيْ َل‬ ِ ِ ِ ‫اح‬ ِ ‫واََّما َقو ُل‬
ْ َ ِ ُ‫َجزاَ اجْلُن‬
ْ ‫ب اْال ْحياَء َو َسائُر أ‬
ُ ‫ص‬ َ ْ َ
ً‫َقْب َل اْلغُ ْس ِل ُجنُبا‬
Imam ghozali berpendapat: bagian-bagian anggota tubuh (yang terlepas)
yang masih menanggung junub diakhirat akan dikembalikan dalam
kondisi menanggung junub (hadats). (al-Qulyubi, juz I, hal. 67)

b. Menurut syekh Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari, tidak wajib


membasuh anggota badan yang sudah lepas, hanya diwajibkan
pada anggota yang dzahir atau yang melekat saja.,

ٍ ِ ِ ِ
) ‫الش ْعَر‬ َّ ‫( َو ) ثاَنْي ِه َما ( َت ْعمْي ُم ) ظَ اهُر ( بَ َدن َح‬
َّ ( ‫ىت ) َاْألَظْف اََر َوم اَ حَتْتَه اَ َو‬
َ‫ت َقْب َل َغ ْسلِها‬ ِ ‫اهرا وباَ ِطناً وإِ ْن َكثِف وماَ ظَهر ِمن حَنْ ِو مْنب‬
ْ َ‫ت َش ْعَر ٍة َزال‬ َ َ ْ ََ َ َ َ
ِ
َ ً َ‫ظ‬
Syarat yang kedua yaitu meratakan air pada seluruh anggota dzohir badan
hingga kuku dan di bagian bawahnya, rambut bagian luar dan dalam,
yakni tempat tumbuhnya rambut yang telah lepas sebelum mandi. (Fath
al-Mu’in, hal. 10)

Sengaja Memotong Bagian Anggota Badan pada saat Sedang Hadats


Besar
Bagaimana hukumnya orang yang sedang junub (hadats besar),
kemudian sengaja memotong rambut, kuku atau anggota tubuh yang
lainnya?
a. Makruh hukumnya bagi orang yang mempunyai hadats besar
sengaja memotong bagian anggota badan, karena di akhirat nanti
bagian yang dipotong akan dikembalikan dalam keadaan hadats
besar. (I’anah at-Thalibin, juz I, hal.79)

35
‫( َقْوُل ُه َوَيْنَبِغْي َأْن الََيِزْيُل ْوا ِإَلْخ ) قَ َال يِف اإْلِ ْحيَ ِاء اَل َيْنبَغِي أَ ْن يُ َقلِّ َم أ َْو حَيْلِ َق أ َْو‬
ِِ ِ ِ
‫ب ِإذْ ُي َردُّ ِإَلْي ِه سَائُِر َأْجَز ِائ ِه‬ َ ‫يَ ْس تَح َّد أ َْو خُيْ ر‬
ٌ ُ‫ِج َد ًما أ َْو يَُبنِّي َ م ْن َن ْفس ه ُج ْزءًا َو ُه َو ُجن‬
‫جناََبِتَها اهـ‬
ِ ‫آلخرَِة َفَيعُْوُد ُجُنباً َوُيَقاُل ِإَّن ُكَّل َشْعرٍَة ُتَطِالبُ ِب‬ِ ‫ِفي ْا‬

b. Boleh hukumnya melakukan hal di atas dalam kondisi hadats besar.


‫َوَمْن َلزِ َم ُه ُغسٌْل ُيسَُّن َل هُ اَ ْن َّال ُيِزْي َل شَْيًأ ِمْن َبَدِن ِه َوَلْودَ ًم ا َأْوشَْعرًا َأْوَظفَ رًا َحَّتى‬
ُ ‫ح َد‬
‫ث‬ َ ‫اد َعَلْي هِ ْال‬
َ ‫َيغْسُِل ِلَأَّن ُك َّل ُج زٍْء َيعُ ْودُ َل هُ ِفى ْاَال ِخ َرةِ َفَل ْو ِإَزَل ُه َقْب َل ْاُلغسِْل َع‬
)31 ‫ (هناية الزين ص‬. ‫ص‬ ِ ‫خ‬ ْ ‫لش‬َّ ‫ْاَألْكَبُر َتْبِكْيًتا ِل‬

Hukum Orang Junub Membaca al-Qur’an


Pada saat acara lomba tilawatil Qur’an lintas asrama dalam rangka
Haflah Akhirus Sanah Pondok Pesantren Ngalah XVII 2006 seorang santri
putri Pondok Pesantren Ngalah sedang mengikuti acara tersebut, hingga
pada tahapan final dia mengalami keraguan untuk tampil, ketika ditanya
ternyata dia sedang datang bulan (haid). Bagaimanakah hukum seseorang
dalam kondisi junub/hadats besar membaca al-Qur’an?

a. Menurut Syafi’iyah; haram bagi orang yang junub dengan sengaja


membaca al-Qur’an meskipun satu huruf.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫اَلشَّافِعِيَّةُ قاَلُوا حَي رم علَى اجْل ن‬
ُ‫ب قَراءَةُ اْل ُق ْرأَن َولَ ْو َح ْرفًا َواح ًدا ا ْن ك اَ َن قاَص ًدا تالََوتُه‬ ُُ َ ُ ُ ْ ْ
...
Menurut ulama’ Syafi’iyah bagi orang junub diharamkan membaca al-
Qur’an meskipun satu huruf dengan sengaja membacanya, dan
seterusnya. (Madzahib al-Arba’ah, Juz I, hal. 112)

36
ِ ُ‫ َم ْذ َهبُناَ اَنَّهُ حَيْ ر ُم َعلى اجْلُن‬:‫ض‬
‫ب‬ ِ ِ‫ب َواحْل اَئ‬ِ ُ‫ب اْلعُلَم ِاء يِف قِ راء ِة اجْلُن‬
ِ ‫َاه‬ ِ ‫( َف رع) يِف م َذ‬
َْ ٌ ْ
َ ُ ََ ْ َ
‫ض آيٍَة َوهِبَذاَ قاَ َل اَ ْكَثُر اْلعُلَ َم ِاء‬َ ‫ىت َب ْع‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫واحْل ائ‬
َّ ‫ض قَراءَةُ اْل ُق ْرآن قَلْيلُ َها َو َكثْيُر َها َح‬ َ َ
Menurut madzhab ulama’ (syafi’iyah) bagi orang junub dan bagi orang
haid haram membaca al-Qur’an baik sebagian ayat maupun banyak dan
pendapat ini yang lebih banyak (kuat). (al-Majmu’ juz II, hal. 178)

b. Menurut Imam Dawud; Boleh bagi orang junub membaca sedikit


maupun banyak dari ayat al-Qur’an meskipun membacanya
dengan disengaja.

‫اس‬ٍ َّ‫ى َه ذاَ َع ْن اِبْ ِن َعب‬ ِ


َ ‫ض ق َراءَةُ ُك ِّل اْل ُق ْرآن َو ُر ِو‬
ِ ِ ِ‫ب واحْل ائ‬ ِ
َ َ ِ ُ‫َوق اَ َل َد ُاو ُد جَيُ ْو ُز ل ْل ُجن‬
‫اخت اََرهُ اِبْ ُن الْ ُمْن ِذ ِر‬
ْ ‫الص باَ ِغ َو َغْيُرمُهَا َو‬
َّ ‫ب َوابْ ُن‬ ِ ِّ‫اض ُّى أَبُ ْو الطَّي‬ِ ‫ب ق اَ َل اْل َق‬ ِ َّ‫وابْ ِن الْمس ي‬
َُ َ
‫ض ِر َوايَت اَ ِن َعْن هُ اَ َح َدامُهَا‬ ِ ِ‫َّع ُّو ِذ َوىِف احْل اَئ‬ ِ ِ ِ ٌ ِ‫َوق اَ َل َمال‬
َ ‫ب َاْآلي اَت اَلْيَس ْيَر ِة للت‬ ُ ُ‫ك َي ْق َرأُ اَجْلُن‬
ٌ‫ض آيَ ٍة َوالَ َي ْق َرأُ آيَةً َولَهُ ِر َوايَة‬ َ ‫ب َب ْع‬
ِ ‫يِن‬
ُ ُ‫َت ْقَرأُ َوالثَّا ْ الَ َت ْقَرأُ َوقاَ َل أَبُ ْو َحنْي َفةَ َي ْقَرأُ اجْلُن‬
‫ص لَّى‬ َّ ‫ث َعائِ َش ةَ َر ِض ى اهللُ َعْن َها أ‬ ِ ‫َكم ْذهبِناَ * واحتَ َّج من ج َّو َز مطْلَق اً حِب ِدي‬
َ َّ ‫َن النَّيِب‬ َ ْ َ ُ َ َْ ْ َ َ َ
‫َحياَنِ ِه َر َواهُ ُم ْس لِ ٌم قَ الُْوا َوالْ ُق ْرآ ُن‬
ْ ‫لى ُك ِّل أ‬ َّ ِ
َ ‫اهللُ َعلَْي ه َو َس ل َم ك اَ َن يَ ْذ ُكُر اهللَ َت َع اىَل َع‬
. 178 ‫ ص‬2 ‫ اجملموع اجلزء‬. ِ‫َّح ِرمْي‬ ِ
ْ ‫ص َل َع َد ُم الت‬ ْ َ‫ذ ْكٌر َواِل َ َّن اْال‬
Menurut Imam Dawud bagi orang junub dan wanita haid boleh membaca
seluruh al-Qur’an hal ini diriwayatkan dari ibnu Abbas dan ibnu
Musayyab, Qadhi Abu Tayyib, Ibnu Shabbah, dan yang lain, dan
pendapat ini dipilih oleh Ibnu Mundzir. Malik berkata orang junub boleh
membaca ayat-ayat pendek karena meminta perlindungan. Dan bagi orang
yang haid ada dua pendapat,yang pertama boleh yang kedua tidak boleh.
Abu Hanifah berpendapat: “orang junub boleh membaca sebagian ayat
37
dan tidak boleh membaca satu ayat penuh” dan baginya satu riwayat
seperti madzhab kita. Dan orang yang membolehkan secara mutlak itu
berdasarkan kepada hadits Siti A’isyah, sesungguhnya Nabi selalu
berdzikir kepada Allah Swt. pada setiap saat, HR. Muslim, mereka
berpendapat al-Qur’an tersebut adalah merupakan dzikir dan karena pada
asalnya tidak ada keharaman. (al-Majmu’, juz II, hal.178)

Tidur yang Tidak Membatalkan Wudlu’


Banyak hal-hal yang menyebabkan batalnya wudlu’, namun
bagaimanakah dengan orang yang tidur apakah wudlu’nya menjadi batal?
Imam Madzahib al-Arba’ah mempunyai pandangan yang berbeda.
a. Menurut Imam Malik: Apabila tidurnya pulas (sekiranya orang
tidur tidak merasakan peristiwa-peristiwa di sekitarnya) maka tidur
seperti ini membatalkan wudlu’.
b. Menurut Imam Syafi’i: Apabila orang tersebut menetapkan
pantatnya pada tempat duduk maka tidur seperti itu tidak
membatalkan wudlu’.
c. Menurut Imam Abu Hanifah: Apabila tidurnya dalam keadaan
berdiri, duduk/sujud (seperti tingkah shalat) maka tidak
membatalkan shalat, bila selain keadaan seperti itu (tidur berbaring,
tengkurap) maka tidur tersebut membatalkan wudlu’.
d. Menurut Imam Ahmad: Apabila tidurnya dengan posisi
duduk/berdiri tidak membatalkan wudlu’ dan bila tidur selain
kedua kondisi tersebut maka membatalkan wudlu’.
‫ك اِىَل ِص َف ِة الن َّْوِم فَق اَ َل اِ ْن ك اَ َن‬ ِ ِ ‫ض اْلو‬
ٌ ِ‫ض ْوء باِلن َّْوم َفنَظَ َر ماَل‬ ُ ُ ِ ‫ف اَْلعُلَ َماءُ ىِف ْ َن ْق‬ َ َ‫اخَتل‬
ْ ‫َو‬
‫ض ْوءُ َواِ ْن ك اَ َن‬ ُ ‫ض اَلْ ُو‬ َ ‫ض َرته ) َن َق‬
ِِ ْ ‫احبه مِب َا َفع ل حِب‬
َ َ َ ُُ ‫ص‬
ِ ‫س‬ ِ ِ
َ ُّ ‫ثَقْيالً ( َو ُه َو اَلَّذ ْى الَ حَي‬
ِ

‫ض‬ ِ ‫لش ِفعِ ُّى اِىَل ِص َف ِة النَّائِ ِم فَق اَ َل اِ ْن نَ َام مُمَ ِّكن اً َم ْق َع َدتَ هُ ِم َن اْالَْر‬
َّ َ‫ َونَظَ َر ا‬. َ‫َخ ِفْيف اً فَال‬
َّ ‫ َوقاَ َل اَبُ ْو َحنِْي َفةَ اِ ْن نَ َام َعلَى َحالٍَة ِم ْن اَ ْح َو ِال‬. ‫ض‬
‫الص الَِة‬ ِ ِ
َ ‫ض ُؤهُ َواالَّ ا ْنَت َق‬
ُ ‫ض ُو‬
ُ ‫الََيْن ُق‬

38
َ‫ َوقاَ َل اَمْح َ ُد اِذا‬. ‫ض‬ ِ
َ ‫ض ْوءُ َواالَّ َن َق‬
ُ ‫ض اَلْ ُو‬
ِ ِ ِ
ْ ‫( َكأَ ْن ناََم قاَئماً اَْو قاَع ًدا اَْو َساج ًدا ) مَلْ َيْن ُق‬
ِ ِ ِ
.124 ‫ ص‬1 ‫ابانة االحكام ج‬. ‫ض‬ َ ‫ض ْوءُ َواالَّ َن َق‬
ُ ‫ض اَلْ ُو‬
ْ ‫ناََم قاَع ًدا اَْوقاَئ ًما مَلْ َيْن ُق‬
Para ulama’ berselisih pendapat mengenai apakah tidur itu bisa
membatalkan wudlu’? imam Malik lebih memandang kepada sifatnya
tidur itu sendiri, beliau mengatakan: apabila tidur tersebut kategori tidur
pulas (sekira orang yang tidur tidak merasakan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di depannya), maka tidur seperti ini membatalkan wudlu’, dan
apabila tidur tersebut termasuk kategori ringan, maka tidaklah
membatalkan wudlu’. Sedangkan Imam al-Syafi’i lebih memandang
kepada sifatnya orang tidur tersebut. Beliau mengatakan: apabila orang
tersebut tidur dengan menetapkan pantatnya pada bumi, maka tidur
seperti ini tidaklah membatalkan wudlu’, dan apabila tidak menetapkan
pantatnya, maka batAllah Swt. wudlu’nya. Abu Hanifah berkata: apabila
seorang tidur dengan keadaan seperti tingkahnya orang yang sedang
mengerjakan shalat (sambil berdiri, duduk atau sujud), maka tidaklah
membatalkan wudlu’ dan apabila keadaannya tidak seperti itu, maka tidur
tersebut membatalkan wudlu’. Imam Ahmad berkata: Apabila seseorang
tidur dengan duduk atau berdiri, maka tidaklah membatalkan wudlu’, dan
jika tidak sambil duduk atau berdiri, maka tidur tersebut membatalkan
wudlu’. (Ibanah al-Ahkam, juz I, hal.124)

Minyak Beralkohol
Banyak sekali ditemukan minyak yang dicampur dengan campuran
alkohol, hal ini dilakukan karena berbagai fungsi, antara lain untuk
menekan udara dalam botol minyak. Bagaimanakah hukum minyak wangi
yang dicampur dengan alkohol?
a. Menjadi najis, minyak yang dicampur alkohol, sebab alkohol itu
termasuk cairan yang memabukkan, dan cairan yang
memabukkan dihukumi najis.
39
، ‫إس َكا ِر ِه َك ا َن جَنِ ًس ا‬ ِ ِ ‫( َقولُ ه أَيض ا نَظَ را أِل‬
ْ ‫َص ل ِه َما ) أ‬
ْ ‫َي فَ َما َك ا َن َمائ ًعا َح َال‬ ْ ً ًْ ُ ْ
ِ ‫اع َكاحْلَ ِش‬ ِ ِ
‫يش‬ َ َ‫ َوإِ ْن امْن‬، ‫َوإِ ْن مَجَ َد َو َما َك ا َن َجام ًدا َح َال اإْلِ ْس َكا ِر يَ ُك و ُن طَاهًرا‬
ِ ‫ك الْمس ِك ِر ح َال مُج‬ ِ
1 ‫وده (شرح اجلمل على املنهاج اجلزء‬ ُ َ ْ ُ ِ ‫اب َو َكالْك ْش‬ ِ ‫الْم َذ‬
ُ
)170 ‫ص‬
b. Tidak najis, sebab tidak memabukkan dan campurannya hanya
untuk menjaga kebaikan komposisi minyak.
ِ
‫ف‬ُ ‫ف الْ ُك ُح ْو ِل الَّ ِذ ْي ا ْس َت َف ْدناَهُ ِم ْن َكالَِم َم ْن َي ْع ِر‬ ِ ْ‫ث ىِف َت ْع ِري‬ ِ
ُ ‫ث الثَّال‬ ُ ‫اَلْ َمْب َح‬
‫صر خُبَا ٍر جَيِ ُد ىِف‬ ِ ِ َ‫ت ِصن‬ ِ َ‫س مع ما راَيناَه ِمن اَال‬ ِ ِ ِ
ُ ُ ‫اعته َو ُه َو عُْن‬ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ُّ ‫َحقْي َقتَهُ الَّذ ْي َي ْقَبلُهُ احْل‬
‫ص ُل اأْلِ ْس َك ُار َويُ ْو َج ُد‬ ِ ِِ ِ ْ ‫ات ِمن اأْل‬ ِ ‫ات الْمس ِكر‬ ِ
ُ ْ‫ فَبِ ُو ُج ْوده فْي َها حَي‬.‫َش ِربَة‬ َ َ ْ ُ ‫الْ ُمتَ َخ ِّمَر‬
‫ات نَِقْي ِع اْالَْز َه ِر َواْالَمْثَ ا ِر الَّ ِذى‬
ِ ‫َش ِرب ِة ِمن متَخ ِّمر‬
َ َ ُ ْ َ ْ ‫ض ا َغرْي اأْل‬
ِ ‫َه َذا الْ ُك ُح ْو ِل اَيْ ً ىِف‬
‫ص ٍة َو َه َذا‬ ٍِ ِ ٍ ِ ‫َّخ ُذ ِطْيبًا و َغْيرهُ َكما يُ ْو َج ُد ِم ْن َم ْع ُق ْو ِد اخْلَ َش‬
َ ‫ص ْو‬ ُ ْ‫ب بِأَاَل ت َحديْديَّة خَم‬ َ ُ َ َ ‫يُت‬
‫ ( املباحث الوفية‬.‫ب‬ ِ َ‫ف الْ ُك ُح ْو ِل َكما اَ َّن اَْق واهُ الَّ ِذى يُ ْو َج ُد ىِف الْعِن‬ُ ‫َض َع‬
ْ ‫َخْي ُر أ‬ِ ‫اأْل‬
َ َ
) ‫للسيد عثمان البتاوي‬
Pengertian alkohol sebagaimana yang kami dapatkan dari pernyataan
orang yang mengetahui hakekatnya serta yang kami lihat dari peralatan
industri pembutannya adalah merupakan sesuatu unsur yang dapat
menguap yang terdapat pada minuman yang memabukkan.
Keberadaannya akan mengakibatkan mabuk. Alkohol ini juga terdapat
pada selain minuman, seperti pada rendaman air, bunga dan buah-
buahan yang dibuat untuk wewangian dan lainnya, sebagaimana juga
terdapat pada kayu-kayuan yang diproses dengan mempergunakan
peralatan khusus dari logam. Dan yang terakhir ini merupakan alkohol
dengan kadar paling rendah sedangkan yang terdapat pada perasa
anggur merupakan alkohol dengan kadar tinggi. (al-Mabahits al-
Wafiyyah Bab Najasah)

40
‫اف اِىَل ااْل َ َد ِويَ ِة َوال َّر َوائِ ِح‬
ُ ‫ض‬َ ُ‫َّج َس ةُ الَّىِت ت‬
َ ‫ات الن‬
ِ ِ ِ
ُ ‫ الْ َمائ َع‬. ‫َومْن َها اَ ْى م َن الْ َم ْع ُف َوات‬
ِ
‫اس ا َعلَى ااْل َنِْف َخ ِة‬ ِ
ً َ‫ص اَل ُح قي‬
ِ ِ ِ ِ َ ‫الْعِطْ ِريَِّة اِل‬
ْ ‫ص اَل ح َها فَِإنَّهُ يُ ْع َفى َع ِن الْ َق ْد ِر الَّذ ْي بِ ه اْال‬ ْ
. ِ ‫صلَ َح ِة لِْل َجبِنْي‬
ْ ‫الْ َم‬
Termasuk najis yang dima’fu (ditoleransi) adalah, cairan-cairan najis
yang dicampurkan untuk komposisi obat-obatan dan parfum, cairan
tersebut bisa ditoleransi dengan kadar yang memang diperlukan untuk
komposisi yang seharusnya. Karena hal itu diqiaskan dengan usus babat
yang digunakan untuk menambahkan kualitas mentega. (Al-Fiqhu
‘Ala Madzahib al-Arba’ah, juz I, hal.25)

Media Tayammum
Dalam literatur fiqih dapat difahami bahwa tayamum adalah bersuci
dengan menggunakan selain air. Hal ini diperbolehkan sebagai alternatif
bersuci karena beberapa faktor, misalnya kesulitan menemukan air,
madlarat yang ditimbulkan oleh air terhadap bagian tubuh misalnya:ketika
sakit, dan lain-lain.
Adapun media tayammum menurut para ulama’ adalah:
a. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali, menggunakan debu.
b. Menurut Madzhab Maliki dan madzhab Hanafi adalah segala
sesuatu yang termasuk bagian dari bumi, misalnya; debu, tanah,
salju, batu kapur. (Al-Mizan al-Kubra juz I, hal.132)

َّ ‫الش افِعِ ُّى َوأَمْح َ ُد إِ َّن‬


‫الص عِْي َد ىِف اْألَيَ ِة‬ ِ ِ
َ ‫اخَتلَ ُف ْوا فْي ِه فَ ِم ْن ٰذل‬
َّ ‫ك َق ْولُهُ اْ ِال َم ُام‬ ْ َ‫َوأ ََّما م ا‬
ِِ ِِ ِ ٍِ ٍ ِ ِ
ْ ‫ فْي ه غُب اٌَر َم َع َق ْول ه أَيِب‬, ‫اب فَالَ جَيُ ْو ُز التَّيَ ُّم ُم إالَّ بُت َراب طَاهر أ َْو بَر ْم ٍل‬ ُ ‫ُه َو التَُّر‬
‫ض‬ ِ ‫َج َز ِاء اْأل َْر‬ ِ ‫جِب‬ ِ ‫الص عِْي ُد ُه َو َن ْفس اْأل َْر‬
ْ ‫ض َفيَ ُج ْو ُز التَّيَ ُّم ُم َمْي ِع أ‬ َّ ‫ك‬ ٍ ِ‫حنِي َف ةَ و مال‬
َ َ َْ
ُ
)132 :1 : ‫اب َعلَْي ِه َو َر ْم ٍل الَ غُباََر فِْي ِه (امليزان الكربى‬ ‫حِب‬
َ ‫َولَ ْو َ َج ٍر الَتَُر‬

41
Namun demikian madzhab empat (Syafi’i, Hambali, Maliki dan
Hanafi), sepakat bahwa tayammum tidak sah bila menggunakan benda
yang telah dimasak atau diproses, seperti arang kayu dan plastik.

Hukum Sesuatu yang Terbuat dari Kotoran atau Benda Najis (Studi
Kasus Biogas)

a. Boleh (dihukumi suci)


 Menurut Syekh Abi Abdul Mukti atau Imam Nawawi al-
Bantani al-Jawi dalam kitabnya “Kasyifah al-Saja” halaman 21,
bahwasanya hukum biogas yang dihasilkan dari benda najis (seperti
kotoran manusia atau kotoran hewan) adalah diperbolehkan dan
dihukumi suci, dengan alasan karena biogas adalah termasuk bukhor
(istilah Arab) yang berarti uap.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ‫ان النَّجاس ِة خُبَارها وهو الْمـت‬ ِ ‫وخرج بِ ُدخ‬
ُ‫صاع ُد مْن َها الَ بَِواسطَة نَا ٍر َف ُه َو طَاهٌر َومْن ه‬ َ ُ َُ َ َ ُ َ َ َ َ ََ َ
‫اهٌر َفلَ ْو َمالَأَ ِمْن هُ قِْربَ ةٌ َومَحَلَ َها َعلَى‬
ِ َ‫ـف أَو ِمن ال دُّب ِر َفه و ط‬
َ ُ ُ َ ْ ُ‫ِج م َن الْ ُكـن‬
ِ ِ ‫ال ِّريح اخْلَ ار‬
ُ ُْ
‫هِب‬
ُ‫صالَ تـُُه‬
َ ‫ت‬ َ ‫صلَّى َا‬
ْ ‫ص َّح‬ َ ‫ظَ ْه ِر ِه َو‬
Tidak termasuk dalam asapnya benda najis, yaitu uap dari benda najis yang
tidak disebabkan oleh api, maka uap ini adalah suci. Demikian halnya dengan
angin yang keluar dari jamban (sapiteng) atau kentut yang keluar dari
dubur juga dihukumi suci. Bahkan seandainya qirbah (sejenis wadah air atau
susu yang terbuat dari kulit) berisi penuh dengan angin atau uap tersebut,
kemudian seseorang shalat dengan membawa qirbah tersebut di atas
punggungnya, maka shalatnya dihukumi sah. (Kasyifah al-Saja hal. 21)

 Menurut Imam al-Bujairami, uap atau angin (biogas) yang dihasilkan


dari benda najis termasuk suci menurut qoul yang rajih (unggul),
karena angin tersebut berasal dari asap benda najis yang tidak
menggunakan perantara atau media api.
‫اس ِة بِغَرْيِ َو ِاس طَِة نَا ٍر‬ ِ ‫الريح علَى َّ ِ أِل‬ ِ ِ
َ ‫الراج ِح ؛ َنَّهُ م ْن خُبَا ِر الن‬
َ ‫َّج‬ َ ُ ِّ ُ‫ ( طَاهًرا ) َومْن ه‬:ُ‫َق ْولُه‬
ِ َ‫يف ط‬ ِ ِ‫َن الْب َخ ار اخْلَارِج ِمن الْ َكن‬
‫ِج‬
ُ ‫يح اخْلَار‬ُ ‫الر‬ِّ ‫ َو َك َذا‬، ‫اهٌر‬ ْ َ َ ُ َّ ‫ص م ر َعلَى أ‬ َّ َ‫ َون‬. ‫ق ل‬
42
ُ‫الرائِ َح ة‬
َّ ‫اس ِة جِلَ َوا ِز أَ ْن تَ ُك و َن‬ ِ ‫ِ أِل‬ ِ
َ ‫َّج‬ َ ‫َّق أَنَّهُ م ْن َعنْي ِ الن‬
ْ ‫م ْن ال دُّبُِر َكاجْلُ َش اء ؛ َنَّهُ مَلْ َيتَ َحق‬
. ‫اس ِة اَل أَنَّهُ ِم ْن َعْينِ َها‬ ِ ِ ِ ‫الْ َك ِريهةُ الْموج‬
َ ‫ودةُ فيه ل ُم َج َاو َر ِة الن‬
َ ‫َّج‬ َ ُ َْ َ
Qoul Kyai mushonnif, (suci) uap atau angin termasuk suci menurut qoul
yang rajih (unggul), karena angin tersebut berasal dari asap benda najis
yang tidak menggunakan perantara atau media api (Imam Qoffal). Dan
Imam Ramli juga menegaskan bahwa asap yang keluar dari WC atau
kandang ternak itu suci, begitu juga angin yang keluar dari dubur atau anus
seperti serdawa (perut mual) karena belum tentu serdawa tersebut berasal
dari benda (ain) yang najis, dan kemungkinan bau busuk atau menjijikkan
yang ada di dalamnya itu disebabkan karena dekatnya dengan najis bukan
dari benda najisnya. (Hasyiyah al-Bujairami ‘ala al-Khatib juz 1 hal 202-
203)

b. Tidak Boleh (tetap dihukumi najis)


 Menurut pendapat Syekh Sulaiman al-Jamal dalam kitabnya
“Hasyiyah al-Jamal” pada bab al-Najasati Waa Izalatiha juz 1 hal 179
dijelaskan sebagai berikut:
Termasuk kategori asap yaitu benda atau angin yang dihasilkan dari
pembakaran kotoran hewan hingga menjadi bara api (mowo) yang
tidak berasap, akan tetapi uap atau asap yang keluar dari proses
pembakaran kotoran tersebut dihukumi najis, karena melalui
perantara api. Dan apabila ada sesuatu yang disulutkan dari bara api
ini seperti tangan anda dan tempat tinta (tabung asap), akhirnya ada
kelembaban (basah) disalah satu sisi keduanya, sampai-sampai benda
yang suci menjadi najis karenanya, maka asap yang naik atau muncul
itu hukumnya najis, bila tidak maka sebaliknya”.

‫ص َري مَجْ ًرا اَل‬ ِ َ‫ و ِمْن ه ما ي َق ع ِمن ح ر ِق اجْل لَّ ِة حىَّت ت‬، ) ْ‫ك إخَل‬ ِ
َ ُ َْ ْ ُ َ َُ َ َ ‫( َق ْولُ هُ َوخُبَ ُار َها َك َذل‬
‫ َولَ ْو أُوقِ َد ِم ْن‬، ‫س ؛ أِل َنَّهُ خُبَ ٌار بَِو ِاس طَِة نَا ٍر‬ ِ ِ
ٌ ‫ص َع ُد مْن هُ خُبَ ٌار َف ُه َو جَن‬
ِ ِِ
ْ َ‫ُد َخ ا َن فيه لَك ْن ي‬
ِ ‫َح ِد اجْلَ انَِبنْي‬ ِ
َ ‫اك ُرطُوبَ ةٌ م ْن أ‬
ٍ ‫ه َذا اجْل م ِر َش يء َكي ِدك ودو ِاة دخ‬
َ َ‫ فَ ِإ ْن َك ا َن ُهن‬، ‫ان‬ َ ُ ََ َ َ ٌ ْ َْ َ
43
ٌّ ‫اع ُد جَنِ ًس ا َوإِاَّل فَاَل ا هـ َع ِزي ِز‬
.‫ي‬ ِ َّ ‫حِب يث يتن َّج هِب‬
ِ ‫اهر َك ا َن ال دُّخا ُن الْمتَص‬
َ ُ َ ُ ‫س َا الط‬
ُ َ َ َ ُ َْ
)179 ‫ ص‬1 ‫(حاشية اجلمل على املنهاج باب النجاسة وازالتها اجلزء‬

 Menurut ulama’ madzhab Syafi’i bahwa asap dari benda najis bila
terbakar maka ada dua pendapat:
a. Najis, karena termasuk bagian yang terurai dari najis, seperti abu
yang keluar dari suatu benda najis.
b. Tidak najis, karena asap tersebut adalah asap dari suatu benda
najis, seperti angin kentut yang keluar dari perut. Hal ini
diterangkan dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab juz 2 hal
533.
ِ ‫ت فَِفي ِه وجه‬ ِ ‫قَ َال اَلْمص نِّف رمِح ه اهلل ُ* [ وأ ََّما دخ ا ُن النَّج‬
‫ان‬ َ ْ َ ْ ْ َ‫َح َرق‬ ْ ‫اس ة إِ َذا أ‬
َ َ َُ َ َُ َ ُ َ ُ
‫ىِن‬ ِ ِ ِ ِ
‫س‬
َ ‫الر َم اد َوالثَّا لَْي‬
َّ ‫اس ة َف ُه َو َك‬ َ ‫س ِالَن ََّها اَ ْج َزاءٌ ُمتَ َحلِّلَ ةٌ م َن الن‬
َ ‫َّج‬ ٌ ‫اَ َح ُدمُهَا اَنَّهُ جَن‬
ِ ‫س ِالَنَّه خُب ار جَن اس ِة َفه و َكاْلبخ ا ِر اَلَّ ِذى خَي ْ رج ِمن اجْل و‬
‫ف ] * (اجملم وع‬ َْ َ ُ ُ ْ َ ُ َ ُ َ َ ُ َ ُ ٍ ‫بِنَ َج‬
)533 ‫ ص‬2 ‫شرح املهذب ج‬

44
BAB VI
ADZAN DAN IQOMAH

Adzan adalah seruan pemberitahuan masuknya waktu shalat serta


ajakan melaksanakan shalat. Sedangkan iqomah adalah panggilan untuk
melaksanakan shalat.

Membaca Taswib saat Adzan Shubuh


Bacaan taswib dalam adzan shubuh adalah seruan: Asshalatu khoirum
minan naum, awal mula seruan ini adalah dari sahabat Bilal ra. atas
perintah Rasulullah Saw. Sebagaimana keterangan di bawah ini:

َ‫ك أَيُّه ا‬َ ‫لس الَ ُم َعلَْي‬ َّ َ‫ فَق اَ َل ا‬،‫ص لّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ن اَئِ ٌم‬
َ ‫يب‬ َّ ‫لص ْب ِح فَِقْي َل لَهُ أ‬
َّ ِ‫َن النَّـ‬ ُّ ِ‫َن بِالَ َل أَذَّ َن ل‬
َّ ‫أ‬
ِ ِ ِ ِ ُ‫النَِّـيب ورمْح ة‬
ْ ‫ ا ْج َع ْل هُ يِف‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم‬ َ ‫لص الَةُ َخْي ٌر ِّم َن الن َّْوم فَق اَ َل‬ َّ َ‫اهلل َو َبَركاَتُ هُ ا‬ َ َ َ ُّ
)236 ‫ ص‬1 ‫ (اعانة الطالبني فصل يف االذان واالقامة ج‬.‫لصْب ِح‬ ُّ ِ‫ك ل‬ ِ
َ ِ‫تَأْذيْن‬

Bahwasanya sahabat bilal setalah melakukan adzan shubuh, ia diberitahu bahwa


Nabi sedang tidur, lalu ia menghampiri beliau seraya mengucapkan Semoga
keselamatan, rahmat dan barokah Allah Swt. tetap atas engkau wahai Nabi, shalat
itu lebih baik dari pada tidur. Kemudian Nabi bersabda: wahai bilal, jadikanlah
ucapan itu (al-shalatu khoirun min al-naum) dalam adzan shubuhmu.

‫ فَأَذَّ َن َو َز َاد‬.‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم بِاَل الَ بِِه‬ ِ ِ ‫مِل‬


َ ‫ي َع ْن َسا ٍ َع ْن أَبِْيه قَ َال أ ََمَر َر ُس ْو ُل اهلل‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬
ُّ ‫َع ِن‬
.‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫بِاَل ٌل يِف نِ َد ِاء‬
َ ‫ص اَل ة الْغَ َداء اَلصَّاَل ةُ َخْي ٌر م َن الن َّْوم فَأََقَّر َه ا َر ُس ْو ُل اهلل‬
َ
)233 ‫ ص‬1 ‫(سنن ابن ماجه ج‬
Dari Zuhri dari Salim dari ayahnya, ia berkata: Nabi telah memerintahkan Bilal
untuk melakukan adzan. Kemudian sahabat Bilal menambahkan (as-shalatu
45
khairun minan naum)lalu Rasulullah menetapkan kalimat tersebut. (Sunan Ibnu
Majah, juz I, hal.233)

Dengan demikian membaca taswib dalam adzan shubuh hukumnya


adalah sunnah (ketetapan Nabi).

Adzan dan Iqomah untuk Bayi yang Baru Dilahirkan


Anak merupakan karunia yang diberikan oleh Allah Swt. kepada
semua keluarga, namun anak juga merupakan amanah Allah Swt. yang
mesti dijaga, dirawat serta dididik oleh kedua orang tuanya. Mendidik
anak harus dimulai sebelum anak itu mulai lahir tidak hanya dilakukan
setelah ia besar. Salah satu bentuk pendidikan terhadap anak tersebut
ketika ia dilahirkan. Sang ayah atau salah satu dari keluarga, membacakan
adzan di telinga kanan sang jabang bayi yang baru dilahirkan dan
membacakan iqomah di telinga kiri bayi. Bagaimanakah hukum
melakukan hal tersebut, Apakah pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw.?
Ulama’ sepakat bahwa sunnah hukumnya mengumandangkan adzan
dan iqomah pada saat bayi yang terlahir kedunia berdasarkan hadits Nabi:

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم أَذَّ َن يِف أُذُ ِن احْلَ َس ِن‬ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫َع ْن عَُبْيد اهلل بْ ِن أَيِب ْ َراف ٍع َع ْن أَبِْي ه قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل‬
ِ ِ ِ ِ ِ
)4441 ‫(سنَ ُن أَيِب ْ َد ُاو َد َرقْ ُم‬ ُ ‫بْ ِن َعل ٍّي حنْي َ َولَ َدتْهُ فَاط َمةُ بالصَّاَل ة‬

Dari ubaidillah Bin Abi Rafi’ ra. Dari ayahnya, ia berkata ; aku melihat Rasulullah
Saw, mengumandangkan adzan ditelinga Husain Bin Ali ra. Ketika Siti Fatimah
melahirkannya (yakni) dengan adzan shalat. (Sunnan Abi Dawud, [444])

Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Majmu’ Fatawi wa Rasail,


hal.112 tentang fadilah dan keutamaannya adzan untuk bayi yang baru
lahir.

46
‫اَأْل ََّو ُل َف َعلَ هُ يِف أَ َذ ِن الْ َم ْولُ ْو ِد ِعْن َد ِواَل َدتِ ِه يِف أُذُ ِن الْيُمْىَن َواإْلِ قَ َام ِة يِف أُذُ ِن الْيُ ْس َرى َو َه َذا قَ ْد‬
ِ ِ ِ ِ ‫ب علَى نَ ْدبِ ِه وج رى بِ ِه عم ل علَم ِاء اأْل َم‬
َ َ‫ص ا ِر باَل نَكرْيٍ َوفْي ه ُمن‬
ٌ‫اس بَةٌ تَ َّامة‬ َ ْ َ ُ ُ ََ ََ َ َ ِ ‫ص ُف َق َه اءُ الْ َم ْذ َه‬ َّ َ‫ن‬
ِ ُّ ‫ان بِ ِه ع ِن الْمولُو ِد ولُِن ُف و ِر ِهم وفِ را ِر ِهم ِمن اأْل َذَ ِان َكم ا ج اء يِف‬ ِ َ‫الش يط‬ ِ ِ
ُ‫الس نَّة (جَمْ ُم ْوع‬ َ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َْ َ ْ َّ ‫لطَ ْرد‬
.)112 ،‫َفتَا ِو ْي َو َر َسائِ َل‬
Yang pertama mengumandangkan adzan ditelinga kanan anak yang baru lahir
lalu membacakan iqomah di telinga kiri. Ulama’ telah menetapkan bahwa
perbuatan ini tergolong sunnah. Mereka telah mengamalkan hal tersebut tanpa
seseorang pun mengingkari. Perbuatan ini ada relevansi, untuk mengusir syaitan
dari anak yang baru lahir tersebut. Karena syaitan itu akan lari terbirit-birit ketika
mereka mendengar adzan sebagaimana ada keterangan di dalam hadits (Majmu’
Fatawi Wa Rasail, hal.112).

47
BAB VII
SHALAT

Shalat nawafil (sunnah) disyariatkan oleh ajaran Islam, karena shalat


sunnah di pandang perlu dan penting, sebagaimana tubuh yang
membutuhkan makanan pokok, vitamin, mineral serta zat-zat lain agar
tetap sehat dan bugar. Shalat maktubah sebagai makanan pokok bagi jiwa
sedangkan shalat sunnah sebagai tambahan vitamin atau suplemennya.

Macam-macam Shalat Sunnah


Shalat sunnah secara garis besar terbagi menjadi dua:
1. Shalat sunnah yang mengiringi shalat Fardhu, seperti: shalat sunnah
Qobliyah dan Ba’diyah (Rawatib)
2. Shalat sunnah yang tidak mengiringi shalat Fardhu, antara lain:
- Shalat Ba’da Wudlu’ (Lissyukril wudhu’), yaitu shalat sunnah 2
rakaat yang dikerjakan setelah membaca do’a wudlu’. Adapun niat
shalatnya adalah sebagai berikut:

‫ض ْو ِء َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬


ُ ‫ُصلِّي ُسنَّةً لِّ ُش ْك ِر الْ ُو‬
َ‫أ‬
- Shalat Tahiyatal Masjid; yaitu shalat sunnah dengan jumlah 2
raka’at yang dilakukan ketika memasuki masjid sebelum duduk.
Adapun niat shalatnya adalah sebagai berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةً حَتِيَّةَ الْ َم ْس ِج ِد َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
- Shalat Taubat, yaitu shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon
ampunan atas segala dosa yang telah dilakukan. Adapun niat
shalatnya adalah sebagai berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةً لِلت َّْوبَِة َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
- Shalat Liidaf’il Bala’; yaitu shalat sunnah 2 rakaat yang bertujuan
agar kita terhindar dari segala mara bahaya. Adapun niat shalatnya
adalah sebagai berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةً لِ َدفْ ِع الْبَاَل ِء َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
48
- Shalat Tasbih, yaitu shalat sunnah 4 raka’at dengan dua salam yang
di dalamnya terdapat bacaan tasbih pada setiap raka’at. Cara
mengerjakannya: ketika selesai membaca al-Fatihah dan surat pada
tiap-tiap raka’at lalu:
1. Membaca tasbih sebanyak 15 kali
2. Membaca tasbih sebanyak 10 kali ketika ruku’
3. Membaca tasbih sebanyak 10 kali ketika i’tidal
4. Membaca tasbih sebanyak 10 kali ketika sujud
5. Membaca tasbih sebanyak 10 kali ketika duduk diantara dua
sujud
6. Membaca tasbih sebanyak 10 kali ketika sujud kedua
7. Membaca tasbih sebanyak 10 kali ketika duduk istirahat
Adapun niat shalatnya adalah sebagai berikut:

‫ات ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬


ٍ ‫أُصلِّي سنَّةَ التَّسبِي ِح أَربع ر َكع‬
َ َ ََ ْ ْ ْ ُ َ
- Shalat Liqadhail Hajat, yaitu shalat yang bertujuan untuk memohon
agar hajat/kebutuhan kita segera dicukupi oleh Allah Swt. Cara
mengerjakannya: pada sujud terakhir setelah membaca tasbih,
kemudian berdo’a meminta apa hajat kita, tapi dengan catatan
harus di dalam hati tidak boleh dilafadzkan, karena kalau
dilafadzkan di lisan akan membatalkan shalat. Shalat ini berjumlah
2 raka’at, adapun niat shalatnya adalah sebagai berkut:

‫اج ِة َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬ ِ ‫أُصلِّي سنَّةً لَِق‬
َ َ‫ضاء احْل‬
َ ُ َ
- Shalat Tahajjud, yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu
malam hari dengan jumlah rakaat paling sedikit 2 raka’at dan
paling banyak tak terbatas. Waktu pelaksanaannya adalah setelah
shalat isya’ sampai shubuh, dan lebih utama dilakukan setelah
bangun tidur di malam hari. Adapun waktu mengerjakannya ada 3:
1. Sepertiga pertama, yaitu dari jam 7-10 malam (waktu
utama)

49
2. Sepertiga kedua, yaitu dari jam 10-1 malam (waktu lebih
utama)
3. Sepertiga ketiga, yaitu dari jam 1 malam sampai masuknya
waktu shubuh (waktu yang paling utama).
Adapun niat shalatnya adalah sebagai berikut:

‫َّه ُّج ِد َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬ِ


َ ‫ُصلِّي ُسنَّةً لت‬
َ‫أ‬
- Shalat Tsubutul Iman, yaitu shalat sunnah yang bertujuan agar
diberi kekuatan iman. Shalat ini berjumlah 2-6 raka’at. Adapun niat
shalatnya adalah sebagai berikut:

‫ان َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬ ِ ‫أُصلِّي سنَّةً لِثُبو‬
ِ َ‫ت اإْلِ مْي‬
ُْ ُ َ
- Shalat Istikharah, yaitu shalat sunnah yang dilakukan untuk
meminta petunjuk kepada Allah Swt. Atas segala kebingungan,
pertanyaan atau ketidaktahuan. Shalat ini lebih utama dikerjakan
pada waktu malam hari sebanyak 2 raka’at. Adapun niat shalatnya
adalah sebagai berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةَ ااْلِ ْستِ َخ َار ِة َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
- Shalat Tarawih, yaitu shalat sunnah yang hanya dilakukan pada
bulan ramadlan, baik dilakukan sendiri maupun secara berjama’ah.
Adapun mengenai jumlah raka’atnya ulama’ berbeda pendapat,
keterangan perbedaan pendapat ulama’ mengenai jumlah rakaat
shalat tarawih kami terangkan setelah ini. Niat shalatnya adalah
sebagai berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةَ التََّرا ِويْ ِح َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
- Shalat Dhuha, yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu
matahari terbit (waktu dhuha) atau sekitar pukul 07.00 sampai
pukul 11.00 WIB. Yang dikerjakan sekurang-kurangnya 2-12 raka’at.
Adapun niat shalatnya adalah sebagai berikut:

‫ُّحى َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬


َ ‫ُصلِّي ُسنَّةَ الض‬
َ‫أ‬
50
- Shalat Awwabin, yaitu shalat sunnah yang dikerjakan antara waktu
Maghrib dan waktu isya’ dengan jumlah rakaat sebanyak 2-20
rakaat. Adapun niat shalatnya adalah sebagai berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةَ اأْل ََّوبِنْي َ َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
- Shalat ketika pulang dari bepergian, shalat sunnah 2 rakaat yang
dikerjakan setelah kita kembali dari bepergian. Adapun niat
shalatnya adalah sebagai berikut:

َّ ‫ُصلِّي ُسنَّةً لُِق ُد ْوِم‬


‫الس َف ِر َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬ َ‫أ‬
- Shalat Ba’da Akad Nikah, yaitu shalat sunnah 2 rakaat yang
dikerjakan setelah selesai melaksanakan akad nikah bagi pengantin
baru, agar nikahnya diridloi oleh Allah Swt.. Adapun niat shalatnya
adalah sebagai berikut:

‫اح َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬


ِ ‫ُصلِّي ُسنَّةً لِ َع ْق ِد النِّ َك‬
َ‫أ‬
- Shalat Sunnah Mutlak, yaitu shalat sunnah 2 rakaat yang dikerjakan
kapanpun dan dimanapun. Adapun niat shalatnya adalah sebagai
berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةَ الْ ُمطْلَ ِق َر ْك َعَتنْي ِ ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
- Shalat Witir, yaitu shalat sunnah dengan raka’at ganjil. (1-11
raka’at) yang biasanya dikerjakan shalat tarawih. Adapun niatnya
adalah sebagai berikut:

‫ُصلِّي ُسنَّةً َر ْك َعةَ الْ ِوتْ ِر ُم ْسَت ْقبِ َل الْ ِقْبلَ ِة لِلَّ ِه َت َعاىَل‬
َ‫أ‬
Dan masih banyak lagi shalat sunnah yang lain.

Keterangan tentang shalat-shalat sunnah ini diambil dari kitab


Tanwirul Qulub, hal.200-206 dan kitab Nihayatuz Zain, hal. 98-116.

Dalam setiap shalat sunnah yang telah disebutkan di atas,


disunnahkan berdo’a kepada Allah Swt. dalam hati ketika sujud terakhir,
karena waktu itu merupakan waktu yang mustajabah, namun tidak
51
diperkenankan berdo’a dengan bersuara karena bisa menyebabkan
batalnya shalat. Dalil yang menjelaskan tentang kesunnahan berdo’a ketika
sedang sujud adalah sebagai berikut:

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ َّ ‫اس َر ِض ي اهللُ َعْن ُه َم ا أ‬ ِ ِ


َ ‫َن َر ُس ْو َل اهلل‬ َ َ ‫(ص حْي ِح ُم ْس ل ٍم‬
ٍ َّ‫)ع ِن ابْ ِن َعب‬ َ ‫َر َو ْينَ ا يِف‬
‫ُّع ِاء فَِق ْم َن أَ ْن‬ ِِ
َ ‫اجتَ ِه ُد ْوا فْي ه بِالد‬
ْ َ‫الس ُج ْو ُد ف‬
ُّ ‫ب َوأ ََّما‬ َّ ‫الر ُك ْوعُ َف َعظِّ ُم ْوا فِْي ِه‬
َّ ‫الر‬ ُّ ‫َو َس لَّ َم قَ َال فَأ ََّما‬
)45 ‫ (األذكار النووى ص‬.‫اب لَ ُك ْم‬ َ ‫يُ ْستَ َج‬
Kami meriwayatkan dalam shahih muslim dari ibn Abbas bahwa Rasulullah Saw.
Bersabda: Ketika ruku’ agungkanlah Tuhan dan ketika sujud bersungguh-
sungguhlah dengan berdo’a, maka niscaya Dia mengabulkan do’amu. (al-Adzkar
al-Nawawi, hal. 45)

Bilangan Rakaat Shalat Tarawih


Mengenai bilangan jumlah shalat tarawih ulama’ berbeda pendapat:
a. Menurut Imam Syafi’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Imam
Dawud sebanyak 20 raka’at dengan 10 salaman selain witir dan
setiap 4 rakaat 2 salaman melakukan istirahat. Berdasarkan
riwayat Imam Baihaqi dan lainnya dengan sanad yang sahih.
b. Menurut al-Qadhi ‘Iyadh dari jumhur ulama’ diceritakan
sesungguhnya sahabat al-Ashwat bin Mazid mengerjakan shalat
tarawih sebanyak 40 raka’at dan shalat witir sebanyak 7 raka’at.
c. Menurut Imam Malik sebanyak 36 raka’at selain witir dengan
alasan karena ahli madinah mengerjakan shalat tarawih dengan
bilangan ini.
d. Menurut Imam Nafi’ sebanyak 39 raka’at (36 raka’at shalat
tarawih dan 3 shalat witir).
Keterangan dalam kitab al-Majmu’ Syarah Muhadzab bab
Shalat at-Tathawu’, Juz 4, hal.38, keterangan mengenai khilaf
bilangan shalat tarawih ini juga diterangkan dalam kitab al-
Mizan al-Kubra, juz I, hal. 184.

52
‫ت التََّرا ِويْ ِح * َم ْذ َهبُناَ أَهَّن اَ ِع ْش ُر ْو َن‬ ‫( َف رع) يِف م َذ ِاهب الْعلَم اَِء يِف ع َد ِد ر َكع اَ ِ‬
‫ْ َ َ‬ ‫ْ ٌ َْ َ ُ‬
‫ات َوالت َّْر ِوحْيَ ةُ أ َْربَ ُع‬‫ت َغي ر الْ ِوتْ ِر و َذلِ ك مَخْس َتر ِوحْي ٍ‬ ‫ِ ِ ِ ٍ‬
‫َ َ ُ ْ َ‬ ‫َر ْك َع ةً ب َع ْش ر تَ ْس لْيماَ ْ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ ِ‬
‫َص َحابُهُ َوأَمْح َ ُد َو َد ُاو ُد‬ ‫َر ْكع اَت بِتَ ْس لْي َمَتنْي ِ هذا َم ْذ َهبُناَ َوبِ ه ق اَ َل أَبُ ْو َحنْي َف ةَ َوأ ْ‬
‫َن اْالَ ْس َو َد بْ َن َم ِزيْ ٍد‬‫ض َع ْن مُجْ ُه ْو ِر الْعُلَ َم ِاء َو ُح ِكى أ َّ‬ ‫ِ ِ‬
‫َو َغْيُر ُه ْم َونَ َقلَهُ الْقاَضي عياَ ٌ‬
‫َ‬
‫ت‬‫ك اَلتَّرا ِويح تِس ع َتر ِوحْي اَ ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ك اَ َن َي ُق ْو ُم ب أ َْربَعنْي َ َر ْك َع ةً َويُ َوتُِّر ب َس ْب ٍع َوق اَ َل َمال ٌ َ ْ ُ ْ ُ ْ‬
‫َن أ َْه َل الْ َم ِد ْينَ ِة َي ْف َعلُ ْو َن َها َه َك َذا‬
‫احتَ َّج بِأ َّ‬ ‫ِ ِ‬
‫َوه َى س تَّةٌ َوثَالَثُ ْو َن َر ْك َع ةً َغْي َر اْل ِوتْ ِر َو ْ‬
‫ض ا َن بِتِ ْس ٍع َوثَالَثِنْي َ َر ْك َع ٍة‬ ‫ِ‬
‫َّاس َو ُه ْم َي ُق ْو ُم ْو َن َر َم َ‬
‫ت الن َ‬ ‫‪َ .‬و َع ْن ن اَف ٍع ق اَ َل أ َْد َر ْك ُ‬
‫َص َحابُنَا مِب َا َر َواهُ اْ َلبْي َه ِق ُّى َو َغْي ُرهُ بِاْ ِال ْس ناَِد‬ ‫احتَ َّج أ ْ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫يُ َوتُِّر ْو َن مْن َها بِثَالَث * َو ْ‬
‫الص ِحْي ِح ( اجملموع شرح املهذب باب صالة التطوع اجلزء ‪ 4‬ص ‪) 38‬‬ ‫َّ‬
‫‪Lebih lanjut dalam kitab Subul al-Salam ada salah satu hadits Nabi‬‬
‫‪yang berbunyi:‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ص لِّي يِف َر َم َ‬
‫ض ا َن‬ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َك ا َن يُ َ‬ ‫اس قَ َال أ َّ‬
‫َن َر ُس ْو َل اهلل َ‬ ‫َع ِن ابْ ِن َعبَّ ٍ‬
‫ِع ْش ِريْ َن َر ْك َعةً َوالْ ِوتْ ِر‬
‫‪Diceritakan dari ibnu Abbas ra.: sesungguhnya Ibnu Abbas berkata: Rasulullah‬‬
‫‪Saw. mengerjakan shalat tarawih 20 raka’at dan shalat witir di bulan Ramadlan.‬‬
‫)‪(Subul al-Salam, juz II, hal. 10‬‬
‫ك عن ي ِزي ِد ب ِن روم ا َن أَنَّه قَ َال َك ا َن النَّاس ي ُقوم و َن يِف َزم ِ‬
‫ان عُ َم َر بْ ِن‬ ‫ِ ٍ‬
‫َ‬ ‫ُ َ ُْ ْ‬ ‫ُ‬ ‫َع ْن َمال َ ْ َ ْ ْ ُ ْ َ‬
‫ث َو ِع ْش ِريْ َن َر ْك َعةً‪.‬‬‫اب يِف رمضا َن بِثَاَل ٍ‬
‫اخْلَطَّ ِ َ َ َ‬
‫‪Diceritakan dari Malik dari Yazid bin Rumman. Dia berkata: Manusia di masa‬‬
‫‪Umar bin Khattab telah melakukan shalat (tarawih) dengan 23 rakaat di bulan‬‬
‫)‪Ramadlan. (Tanwir al-Hawalik, hal.138‬‬

‫‪53‬‬
Dengan demikian shalat tarawih sunnah dilaksanakan dengan
berjama’ah, jumlah rakaatnya menurut kebanyakan ulama’ adalah 20
raka’at (10 salam) ditambah 3 rakaat shalat witir.

Pujian Menjelang Shalat Berjama’ah


Pujian-pujian kepada Allah Swt. yang dilakukan antara adzan dan
iqomah dalam shalat maktubah merupakan syi’ar sebagai tanda akan
didirikannya shalat jama’ah dan juga untuk menunggu berkumpulnya
para jama’ah. Bagaimanakah hukum pujian sebelum shalat tersebut?
a. Dilarang, apabila mengganggu orang yang sedang shalat dan
mempunyai niat pamer.
b. Sunnah (dianjurkan), karena pujian itu bisa diambil manfaatnya
bagi pembaca dan pendengarnya, akan lebih baik dibaca keras
selagi tidak mempunyai niat riya’ (pamer), tidak mengganggu
orang yang shalat atau orang yang tidur.
(al-Umm juz 1 hal. 108., Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 48 dan al-
Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra bab Ahkami al-Masajidi)
‫غ الْ ُم َؤذِّ ُن ِم ْن أَذَانِ ِه َوإِ ْن قَالَهُ يف‬ ُّ ‫( قال الشَّافِعِ ُّي ) َوأ ُِح‬
َ ‫بِلْ ِال َم ِام أَ ْن يَأْ ُمَرِهبَ َذا إذَا َف َر‬
‫س‬ ِ ‫ف اأْل َذَ ِان ِم ْن َمنَ افِ ِع الن‬
َ ْ‫َّاس فَاَل بَأ‬
‫مِب‬ ِ
َ ‫س َعلَْي ه َوإِذَا تَ َكلَّ َم َا يُ ْش بِهُ ه َذا َخ ْل‬
ِِ
َ ْ‫أَذَان ه فَاَل بَأ‬
‫ـم يُعِ ْد أَذَانًا‬ ِ
ْ َ‫َّاس َمْن َف َع ةٌ َوإ ْن تَ َكلَّ َم ل‬ِ ‫ت فِْي ِه لِلن‬ ْ ‫ب الْكَاَل َم يف اأْل َذَ ِان مِب َا لَْي َس‬ ُّ ‫َواَل أ ُِح‬
‫ ص‬1 ‫ك إذَا تَ َكلَّ َم يِف ْ اإْلِ قَ َام ِة َك ِر ْهتُ هُ َومَلْ يَ ُك ْن َعلَْي ِه إِ َع َادةُ إقَ َام ٍة (األم ج‬ ِ
َ ‫َو َك َذل‬
) 108

ْ ‫خ‬
‫ف‬ ِ ‫ث َلْم َي‬
ُ ‫ج ْه ِر ِب هِ َحْي‬
َ ‫اياتِ َوْال‬
َ ‫الرَو‬
َّ ‫آلياتِ َو‬
َ ‫ب ِبص َِرْيِح ْا‬
ٌ ‫كاْلقَِراءَِة مَْطُل ْو‬
َ ‫َالذِّْكُر‬
ُ‫ َو َتَت َع دَّى َفضِْيَلُته‬، ‫ ِلَأَّن الَْع َم َل ِفْي هِ َأْكَث ٌر‬، ‫ح ِو ُمصٍَّل َأْفضَُل‬ ْ ‫ش َعَلى َن‬ ْ ‫ِرَياًء َوَلْم ُيشَ ِّو‬
‫ف مَسْ َعهُ إلَْي ِه َويَطْ ُر ُد‬ ِ ُ ِ‫ َوأِل َنَّهُ يُوق‬، ‫لسِامِع‬
ْ َ‫ب الْ َقا ِر ِئ َوجَيْ َم ُع مَهَّهُ إىَل الْف ْك ِر َوي‬
ُ ‫ص ِر‬ َ ‫ظ َق ْل‬ َّ ‫ِل‬
) 48 ‫َّشا َط ( بغية املسرتشدين ص‬ َ ‫يد الن‬ ُ ‫الن َّْو َم َويَِز‬
54
Hukum Jama’ah Perempuan Ketika Berada di Samping Barisan Jama’ah
Laki-laki
Tata cara shalat berjama’ah bagi kaum perempuan yaitu bertempat di
belakang barisan laki-laki. Akan tetapi karena kendala tempat, terkadang
makmum perempuan dalam shalat berjama’ah berada di sebelah kiri atau
sebelah kanan barisan laki-laki seperti yang terdapat di beberapa musholla
dan masjid. Lantas bagaimana shalat jama’ah perempuan tersebut?
Dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan:
a. Perempuan yang ikut shalat berjama’ah di selain tempat belakang
itu tidak mendapatkan fadilah jama’ah.
ِ ِ ِ ِِِ َّ ُ ‫ويَِق‬
ُ‫ىل أَ ْن قَ َال َو َك َذا ا ْم َرأَةٌ أ َْو ن ْس َوةٌ َت ُق ْو ُم أ َْو َي ُق ْم َن َخ ْل َف ه‬
َ ‫ف ال ذ َكُر َع ْن مَي ْين ه إ‬ َ
‫ىل أَ ْن‬ ِ ِّ ‫ف‬ ِِِ ِ ِ
َ َ‫الر َج ال إ‬ َ ‫الر ُج ُل َع ْن مَي ْين ه َواْملَْرأَةُ َخ ْل‬ َّ ‫ض َر َم َع هُ َر ُج ٌل َوا ْم َرأَةٌ قَ َام‬
َ ‫َوا ْن َح‬
‫الص الَةَ" ( َق ْولُهُ َوخُمَالََفتُهُ الَ ُتْب ِط ُل‬ َّ ‫ب َوخُمَالََفتُهُ الَ ُتْب ِط ُل‬ ٌّ ‫"و ُك ُّل َما ذُكَِر ُم ْستَ َح‬ َ ‫قَ َال‬
ِ ِ ‫ضيلَةُ اجْل م‬ ِ ‫الصالَةَ) لَ ِكنَّها مكْروهةٌ َت ُفو هِب‬
‫وم ْن َم َع هُ َولَ ْو َم َع‬ َ ‫لى اْ ِإل َمام‬ َ ‫اعة َع‬ َ َ َ ْ َ‫ت َا ف‬ ُ ْ َ ُْ َ َ َّ
.‫اجْلَ ْه ِل هِبَا‬
Dan orang laki-laki berdiri di sebelah kanan imam dan seterusnya,
begitu juga seorang atau beberapa wanita berdiri di belakang imam.
Dan apabila laki-laki dan perempuan berjamaah secara bersamaan,
maka seorang laki-laki itu berdiri di sebelah kanan, sedangkan
perempuan berada di belakang laki-laki, hal tersebut disunnahkan,
apabila tidak sesuai dengan tatanan shaf di atas maka hal itu tidak
membatalkan shalat (akan tetapi hukumnya makruh yang
menghilangkan keutamaan jama’ah atas imam dan makmumnya
walaupun karena tidak tau. (al-Mahalli, Juz I, Hal. 238-239)

b. Mendapat fadilahnya jama’ah, akan tetapi tidak mendapatkan


fadilahnya tertib shof, karena sebenarnya shof perempuan itu
berada di barisan paling belakang. Sebagaimana diterangkan

55
dalam kitab Hasyiyah I’anah al-Thalibin juz 2 hal. 24 dan dalam
kitab Hasyiyah al-Jamal juz 1 hal. 547:
ُ‫ َفض ِْيَلة‬:‫ت َعَلْيِهْم‬ َ ِ‫ ِإَّن ْالفَ ائ‬،‫ي‬
ْ ‫او‬
ِ ‫ف الَْمَن‬
ِ ‫ َتَبعً ا ِللش ََّر‬،ْ‫اوي‬ ِ ‫ال م ر ِفي الَْفَت‬ َ ‫َوَق‬
‫ ِلَاَّنهُ ِإَذا‬،‫الرمِْلي‬
َّ ‫ح‬ِ ْ‫ال ع ش ِإَلى َم ا ِفْي شَر‬ َ ‫ َو َم‬.‫اع ِة‬
َ ‫جَم‬ َ ‫ َال َفضِْيَلِة ْال‬،‫ف‬ ِ ‫الصُُّفْو‬
‫ (حاشية اعانة الطالبني‬.‫جْي َرمِْي‬ َ ‫ ُب‬.‫ح اه‬ِ ‫ض َم ا ِفْي هِ َوَغْي رِِه ُق ِّدمَ َم ا ِفي الشَّْر‬
َ ‫ار‬
َ َ‫َتع‬
)24 ‫ ص‬2 ‫ج‬
ِ َ‫وم انِْف ر ٌاد ) أَي ابتِ َداء ودواما و َكراهتُ ه اَل ُت َف ِّوت ف‬ ٍ ‫( َقولُ ه و ُك ِره لِم أْم‬
َ‫ض يلَة‬ ُ ُ َ َ َ ً ََ َ ً ْ ْ َ ُ َ َ َُ ْ
)546 ‫ ص‬1 ‫ ج‬, ‫ (حاشية اجلمل‬، ‫ض ِه ْم‬ ِ ‫ف ِعْن َد بع‬ ِّ ‫الص‬َّ ُ‫ضيلَة‬ ِ َ‫اجْل ماع ِة بل ف‬
َْ ْ َ َ ََ

Makmum Shalat Beda Niat dengan Imam


Ahmad adalah salah satu santri yang selalu aktif mengikuti shalat
berjama’ah. Pada suatu hari ia terlambat shalat berjama’ah di masjid.
Kemudian ia menghampiri seseorang yang sedang shalat untuk menjadi
makmum. Setelah shalat, ternyata diketahui bahwa sang imam sedang
melaksanakan shalat sunnah ba’diyah. Bagaimanakah hukum shalatnya
makmum yang beda niat dengan imamnya?
Hukum shalat makmum tersebut itu boleh meskipun niatnya beda
dengan imamnya, tetap sah shalatnya, dan tetap mendapatkan fadilahnya
jama’ah. Keterangan kitab Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarhi al-Khatib, bab kitab
al-Shalat juz 2 hal 346, keterangan yang sama terdapat dalam kitab Jamal
‘Ala Minhaj, Juz I, hal. 562-563 dan Khasyiyah al-Bujairami.
‫ش الْ ُم َخالََف ِة فِي ِه َما َو َه َذا‬
ِ ‫َي لِ َع َدِم فُ ْح‬ ِ ِ ِ ِ ُ ‫ ( واَل يض ُّر اختِاَل‬: ‫َقولُ ه‬
ْ ‫ف نيَّة اإْلِ َم ام َوالْ َم أْ ُموم ) أ‬ ْ َُ َ ُ ْ
ِ ِ ِ ِ ِّ ‫ف هنا يِف‬ ِ َّ‫ت رز َقولِ ِه الظ‬
. ‫الت ْف ِري َع‬
َّ ‫ب‬ ُ ‫النيَّة َوه َي ف ْع ٌل َق ْليِب ٌّ فَ َك ا َن الْ ُمنَاس‬ َ ُ َ ‫َن ااِل ْختِاَل‬
َّ ‫اهَرةُ أِل‬ ْ ُ َ َْ‫حُم‬
) 346 ‫ ص‬2 ‫(حتفة احلبيب على شرح اخلطيب الباب كتاب الصالة ج‬

Bacaan Basmalah dalam Shalat

56
Masalah membaca Basmalah dalam fatihah shalat merupakan salah
satu masalah besar dalam agama Islam karena menyangkut sah atau
tidaknya shalat. Bagaimanakah hukum membaca basmalah dalam surat al-
Fatihah ketika shalat? Dan kalau wajib, apakah harus dikeraskan
bacaannya?
Membaca Basmalah merupakan ibadah yang paling besar sesudah
tauhid, demikian dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu juz
III, hal.334.
a. Menurut Madzhab Syafi’i, hukum membaca Basmalah dalam al-
Fatihah ketika shalat adalah wajib, karena bacaan Basmalah itu salah
satu ayat dari al-Fatihah yang menjadi rukun shalat itu sendiri.
.)87 :‫اك َسْب ًعا ِّم َن الْ َمثَايِن َوالْ ُق ْرآنَ الْ َع ِظْي َم (احلجر‬
َ َ‫َولََق ْد آَتْين‬
Dan sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu (hai Muhammad)
tujuh yang berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung. (QS. Al-Hijr: 87)

Imam Syafi’i berkata:

َّ ُ‫الر ِحْي ِم اْآليَة‬ ِ ‫ بِس ِم‬:‫الش افِعِي‬


َ ‫الس ابِ َعةُ فَِإ ْن َتَر َك َه ا أ َْو َب ْع‬
‫ض َها مَلْ جُتْ ِز ِه‬ َّ ‫اهلل الرَّمْح َ ِن‬ ْ ُّ َّ ‫قَ َال‬
‫الر ْك َعةُ الَّيِت ْ َتَر َك َها فِْي َها‬
َّ
Imam syafi’i berkata, Bismillahirrahmanirrahim adalah termasuk ayat tujuh
dari fatihah, kalau ditinggalkan semuanya atau sebagiannya tidaklah cukup
rakaat shalat yang tertinggal membaca bismillahirrahmanirrahim dalam
rakaat itu. (al-Umm, juz I, hal. 107).
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم أَنَّهُ إِذَا َق َرأَ َو ُه َو َي ُؤ ُّم‬ ِ
َ ِّ ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْي َر َة َرض َي اهللُ َعْن هُ َع ِن النَّيِب‬
.‫حْي ِم‬ِ ‫الر‬ ِ ‫النَّاس اِ ْفتَتَح بِبِس ِم‬
َّ ‫اهلل الرَّمْح َ ِن‬ ْ َ َ
Apabila Nabi membaca (surat al-Fatihah) dan menjadi imam manusia,
maka Nabi memulai (bacaan surat al-Fatihah) dengan bacaan basmalah.

57
(Diriwayatkan dari Dar al-Quthni dalam kitab al-Majmu’, juz III, hal.
34).
ِ ِ
ُ‫ إِذَا َق َر ْء مُت‬:‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم أَنَّهُ قَ َال‬َ ِّ ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْي َرةَ َرض َي اهللُ َعْن هُ َع ِن النَّيِب‬
ِ َ‫آن وأ ُُّم الْ ِكت‬ ِ ِ ِ ِ ِ
‫الس ْب ُع‬
َّ ‫اب َو‬ َ ‫احْلَ ْم ُد ِهلل فَ ا ْقَر ُؤ ْوا ب ْس ِم اهلل ال رَّمْح َ ِن ال َّرحْي ِم أَن ََّه ا أ ُُّم الْ ُق ْر‬
.‫َح ُد آياَهِتَا‬ ِ َّ ‫اهلل الرَّمْح ِن‬
َ ‫الرحْي ِم أ‬ َ
ِ ‫الْمثَايِن وبِس ِم‬
ْ َ َ
Dari Abu Hurairah ra, Nabi bersabda: Apabila kalian membaca surat al-
Fatihah, maka bacalah basmalah. Sesungguhnya surat al-Fatihah adalah
ummul qur’an, ummul kitab dan sab’ul matsani (tujuh ayat yang diulang-
ulang), sedangkan basmalah adalah termasuk satu ayat dari surat al-
Fatihah. (Diriwayatkan oleh Dar al-Quthni dalam kitab Tafsir Ayatul
Ahkam, juz I, hal. 34)

َّ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َك ا َن َي ْفتَتِ ُح‬


‫الص الََة‬ َّ ‫َع ْن أَيِب ْ َعبَّاس َر ِضي اهللُ َعْن ُه َما أ‬
َ ‫َن َر ُس ْو َل‬ َ
ِ ِ
.‫الرحْيم‬ ِ ‫بِبِس ِم‬
َّ ‫اهلل الرَّمْح َ ِن‬ ْ
Diceritakan dari Ibnu Abbas, Bahwasannya Rasulullah itu memulai shalat
dengan bacaan basmalah. (Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam kitab
Tafsir Ayatul Ahkam, juz I, hal. 47)

Dari keterangan di atas Basmalah termasuk salah satu ayat


dari surat al-Fatihah. Membaca surat al-Fatihah dalam shalat
termasuk rukunnya shalat. Bagi yang ber’itiqad kalau basmalah itu
bukan salah satu ayat dari al-Fatihah maka shalatnya tidak sah dan
batal.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa basmalah
merupakan sebagian surat dari al-Fatihah, sehingga harus dibaca
manakala membaca al-Fatihah dalam shalat. Dan juga basmalah
disunnahkan untuk dikeraskan sebagaimana sunnahnya
mengeraskan al-Fatihah dalam shalat jahriyyah (shalat yang
disunnahkan untuk mengeraskan suara).
58
b. Menurut Madzhab Maliki, bahwa basmalah bukan merupakan satu
ayat dari surat al-Fatihah bahkan bukan merupakan satu ayat dari al-
Quran. Hal ini berdasarkan hadits nabi yang diriwayatkan ‘Aisyah
Ra. (Diriwayatkan oleh Dar al-Quthni dalam kitab Tafsir Ayatul
Ahkam, juz I, hal. 35)

‫الص اَل َة بِ التَّ ْكبِرْيِ َوالْ ِق َراءَ ِة بِاحْلَ ْم ُد لِلَّ ِه‬


َّ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ْفتَتِ ُح‬ ِ
َ ‫َك ا َن َر ُس ْو ُل اهلل‬
ِ ِّ ‫ر‬
َ ‫ب الْ َعالَمنْي‬ َ
Berdasarkan keterangan tersebut, maka tidak wajib membaca
basmalah pada waktu fatihahnya shalat baik sirri atau keras.

Shalat Berjama’ah Dilakukan dengan Cepat


Para ulama’ seringkali menekankan agar menjalankan shalat dengan
khusyu’, karena khusyu’ merupakan syarat diterimanya shalat kita di sisi
Allah Swt. Akan tetapi banyak diantara golongan yang ketika shalat
berjama’ah baik shalat fardhu maupun shalat sunnah dilakukan dengan
cepat, terutama ketika shalat tarawih pada waktu bulan Ramadlan.
Bagaimanakah hukum shalat berjama’ah yang dilakukan dengan cepat?
a. Tidak sah, apabila kehilangan tuma’ninah atau sampai
menghilangkan huruf-huruf surat al-Fatihah.
‫َّص ائِ ِح َولْيَ ْح َذ ْر ِم َن‬ ِ ِ
ُ ‫ب اْ ِإل ْر َش اد َس يِّ ُدنَا َعْب ُد اهلل بْ ُن َع ْل ِوي اْحلَ د‬
َ ‫َّاد ِيف الن‬ ُ ْ‫َقا َل قُط‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َّخ ِفْي‬
َّ ‫ص ِالَهت ْم للتََّرا ِويْ ِح َح‬
َ‫ىت ُرمبَّا‬ َ ‫ادهُ َكث ريٌ م َن اْجلَ َهلَ ة ِيف‬ ُ َ‫ف اْملُْف ِرط الَّذ ْي َي ْعت‬ ْ ‫الت‬
‫الر ُك ْو ِع‬ ُّ ‫ات ِمثْلِ َت ْر ِك الطُّ َمأْنِْينَ ِة ِيف‬ِ ‫ي َقع و َن بِس ببِ ِه ِيف اْ ِإلخالَ ِل بِ َش ي ٍء ِمن اْلو ِاجب‬
َ َ َ ْ ْ ََ ُْ َ
ِ ِ
‫ب اْ َلع َجلَ ة َفيَص ْيُر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫حِت‬ ِ
ِ َ‫الس ُج ْو ِد وَت رك ق راءة اْل َفا َ ة َعلى الْو ْج ه الًّذ ْي الَ بُ َّد مْن هُ بس ب‬
ِ ِ
َ َ َ ََ ْ َ ُّ ‫َو‬
‫ص ْري َِو َس لَّ َم‬ِ ‫الت ْق‬
َّ ِ‫ف ب‬َ ‫اعَتَر‬ ِ ‫اهلل الَ ُهو صلَّى َف َف َاز بِالثَّو‬
ْ َ‫اب َوالَ ُه َو َت َر َك ف‬ ِ ‫أَح ُدهم ِعْن َد‬
َ َ َ ُْ َ
‫ان ِأل َْه ِل اْ ِإلميْ اَ ِن يُْب ِط ُل‬
ِ َ‫الش يط‬ ِ ِ ْ ‫اب َو َه ِذ ِه َو َما أ‬
ِ ‫ِمن اْ ِإل ْعج‬
ْ َّ ‫َش َب َه َها م ْن أ َْعظَ ِم َم َكايِ د‬ َ َ

59
ِ ‫ك وتنََّبه وا لَ ه مع‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
‫اش َر‬ َ َ ُ ْ ُ َ َ ‫اح َذ ُر ْوا م ْن َذل‬ ْ َ‫َع َم َل اْ َلعام ِل مْن ُه ْم َعملَ هُ َم َع ف ْعل ه ل ْل َع َم ِل ف‬
ِ ِ ِ ‫الصلَو‬
‫ع‬
َ ‫الر ُك ْو‬ ُّ ‫ات فَأَِمتُُِّّْوا اْلقيَ َام َواْلقَراءَ َة َو‬ ِ ِ
َ َّ ‫صلْيتُ ْم التََّروايْ َح َو َغْيَر َها م َن‬
َّ َ ‫اْ ِإل ْخو ِان َوإِ َذا‬
َ
ِ‫لش يطَان‬ ِ ِ ِ ِ
ْ َّ ‫آلداب َوالَ جَتْ َعلُ ْوا ل‬ َ ْ‫ض ْو َر َو َس ائَر اْأل َْر َك ان َوا‬ ُ ُ‫ع َواْحل‬ َ ‫الس ُج ْو َد َواْخلُ ُش ْو‬ُّ ‫َو‬
ِ َّ‫علَي ُكم س ْلطَانًا فَِإنَّه لَيس لَه س ْلطَا ُن علَى ا‬
‫لذيْ َن َآمُن ْوا َو َعلَى َرهبِِّ ْم َيَت َو َّكلُ ْو َن فَ ُك ْونُ ْوا‬ َ ُ ُ َ ْ ُ ُ ْ َْ
‫ِمْن ُه ْم إِمنَّاَ ُس ْلطَانُهُ َعلَى اَّل ِذيْ َن َيَت َولَّْونَ هُ َوالَّ ِذيْ َن ُه ْم بِ ِه ُم ْش ِر ُك ْو َن فَالَ تَ ُك ْونُ ْوا ِمْن ُه ْم‬
) 265 ‫ ص‬1 ‫اهـ (اعانة الطالبني ج‬

Quthbu al-Irsyad sayyidina Abdullah bin Alwi mengatakan di dalam kitab


al-Nashaa’in, “Hindarilah pelaksanaan shalat dengan amat cepat seperti
yang biasa dilakukan kebanyakan orang yang bodoh dalam melakukan
shalat tarawih, yang karena sangat cepatnya mungkin mereka melewatkan
sebagian rukun, seperti tanpa thuma’ninah di dalam ruku’ dan sujud,
atau membaca surat al-Fatihah tidak dengan sebenarnya karena tergesah-
gesa, sehingga shalat salah seorang di antara mereka tidak dinilai oleh
Allah Swt. Sebagai shalat yang berpahala, tetapi mereka tidak dianggap
meninggalkan shalat. Orang tersebut salam (menutup shalat) dengan
bangga (karena bisa melaksanakannya secara cepat). Hal itu dan
sejenisnya termasuk tipu daya syetan yang paling besar kepada orang
yang beriman untuk merusak amal ibadah yang ia kerjakan. Karena itu,
berhati-hatilah dan waspadalah wahai saudara-saudaraku. Apabila anda
melaksanakan shalat tarawih dan shalat yang lain maka sempurnakanlah
berdirinya, bacaan fatihahnya, ruku’nya, sujudnya, khusu’nya, hudhur-
nya, rukun-rukunnya dan adabnya. Janganlah anda menjadikan setan
sebagai penguasa diri anda, karena setan tidak mampu mengusai orang-
orang yang beriman yang bertawakkal kepada Allah Swt., maka beradalah
di dalam kelompok mereka, karena setan itu mampu menguasai orang-
orang yang menolongnya dan orang-orang yang menyekutukan Allah
Swt. Janganlah anda termasuk orang-orang ini. (I’anah al-thalibin juz 1
halaman 265)

60
b. Sah, selama masih memenuhi syarat dan rukun shalat itu sendiri,
misalnya terpenuhi unsur tuma’ninah. Sesuai dengan hadits Nabi;
ِ ‫ص الَةً َع ِن الن‬
‫َّاس (اجلامع الصغري‬ ِ ‫َّاس َوأَطُ ْو ُل الن‬
َ ‫َّاس‬ ِ ‫ص الَةً َعلى الن‬ ِ ‫ف الن‬
َ ‫َّاس‬ ّ ‫َخ‬
َ ‫َكا َن أ‬
َ
)100 ‫ ص‬2 ‫اجلزء‬

Nabi Saw. Itu orang yang paling cepat shalatnya ketika mengimami
manusia dan orang yang paling lama ketika shalat sendiri. (al-Jami’ al-
Shaghir, juz II, hal. 100)
Dan dalam kitab Bujarami ‘Ala al-Khatib juz 2 halaman 126
disebutkan: disunnahkan bagi imam untuk mempercepat shalat
dengan tetap menjaga sunnah ab’ad dan sunnah hai’at.
ِ ‫اض واهْل يئ‬ ِ
‫ ( جبريامى على اخلطيب‬. ‫ات‬ ََْ َ ِ ‫ِّف اإْلِ َم ُام َم َع ف ْع ِل اأْل َْب َع‬
َ ‫ب أَ ْن خُيَف‬
ُ ‫َويُْن َد‬
(126 ‫ ص‬2 ‫اجلزء‬

Hukum Membaca Do’a Qunut ketika Shalat Shubuh


Ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa membaca do’a
qunut ketika shubuh adalah tidak sunnah. Bahkan haram hukumnya,
karena Rasulullah Saw. tidak melaksanakannya. Bagaimanakah
sebenarnya hukum membaca do’a qunut dalam shalat shubuh? Apakah
benar Rasulullah tidak melaksanakannya?
a. Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal mereka
berpendapat bahwa shalat shubuh itu tanpa qunut karena Rasulullah
tidak melakukan hal tersebut.
َ ‫َّك قَ ْد‬ ِ ‫َش جعِي ر ِض ي اهلل عْن ه قَ َال ُق ْلت أِل َيِب ي اَ أَب‬ ٍ ِ
‫ت‬َ ‫ص لَّْي‬َ َ ‫ت إِن‬ َ ُ ُ َ ُ َ َ ِّ َ ْ ‫َع ْن َس ْعد بْ ِن طَ ا ِرق اأْل‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َوأَيِب بَ َك ٍر َوعُ َمَر َوعُثْ َما َن َو َعلِ ٍّي أَفَ َكانُ ْوا َي ْقنُِت ْو َن‬ ِ ِ
َ ‫ف َر ُس ْول اهلل‬ َ ‫َخ ْل‬
ِ ِ ِ
‫َّه ُي َع ِن‬ ْ ‫(ر َواهُ اخْلَ ْم َس ةُ إِاَّل أَبَ ا َد ُاو َد) فَم َن احْلَ ديْث اَلن‬ َ ‫ث‬ ْ ‫يِف الْ َف ْج ِر؟ قَ َال أ‬
ٌ ‫َي بُيَنَّ حُمْ َد‬
)431 ‫ ص‬1 ‫ ج‬،‫َح َك ِام‬ ِ ِ ِ ‫الْ ُقُنو‬
ْ ‫ (إِبَانَةُ اأْل‬.‫َخ َذ أَبُ ْو َحنْي َفةَ َوأَمْح َ ُد‬ ُّ ‫ت يِف‬
َ ‫الصْب ِح َوبِه أ‬ ْ
61
Dari Said bin Thariq al-Asyja’i ra, ia berkata; aku pernah bertanya kepada
ayahku wahai ayah! Sesungguhnya engkau pernah mengerjakan shalat di
belakang Rasulullah Saw, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali. Apakah mereka
semua berdo’a qunut ketika shalat shubuh? Ayahku menjawab qunut itu
termasuk perkara yang baru datang (HR. Khamsah kecuali Abu Dawud) dari
hadis tersebut tercetuslah hukum berupa larangan qunut shubuh, seperti
yang dipegang Abu Hanifah dan Imam Ahmad. (Ibanah al-Ahkam, juz I,
hal. 431)

b. Ulama’ Syafi’iyah berpendapat bahwa hukum membaca qunut pada


shalat shubuh termasuk sunnah ab’ad (apabila ditinggalkan maka
sunnah melakukan sujud sahwi). Sebagaimana dikatakan oleh Imam
Nawawi;
‫ت نَا ِزلَ ةً أ َْم مَلْ َتْن َز ْل َوهِبَ َذا قَ َال أَ ْك َث ُر‬ ِ ‫ب الْ ُقن و‬
ْ َ‫ت فْي َه ا َس َواءٌ َن َزل‬ُ ْ ُ ُّ ‫َم ْذ َهُبنَا أَنَّهُ يُ ْس تَ َح‬
ِ َّ‫الص دِّيْ ِق وعُم ربْن اخْلَط‬ ِِ َِّ ِ ِ ِ َّ
‫اب‬ ُ ُ َ َ ِّ ‫الس لَف َو َم ْن َب ْع َد ُه ْم أ َْو َكثْي ٌر مْن ُه ْم َوِممَّ ْن قَ َال ب ه أَبُ ْو بَ ْك ٍر‬
‫ب َر ِض َي اهللُ َعْن ُه ْم (اَلْ َم ْج ُم ْوعُ ش رح‬ ٍ َّ‫َوعُثْ َم ا ُن َو َعلِ ٌّي َوابْ ُن َعب‬
َ ‫اس َوالَْب َّراءُ بْ ُن َع َاز‬
)504 ‫ ص‬3 ‫املهذب ج‬
Dalam madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam
shalat shubuh, baik ada bala’ (bencana, cobaan, adzab dan lain sebagainya)
maupun tidak, inilah pendapat kebanyakan ulama’ salaf dan setelahnya.
Diantaranya adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman, Ali,
Ibn Abbas dan al-Barra’ bin Azib ra. (al-Majmu’, Juz I, hal. 504)

Dalil yang bisa dibuat acuan adalah hadits Nabi Saw:

َّ ‫ت يِف الْ َف ْج ِر َح‬


ِ ِ ٍ ِ ِ ٍ َ‫َعن أَن‬
‫ىت‬ ُ ُ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َي ْقن‬
َ ‫س ب ْن َمال ك قَ َال َم َاز َال َر ُس ْو ُل اهلل‬ ْ
)12196 ‫(م ْسنَ ُد أَمْح َ َد بْ ِن َحْنبَ َل َرقْ ٌم‬ ُّ ‫فَ َار َق‬
ُ ‫الد ْنيَا‬
62
Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. Beliau berkata; Rasulullah Saw.
Senantiasa membaca qunut ketika shalat sampai beliau wafat. (Musnad
Ahmad bin Hanbal, [12196])

Larangan qunut tersebut di atas dikomentari oleh Imam al-Sathi,


dia berkata: Dasar hadis yang kemudian dikatakan bahwa qunut itu
perkara yang baru datang, tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk
melarang qunut. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih:

‫ ص‬2 ‫(ش ْر ُح نَظْ ِم مَجْ ِع اجْلََو ِام ِع ج‬ ِ ‫ي ْق ُدم الْمثْبِت علَى النَّاىِف اِل ْش تِمالِِه علَى ِزي ادة‬
َ ‫ِع ْل ٍم‬ ََ َ َ َ ُ ُ ُ َ
)475
Dalil yang menjelaskan adanya (terjadinya) suatu perkara, didahului oleh
dalil yang menyatakan bahwa perkara tersebut tidak ada. Sebab adanya
penjelasan pada suatu dalil, menunjukkan adanya pemberitahuan (ilmu) yang
lebih pada dalil tersebut. (Syarah Nadzam Jam’ul Jawami’, juz II, hal. 475)

Dengan demikian membaca qunut dalam shalat shubuh


merupakan hal yang disunnahkan dan tidak bertentangan dengan
syari’at.

Mengusap Wajah setelah Salam ketika Shalat


Salah satu tradisi yang sering kita lihat setiap selesai shalat, orang-
orang mengusap wajah dengan telapak tangan kanannya. Bagaimanakah
hukumnya, apakah benar hal ini perbuatan bid’ah?
Di sunnahkan mengusap wajah dengan kedua telapak tangan
setelah shalat karena shalat dari segi bahasa berarti do’a, sehingga orang
yang melaksanakan shalat itu juga bisa dikatakan berdo’a kepada Allah
Swt. Oleh karena itu sebenarnya mengusap wajah setelah salam dalam
shalat bukanlah hal yang bisa dikatakan bid’ah ataupun hal yang tidak
dibenarkan dalam ajaran Islam.

63
Imam al-Nawawi berpendapat;
(ٌ‫س َر ِض َي اهللُ َعْن هُ َك ا َن )فَائِ َدة‬ ٍ َ‫اب ابْ ِن السىن َع ْن أَن‬ ِ َ‫ي يِف اْألَذْ َك ا ِر ورو ْينَ ا يِف كِت‬
َََ ُّ ‫قَ َال الن ََّو ِو‬
ْ ‫ص الَتَهُ َم َس َح َو ْج َه هُ بِيَ ِد ِه الْيُمْىَن مُثَّ قَ َال أ‬
َّ‫َش َه ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِال‬ َ ‫ضى‬
ِ
َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم إِذَا ق‬ َ
)185-184.‫ ص‬،1.‫ ج‬،‫ (إعانة الطالبني‬.‫ب اهْلَ َّم َواحْلََز َن‬ ِ ‫الر ِحْيم اَللَّ ُه َّم ا ْذ َه‬
ُ َّ ‫ُه َو الرَّمْح َ ُن‬
(Faidah) Imam Nawawi dalam (kitabnya) al-Adzkar; Kami meriwayatkan (hadits)
dalam kitabnya Ibn al-Sunni, dari sahabat Anas ra., bahwa Rasulullah Saw.
Apabila selesai melaksanakan shalat, beliau mengusap wajahnya dengan tangan
kanannya. Lalu berdo’a saya bersaksi tiada tuhan kecuali dzat yang maha pengasih
dan penyayang. Ya Allah Swt., hilangkanlah dariku kebingungan dan kesusahan.
(I’anah al-Thalibin, juz I, hal.184-185)
Dalam sebuah hadist disebutkan, setiap selesai berdo’a, Rasulullah
Saw. Selalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َك ا َن إِذَا َد َع ا َفَرفَ َع يَ َديْ ِه َو َم َس َح‬ َّ ‫ب بْ ِن يَِزيْ َد َع ْن أَبِْي ِه أ‬
َ َّ ‫َن النَّيِب‬ ِ ِ‫السائ‬
َّ ‫َع ِن‬
) 1 ‫ (سنن أيب داود باب الدعاء اجلزء‬.‫َو ْج َههُ بِيَ َديِْه‬

Dari Saib bin Yazid dari ayahnya: Apabila Rasulullah Saw. Berdo’a, beliau
selalu mengangkat kedua tangannya lalu mengusap wajahnya dengan kedua
tangannya (Sunan Abi Dawud bab al-Do’a juz 1).

Tata Cara Sujud


Sujud merupakan salah satu dari rukun shalat yang dilakukan
dengan cara meletakkan tujuh anggota tubuh, yaitu:
1. Kening
2. Telapak tangan kanan
3. Telapak tangan kiri
4. Ujung lutut kanan
5. Ujung lutut kiri
6. Ujung telapak kaki kanan

64
7. Ujung telapak kaki kiri
Kening dan kedua telapak tangan harus langsung bersentuhan
dengan alas tempat sujudnya. (al-Bujairimi ‘Ala al-Khatib, juz I, hal. 35)

ِ‫ود خِلَرَب‬ ِ ‫الس ج‬ ِ ِ َ ‫اط ِن أ‬ ِ ‫اط ِن َكفَّي ِه و ِمن ب‬ِ ‫ض ع ج ز ٍء ِمن ر ْكبَتي ِه و ِمن ب‬ ِ
ُ ُّ ‫َص اب ِع قَ َد َمْي ه يِف‬ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ْ ُ ُ ْ ‫ب َو‬ ُ ‫َوجَي‬
، ِ ‫ َوال ُّر ْكبََتنْي‬، ‫ َوالْيَ َديْ ِن‬، ‫ اجْلَْب َه ِة‬: ‫َس ُج َد َعلَى َس ْب َع ِة أ َْعظُ ٍم‬ ِ
ْ ‫ { أُم ْرت أَ ْن أ‬: ِ ‫الش ْيخَنْي‬َّ
‫ص َعلَْي ِه يِف اأْل ُِّم‬
َّ َ‫الر ْكبََتنْي ِ َك َما ن‬ ِ ِ ِ
ُّ ‫ف‬ ُ ‫ َواَل جَي‬. } ‫َوأَطَْراف الْ َق َد َمنْي‬
ُ ‫ب َك ْش ُف َها بَ ْل يُكَْرهُ َك ْش‬

Sujud Syukur
Sujud syukur merupakan sujud yang dilakukan ketika mendapatkan
kenikmatan dan kebahagian dari Allah Swt.
Lafadz niatnya adalah:

‫الش ْك ِر لِلَّ ِه َت َعاىَل‬


ُّ ‫ت ُسنَّةً لِ ُس ُج ْو ِد‬
ُ ْ‫َن َوي‬
Dalam sujud syukur yang dibaca;
1. Tasbih 10 kali:
‫اهلل َواحْلَ ْم ُد لِلَّ ِه َواَل إِلَهَ إِاَّل اهللُ َواهللُ أَ ْكَبُر‬
ِ ‫سبحا َن‬
َ ُْ
2. Shalawat 10 kali:
‫صلَّى اهللُ َعلَى حُمَ َّم ٍد‬
َ
3. Do’a sapu jagat 10 kali;
ِ ِ ُّ ‫َربَّنَا آتِنَا يِف‬
َ ‫الد ْنيَا َح َسنَةً َو يِف اآْل خَر ِة َح َسنَةً َوقنَا َع َذ‬
‫اب النَّا ِر‬

Membaca Wiridan Setelah Shalat


Sudah menjadi kebiasaan kaum muslimin, setelah melaksanakan
shalat mereka membaca wirid, baik secara berjama’ah maupun sendirian.
Apakah amaliyah tersebut ada dasar hukumnya?
Wirid merupakan bentuk dzikir yang berupa bacaan kalimat
thayyibah yang dilakukan setiap saat dengan harapan untuk mendekatkan

65
diri kepada Allah Swt. Dan mendapat ridha serta ampunan-Nya. Di
kalangan Nahdliyin, wiridan setelah shalat itu dilakukan secara bersama-
sama yang diakhiri dengan do’a. Hal ini sesuai dengan perintah Allah Swt.
yang berbunyi:

ِ ‫يأَيُّها الَّ ِذين آمُنوا اذْ ُكروا اهلل ِذ ْكرا َكثِْرا وسبِّحوه بكْر ًة َّوأ‬
)32-31 :‫َصْيالً (األحزاب‬ َ ُ ُ ُْ َ َ ً ً َ ُ ْ َ َْ َ َ
Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah Swt. Dengan berdzikir
yang banyak, dan bertasbihlah kepadanya, pagi dan sore. (Qs. Al-Ahzab: 31-32)

ً‫ص الٍَة ثَالَث ا‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َم ْن َس بَّ َح ِهلل يِف ْ ُدبُ ِر ُك ِّل‬ َ ‫َع ِن الَْب َراء قَ َال قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل‬
َ‫َوثَالَثِنْي َ َومَحِ َد اهللَ ثَالَثاً َوثَالَثِنْي َ َو َكَّبَر ثَالَثاً َوثَالَثِنْي َ َوقَ َال مَتَ ُام الْ ِمائَ ِة الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ ال‬
‫ت ِمثْ َل‬ ِ ِ ٍ
ْ َ‫ت َخطَايَاهُ َوإِ ْن َك ان‬ ْ ‫ك َولَهُ احْلَ ْم ُد َو ُه َو َعلَى ُك ِّل َش ْيء قَديْ ٍر غُف َر‬ ُ ‫ك لَهُ لَهُ الْ ُم ْل‬ َ ْ‫َش ِري‬
.‫َزبَ ِد اْلبَ ْح ِر‬
Dari Bara’i, Nabi bersabda: Barang siapa (membaca) tasbih 33 kali, hamdalah 33
kali dan takbir 33 kali, lalu menyempurnakan (hitungan)100 kali dengan membaca
kalimat:
‫ك َولَهُ احْلَ ْم ُد َو ُه َو َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْيٌر‬ َ ْ‫الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري‬
ُ ‫ك لَهُ لَهُ الْ ُم ْل‬
(Tiada tuhan selain Allah Swt., Dia sendirian, tidak ada yang menandingi-Nya,
Dia memiliki kerajaan, Dia memiliki segala puji dan Dialah yang berkuasa atas
sesuatau). (Irsyad al-‘Ibad, hal. 19. Sunan Abi Dawud)

Dengan demikian wiridan setelah shalat itu adalah hal yang sangat
baik untuk dilakukan karena di dalamnya mengandung pujian-pujian
kepada Allah Swt.

Hukum Menerjemahkan Bacaan dalam Shalat

66
Shalat merupakan bentuk ibadah kepada Allah Swt. Yang telah
diajarkan oleh Nabi kepada umatnya mulai dari bentuk gerakan sampai
ketentuan do’a yang dibaca. Surat al-Fatihah merupakan ayat yang wajib
dibaca dalam shalat. Do’a dan ayat yang berbahasa arab kadang menjadi
kendala bagi beberapa orang untuk memahami dan menghayati
kandungan maknanya. Sehingga kemudian muncul inisiatif untuk
menerjemahkan ke dalam bahasa selain Arab. Bagaimanakah pandangan
ulama’ mengenai bacaan dalam shalat yang bacaannya diterjemahkan
dalam bahasa selain Arab?
Dalam persoalan ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama’:
a. Menurut pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad, dan
Imam Dawud, shalat yang dilakukan baik bagi yang paham bahasa
Arab maupun yang tidak paham, artinya dengan cara
menerjemahkan ke bahasa selain Arab hukumnya tidak boleh dan
shalatnya tidak sah.
‫ص ْو َد ِم َن‬ ُ ‫َن الْ َم ْق‬ َّ ‫ أِل‬،‫(واِ ْن َق َرأَ الْ ُق ْرآ َن بِالْ َفا ِر ِس يَّ ِة مَلْ جُتْ ِز ِه‬ ‫قَ َال الْمص ن مِح‬
َ :ُ‫ِّف َر َ هُ اهلل‬ ُ َ ُ
ِ ‫لش رح) م ْذهبنَا أَنَّه اَل جُي ِّو ُز قِ راء َة الْ ُق ر‬ ِ ِ ُ ‫آن اللَّ ْف‬ ِ ‫الْ ُق ر‬
‫آن‬ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ ْ َّ َ‫ك اَل يُ ْو َج ُد يِف َغرْيِ ه ا‬ َ ‫ظ َو َذل‬ ْ
، ‫َح َس نَ الْ ِق َراءَ ِة أ َْم اَل‬ْ ‫ َس َواءٌ أ‬،‫ب َس َواءٌ أ َْم َكنَ هُ اَلْ َع َريِب ُّ أ َْو َع َج َز َعْن َه ا‬
ِ ِِ ِ
ِ ‫ان الْع ر‬
َ َ ‫بغَرْي ل َس‬
) 269 .‫ ص‬،1 .‫ ( مذاهب األربعة ج‬.‫ َو َد ُاو ُد‬،‫لك َوأَمْح َ ُد‬ ٌ ِ‫ َوبِِه قَ َال َما‬،‫َه َذا َم ْذ َهُبنَا‬
b. Menurut pendapat Imam Abu Yusuf dan Muhammad adalah harus
diperinci.
Shalatnya tidak sah bagi yang mampu baca al-Qur’an dan sah bagi
yang tidak mampu baca al-Qur’an.

ِ ‫ جَي وز لِْلع‬:ُ‫وقَ َال أَبو يوسف وحُم َّمد‬


)28 ‫ ص‬2 ‫اج ِز ُد ْو َن الْ َق ِاد ِر (البجريمي ج‬ َ ُ ُْ َ َ َ ُ ُْ ُْ َ
c. Pendapat Imam Abu Hanifah shalatnya sah secara mutlak.

67
‫احتَ َج ِألَيِب َحنِْي َف ةَ بَِق ْولِ ِه‬ َّ ‫ص ُّح بِ ِه‬
ْ ‫الص الَةُ ُمطْلَ ًق ا َو‬
ِ َ‫ جَت و ُز وت‬:َ‫وقَ َال أَب و حنِي َف ة‬
َ ُْ َْ ُْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫َت َع اىَل "قُ ِل اهللُ َش هْي ٌد َبْييِن ْ َو َبْينَ ُك ْم َوأ ُْوح َي إيَلَّ َه َذا الْ ُق ْرآ ُن ِألُنْ ذ َر ُك ْم ب ه" قَ الُْوا‬
‫َن النَّيِب َّ ِص لِّى اهللُ َعلَْي ِه‬ َّ ‫ َويِف‬.‫َوالْ َع َج ُم الَ َي ْع ِقلُ ْو َن اْ ِإلنْ َذ َار إِالَّ بَِت ْرمَجَ ٍة‬
َّ ‫ أ‬: ِ ‫الص ِحْي َحنْي‬
) 330 .‫ ص‬، 3 .‫ ( اجملموع ج‬."‫ف‬ ٍ ‫ "أُنْ ِز َل الْ ُقرآ ُن علَى سبع ِة أَحر‬:‫وسلَّم قَ َال‬
ُ ْ َ َْ َ ْ َ ََ

Cara Mendirikan Shalat di Pesawat


Setiap muslim mukallaf, di manapun dan kapanpun diwajibkan
untuk melaksanakan shalat lima waktu. Termasuk pada saat berada di
dalam pesawat terbang, adapun pelaksanaan shalat di dalam pesawat
terbang ada beberapa cara (kaifiyah):
1. Bagi yang masih suci (berwudlu), ada dua cara:
a. Apabila dalam keadaan bisa melaksanakan dengan posisi
berdiri, maka dilaksanakan dengan cara berdiri.
b. Apabila dalam keadaan tidak bisa dengan cara berdiri, maka
dilaksanakan dengan cara duduk. (al-Majmu’ syarah al-
Muhadzab, juz II, hal. 276)
‫ص لِّى قاَ ِع ًدا لِنُ ُد ْو ِر ِه‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ح رََمْيِن ا ْحتم اَالً يِف ْ ُو ُج ْوب اْالع اَ َدة َعلَى الْ ُم‬ َ ْ‫َوذَ َك رَ ِإَماُم ال‬
ِ ِ ِ ِ
‫ب‬ُ ‫َص ُّح ُه َما جَت‬ َ ‫ي يِف ْ ُو ُج ْوب اْالع اَ َدة َعلَْي ِه ْم ُكلِّ ِه ْم َق ْولَنْي ِ َوق اَ َل أ‬ ُّ ‫َوذَ َك َر الَْبغَ ِو‬
‫ص لَّى َويُعِْي ُد‬ ِ ِّ ‫كاَلْع اَ ِج ِز الَّ ِذى مع ه م اء اَل جَيِ ُد من يو‬
َ ُ‫ض ئُهُ بِ ه فَِإنَّهُ َيَتيَ َّم ُم َوي‬ َُ ْ َ ٌ َ ُ ََ ْ
‫الص ِحْي ُح الْ َم ْش ُه ْو ُر م اَ قَد َّْمتُهُ أَنَّهُ الَ اِع اَ َد َة َعلَْي ِه ْم أِل َن َُّه ْم ع اَ ِجُز ْو َن يِف‬
َّ ‫ب‬ ُ ‫َوالْ َم ْذ َه‬
‫ي‬ُّ ‫س َعلَْي ِه الَْبغَ ِو‬ ِ ِ‫ِ ٍ خِب‬ ِِ ِ ِ
َ َ‫س عُ ْذره ْم َغْيُر ناَدر الَف ماَ قا‬ ُ ‫احْل اَل َوجْن‬

2. Bagi yang hadats dan tidak ada air untuk berwudlu’ serta tidak ada
media tayamum, maka caranya sebagai berikut:

68
a. Melaksanakan niat shalat untuk menghormati waktu
(Likhurmatil Waqti) dan wajib i’adah (mengulang shalatnya)
setelah menemukan alat untuk bersuci.
ِ ‫وس مِب َ ِح ٍّل لَيس فِ ِيه و‬ ِ ِ ِِ
‫اح ٌد‬ َ َ ْ َ ‫( َو َعلَى فَاق د ) الْ َم اء َوالتَُّراب ( الطَّ ُه‬
ٍ ُ‫وريْ ِن ) َك َم ْحب‬
ِ ِ ِ ‫حِل‬ ِ
.‫َح َدمُهَا‬
َ ‫ض ) ُْر َم ة الْ َوقْت ( َويُعي َد ) إذَا َو َج َد أ‬ َ ‫ص لِّ َي الْ َف ْر‬َ ُ‫مْن ُه َما ( أَ ْن ي‬
)229 ‫ ص‬1 ‫(حاشية اجلمل على املنهاج اجلزء‬
b. Menunda pelaksanaan shalat jika ada harapan ditemukannya
salah satu alat bersuci, seperti yang telah dikatakan oleh Imam
Al-Adhra’i.
‫ت بَ ْل إمَّنَا مَيْتَنِ ُع َعلَْي ِه الصَّاَل ةُ َما َد َام َيْر ُجو‬ ِ ِ‫واَل ي ْشَتر ُط ل‬
ِ ْ‫ص َّح ِة صاَل تِِه ِض يق الْ وق‬
َ ُ َ َ ُ َ
‫ (ش رح اجلمل على املنه اج‬.‫اهر‬ ِ َ‫أَح َد الطَّه وري ِن َكما قَالَ ه اأْل َ ْذر ِعي وه و ظ‬
َ ُ َ ُّ َ ُ َ ْ َ ُ َ
)230 ‫ ص‬1 ‫اجلزء‬

Shalat ‘Ied Lebih Utama di Masjid atau di Lapangan


Pada hari raya idul fitri dan idul adha, umat islam disunnahkan
untuk melaksanakan shalat ‘Ied (shalat hari raya), sehingga banyak di
antara mereka yang melaksanakan shalat tersebut di masjid dan ada pula
yang melaksanakan di lapangan terbuka. Manakah yang lebih utama?
a. Shalat di Masjid lebih utama
Firman Allah Swt.;

, ‫َح ُّق أَ ْن َت ُق ْو َم فِْي ِه‬ ٍ ِ ِ ِّ ‫الَ َت ُق ْم فِْي ِه أَبَ ًدا لَّ َم ْس ِج ٌد أ‬


َ ‫الت ْق َوى م ْن أ ََّول َي ْوم أ‬ َّ ‫س َعلَى‬ َ ‫ُس‬
)108( ‫ين‬ َ ‫ب الْ ُمطَّ ِّه ِر‬ ٌ ‫فِْي ِه ِر َج‬
ُّ ِ‫ال حُيِ ُّب ْو َن أَ ْن َيتَطَ َّهُرواْ َواللَّهُ حُي‬
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-
nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama
adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalam mesjid itu ada orang-
orang yang ingin membersihkan diri. Dan Sesungguhnya Allah Swt.
Menyukai orang-orang yang bersih. (QS. Al-Taubah:108)
69
Lebih lanjut dijelaskan lagi;

)83 .‫ ص‬،‫ضْي ِق ِه (فتح الوهاب‬ ِ ِ ِ ِ ْ‫وفِعلُها مِب س ِج ٍد أَف‬


َ ‫ض ُل ل َشَرفه إِالَّ لعُ ْذ ٍر َك‬
َ َْ َ ْ َ
Mengerjakan shalat ‘Ied di masjid itu lebih utama (daripada di
lapangan) karena kemulyaanya, kecuali ada halangan, seperti masjidnya
sempit (tidak menampung jama’ah). (Fathu al-Wahab, hal. 83)

b. Boleh mengerjakan shalat ‘Ied di lapangan, karena mengikuti


Rasulullah yang mengerjakan shalat ‘Ied di lapangan. Namun hal
itu bukan tanpa alasan, beliau melakukannya karena masjid yang
dibangun oleh beliau itu sempit sehingga tidak bisa menampung
para jama’ah shalat ‘Ied. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab
Tuhfah al-Muhtaj;

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم إِمَّنَا َخ َر َج‬ ِ َ‫ض ُل لِْـ ِال ْتب‬ ِ َّ ِ‫وقِي ل فِعلُه ا ب‬
َ ُ‫اع َو َر َد أَنَّه‬ َ ْ‫الص ْخَراء أَف‬ َْ ََْ
)27.‫ ص‬،3 .‫ج‬،‫صغَ ِر َم ْس ِج ِد ِه (حتفة احملتاج‬ ِ ِ‫إِلَيها ل‬
َْ
Ada yang mengatakan bahwa shalat ‘Ied di lapangan itu lebih utama,
karena ittiba’ (ikut perbuatan Nabi). Namun pernyataan ini dapat
dibantah, karena sesungguhnya Nabi SAW melakukannya karena
masjid yang beliau bangun terlalu kecil (sehingga tidak bisa
menampung para jama’ah). (Tuhfah al-Muhtaj, juz III, hal.27)

Dengan demikian selama tidak ada hal yang bisa menyebabkan


shalat ‘Ied dilaksanakan di lapangan, maka lebih utama melaksanakan
shalat ‘Ied di masjid. Kecuali kalau memang masjid itu tidak dapat
menampung para jama’ahnya, sehingga lebih utama shalat ‘Ied
dilaksanakan di lapangan.

70
BAB VIII
SHALAT JUM’AT

Pembagian Golongan Ahli Shalat Jum’at


Orang muslim dalam masalah kesempurnaan shalat Jum’at terbagi
menjadi 6 macam golongan, yaitu:
1. Orang yang wajib mengikuti shalat jum’at, serta sah dan
mengesahkan shalat jum’at orang lain. Yang dimaksud pada
golongan ini adalah shalat jum’atnya orang-orang yang memenuhi
syarat wajib shalat jum’at (Islam, baligh, berakal, merdeka, mukim,
laki-laki, sehat).
2. Orang yang wajib mengikuti shalat jum’at, akan tetapi tidak bisa
mengesahkan shalat jum’at orang lain. Yang dimaksud golongan ini
adalah shalat jum’at orang-orang yang bermukim tetapi tidak
menetap (berpindah-pindah).
3. Orang yang wajib mengikuti shalat jum’at, akan tetapi shalatnya
tidak sah dan tidak bisa mengesahkan shalat jum’at orang lain,
yaitu orang murtad.
4. Orang yang tidak wajib shalat jum’at, shalatnya tidak sah dan tidak
bisa mengesahkan shalat jum’at, yaitu shalat jum’atnya orang kafir.
5. Orang yang tidak wajib shalat jum’at, sedangkan shalat jum’at sah
tapi tidak bisa mengesahkan shalat jum’at orang lain, yaitu shalat
jum’at anak kecil yang tamyiz, budak, wanita, banci, musafir.
6. Orang yang tidak wajib shalat jum’at, tetapi shalat jum’atnya sah
dan bisa mengesahkan shalat jum’at orang lain, yaitu shalat jum’at
orang sakit dan orang yang udzur. (I’anah al-Thalibin, juz I, hal.54)

ِ َ‫َن النَّاس يِف اجْل مع ِة ِس تَّةُ أَقْس ٍام أ ََّوهُل ا من جَتِب علَي ِه و َتْنع ِق ُد بِ ِه وت‬
‫ص ُّح‬ َ َ َ َْ ُ َْ َ َ َ ُْ َ َّ ‫( َو ْاعلَ ْم ) أ‬
‫ب َعلَْي ِه َوالَ َتْن َع ِق ُد بِ ِه‬ ِ ِ ُّ ‫ت فِْي ِه‬
ُ ‫الش ُر ْو ُط ُكلُّ َها َوثاَنْي َها َم ْن جَت‬
ِ
ْ ‫مْن هُ َو ُه َو َم ْن َت َو َّفَر‬
‫س مِب َ َحلِ َها‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
َ ‫َوتَص ُّح مْن هُ َو ُه َو الْ ُمقْي ُم َغْي ُر الْ ُم ْس َت ْوطن َو َم ْن مَس َع ن َداءَ اجْلُ ْم َع ة َو ُه َو لَْي‬

71
‫ِ مِب‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
‫ب َعلَْي ه َْعىَن‬ ُ ‫ب َعلَْي ه َوالَ َتْن َعق ُد ب ه َوالَ تَص ُّح مْن هُ َو ُه َو الْ ُم ْرتَ ُّد َفتَج‬ ُ ‫َوثاَل ُث َها َم ْن جَت‬
‫ص ُّح ِمْن هُ َوالَ َتْن َع ِق ُد بِ ِه َو ُه َو ب اَ ٌق حِب َالِ ِه‬ ِ َ‫أَنَّنَا َن ُقو ُل لَه أَس لَم وص ل اجْل مع ةُ وإِالَّ فَالَ ت‬
َ َ ُْ َ َ َ َ ْ ُ ْ
‫َص لِ ُّي َو َغْي ُر‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ب َعلَْي ه َوالَ َتْن َعق ُد بِه َوالَ تَص ُّح مْن هُ َو ُه َو اْلك اَفُر اْأل‬
ِ ِ ِ
ُ ‫َو َرابعُ َها َم ْن الَ جَت‬
‫ِّي َوخاَِم ُس َها َم ْن‬ ْ ‫َّع د‬
ِ ِ ٍ ِ ٍ
َ ‫صغرْيٍ َوجَمُْن ْون َو َم ْغ َمى َعلَْي ه َو َس كَْران عْن َد َع َدم الت‬
ِ ‫الْمميِّ ِز ِمن‬
َ ْ َُ
َّ ‫الرقِْي ُق و َغْي ر‬
‫الذ َك ِر‬ َّ ‫ص ُّح ِمْن هُ َو ُه َو‬ ِ َ‫الَ جَتِب علَي ِه والَ َتْنع ِق ُد بِ ِه وت‬
ُ َ َّ ‫الص يِب ُّ الْ ُم َمِّيُز َو‬ َ َ َ َْ ُ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
ُ‫ب َعلَْي ه َوَتْن َعق ُد بِ ه َوتَص ُّح مْن ه‬ ُ ‫م ْن ن َس اء َو ُخنَ اثَى َوالْ ُم َس اف ِر َو َساد ُس َها َم ْن الَ جَت‬
‫ص ِة يِف ْ َت ْر ِك اجْلُ ْم َع ِة (إعان ة‬ ‫مِم‬
ْ ‫ض َوحَنْ ُوهُ َّْن لَ هُ عُ ْذٌر ِم َن اْأل‬
َ ‫َع َذا ِر الْ ُمَر َّخ‬ ُ ْ‫َو ُه َو الْ َم ِري‬
)54 ‫ ص‬1 ‫ ج‬،‫الطالبني‬

Shalat Jum’at bagi TNI, POLRI, Satpam dan Banser yang Sedang
Bertugas
TNI dan Polisi adalah perangkat negara yang betugas menjaga
keamanan negara dan masyarakat, namun dalam menjalankan tugasnya
terkadang ia harus meninggalkan hal-hal yang diwajibkan agama seperti
tidak dapat melaksanakan shalat jum’at. Bagaimanakah hukum
meninggalkan shalat jum’at karena tuntutan tugas?
Tidak diwajibkan mengikuti shalat jum’at bagi aparat keamanan baik
Polisi, TNI, Satpam ataupun Banser pada saat menjalankan tugas untuk
menjaga keamanan harta benda atau menjaga keamanan seseorang yang
sedang terancam.
ِ ‫اس ر ِض ي اهلل عْن ه اَ َّن رس و َل‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ
‫اهلل‬ ْ ُ َ ُ َ ُ َ َ ٍ َّ‫ب َعلَى اخْلَائف َعلَى َن ْفسه اَْو َمال ه لم اَّ َر َوى ابْ ُن َعب‬ ُ ‫َوالَ جَت‬
‫ص الَةَ لَهُ اِالَّ ِم ْن عُ ْذ ٍر قَالُْوا يَ َار ُس ْو َل‬ ِ َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم قَ َال َم ْن مَسِ َع الن‬
َ َ‫ِّداءَ َفلَ ْم جُي ْب هُ فَال‬ َ
. 178 ‫ ص‬1 ‫ املهذب ج‬. ‫ض‬ ِ
ٌ ‫ف اَْو َمَر‬ ٌ ‫اهلل َو َما الْعُ ْذ ُر ؟ قَ َال َخ ْو‬
Tidak diwajibkan shalat jum’at bagi orang yang khawatir pada keamanan diri dan
hartanya, berdasarkan riwayat Ibnu Abbas ra. Sesungguhnya Rasulullah Saw.
bersabda “Barang siapa mendengarkan adzan dan dia tidak menjawabnya maka
72
tidak dianggap shalat baginya, kecuali karena udzur”. Sahabat bertanya, “Apakah
udzurnya Ya Rasulallah Swt.? Rasulullah menjawab” Udzurnya adalah khawatir
atau sakit”. (al-Muhadzab, juz I, hal.109)

Hukum Shalat Jum’at bagi Wanita.


Selain shalat lima waktu, umat Islam juga diwajibkan untuk
melaksanakan shalat jum’at. Tetapi apakah kewajiban itu juga berlaku bagi
wanita?
Bagi laki-laki yang baligh, berakal, bukan budak wajib hukumnya
melaksanakan shalat jum’at sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Akan
tetapi bagi wanita boleh melaksanakan shalat jum’at, namun tidak
menjadikan wajib bagi mereka seperti halnya orang laki-laki yang
berpergian dan yang berstatus budak.

‫صلِّى اجْلُ ْم َعةَ بَ َدالً َع ِن الظُّ ْه ِر َوجُيْ ِزئُهُ بَ ْل‬ ٍ ِ ِ ٍ ِ


َ ُ‫جَيُ ْو ُز ل َم ْن الَ َتْلَز ُمهُ اجْلُ ْم َعةُ َك َعْبد َو ُم َساف ٍر اَْو ا ْمَراَة ي‬
ِ ِ
‫ت ُش ُر ْوطُ َها (بغية‬ ْ َ‫ث َك ُمل‬ُ ‫ض ِالَ ْه ِل الْ َك َم ِال َوالَ جَتُ ْو ُز ا َع َاد ُت َها َب ْع ُد َحْي‬
ٌ ‫ض ٌل ِالَن ََّها َف ْر‬ َ ْ‫ه َي اَف‬
)‫ و ىف املهذب وموهبة ذى الفضل‬. 79-78 ‫ ص‬,‫املسرتشدين ىف باب الصالة اجلمعة‬
Diperkenankan bagi wanita yang tidak berkewajiban jum’at seperti budak,
musafir, dan wanita untuk melaksanakan shalat jum’at sebagai pengganti
Dzuhur, bahkan shalat jum’at lebih baik, karena merupakan kewajiban bagi mereka
yang sudah sempurna memenuhi syarat dan tidak boleh diulangi dengan shalat
Dzuhur sesudahnya, sebab semua syarat-syaratnya sudah terpenuhi secara
sempurna. (Bughyah al-Mustarsyidin bab shalat jum’at hal.78-79, dan
dalam kitab al-Muhadzab, dan Mauhibah Dzi al-Fadhal).
Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa bagi wanita, musafir
dan budak laki-laki tidak wajib melaksanakan shalat jum’at namun boleh
memilih untuk melaksanakan shalat jum’at sebagai ganti shalat dhuhur
atau melaksanakan shalat dhuhur tanpa shalat jum’at.
Hukum Mendirikan Shalat Jum’at di Dua Masjid dalam Satu Desa

73
Dalam satu desa bagi umat Islam wajib mendirikan jama’ah shalat
jum’at. Namun kadang dalam satu desa terdapat dua atau tiga masjid
untuk pelaksanaan shalat jum’at. Bagaimanakah hukum mendirikan shalat
jum’at di dua masjid dalam satu desa?
Ulama’ berbeda pendapat tentang shalat jum’at yang dilaksanakan di
dua masjid dalam satu desa:
a. Tidak boleh mendirikan shalat jum’at lebih dari satu tempat
dalam satu desa.
ِ ‫هِت‬ ِ
ً‫ت َع ِظْي َم ة‬ ِ ُّ ‫ث ِمن‬
ْ َ‫الش ُر ْوط اَ ْن الَيُ َس ابَِق َها َوالَيُ َقا ِرنَ َها مُجْ َع ةٌ يِف ْ َبْل َد َا َوا ْن َك ان‬ َ ُ ‫الثَّال‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َواخْلُلَ َف اءَ ِم ْن َب ْع ِد ِه مَلْ يُِقْي ُم ْوا ِس َوى‬ ِ
َ ُ‫ت َم ْس ج ُد َهاِالَنَّه‬ ْ ‫َو َكثُ َر‬
ِ ِ ‫ي الْبلَ ِد وعس ر‬ ِ ِ ٍِ ِ ٍ
ْ ‫اجت َم اعُ ُه ْم يَقْينًا َع َاد ًة يِف‬
ْ َ ُ َ َ َ ُّ َ‫مُجْ َع ة َواح َدة اىَل اَ ْن قَ َال االَّ ا َذا َكُب َر ا‬
.‫ان َم ْس ِج ٍد اَْو َغرْيِ ِه‬
ِ ‫م َك‬
َ
Syarat yang ketiga adalah tidak boleh mendahului dan bersamaan
pelaksanaan shalat jum’at satu sama lain dalam satu desa. Karena Nabi
dan orang-orang setelahnya tidak pernah mendirikan jum’at yang lain
dalam satu desa, kecuali daerahnya memang luas yang pasti
menyebabkan kesulitan berkumpul dalam satu masjid. (Nihayah al-
Muhtaj, juz II, hal.289)

b. Boleh mendirikan shalat jum’at lebih dari satu masjid dalam


suatu desa apabila satu masjid sudah tidak bisa menampung para
jama’ah, masyarakatnya tidak dapat di persatukan lagi dan
wilayah desanya luas.

‫الص الَِة‬
َّ ‫ض يِّ ُق حَمَ ِل‬ ِ
َ : ٌ‫اب َج َوا ِز َت َع دُّد َها ثَالَثَ ة‬ َ َ‫َس ب‬ْ ‫َن أ‬ َّ ‫اص ُل ِم ْن َكالَِم اْألَئِ َّم ِة أ‬
ِ ‫واحْل‬
َ َ
‫اف‬ُ ‫ َو َبعُ َد أَطْ َر‬، ‫ال َبنْي َ الْ ِفئََتنْي ِ بِ َش ْر ِط ِه‬
ُ َ‫ َوالْ ِقت‬، ً‫ث الَ يَ َس ُع الْ ُم ْجتَ ِمعِنْي َ هَلَا َغالِب ا‬ُ ‫حِب َْي‬
ِ ‫مِب‬ ِ ‫اْلبلَ ِد بِأَ ْن َك ا َن مِب ح ٍل الَ يس مع ِمْن ه الن‬
ْ‫ أ َْو َ َح ٍل لَ ْو َخ َر َج مْن هُ َب ْع َد الْ َف ْج ِر مَل‬، ‫ِّداء‬ َ ُ ََُْ ََ َ
.‫الس ْع ُي إِلَْي َها إِالَّ َب ْع َد الْ َف ْج ِر اهـ‬
َّ ُ‫ إِ ْذ الَ َيْلَز ُمه‬، ‫يَ ْد ِر ُك َها‬

74
c. Boleh secara mutlaq, namun menurut imam Ismail al-Zain
jumlah jama’ah tidak kurang dari 40 orang.
ِ ِ
َ ‫ُّد اجْلُ ْم َع ِة فَالظَّاهُر َج َو ُاز ٰذل‬ ِ ِ َّ ‫قَ َال‬
‫ك ُمطْلَ ًقا‬ ُ ‫الش ْي ُخ امْسَاعْي ُل ال َّزيْ ُن اََّم َام ْس أَلَةُ َت َع د‬
.ً‫ص َع َد ُد ُك ٍّل َع ْن اَْربَعِنْي َ َر ُجال‬ ِ ِ
ُ ‫ب َش ْرط اَ ْن الَ يُْن َق‬
Menurut syaikh Ismail al-Zain, masalah bilangan pelaksanaan shalat
jum’at diperbolehkan secara mutlak (terlepas dari faktor-faktor
penyebabnya) dengan syarat (jama’ahnya) tidak kurang dari empat
puluh orang laki-laki. (Qurrah al-Aini, hal.83, Mizan al-Kubra, juz I,
hal 209)

Mendirikan Jama’ah Shalat Jum’at Kurang dari 40 Orang.


Dalam suatu desa pelaksanaan shalat jum’at ada yang dilakukan
kurang dari 40 orang. Bagaimanakah hukum mendirikan shalat jum’at
dengan jama’ah yang kurang dari 40 orang?
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai bilangan jama’ah shalat
jum’at, adapun pendapat mereka secara terperinci adalah sebagai berikut:
a. Menurut Imam an-Nakha’i dan Ahli Dhahiri, cukup 2 orang
muslim mukallaf, (seperti halnya shalat jama’ah biasa).
b. Menurut Abi Yusuf, Imam Muhammad dan al-Laits, 2 muslim
mukallaf, dengan imam.
c. Menurut Imam Abi Hanifah dan Sufyan al-Tsaury, 3 orang
muslim mukallaf dengan imam.
d. Menurut Ikrimah, 7 orang muslim mukallaf.
e. Menurut Rabi’ah, 9 orang muslim mukallaf.
f. Menurut Rabi’ah, 12 orang muslim mukallaf, diriwayatkan
Imam malik juga berpendapat demikian.
g. Menurut Imam Ishaq, 12 orang muslim mukallaf selain imam (12
orang makmum dan 1 orang imam= 13 orang).
h. Menurut riwayat Ibnu Habib dari Imam Malik, 20 orang.
i. Menurut Imam Malik, harus ada 30 muslim mukallaf.

75
‫‪j.‬‬ ‫‪Menurut Imam Syafi’i, harus 40 muslim mukallaf (pendapat‬‬
‫‪yang lebih unggul).‬‬
‫‪k. Menurut Imam Syafi’i, Umar bin Abdul Aziz dan sebagian‬‬
‫‪golongan, harus 40 muslim mukallaf, selain imam.‬‬
‫‪l. Menurut Imam Ahmad, harus 50 muslim mukallaf.‬‬
‫‪m. Menurut Imam al-Maziri, 80 orang muslim mukallaf.‬‬
‫‪n. Menurut sebagian golongan ulama’ Malikiyah tanpa batasan‬‬
‫‪hitungan.‬‬
‫‪Diterangkan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami ‘Ala al-Khatib‬‬
‫‪bab Syurutu Sikhati Shalat Al-Jum’at juz 2 halaman 190.‬‬

‫اع ةَ َش ْر ٌط يِف ِص َّحتِ َها َك َما يِف‬ ‫َن اجْلَ َم َ‬ ‫َوتَأ ََّم ْل َه َذا الْ َق ْو َل َم َع أَن َُّه ْم أَمْج َعُ وا َعلَى أ َّ‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ‪{ :‬‬ ‫َشر ِح الْ ِم ْش َك ِاة اِل ب ِن حج ٍر و ِعبارتُه ‪ :‬وفِ ِيه أ ِ ِ‬
‫َي َق ْول ه َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ َ َ َ ََ ُ َ‬ ‫ْ‬
‫اع ةَ َش ْر ٌط يِف ِص َّحتِ َها‬ ‫اع ٍة } أ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َن اجْلَ َم َ‬ ‫ب َعلَى ُك ِّل ُم ْس ل ٍم يِف مَجَ َ‬ ‫اجْلُ ُم َع ةُ َح ٌّق َواج ٌ‬
‫ص ُل بِ ِه َو َم ْذ َهُبنَا أَنَّهُ اَل بُ َّد ِم ْن‬ ‫ِ ِ‬
‫اخَتلَ ُف وا يِف الْ َع َدد الَّذي حَتْ ُ‬ ‫َو ُه َو إمْج َ اعٌ َوإِمَّنَا ْ‬
‫َّخعِ ِّي َوأ َْه ِل‬ ‫ان َكاجْل م ِ‬ ‫أَربعِني َك ِاملِني ‪.‬الثَّايِن ‪ :‬ا ْثنَ ِ‬
‫اع ة َو ُه َو َق ْو ُل الن َ‬ ‫ََ َ‬ ‫َ‬ ‫َْ َ‬
‫الرابِ ُع ‪:‬‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫ان م ع اإْلِ م ِام عْن َد أَيِب يوس ف وحُم َّمد واللَّي ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ث ‪َّ .‬‬ ‫ُ ُ َ ََ َ ْ‬ ‫ث ‪ :‬ا ْثنَ َ َ َ‬ ‫الظَّاه ِر ‪.‬الثَّال ُ‬
‫س ‪َ :‬س ْب َعةٌ ِعْن َد‬ ‫ِ‬
‫ي ‪.‬اخْلَ ام ُ‬
‫ثَاَل ثَ ةٌ مع ه ِعْن َد أَيِب حنِي َف ةَ وس ْفي ٍ‬
‫ان الث َّْو ِر ِّ‬ ‫َُ َ‬ ‫َ‬ ‫ََ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِع ْك ِر َم ةَ ‪َّ .‬‬
‫ض ا يِف‬‫الس ابِ ُع ‪ :‬ا ْثنَا َع َش َر عْن َد َربِ َيع ةَ أَيْ ً‬ ‫س ‪ :‬ت ْس َعةٌ عْن َد َربِ َيع ةَ ‪َّ .‬‬ ‫الس اد ُ‬
‫َّاس ُع ‪ِ :‬ع ْش رو َن يِف‬ ‫اق ‪.‬الت ِ‬ ‫َّام ُن ‪ِ :‬م ْثلُ هُ َغْي ُر اإْلِ َم ِام ِعْن َد إِ ْس َح َ‬ ‫ك ‪.‬الث ِ‬ ‫ِرواي ٍة ومالِ ٍ‬
‫ُ‬ ‫َ َ ََ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫يب َعن مال ٍ‬ ‫ِ‬
‫ي َع َش َر ‪ :‬أ َْر َبعُ و َن‬ ‫ك ‪.‬احْلَاد َ‬ ‫ك ‪.‬الْ َعاش ُر ‪ :‬ثَاَل ثُو َن َك َذل َ‬ ‫ِر َوايَة ابْ ِن َحبِ ٍ ْ َ‬
‫الش افِعِ ِّي َو ُه َو الْ ُم ْعتَ َم ُد ‪.‬الثَّايِن َع َش َر ‪ :‬أ َْر َبعُ و َن َغْي ُر اإْلِ َم ِام‬ ‫بِاإْلِ َم ِام ِعْن َد اإْلِ َم ِام َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِعْن َد َّ ِ ِ‬
‫ث َع َش َر ‪:‬‬ ‫ض ا ‪َ ،‬وبِ ِه قَ َال عُ َم ُر بْ ُن َعْب د الْ َع ِزي ِز َوطَائَِف ةٌ ‪.‬الثَّال َ‬ ‫الش افع ِّي أَيْ ً‬
‫الرابِ َع َع َش َر ‪:‬‬ ‫ت َع ْن عُ َم َر بْ ِن َعْب ِد الْ َع ِزي ِز ‪َّ .‬‬ ‫ٍ ِ‬ ‫ِ‬
‫مَخْ ُس و َن عْن َد أَمْح َ َد يِف ِر َوايَ ة َو ُحكيَ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ص ٍر ‪َ .‬ولَ َع َّل َه َذا‬ ‫س َع َش َر ‪ :‬مَجْ ٌع َكث ريٌ بِغَرْيِ َح ْ‬ ‫ي ‪.‬اخْلَ ام َ‬ ‫مَثَ انُو َن َح َك اهُ الْ َم ا ِز ِر ُّ‬

‫‪76‬‬
‫ث ال دَّلِ ِيل قَالَ هُ يِف َفْت ِح الْبَ ا ِري ا هـ حاش ية البج ريمى‬
ُ ‫َخ َري أ َْر َج ُح َها ِم ْن َحْي‬
ِ ‫اأْل‬
. 190 ‫ ص‬2 ‫على اخلطيب الباب شروط صحة الصالة اجلمعة ج‬
Keterangan yang sama juga terdapat dalam kitab I’anah al-
Thalibin, juz II, hal.57 dan Bughyah al-Mustarsyidin, hal.81).

Hukum Adzan Dua Kali Sebelum Shalat Jum’at


Pelaksanaan shalat jum’at umumnya diawali dengan adanya adzan
pertama sebagai tanda masuknya waktu dhuhur dan adzan kedua
mengiringi khutbah. Bagaimanakah dasar pelaksanaan dua adzan sebelum
shalat jum’at tersebut?
Dalil yang menerangkan adzan jum’at dalam al-Qur’an surat al-Jumu’at
ayat 9;
‫اس َع ْوا إِىَل ِذ ْك ِر اللَّ ِه َوذَ ُروا الَْبْي َع‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمُن وا إِذَا نُ و ِدي ل‬
ْ َ‫لص الَة م ْن َي ْوم اجْلُ ُم َع ة ف‬ َ ْ ْ َ َْ َ َ
)9( ‫ٰذلِ ُك ْم َخْيٌر لَّ ُك ْم إِ ْن ُكـْنـتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن‬

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah Swt. dan tinggalkanlah jual beli yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Al-Jumu’at ayat 9)

Dua adzan yang dilaksanakan sebelum shalat jum’at pertama kali


dilaksanakan pada zaman sahabat Utsman ra., karena pada saat itu
semakin bertambahnya jumlah penduduk dan jarak pemukiman
penduduk dengan masjid yang jauh serta aktifitas perdagangan yang
semakin pesat, sehingga adzan yang semula satu kali (dikumandangkan
saat imam di atas mimbar) menyebabkan banyak dari mereka ketinggalan
shalat jum’at. Dengan pertimbangan di atas, kemudian sahabat Utsman
menambah adzan lagi di tempat lain yang tinggi (menara). Hal ini
diterangkan dalam kitab shahih Bukhari;

77
‫ب بْ ِن يَِزيْ َد َر ِض َى اهللُ َعْن هُ َي ُق ْو ُل اِ َّن اْالَ َذا َن َي ْو َم اجْلُ ْم َع ِة َك ا َن‬ ِ َّ ‫الزه ِرى قَ َال مَسِ عت‬
َ ‫الس ائ‬ ُ ْ ْ ُّ ‫َع ِن‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َواَىِب بَ ْك ٍر‬ ِ ِ ِ ِ ِ‫اََّولُه ِحنْي جَيْل‬
َ ِّ ‫س اْال َم ُام َي ْو َم اجْلُ ْم َعة َعلَى الْمْنرَبِ ىِف َع ْهد النَّىِب‬ ُ َ ُ
‫َوعُ َم ٍر َر ِض َي اهللُ َعْن ُه َما َفلَ َّما َكا َن ىِف ِخالَفَ ِة عُثْ َم ا َن َر ِض َي اهللُ َعْن هُ َو َكَث ُر ْوا اََم َر عُثْ َم ا ُن َي ْو َم‬
‫ك (صحيح البخاري اجلزء‬ ِ ِ َّ ‫ث فَأُذَّ َن بِِه علَى‬ ِ ِ‫اجْل مع ِة بِاْألَ َذ ِان الثَّال‬
َ ‫ت اْالَ ْمُر َعلَى َذل‬ َ َ‫الز ْو َراء َفثَب‬ َ َ ُْ
)916 ‫ رقم‬315 ‫ ص‬1
Dari al-Zuhri, ia berkata; saya mendengarkan dari Saib bin Yazid ra. Beliau
berkata . sesungguhnya pelaksanaan adzan pada hari jum’at pada masa Rasulullah
Saw, sahabat Abu Bakar dan Umar hanya satu kali, yaitu dilakukan ketika imam
duduk di atas mimbar. Namun ketika masa khalifah utsman dan kaum muslim
semakin banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga.
Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura’ (nama pasar) maka tetaplah
perkara tersebut sampai sekarang. (Shahih al-Bukhari, juz 1 halaman 315
hadits nomor 916)

Dengan demikian disunnahkan adzan dua kali sebelum shalat


jum’at, yakni adzan pertama sebelum khatib naik mimbar dan adzan
kedua pada saat khatib sudah naik mimbar. Hal ini merupakan hasil ijtihad
sayidina Utsman ra. dengan pertimbangan supaya tidak ada yang
tertinggal dalam shalat jum’at. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Fathu
al-Mu’in.
‫ان لِْل ُج ْم َع ِة‬
ِ َ‫اح ٌد َقبل الْ َفج ِر واَخر بع َده فَاِ ِن ا ْقتَصر فَاْالَوىَل بع َده واَ َذان‬
َ ُ ْ َ ْ ََ ُ َْ َُ َ ْ َ ْ
ِ ‫ان لِصب ٍح و‬ ِ
َ ْ ُ َ‫َويُ َس ُّن اَ َذان‬
)15 ‫ب الْ ِمْنَبَر َواْالَ َخُر الَّ ِذى َقْبلَهُ (فتح املعني‬
ِ ‫صعُ ْو ِد اخْلَ ِطْي‬
ُ ‫اَ َح ُدمُهَا َب ْع َد‬
Disunnahkan adzan dua kali untuk shalat shubuh, yakni sebelum fajar dan
setelahnya. Dan jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama
dilakukan setelah fajar. Dan sunnah adzan dua kali untuk shalat jum’at. Yang
pertama setelah khatib naik ke mimbar dan yang ke dua sebelumnya. (Fathu al-
Mu’in, hal.15)

78
Kesimpulannya adalah bahwa adzan dua kali pada hari jum’at itu
bukan merupakan bid’ah, sebab perbuatan itu memiliki landasan atau dalil
yang kuat dari salah satu sumber hukum Islam, yakni ijma’ para sahabat.

Shalat Sunnah Qobliyah dan Ba’diyah Jum’at


Setiap sebelum dan sesudah shalat maktubah di anjurkan untuk
melaksanakan shalat sunnah, yang disebut shalat qobliyah dan ba’diyah,
lalu bagaimanakah dengan shalat sunnah sebelum dan sesudah shalat
jum’ah (shalat sunnah qobliyah dan ba’diyah jum’at) adakah dasar
hukumnya?
Hadits Nabi Saw.;
‫ص لِّى َب ْع َد َها َر ْك َعَتنْي ِ ىِف َبْيتِ ِه‬ ِ َّ ‫َع ْن نَ افِ ٍع قَ َال َك ا َن ابْ ُن عُ َم َر يُ ِطي ُل‬
َ ُ‫الص الََة َقْب َل اجْلُ ُم َع ة َوي‬
ِ
‫ (س نن اىب داود رقم‬.‫ك‬ َ ‫ َك ا َن َي ْف َع ُل ذَل‬-‫ص لى اهلل عليه وس لم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫َن َر ُس‬َّ ‫ِّث أ‬
ُ ‫َوحُيَ د‬
)953
Dari Nafi’, ia berkata: Ibnu Umar memperpanjang shalat sebelum shalat
jum’at, lalu mengerjakan shalat dua rakaat setelah shalat jum’at di rumahnya
kemudian ia menceritakan bahwa hal itu dilakukan oleh Rasulullah Saw. (Sunan
Abi Dawud, [953])

ِ ُ ‫عن أَىِب هري رةَ قَ َال قَ َال رس‬


َ‫َح ُد ُك ُم اجْلُ ُم َع ة‬ َ ‫ « إِذَا‬-‫ص لى اهلل عليه وس لم‬- ‫ول اللَّه‬
َ ‫ص لَّى أ‬ َُ َ ْ َُ ْ َ
)1457 ‫ (صحيح مسلم رقم‬.» ‫ص ِّل َب ْع َد َها أ َْر َب ًعا‬
َ ُ‫َف ْلي‬
Dari Abi Hurairah beliau berkata: Rasulullah bersabda: Apabila salah satu
diantara kamu shalat jum’at, maka hendaklah melakukan shalat sunnah empat
rakaat sesudahnya. (Shahih Muslim, [1457])

)481 ‫صلَّى َقْب َل اجْلُ ْم َع ِة اَْر َب ًعا َو َب ْع َد َها اَْر َب ًعا(رواه الرتمذى رقم‬ ٍ
َ ُ‫َع ْن ِابْ ِن َم ْسعُ ْود كاَ َن ي‬

79
Ibnu Mas’ud berkata: Bahwasannya Rasulullah Saw. melaksanakan shalat 4
rakaat sebelum shalat jum’at dan 4 rakaat sesudah shalat jum’at. (Sunan al-
Tirmidzi, [481])
Berdasarkan keterangan hadits di atas maka sunnah melaksanakan
shalat qobliyah dan ba’diyah jum’at. Sebagaimana perkataan Imam an-
Nawawi;
‫ص الَةٌ َوأََقلُّ َها َر ْك َعت اَ ِن َقْبلَ َها‬ ِ ِ
َ ‫ تُ َس ُّن َقْبلَ َها َو َب ْع َد َها‬:‫ يِف ْ ُس نَّة اجْلُ ْم َع ة َب ْع َد َها َو َقْبلَ َها‬,ٌ‫َف ْرع‬
)9‫ص‬4 ‫َو َر ْك َعتاَ ِن َب ْع َد َها َواْالَ ْك َم ُل اَْربَ ٌع َقْبلَ َها َواَْربَ ٌع َب ْع َدهاَ (اجملموع ج‬
(Bagian) menerangkan tentang sunnah shalat jum’at, setelah dan
sebelumnya. Sebelum dan setelahnya di sunnahkan melakukan shalat sunnah.
Paling sedikit 2 roka’at, sebelum dan sesudahnya. Dan lebih sempurna, 4 raka’at
sebelum dan sesudahnya. (Al-Majmu’, juz IV, hal.09)

Maka menjadi jelas bahwa dianjurkan melakukan shalat sunnah


sebelum dan sesudah shalat jum’at sama halnya dengan shalat Dhuhur.

Khatib Jum’at Memegang Tongkat


Di kalangan NU pelaksanaan khutbah jum’at selalu terlihat tongkat
di tangan khatib selama khutbah dibacakan, berbeda dengan sebagian
golongan yang tidak memakai tongkat. Apakah ada dalil dari tradisi
penggunaan tongkat saat khotib membacakan khotbah dan apakah ada
hikmahnya?
Dasar hadits dalam kitab sunan Abi Dawud, bab al-Rajul Yahtubu
‘ala Qouts:
‫ب بْ ُن ُر َزيْ ٍق الطَّائِِف ُّى قَ َال‬ ُ ‫اش َح َّدثَىِن ُش َعْي‬ ٍ ‫اب بْ ُن ِخ َر‬ ِ
ُ ‫ص و ٍر َح َّد َثنَا ش َه‬ ُ ‫يد بْ ُن َمْن‬ ُ ِ‫َح َّد َثنَا َس ع‬
‫ال لَ هُ احْلَ َك ُم بْ ُن‬ ُ ‫ يُ َق‬-‫ص لى اهلل عليه وس لم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫جلَس ت إِىَل رج ٍل لَ ه ص حبةٌ ِمن رس‬
ُ َ ْ َْ ُ ُ ُ َ ُ ْ َ
ٍ‫ س ابِع س بعة‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ت إِىَل رس‬ ِ ٍ
ََْ َ َ ُ َ ُ ‫َح ْزن الْ ُكلَف ُّى فَأَنْ َشأَ حُيَ ِّدثُنَا قَ َال َوفَ ْد‬
َ َ‫ول اللَّ ِه ُز ْرن‬
‫اك فَ ْادعُ اللَّهَ لَنَا خِب َرْيٍ فَأ ََمَر بِنَا أ َْو أ ََم َر لَنَا‬ َ ‫اس َع تِ ْس َع ٍة فَ َد َخ ْلنَا َعلَْي ِه َف ُق ْلنَا يَا َر ُس‬
ِ َ‫أَو ت‬
ْ
ِ‫ول اللَّه‬ِ ‫الش أْ ُن إِ ْذ َذ َاك ُدو ٌن فَأَقَمنَا هِب ا أَيَّاما َش ِه ْدنَا فِيها اجْل مع ةَ م ع رس‬ ِ ٍ
َّ ‫بِ َش ْىء م َن الت َّْم ِر َو‬
ُ َ َ َ َ ُُ َ ً َ ْ
80
‫ات‬ٍ ‫ َف َق ام مَتو ِّكئا علَى عص ا أَو َق و ٍس فَح ِم َد اللَّه وأَْث علَي ِه َكلِم‬-‫ص لى اهلل عليه وسلم‬-
َ ْ َ ‫َ َ ىَن‬ َ ْ ْ ًَ َ ً ََُ
ِ ِ ٍ ٍ ٍ ِ
ْ‫َّاس إِنَّ ُك ْم لَ ْن تُطي ُقوا أ َْو لَ ْن َت ْف َعلُوا ُك َّل َما أُم ْرمُت‬
ُ ‫َخفي َفات طَيِّبَات ُمبَ َار َكات مُثَّ قَ َال « أَيُّ َها الن‬
ٍِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ض‬ُ ‫ت أَبَا َد ُاو َد قَ َال ثَبَّتَىِن ىِف َش ْىء مْن هُ َب ْع‬ ُ ‫ قَ َال أَبُو َعل ٍّى مَس ْع‬.» ‫ِّدوا َوأَبْش ُروا‬ ُ ‫بِ ه َولَك ْن َس د‬
.‫اس‬ ِ َ‫َص َحابِنَا َوقَ ْد َكا َن ا ْن َقطَ َع ِم َن الْ ِق ْرط‬
ْ‫أ‬
Dari hadits ini, Shan’ani mengatakan;
‫ت ُخطْبَتِ ِه (سبل‬ ِ ِ ِ ‫ث دلِيل علَى اَنَّه يْن َدب لِْلخ ِطي‬
ِ ِ
َ ْ‫ف اَْوحَنْ ِوه َوق‬ َ ُ ‫ب اْ ِال ْعت َم‬
ٍ ‫اد َعلَى سْي‬ ْ َ ُ ُ ُ َ ٌ ْ َ ْ‫َوىِف احْلَدي‬
)59‫ ص‬2‫ج‬,‫السالم‬
Hadits tersebut menjelaskan tentang kesunnahan khatib memegang pedang atau
semisal (tongkat) pada waktu menyampaikan khutbahnya. (Subul al-Salam, Juz
II, hal. 59)

Jumhur ulama’ mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi khotib


untuk memegang tongkat pada saat membaca khutbah. Hal di jelaskan
oleh Imam Syafi’i di dalam kitab al-Umm juz I. Hal.272.

‫ب اِ ْعتَ َم َد‬ ِ ِ
َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َك ا َن ا َذا َخط‬
ِ ‫ِ ِ مِح‬
َ ‫قَ َال الشَّافع ُّي َر َ ُك ُم اهللُ َو َبلَ ْغنَا اَ َّن َر ُس ْو َل اهلل‬
ِ ِ‫علَى عصا وقَد قِيل خطَب متع ِّمدا علَى عنـز ٍة وعلَى َقو ٍس و ُك ل َذل‬
‫الربِْي ُع‬ ٌ ‫ك ا ْعتِ َم‬
َّ ‫اد اَ ْخَب ْرنَا‬ َ ُّ َ ْ َ َ َ ََ َ ً َ َُ َ َ َ ْ ْ َ ً َ َ
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ٍ ٍ ِ ِ ِ ِ َّ ‫قَ َال اَخبرنَا‬
َ ‫الش افع ُّي قَ َال اَ ْخَب ْرنَا ا ْب َراهْي ُم َع ْن لَْيث َع ْن َعطَ اء اَ َّن َر ُس ْو َل اهلل‬ َْْ
)272 ‫ ص‬1‫ب َي ْعتَ ِم ُد َعلَى َعنَ َـزتِِه اِ ْعتِ َم ًادا (األم ج‬ ِِ
َ َ‫َو َسلَّ َم كان اَذَا َخط‬
(Imam Syafi’i ra berkata) mudah-mudahan Allah Swt. memberikan rahmat
kepada beliau, dan telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah Saw.
berkhutbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau
berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-
benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Al-Rabi’ mengabarkan dari
imam Syafi’i dari Ibrahim, dari Laits dari ‘Atha’, bahwa Rasulullah Saw. jika

81
berkhutbah beliau memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan tumpuan. (Al-
Umm, juz I, hal.272)
Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa khutbah sambil
memegang tongkat mempunyai dasar yang kuat, namun masihkah hal ini
diklaim sebagai perbuatan bid’ah?

Hikmah Memegang Tongkat Waktu Menyampaikan Khutbah

ِ ‫ب ولِبع ِد ي َدي ِه ع ِن الْعب‬ ِ ِ ِ ‫واحْلِك‬


)59‫ ص‬2 ‫ث (سبل السالم ج‬ َْ َ ْ َ ْ ُ َ ِ ‫ك َرابِطًا ل ْل َق ْل‬
َ ‫ْمةُ ا َّن ىِف ْ ٰذل‬
َ َ
Hikmah dianjurkannya memegang tongkat itu untuk mengikat hati (agar
lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya. (Subul al-Salam,
juz II, hal.59)
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam pelaksanaan
penyampaian khutbah jum’at, bagi seorang khatib disunnahkan membawa
tongkat seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Dan
dimaksudkan agar khatib lebih khusyu’ dan konsentrasi pada khutbah
yang disampaikannya.

Mengulang Bacaan Alhamdulillah dalam Khutbah


Sering kita mendengar saat khatib membaca alhamdulillah diulang
dua kali dalam khutbahnya, hal ini biasanya terdapat di kalangan masjid-
masjid NU. Bagaimanakah pendapat tentang pengulangan bacaan
tersebut?
Salah satu rukun khutbah adalah membaca hamdalah. Adapun
mengulang bacaan alhamdulillah itu dianggap sah karena sama dengan
mengulangi di antara rukun khutbah yang hukumnya tidak dilarang. Dari
keterangan asy-Syarqawi bab Jum’at.

ً ْ‫ض اْالَْركاَ ِن َكماَ َي َق ُع اْ ٰال َن اَي‬


) 267‫ ص‬1 ‫ضا (الشرقاوى ج‬ ِ ‫ضُّر تَ ْك ِر ْيُر َب ْع‬
ُ َ‫َو َك َذا الَي‬
Demikian pula boleh mengulang-ulang sebagian rukun-rukunnya
sebagaimana yang terjadi sekarang ini. (al-Syarqawi bab jum’at juz 1 halaman
267)

82
Menterjemahkan Khutbah dengan Bahasa Indonesia
Khutbah merupakan rukun shalat jum’at yang dilakukan dengan
tujuan untuk mengajak kepada para jama’ah untuk selalu meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. sehingga perlu adanya
pemahaman pada para jama’ah tentang isi yang akan disampaikan.
Bagaimanakah menerjemahkan khutbah dengan bahasa Indonesia selain
rukun khutbah tersebut?
Dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan
a. Sebagian ulama’ memandang khutbah jum’at yang disampaikan
dengan bahasa Indonesia (selain bahasa Arab) dianggap tidak
mencukupi keabsahannya karena dinilai sebagai laghwun bahkan
dianggap memutus rukun-rukun khutbah.
b. Ulama’ Syafi’iyah sepakat bahwa diperbolehkan menerjemahkan
selain rukun khutbah, asal tetap pada prinsip mengajak kepada
kebaikan dan tidak keluar dari tujuan khutbah sebagaimana
diterangkan dalam al-Bujairimi, juz I, hal.389.

ِ ِ ِ‫هِن‬
‫ص ُل‬ ْ ‫ض ْر ق اَ َل م ر حَمَلُهُ م اَ إِذَا مَلْ يُط ْل ال َف‬ ُ َ‫لَ ْو كاَ َن َما َبنْي َ أ َْركاَ َما بِغَرْيِ الْ َعَربِيَّة مَلْ ي‬
‫َال جِب َ ِام ٍع‬ َ َ‫ت َبنْي َ اْأل َْرك اَ ِن إِ َذا ط‬ ِ ‫الس ُكو‬ ِ ِ ِ ِ ‫بِغَرْيِ الْ َعربِي ِة وإِالَّ َ إِل‬
ْ ُّ ‫ض َّر ِ ْخالَل ه ب الْ ُم َواالَة َك‬ َ ََ
ِّ ‫َن َغْي َر الْ َع َريِب ِّ الَ جُيْ ِزىءُ َم َع الْ ُق ْد َر ِة َعلَى الْ َع َريِب‬ َّ ‫ب أِل‬ُ ‫َن َغْي َر الْ َع َريِب ِّ لَ ْغ ٌو الَ حُيْ َس‬
َّ ‫أ‬
َّ ‫ت بِ أ‬ِ ‫الس ُكو‬ ِ
‫َن يِف‬ ْ ُّ َ ‫الض َر ِر ُمطْلَ ًقا َويُ ْف َر ُق َبْينَ هُ َو َبنْي‬ َّ ‫س َع َد ُم‬ ُ َ‫َف ُه َو لَ ْغ ٌو سم َوالْقي ا‬
‫ف َغرْيِ الْ َع َريِب ِّ فَ ِإ َّن فِْي ِه َو ْعظًا يِف اجْلُ ْملَ ِة‬
ِ َ‫ت إِعراض ا ع ِن اخْل طْب ِة بِالْ ُكلِّي ِة خِبِ ال‬
َ َ ُ َ ً َ ْ ‫الس ُك ْو‬
ِ ُّ
)389 ‫ ص‬1 ‫ك َع ْن َك ْونِِه ِم َن اخْلُطْبَ ِة ع ش ( حاشية البجرمي ج‬ ِ
َ ‫فَالَ خَي ُْر ُج بِ َذل‬
Yakni seandainya antara rukun-rukun khutbah memggunakan selain
bahasa Arab boleh saja, (Imam Ramli berpendapat) selama pemisahan
dengan selain bahasa Arab itu tidak panjang. Jika pemisahan tersebut

83
panjang maka tidak boleh karena dapat merusak ketersambungan
khutbah sama seperti diam dalam waktu yang lama di antara rukun-
rukunnya. Sesungguhnya khutbah selain bahasa Arab itu dianggap
gurauan yang tidak punya nilai, karena khutbah dengan selain bahasa
Arab tidak mencukupi selama ia (khotib) mampu berbahasa Arab.
Menurut hukum qiyas penggunaan selain bahasa arab itu
diperkenankan secara mutlak, dan perbedaan khutbah selain bahasa arab
dengan diam adalah sesungguhnya dalam diam itu menunjukkan
berpaling dari khutbah secara keseluruhan, sedangkan khutbah selain
bahasa arab mengandung nasehat maka tidak keluar dari pengertiannya
sebagai khutbah. (Al-Bujairimi, juz I, hal.389)

84
BAB IX
DZIKIR DAN DO’A

Dzikir
Dzikir artinya mengingat atau menyebut. Dzikir kepada Allah
berarti: mengingat atau menyebut nama Allah Swt.
Dzikir kepada Allah secara berjamaah sudah menjadi kebiasaan umat
Islam khususnya di Indonesia, kalimat-kalimat dzikir banyak sekali,
diantaranya membaca lafadz Allah. Dzikir hukumnya sunnah sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur’an;

ِ ‫) وسبِّحوه بكْرةً وأ‬41( ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا اذْ ُكروا اللَّه ِذ ْكرا َكثِيرا‬
)42( ً‫َصْيال‬ َ َ ُ ُ ُْ َ َ ًْ ً َ ُ َ َْ َ َ
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah Swt., zikir
yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (al-
Ahzab:41-42)

‫ت اَأْل َِدلَّةُ َعلَى‬


ْ ‫اهَر‬
ِِ
َ َ‫ َوقَ ْد تَظ‬، ‫س يِف ْ َح ْل ِق أ َْهل ه‬
ُ ‫ب اجْلُلُ ْو‬
ِّ ‫ب‬
ُّ ‫الذ ْكُر يُ ْس تَ َح‬ ُّ ‫اِ ْعلَ ْم أَنَّهُ َك َما يُ ْس تَ َح‬
ِ
)8 ‫ (االذكار النووى ص‬، ‫ك‬ َ ‫ٰذل‬
Ketahuilah sebagaimana disunnahkan dzikir, begitu juga disunnahkan duduk
dalam lingkaran orang-orang yang berdzikir, karena banyak dalil-dalil yang
menyatakan hal itu. (al-Adzkar al-Nawawi, hal. 08)

Bagi warga Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah bahwa membaca dzikir


dan do’a adalah suatu ibadah yang sangat tinggi pahalanya di hadapan
Allah Swt. Oleh sebab itu, ciri khas ummat Islam Indonesia yang menganut
faham Ahluu Sunnah Wal Jama’ah sangat rajin berdzikir dan berdo’a pada
setiap setelah shalat atau pada waktu-waktu tertentu bahkan disetiap
hembusan nafasnya selalu berdzikir kepada Allah dalam hatinya, selalu
mengingat Allah dalam setiap aktifitasnya yaitu: ketika duduk, berdiri,
berjalan, makan, minum, bekerja dan apapun yang dikerjakan oleh anggota
dhahirnya, tetapi hatinya tidak pernah luput dari mengingat Allah.

85
Dzikir Fida’
Dzikri Fida’ merupakan dzikir penebusan, yaitu menebus
kemerdekaan diri sendiri atau orang lain dari siksaan Allah Swt. dengan
membaca: Laa Ilaha Illallah. sebanyak 71.000 (tujuh puluh satu ribu).
Dengan demikian, dzikir fida’ adalah upaya untuk memohonkan
ampunan kepada Allah Swt. atas dosa-dosa orang yang sudah meninggal.
Diterangkan dalam hadits dari Siti Aisyah:

ِ ِ ِ ِ
ُ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َم ْن ق اَ َل الَإِلهَ االَّاهلل‬ ْ َ‫َع ْن َعائ َشةَ َر ِض َى اهللُ َعْن َها قَال‬
َ ‫ت ق اَ َل َر ُس ْو ُل اهلل‬
)1884 ‫ (خزينة االسرا‬.‫اهلل َعَّز َو َج َّل َو َك َذا َف َعلَهُ لِغَرْيِ ِه‬ ِ ‫اَح َد وسبعِ اَلْ ًفا اِ ْشَترى بِِه ِمن‬
َ َ َ ‫َ َ َ ْ نْي‬
Diriwayatkan dari Aisyah ra. Ia berkata; Rasulullah bersabda: barang siapa yang
membaca laa ilaaha illah sebanyak tujuh puluh satu ribu maka berarti ia menebus
(siksaan) dengan bacaan tersebut dari Allah ‘Azza Wajalla dan begitu juga hal ini
bisa dilakukan untuk orang lain. (Khazinah al-Asrar, hal.188)
Adapun dzikir fida’ ini yang selanjutnya disebut dzikir ‘ataqah, oleh
para ulama’ dibagi dua macam yakni ‘ataqah sughra yaitu membaca laa
ilaaha illah sebanyak 70 ribu kali atau 71 ribu kali dan ‘ataqah kubra yaitu
membaca surat al-Ikhlas sebanyak 100 ribu kali. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam kitab Syarh al-Futuhat al-Madaniyah.
ِ ِ ٍ ِ ِ ‫الربِْي ِع اَلْم الَِقي ك اَ َن َع‬
ُ‫لى َمائ َدة طَ َع ام َوك اَ َن قَ ْد ذَ َك َر الَال هَ االَّ اهلل‬ َ ّ َ َّ ‫ى اَ َّن‬
َّ َ‫الش ْي َخ اَب ا‬ َ ‫َو ُر ِو‬
ِ ِ ِ ِ ‫س بعِ اَلْ ف م َّر ٍة وك اَ َن معهم على الْمائِ َد ِة َش‬
َ ‫اب م ْن اَ ْه ِل الْ َك ْش ف فَحنْي َ َم َّد يَ َدهُ ا‬
‫ىل‬ ٌ َ َ َ ْ ََُ َ َ َ َ ‫َ ْ نْي‬
‫َّم َواََرى اُِّم ْى‬ ِ ‫مِل‬ ِ ِ َّ ِ ِ َّ
َ ‫الطع اَم بَ َكى َو ْامَتنَ َع م َن الط َع ام َف َق َال لَ هُ احْلَاض ُر ْو َن َ َتْبكى؟ فَق اَ َل اََرى َج َهن‬
ً‫ت َس ْبعِنْي َ اَلْف ا‬ ِ َّ ‫ قَ َال‬.‫فِْي َه ا‬
َ ‫ت ىِف ْ َن ْف ِس ْى اَللَّ ُه َّم ان‬
ُ ‫َّك َت ْعلَ ُم اَىِّنْ قَ ْد َهلَّْل‬ ُ ‫ َف ُق ْل‬:‫الربِْي ِع‬
َّ ‫الش ْي ُخ اَبُ ْو‬
‫ت ِم َن‬ ِِ ُّ ‫َّاب ِم َن النَّا ِر َف َق َال الش‬ ِّ ‫َوقَ ْد َج َع ْلُت َها ِعْت َق اُِّم َه َذا الش‬
ْ ‫َّاب اَحْلَ ْم ُد للّه أ ََرى أ ُِّم ْى قَ ْد َخ َر َج‬
‫َّهلِْي ُل هِب َذا‬ ِ ‫النَّا ِر وما اَ ْد ِرى ماَ سبب خرو ِجها وجعل هو يبتَ ِهج واَ َكل م ع اجْل م‬
ْ ‫ َو َه َذا الت‬.‫اع ة‬
َ َ َ َ َ َ َ ُ َْ َ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ ُ ُ َ َ ْ ََ

86
ِ ْ‫ت ِمائَ ةَ اَل‬ ِ ِ َّ ‫الص ْغرى َكما اَ َّن س ور َة‬ ِ
‫ف َم َّر ٍة‬ ْ َ‫الص َّمديَّة إِذاَ قُ ِرئ‬
ْ َ‫ت َو َبلَغ‬ َْ ُ َ َ ُّ َ‫الْ َع َدد يُ َس َّمى َعتاَقَ ة‬
‫ اهـ (شرح الفتوح ات‬.‫تُ َس َّمى َعاَت َق ةَ ُكْب َرى َولَ ْو يِف ْ ِس نِنْي َ َع ِديْ َد ٍة فَ اِ َّن الْ ُم َواالََة الَتُ ْش َتَر ُط‬
)24 ‫املدنية هبامش نصائح العباد ص‬
Diriwayatkan bahwa syekh Abu al-Robi’ al-Malaqi, berada di jamuan makanan
dan beliau telah berdzikir dengan mengucapkan Laa Ilaha Ilallah 70 ribu kali. Di
jamuan tersebut terdapat seorang pemuda ahli kasyaf. Ketika pemuda itu akan
mengambil makanan tiba-tiba ia mengurungkan mengambil makanan itu, lalu ia
ditanya oleh para hadirin mengapa kamu menangis? ia menjawab, saya melihat
neraka jahanam dan melihat ibu saya di dalamnya. Kata syekh Abu al-Rafi’, saya
berkata di dalam hati, “Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa saya telah
berdzikir Laa Ilaha Ilallah 70 ribu kali dan saya mempergunakannya untuk
membebaskan ibu pemuda ini dari neraka”. Setelah itu pemuda tersebut berkata,
“Alhamdulillah, sekarang saya melihat ibu saya telah keluar dari neraka, namun
saya tidak tahu apa sebabnya”. Pemuda itu merasa senang dan kemudian makan
bersama dengan para hadirin. Dzikir Laa Ilaha Ilallah 70 ribu kali dinamakan
ataqoh sughroh (pembebasan kecil dari neraka), sedangkan surat al-Ikhlas jika
dibaca 100 ribu kali dinamakan ataqoh kubro (pembebasan besar dari neraka)
walaupun waktu membacanya beberapa tahun, karena tidak disyaratkan berturut-
turut. (Syarah al-Futukhat al-Madaniyah Bihamisyi Nasha’ih al-Ibad,
hal.22)

Tahlil
Tahlil berasal dari kata ً‫ ُي َهلِّ ُل – َت ْهلِ ْيال‬- ‫ َهلَّ َل‬yang berarti membaca
kalimat ‫ الاله اال اهلل‬. Sedangkan tahlil menurut pengertian yang berkembang
di masyarakat adalah membaca kalimat thayyibah (shalawat, tahlil,
istighfar, fatihah, surat ikhlas, mu’awwidzatain, dan lain-lain) yang
pahalanya ditujukan kepada arwah keluarga yang bersangkutan.

87
ِ َ‫والَّ ِذين ج اءو ِمن بع ِد ِهم ي ُقولُو َن ربَّنَا ا ْغ ِف ر لَنَا وإِلِ خوانِنَا الَّ ِذين س ب ُقونَا بِاْ ِإلمْي‬
‫ان َوالَ جَتْ َع ْل‬ ْ ََ َْ َْ َ ْ َ ْ ْ َ ْ ْ َ ْ ُْ َ َ ْ َ
)10( ‫ف َّر ِحْي ٌم‬ ِ
ٌ ‫َّك َر ُؤ ْو‬ َ ‫يِف ْ ُقلُ ْوبِنَا ِغالًّ لِّلَّذيْ َن َآمُن ْوا َربَّنَا إِن‬
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam
hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, Sesungguh
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". QS. Al-Hasyr ayat 10

‫ان ثَِقْيلَت اَ ِن يِف الْ ِمْي َز ِان‬


ِ ‫ع ِن النَّـِيب ص لَّى اهلل علَي ِه و س لَّم قَ َال ( َكلِمت اَ ِن خ ِفي َفت اَ ِن على اللِّس‬
َ َ َ َْ َ َ َ َ َْ ُ َ ِّ َ
‫ رواه البخ ارى (اح اديث‬. )‫اهلل الْ َع ِظْي ِم‬ ِ ‫اهلل وحِب م ِد ِه س بحاَ َن‬ ِ ِِ ِ
ْ ُ ْ َ َ ‫ىل ال رَّمْح ٰ ِن ُس ْبحاَ َن‬ َ ‫َحبْيبَت اَن إ‬
)‫خمرتة من الصحيحني‬
Rasul bersabda: dua kalimat yang ringan bagi lisan dan berat (timbangan
kebijakannya) di Mizan (timbangan amal akhirat), dan dicintai oleh Dzat yang
mempunyai belas kasih adalah kalimat Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil
adzim. HR. Bukhari dalam kitab Akhadits Muhtar Min Al-Shahihain

‫ث َيْنتَ ِظُر َد ْع َو ًة‬ِ ‫اهلل صلََّى اهلل علَي ِه و سلَّم ماَ الْميِّت ىِف َق ِ ِه إِالَّ كاَلْغَ ِري ِق الْمَتغَ ِّو‬ ِ ‫قاَ َل رسو ُل‬
َ ْ ‫َ ُ رْب‬ َ َ َ َْ ُ َ ُْ َ
‫ب إِلَْي ِه ِم َن ال ُّدنْياَ َو َما فِْي َها َوإِ َّن‬ ِ ِ ِ ‫َخي ِه أَو‬
َ ‫ص ديْ ِق لَ هُ فَ إ َذا حَل َقْت هُ ك اَ َن أ‬
ُّ ‫َح‬ ِ ِ ِ
َ ْ ْ ‫َت ْل َح ُق هُ م ْن أَبِْي ه أ َْو أ‬
ِ ‫ه َداياَ اْألَحياَِء لِأْل َمو‬
‫ات اَلدُّعاَءُ َواْ ِال ْستِ ْغفاَُر‬ َْ ْ َ
Rasulullah Saw. Bersabda: tiada seorang pun dari mayit dalam kuburnya kecuali
dalam keadaan seperti orang tenggelam yang banyak meminta tolong, dia menanti
doa dari ayah dan saudara atau seorang teman yang ditemuinya, apabila ia telah
menemukan doa tersebut, maka doa itu menjadi sesuatu yang lebih dicintai dari
pada dunia dan seisinya, dan apabila orang yang masih hidup ingin memberikan
hadiah kepada orang yang sudah meninggal dunia adalah dengan doa dan
istighfar’. (Ihya’ Ulum al-Din, Juz IV, hal.476)

88
Dengan demikian tahlil yang berisi doa, istighfar, bacaan al-Qur’an,
tasbih, bacaan Laa Ilaha Ilallah dan kalimat thoyyibah lainnya merupakan
hadiah dari orang yang masih hidup kepada orang yang telah mati.

Kesimpulannya, selamatan dan tahlil atau melakukan do’a bersama


memohon keselamatan, baik bagi yang masih hidup maupun yang sudah
meninggal adalah memiliki dasar dan tidak bertentangan dengan syariat
agama.

Do’a
Berdo’a atau memohon kepada Allah Swt. merupakan inti ibadah
bagi umat Islam dengan tidak memandang derajat dan pangkat. Semuanya
diperintahkan supaya memperbanyak berdo’a kepada Allah, memohon
ampunan, memohon keselamatan dunia akhirat, kesehatan jasmani dan
rohani, dll.
Orang yang berdo’a seolah-olah munajat (berbicara), berbisik dengan
Allah SWT., dengan memakai bahasa yang sopan, yang merendah. Orang
yang tidak mau berdo’a adalah orang-orang yang sombong, yang
menganggap dirinya lebih tinggi, lebih pandai, lebih mampu, bahkan lebih
kaya dari Allah Swt. Kedudukan do’a adalah sangat tinggi dalam ibadah.
Karena itu berdo’a dengan khusyu’ dan tawadhu’ sangat dianjurkan oleh
agama.

‫ِ يِت‬ ‫رِب‬ ِ َّ ِ ِ ‫وقَ َال ربُّ ُكم ادع ويِن أ‬


َ ‫ب لَ ُك ْم إ َّن الذيْ َن يَ ْس تَ ْك ُ ْو َن َع ْن عبَ َاد ْ َس يَ ْد ُخلُ ْو َن َج َهن‬
‫َّم‬ ْ ‫َس تَج‬
ْ ْ ْ ُْ ُ َ َ
ِ‫د‬
)60( ‫اخ ِريْ َن‬ َ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-
Ku[1326] akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina". (QS. al-
Mu’min: 60)
[1326] Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepada-Ku.

89
)55( ‫ب الْ ُم ْعتَ ِديْ َن‬
ُّ ِ‫ضُّر ًعا َو ُخ ْفيَةً إِنَّهُ الَ حُي‬
َ َ‫اُْدعُواْ َربَّ ُك ْم ت‬
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas[549]. (QS. al-A’rof: 55)
[549] Maksudnya: melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta.

‫ُّع ِاء مَلْ َيُر َّدمُهَا َحىَّت‬ ِ ِ ِ ِ


َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم اذاَ اََم َّد يَ َديْه ىِف الد‬
َ ‫َع ْن عُ َمَر ق اَ َل ك اَ َن َر ُس ْو ُل اهلل‬
.ُ‫مَيْ َس َح هِبِ َما َو ْج َهه‬
Apabila Nabi mengangkat kedua tangannya dalam berdo’a, Nabi tidak akan
mengembalikan kedua tangannya sehingga mengusapkan pada wajahnya. (Bulugh
al-Maram, hal.347)

.ُ‫ُّعاءَ ُه َو الْعِبَ َادة‬ ِ ِ ِ ِ


َ ِّ ‫َع ِن الن ُّْعماَن بْ ِن بَشرْيٍ َع ِن النَّىِب‬
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ا َّن الد‬
Dari Nu’man bin Basyir dari Nabi Saw. Sesungguhnya do’a merupakan ibadah.
(Bulughul Maram, hal.347)

Do’a merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Swt. Orang
yang enggan berdo’a maka termasuk orang-orang yang sombong. Berdo’a
kepada Allah mempunyai kode etik atau tata krama, salah satunya adalah
dengan mengangkat kedua tangan lalu mengusapkannya pada wajah
ketika selesai seperti yang telah disyari’atkan Nabi.

Do’a Bersama Umat Beragama


Berkumpul melakukan do’a bersama antar umat beragama, seperti
yang telah dipelopori oleh Kyai Sholeh Bahruddin, beliau mengumpulkan
tokoh-tokoh dari 6 agama yang berada di Indonesia, baik dari Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, mereka semua berkumpul
di Ponpes Ngalah dan berdo’a bersama. Bagaimanakah pandangan agama?
Dalam hal ini, terjadi beberapa pendapat di kalangan ulama’:

90
a. Tidak boleh, karena do’anya non muslim tidak diterima serta
dilarangnya tawasul dengan mereka. Diambil dari keterangan
Kitab Hasyiyah al-Jamal:
ِِ ِ ٍ ِ ِ ِْ
ُ‫لى ال دُّعاَء الْك اَف ِر ِالَنَّهُ َغْي ُر َم ْقُب ْول ل َق ْول ه َت َع اىَل َوم اَ ُد َع اء‬
َ ‫الَجَيُ ْو ُز اَلتَّأمنْي ُ َع‬
)119 ‫ ص‬2‫ضالَ ٍل (حاشية اجلمل ج‬ ِ ِ
َ ْ ‫اْلكاَف ِريْ َن االَّ ىِف‬
Dan tidak boleh mengamini do’a orang kafir karena do’anya tidak
diterima sesuai dengan firman Allah Swt. dan do’a (ibadah) orang-
orang kafir itu, hanya sia-sia belaka. (Hasyiyah al-Jamal, Juz II, hal.
119)

Dan sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam al-Rauyani


dalam kitab Mughni al-Muhtaj:

‫َن ُدعاَءَ الْكاَفِ ِر َغْيُر َم ْقُب ْو ٍل‬


َّ ‫الَ جَيُ ْو ُز اَ ْن ُّي َؤ ِّم َن َعلَى ُد َعائِ ِه ْم َك َما قَالَهُ اَ ُّلر ْوياَىِن ْ أِل‬
)438 ‫ ص‬1 ‫ ج‬, ‫(مغين احملتاج باب صالة االستسقاء‬
Tidak boleh mengamini do’a mereka (orang kafir) sebagaimana pendapat
yang dianut oleh Imam al-Rauyani, karena do’a mereka tidak akan
diterima. (Mughni al-Muhtaj, bab Shalat Istisqo’ juz I, hal.438)

ِ ‫ويكْره إِخراج اْل ُكفَّا ِر ِلإْلِ ستِسقاَِء أِل ََنهم اَ ْعداَء‬


‫اهلل فَالَ جَيُ ْو ُز اَ ْن َيَت َو َّس َل هِبِ ْم إِلَْي ِه‬ ُ ُْ ْ ْ ُ َْ ُ َ ُ َ
5 ‫ (اجملم وع ج‬.‫ب ال ِّر ْز ِق‬ ِ َ‫ض ر ْوا ومَتََّيُز ْوا مَلْ مُيَْنعُ ْوا ِألَن َُّهم َج اء ْوا يِف طَل‬
ْ ُ ْ
ِ
َ ُ َ ‫فَ إ ْن َح‬
)69 ‫ص‬
Dimakruhkan keluarnya orang-orang kafir untuk ikut shalat istisqo’
(meminta hujan) mengingat mereka adalah musuh-musuh Allah, maka
tidak diperkenankan untuk bertawassul dengan mereka. Jika mereka ikut
hadir dan keberadaan mereka berbeda dengan umat Islam, maka mereka
tidak perlu dilarang karena mereka datang untuk mencari rizqi. (al-
Majmu’, juz V, hal.69)

91
b. Makruh, jika perkumpulan tersebut berada di dalam
musholla/masjid apalagi berbaurnya tersebut dilandasi hanya
sekedar berkumpul tanpa ada tujuan yang positif.
ِ ِ ِ ِّ ‫( والَ خَي ْتَلِطُ و َن ) أَه ل‬
َ ‫الذ َّمة َوالَ َغْي ُر ُه ْم م ْن َس ائ ِر الْ ُكفَّا ِر ( بِن اَ ) يِف ْ ُم‬
َ‫ص الَّنا‬ ُ ْ ْ َ
ِ‫ك ب ل يتَمَّيزو َن عن اَّ يِف مك اَ ٍن أِل َنَّهم أ َْع َداء اهلل‬ ِ‫والَ ِعْن َد اخْل رو ِج أَي ي ْك ره ذل‬
ُ ُْ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ُ َ ُ ْ ْ ُُ َ
ِ
)323 ‫ ص‬1 ‫ ج‬.‫اب بِ ُك ْف ِره ْم َفيُصْيبَناَ (مغىن احملتاج‬ ِ ِ‫هِب‬
ٌ ‫َت َعاىَل إِ ْذ قَ ْد حَيُ ُّل ْم َع َذ‬
Orang kafir, baik dzimmi maupun orang kafir selain dzimi, itu tidak
diperbolehkan menjadi satu majlis peribadatan kita, demikian halnya
ketika kita keluar. Percampuran tersebut makruh, dan mereka harus
berbeda dengan kita umat islam ketika berada dalam suatu tempat. Hal
ini karena mereka musuh-musuh Allah Swt. yang suatu saat mereka
akan ditimpa suatu adzab dengan kekufuran mereka itu dan adzab
tersebut akan mengenai kita pula. (Mughni al-Muhtaj, juz I, hal.323)

ُ‫ب َوأ ََّما الْ ُم َخالَطَ ة‬ِ ‫َي الْم َحبَّةُ والْمْي ل بِ الْ َق ْل‬ ِِ
ُ َ َ َ ْ ‫ ( حَتْ ُر ُم َم َو َّدةُ الْ َك افر ) أ‬: ُ‫َق ْولُ ه‬
ِ
)291 ‫ ص‬4 ‫ (البجريمي على اخلطيب ج‬.ٌ‫وهة‬ َ ‫الظَّاه ِريَّةُ فَ َمكُْر‬
Haram mencintai orang kafir yakni adanya rasa suka dan
kecenderungan hati kepadanya. Sedangkan sekedar bergaul secara lahir
saja maka hukumnya makruh. (Al-Bujairami ‘ala al-Khatib, juz IV,
hal.291)

c. Boleh, mengamini atau memimpin do’a bersama non muslim


bahkan sunnah jika caranya tidak bertentangan dengan syari’at
Islam dan isi do’anya memohon hidayah, pertolongan dan
menjalin hubungan baik di dunia serta bermanfaat demi
kemaslahatan umat atau untuk mencegah timbulnya sesuatu
madharat yang tidak diinginkan.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫َوالْ َو ْج هُ َج َو ُاز التَّأْمنْي ِ بَ ْل نَ ْدبُ هُ إ َذا َد َعا لَن ْفس ه بِاهْل َدايَ ة َولَنَا بِالن‬
. ‫َّص ِر َمثَاًل‬
. )553 ‫ ص‬3 ‫(حتفة احملتاج يف شرح املنهاج باب صالة االستسقاء الزء‬

92
Menurut salah satu pendapat: Boleh mengamini do’a orang kafir,
bahkan sunnah jika ia berdo’a agar dirinya mendapatkan hidayah dan
kita mendapatkan pertolongan. (Tuhfah Al-Muhtaj Fii Syarhi al-
Minhaj bab shalat istisqo’ juz 3 hal. 553)

Keterangan yang sama terdapat dalam kitab Hasyiyah al-Jamal,


juz II, hal.119)

ِ ِ ِ
ِ ‫الدنْياَ حِب َس‬
َ ‫ب الظَّاه ِر َوذل‬
‫ك َغْي ُر مَمُْن ْو ٍع‬ َ َ َ‫َوثاَنِْي َها (اَلْ ُم َخالطَةُ) اَلْ ُمب‬
ُّ ‫اشَرةُ بِاجْلَ ِمْي ِل ىِف‬
)94 ‫ ص‬1 ‫(تفسري املنري ج‬
Yang kedua, tidak dilarang untuk bergaul (dengan orang-orang kafir)
dengan pergaulan yang baik di dunia. (Tafsir Munir Lin Nawawi, juz
I, hal.94)

ِ ِ‫ب َن ْف ٍع فَاَل حرم ةَ ف‬


ِ ‫ص ل ِمْن ُهم أ َْو َج ْل‬ ِ
‫يه ا هـ ع ش‬ َ ُْ ْ ُ ُ ْ‫ض َر ٍر حَي‬
َ ‫اش َر ُت ُه ْم ل َدفْ ِع‬
َ ‫أ ََّما ُم َع‬
)291 ‫ ص‬4 ‫(البجريمي على اخلطيب ج‬. ‫َعلَى م ر‬
Adapun bergaul dengan mereka untuk mencegah timbulnya madlarat
yang mungkin dilakukan oleh mereka, ataupun mengambil sesuatu
manfaat dari pergaulan tersebut, maka hukumnya tidak haram. (Al-
Bujairami ‘ala al-Khatib, juz IV, hal.291)

Berdo’a dengan Tawassul


Tawassul artinya perantaraan. Kalau kita tidak sanggup menghadap
langsung, kita perlu seorang perantara. Seperti contoh: kalau kita ingin
menyampaikan aspirasi kita kepada presiden akan tetapi kita tidak bisa
langsung bertemu dengan presiden maka kita menyampaikan aspirasi
lewat menteri, apabila kita tidak bisa langsung lewat menteri kita
menyampaikan aspirasi kita lewat sesneg atau lewat ajudan. Begitu juga
kalau kita ingin menyampaikan suatu keinginan kepada Allah, apabila kita

93
tidak bisa langsung ke Allah, maka kita mohon dengan perantaraan
kekasih-Nya, para nabi, para syuhada’ dan orang-orang shaleh.
Sebagian orang mengatakan bahwa berdo’a dengan tawassul adalah
syirik, serupa menyembah atau meminta kepada selain Allah, seperti yang
telah dilakukan oleh banyak golongan yang meng-klaim, mengkafirkan
umat Islam yang bertawassul ketika berdo’a. Sebenarnya bagaimanakah
hukum tawassul ketika berdo’a, apakah ada dalil atau dasarnya?
Tawassul kepada Nabi, para sahabat dan orang-orang shaleh adalah
merupakan salah satu cara atau perantara ketika berdo’a agar cepat
diijabahi atau dikabulkan oleh Allah Swt.
Hukum tawasul adalah boleh bahkan di sunnahkan, karena para
sahabat Nabi juga melakukan doa dengan tawassul, sebagaimana
keterangan di bawah ini:
( ‫اه ُدواْ يِف َس بِْيلِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح و َن‬
ِ ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمن واْ َّات ُق واْ اللَّه وابتغُ واْ إِلَي ِه الْو ِس يلَةَ وج‬
ََ ْ َ ْ َْ َ َ َُ َ ْ َ َ
)35
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan carilah jalan
yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan. (Q.S. al-Maidah: 35)

ِ
ْ‫اس َت ْغ َفُروا‬ ُ ‫اع بِِإ ْذ ِن اللَّ ِه َولَ ْو أَن َُّه ْم إِ ْذ ظَّلَ ُمواْ أَْن ُف َس ُه ْم َج‬
ْ َ‫آؤ ْو َك ف‬
ِ
َ َ‫َو َما أ َْر َس ْلنَا م ْن َّر ُس ْو ٍل إِالَّ ليُط‬
)64( ‫الر ُس ْو ُل لََو َج ُدواْ اللَّهَ َت َّوابًا َّر ِحْي ًما‬ ْ ‫اللَّهَ َو‬
َّ ‫اسَت ْغ َفَر هَلُ ُم‬
Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan
seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya, datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan
ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Nisa’: 64)
Para sahabat Nabi juga melakukan tawassul ketika berdo’a, berikut
ini dalil-dalil yang menerangkannya:

94
‫ص َّح‬ ِ ِّ‫اط الْمستَ ِقي ِم والََفر َق ب احْل ي والْمي‬ ِ ِّ ‫قاَ َل اِبن َتي ِميَّ ِة يِف‬
َ ‫ض ُه ْم َف َق ْد‬ ُ ‫ت َكماَ َز َع َم َب ْع‬ َ َ ِّ َ َ ‫الصَر ُ ْ ْ َ ْ َنْي‬ ْ ُْ
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َب ْع َد َم ْوتِ ِه‬ ِِ ِ ِ ِ َّ ‫ض‬ ِ ‫َع ْن َب ْع‬
َ ‫ض الْ ُم ْحتاَجنْي َ أَ ْن َيَت َو َّسلُ ْوا به‬
ُ ‫الصحاَبَة اَنَّهُ اُمَر َب ْع‬
. ُّ ‫ت حاَ َجتُهُ َك َما ذَ َكَرهُ الطَّْبَراىِن‬ ِ ‫يِف ِخالَفَ ِة عثْما َن ر ِضي اهلل عْنه َفَتو َّسل بِِه َف ُق‬
ْ َ‫ضي‬ َ َ َُُ َ َ َُ ْ
Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitabnya Shirat al-Mustaqim: Tak ada
perbedaan antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati, seperti
yang diasumsikan sebagian orang. Sebuah hadits sahih menegaskan: Telah
diperintahkan kepada orang-orang yang memiliki hajat di masa khalifah Utsman
untuk bertawassul kepada Nabi setelah beliau wafat. Kemudian, mereka
bertawassul kepada Nabi, dan hajat mereka pun terkabul. Demikian diriwayatkan
oleh ath-Thabrany. (Al-Kawakib al-Durriyah juz 2 halaman 6)

ِ َّ‫استَ ْس َقى بِالْ َعب‬ ِ ِ َّ‫َن عم ر بن اخْلَط‬ ٍِ


‫اس‬ ْ ‫اب َرض َي اللَّهُ َعْن هُ َك ا َن إِذَا قَ َحطُ وا‬ َ ْ َ َ ُ َّ ‫س بْ ِن َمال ك أ‬ ِ َ‫َع ْن أَن‬
‫ك بِ َع ِّم نَبِِّينَا‬ ِ ِ ِ‫بْ ِن َعْب ِد الْمطَّل‬
َ ‫ك بِنَبِِّينَا َفتَ ْسقْينَا َوإِنَّا نََت َو َّس ُل إِلَْي‬
َ ‫ب َف َق َال اللَّ ُه َّم إِنَّا ُكنَّا نََت َو َّس ُل إِلَْي‬ ُ
. ‫اس ِقنَا قَ َال َفيُ ْس َق ْو َن رواه البخارى‬ ْ َ‫ف‬
Dari sahabat anas, ia mengatakan: pada zaman Umar bin Khaththab pernah
terjadi musim paceklik. Ketika melakukan shalat istisqa’ Umar bertawassul kepada
paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muththalib: Ya Tuhan, dulu kami, mohon
kepada-Mu dengan wasilah Nabi-Mu dan Engkau menurunkan hujan kepada
kami, sekarang kami mohon kepada-Mu dengan tawassul paman Nabi-Mu,
turunkanlah hujan kepada kami. Allah pun segera menurunkan hujan kepada
mereka (HR. al-Bukhari).
Hadits ini diterangkan di berbagai kitab hadits antara lain yaitu:
1. Shahih al-Bukhary, bab sual an-Naas al-Imam Juz I, hal.128.
2. Musnad al-Shakhabah fii al-Kitab al-Tis’ah, bab musnad Umar bin
Khaththab.
3. Jumhurah al-Ajzaa’ juz 1 hal 78.
4. Kanzu al-Amal Fii Sunani al-Aqwaal.
5. Musnad Abi ‘Uwanah, bab Ziyadaats Fii al-Istisqo’
6. Al-Akhad Wa al-Matsany, bab Dzikru Ahli Badrin Wa Fadhailihim
Wa ‘Adadihim juz 1 hal.296.

95
Orang yang melakukan tawassul kepada orang yang shalih atau
dengan seorang rasul itu bukan berarti menyembahnya akan tetapi untuk
meminta bantuan (sebagai perantara) kepada Allah melalui kekasih-Nya.
Dengan demikian tawassul dalam berdo’a membantu cepat terkabulnya
do’a dan tidak bertentangan dengan syara’.

96
BAB X
KESAHIHAN DALIL
BUDAYA SELAMETAN 1-7 HARI, 40 HARI, 100 HARI, DAN HAUL
BAGI ORANG YANG TELAH MENINGGAL

1. Pengertian Selamatan atau Haul


Kata ”haul” berasal dari bahasa Arab yang berarti telah lewat atau
berarti tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya ”khol utowo selametane wong
mati” (haul atau selamatan untuk mendo’akan orang yang sudah
meninggal) yaitu: suatu upacara ritual keagamaan untuk memperingati
meninggalnya seorang Ulama’ (tokoh agama, kyai) atau salah satu dari
anggota keluarga.
Dalil mengenai haul adalah berdasarkan hadits yang menerangkan
bahwa junjungan kita Sayyidina Muhammad Saw. setiap tahun telah
melakukan ziarah kubur pada syuhada’ uhud (para sahabat yang gugur
waktu peperangan uhud) yang kemudian diikuti oleh sahabat Abu Bakar,
Umar dan Utsman pada setiap tahun. Hadits tersebut diriwayatkan oleh
Imam al-Baihaqi dari al-Waqidi;

ِ ٍ ٍ ِِ
:‫ص ْوتـَهُ َفَي ُق ْو ُل‬َ ‫ َكا َن النَّبِ ُّـى يَُـز ْو ُر ُش َه َداءَ اُ ُحد يِف ْ ُك ِّل َح ْول َوا َذا َبلَ َغ َرفَ َع‬:‫َع ِن اْ َلواقدى قَ َال‬
ِ
َ ‫ مُثَّ اَبُ ْو بَ ْك ٍر يَـ ْف َع ُل ِمثْ َل ٰذل‬. ‫صَب ْرتـُ ْم فَـنِ ْع َم عُ ْقىَب الدَّا ِر‬
‫ك مُثَّ عُ َم ُر مُثَّ عُثْ َم ا ُن‬ َ ‫َسالَ ٌم َعلَْي ُك ْم ِب َـما‬
)‫(رواه البيهقى‬
Al-Waqidy berkata: “Nabi Muhammad Saw. berziarah ke makam syuhada’ uhud
pada setiap tahun, apabila telah sampai di makam syuhada’ uhud beliau
mengeraskan suaranya seraya berdo’a: keselamatan bagimu wahai ahli uhud
dengan kesabaran-kesabaran yang telah kalian perbuat, sungguh ahirat adalah
tempat yang paling nikmat/sebaik-baik rumah peristirahatan. Kemudian Abu

97
Bakar pun melakukannya pada setiap tahun begitu juga Umar dan Utsman. HR.
Baihaqi. (Mukhtashar Ibnu Katsir, Juz 2 hal. 279)
Sedangkan selametan pada hari ke 1 sampai hari ke 7 setelah
kematian adalah tradisi orang jawa kalau ada keluarga yang meninggal,
tradisi atau budaya selametan tidaklah bertentangan dengan syara’, budaya
tersebut berdasarkan pada hadits di bawah ini;

ِ
َ ‫ إِ َّن الْ َم ْوتَى يُ ْفَتُن ْو َن ىِف ُقُب ْو ِره ْم َس ْبعاً فَ َك انُ ْوا يُ ْس تَ َحُّب ْو َن أَ ْن يُطْعِ ُم ْوا َعْن ُه ْم تِْل‬:‫س‬
‫ك‬ ُ ‫قَ َال طاَُو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َر ُجالَن ُم ْؤم ٌن َو ُمناَف ٌق فَأ ََّما الْ ُم ْؤم ُن َفُي ْفنَتُ أَربَعنْي‬:‫ىل أَ ْن قَ َال َع ْن عَُبْيد ابْ ِن عُ َمرْيٍ قَ َال‬ َ ‫اْألَياََّم إ‬
)178 ‫ جز الثاين ص‬،‫ ( احلوى إىل فتوى للسيوطي‬.ً‫صبَاحا‬ َ
Imam Thawus berkata: Seorang yang mati akan memperoleh ujian dari Allah Swt.
dalam kuburnya selama 7 hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup)
mengadakan sebuah jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut.
(Sampai kata-kata) Dari sahabat Ubaid Ibn Umair, dia berkata: Seorang mukmin
dan seorang munafik sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang
mukmin akan beroleh ujian selama 7 hari, sedang seorang munafik selama 40 hari
di waktu pagi. (Al-Haway Ilaa Fatawa Lii al-Suyuty, juz 2 hal 178)

2. Perbedaan Pendapat Para Ulama’ Tentang Hukum Selametan 1-7 Hari,


40 Hari, 100 Hari dan Haul bagi Orang yang Telah Meninggal
Mengenai hukum haul dan selametan, terjadi perbedaan pendapat di
kalangan ulama’, tetapi mayoritas ulama’ dari empat madzhab
berpendapat bahwa pahala ibadah atau amal shaleh (seperti: selametan)
yang dilakukan oleh orang yang masih hidup bisa sampai kepada orang
yang sudah meninggal. Namun di sini akan kami paparkan seputar khilaf
para ulama’ mengenai hal ini baik yang memperbolehkan maupun yang
tidak memperbolehkannya. Adapun berbagai pendapat ulama’ madzhab
beserta dalil-dalilnya adalah seperti di bawah ini;
a. Pendapat yang memperbolehkan
1.Menurut Ibnu Taimiyah

98
Syaikhul Islam Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibn Abdul
Halim (yang lebih populer dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dari madzhab Hambali) dalam kitab Majmu’ al-Fatawa:
juz 24 halaman 314-315, menjelaskan sebagai berikut ini:
ِ ِ ِ ‫ت فَِـانَّه يْنـتَ ِـفع هِب ا بِاتِّـ َف‬
‫ك َع ِن‬ َ ‫ت بِ ٰذل‬ ْ ‫ َوقَ ْد َو َر َد‬. َ ‫اق الْ ُم ْس ل ِمنْي‬ َ ُ َُ
ِ ِّ‫الص َدقَةُ ع ِن الْمي‬
َ َ َّ ‫اََّما‬
‫اهلل اِ َّن‬
ِ ‫ث ص ِحيحةٌ ِمثْ ل َق و ِل س ع ٍد ( يا رس و َل‬
ْ ُ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ُ ْ‫ُعلَْي ه َو َس لَّ َم اَ َحا دي‬
ِ ِ ‫النَّيِب ص لَّى اهلل‬
َ َ ِّ
ِ
‫َّق َعْن َها ؟‬َ ‫ـصد‬َ َ‫ت َف َه ْل َيْنـ َفـعُ َها اَ ْن اَت‬ ْ َ‫ص َّدق‬
َ َ‫ت ت‬ ْ ‫ت َن ْف ُس َها َواََر َاها لَ ْو تَـ َكلَّ َم‬ْ َ‫اُِّم ْي اُفْتـُلتـ‬
ِ ِ ْ ُ‫ك يـْنـ َفـعه احْل ُّج عْن ه واْال‬ ِٰ
ُ‫ُّعاء‬َ ‫ض حيَةُ َعْن هُ َوالْعْت ُق َعْن هُ َوال د‬ َ ُ َ َ ُ ُ َ َ ‫ َو َك ذل‬, ‫ـع ْم‬ َ َ‫ ن‬:‫َف َق َال‬
. ‫َواْ ِال ْستِـْغ َف ُار لَهُ بِالَ نِزاَ ٍع َبنْي َ اْألَئِ َّم ِة‬

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat


berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam
beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’at “Ya
Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika
ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku
bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga
bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan
istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya


menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an
kepada mayit dalam kitab Fatawa: juz 24 halaman 322 sebagai
berikut ini:
ِ ِ ٍ ‫ت َثواب ِصياٍَم اَو‬
ٍ ِ ‫فَاِ َذا اُه ِد‬
َ ‫صالَة اَْو قَرئٍَة َج َاز َذل‬
‫ك‬ َ ْ ُ َ ِّ‫ي ل َمي‬
َ ْ
Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat
atau pahala bacaan (al-Qur’an/kalimah thayyibah) maka hukumnya
diperbolehkan”.

99
2.Menurut Imam Nawawi
Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab
Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi di dalam
kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, Juz 5 hal. 258 menegaskan;

َّ َ‫ ن‬.ُ‫ت َويَ ْس َت ْغ ِفُرلَه‬


‫ـص‬ ِ ِّ‫الدفْ ِن ساعـةً ي ْدعو لِْلمي‬
َ ْ ُ َ َ َ ُّ ‫لى اْل َقرْب َب ْع َد‬
ِ
َ ‫ث َع‬ َ ‫ب اَ ْن يَ ْـم ُك‬ ُّ ‫ـح‬
َ َ‫يُ ْسـت‬
‫ب اَ ْن يَـ ْقَرأَ ِعْن َدهُ َش ْي ٌئ ِم َن‬ ِ ِ ِ َّ ‫علَي ِه‬
ُّ ‫ـح‬
َ َ‫ يُ ْسـت‬:‫الوا‬
ُ َ‫اب ق‬
ُ ‫ص َح‬ ْ َ‫الش افع ُّى َو َّات َف َق َعلَْي ه ْاال‬ َْ
ِ
)258 ‫ ص‬5 ‫ (اجملموع جز‬. ‫ض ُل‬ َ ْ‫اْل ُق ْرأ َِن َوا ْن َختَ ُم ْوا اْل ُق ْرأَ َن َكا َن اَف‬
“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah
menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan
kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-
pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah
dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih
utama jika sampai menghatamkan al-Qur’an”.

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan


penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;

.‫لى اْمل َق ابِ ِر َويَ ْدعُ ْو لِ َم ْن َي ُز ْو ُرهُ َوجِلَ ِمْي ِع اَ ْه ِل اْمل ْقَب َر ِة‬
َ ‫ب لِ َّلزائِ ِر اَ ْن يُ َس لِّ َم َع‬
ُّ ‫َويُ ْـسـتَ َح‬
َ ِ ِ َ
‫ب اَ ْن َي ْق َرأَ ِم َن‬ ُّ ‫ـح‬
َ َ‫ت م َن اْحلَديْث َويُ ْسـت‬
ِ ‫الس الَم والدُّعاء مِب َا ثَبـ‬
َ َ ُ َ َ ُ َّ ‫ض ُل اَ ْن يَ ُك ْو َن‬ َ ْ‫َواْالَف‬
ِ ِ ِ َّ ‫ص علَي ِه‬ ِ ِ
.‫اب‬ُ ‫ص َح‬ ْ َ‫الش افع ُّى َو َّات َف َق َعلَْي ه اْال‬ ْ َ َّ َ‫اْل ُق ْرأٰن َما َتيَ َّس َر َويَ ْدعُ ْو هَلُ ْم َعقَب َها َون‬
)258 ‫ ص‬5 ‫(اجملموع جز‬
“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas
(penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan
kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna
dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau
diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca
al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya,
keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah
disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.
100
3. Menurut Imam Ibnu Qudamah
Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab
Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam
Ahmad bin Hanbal dalam kitab karyanya al-Mughny juz 2 hal. 566.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ‫ والَ ب أ‬:‫قَ َال‬
‫تم‬
ُ ‫ اذاَ َد َخ ْل‬:‫ي َع ْن اَمْح َ َد اَنَّـهُ قَ َال‬ َ ‫ َوقَ ْد ُر ِو‬. ‫س ب الْقرَاءَة عْن َد اْل َقرْب‬ َ َ َ
ِ ِ ‫الْم َق ابِر اِ ْقر ُئ وا اَيـةَ اْل ُكـ‬
ْ َ‫ث ِم َرا ٍر َوقُ ْل ُه َو اهلل ُاَ َح ٌد مُثَّ قُ ْل اَللَّ ُه َّم ا َّن ف‬
ُ‫ض لَه‬ َ َ‫رس ِّى ثَال‬ ْ َ ْ َ َ َ
. ‫ِأل َْه ِل الْ َم َقابِ ِر‬
Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca
(ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini
telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau
berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi
dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah
dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli
kubur.

4. Menurut golongan dari madzhab Syafi’i dalam kitab al-Adzkar al-


Nawawi hal 150. dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

ِ ِِ ِ ِ ‫و َذهب اَمْح ُد ْبن حْنب ٍل ومَج اع ةٌ ِمن اْلعلَم ِاء ومَج‬


ُ‫ىل اَنـَّه‬
َ ‫ص َحاب الشَّافـعى ا‬ ْ َ‫اع ةٌ منْ ا‬ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ََ ُ َ َ َ َ
‫اب َما قَـرأْ تـُهُ اِىَل‬ ِ ِِ ِ ُ ‫ فَاْ ِال ْختِـيَ ُار اَ ْن يـَ ُق ْو َل الْ َقا ِر‬. ‫ـص ُل‬
َ ‫ اَللََّ ُه َّم اَْوص ْل ثَ َـو‬:‫ئ َب ْع َد فَراغه‬
ِ‫ي‬
َ
‫ َواهلل ُاَ ْعلَ ُم‬. ‫فُالَ ٍن‬
Artinya: Imam Ahmad bin Hambal dan golongan ulama’ dan sebagian
dari sahabat Syafi’i menyatakan bahwa pahala do’a adalah sampai
kepada mayit. Dan menurut pendapat yang terpilih: “Hendaknya orang
yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi bacaannya
dengan do’a:
‫اب َما قَـرأْ تـُهُ اِىَل فُالَ ٍن‬ ِ
َ ‫اَللََّ ُه َّم اَْوص ْل ثَ َـو‬
101
Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan al-Qur’an yang telah aku baca
kepada si fulan (mayit)”.

5. Menurut Fuqaha’ (Ulama’ ahli Fiqih) Ahlussunnah wal Jama’ah


Menurut jumhur fuqoha’ ahlussunnah wal jama’ah seperti yang
telah diterangkan oleh al-‘Allamah Muhammad al-‘Araby
mengutip dari hadits Rasulullah Saw. dari sahabat Abu Hurairah
ra.
‫ُعلَْي ِه َو َس لَّ َم َم ْن‬
َ ‫ص لَّى اهلل‬
ِ
َ ‫ُعْن هُ قَ َال قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل‬
ِ
َ ‫َو َع ْن اَبِـى ُهَر ْي َر َة َرض َى اهلل‬
ِ َ‫لكت‬
:‫ مُثَّ قَ َال‬, ‫ َواَهْلَا ُك ُم التَّ َك اثُْر‬, ‫اب َوقُ ْل ُه َواهلل ُاَ َح ٌد‬ ِ ْ‫دخ ل الْم َق ابِر مُثَّ َق رأ َفَاحِت ةَ ا‬
َ َ َ َ َََ
‫ات‬ِ َ‫ك ِألَه ِل اْلـم َقابِرِ ِمن اْمل ْؤ ِمنِ واْمل ْؤ ِمن‬
َ َ ‫نْي‬ َ َ ْ َ ‫ت ِم ْن َكالَِم‬ُ ْ‫اب َما َق َرأ‬
َ ‫ت َث َو‬ ُ ‫اِ ِّنـى َج َع ْل‬
ُ ُ ِ ِ
. ‫اىل‬
َ ‫َكانُ ْوا ُش َف َعاءَ لَهُ اىَل اهلل َت َع‬
Artinya: Dari Abi Hurairah ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda:
“Barang siapa berziarah ke makam/kuburan kemudian membaca al-
Fatikhah, Qul Huwa Allahu Akhad, dan Al-Hakumuttakatsur, kemudian
berdo’a “sesungguhnya aku hadiahkan pahala apa yang telah kubaca dari
firmanmu kepada ahli kubur orang mukmin laki-laki dan mukmin
perempuan, maka pahala tersebut bisa mensyafaati si mayit di sisi Allah
Swt”.

b. Pendapat yang tidak memperbolehkan


1. Menurut golongan Madzhab Syafi’i
Pendapat masyhur dari golongan madzhab Syafi’i bahwa pahala
membaca al-Qur’an tidak bisa sampai pada mayit, hal ini
diterangkan dalam kitab al-Adzkar al-Nawawi, hal 150.
‫الشافِعِى‬
َّ ‫ب‬ِ ‫اب قِرَاء ِة اْل ُق رأ َِن فَالْم ْش ُه ْور ِم ْن َم ْذ َه‬
ُ َ ْ َ ِ ‫ص ْول ثَ َو‬
ِ ‫ف اْلعلَم اء يِف و‬
ُ ُ ْ ُ َ ُ َ َ‫اخَتل‬ ْ ‫َو‬
ِ ‫ومَج اعةٍ اَنَّه الَي‬
.‫ َواهلل ُاَ ْعلَ ُم‬, ‫ص ُل‬ َ ُ ََ َ

102
Artinya: “Ulama’ berbeda pendapat dalam masalah sampainya pahala
bacaan al-Qur’an kepada mayit, maka menurut pendapat yang masyhur
dari madzhab syafi’i dan golongan ulama’ menyatakan tidak bisa sampai
kepada mayit, dan Allah lah yang lebih mengetahui.

2. Menurut Imam Malik


Menurut pendapat sebagian ulama’ pengikut madzhab Maliki dan
Syafi’i bahwasanya pahala puasa, shalat sunnah dan bacaan al-
Qur’an adalah tidak bisa sampai kepada mayit. Keterangan kitab
Majmu’ al-Fatawa, Juz 24 hal. 314-315, yang berbunyi:
:‫ص الَةُ التَّطَ ُو ِع َعْن هُ َوقِ َراءَةُ اْل ُق ْرأ َِن َعْن هُ َف ٰه َذا َق ْوالَ ِن لِْلعُلَ َم ِاء‬
َ ‫االصـيَ ُام َعْن هُ َو‬
ِّ ‫َواََّم‬
ِ ‫صح‬ ‫مِه‬ ِ ِِ ِ
‫اب‬ َ ْ َ‫ض ا‬ ُ ‫ب اَمْح َ َد َوأَىِب ْ َحنْي َف ةَ َو َغرْيِ َا َو َب ْع‬ ُ ‫ يَـْنـتَـف ُع ب ه َو ُه َو َم ْذ َه‬:‫اَ َح ُدمُهَا‬
ٍ ِ‫ب مال‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
‫ك‬ َ ِ ‫ الَتَص ُل الَْيـه َو ُه َو اَلْ َم ْش ُه ْو ُر م ْن َم ْذ َه‬:ْ ‫الش افعى َو َغرْيِ ه ْم َوالثَّاىِن‬
.‫َوالشَّافِعِى‬
Artinya: Adapun puasa, shalat sunnah, dan membaca al-Qur’an untuk
mayit ada dua pendapat salah satunya; Mayit bisa mengambil manfaat
dengannya, pendapat ini menurut Imam Ahmad, Abu Hanifah dan
sebagian sahabat Syafi’i yang lain, dan yang kedua; tidak sampai kepada
mayit, ini menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Malik
dan Imam Syafi’i.

3. Rangkaian Acara Selametan atau Haul


Dalam acara selamatan atau haul biasanya dirangkai dengan
beberapa rangkaian acara sebagai berikut:
1. Khotmul Qur’an, yaitu membaca al-Qur’an 30 juz (mulai dari juz 1
s/d juz 30). Menurut Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’
Syarah al-Muhadzab, Juz 5 hal. 258 menegaskan bahwa
disunnahkan untuk membacakan al-Qur’an untuk si mayit;

103
َّ َ‫ ن‬.ُ‫ت َويَ ْسـتَـ ْغ ِفُر لَه‬
‫ـص‬ ِ ِّ‫ث على اْل َق ِ بع َد ال ّدَفْ ِن ساعـةً ي ْدعو لِْلمي‬
َ ُْ َ َ َ ْ َ ‫ب اَ ْن يَ ْـم ُك َ َ َ رْب‬ ُّ ‫ـح‬
َ َ‫يُ ْـسـت‬
‫ب اَ ْن يَـ ْقَرأَ ِعْن َدهُ َش ْي ٌئ ِم َن‬ ِ ِ ِ َّ َ‫علَي ِه ا‬
ُّ ‫ـح‬
َ َ‫ يُ ْـسـت‬:‫الوا‬
ُ َ‫اب ق‬
ُ ‫ص َح‬ ْ َ‫لش افع ُّى َو َّات َف َق َعلَْي ه اَال‬ َْ
ِ
.258 ‫ ص‬5 ‫ جز‬:‫ اجملموع‬. ‫ض ُل‬ َ ْ‫اْل ُق ْرأ َِن َوا ْن َختَ ُم ْوا َاْل ُق ْرأَ َن َكا َن اَف‬
Artinya; “Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah
menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan
kepadanya”. Pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-
pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan: “Sunnah
dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan
lebih utama jika sampai menghatamkan al-Qur’an”.

2. Tahlilan, Ibnu Taimiyah menegaskan masalah tahlil dengan


keterangannya sebagai berikut:
ُ ُ‫ت اِلَْي ِه نـَ َف َـعـه‬
‫اهلل‬ ِ
ْ َ‫ َس ْبعُ ْو َن اَلْ ًفا اَْواَقَ َّل اَْو اَ ْكَث َر َواُ ْه دي‬:‫إِ َذا َهلَّ َل اْ ِالنْ َس ا ُن ٰه َك َذا‬
ِ
.‫ك‬ َ ‫بِ ٰذل‬
Artinya; “Jika seseorang membaca tahlil sebanyak 70.000 kali, kurang
atau lebih dan (pahalanya) dihadiahkan kepada mayit, maka Allah
memberikan manfaat dengan semua itu”. (Fatawa, 24/323)

3. Do’a yang dihadiahkan kepada si mayit, Syeh Sayyid Sabiq


menjelaskan bahwa ulama’ telah sepakat mengenai sampainya do’a
dan istighfar (memohonkan ampunan) untuk mayit sebagaimana
dalil di bawah ini:
‫(والَّ ِذيْ َن َجاءُ ْو ِم ْن َب ْع ِد ِه ْم‬
َ :‫اىل‬
ِ ِ ِِ ِ ِ
َ ‫ُّعاءُ َواْال ْستـ ْغـ َف ُار َو ٰه َذا جُمْ َم ٌع َعلَْي ه ل َق ْول اهلل َت َع‬َ ‫اَل د‬
ًّ‫ان َوالَجَتْ َع ْل يِف ْ ُقلُ ْوبِن اَ ِغال‬ِ َ‫ي ُقولُ و َن ربَّنَا ا ْغ ِف ر لَن اَ ِو ِألخوانِن اَ الَّ ِذين س ب ُقوناَ بِاْ ِالمْي‬
ْ َ َ َْ َْ َ ْ َ ْ َْ
‫ُعلَْي ِه‬ ِ ِ َّ ‫ف َّر ِحيم) وَت َق دَّم َق و ُل‬ ِ ِ
َ ‫ص لَّى اهلل‬ َ ‫الر ُس ْول اهلل‬ ْ َ َ ٌ ْ ٌ ‫َّك َر ُؤ ْو‬ َ ‫ِللَّذيْ َن أ ََمُن ْوا َربَّنَا ان‬
ِ‫ظ ِم ْن ُد َع ِاء َر ُس ْو ِل اهلل‬ َ ‫ُّعاءَ) َو ُح ِف‬ ِ ‫ت فَأ‬ ِ ِّ‫وس لَّم (واِذاَص لَّيتُم على اْملي‬
َ ‫ص ْوالَهُ اَل د‬
ُ ‫َخل‬
ْ َ َ َ ْْ َ َ َ ََ
104
‫ف يَ ْدعُ ْو َن‬
ُ َ‫ف َواخْلَل‬ َّ َ‫غف ْر حِلَِّينَا َو َميِّـتِـنَا) َوالََز َال ا‬
ُ َ‫لس ل‬
ِ ْ‫اهلل علَي ِه وس لَّم (اَللَّه َّم ا‬
ُ َ َ َ ْ َ ُ ‫ص لَّى‬ َ
.‫ات َويَ ْسأَلُْو َن هَلُ ْم الرَّمْح َةُ َواْلغُ ْفَرا ُن ُد ْو َن اِنْ َكا ٍر ِم ْن اَ َح ٍد‬
ِ ‫لِْألَمو‬
َْ
Artinya; “Do’a dan memohonkan ampun untuk mayit, pendapat ini
telah menjadi kesepakatan Ulama’, hal ini berdasarkan firman Allah Swt.
dalam al-Qur’an surah al-Hasyr ayat 10 (Dan orang-orang yang datang
setelah mereka muhajirin dan anshar berdo’a: Ya Tuhan kami, ampunilah
kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan
iman, dan jangan engkau jadikan hati kami “mempunyai sifat” dengki
kepada orang-orang yang beriman, Ya Tuhan kami sesungguhnya
Engkau Maha penyantun dan Maha penyayang). Dan telah disebutkan
sebelumnya sabda Rasulullah Saw. Jika kamu menyalati mayid, maka
ikhlaslah dalam berdo’a. Dan juga do’a Rasulullah Saw. Ya Allah,
ampunilah orang-orang yang hidup dan yang meninggal kami (umat
Nabi). Ulama’ salaf dan khalaf selalu mendo’akan orang-orang
meninggal dan mereka memohonkan kepadanya rahmat dan ampunan,
tanpa seorang pun mengingkarinya”.

4. Pengajian Umum, yang kadang dirangkai dengan pembacaan


secara singkat sejarah orang yang dihauli, yang mencakup nasab,
tanggal lahir dan wafat, jasa-jasa, serta keistimewaan yang patut
diteladani. Hal ini sesuai dengan keterangan di bawah ini:
‫لى ُس لُ ْو ِك طَ ِر ْي َقتِ ِه‬ ِّ ‫ك ُم ْسـتَ ْح َس ٌن لِْل َح‬
َ ‫ث َع‬
ِ
َ ‫ب الْ ُمَت َوىَّف َو ٰذل‬
ِ ِ ِ
ُ ‫َوقَ ْد يُ ْذ َكُر فْي ه َمنَ اق‬
......‫الْ َم ْح ُم ْو َد ِة َك َما ىِف اجْلُْز ِء الثاَّىِن ْ ِم َن اْل َفَت َوى اْل ُكْبَرى‬
Terkadang dituturkan juga manaqib (biografi) orang yang telah
meninggal, cara ini baik untuk mendorong orang lain agar mengikuti
jalan (perilaku) terpuji yang telah dilakukan si mayit, sebagaimana telah
diterangkan dalam kitab Fatawa al-kubra juz II.

5. Sedekah, diberikan kepada orang-orang yang berpartisipasi pada


acara selametan, atau diserahkan langsung ke rumah tetangga (adat
105
jawa: ater-ater atau weh-weh/saling memberi). Hal ini berdasarkan
pada perintah Nabi dalam kitab Durratu al-Nasihin yang berbunyi:

‫ـس ُك ْم َو َع ْن َم ْوت اَ ُك ْم َولَ ْو بِ ُش ْر َبـ ِة‬


ِ ‫ (تَص دَّقواْ عن اَنـ ُف‬:ُ ‫الس الَم‬
ْ َْ ُ َ َّ ‫الص الَة َُو‬ َّ ‫َوق اَ َل َعلَْي ِه‬
ِ َ‫اش ْـيـأً ِمن كِت ا‬ ِ ِ ِ ِ ٍِ ِ ِ ِ ٍ
‫ب‬ ْ َ ‫ك فَـبِـاٰيَة م ْن كت اَب اهلل فَ ا ْن مَلْ َت ْعلَ ُم ْو‬ َ ‫َم اء فَـا ْن مَلْ تَـ ْقد ُر ْوا َعلَى ٰذل‬
.)‫اهلل فَ ْادعُ ْوابِالْ َم ْغ ِفَر ِة َوالرَّمْح َِة َف َق ْد َو َع َد ُك ْم بِاْ ِال َجابَِة‬
ِ
Rasulullah Saw. bersabda: “bersedekahlah kamu sekalian untuk dirimu
sendiri dan untuk ahli quburmu walau hanya dengan seteguk air, jika
kamu sekalian tidak mampu bersedekah dengan seteguk air maka
bersedekahlah dengan satu ayat dari kitab Allah, jika kamu tidak
mengetahui/tidak mengerti sesuatu dari kitab Allah, maka berdo’alah
dengan memohon ampunan dan mengharap rahmat Allah, maka
sesungguhnya Allah Swt. telah berjanji akan mengabulkan”. (Durratu
al-Nasihin, hal. 95)

Imam Nawawi berpendapat bahwa;

ِ ‫ت وي‬ ِ
‫ص لُهُ َث َوبُ َها‬ َ َ ِّ‫لى اَن ََّها َت َق ُع َع ِن اْملَي‬ َ َ ‫ى اَ ِالمْج‬
َ ‫اع َع‬ ُّ ‫كى اَلن ََّو ِو‬
َ ‫ َوقَ ْد َح‬:ُ‫ـدقَة‬ َ ‫لص‬ َّ ‫َا‬
‫ـى‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ٍ ِ َ‫س واء َك ان‬
ْ ‫ـما َر َواهُ اَمْح َ ُد َو ُم ْس ل ٌم َو َغْيُرمُهَا َع ْن اَب‬ َ ‫ ل‬. ‫ت م ْن َولَ د أ َْو م ْن َغرْي ه‬ ْ ٌََ
ِ ِ ِ
ُ‫ص َف َه ْل يُ َكفِّـْر َعْن ه‬ َ ‫ ا َّن أَبِ ْـي َم‬: ْ ‫ ا َّن َر ُجالً قَ َال للنَّـىِب‬:‫ُهَر ْيَر َة‬
ِ ‫ات َو َت َر َك َمـاالً َومَلْ يُ ْو‬
.‫ نَ َـع ْـم‬, ‫َّق َعْنهُ ؟ قَ َال النَّـِ ْىب‬
َ ‫صد‬ َ َ‫اَ ْن اَتـ‬
Sedekah (shadaqah) itu dapat diambil manfaatnya oleh mayit dan
pahalanya pun sampai kepadanya, baik sedekah dari anaknya (keluarga)
maupun selain anak (orang lain), dan ini sudah menjadi kesepakatan
Ulama’, karena hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam
Muslim dan lainnya. Dari Abi Hurairah ra.: Seorang laki-laki bertanya
kepada Nabi Saw.: Bapak saya telah meninggal, dia meninggalkan harta
dan tidak meninggalkan wasiat. Apakah dapat menebus dosanya jika aku

106
bersedekah sebagai gantinya?. Nabi menjawab: Ya, bisa. (Kitab
Peringatan Haul hal. 23-26)

107
BAB XI
WAKAF DAN MASJID

Hukum Menjual Barang Wakaf


Sebelum membahas tentang hukum menjual barang wakaf, perlu kita
ketahui pengertian wakaf terlebih dahulu, pengertian wakaf adalah sebagai
berikut:

ً‫س َم ِال َعنْي ٍ قَابِ ٍل لِ َّلن ْق ِل مُيْ ِك ُن ااْلِ نْتِ َفاعُ بِِه َم َع َب َق ِاء َعْينِ ِه َت َقُّرب ا‬
ُ ‫س َو َش ْر ًعا َحْب‬
ُ ‫ف لُغَةً اَحْلَْب‬ُ َ‫اَلْ َوق‬
ِ ‫اِىَل‬
.‫اهلل‬
Wakaf secara bahasa mempunyai arti menahan. Sedangkan menurut
istilah adalah menahan bentuk harta yang dapat dipindah, diambil
manfaatnya serta tetap bentuk barangnya yang dikerjakan karena Allah
Swt.
Barang waqaf haruslah dimanfaatkan sesuai dengan keinginan waqif
(orang yang mewaqafkan), namun terkadang terjadi kebingungan dalam
mengelola barang waqafan yang sudah rusak atau kurang memberikan
manfaat.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum barang wakaf,
apakah barang wakaf boleh dijual karena sebab-sebab tertentu dan
kemudian hasil penjualan itu dibelanjakan dengan barang lain?
Dalam masalah ini ada tiga pendapat:
a. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i: Barang wakaf tidak boleh
dijual.
b. Menurut Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Abu Hanifah: Boleh
menjual barang wakaf dan kemudian membelanjakan hasil dari
penjualannya dengan barang yang semisal atau barang lain yang
lebih bermanfaat.
c. Menurut Imam Muhammad: Barang wakaf tersebut dikembalikan
kepada pemiliknya yang pertama.
Diterangkan dalam kitab Rahmat al-Ummah fi Ikhtilaaf al-Ummah,
hal 186 dan dalam kitab Jawahir al-‘Uqud juz 1 hal.254.

108
ِ ِ‫ك الْواق‬ ِ ِ ِ
ْ ‫اخَتلَ ُف ْوا يِف‬
ْ َّ‫ مُث‬.‫ف‬ َ ‫ف مَلْ َيعُ ْد إىَل م ْل‬ ُ ْ‫ب الْ َوق‬ َ ‫ َو َّات َف ُق ْوا َعلَى أَنَّهُ إِ َذا َخ ِر‬:‫ص ٌل‬
ْ ‫َف‬
‫ َيْب َقى‬:‫الش افِعِ ُّي‬
َّ ‫ك َو‬ ٌ ِ‫ َف َق َال َمال‬.‫ َوإِ ْن ك اَ َن َم ْس ِج ًدا‬،‫ف مَثَنِ ِه يِف ْ ِمثْلِ ِه‬
ِ ‫ وص ر‬،‫ج وا ِز بيعِ ِه‬
ْ َ َ َْ َ َ
ِ ِ ِِ
ْ ‫ك يِف‬َ ‫ َو َك ذل‬.‫ف مَثَنِ ِه يِف ْ ِمثْل ِه‬ ُ ‫ص ْر‬َ ‫ جَيُ ْو ُز َبْيعُ هُ َو‬:‫ َوق اَ َل أَمْح َ ُد‬.ُ‫َعلَى حاَل ه فَالَ يُب اَع‬
ِ ِ ٌّ َ‫ ولَيس ِعْن َد أَيِب حنِي َفةَ ن‬.‫الْمس ِج ِد إِ َذا كاَ َن الَ يرجى عوده‬
ُ‫ف ص اَحبَاه‬ َ َ‫اخَتل‬
ْ ‫ص فْي َها َو‬ َْ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ ُْ َْ
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ (جواهر العقود ج‬.‫ َيعُ ْو ُد إىَل ماَلك ه اْالََّول‬:‫ َوقَ َال حُمَ َّم ُد‬.ُ‫ الَ يُب اَع‬:‫ف‬ َ ‫َف َق َال أَبُ ْو يُ ْو ُس‬
)254 ‫ ص‬1
Diterangkan dalam kitab Ahkamul Fuqaha’, juz 2 hal 74;
‫ُخَرى الَّىِت ِه َي‬ ِ ِ ِِ ِ
ْ ‫ض الْ َم ْو ُق ْوفَ ة َعلَى الْ َم ْس جد أَن يَ ْس تَْبد َل هَلَا بِ أ‬
ِ َ‫ه ل جَي وز لِن‬
ِ ‫اظ ِر اْأل َْر‬ ُْ ُ ْ َ
‫ض الْ َم ْو ُق ْوفَ ِة َوجَيُ ْو ُز ِعْن َد‬ِ ‫ حَيْ ُر ُم إِ ْس تِْب َد ُال اْأل َْر‬:‫أَ ْكَث ُر َمْن َف َع ٍة ِم َن اْأل ُْوىَل أ َْوالَ؟ اجلواب‬
ِِ
)74 ‫ ص‬2 ‫ت أَ ْكَثَر َن ْف ًعا إه ـ (احكام الفقهاء ج‬ ْ َ‫احْلَنَفيَّة إِ ْن َكان‬
Artinya: Bolehkah bagi pengelola tanah waqafan untuk masjid, menukar
tanah tersebut dengan tanah lain yang lebih banyak manfa’atnya? Jawab
“Haram menukar barang atau tanah waqaf. Dan menurut madzhab
hanafiyah boleh menjualnya jika lebih banyak manfa’atnya”.

Uang Kotak Amal


Apakah uang hasil dari kotak amal jariyah di masjid-masjid itu
termasuk barang wakaf?
Uang dari hasil kotak amal bukan termasuk barang wakaf, karena
uang tersebut tidak termasuk dalam kategori barang yang boleh
diwakafkan, yakni tidak Baqa’ul ‘Ain (habis setelah dibelanjakan), juga
tanpa adanya sighat wakaf. Sebagaimana keterangan sebagai berikut ini:

109
‫ف َج ائٌِز َولَ هُ ثَاَل ثَ ةُ ُش ُر ْو ٍط اَ َح ُد َها اَ ْن‬
ُ ْ‫ُّس ِخ اَلْ َوق‬
َ ‫ض الن‬ َ ِ‫ف َج ائٌِز بِثَاَل ثَ ِة َش َرائ‬
ِ ‫ط َوىِف َب ْع‬ ُ ْ‫َوالْ َوق‬
) 42 ‫ ص‬2 ‫ف مِم َّا يُْنَت َف ُع بِِه َم َع َب َق ِاء َعْينِ ِه (فتح القريب هامش الباجورى ج‬ ُ ‫يَ ُك ْو َن الْ َم ْو ُق ْو‬
ِ ِّ ِ ‫اب ِمن َغ‬ ِ َ‫ك اِل َ ْج ِل ااْلِ ْحتِي‬ ِ
‫ص َدقَةً َف َق ْط (اعانة الطالبني ج‬ َ ‫الص ْيغَة َك ا َن‬ ‫اج اَ ِو الث ََّو ِ ْ رْي‬ َ َ‫َوا ْن َمل‬
)144 ‫ ص‬3
‫ص ْرفِ َها فَاَل َيْب َقى‬ ِ ‫والْمراد بِالْم ِال الْمعِّينَ ِة بِ َش ر ِطها االَّتِى َغي ر الدَّر ِاه ِم و َّ ِ اِل‬
َ ِ‫الدنَانرْيِ َن ََّها َتْن َع د ُم ب‬ َ َ ُْ ْ َ ْ َ ُ َ ُ َُ َ
) 157 ‫ ص‬3 ‫هَلَا َعنْيٌ َم ْو ُج ْو َدةٌ ( اعانة الطالبني ج‬

Kewenangan Takmir
Takmir adalah orang yang mengabdikan dirinya untuk merawat
masjid dan melayani kebutuhan orang yang ada kaitannya dengan fasilitas
masjid demi kenyamanan para jama’ah dalam melaksanakan ibadah,
sehingga dibutuhkan tenaga takmir secara rutin untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam masjid, maka dari itu sudah
layak kalau takmir masjid mendapatkan bisyarah dari kinerjanya tersebut.
Bagaimana hukum takmir masjid yang mengeluarkan uang masjid untuk
kepentingan bisyarah ta’mir atau nadhir?
Jawaban permasalahan ini ditafsil sebagai berikut:
a. Tidak boleh, jika tidak mendapat izin dari hakim atau
masyarakat.
ِ ‫َّاظ ِر أَ ْن يست ِق َّل بِأ‬ ِ ‫واَلَّ ِذي يظْهر أَنَّه اَل جَي‬
ُ‫َخذ ما ُش ِر َط لَه‬
ْ َ ْ َ ِ ‫وز للن‬ ُ ُ ُ َُ َ َ
) 278 ‫ ص‬3 ‫( الفتوى الكربى الفقهية ج‬
b. Boleh, jika jumlahnya di bawah upah minimum/shadaqah.

110
‫ك ِم ْن َغرْيِ احْلَ اكِ ِم ( َق ْولُ هُ اَاْلِ ْس تِ ْقاَل ُل‬ ِ
َ ‫الص باَ ِغ بِاَنَّهُ اَاْلِ ْس تِ ْقاَل ُل بِ َذال‬
َّ ‫ىت ابْ ُن‬
َ ْ‫َواَف‬
‫ ص‬3 ‫َخ ِذ ااْل َقَ ِّل ِم ْن َن َف َق ٍة َواُ ْج َر ِة ِمثْلِ ِه ( اعانة الط البني ج‬ ْ ‫ك ) اَ ْى بِأ‬
ِ
َ ‫بِ َذال‬
)186
Uang Masjid Untuk Bisyarah Khatib Shalat Jum’at
Bagaimana hukum membelanjakan uang dari kotak amal jariyah
masjid untuk kebutuhan finansial, (misal, untuk bisyaroh khatib).
Boleh mengalokasikan sebagian hasil kotak amal jariyah masjid
untuk orang yang berkhotbah (khatib) yang bersangkutan, karena hal ini
termasuk membelanjakan untuk kepentingan masjid, seperti membeli
lampu, membayar biaya listrik, pengeras suara, dan lain sebagainya.
ِ َ‫َّظ ِر يِف أَم ِر اأْل َوق‬
‫اف َوأ َْم َو ِال‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ لَي‬: )‫ ي‬: ٌ‫(مس أَلَة‬
ْ ْ ْ ‫س للنَّاظ ِر الْ َع ام َو ُه َو الْ َقاض ُّي أَ ِو اْل َوايِل ُّ الن‬ َ ْ َْ
‫هِت‬
‫َّاس َويُْب ِذلُْونَ هُ لِعِماََر َا‬ ٍِ ِ ِ ‫اج ِد م ع وج و ِد الن‬
ِ ‫الْمس‬
ِّ َ‫َّاظ ِر اخْل‬
ُ ‫ فَحْينَئ ذ فَ َما جَيْ َمعُ هُ الن‬، ‫اص الْ ُمتَأ َِّه ِل‬ ُْ ُ َ َ ََ
ِ ‫اعي يِف الْعِم ار ِة بِِإ ْذ ِن الن‬
‫َّاظ ِر‬ ِ ‫الس‬ ِ
َّ ‫َّاظ ِر أ َْو َوكِْيل ِه َك‬ ِ ِ
ِ ‫بِنَح ِو نَ َذ ٍر أَو هب ٍة وص َدقٍَة م ْقبو ِض بِي د الن‬
ََ َ َ ‫ْ َ َ َ َ ُ ْ نْي‬ ْ
ِ ِ ِ ‫ ويَت وىَّل الن‬، ‫مَيْلِ ُك ه الْمس ج ُد‬
‫ (بغية‬، ‫َّاظُر اَلْعِ َم َارةَ بِاهْلَ ْدِم َوالْبِنَ اء َو ِش َراء اْآللَ ِة َواْ ِال ْس تِْئ َجا ِر‬ ِ
َ َُ َْ ُ
) 65 ‫املسرتشدين ص‬

Menghiasi Masjid
Seringkali kita menemukan hiasan-hiasan di dinding masjid seperti
hiasan yang berbentuk kaligrafi yang sengaja dibuat atau ditempel untuk
menghias dan menambah keindahan masjid, akan tetapi sangat
disayangkan terkadang dalam kondisi shalat mata kita tanpa sengaja
terpesona melihat hiasan tersebut sehingga membuat konsentrasi pikiran
dan kekhusyukan hati menjadi terganggu. Dari fenomena tersebut,
bagaimanakah hukum menghiasi masjid?
a. Makruh, apabila hiasan tersebut dapat mengganggu kekhusyukan
orang yang shalat.

111
b. Boleh, apabila hiasan tersebut tidak mengganggu kekhusyukan
orang yang shalat. Keterangan kitab al-Majmu’ juz 3 hal. 180:
ِ ‫ِ أِل‬ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫َويُكَْرهُ ُز ْخ ِرقَةُ الْ َم ْسجد َونَ ْق ُشهُ َوتَ ِز ْينُهُ لاْل َح اَديْث الْ َم ْش ُه ْو َرة َو َنَّهُ الَتَ ْش تَغ ُل َقْل‬
‫ب‬
) 180 ‫ ص‬3 ‫َّاس اهـ ( اجملموع شرح املهذب جز‬ ُ ‫صلِّى اَلن‬ َ ‫الْ ُم‬
Menghiasi masjid hukumnya makruh, karena bisa mengganggu
ketenangan orang shalat. (al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, juz III, hal.
180)

Hukum boleh dalam masalah ini, diambil dari mafhum mukhalafah


dalil di atas yaitu: Apabila hiasan untuk masjid tidak mengganggu orang
yang shalat maka hukum menghiasi masjid adalah boleh.

Hukum Makan di Dalam Masjid


Di kalangan warga nahdliyin berkembang beberapa budaya yang
sering dilakukan, seperti halnya selamatan, tasyakuran dalam rangka
memperingati maulid nabi Muhammad Saw. (mauludan) dan acara-acara
yang lain. Dalam hal ini masjid sering dipilih sebagai tempat untuk
melaksanakan acara tersebut, sehingga setelah acara selesai, para jama’ah
menyajikan makanan dan minuman lalu mereka menyantapnya di dalam
masjid. Bagaimanakah hukum makan dan minum di dalam masjid?
a. Tidak boleh, apabila berkeyakinan atau mempunyai perkiraan akan
mengotori masjid.
b. Boleh, dengan syarat tidak sampai mengotori masjid.

‫ف َك الت َّْم ِر الَ اِ ْن َك ا َن‬ ِ ‫واَلتَّض يُّف ىِف الْمس ِج ِد الْباَِدي ِة ي ُك و ُن بِاِطْع اَِم الطَّع ِام الن‬
ِ ‫َّاش‬
َ ْ َ َ َْ ُ َ
ِ ِ ِ ِ
‫ب‬ ُ ‫ت اْ ِالنَ اء حِب َْي‬
ُ ‫ث َي ْغل‬ َ ْ‫ُم َق ِّذ ًرا َك الطَّْب ِح َوالبِطِّْي ِح َواالَّ َح ُر َم االَّ بِنَ ْح ِو ُس ْفَر ٍة جُتْ َع ُل حَت‬
ِ ‫اهر اَنَّه ي ُق وم م َق ام الن‬
ِ ‫َّاش‬ ِ ِ َّ ‫علَى الظَّ ِّن ع َدم‬
‫ف (فت اوى العالمة الش يخ‬ َ َ ُ ْ َ ُ ُ َّ‫الت ْق ذيْ ِر فَالظ‬ ُ َ َ
) ‫حسني ابراهيم املقري ىف فصل أحكام املساجد‬
Penjamuan dalam masjid di pedesaan dengan menyuguhkan makanan
kering seperti kurma hukumnya boleh, dan diharamkan jika bisa mengotori

112
masjid seperti makanan basah semisal semangka, kecuali jika menggunakan
alas (bejana) yang sekiranya kuat dugaan tidak akan mengotori masjid.
Dalam hal ini sama dengan makanan yang kering (hukumnya boleh).
(Fatawi al-Allamah al-Syaikh Husain Ibrahim al-Muqarri dalam Fasal
Ahkami al-Masajidi)

113
BAB XII
ZAKAT

Pengertian Zakat
Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta untuk diberikan pada yang
berhak menerima zakat. Dalam literatur fiqih pada bab zakat para ulama’
madzhab sepakat bahwa golongan orang-orang yang berhak menerima
zakat ada delapan, antara lain:
1. Fakir, yaitu orang yang selalu tidak mampu memenuhi kebutuhan
makan dalam sehari.
2. Miskin, yaitu orang yang kurang bisa memenuhi kebutuhan, tetapi
masih bisa mengusahakan.
3. Amil, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengelola zakat.
4. Mu’alaf, yaitu orang yang baru masuk Islam.
5. Budak, yang melakukan penebusan dirinya untuk merdeka.
6. Ghorim, yaitu orang yang terbebani banyak hutang melebihi
jumlah hartanya.
7. Sabilillah, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, meskipun
kaya.
8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal selama dalam
perjalanan dengan tujuan baik.
Hal ini diterangkan dalam kitab Tanwir al-Qulub halaman 226.

Tujuan Zakat
Zakat disamping sebagai rukun Islam yang ke tiga juga merupakan
ibadah malliyah (yang berhubungan dengan harta). Serta dapat dijadikan
sebagai jalan seorang hamba untuk mendekatkan dirinya kepada sang
khalik. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqih Wadlhih;
‫ىل خاَلِِق ِه َع َّز َو َج َّل فَ ِإذَا اََد َاها كاَِملَ ةً َعلَى َو ْج ِه َها‬ِ ِ ِ َّ
َ ‫اَلزك اَةُ عب اَ َدةٌ َماليَ ةٌ َيَت َقُّربُ َها اْ َلعْب ُد ا‬
‫َّاس ك اَ َن َس بَباً ىِف جَنَاتِ ِه‬ ‫ٍ هِب‬ ِ ‫ِ هِب‬ ‫ِ هِب‬ ِ َّ
َ ‫الصحْي ُح َراضيَةً َا نَ ْف ُس َها ُمْبتَغيًّا َا َو ْجهَ َربِّه َت َعاىَل َغْيَر ُمَراء َا الن‬

114
ُ ْ‫ات اْل ُق ْراَنِيَّةُ َواْالَح اَِدي‬
.ُ‫ث النَّبَ ِويَّة‬ ‫اب النَّا ِر ودخولِ ِه اجْل نَّةَ َكم اَ ص رح هِب‬
ِ ‫ِمن َع َذ‬
ُ َ‫ت َا اْالَي‬ ْ َََ َ ُْ ُ َ ْ
)464 ‫ ص‬1 ‫ ج‬,‫( الفقه الواضح من الكتاب والسنة‬
Zakat merupakan ibadah malliyah yang dapat dijadikan oleh seorang hamba untuk
mendekatkan diri kepada sang khalik azza wajalla. Jika seorang hamba
menunaikannya dengan sempurna, sesuai dengan aturan yang benar, ikhlas dan
hanya mencari ridla Allah Swt., tidak ada maksud ingin dipuji orang, maka akan
menjadi sebab terbebasnya dari adzab api neraka, dan masuk ke dalam surga,
sebagaimana telah ditegaskan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi. (Al-Fiqih al-
Wadlhih Min al-Kitab Waa al-Sunnah , juz I, hal.464)

Dan juga dijelaskan dalam hadits Sahih Bukhari;

ِ ِ ِ ِ
َ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم قَ َال ل ُم َع اذ بْ ِن َجبَ ٍل حْي‬
َ‫نم ا‬ ٍ َّ‫َع ْن اِبْ ِن َعب‬
َّ ‫اس َر ِض ى اهللُ َعْن ُه َما أ‬
َ َّ ‫َن النَّيِب‬ َ
‫ص َدقَةً ُت ْؤ َخ ُذ ِم ْن اَ ْغنِي اَئِ ِه ْم َفُت َر َّد َعلَى‬ ِ َّ ‫ فَ اعلَمهم أ‬: ‫بعث ه إِىَل اْليم ِن‬
َ ‫ض َعلَْي ِه ْم‬
َ ‫َن اهللَ ا ْفَت َر‬ ُْْ ْ ََ ُ ََ َ
)1308 ‫ (صحيح البخاري رقم‬.‫ُف َقَرائِ ِه ْم‬
Diriwayatkan dari Ibnu Abas bahwa Nabi bersabda kepada Mua’adz bin Jabal
ketika mengutusnya ke Yaman (Wahai Mu’adz) beritahukanlah kepada mereka
bahwa Allah Swt. mewajibkan kepada mereka untuk mengeluarkan zakat yang
diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang
fakir diantara mereka. (Sahih Bukhari,[1308])

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa zakat adalah sebagai


sarana untuk membangun hubungan rohani dengan Allah Swt. (hablun min
Allah) dan juga terdapat aspek sosial (hablun min an-nas) yang terletak pada
semangat kepedulian sosial yang menjadi misi utama ibadah ini, yakni
zakat diwajibkan kepada orang-orang yang memiliki harta lebih dan
diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan.

115
Pembagian Zakat
Zakat ada dua macam:
1. Zakat mal (zakat harta)
2. Zakat fitrah
Jenis barang yang wajib dikeluarkan zakatnya ada 5 macam:
1. Hewan ternak, seperti kambing, sapi, unta
2. Emas dan perak
3. Hasil pertanian, seperti padi, kedelai, kacang dan lain lain
4. Hasil pertanian, Seperti jenis buah-buahan
5. Harta yang diperdagangkan.

Zakat Fitrah
Syarat wajib zakat fitrah:
1. Islam.
2. Merdeka.
3. Memiliki kelebihan biaya untuk dirinya beserta keluarganya dan
dari biaya pembayaran hutang, diwaktu hari raya.
Diterangkan dalam kitab Nihayah al-Zain halaman 173.
ِ ِ ِ ِ ‫( وجَتِب الْ ِفطْرةُ علَى حٍّر بِغُرو‬
‫ض َل َع ْن‬ َ َ‫ب لَْيلَة فطْ ٍر َع َّم ْن َتْلَز ُم هُ َن َف َقتُهُ َولَ ْو َر ْجعيَّةً إِ ْن ف‬ ُْ ُ َ َ ُ َ
ِ
‫ي‬ِّ ‫ت مَمُ ْو ٍن ) لَهُ ( َي ْو َم ِعْي ٍد َولَْيلَتِ ِه َو َع ْن َديْ ٍن ) َك َما ْاعتَ َم َدهُ ابْ ُن َح َج ٍر َتَب ًعا لِْل َم َاو ْر ِد‬ ِ ‫ُق و‬
ْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ِ
ْ ‫ب الْفطْ َر ِة بااْل ِّت َف اق ( َو َما خُيْ ِر ُج هُ فْي َها ) أ‬
‫َي‬ َ ْ‫َك َق ْول إِ َم ِام احْلََر َمنْي ِ َديْ ُن ا‬
َ ‫آلدم ْي مَيْنَ ُع ُو ُج ْو‬
173 ‫ هناية الزين ص‬. ‫اَلْ ِفطَْر ِة‬

Adapun barang yang digunakan untuk berzakat adalah berupa


makanan pokok di daerah masing-masing, misalnya beras, gandum,
sagu dan lain sebagainya. Ukuran barang yang dikeluarkan untuk
zakat fitrah adalah 1 sha’ (4 mud) atau 2,5 kg atau lebih.

116
ِ‫ئ ِم ْن َغرْي‬ ُ ‫ث فَالَ جُتْ ِز‬ ٌ ُ‫اع) َو ُه َو أ َْر َب َعةُ أ َْم َد ٍاد َوالْ ُم ُّد ِرطْ ٌل َوثُل‬ ِ ِ
َ ‫(وه َي) اَ ْى َزكاَةُ الْفطْ ِر‬
ً ‫(ص‬ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ
ِ ‫غاَل‬
)50 : ‫ك (فتح املعني‬ َ ‫الن ُف ْو ِس ل َذل‬ ُّ ‫ب ُق َّوته أ َْو ُق َّوت ُم َؤ ٍّد أ َْو َبلَده لتَ َش ُّوف‬
‫ َو ُه َو أ َْر َب َع ةُ أ َْم َد ٍاد‬- ‫اعا‬ ِ ِ ‫جُتِب َزكاَةُ اْ ِلفطْ ِر بِغُرو‬
ً ‫ص‬ َ ‫ك‬ َ َ‫س لَْيلَ ةَ اْلعِْي د َعلَى َم ْن َمل‬ ِ ‫الش ْم‬
َّ ‫ب‬ ُْ ُ
) 73 ‫ ص‬1 ‫ث ( التذكرة الباب فصل زكاة الفطر اجلوء‬ ٌ ُ‫َوالْ ُم ُّد ِرطْ ٌل َوثُل‬

Pengertian Sabilillah dalam Zakat


Termasuk al-Ashnaf al-Tsamaniyah (delapan golongan yang berhak
menerima zakat) yang disebutkan dalam al-Qur’an adalah golongan Fii
sabilillah. Apakah yang dimaksud Fii sabilillah dalam ayat itu?
Mengenahi permasalahan ini ada beberapa pandangan;
a. Mereka yang berperang membela agama Allah.
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tafsir al-Jalalain hal. 420

ِ ‫ِ ِ ِ ِ ِ مِم‬ ِ ‫ىِف‬
ْ ‫(و ْ َسبِْي ِل اهلل) أ‬
َ‫َي اَلْ َقائمنْي َ باجْل َهاد َّْن الَ يَفْ ءَ هَلُ ْم َولَ ْو أَ ْغنيَاء‬ َ
) 162 ‫ ص‬60 ‫ سورة التوبة اية‬,‫(تفسري اجلاللني‬
Fisabilillah artinya adalah orang-orang yang melaksanakan
jihad/berperang (peperangan membela agama Allah. Yakni orang-orang
yang tidak mendapatkan harta fai’ (harta yang diperoleh dari rampasan
perang) meskipun tergolong kaya-raya. (Tafsir al-Jalalain hal.162)
b. Menurut ulama’ ahli fiqih yang dikutip oleh Imam Qoffal, yang
dimaksud sabilillah adalah mencakup kepada semua bentuk
kebaikan. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tafsir al-Munir juz I,
hal.44

117
‫ت إِىَل مَجِ ْي ِع ُو ُج ْو ِه‬ ِ َ‫الص َدقا‬
َّ ‫ف‬ َ ‫ص ْر‬ ِ ِ ‫َّال َع ْن َب ْع‬
َ ‫ض الْ ُف َق َه اء أَن َُّه ْم أَج اَُز ْوا‬ ُ ‫َو َن َق َل الْ َقف‬
‫ىِف‬ َّ ‫ص ْو ِن َو ِع َم َار َة الْ َم ْس ِج ِد أِل‬ ِ ِِ ِ ِ
ْ ‫َن َق ْولُ هُ تَع اَىَل‬ ُ ُ‫تى َوبِن اَء احْل‬ َ ‫ م ْن تَكْفنْي الْ َم ْو‬: ‫اخْلَرْي‬
)344 ‫ ص‬1 ‫ ج‬: ‫ (تفسري املنري‬.‫اهلل عاٌَم ىِف اْل ُك ِّل‬ ِ ‫سبِي ِل‬
َْ
Menurut sebagian ulama’ ahli Fiqih yang dikutip oleh al-Qoffal bahwa
sesungguhnya mereka itu memperbolehkan pentasarufan zakat untuk
semua bentuk kebaikan, seperti untuk mengkafani mayit, membangun
benteng dan memperbaiki masjid, karena firman Allah Swt. Fii sabilillah
itu umum bisa mencakup semuanya. (Tafsir al-Munir, juz I, hal.344)

Zakat Fitrah untuk Guru Ngaji dan Kyai


Tradisi di kampung biasanya zakat masyarakat sekitar diberikan
kepada kyai dan guru ngaji. Bagaimana hukumnya?
Sebagaimana dijelaskan bahwa yang berhak menerima zakat hanya
terbatas pada delapan golongan saja, sementara yang lain tidak boleh
menerimanya. Dalam hal ini terdapat perincian:
a. Tidak boleh menerima zakat apabila tergolong orang yang mampu.
b. Boleh menerima zakat bagi guru ngaji yang tidak mampu
dikarenakan waktunya dihabiskan untuk mengajarkan ilmunya,
sebagaimana diterangkan dalam kitab I’anah al-Thalibin, juz II, hal.
189.
‫َّم الَ مَيْنَ ُع الْ ِم ْس ِكنَةَ أَيْض اً َك َما َم َّر اَ َّلتْنبِْي هُ َعلَْي ِه‬ ‫مِم‬ َّ ‫( َو ْاعلَ ْم ) أ‬
َ ‫َن م اَ الَ مَيْنَ ُع اْل َف ْق َر َّا َت َق د‬
َّ ِ‫آن أ َْو بِالْ ِف ْق ِه أ َْو ب‬
ِ‫الت ْف ِس رْي‬ ِ ‫ب حَي ِس نُه حِبِ ْف ِظ الْ ُق ر‬ ِ ِ ‫مِم‬
ْ ُ ْ ٍ ‫َو َّا الَ مَيَْنعُ ُه َما أَيْضاً ا ْشتغاَلُهُ َع ْن َك ْس‬
‫ص ْيلِ ِه‬
ِ ‫غ لِتَح‬ ِ
ْ َ ‫ك َفُي ْعطَى ليََت َف َّر‬
ِ
َ ‫ك َوك اَ َن يُتَ أَتَّى ِمْن هُ َذل‬
ِ ِ
َ ‫ث أ َْو م اَ ك اَ َن آلَ ةٌ ل َذل‬ ِ ‫أَ ِو احْل ِدي‬
ْ َ
)189 ‫ ص‬2 ‫ج‬,‫ض ك َفايَة (اعانة الطالبني‬ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫لعُ ُم ْوم َن ْفعه َو َت ْعديْه َو َك ْونه َف ْر‬
Termasuk sesuatu yang tidak mencegah keduanya (status fakir dan
miskin) adalah seseorang yang meninggalkan pekerjaan yang dapat
memperbaiki ekonominya karena waktunya hanya tersita untuk

118
menghafal al-Qur’an, memperdalam ilmu fiqih, tafsir atau hadits, atau ia
sibuk melaksanakan sesuatu yang menjadi wasilah tercapainya ilmu
tersebut. Maka orang-orang tersebut dapat diberi zakat, agar mereka
dapat melaksanakan usahanya itu secara optimal. Sebab manfaatnya akan
dirasakan serta mengena kepada masyarakat umum, disamping itu
perbuatan itu juga merupakan fardhu kifayah. (I’anah al-Thalibin, juz
II, hal. 189)
c. Boleh menerima zakat meskipun kaya raya, karena guru ngaji atau
kyai adalah termasuk orang yang berjuang di jalan kebaikan, maka
termasuk kriteria Fii sabilillah, sebagaimana pendapat sebagian
ulama’ Fiqih.
‫ت إِىَل مَجِ ْي ِع ُو ُج ْو ِه‬ ِ َ‫الص َدقا‬
َّ ‫ف‬ َ ‫ص ْر‬ ِ ِ ‫َّال َع ْن َب ْع‬
َ ‫ض الْ ُف َق َه اء أَن َُّه ْم أَج اَُز ْوا‬ ُ ‫َو َن َق َل الْ َقف‬
‫ىِف‬ َّ ‫ص ْو ِن َو ِع َم َار َة الْ َم ْس ِج ِد أِل‬ ِ ِِ ِ ِ
ْ ‫َن َق ْولُ هُ تَع اَىَل‬ ُ ُ‫تى َوبِن اَء احْل‬ َ ‫ م ْن تَكْفنْي الْ َم ْو‬: ‫اخْلَرْي‬
)344 ‫ ص‬1 ‫ ج‬: ‫ (تفسري املنري‬.‫اهلل عاٌَم ىِف اْل ُك ِّل‬ ِ ‫سبِي ِل‬
َْ
Menurut sebagian ulama’ ahli Fiqih yang dikutip oleh al-Qoffal bahwa
sesungguhnya mereka itu memperbolehkan pentasarufan zakat untuk
semua bentuk kebaikan, seperti untuk mengkafani mayit, membangun
benteng dan memperbaiki masjid, karena firman Allah Swt. Fii sabilillah
itu umum bisa mencakup semuanya. (Tafsir al-Munir, juz I, hal.344)

Zakat Diberikan Kepada Santri


Golongan yang berhak menerima harta zakat sebanyak delapan
macam golongan diantaranya adalah fii sabilillah, artinya berjuang di jalan
Allah Swt. Dari pemahaman ini bolehkah para santri menerima zakat?
Ada perbedaan pandangan di kalangan ulama’ mengenai hal ini,
sebagaimana berikut:
a. Menurut Jumhur Ulama’: Santri tidak boleh menerima zakat kalau
atas nama Fii sabilillah.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Hasyi’ah al-Shawi

119
َ‫َي الْ َق ائِ ِمنْي َ باِجْلِ َه ِاد مِم َّْن الَ يَفْ ءَ هَلُ ْم َولَ ْو اَ ْغنِيَ اءَ ) َو يَ ْش رَتِ ْى ِمْنه ا‬ ِ ‫( وىِف س بِي ِل‬
ِّ ‫اهلل أ‬ َْ ْ َ
‫ ص‬2 ‫ج‬,‫ ( حاشية الصاوى على تفسري اجلاللني‬. ‫أَلَتَهُ ِم ْن ِسالَ ٍح َو َد ْر ٍع َو َفَر ٍس‬
) 53
Dan (Zakat juga diberikan) kepada orang-orang yang menegakkan agama
Allah Swt. yakni mereka yang melaksanakan perang di jalan Allah Swt.
yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan harta fai’ (rampasan perang)
meskipun tergolong kaya raya. Dan zakat itu digunakan untuk membeli
peralatan perang, seperti: persenjataan, perisai dan kuda. (Hasyiah al-
Shawi’ Ala Tafsir al-Jalalain, hal. 53)

b. Menurut Imam Malik: Santri boleh menerima zakat.


Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hasyiah al-Shawi:
‫الزك اَِة َولَ ْو أَ ْغنِيَ اءَ اِ َذا‬
َّ ‫َخ ُذ ِم َن‬ ِِ ِ
ْ ‫َن طَلَبَ ةَ الْع ْل ِم اَلْ ُمْن َه ِّكنْي َ فْي ه هَلُ ْم اَأْل‬ ٍ ِ‫و م ْذهب ماَل‬
َّ ‫ك أ‬ ُ َ َ َ
‫اه ُد ْو َن اهـ ( حاش ية الص اوى على تفسري‬ ِ ‫ أِل َنَّهم جُم‬,‫ت الْم ِال‬ ِ ِ ‫اْن َقطَ ع حق‬
َ ُْ َ ‫ُّه ْم م ْن َبْي‬ ُ َ َ
) 53 ‫ ص‬2 ‫ج‬,‫اجلاللني‬
"Orang-orang yang memprioritaskan seluruh waktunya untuk mencari
ilmu, diperbolehkan menerima zakat, meskipun mereka tergolong kaya
raya. Dengan syarat mereka sudah tidak mendapatkan jatah dari Baitul
Maal. Karena sesungguhnya mereka itu termasuk golongan para
pejuang". (Hasyiah al-Shawi ‘Ala Tafsir Jalalain, hal. 53)

Hukum Zakat untuk Masjid dan Pesantren


Hukum harta zakat dialokasikan pada pembangunan masjid, pondok
pesantren, sekolahan atau yang semacamnya:
a. Menurut mayoritas ulama’ tidak boleh memberikan kepada selain
delapan golongan.
) 227 ‫ِّها اَ ْخ ُذ َها َوحَيْ ُر ُم اِ ْعطَاءُ َها لَهُ ( تنوير القلوب ص‬ ِ
َ ‫َوحَيْ ُر ُم َعلَى َغرْيِ ُم ْستَحق‬

120
b. Menurut sebagian ulama’ ahli fiqih yang dikutip oleh Imam Qoffal,
mengalokasikan harta zakat untuk pembangunan masjid, pondok
pesantren atau semacamnya, hukumnya boleh karena arti fii
sabilillah bersifat umum, yaitu hal-hal yang mempunyai nilai
kebaikan.
‫ت إِىَل مَجِ ْي ِع ُو ُج ْو ِه‬ ِ َ‫الص َدقا‬
َّ ‫ف‬ َ ‫ص ْر‬ ِ ِ ‫َّال َع ْن َب ْع‬
َ ‫ض الْ ُف َق َه اء أَن َُّه ْم أَج اَُز ْوا‬ ُ ‫َو َن َق َل الْ َقف‬
‫ىِف‬ َّ ‫ص ْو ِن َو ِع َم َار َة الْ َم ْس ِج ِد أِل‬ ِ ِِ ِ ِ
ْ ‫َن َق ْولُ هُ تَع اَىَل‬ ُ ُ‫تى َوبِن اَء احْل‬ َ ‫ م ْن تَكْفنْي الْ َم ْو‬: ‫اخْلَرْي‬
)344 ‫ ص‬1 ‫ ج‬: ‫ (تفسري املنري‬.‫اهلل عاٌَم ىِف اْل ُك ِّل‬ ِ ‫سبِي ِل‬
َْ

Menurut sebagian ulama’ ahli Fiqih yang dikutip oleh al-Qoffal bahwa
sesungguhnya mereka itu memperbolehkan pentasarufan zakat untuk
semua bentuk kebaikan, seperti untuk mengkafani mayit, membangun
benteng dan memperbaiki masjid, karena firman Allah Swt. Fii sabilillah
itu umum bisa mencakup semuanya. (Tafsir al-Munir, juz I, hal.344)

121
BAB XIII
PUASA

Penetapan Awal dan Akhir Bulan Ramadlan


Masih ada perbedaan di kalangan umat Islam tentang penetapan awal
dan akhir bulan Ramadlan. Sebagian menggunakan ru’yah (melihat bulan)
dan sebagian lain memakai hisab (hitungan). Bagaimanakah sebenarnya
cara yang tepat dan sesuai dengan ajaran Nabi?
Ada dua cara yang disepakati oleh jumhur (mayoritas) ulama’ untuk
menentukan awal dan akhir puasa, yakni:
a. Dengan melihat bulan
b. Dengan menyempurnakan hitungan bulan Sya’ban.
Sebagaimana keterangan dalam kitab Ghoyatu al-Maqshad Fii
Zawaidi al-Musnad bab Ru’yah al-Hilal, Sunan al-Daruqutni bab
kitabu al-Shiyam, Ithaaf al-Khairah al-Mahrah bab Kitab Zakat, atau
kitab-kitab hadits yang lain:
،‫ َع ْن أَبِي ِه‬،‫س بْ ِن طَْل ٍق‬ ِ ‫ َع ْن َقْي‬،‫َخَبَرنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َج ابِ ٍر‬ ْ ‫ أ‬،‫يس ى‬
ِ ُ ‫ح َّدثَنَا إِس ح‬
َ ‫اق بْ ُن ع‬ َ ْ َ
َ‫ "إِ َّن اللَّهَ َع َّز َو َج َّل َج َع َل َه ِذ ِه األ َِهلَّة‬:‫ول اللَّ ِه ص لى اهلل عليه وس لم‬ ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫قَ َال‬
.َ‫ فَِإ ْن غُ َّم َعلَْي ُك ْم فَأَمِت ُّوا الْعِ َّدة‬،‫ َوأَفْ ِطُروا لُِر ْؤيَتِ ِه‬،‫وموا لُِر ْؤيَتِ ِه‬
ُ ‫ص‬ ِ ‫يت لِلن‬
ُ ،‫َّاس‬
ِ
َ ‫َم َواق‬
Telah bercerita kepadaku Ishaq bin Isa, Muhammad bin Jabir telah
memberitahuku, dari Qais bin Thalqin, dari ayahnya, dia berkata:
Rasulullah Saw. bersabda sesungguhnya Allah ‘Azza Waa Jalla Menjadikan
bulan-bulan sebagai batasan waktu bagi manusia, maka berpuasalah karena
melihatnya (hilal), dan berbukalah karena melihatnya juga. Apabila bulan
tertutup mendung maka sempurnakanlah hitungan bulan sya’ban (30 hari).
(Ghoyatu al-Maqshad Fii Zawaidi al-Musnad bab Ru’yah al-Hilal)

Dan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin halaman 108 dijelaskan;


ِ ‫الَيثْبت رمضا ُن َكغَ ِ ِه ِمن الشُّهو ِر اِالَّ بِر ْؤي ِة اهْلِالَ ِل أَو اِ ْكماَِل اْلعِد‬
‫َّة ثَالَثِنْي َ بِالََفْر ٍق‬ ْ َ ُ ْ ُ َ ‫رْي‬ َ ََ ُ ُ َ

122
Bulan Ramadlan sama seperti bulan lainnya disepakati tidak boleh
ditetapkan kecuali dengan telah melihat hilal, atau menyempurnakan
bilangan menjadi 30 hari. (Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 108)

Waktu Niat
Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan
puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, misalnya
makan dan minum dan lain-lain.
Para ulama’ sepakat bahwa puasa Ramadlan hukumnya adalah fardhu
‘ain, karena termasuk rukun Islam. Akan tetapi terdapat ikhtilaf tentang
waktu pelaksanaan niat puasa Ramadlan?
a. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal.
Niat puasa Ramadlan dilakukan setiap hari pada waktu malam hari
dan untuk puasa sunnah tidak wajib niat di malam hari.

‫ض ا َن َي ْفتَ ِق ُر ُك َّل لَْيلَ ٍة إِىَل نِيَ ٍة جُمَ ِّر َد ٍة َم َع‬ ِ ِِ ِ


َ ‫َو ِم ْن َذل‬
َ ‫ك َق ْو ُل اْألَئ َّمة الثَّالَثَ ة إِ َّن‬
َ ‫ص ْو َم َر َم‬
.ُ‫ص ْو ُم مَجِ ْي َعه‬ ٍِ ِ ِ ِ ِِِ ٍِ ِ
ْ ‫َق ْول َمالك إِنَّهُ يَكْفْيه نيَةٌ َواح َدةٌ م ْن أ ََول لَْيلَة م َن الش‬
ُ َ‫َّه ِر اَنَّهُ ي‬
) 27 ‫ ص‬2 ‫( امليزان الكربى ج‬
ٍ ِ‫الزو ِال مع َق و ِل ماَل‬ ٍ ِِ ِ َّ ‫و ِمن ذلك َقو ُُل اْألَئِ َّم ِة الثَّالَثَِة إِ َّن صوم‬
‫ك‬ ْ َ َ َ َّ ‫الن ْف ِل يَص ُّح بنيَّة َقْب َل‬ َ َْ ْ ْ َ
‫ب‬ِ ‫َّها ِر كاَلْو ِاج‬ ٍِِ ِ
َ ‫إِنَّهُ الَ يَص ُّح بِنيَّة م َن الن‬
َ
) 21 ‫ ص‬2 ‫( امليزان الكربى ج‬
Lafadz niatnya adalah;

ِ ً‫السنَ ِة َفرضا‬
‫ِهلل تَعاَىَل‬ ِِ ِ
ْ َّ ‫ض َش ْه ِر َر َمضاَن هذه‬ ِ ‫ص ْو َم َغ ٍد َع ْن أَداَِء َفْر‬
َ ‫ت‬
ُ ْ‫ َن َوي‬
ِ ً‫ َنويت صوم َغ ٍد ِمن رجب سنَّة‬
‫ِهلل تَعاَىَل‬ ُ َ ََْ َ َْ ُ ْ َ
b. Menurut Imam Malik

123
Niat puasa Ramadlan cukup satu kali pada awal bulan Ramadlan
yang dilakukan di malam hari.

‫ض ا َن َي ْفتَ ِق ُر ُك َّل لَْيلَ ٍة إِىَل نِيَ ٍة جُمَ ِّر َد ٍة َم َع‬ ِ ِِ ِ


َ ‫َو ِم ْن ذَل‬
َ ‫ك َق ْو ُل اْألَئ َّمة الثَّالَثَ ة إِ َّن‬
َ ‫ص ْو َم َر َم‬
.ُ‫ص ْو ُم مَجِ ْي َعه‬ ٍِ ِ ِ ِ ِِِ ٍِ ِ
ْ ‫َق ْول َمالك إِنَّهُ يَكْفْيه نيَةٌ َواح َدةٌ م ْن أ ََول لَْيلَة م َن الش‬
ُ َ‫َّه ِر اَنَّهُ ي‬
) 27 ‫ ص‬2 ‫( امليزان الكربى ج‬
Begitu juga dengan puasa sunnah, seperti puasa di bulan rajab
menurut Imam Malik cukup niat satu kali yang dilakukan pada
malam hari.

ٍ ِ‫الزو ِال م ع َق و ِل ماَل‬ ٍ ِِ ِ ِ ِِ ِ


‫ك‬ ْ َ َ َ َّ ‫الن ْف ِل يَص ُّح بنيَّة َقْب َل‬ َ ‫َوم ْن ذلك َق ْو ُُل اْألَئ َّمة الثَّالَثَة إِ َّن‬
َّ ‫ص ْو َم‬
) 21 ‫ ص‬2 ‫ب ( امليزان الكربى ج‬ ِ ‫َّها ِر كاَلْو ِاج‬ ٍِِ ِ
َ ‫إِنَّهُ الَ يَص ُّح بِنيَّة م َن الن‬
َ
Lafadz niatnya adalah;

ِ ً‫السنَ ِة َفرضا‬
‫ِهلل تَعاَىَل‬ ِِ ِ
ْ َّ ‫ض َش ْه ِر َر َمضاَن هذه‬ ِ ‫ص ْو َم َش ْه ٍر َع ْن أَداَِء َفْر‬
َ ‫ت‬
ُ ْ‫ َن َوي‬
ِ ً‫ َنويت صوم َشه ٍر ِمن رجب سنَّة‬
‫ِهلل تَعاَىَل‬ ُ َ َ َ ْ ْ َ َْ ُ ْ َ

c. Menurut Imam Abu Hanifah


Sah, Niat puasa Ramadlan yang dilakukan pada waktu malam
maupun siang hari hingga waktu zawal (matahari condong ke barat)
dengan syarat niatnya disesuaikan dengan puasa yang dikerjakan,
misalnya puasa Ramadlan, puasa Nadzar dan puasa-puasa yang
lainnya. (Al-Mizan al-Kubra, juz II, hal.20)

124
‫ بَ ْل جَتُ ْو ُز النِّيَةُ ِم َن اللَّْي ِل فَِإ ْن‬,‫ت‬ ُ ‫ب الت َّْعيِنْي ُ اَ ْى التَّثْبِْي‬ ِ ِ ِ ِ ‫يِن‬
ُ ‫اَلثَّا َم َع َق ْول أَىِب ْ َحنْي َفةَ إنَّهُ الَجَي‬
ِ
. ِ ‫ك َق ْوهُلُ ْم يِف النَّ ْذ ِر الْ ُم َعنَّي‬َ ‫الز َو ِال َو َكذل‬ َّ ‫َجَزأَتْهُ النِّـيَةُ إِىَل‬
ْ ‫مَلْ َيْن ِو لَْيالً أ‬
) 20:2: ‫( امليزان الكربى‬

Puasa Sunnah dengan Niat Qadla’ Ramadlan


Terkadang seseorang dalam melakukan kewajiban berpuasa Ramadlan
ada udzur (hal-hal yang membolehkan untuk tidak melaksanakannya),
akan tetapi dia masih mempunyai kewajiban untuk menggantinya di lain
hari. Jika orang tersebut melakukan qadha’ Ramadlan bersamaan dengan
berpuasa sunnah dengan niat mengqadla’ puasa Ramadlan, bagaimanakah
hukum dari niat tersebut?
Dalam masalah ini para ulama’ berpendapat sesuai dengan kadar
keyakinan seseorang yang meninggalkan puasa tersebut.
a. Tidak sah, puasa sunnah dengan diniati mengqadla’ puasa
Ramadlan, jika orang tersebut masih ragu bahwa dia pernah
meninggalkan puasa Ramadlan, jadi lebih baik cukup diniati satu
puasa sunnah saja.
b. Boleh dan Sah, puasa sunnah dengan diniati mengqadla puasa
Ramadlan. Kalau memang benar-benar pernah meninggalkan puasa
Ramadlan.

‫ك اَ َّن َعلَْي ِه قَض اَءٌ َمثَالً َفَن َواهُ اِ ْن ك اَ َن‬ َّ ‫ض ْو ِء ه ِذ ِه اِنَّهُ لَ ْو َش‬ ِ ِ
ُ ‫َويُ ْؤ َخ ُذ م ْن َم ْس أَلَة اْ ُلو‬
ِ ِ ِِ ِ ِ ‫واِالَّ َفتَطَُّوعٌ ص َّح‬
ُ‫ضاءُ بَِت ْقديْ ِر ُو ُج ْوده بَ ْل َوا ْن باَ َن انَّه‬
َ ‫ص َل لَهُ اْل َق‬
َ ‫ت نيَّتُهُ اَيْضاً َو َح‬ ْ َ َ
‫هِب‬ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ َو َ َذا‬: ‫ض ْوء اىَل اَ ْن قَ َال‬ ُ ‫ص ُل ىِف َم ْس أَلَة الْ ُو‬ ُ ْ‫ص َل لَ هُ التَّطَ ُّوعُ َك َما حَي‬ َ ‫َعلَْي ه َواالَّ َح‬
َّ‫ب اِ ْن ك اَ َن َعلَْي ِه َواِال‬ ِ
َ ‫ى الْ َواج‬
ِ َّ ِ‫يعلَم اَ َّن ااْل َفْض ل لِم ِري ِد التَّطُ ُّوع ب‬
َ ‫الص ْوم اَ ْن َيْن ِو‬ ُ ْ ُ َ َ ُ َْ

125
‫ ص‬2 ‫ (الفتاوى الكربى كتاب الصوم ج‬.‫ص َل لَهُ َما َعلَْي ِه اِ ْن ك اَ َن‬ ِ
ُ ‫فَالتَّطَُّوعُ ليَ ْح‬
)50
Dapat dipahami dari masalah wudlu’ ini bahwasannya jika ragu-ragu ia
punya kewajiban yang harus diqadla’, maka dia harus berniat
mengqadla’nya. Jika tidak kemudian dia shalat sunnah, maka niatnya
tetap sah dan qadla’nyapun terbayar bahkan seandainya jelas bahwa dia
memang mempunyai kewajiban qadla’, jika tidak, maka dia memperoleh
sunnah sebagaimana dalam masalah wudlu’…. Dengan demikian
diketahui, bahwa yang lebih baik bagi orang yang ingin niat sunnah
dalam puasanya, maka dia berniat puasa wajib jika memang ada
kewajiban terhadapnya, jika tidak maka dia niat puasa sunnah agar
memperoleh apa yang menjadi kewajiban terhadapnya. (Al-Fatawi al-
Kubra, Bab Kitab al-shaum juz 2 halaman 50)

Mengqodlo’ Puasa dan Haji untuk Orang yang Telah Meninggal


Mengqodlo’ puasa dan haji untuk orang yang telah meninggal, yaitu
melakukan puasa dan haji untuk orang yang sudah meninggal ketika dia
masih mempunyai tanggungan puasa dan Haji. Seperti keterangan sebagai
berikut:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫ص َام َعْنهُ َوليُّه‬ َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َال َم ْن ما‬
َ ‫ت َو َعلَْيه صيَ ٌام‬ َ ‫َع ْن َعائ َشةَ اَ َّن َر ُس ْو َل اهلل‬

Diceritakan dari Siti Aisyah, Rasulullah Saw. bersabda: Apabila ada orang mati,
sementara dia masih punya tanggungan puasa, maka walinya harus berpuasa
untuknya. (Shahih Muslim, juz II, hal. 463, al-Jam’u Baina al-Sakhikhaini al-
Bukhari, dan dalam kitab-kitab hadits yang lainnya)

‫ى َح َّدثَنَا َعلِ ُّى بْ ُن ُم ْس ِه ٍر أَبُو احْلَ َس ِن َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َعطَ ٍاء‬ ُّ ‫الس ْع ِد‬
َّ ‫َو َح َّدثَىِن َعلِ ُّى بْ ُن ُح ْج ٍر‬
ِ ‫ قَ َال بينَا أَنَا ج الِس ِعْن َد رس‬- ‫ رضى اهلل عنه‬- ‫َعن َعب ِد اللَّ ِه ب ِن بري َد َة َعن أَبِي ِه‬
‫ول اللَّ ِه‬ َُ ٌ َ َْ ْ ْ َُ ْ ْ ْ
ٍ ‫جِب‬
-‫ت‬ ْ َ‫ت َعلَى أ ُِّمى َا ِريَة َوإِن ََّها َم ات‬ ُ ْ‫ص َّدق‬َ َ‫ت إِىِّن ت‬ْ َ‫ إِ ْذ أََتْت هُ ْام َرأَةٌ َف َق ال‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬-
126
‫ول اللَّ ِه إِنَّهُ َك ا َن َعلَْي َها‬
َ ‫ت يَا َر ُس‬ ْ َ‫ قَ ال‬.» ‫اث‬ ِ ‫ َف َق َال « وجب أَجر ِك ور َّدها َعلَي‬- ‫قَ َال‬
ُ ‫ك الْ ِم َري‬ ْ َ َ َ ُْ َ َ َ
ُّ َ‫ت إِن ََّها مَلْ حَتُ َّج ق‬ ِ « ‫صوم َشه ٍر أَفَأَصوم عْنها قَ َال‬
« ‫َح ُّج َعْن َها قَ َال‬ ُ ‫ط أَفَأ‬ ْ َ‫ قَال‬.» ‫صومى َعْن َها‬ ُ ََ ُ ُ ْ ُ َْ
)‫ (صحيح مسلم‬.» ‫ُح ِّجى َعْن َها‬

Telah bercerita kepadaku Ali bin Hujrin al-Sa’dy, telah bercerita kepadaku Ali bin
Mushir Abu al-Hasan dari Abdullah bin Ato’ dari Abdullah bin Buraidah dari
ayahnya ra. beliau berkata: suatu hari aku duduk di samping Nabi Saw. kemudian
ada seorang perempuan datang kepada Nabi dan ia berkata; sebenarnya aku
bersedekah untuk ibuku dengan seorang hamba, sedangkan ibuku telah
meninggal. Maka Nabi berkata: Pahalanya tetap bagimu dan harta warisannya
tetap kembali kepadanu. Perempuan itu berkata lagi, Ya Rasulallah, sesungguhnya
ibuku mempunyai tanggungan puasa Ramadlan, bolehkan aku puasa untuknya?.
Rasul menjawab: Berpuasalah untuk ibumu. Kemudian perempuan itu bertanya
lagi sebenarnya ibuku belum melaksanakan ibadah haji, bolehkan aku melakukan
haji untuknya? Rasul menjawab: Berhajilah untuk ibumu. (Sahih Muslim)

Dengan demikian, haji yang belum ditunaikan dan puasa yang


telah ditinggalkan oleh mayit bisa diqodho’.

Hukum Merokok Ketika Sedang Berpuasa


Puasa adalah menahan makan dan minum yang dimulai sejak fajar
sampai masuknya waktu adzan maghrib, akan tetapi di kalangan
masyarakat kita terdapat beberapa persoalan tentang bagaimana
hukumnya orang yang sedang berpuasa tetapi dia menghisap rokok?
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa salah satunya adalah
masuknya sesuatu/’ain (seperti air, minuman atau makanan) melalui
beberapa lubang yang terdapat di dalam anggota tubuh yang bisa sampai
ke lambung. Begitu juga dengan asap dari hisapan rokok, apabila
seseorang sedang berpuasa dan dia menghisap rokok, maka hukumnya
adalah: Membatalkan puasa, karena asap rokok itu mengandung nikotin
127
dan nikotin tersebut adalah termasuk kategori ‘ain. Diterangkan dalam
kitab Bughyah al-Mustarsyidin;

‫ف‬ ِ ‫الش ِّم و َك َذا ِمن الْ َف ِّم َكر ِاءح ِة الْبخ و ِر أَو َغ ِ ِه اِىَل اجْل و‬ ِ ِ
َْ ‫َ َ ُ ُ ْ ْ رْي‬ َ َ َّ ‫ص ْو ُل ال ِّريْ ِح ب‬ ُ ‫ض ُّر ُو‬ُ َ‫(فَائ َدةٌ) الَ ي‬
‫س َعْين اً َو َخ َر َج بِ ِه م اَ فِْي ِه َعنْيٌ َكَر ِاء َح ِة النُنْت ِ َي ْعىِن اَ َّلتْنب اَ ُك لَ َع َن اهللُ ِم ْن‬ ‫أِل‬ ِ
َ ‫َوا ْن َت َع َّم َدهُ َنَّهُ لَْي‬
)111 ‫ (بغية املسرت شدين باب شروط الصوم ص‬.‫َح ِدثِِه أِل َنَّهُ ِم َن اْلبِ ْد ِع اْل َقبِْي َح ِة َفَي ْفطُُر بِِه‬ َ‫أ‬
Tidak membatalkan puasa sampainya angin dengan indra pencium, begitu juga
menghirup angin atau asap melalui mulut (tidak membatalkan puasa) walaupun
disengaja, karena bukan merupakan ‘ain (benda), dikecualikan hal yang ada
‘ainnya seperti asap rokok (tembakau) yang dapat membatalkan puasa karena
termasuk katagori memasukkan ‘ain (nekotin) dan juga termasuk bid’ah yang
jelek. (Bughyah al-Mustarsyidin, bab Syurut al-Shaum. hal.111)
Memang sebelumnya Imam Zayyadi pernah berpendapat bahwa
merokok tidaklah membatalkan puasa, karena beliau mengira asap yang
dihasilkan dari rokok itu sama saja dengan asap pada umumnya dan tidak
termasuk kategori ‘ain, tetapi setelah beliau mengetahui kenyataannya
secara pasti bahwa asap yang dihasilkan dari rokok tersebut ada
kandungan nikotinnya, maka Imam Zayyadi merevisi pendapatnya yang
pertama yaitu: Merokok tidak membatalkan puasa direvisi dengan
pendapatnya yang kedua yaitu: Merokok dapat membatalkan puasa. Hal
ini diterangkan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin, bab Syurut al-
Shaum. hal.111-112.

‫ف‬ ِ ‫الش ِّم و َك َذا ِمن الْ َف ِّم َكر ِاءح ِة الْبخ و ِر أَو َغ ِ ِه اِىَل اجْل و‬ ِ ِ
َْ ‫َ َ ُ ُ ْ ْ رْي‬ َ َ َّ ‫ص ْو ُل ال ِّريْ ِح ب‬ ُ ‫ض ُّر ُو‬ ُ َ‫(فَائ َدةٌ) الَ ي‬
‫س َعْين اً َو َخ َر َج بِ ِه م اَ فِْي ِه َعنْيٌ َكَر ِاء َح ِة النُنْت ِ َي ْعىِن اَ َّلتْنب اَ ُك لَ َع َن اهللُ ِم ْن‬ ‫أِل‬ ِ
َ ‫َوا ْن َت َع َّم َدهُ َنَّهُ لَْي‬
‫ َب ْع َد أَ ْن أَْفىَت اََّوالًَ بِ َع َدِم اْ ِلفطْ ِر َقْب َل‬.‫ي‬.‫ىت ز‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ‫أ َ ِ ِِ أِل‬
َ ْ‫ َوقَ ْد أَف‬, ‫َحدثه َنَّهُ م َن اْلب ْد ِع اْل َقبْي َحة َفَي ْفطُُر به‬
)112-111 ‫ (بغية املسرت شدين باب شروط الصوم ص‬.‫ق‬.‫أَ ْن َيَراهُ اهـ ش‬

128
Tidak membatalkan puasa sampainya angin dengan indra pencium, begitu juga
menghirup angin atau asap melalui mulut (tidak membatalkan puasa) walaupun
disengaja, karena bukan merupakan ‘ain (benda), dikecualikan hal yang ada
‘ainnya seperti asap rokok (tembakau) yang dapat membatalkan puasa karena
termasuk katagori memasukkan ‘ain (nekotin) dan juga termasuk bid’ah yang
jelek. Dan sesungguhnya Imam zayyadi telah memberikan fatwa seperti ini
(merokok ternyata membatalkan puasa) sesudah beliau memberikan fatwa pertama
yaitu tidak batalnya pusa karena merokok, sebelum beliau mengetahui
kenyataannya secara pasti. (Bughyah al-Mustarsyidin, bab Syurut al-Shaum.
hal.111-112).

129
BAB XIV
HAJI DAN UMRAH

Tasyakuran Haji
Setelah melaksanakan haji dan pulang ke rumahnya, jama’ah haji
biasanya mengadakan tasyakuran yang disebut walimatul Naqi’ah yaitu:
Walimah yang diadakan untuk selamatan orang yang datang dari
bepergian (walimah haji), bahkan seorang yang telah melaksanakan haji
disunnahkan untuk mengadakan tasyakuran, yakni dengan menyembelih
sapi atau unta. Apakah walimah itu ada dasar hukumnya?

Dalam kitab al-Fiqih al-Wadlhih dijelaskan;

‫وع ِه اِىَل َبلَ ِد ِه اَ ْن َيْن َح َر مَجَالً اَْو َب َق َرةً اَْو يَ ْذبَ َح َش اةً لِْل ُف َق َر ِاء‬
ِ ‫اج بع َد رج‬ ِ ُّ ‫يس تح‬
ُ ُ ْ َ ِّ ‫ب ل ْل َح‬ ََ ُْ
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ
ِ ‫والْمس اكِ ِ واجْلِي ر ِان واإْلِ خ و ِان َت َقُّرب اً ا‬
َ ُّ ‫ىل اهلل َع َّز َو َج َّل َكم اَ َف َع َل النَّيِب‬ َ َ ْ َ َ ْ َ ‫َ َ َ نْي‬
)673 ‫ ص‬1 ‫ ج‬, ‫َو َسلَّ َم (الفقه الواضح من الكتاب والسنة‬
Disunnahkan bagi orang yang baru pulang haji untuk menyembelih seekor onta,
sapi atau menyembelih kambing (untuk diberikan) kepada fakir, miskin, tetangga,
saudara. (hal ini dilakukan) sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah ‘Azza
Waa Jalla, Sebagaimana yang telah diamalkan oleh Nabi Saw. (Al-Fiqih al-
Wadlhih Min al-Kitab wa al-Sunnah, Juz I, hal. 673)

Kesunnahan ini berdasarkan hadits Nabi;

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم لَ َّما قَ ِد َم الْ َم ِد ْينَ ةَ حَنَ َر‬


َ َّ ‫َن النَّيِب‬ َ
ِ ‫عن ج ابِ ِر ب ِن عب ِد‬
َّ ‫اهلل َر ِض ي اهللُ َعْن ُه َما أ‬ َْ ْ َ ْ َ
) ‫ باب الطعام عند القدوم‬, ‫ ( صحيح البخاري‬.‫َجُز ْو ًرا اَْو َب َقَر ًة‬

Dari Jabir bin Abdullah ra. Bahwa ketika Rasulullah Saw. Datang ke Madinah
(usai melaksanakan ibadah haji), beliau menyembelih kambing atau sapi. (Shahih
al-Bukhari, bab al-Tho’amu ‘Inda al-Qudum)

130
Namun di sebagian daerah, walimah haji itu tidak hanya dilakukan
setelah mereka pulang dari tanah suci, selamatan itu juga dilakukan
sebelum mereka berangkat ke tanah suci, atau setelah mereka melunasi
ONH-nya. Kalau melihat isinya, maka walimah tersebut tujuannya tidak
jauh berbeda dengan walimah setelah haji.
Dari beberapa keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
mengadakan walimatul haji merupakan suatu ibadah sunnah yang
diajarkan oleh Nabi Saw.

Macam-Macam Thawaf dan Hukumnya


a. Thawaf Ifadhah, thawaf ini merupakan salah satu rukunnya haji, jadi
hukum melaksanakannya adalah wajib. Fathu al-Qadir bab al-
Ihram juz 5 hal 234.
‫وض يِف احْلَ ِّج ) َو ُهو ر ْك ٌن فِ ِيه إ ْذ ُه و الْ َم أْ ُم ْو ُر بِ ِه يِف‬ ُ ‫قَ َال ( َو َه َذا الطََّو‬
ُ ‫اف ُه َو الْ َم ْفُر‬
َ َُ
‫اف َي ْوِم‬ ُ ‫اض ِة َوطَ َو‬ َ َ‫اف اإْلِ ف‬ ِ ‫َقولِ ِه َتع اىَل { ولْيطََّّوفُ وا بِ الْبي‬
ُ ‫ت الْ َعتِي ِق } َويُ َس َّمى طَ َو‬ َْ ََ َ ْ
) ‫َّح ِر ( فتح القدير يف باب االحرام‬ ْ ‫الن‬
b. Thawaf Qudum, thawaf ini dilaksanakan ketika memasuki Baitul
Haram dan hukum untuk melaksanakannya adalah sunnah. (Fathu
al-Mu’in, hal. 62)
ِ ‫اف قُ ُدوٍم) ِألَنَّه حَتِ يَّةُ الْبي‬
ٍ َ‫ت َوإِمَّنَا يُ َس ُّن حِل‬
‫اج أ َْو ق اَ ِر ٍن ُد ُخ ُل َم َّكةَ َقْب َل‬ َْ ُ ْ ُ ‫(وطَ َو‬ َ
:‫ف بِعََرفَ ةَ ( فتح املعني‬ ِ ‫ف والَ ي ُفوت بِاجْل لُو ِس والَ بِتأْ ِخ ِ نعم ي ُفوت بِالْو ُقو‬ ِ
ْ ُ ُ َْ ‫الْ ُو ُق ْو َ َ ْ َ ُ ْ َ َ رْي‬
) 62

c. Thawaf Wada’, thawaf ini juga bisa dikatakan thawaf perpisahan,


yaitu dilakukan ketika jama’ah haji hendak pulang dari Tanah Suci.
Adapun hukumnya khilaf:
- Qoul mu’tamad, termasuk wajib
131
ِ
َّ ‫ت أ‬
‫َن‬ ً ْ‫ف َعلَى إِ ْح َر ٍام أَي‬
َ ‫ض ا َوقَ ْد َعل ْم‬ َّ ِ‫اع ) ب‬
ٌ ‫الرفْ ِع َم ْعطُ ْو‬ ِ ‫اف الْ َو َد‬
ُ ‫( َق ْولُ هُ َوطَ َو‬
‫ب ُم ْس تَ ِقلٌّ (حاش ية‬ ِ
ٌ ‫ض عِْي‬
ٌ ‫ف َوالْ ُم ْعتَ َم ُد أَنَّهُ َواج‬ َ ‫ي‬
ِ ِ ِ
ٌ ْ‫َع دَّهُ م ْن َواجبَ ات احْلَ ِّج َرأ‬
) 305 ‫ ص‬2 ‫اعانة الطالبني ج‬
- Menurut Imam Syafi’i sunnah untuk melaksanakannya karena
thawaf wada’ juga dilakukan pada tempat thawaf qudum. (al-
Inayah Syarhu al-Hidayah bab al-Ihram, juz 4, hal.2)
‫اس ٌم لِلت َّْو ِدي ِع َك َس اَل ٍم‬ْ ‫اع ) الْ َو َداعُ بَِفْت ِح الْ َوا ِو‬
ِ ‫اف الْ َو َد‬
َ ‫َو َق ْولُ هُ ( َويُ َس َّمى طَ َو‬
ِ ‫لش افِعِي ) فَِإنَّه ِعْن َده س نَّةٌ أِل َنَّه مِب َْن ِزلَ ِة طَو‬
‫اف‬ ِ ِ ِ ‫و َكاَل ٍم وه و و ِاج‬
َ ُ ُ ُ ُ ِّ َّ ‫ب عْن َدنَا خاَل فًا ل‬ ٌ َ َُ َ َ
) ‫ ( االناية شرح اهلداية باب االحرام‬، ‫وم‬ ِ ‫الْ ُقد‬
ُ

Hukum Thawaf dalam Kondisi Hadats


Bagaimanakah hukum thawaf yang dilakukan dalam kondisi hadats?
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat;
a. Sebagian Ulama’, thawafnya tidak sah
b. Menurut Imam al-Muzani, thawafnya sah
Sebagaimana hal dijelaskan dalam kitab Hamisi Fathu al-Mu’in.
ٍ ‫ث وخب‬ ٍ ِ ِ
‫ث اهـ فتح املعني ه َذا ُه َو‬ ُ ُ َ ‫(و ُش ُر ْو ُط الطََّواف) س تَّةٌ اَ َح ُدهاَ (طُ ْه ٌر) َع ْن َح َد‬ َ
ِ ِ ِ
َ َ‫ف ذَ َكَرهُ اَلْ ُمَزىِن ْ ىِف خُمْت‬
َ ‫ص ِر ِه أَ َّن الطََّو‬
‫اف يَص ُّح َم َع‬ ٌ ‫ضعْي‬َ ‫الصحْي ُح الْ ُم ْعتَ َم ُد َولَناَ َق ْو ٌل‬
َّ
)61 ‫ ص‬,‫ث اهـ (هامس فتح املعني‬ ِ ‫احْل َد‬
َ

Syarat-syarat thawaf itu ada enam, salah satunya harus suci dari hadats
dan najis. Demikian ini menurut pendapat shahih yang bisa dibuat
pegangan. Dan kita pun sebenarnya menjumpai qoul dlaif yang telah
disebutkan oleh al-Muzani dalam kitab mukhtasharnya yaitu: thawaf itu
dihukumi sah meskipun dalam keadaan berhadats. (Hamisi Fath al-
Muin, hal.61)

132
Hukum Bermalam di Mina
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum bermalam di Mina:
a. Menurut mayoritas ulama’, bahwa bermalam di Mina hukumnya
wajib (karena termasuk wajib haji). Jadi ketika jama’ah haji tidak
bisa bermalam di Mina, maka ada denda baginya. Hasyiyah al-
Bajuri juz 1 hal. 322.
‫ي يِف ْ ِزي اَ َد ِة‬
ُّ ‫ص َّح َح الن ََّوا ِو‬ ِ ِِ ِ‫الس ِادس الْمبِي مِب‬
َ ‫ص َّح َحهُ ال َّرافع ُّي لَك ْن‬
َ ‫ت ىَن َه َذا َما‬ ُ ْ َ ُ َّ ‫َو‬
) 322 ‫ ص‬1 ‫ب ( حاشية الباجوري ج‬ ِ ‫الرو‬
َ ‫ضة الْ ُو ُج ْو‬
َ ْ َّ
b. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, ada dua pendapat: Yang pertama
wajib bermalam di Mina dan yang kedua hukumnya sunnah,
dengan catatan jika ditinggalkan tetap diharuskan membayar dam.

‫ب َوالثَّايِن ْ أَنَّهُ ُس نَّةٌ فَ ِإ ْن َتَر َك هُ َجَّبَرهُ بِ َدٍم‬ ِ ِ ِ َّ ِ‫فِي ِه َق والَ ِن ل‬


ٌ ‫لش افع ِّي أَظْ َهُرمُهَا أَنَّهُ َواج‬ ْ ْ
) 470 ‫ ص‬2 ‫(شرح املنهاج اجلزء‬

Waktu Melempar Jumrah Ula, Wustho dan Aqobah pada hari Tasyrik
Kapankah waktu yang tepat untuk melempar jumrah Ula, Wustho
dan Aqobah pada hari Tasyrik:
Ulama’ berbeda pendapat tentang kapankah waktu yang tepat
untuk melempar jumrah, pendapat mereka adalah sebagai berikut:
a. Harus setelah dhuhur, kalau sesuai dengan hari yang ditentukan,
apabila tidak sesuai (molor/mundur) dari hari yang sudah
ditentukan maka boleh dilakukan sebelum dhuhur.

‫الر ْم ُي إِىَل‬
َّ ‫َي َويَ ُك ْو ُن‬ ِ ِ ِ ‫( َقولُهُ ب ْع َد َزو ِال إِخَلْ ) مَت َعلِّ ٌق بِر ْم ٍي بِالن‬
ْ ‫ِّس بَة إىَل اجْلَ َم َرات أ‬ ْ َ ُ َ َ ْ
‫ِّس بَ ِة لِ َر ْم ِي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫اجْلَ َم َرات الثَّالَث َب ْع َد ال َّز َوال فَالَ يَص ُّح ال َّر ْم ُي َقْب َل ال َّز َوال َو َه َذا بالن‬
133
ِ ِ‫اض ِر أ ََّما بِالنِّس بَ ِة لِ ر ْم ِي الَْي ْوِم الْغَ ائ‬
ْ ‫ب َفيَتَ َد َار ُك يِف ْ بَِقيَّ ِة أَي اَِم الت‬
‫َّش ِريْ ِق َولَ ْو‬ ِ ‫الْي وِم احْل‬
َ َْ
َ ْ
) 306 ‫ ص‬2 ‫الز َو ِال ( حاشية اعانة الطالبني ج‬ َّ ‫كاَ َن َقْب َل‬
Melempar jumrah Ula, Wustho, Aqobah, wajib dilakukan setelah dhuhur.
Maka tidak sah melempar sebelum dhuhur, ini kalau dilakukan untuk
lemparan pada harinya, akan tetapi kalau untuk lemparan yang dilakukan
tidak sesuai dengan harinya maka boleh dilakukan sebelum dhuhur.
(Hasyiyah I’anah al-Thalibin bab haji juz 2 halaman 306)

b. Lebih utama dilaksanakan setelah masuk waktu dhuhur.


‫ض ْيلَ ٍة َو ُه َو َب ْع َد ال َّز َو ِال‬ ٍ
ِ َ‫ات وقْت ف‬ ْ ‫َن ال َّر ْم َي أَيَّ ِام الت‬
ُ َ َ‫َّش ِريْ ِق ثَالَثَ ةُ أ َْوق‬ َّ ‫( َو ْاعلَ ْم ) أ‬
) 306 ‫ ص‬2 ‫(حاشية اعانة الطالبني ج‬

Ketahuilah sesungguhnya waktu melempar jumrah mempunyai tiga


waktu, dan waktu yang lebih utama adalah setelah dhuhur. (Hasyiyah
I’anah al-Thalibin bab haji juz 2 halaman 306)

c. Menurut Imam Haromain dan Imam Rofi’i dan pengikutnya Imam


Asnawi, berpendapat bahwa melempar jumrah sebelum masuk
waktu dhuhur hukumnya mubah (boleh), tetapi dengan syarat
setelah keluarnya fajar. Diterangkan dalam kitab I’anah al-Thalibin:
ُّ‫ال َب ْل َج زََم الرَِّفعُِّى َوَتِب َع هُ ْاَالسَْنِوى‬
ِ ‫َوْالُمعَْتَمُد َجَوَازُه ِفْي َه ا َأْيضًا َو َج َوَازُه َقْب َل الزََّو‬
‫جرِ (إعانة‬
َ ‫الزَوالِ َوَعَلْي ِه َفَي ْدُخُل ِب الَْف‬
َّ ‫ج َوٍاز َرمَى ُك َّل َي ْومٍ َقْب َل‬
َ ‫ف ِب‬
ُ ‫َوَقاَل ِاَّنهُ ْالَمعْ ُرْو‬
)307,2‫الطالبني جز‬
Menurut pendapat yang bisa dijadikan pedoman, bahwa boleh melempar
jumrah sebelum dhuhur sebagaimana telah ditetapkan oleh imam Rofi’i
dan diikuti oleh imam Asnawi bahwa boleh melempar jumrah setiap hari
sebelum dhuhur dengan syarat setelah masuk waktu fajar. ( I’anah al-
Thalibin bab Haji juz 2 hal 307 )

134
BAB XV
PERMASALAHAN YANG TERKAIT DENGAN PERNIKAHAN

Sebab-Sebab Perempuan yang Haram Dinikah


Dalam al-Qur’an dijelaskan:
‫ات‬ُ َ‫َخ َو َبن‬ ِ ‫ات األ‬ ُ َ‫َخ َواتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َو َخ االَتُ ُك ْم َو َبن‬
َ ‫ت َعلَْي ُك ْم أ َُّم َه اتُ ُك ْم َو َبنَ اتُ ُك ْم َوأ‬
ْ ‫ُح ِّر َم‬
‫ات نِ َس آئِ ُك ْم َو َربَ ائِبُ ُك ُم‬ ِ ‫الرض‬
ُ ‫اعة َوأ َُّم َه‬
َ َ َّ ‫َخ َواتُ ُكم ِّم َن‬ َ ‫ت َوأ َُّم َه اتُ ُك ُم الالَّيِت أ َْر‬
َ ‫ض ْعنَ ُك ْم َوأ‬
ِ ‫األُخ‬
ْ
ِ‫هِب‬ ِ ِ‫هِب‬ ِ ‫الالَّيِت يِف حج و ِر ُكم ِّمن ن‬
َ َ‫ِّس آئ ُك ُم الالَّيِت َد َخ ْلتُ ْم َّن فَ إن مَّلْ تَ ُكونُ واْ َد َخ ْلتُ ْم َّن فَالَ ُجن‬
‫اح‬ َ ْ ُُ
ِ ِ ِ ِ
‫ف إِ َّن‬َ َ‫ُخَتنْي ِ إَالَّ َما قَ ْد َس ل‬ ْ ‫َص الَبِ ُك ْم َوأَ ْن جَتْ َمعُ واْ َبنْي َ األ‬
ْ ‫َعلَْي ُك ْم َو َحالَئ ُل أ َْبنَ ائ ُك ُم الَّذيْ َن م ْن أ‬
)23( ‫اللَّهَ َكا َن َغ ُف ْو ًرا َّر ِحْي ًما‬
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang
perempuan[281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara
perempuan sesusu, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
menikahinya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu),
dan menghimpun (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Q.S. An-Nisa’ ayat 23)
[281] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. Dan yang
dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan
seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama’
termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

135
Wanita-wanita yang haram dinikah dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Sebab nasab ada tujuh macam:
1. Ibu sampai ke atas
2. Anak Perempuan ke bawah
3. Saudara perempuan
4. Saudara perempuan dari bapak
5. Saudara perempuan dari Ibu
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)
7. Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan)
b. Sebab sesusu (tunggal suson) ada tujuh macam:
1. Ibu yang menyusui
2. Anak perempuan dari ibu yang menyusui
3. Saudara sesusuan
4. Saudara perempuan dari bapak (bapak disini adalah suami ibu
yang menyusui)
5. Saudara perempuan dari ibu yang menyusui
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki tunggal susu
7. Anak perempuan dari saudara perempuan tunggal susu
(keponakan). Dalam hadits dijelaskan:
‫اع ِة َما‬
َ ‫ض‬ َّ ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم قَ َال حَيْ ُر ُم ِم َن‬
َ ‫الر‬ ِ ِ
َ َّ ‫َع ْن َعائ َشةَ َرض َي اهللُ َعْن َها اَ َّن النَّيِب‬
.‫حَيْ ُر ُم ِم َن الْ ِوالَ َد ِة‬
c. Perempuan yang haram dinikahi sebab hubungan mertua, itu ada
empat:
1. Istrinya bapak (ibu mertua)
2. Istrinya anak laki-laki kandung (menantu perempuan)
3. Mertua ( ibu dari istri )
4. Anak Tiri Perempuan dari istri
d. Selain dari bagian-bagian di atas ada juga perempuan yang haram
dinikahi:
1. Mengawini saudara perempuan kandung istri (menghimpun)

136
2. Menikahi perempuan yang bersuami atau perempuan yang belum
habis masa iddahnya.

Iddah
Iddah adalah masa penantian mantan istri (yang ditinggal mati atau
sebab dicerai oleh suami), yang bertujuan untuk membersihkan rahim
perempuan dalam waktu yang ditentukan.
Macam-macam iddah ada 2, yaitu:
1. Istri yang ditinggal mati suami, hal ini masa ‘iddahnya ada 2:
- Jika masih mengandung, masa ‘iddahnya adalah sampai
melahirkan
- Jika tidak mengandung, massa ‘iddahnya adalah 4 bulan 10 hari
2. Istri yang diceraikan oleh suami, hal ini masa ‘iddahnya ada 3:
- Jika masih mengandung, masa iddahnya adalah sampai
melahirkan
- Jika dalam keadaan haid/nifas, maka iddahnya sampai masuk
pada masa haid yang ke 4
- Jika dalam keadaan suci, maka ‘iddahnya sampai masuknya
masa haid yang ke 3
Hukum Menjatuhkan thalaq pada istri ketika dalam keadaan haid
adalah haram, meskipun thalaqnya sah. Hal ini diterangkan dalam kitab
Al-Bajuri ‘Ala Ibni Qasim, Juz II, hal. 171)
ِ ‫ض ح رام َكما م َّر فَ الطَّالَ ُق الْم أْمور بِ ِه ي ُك و ُن ىِف الطُّه ِر لِتش ُّر ِع يِف الْعِ د‬
‫َّة‬ ََ ْ ْ َ ُ ُْ َ َ َ ٌ َ َ ِ ‫َوالطَّالَ ُق ىِف احْلَْي‬
: ‫ ص‬2 ‫ض فَاِن ََّها الَ تُ ْش َرعُ (الباجورى على إبن قاسم اجلزء‬ ِ َ‫ِحينَئِ ٍذ خِبِ ال‬
ِ ‫ف الطَّالَ ِق ىِف احْلَْي‬ ْ
)171

Urutan Wali Nikah


Akad nikah tidak sah kecuali ada wali yang menikahkannya. Urutan
orang-orang yang berhak menikahkan perempuan adalah:
1. Ayah dari pihak perempuan

137
2. Kakek dari pihak perempuan
3. Saudara laki-laki kandung
4. Saudara laki-laki se ayah (tunggal bapak)
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se ayah (tunggal bapak)
7. Paman tunggal kandung (dari bapak)
8. Paman tunggal bapak (dari bapak)
9. Anak dari paman tunggal kandung (dari bapak)
10. Anak dari paman tunggal bapak (dari bapak)
11. Orang yang memerdekakan budak
12. Hakim (apabila wali dari nasab tidak ada).

Hal ini diterangkan dalam kitab Fathu al-Qarib hal 44. Dan
keterangan yang lebih lengkap bisa dilihat dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri
‘Ala Ibni Qasim juz 2 halaman 105.

ِ ‫َخ لِأْل‬
َّ‫َب َواأْل ُِّم مُث‬ ِ ‫و اَوىَل الْ ِواَل ي ِة اَي اَح ُّق اأْل َولِي ِاء بِ الت َّْز ِويْ ِج اَأْل َب مُثَّ اجْل ُّد اَبو اأْل‬
ُ ‫َب مُثَّ اأْل‬ ُ َ ُ َْ َ ْ َ ْ َ
‫ب‬ ِ ‫َخ لِأْل‬
ِ ‫َب مُثَّ الْ َع ُّم مُثَّ إِْبنُ هُ َعلَى َه َذا التَّرتِْي‬ ِ ‫َخ لِأْل‬
ِ ‫َب َواأْل ُِّم مُثَّ إِبْ ُن اأْل‬ ِ ‫َخ لِأْل‬
ِ ‫َب مُثَّ إِبْ ُن اأْل‬ ُ ‫اأْل‬
ْ
) 105 ‫ ص‬2 ‫ او حاشية الباجوري على ابن قاسم ج‬44 ‫(فتح القريب ص‬

Akad Nikah bagi Tuna Wicara


Tata cara akad nikah bagi orang normal adalah sebagaimana
biasanya yang telah kita ketahui bersama, namun bagaimanakah tata cara
akad nikah bagi tuna wicara (orang bisu)?
a. Tidak boleh dilakukan sendiri, tetapi harus diwakilkan kepada
seseorang yang mampu untuk mewakilinya
‫ص رِب ُ ِعْن َد الْ َع ْج ِز إِىَّل أَ ْن َيَت َعلَّ َم أ َْو‬ ِ ِ ِ ِّ ِ‫وقِي ل الَ يْنع ِق ُد اَلنِّك اَح إِالَّ ب‬
ْ َ‫الص ْيغَة الْ َعَربِيَّة َف َعلَْي ه ي‬ ُ ََ ََْ
) ‫يُ َو ِّك َل ( فتح املعني ىف باب النكاح‬

138
Dikatakan, bahwa akad itu nikah tidak sah kecuali dengan bahasa arab, maka
hendaklah bersabar bagi orang yang tidak mampu sampai dia belajar bahasa
arab atau mewakilkan kepada orang yang mampu. (Fathu al-Mu’in bab
Nikah)
b. Cukup dengan mengunakan isyarah saja sudah cukup dan sah
nikahnya. Dalil yang menjelaskan hal ini adalah sebagai berikut:

‫اح‬ ِ ِ ِ ‫( َقولُه ويْنع ِق ُد) اَي النِّ َكاح و َقولُه بِِإ َشار ٍة اَخرس م ْف ِهمةٌ ِعبارةُ الت‬
ُ ‫ُّح َفة َو َيْن َعق ُد ن َك‬
ْ َ َ َ ُ َ َْ َ ُ ْ َ ُ ْ َ ََ ُ ْ
ٍ َ‫ص بَِفه ِمها الْ َفطَن و َك َذا بِ ِكتابتِ ِه بِالَ ِخال‬ ِِ
‫ف َعلَى َما يِف‬ ََ َُ َ ْ ُّ َ‫س بِِإ َش َارته الَّىِت الَ خَي ْت‬
َ ‫َخ َر‬
ْ ‫اْأل‬
)277 :‫ ص‬3 :‫الْ َم ْج ُم ْو ِع (اعانة الطالبني الجزء‬
Akad nikah dihukumi sah dengan menggunakan isyarah yang memahamkan
bagi orang bisu, itu terdapat di dalam kitab Tuhfah. Nikahnya orang bisu
itu dihukumi sah dengan menggunakan isyarah yang memahamkan, tidak
ditentukan hanya orang yang pandai memahami isyaroh tersebut. ”Juga sah
nikahnya orang yang bisu itu dengan tulisannya, pendapat ini tidak ada
khilaf, (keterangan kitab majmu’). I’anah al-Thalibin juz 3 hal 277

Menikah Lagi Bagi Perempuan yang Cukup Lama Ditinggal Pergi Suami
a. Tidak boleh karena masih dalam ikatan pernikahan.
b. Boleh, dengan syarat istri harus yakin kalau suaminya sudah
meninggal dunia atau yakin kalau suami sudah menjatuhkan talaq.
c. Menurut Qoul Qodim: Istri boleh menikah lagi dengan syarat tidak
ada kabar dari suami selama 4 tahun.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab: Mughni al-Muhtaj,
juz III, hal. 105.
‫ َويِف‬، ُ‫اح َحىَّت يَُتَيقَّن َم ْوتُ هُ أ َْو طَاَل قُ ه‬ ِ ِ ِ ِ ‫ومن َغ اب وا ْن َقطَ ع خب ره لَي‬
َ ٌ ‫س لَز ْو َجت ه ن َك‬
َ ْ ُ ُ ََ َ َ َ ْ َ َ
) 105 ‫ ص‬3 ‫ ( مغىن احملتاج ج‬،‫ني مُثَّ َت ْعتَ ُّد لَِوفَ ٍاة َو َتْن ِك ُح‬ ِِ ِ
ُ َّ‫الْ َقد ِمي َتَرب‬
َ ‫ص أ َْربَ َع سن‬

139
Keterangan yang sama bisa dilihat dalam kitab Al-Minhaj Lii an-
Nawawi bab Kitabu al-‘idadi juz 1 hal 372. dan Minhaj al-Thalibin
juz 1 hal 116.

Hukum Kado Pernikahan (Amplop Buwuhan)


Di sebagian masyarakat terdapat suatu tradisi yang menarik saat
menyelenggarakan walimah/resepsi pernikahan pengantin, khitanan atau
ulang tahun, yang mana para tetangga atau sahabat dan handai taulan
mendatangi undangan acara tersebut dengan membawa dan memberikan
kado atau uang buwuhan kepada kemanten atau penyelenggara.
Bagaimanakah hukum tradisi buwuhan yang terjadi di masyarakat dilihat
dari aspek hukum fikih?
Dalam hal ini ulama’ berbeda pendapat:
a. Hadiah, kado atau “buwuhan” statusnya sebagai Hibah.

ِ ‫اح أَنَّه ِهب ةٌ والَ أَثَرَ لِْلع ر‬ ِ ِ ُّ ‫َّج ه يِف‬ ِ ِ ِ ‫ِعبارةُ الت‬
‫ف‬ ُْ َ َ ُ ِ ‫الن ُق ْوط الْ ُم ْعتَ اد يِف اْالَ ْف َر‬ ُ ‫ُّح َف ة َوالَّذى َيت‬ ْ ََ
ِ ِ ِ ْ ‫فِي ِه ِال‬
‫ك ُه َو‬ َ ‫ص دُ ُق يِف نِيَ ِة ذٰل‬ َ ‫ض طَرابِه َم امَلْ َي ُق ْل ُخ ْذهُ َمثََالًًَ َو َيْن ِوى الْ َق ْر‬
ْ َ‫ض َوي‬ ْ
‫ض ُه ْم لِ َما‬
َ ‫ت َب ْع‬
ُ ْ‫ْما مُثَّ َرأَي‬
ً ‫َى ُحك‬
ْ ‫ضأ‬ ٌ ‫أ َْو َوا ِرثُهُ َو َعلَى ٰه َذا ُي ْحمَ ُل إِطْالَ ُق مَجْ ٍع أَنَّهُ َق ْر‬
)51 ‫ ص‬،3 ‫ اجلزء‬،‫ َو َق ْو ُل الْبُ ْل ِقْيىِن أَنَّهُ ِهبَةٌ (إعانة الطالبني‬.‫نَقََل َق ْو َل َه ُؤالَ ِء‬

Adapun ungkapan yang terdapat dalam kitab tuhfah yaitu: pendapat yang
dianggap kuat tentang hadiah perkawinan (kado/buwuhan) adalah sebagai
hibah (pemberian), dan keumuman (urf) masyarakat yang menganggap
bahwa buwuhan itu hutang tidak ada pengaruh karena kebiasaan
masyarakat tidak tetap, selama dia tidak mengatakan “ambillah” dan dia
berniat menghutangi. I’anah al-Thalibin juz 3 hal 51

b. Hadiah, kado atau “buwuhan” statusnya sebagai Hutang, apabila


memenuhi 3 (tiga) syarat sebagai berikut:
1. Memberikannya dengan ucapan contoh ”ambillah uang ini”

140
2. Berniat menghutangi
3. Adanya kebiasaan atau tradisi di masyarakat untuk
mengembalikan uang buwuhan.
(I’anah At-Thalibin, Juz 3 hal 52.)
ِ
َ ‫ج ٍر َو َح َواش ْي ِه َما أَنَّهُ الَُر ُج ْو‬
‫ع يِف‬ َ ‫َوالَّ ِذ ْي حَتَ َّر َر ِم ْن َكالَِم ال َّر ْملِى َوابْ ِن َح‬
‫ب‬ِ ‫اح‬ ِ ‫اح أى الَير ِج ع بِ ِه مالِ ُك ه إِ َذا وض عه يِف ي ِد ص‬ ِ ‫الن ُق ْو ِط الْ ُم ْعتَ ِاد يِف اْألَ ْف َر‬ ُّ
َ َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َْ
َ‫الْ َف َر ِح أ َْويَ ِد َمأْذُ ْونِ ِه إِالَّ بِ ُش ُر ْو ٍط ثَالَثَ ٍة أَ ْن َي أَتْ ِى بِلَ ْف ِظ َك ُخ ْذ َوحَنْ ِو ِه َوأَ ْن َيْن ِوى‬
‫ض َعهُ يِف يَ ِد‬ ِ ِ ‫الرجو‬
َ ‫ع فْي ه َوإِ َذا َو‬
ِ
َ ْ ُ ُّ ‫صد ُق ُه َو أ َْو َوا ِرثُهُ فْي َها َوأَ ْن َي ْعتَ َاد‬
ِ ‫الرجوع وي‬
ْ َ َ َ ْ ُ ُّ
ِ ِ ِ َّ‫الْم زيَّ ِن وحُن وه أَو يِف الط‬
‫ب‬ ُ ‫اح‬ َ ‫ص‬ َ ‫اس ة الْ َم ْعُر ْوفَ ة الََي ْرج ُع إِالَّ بِ َش ْرطَنْي ِ إِ َذ ْن‬ َ ْ ُ ُ َ َُ
‫ ص‬3 ‫الر ُج ْو ِع َك َما َحقَّقَّه َشْي ُخنَا ح ف إهـ (اعانة الطالبني ج‬ ُّ ‫الْ َفَر ِح َو َش ْر ِط‬
)52

Kesimpulan:
 Status hadiah, kado atau “buwuhan” sebagai hibah apabila si
pemberi hadiah, kado atau “buwuhan” tidak berniat untuk
menghutangi kepada penyelenggara walimah.
 Status hadiah, kado atau “buwuhan” sebagai hutang, apabila si
pemberi menyerahkan kepada yang di hiasi (seperti penganten) atau
ditempat yang disediakan dan adanya adat atau kebiasaan uang
hadiah, kado atau “buwuhan” dikembalikan lagi.

Hukum Jihaz (Cincin Tunangan dan Sejenisnya)


Dalam menjalin hubungan pra nikah saat meminang seseorang
wanita di sebagian masyarakat terjadi tradisi yaitu laki-laki menyerahkan
harta misalnya cincin atau sejenisnya. Yang disebut Jihaz (pengikat).
Bagaimanakah status cincin atau sejenisnya itu
a. Status harta Jihaz sebagai hadiah
b. Status harta Jihaz sebagai mas kawin

141
Al-Fatawi al-Kubro, Juz 4 hal 44 ;
‫اه ْم َش ْيئًا ِمنَ الْم اَِل يُ َس َّمى اجْلِ َه ُاز َه ْل‬ ُ َ‫َعط‬ ْ ‫َج ابُ ْوهُ فَأ‬ ِ َ‫(وسُِئَل) َع َّمن َخط‬
َ ‫ب إ ْم َرأَةً فَأ‬َ ْ َ
‫ب الدَّافِ ِع فَِإ ْن‬ ِ ‫اط‬ِ َ‫َن الْعِبر َة بنِيَّةُ اخْل‬ ِ
َ َ َّ ‫(فَأَجَابَ) بأ‬ َ ‫ك‬ ِ ِ
َ ‫ َبَّيُن ْوا لَنَا ذَل‬،َ‫مَتْل ُكهُ الْ َم ْخطُْوَبُة أ َْوال‬
‫ب ِمْن هُ َإِ ْن َك ا َن‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫َدفْ َع بنيَّة اهْلَديَّة َملَ َكْت هُ الْ َم ْخطُْوبَ ةُ أ َْو بنيَّة ح َسبانِِه م َن الْ َم ْه ِر ُحس‬
ِ
ْ‫اج أ َْو مَلْ يَ ُك ْن لَ هُ نيَّةٌ مَل‬
ٌ ‫ص ْل ُز َّو‬
ِ
َ ‫الر ُج ْو ِع بِ ه‬
ُ ْ‫َعلَْي َها إِذَا مَلْ حَي‬ ُّ ‫ أ َْوبِنِيَّ ِة‬،‫ِم ْن َغرْيِ ِجْن ِس ِه‬
) 44‫ ص‬4 ‫مَتْلِ ْكهُ َو َي ْر ِج ُع بِِه َعلَْي َها (الفتاوى الكربى ج‬
“Ditanyakan” tentang seorang laki-laki yang melamar wanita lain lantas
keluarganya menerima, kemudian laki-laki tersebut memberikan sesuatu
harta yang dinamakan dengan jihaz (pengikat) kepada mereka, apakah
wanita yang dipinang tersebut berhak memilikinya atau tidak? Jawab
”Sesungguhnya yang dijadikan pedoman adalah dari si pelamar tersebut,
jika dia berniat memberikannya sebagai hadiah maka wanita pinangamnya
berhak memilikinya, atau jika niatnya sebagai nilai dari maskawin maka
akan dianggap sebagai maskawin untuk wanita yang dipinang. Jika
pelamar berniat sebagai maskawin, namun perkawinan itu gagal atau
tidak ada niat sama sekali, jika si pemberi jihaz berniat menarik kembali
pemberiannya maka si perempuan itu tidak bisa memilikinya dan barang
itu harus dikembalikan”.

Kesimpulan:
 Apabila si pemberi jihaz ketika memberikannya berniat atau
bertujuan sebagai hadiah maka wanita yang dipinang berhak untuk
memiliki harta tersebut.
 Apabila tujuan si pemberi jihaz sebagai nilai dari maskawin
maka dianggap sebagai maskawin dan wanita berhak memilikinya,
tetapi si pemberi jihaz (pelamar) juga boleh menariknya kembali
apabila perkawinan gagal dan wanita yang dilamar harus
mengembalikannya.
Menjamak Shalat ketika Hajatan

142
Ketika di rumah menyelenggarakan hajatan seperti acara walimah
pengantin, sering kali kesibukan menyita waktu banyak sehingga kadang-
kadang waktu shalat tanpa disadari berlalu begitu saja.
Untuk menanggulangi kesibukan seperti itu dan demi menjaga
kewajiban menunaikan shalat, bolehkah menjama’ shalat ketika ada
hajatan atau kerepotan yang lain?
a. Tidak boleh, menurut sebagian ulama’ karena shalat jama’
digunakan pada saat berpergian bukan pada saat berada di
rumah.
b. Boleh, menurut Ibnu Sirrin, Al-Qaffal, dan abu Ishaq al-Marwazy,
karena menjama’ shalat sebagai kemurahan ketika dalam kondisi
sibuk dan hal itu dilakukan bukan sebagai kebiasan.
Hal ini diterangkan dalam kitab Syarah Muslim li an-Nawawi juz
5 hal 219.
ِ ِ ِ ‫اض ِر لِْلح‬ ِ ‫و َذهب مَج اع ةٌ ِمن اْألَئِ َّم ِة اِىَل ج وا ِز اجْل م ِع يِف احْل‬
ُ‫اج ة ل َم ْن الَ َيتَّخ ُذه‬
َ َ َ َْ َ َ َ ََ َ َ َ
‫اب َمالِكٍ َو َحك اَهُ اخْلَطَ ايِب َع ِن‬ ِ ‫َص ِح‬ ِ ُ ‫ع اد ًة وه و َق و ُل اب ِن ِس ِ ين َوَأشَْه‬
ْ ‫ب م ْن أ‬ ْ ‫َ َ َ ُ َ ْ ْ رْي‬
َ ‫الش افِعِى َع ْن أَىِب إِ ْس َح‬
‫اق الْ َم ْر َو ِزى َع ْن‬ َّ ‫اب‬ِ ‫َص ح‬ ِ ِ ِ
َ ْ ‫الْ َق َف ال َوالشَّاش ى الْ َكبِرْيِ م ْن أ‬
ِ ‫(ش َّرح مس لِم لِلنَّوا ِوى يِف أ‬
‫َخ ِر‬ ِ ِ ِ ِ ‫مَج اع ٍة ِمن أَص ح‬
َ ُ ْ ُ َ َ ‫اختَ َارهُ ابْ ُن الْ ُمْن ذر‬ ْ ‫اب احْلَديْث َو‬ َْ ْ ََ
) 219 ‫ ص‬5 ‫الصالَِة ج‬ َّ َ ‫َج َوا ِز اجْلَ ْم ِع َبنْي‬
Artinya: sejumlah imam berpendapat tentang diperbolehkannya
menjamak shalat di rumah karena ada keperluan bagi orang yang tidak
menjadikannya sebagai kebiasaan. Ini pendapat Ibnu Sirin, Asyhab,
pengikut Imam Malik, Al-Qoffal, Al-Syasyi, Al-Kabir dari kalangan
Asy-Syafi’i dan Abu Ishaq Al-Marwazi dari kalangan Ahli Hadist.
Pendapat ini di pilih oleh Ibnu Mundzir.

143
ُ‫اهر‬
ِ ‫جْي وَ َظ‬
ِ ‫ارُه الَْبْن َدِنْي‬
َ ‫ج ْم ِع ِفْي السََّفرِ ْالقَصِْيرِ ِإْخَت‬
َ ‫ج َوازِ ْال‬
َ ‫(فائِ َدةٌ) َلَن ا قَ ْوٌل ِب‬
َ
‫خَّطِابْي َعن‬
َ ‫ح الُْمسِْلِم َوَحَكى ْال‬
ِ ‫ح ِدْيثِ َج َوَازُه وََل ْو ِفْي َحضٍَر َك َم ا فِْي شَْر‬
َ ْ‫ال‬
)77 ‫ ص‬،‫ (بغية املسرتشدين‬.‫حاجَِة‬
َ ‫ضرِ ِلْل‬
َ‫ح‬
َ ‫حاق جََوَازُه ِفي ْال‬
َ ‫َأِبْي ِإْس‬
Menurut imam Al-Bandanijiy: Diperbolehkan menjamak shalat ketika
dalam bepergian walaupun dekat seperti halnya yang dijelaskan dalam
hadits diriwayatkan oleh Al-Khottobi dari Abi Ishaq tentang
diperbolehkannya menjamak sholat ketika di rumah karena ada hajat.

Hukum KB
 Pengertian KB
Keluarga Berencana dalam istilah Arab disebut: Tanzim An-nasl
yang berarti: pengaturan keturunan sebagai upaya atau tindakan
yang membantu pasutri untuk:
1. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
2. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
3. Mengatur jarak (interval) diantara kehamilan
4. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan
umur suami istri
5. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Jadi perlu di perhatikan pengertian KB bukanlah tahdid an-nasl:


pembatasan keturunan akan tetapi tanzim An-nasl/pengaturan
keturunan dengan metode kontrasepsi (cara pencegahan
pembuahan).

 Tujuan KB
Untuk mengatur kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan keluarga bahagia yang menjadi dasar terwujudnya
masyarakat sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus

144
dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan pendidikan.
Tujuan KB : GBHN, 1978.

 Metode KB
1. Metode sederhana
 Pantang berkala (sistem kalender)
 Senggama terputus/coitus interuptus/’azal
 Menggunakan alat kondom
2. Metode modern
 Menggunakan Spiral/IUD. Dibagi menjadi 3 kelompok
1. Kontrasepsi hormoral misalnya ;
- Pil Oral Kombinasi (POK)
- Mini Pil, Suntikan dan Subkutia (implant)
2. Spiral/IUD (memasangnya harus dilakukan oleh suami)
3. Sterilisasi: Tubektomi (pemotongan tuba falloppi) dan
Vasektomi (pemotongan vas deferens)
4. Kondom

 Hukum KB
Bagaimana pandangan fiqih mengenai hukum keluarga berencana
(KB)
a. Haram
Apabila obat yang diminum atau metode dan alat kontrasepsi
yang digunakan menyebabkan tidak berfungsinya rahim, seperti
menggunakan metode Sterilisasi dengan alasan bisa
mengakibatkan:
 Pemandulan permanent
 Mengubah dan membunuh ciptaan Allah Swt.
 Dalam pelaksanaannya melanggar larangan syar’i (melihat
aurat mughallazhah)

145
b. Makruh
Apabila obat yang diminum atau metode dan alat kontrasepsi
yang digunakan bersifat menunda atau mengatur kehamilan
(tidak sampai merusak rahim).
Hukum haram dan makruh ini dijelaskan dalam kitab Al-Bajuri,
Juz 2 hal 92 ;
‫َص لِ ِه َفيُ ْك رهُ يِف‬
َ ْ ‫ِن أ‬
ِ ِ ُ ‫َو َك َذا اِ ْس تِ ْع َم‬
َّ ‫ال اْ ِإل ْم َرأ َِة‬
ْ ‫الش ْيءَ الَّذي ُيْبط ُئ احْلََب َل َو َي ْقطَعُ هُ ِم‬
2 ‫ (الباجورى على فتح القريب يف كتاب النكاح جزء‬. ‫اْأل ََّو ِل َويَ ْحرُ ُم يِف الثَّايِن‬
) 92 ‫ص‬
Artinya: Demikian halnya wanita yang menggunakan sesuatu (seperti
obat atau alat kotrasepsi) yang dapat memperlambat kehamilan, hal ini
hukumnya makruh. Sedangkan apabila sampai memutus keturunan maka
hukumnya haram.

c. Boleh
1. Sebagian ulama’ fiqih berpendapat bahwa hukum dari KB
adalah boleh dalam arti tanzim (pengaturan) bukan tahdid
(pembatasan/ pemandulan), pendapat mereka berdasarkan
pada seruan:
 Al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 9
ِ ِ ِ ِ َّ ‫ولْيخ‬
َ‫ين لَ ْو َتَر ُك واْ م ْن َخ ْلف ِه ْم ذُِّريَّةً ض َعافًا َخ افُواْ َعلَْي ِه ْم َف ْليََّت ُق وا اللَّه‬
َ ‫ش الذ‬َ ََْ
)9( ‫يدا‬ ِ
ً ‫َولَْي ُقولُواْ َق ْوالً َسد‬

Artinya; Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. orang-orang yang


seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah Swt. dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.

146
 Hadist Riwayat Abu Hurairah
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu
dalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka
menjadi beban tanggungan (meminta-minta) orang banyak”.

2. Mahmud Syaltut (ahli fiqih kontemporer dari mesir)


berpendapat hukum KB adalah boleh karena untuk mengatur
interval (jarak) kelahiran dengan alasan untuk menjaga
kesehatan ibu dan anak, pendapatnya tersebut berdasarkan
Q.S. Al-Baqarah: ayat 233.

‫اعةَ َوعلَى‬ َ ‫ض‬ َ ‫الر‬َّ ‫ات يُْر ِض ْع َن أ َْوالَ َد ُه َّن َح ْولَنْي ِ َك ِاملَنْي ِ لِ َم ْن أ ََر َاد أَن يُتِ َّم‬ ِ
ُ ‫َوالْ َوال َد‬
ِ ِ ِ
َ‫س إِالَّ ُو ْس َع َها ال‬ٌ ‫ف َن ْف‬ُ َّ‫الْ َم ْولُ ود لَ هُ ِر ْز ُق ُه َّن َوك ْس َو ُت ُه َّن بِ الْ َم ْعُروف الَ تُ َكل‬
ِ ِ ‫ود لَّه بِولَ ِد ِه وعلَى الْوا ِر‬ ِ ِ ِ َّ ‫تُض‬
........‫ك‬ َ ‫ث ِمثْ ُل َذل‬ َ َ َ َ ُ ٌ ُ‫آر َوال َدةٌ ب َولَد َها َوالَ َم ْول‬ َ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Q.S. Al-Baqarah: ayat 233
Dan berdasarkan hadist riwayat Muslim:
‫ص لى‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ِ ِ ‫ب األ‬ ِ ِ ِ
َ ‫ت َر ُس‬ َ ٍ ‫َع ْن َعائ َش ةَ َع ْن ُج َد َام ةَ بْنت َو ْه‬
ْ ‫َس ديَّة أَن ََّها مَس َع‬
ِ ِ
‫َن‬ ُ ‫ت أَ ْن أَْن َهى َع ِن الْغيلَ ة َحىَّت ذَ َك ْر‬
َّ ‫ت أ‬ ُ ‫ول « لََق ْد مَهَ ْم‬ُ ‫ َي ُق‬-‫اهلل عليه وس لم‬
‫ف‬ ِ ِ ِ َ ‫الر‬
ٌ َ‫ قَ َال ُم ْس ل ٌم َوأ ََّما َخل‬.» ‫ض ُّر أ َْوالَ َد ُه ْم‬
ُ َ‫ك فَالَ ي‬ َ ‫ص َنعُو َن ذَل‬
ْ َ‫س ي‬
َ ‫وم َوفَ ار‬ ُّ
ِ ‫الص ِحيح ما قَالَه حَيْ بِالد‬
.‫َّال‬ ِ ِ ‫َف َق َال عن ج َذامةَ األ‬
‫ َو َّ ُ َ ُ ىَي‬.‫َسديَّة‬ َ َ ُ َْ
‫ أن جيامع الرجل امرأته وهى ترضع‬: ‫ الغيلة‬: ‫معاىن بعض الكلمات‬

147
“Saya pernah menginginkan untuk melarang ghilah, (yaitu
berhubungan badan ketika istri dalam masa menyusui), namun
setelah itu saya melihat bangsa Persia zaman romawi melakukannya
dan anak-anak mereka tidak mengalami bahaya kepada ghilah
tersebut”. Shahih Muslim bab Jawazu al-Ghilah.

3. Hukum KB adalah boleh ketika ada bahaya, seumpama jika


seorang ibu terlalu sering/banyak melahirkan anak yang
menurut pendapat dokter yang ahli dalam hal ini bisa
membahayakan nyawa sang ibu, maka hukumnya boleh
dengan jalan apa saja yang ada, karena untuk
menyelamatkan.
ِ ِ ‫الش يء الَّ ِذي يب ِطئ احْل ب ل وي ْقطَع ه ِمن أ‬
ُ‫َص له َفيُ ْك َره‬ ْ ْ ُ ُ َ َ َ َْ ُ َْ
ِ
َ ْ َّ ‫ال اْ ِإل ْم َرأَة‬ُ ‫َو َك َذا اِ ْس تِ ْع َم‬
‫اع َد ِة الْ ِف َق ِهيَّ ِة إِذَا‬
ِ ‫الض رور ِة َفعلَى الْ َق‬ ِ ِ ِ
َ َ ْ ُ َّ ‫ َوعْن َد ُو ُج ْود‬. ‫يِف اْأل ََّول َوحُيْ َر ُم يِف الثَّيِن‬
‫َخ ِّف ِه َما مَ ْفسَ َدةٌ إهـــ‬ َ ‫اب أ‬ِ ‫ضررا بِارتِ َك‬ ِ ِ
ْ ً َ َ ‫ت الْ َم ْف َس َدتَان ُر ْوع َي أ َْعظَ ُم ُه َما‬ ْ‫ض‬ َ ‫َت َع َار‬
) 93 ‫ ص‬2 ‫(البجورى على فتح القريب يف كتاب النكاح جزء‬

Artinya: Demikian halnya wanita yang menggunakan sesuatu


(seperti obat atau alat kotrasepsi) yang dapat memperlambat
kehamilan, hal ini hukumnya makruh. Sedangkan apabila sampai
memutus keturunan maka hukumnya haram, dan ketika dalam
keadaan darurat maka sesuai dengan qaidah fiqhiyah “Ketika terjadi
dua mafsadat (bahaya) maka hindari mafsadat yang lebih besar
dengan melakukan mafsadat yang paling ringan”.

148
BAB XVI
MAKANAN

Kotoran Ikan
Seringkali kita memasak lauk pauk, misalnya ikan teri, pindang, atau
ikan lain yang belum dibuang dan dibersihkan kotorannya. Bagaimanakah
hukum mengkonsumsi ikan yang tidak dibuang atau tidak bersih
kotorannya?

a. Tidak boleh, karena ‘ainun najasah (kotorannya) masih melekat.

َّ ‫ك ِم ْل ٍح َومَلْ يُْن َز ْع َما يِف ْ َج ْوفِ ِه أِل َنَّهُ يِف أَ ْك ِل‬


‫الس َم َك ِة ُكلِّ َها َم َع َما‬ ِ َ‫واَل حَيِ ُّل أَ ْك ل مَس‬
ُ َ
) ‫اس ِة (الفتاوى الكربى الفقهية باب املسابقة واملناضلة‬ ِ ِ
َ ‫يِف ْ َج ْوف َها م َن الن‬
َ ‫َّج‬
b. Boleh mengkonsumsinya, menurut qaul yang berpendapat hewan
yang halal dimakan, maka kotoran hukumnya suci.

ِ ‫(مسئلَةٌ ب) َذهب بعضهم اِىَل طَهار ِة رو‬


)14 ‫ث الْ َمأْ ُك ْو ِل (بغية املسرتشدين ص‬ َْ َ َ ْ ُُ َْ َ َ َْ َ
Sebagian ulama’ yang berpendapat terhadap kesucian kotoran hewan
yang halal dimakan… (Bughyah al-Mustarsyidin, hal.14)

Hukum Mengkonsumsi Hewan Amphibi (hidup di dua alam)


Hewan yang bisa hidup di dua alam yakni bisa hidup di daratan juga
bisa hidup di air dinamakan hewan amphibi. Misalnya katak, kepiting,
buaya, kura-kura dan lain-lain. Bagaimanakah pandangan ulama’ tentang
hukum mengkonsumsi hewan sejenis amphibi?
a. Menurut Imam Haramain: Haram mengkonsumsi hewan sejenis
amphibi dengan alasan bisa hidup di dua alam.
b. Menurut Imam Baghawy: Halal mengkonsumsi hewan sejenis
amphibi kecuali katak.

149
c. Menurut Qoul Dha’if: Halal mengkonsumsi hewan sejenis amphibi
secara keseluruhan.
‫الش ْي ُخ اَبُ ْوحاَِم ٍد‬َّ ‫ش ىِف الْ َم ِاء َوىِف الَْب ِّر أَيْض اً اِىَل َق ْولِ ِه َو َع َّد‬ ِ
ُ ‫ب الثَّاىِن ْ م اَ يَعْي‬ُ ‫لض ْر‬
َّ َ‫ا‬
‫ب‬ ِ ‫الس رطاَ ُن ومُهَا حُمََّرم اَ ِن َعلى الْم ْذ َه‬ ِ ‫الض ر‬ ِِ ِ
َ َ َ َ َّ ‫لض ْف َدعُ َو‬ ِّ َ‫ب ا‬ ْ َّ ‫َوام اَُم احْلَ َر َمنْي م ْن ه َذا‬
ِ
‫ي يِف‬
ُّ ‫ف أَن َُّه َما َحالَ ٌل َو َحك اَهُ الَْبغَ ِو‬ٌ ‫ض عِْي‬ ِ ِ َّ
َ ‫الص حْي ِح َوبِه قَطَ َع اجْلُ ْم ُه ْو ُر َوفْي ِه َما َق ْو ٌل‬
) 30 ‫ ص‬9 ‫ ( اجملموع شرح املهذب ج‬.‫ان َع ِن احْلُلَْي ِم ِّى‬ ِ َ‫السرط‬
َ َّ
Jenis yang kedua adalah hewan yang bisa hidup di air dan juga di daratan,
Abu Hamid mengkategorikan katak dan kepiting termasuk jenis ini,
keduanya hukumnya haram menurut pendapat yang shahih dan menurut
pendapat yang dhaif hukumnya halal. Sedangkan al-Baghowi
mengecualikan katak. (al-Majmu’, Juz 9, hal. 30)

Makan Sebelum dan Sesudah Melaksanakan Shalat Ied


Pada saat sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri dan sesudah
shalat Idul Adha, para jama’ah disunnahkan untuk makan terlebih dahulu,
sebagaimana keterangan sebagai berikut:

‫ُعلَْي ِه َو َس لَّ َم الَخَي ْ ُر ُج َي ْو َم الْ ِفطْ ِر َحىَّت‬ ِ ِِ ِ ِ


َ ‫ص لَّى اهلل‬
َ ‫َع ْن ابْ ِن بَُريْ َدة َع ْن اَبْي ه ق اَ َل ك اَ َن َر ُس ْو ُل اهلل‬
‫صلِّى‬َ ُ‫ض َحى َحىَّت ي‬ ْ َ‫يَطْ َع َم َوالَيَطْ َع َم َي ْو َم اْال‬
Dari ibnu Buraidah dari ayahnya ia berkata, bahwasannya Rasulullah pada hari
raya Idul Fitri tidak akan keluar, sehingga beliau makan. Dan beliau tidak akan
makan pada hari raya Idul Adha sehingga mengerjakan shalat Idul Adha. (Bulugh
al-Maram, hal. 105)
‫َض َحى اِىَل َما‬ َّ ‫ث َدلِْي ُل َعلَى َش ْر ِعيَّ ِة اْألَ ْك ِل َي ْو َم اْ ِلفطْ ِر َقْب َل‬
ْ ‫الص الَِة َوتَ أْ ِخرْيِ ِه َي ْو َم اْأل‬ ِ
ُ ْ‫َواحْلَ دي‬
) 65 ‫ ص‬2 ‫الصالَِة (سبل السالم ج‬ َّ ‫َب ْع َد‬
Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya makan sebelum pelaksanaan shalat Idul
Fitri dan sesudah shalat Idul Adha. (Subul al-Salam juz 2 hal.65)

150
Dengan demikian, makan sebelum berangkat shalat Idul Fitri
hukumnya sunnah. Adapun pada hari raya Idul Adha disunnahkan makan
sesudah shalat, seperti yang telah dikerjakan oleh Rasulullah Saw.

Hukum Merokok

a. Haram
Menurut Syekh Abd. Aziz bin Abdillah bin Baz hukum merokok
itu haram secara syar’i karena bisa membahayakan kesehatan
(mendatangkan berbagai macam penyakit yang bisa menyebabkan
kematian seseorang). Diterangkan dalam kitab: Hukmu Syurbu al-
Dukhan Wa Imamati Man, Juz 1 hal. 1-3.
‫ان ِم َن اْأل ُُم ْو ِر اَلْ ُم َحَّر َم ِة َش ْر ًعا لِ َما‬
ِ ‫َن ُشرب الدُّخ‬
َ َ ْ َّ ‫لى أ‬
ِ َّ ِ ْ َّ‫َف َق ْد َدل‬
َ ‫ت اَألَدلةُ اَلش َّْرعيَّةُ َع‬
ِ ‫{وحُيِ ُّل هَل م الطَّيِّب‬:‫ قاَ َل َتعاىل‬، ‫َضرا ِر‬ ِ
}‫ث‬ َ ِ‫ات َوحُيَِّر ُم َعلَْي ِه ُم اخْلَبَائ‬ َ ُُ َ َ َ
ِِ
َ ْ ‫ا ْشـتَ َم َل َعلَْيه م َن اْأل‬
ِ ‫اض مَتعدِّد ِة ُت ْؤ ِدي إِىل الْمو‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
،‫ت‬ َْ َ ْ َ َ ُ ِ ‫ىل أ َْمَر‬ َ ‫ي ُشْر َب َها إ‬
َ ‫ َويُ َؤ ِّد‬،‫فَه َي م َن اخْلَبَائث اَلْ ُم َحَّر َمة‬
ِ‫ضرار بِالْغَرْي‬ ِ ِ ِ ِ
ُ َ ْ ‫ فاَلضََّر ُر باجْل ْس ِم أَ ِو اْ ِإل‬،»‫ضَر َر َوالَ ضَر َار‬ َ َ‫ «ال‬:‫صلَّى اهلل َعلَْيه َو َسلَّ َم‬ َ ‫َوقَ َال‬
‫ ص‬1 ‫ (كتاب حكم شرب الدخان وامامة من جز‬.‫ فَ ُش ْربُهُ َو َبْيعُهُ َحَر ٌام‬،ُ‫َمْن ِه ٌي َعْنه‬
)3-1
Dalil-dalil syar’i menunjukkan bahwa sesungguhnya merokok itu termasuk
perkara yang diharamkan karena mengandung banyak bahaya. Allah
berfirman “Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. Maka merokok termasuk
perkara buruk yang diharamkan, menghisapnya menyebabkan penyakit yang
menyebabkan kematian. Nabi bersabda: “Tidak boleh membahayakan diri
sendiri dan orang lain”. Maka membahayakan diri sendiri atau
membahayakan orang lain itu dilarang, maka menghisap dan menjual rokok
itu haram.
Menurut Imam Al Bajuri merokok terkadang juga bisa haram
jika membelinya dengan uang jatah nafaqah yang dibutuhkan

151
keluarga atau berkeyakinan tentang bahaya merokok. Diterangkan
dalam kitab: Al-Bajuri, Juz 1 hal. 343.

.‫ضَررَ ُه‬ ِِ ِ ‫ِ ِ مِب‬ ِ ِِ


َ ‫َّن‬
َ ‫ َوقَ ْد َتعْرَت يْه اْحلََر َمةُ ا َذا َكا َن يَ ْشرَت يْه َا حَيْتَاجُهُ َن َف َقةَ عيَاله اَْو َتَيق‬....
)343 :‫ ص‬1 ‫(كتاب البجوري جز‬
b. Makruh
Menurut Qaul Mu’tamad, seperti pendapat Imam Al Bajuri,
hukum merokok itu adalah makruh. Pendapat ini diterangkan dalam
kitab: Irsyad al-Ihwan fi Bayani Ahkami Syurbi al-Qahwah Wa al-
Dukhan hal. 37-38.
ِ َ‫ُّخا ُن (م ْك روهٌ َكما ي ُق و ُل اَلْب اجو ِرى اَألَ ْف َق هُ) ِمن كِت‬
‫اب‬ ْ ْ ُ َ ْ َ َ ْ ُ َ َ ‫ب ال د‬ ُ ‫ي ُش ْر‬ْ ‫َ(اْلُمْعَت َم ُد َاَّنهُ) َا‬
ٌ ‫ض عِْي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ف‬ َ ‫ َوعبَ َارتُهُ َب ْع َد ذ ْك ِر الْ َق ْو ِل باحْلََر َم ة َو ٰه َذا‬،‫لى َش ْر ِح اْلغَايَة‬
َ ‫الُْبُي ْو ِع م ْن َحاش يَة َع‬
‫ يف بيان احكام شرب‬:‫ ( ارشاد االخوان‬.ٌ‫اح َواْمل ْعتَ َم ُد أَنَّهُ َمكُْر ْوه‬ ‫َو َك َذا اْل َقو ُل بِأَنَّه مب‬
ُ ٌ َُ ُ ْ
) 37 – 38 :‫ ص‬.‫القهوة والدخان‬

(Qoul yang mu’tamad) sesungguhnya merokok itu makruh seperti yang


dikatakan oleh Imam al-Bajuri dari kitab al-buyu’ dari hasyiyah syarah al-
Ghoyah, perkataannya setelah menyebutkan hukum haram, ini pendapat yang
lemah, begitu juga dengan perkataan bahwa hukumnya boleh, dan yang
mu’tamad hukumnya makruh.

c. Mubah
Menurut Syekh Ali al-Ujhuri al-Maliki, merokok dihukumi
sebagai sesuatu yang diperbolehkan, dan pendapatnya tersebut juga di
perkuat oleh pendapat al-‘Arif Abdul Ghani an-Nablusy. Diterangkan
di dalam kitab: Takmilah Hasyiah Rad al-Muhtar, Juz 1 hal. 15.

‫ي الْ َم الِ ِك ِّي ِر َس الَةٌ يِف ِحلِّ ِه َن َق َل فِ َيها أَنَّهُ أَْفىَت حِبِلِّ ِه َم ْن‬
ِّ ‫ُج ُه و ِر‬ ِ َّ ‫ولِْلعاَّل م ِة‬
ْ ‫الش ْي ِخ َعل ٍّي اأْل‬ َ َ َ
ُ ‫ضا َسيِّ ُدنَا الْ َعا ِر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ِ ‫يُ ْعتَم ُد َعلَْيه م ْن أَئ َّمة الْم َذاه‬
‫ف َعْب ُد‬ ً ْ‫ف يِف حلِّه أَي‬ َ َّ‫ َوأَل‬:‫ ُق ْلت‬. ‫ب اأْل َْر َب َعة‬ َ َ

152
ِ ‫ب الد‬ ِ ‫الص ْلح ب اإْلِ خو ِان يِف إب‬ ِ ‫الْغَيِن الن‬
‫ض‬ َ ِ ‫احة ُش ْر‬
َ ‫ُّخان ) َو َت َع َّر‬ ََ َ ْ َ ‫اها ( ُّ ُ َنْي‬َ َّ‫َّابلُس ُّي ِر َسالَةً مَس‬
ْ ِّ
) 15 ‫ ص‬1 ‫ ( تكملة حاشية رد املختار جز‬،‫ان‬ ِ ‫لَه يِف َكثِ ٍري ِمن تَآلِ ِيف ِه احْلِس‬
َ ْ ُ

d. Wajib
Menurut pendapat Imam al-Bajuri, hukum merokok itu
terkadang bisa wajib apabila akan terjadi bahaya jika
meninggalkannya. Hal ini diterangkan dalam kitab: al-Bajuri, Juz 1 hal.
343.
‫ ص‬1 ‫ (كتاب البجوري جز‬.‫الض َر ُر بَِت ْركِ ِه‬ ِ
ُ ‫ بـَ ْل قَ ْد َي ْعتـَ ِريْه اْ ُلو ُج ْو‬....
َّ ‫ب َك َما َي ْعلَ ُم‬
)343
Al-Tommah al-Kubro berpendapat kalau menghukumi haram
atau makruh itu harus ada dalil karena keduanya itu adalah hukum
syar’i, sedangkan dalam masalah rokok ini tidak ada dalil (al-Qur’an
atau Hadits) yang menetapkannya dengan hukum haram atau
makruh, karena rokok tidaklah membuat mabuk, tidak mengganggu
pikiran juga tidak membahayakan, bahkan ada beberapa manfaatnya
sesuai dengan qoidah “Al-Aslu Fil Asyyaai Al-Ibaakhah”, karena sesuatu
yang membahayakan bagi sebagian orang tidak bisa menjadi sebab
mengharamkan kepada setiap orang. Seperti halnya madu!, pada satu
sisi madu bisa membahayakan bagi orang yang mengidap penyakit
kuning dan memperparah penyakitnya, tetapi di sisi lain madu bisa
menjadi obat bagi penyakit yang lain dengan keterangan yang pasti
bahwa madu adalah obat. Hal ini diterangkan dalam kitab Takmillah
Hasiyah Raddul Muhtar , Juz 1 hal. 15.

ِ َّ‫ان َش ر ِعي‬
‫ان اَل بُ َّد‬ ِ ‫وأَقَام الطَّ َّامةَ الْ ُكب رى علَى الْ َقائِ ِل بِاحْل رم ِة أَو بِالْ َكراه ِة فَِإنَّهما حك‬
ْ ‫ْم‬ َ ُ َ ُ َ َ ْ َ ُْ َ َْ َ َ
ِ ِ ٍ ِ‫هَلَُما ِم ْن َدل‬
ْ ‫إس َك ُارهُ َواَل َت ْفتِ ريُهُ َواَل‬
‫ بَ ْل‬،ُ‫إض َر ُاره‬ ْ ‫ت‬ْ ُ‫ك فَِإنَّهُ مَلْ َيثْب‬
َ ‫يل َعلَى َذل‬
َ ‫يل َواَل َدل‬

153
‫اع د ِة اأْل َص ل يِف اأْل ْ ِ‬ ‫ِ‬
‫إض َرا ِر ِه‬
‫ض ْ‬ ‫َن َف ْر َ‬ ‫َش يَاء اإْلِ بَ َ‬
‫اح ةُ َوأ َّ‬ ‫ُْ‬ ‫ت قَ ِ َ‬ ‫ِ‬
‫ت لَهُ َمنَاف ُع‪َ ،‬ف ُه َو َداخ ٌل حَتْ َ‬ ‫ثَبَ َ‬
‫الص ْفَر ِاء الْغَالِبَ ِة‬
‫اب َّ‬ ‫َصح ِ‬ ‫ض اَل يْلَزم ِمْنهُ حَتْ ِرميُهُ َعلَى ُك ِّل أَح ٍد ‪ ،‬فَِإ َّن الْعسل ي ُ ِ‬
‫ضُّر بأ ْ َ‬ ‫ََََ‬ ‫َ‬ ‫ل ْلَب ْع ِ َ ُ‬
‫ِ‬

‫َّص الْ َقطْعِ ِّي‪( .‬حاشية رد املختار ج ‪ 1‬ص ‪)15‬‬ ‫ض ُه ْم َم َع أَنَّهُ ِش َفاءٌ بِالن ِّ‬
‫َو ُرمَّبَا أ َْمَر َ‬

‫‪154‬‬
BAB XVII
TOLERANSI DALAM PLURALITAS AGAMA

Hukum Toleransi dalam Pergaulan Antar Umat Beragama


Manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain, oleh sebab itu manusia
disebut makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Lebih-
lebih kita hidup dalam negara yang penuh keragaman, baik dari segi
budaya, status sosial, suku, budaya maupun agama. Untuk hidup damai
dan berdampingan, tentu dibutuhkan teposeliro (tenggang rasa) atau
toleransi antara satu dengan yang lainnya.

Hukum toleransi dalam pergaulan antar umat beragama (pluralitas


agama) adalah sebagai berikut:
a. Dilarang (haram), apabila dalam berhubungan, rela (ridho) serta
meyakini kebenaran aqidah agama lain.
b. Boleh, bergaul atau menjalin hubungan baik dalam urusan
dunia saja dengan sebatas dhohir.
c. Dilarang, tapi tidak menjadi kufur yaitu: Apabila tolong
menolong tersebut disertai rasa condong terhadap keyakinan
(akidah) agama lain yang disebabkan ada hubungan kerabat atau
cinta, tetapi tetap beri’tikad bahwa agama mereka adalah bathil,
dan apabila tolong menolong yang disertai rasa condong itu dapat
membuat rasa simpati dan rela terhadap agama mereka maka bisa
keluar dari agama Islam.
d. Tidak dilarang, (bahkan dianjurkan) apabila bertujuan untuk
menghindari bahaya yang berasal dari mereka atau untuk
memperoleh kemanfaatan atau kemaslahatan.
Diterangkan dalam kitab: Tafsir Munir Lin Nawawi Juz : I Hal : 94.
Kitab Al-Bab Fii ‘Ulumi al-Kitab bab surat Ali Imran juz 5 hal.143.
dan dalam Hasyiyah al-Bujairami ‘ala al-Khatib pada Fasal Fii al-
Jizyah juz 4 halaman 291-292:

155
ً‫الَثَة َاْوُجْوٍه َا َح ُدَها َاْن َي ُك ْوَن َراضِيا‬
َ ‫حَتِمُل َث‬
ْ ‫كاِفِر َي‬
َ ‫َواعَْلْم َاَّن َكْوَن ْالُمْؤمِِن ُمَوالًِيا ِلْل‬
ِّ ‫ع لِأََّن‬
‫ َوَثِانْي َه ا ْالُمعَاشَرَُة‬.ٌ‫الرضَى ِب الُْكْفرِ ُك ْف ر‬ ٌ ‫ِبُك ْف رِِه َوَيَت َوَّالُه لِأَْجِل هِ َو َه َذا مَْمُن ْو‬
‫ها الرُّ ُك ْوُن ِاَلى الُْك ْف ر‬
َ ‫ َوثاَِلُث‬.‫ع‬
ٍ ‫اهرِ َوَذِل كَ َغْي رُ َمْمُن ْو‬
ِ ‫الظ‬
َّ ‫ب‬
ِ َ‫حس‬
َ ‫الدْنياَ ِب‬
ُّ ‫جِمْيَل ُة ِفى‬
َ ْ‫ال‬
‫اد َاَّن دِْيَن هُ َبا ِط ٌل‬
ٍ ‫اعِت َق‬
ْ ‫حَّبِة َم َع‬
َ ‫ب الَْم‬
ِ ‫ب ْاَلقَر َاب ِة َاْو ِبسََب‬
ِ ‫َوالَْمُعْوَن ِة َوُّالنصَْرةِ ِامَّا ِبسََب‬
‫َف َه َذا َال ُي ْوِجبُ ْالُكفْ َر ِاَّال َاَّنُه مَْنِهٌّى َعْن ُه لِأََّن ْالُمَوالَ َة َه َذا ْالَمعَْنى َق ْد جَتُ ُّرهُ ِاَلى‬
‫ ( تفسري املنري اجلزء‬.ِ‫الم‬
َ ْ‫خُر ُج ُه َعِن ْاِالس‬
ْ ‫ك َي‬
َ ‫ِّضى ِبِدْيِن ِه َوذَِل‬
َ ‫اسِتحْس َاِن َطرِْيقِ ِه َوالر‬
ْ
) 94 ‫ صحفة‬1
Keterangan Hasyiyah al-Bujairami ‘ala al-Khatib pada Fasal Fii al-
Jizyah, sebagai berikut:

ِ َّ‫ب وأ ََّما الْمخالَطَةُ الظ‬ ِ


ُ‫اه ِريَّة‬ َ ُ َ ِ ‫َي الْ َم َحبَّةُ َوالْ َمْي ُل بِالْ َق ْل‬
ْ ‫ ( حَتْ ُر ُم َم َو َّدةُ الْ َك اف ِر ) أ‬: ُ‫َق ْولُه‬
ِ ‫ص ل ِمْن ُهم أ َْو َج ْل‬ ِ ِ
‫ب نَ ْف ٍع فَاَل‬ ْ ُ ُ ْ‫ض َر ٍر حَي‬
َ ‫اش َرتُ ُه ْم ل َدفْ ِع‬َ ‫ أ ََّما ُم َع‬, ْ‫ اخَل‬- - - ٌ‫وه ة‬ َ ‫فَ َمكُْر‬
‫ فص ل ىف‬, ‫ ( حاش ية البج ريمى على اخلاطب‬. ‫ُح ْر َم ةَ فِي ِه ا هـ ع ش َعلَى م ر‬
) 292-291 ‫ ص‬4 ‫اجلزية ج‬
Kata pengarang, “Haram mencintai non muslim” maksudnya, cinta,
senang dan condong dengan hati. Adapun berinteraksi dengan orang-non
muslim dalam urusan zhahir adalah makruh, sedangkan berinteraksi
dengan mereka untuk menghindari bahaya yang berasal dari mereka atau
untuk memperoleh manfaat maka tidak dilarang. (Hasyiyah al-Bujairami
‘ala al-Khatib pada Fasal Fii al-Jizyah, juz 4 halaman 291-292)

Hukum Mengucapkan Salam Kepada Non Muslim


Yang dimaksud dengan non muslim adalah orang yang bukan
beragama Islam termasuk orang Yahudi, Nasrani, Kristen, Katholik,
Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain.

156
Dalam hal memberi salam kepada orang non muslim, para ulama’
berbeda pandangan mengenai hal ini:
a. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa memberi salam kepada orang
non muslim itu tidak boleh.
.‫الص ِحْي ُح َوبِ ِه قَطَ َع اجْلُ ْم ُه ْو ُر‬
َّ ‫ب‬ ِ
ُ ‫ َه َذا ُه َو الْ َم ْذ َه‬،‫الس الَ ُم َعلَى الْ ُكفَّار‬
َّ ‫اَل جَيُ ْو ُز‬
)507 ‫ ص‬،4 ‫ ج‬،‫(اجملموع شرح املهذب‬
Tidak diperbolehkan memberi salam terhadap orang-orang kafir, menurut
pendapat (madzhab) yang sahih yang disepakati mayoritas ulama’. (Al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 507)

ِ ِ ِ ‫ر ِوى عن سه ِل ب ِن اَىِب‬
َ َّ ‫صال ٍح َع ْن اَبِْي ه َع ْن اَىِب ْ ُهَر ْي َرةَ َرض َى اهللُ َعْن هُ اَ َّن النَّىِب‬
‫ص لَّى‬ َ ْ ْ َْ َْ َ ُ
ِ
‫الس الَِم َواذاَ لَِقيتُ ْم ىِف الطَِّريْ ِق‬ ِ
َّ ِ‫َّص َارى ب‬ َ ‫اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ق اَ َل الَ َتْب َدأ ُْوا الَْي ُه ْو َد َوالن‬
)508 ‫ ص‬،4 ‫ ج‬،‫ضيَ ِق ِه (اجملموع شرح املهذب‬ ِ
ْ َ‫اضطَُّر ْوهُ اىَل ا‬ ْ َ‫ف‬
Diceritakan dari sahal bin Abi shaleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah
ra. Bahwa Nabi bersabda: janganlah engkau memberi salam kepada orang
Yahudi dan orang Nasrani, dan ketika kamu bertemu di jalan, maka
bergeserlah ke jalan yang lebih sempit. (Al-Majmu’ Syarh al-
Muhadzdzab, juz 4, hal. 508)

b. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa memberi salam kepada orang


non muslim hukumnya boleh.
‫ جَيُ ْو ُز ابْتِ َد ُاؤ ُه ْم‬:ْ ‫ َوالثَّايِن‬،‫َح ُدمُهَا َه َذا‬ ِِ ِ
َ‫أ‬ ‫َو َح َكى الْ َم َاو ْردي يِف احْلَ ا ِوي فْي ه َو ْج َهنْي‬
.‫ف‬ ٌ ‫ض عِْي‬ َ ُّ‫ َو َه َذا َش اذ‬. ‫َي ُق ْو ُل َعلَْي ُك ْم‬ ‫ َواَل‬،‫ك‬ َّ ‫ لَ ِك ْن َي ُق ْو ُل‬،‫الس اَل ِم‬
َ ‫الس الَ ُم َعلَْي‬ َّ ِ‫ب‬
)507 ‫ ص‬،4 ‫ ج‬،‫(اجملموع شرح املهذب‬
Dalam kitab Hawy Imam Mawardi menceritakan bahwa memberi salam
kepada orang non muslim ada dua macam: yang pertama tidak boleh,
kedua: boleh memberi salam kepada orang non muslim, akan tetapi

157
dengan mengucapkan as-Salamu ‘Alaika. Jangan mengucapkan as-
Salamu ‘alaikum. Pendapat ini lemah dan langka.
(Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 507)
‫َّص َارى اِالَّ بِِإفْش اَِء‬ ِ ِ ٍ ‫اهلِى َانَّه ك اَ َن الَمَيُ ُّر بِأ‬
َ ‫َح د م َن الَْي ُه ودي َوالن‬
َ ُ
ِ ‫عن اَىِب اُمام ِة اْلب‬
َ َ َ ْ َْ
ِ
‫لى َس اَل ِم ُك ِّل ُم ْس ل ٍم‬ ِ ِ
َّ ‫السالَِم َعلَْي ِه ْم َوقاَ َل اََمَرناَ َر ُس ْو ُل اهلل َعلَْي ه‬
َ ‫الس اَل ُم َع‬
َّ ‫الص الَةُ َو‬ َّ
‫اه ٍد‬
َ ‫َو ُم َع‬
Diceritakan dari Abi Umamah al-Bahali, sesungguhnya dia tidak pernah
berjalan bertemu orang yahudi kecuali dengan memberi salam kepada
mereka. Abu Umamah berkata: Rasulullah memerintah kepada kita
supaya menebar salam kepada setiap orang Islam dan orang kafir
mu’ahad (orang kafir yang berjanji kepada pemerintah akan tunduk dan
patuh pada undang-undang Negara).

Hukum Mengucapkan Salam Menggunakan Selain Bahasa Arab


Ucapan salam sering kita dengar di suatu acara atau setiap kali
bertemu sanak famili, teman maupun saudara, namun salam yang
diucapkan itu berbeda-beda, ada yang menggunakan bahasa arab dan juga
ada yang menggunakan bahasa selain bahasa arab (selain ucapan
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh) seperti dengan bahasa Jawa
(sugeng injing, sugeng dalu), dengan bahasa Indonesia seperti selamat
pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, salam kebangsaan, salam
damai, salam sejahtera atau dengan bahasa Inggris seperti hello, good
morning, good afternoon dan masih banyak lagi bahasa yang lain.
Bagaimanakah pandangan fiqih mengenai hukum ucapan salam
selain bahasa arab tersebut?
Menurut imam Rafi’i ada tiga wajah:
a. Tidak cukup
b. Sudah mencukupi
c. Jika mampu menggunakan bahasa arab maka tidak mencukupi,
tetapi kalau tidak bisa bahasa arab maka sudah mencukupi.
d. Sah dan wajib menjawab bagi orang yang disalami jika bisa
memahami maksudnya (pendapat yang shahih bahkan benar).
158
Keterangan kitab Al-Majmu’, Juz 4 hal 505;
ُ‫ج ِزئ‬ ْ ‫ئ وََّالثِانْي ُي‬ ُ ‫الس الَِم بِالْ َعجَ ِميَّ ِة ثَالَثَ ةَ أ َْو ُج ٍه اَ َح ُد َها الَ جُيْ ِز‬ َّ ‫َح َكى ال َّرافِعِىُّ يِف‬
ُ‫اب ِص َّحة‬ َّ ‫الص ِحْي ُح بَ ِل‬َّ ‫ث إِ ْن َق َد َر َعلَى الْ َعَربِيَّ ِة مَلْ جُيْ ِزئْ هُ َوإِالَّ َفيُ ْج ِزئُ هُ َو‬ ِ
ُ ‫الص َو‬ ُ ‫َوالثَّال‬
َ‫ف الْ َعَربِيَّ َة اَْم ال‬ َ َ‫ب َس َواءٌ َع ر‬ ِِ َّ ُ‫َس الَِم ِه بِالْ َعجَ ِميَّ ِة َو ُو ُج ْوب‬
ُ َ‫الر ِّد َعلَْي ه إذَا فَهِ َم هُ الْ ُم َخ اط‬
ِ َّ ِ‫ َواََّما َم ْن الَ يَ ْس تَ ِقْي ُم نُطْ َق ةً ب‬،‫ِألَنَّهُ يُ َس َّمى حَتِ يَّةً َو َس الًَما‬
ُ‫ف اَْم َكنَ ه‬ َ ‫الس الَِم َفَي ْس ل ُم َكْي‬
‫ض ُر ْو َرةٌ إهـ ( المجموع شرح املهذب الباب صفة السالم واحكامه‬ ِ ‫بِاْ ِإلِّت َف‬
َ ُ‫اق ِألَنَّه‬
) 505 ‫ ص‬4 ‫جزء‬
Artinya: Imam Rofi’i mengemukakan tiga pendapat tentang salam dengan
menggunakan bahasa selain bahasa arab, 1. Tidak cukup, 2. Cukup, 3. Jika
mampu menggunakan bahasa arab maka tidak cukup, tetapi kalau tidak bisa
maka cukup, sedangkan pendapat yang shahih bahkan benar salam sah
menggunakan bahasa apa saja selain bahasa arab dan wajib menjawab bagi
orang yang disalami jika bisa dipahami maksudnya baik yang mengucapkan
salam bisa bahasa arab atau tidak bisa, karena salam selain bahasa arab bisa
disebut sebagai penghormatan dan ucapan selamat, sedangkan bagi orang
yang tidak mampu mengucapkan salam maka para ulama’ sepakat baginya
tetap disunnahkan salam sebisanya karena darurat.

Penjelasan:
Ucapan “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” adalah
sebagai tanda penghormatan dan ucapan doa selamat, demikian pula
ucapan salam dengan menggunakan berbagai bahasa yang bisa
dimengerti, bahkan menurut kesepakatan para ulama’ “bagi orang
yang tidak mampu mengucapkan salam dengan bahasa arab
disunnahkan mengucapkan salam dengan menggunakan bahasa
selain bahasa Arab yang mudah dimengerti atau mudah dipahami.
BAB XVIII
BUDAYA DAN ETIKA

159
Panggilan Sayyidina
Banyak cara dalam upaya memuliakan dan memberi penghormatan
pada orang lain misalnya panggilan gus atau mas bagi putra kyai, raden
ageng atau pangeran bagi keluarga kerajaan. Begitu pula dengan panggilan
sayyid artinya tuan besar. Di kalangan masyarakat NU sering lafadz
sayyidina diucapkan tatkala menyebut nama Nabi dan para sahabatnya.
Penyebutan sayyidina pada Nabi Muhammad bertujuan memberikan
penghormatan, dan lebih bersopan santun kepada Nabi Muhammad Saw.
Dan hukumnya boleh, bahkan dianjurkan, sebagaimana keterangan di
bawah ini:
ِ ‫ ع ِن األَوز‬- ‫ يعىِن ابن ِزي ٍاد‬- ‫ح َّدثَىِن احْل َكم بن موس ى أَبو ص الِ ٍح ح َّدثَنَا ِه ْق ل‬
‫اع ِّى َح َّدثَىِن‬ َْ َ َ َ ْ َْ ٌ َ َ ُ َ ُ ُْ ُ َ َ
‫صلى اهلل عليه‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ُ ‫وخ َح َّدثَىِن أَبُو ُهَر ْيَرةَ قَ َال قَ َال َر ُس‬ ِ
َ ‫أَبُو َع َّما ٍر َح َّدثَىِن َعْب ُد اللَّه بْ ُن َفُّر‬
‫آد َم َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة َوأ ََّو ُل َم ْن َيْن َش ُّق َعْنهُ الْ َقْبُر َوأ ََّو ُل َشافِ ٍع َوأ ََّو ُل ُم َش َّف ٍع‬ ِ
َ ‫ « أَنَا َسيِّ ُد َولَد‬-‫وسلم‬
) ‫ باب تفضيل نبينا على بعض‬,‫ (صحيح مسلم‬.»
Telah bercerita kepadaku al-Hakam bin Musa Abu Shalih, telah bercerita
kepadaku Hiql (yaitu Ibnu Ziyad) dari al-Auza’i, telah bercerita kepadaku Abu
Ammar, telah bercerita kepadaku Abdullah bin Farrukh, telah bercerita kepadaku
Abu Hurairah, dia berkata “Rasulullah Saw. Bersabda: “Aku adalah sayyid bagi
manusia di hari kiamat dan orang yang pertama kali bangkit dari alam kubur,
pertama kali sebagai pemberi syafa’at dan yang di syafa’ati”. (Shahih Muslim:
bab Tafdhil Nabiyina ‘ala Jamii’)

ِ ‫ضل سلُو ُك اْالَ َد‬ ِ ِّ ‫َن حُم َّم ًدا َاْألَوىَل ِذ ْكر‬
‫ (الباجورى على ابن‬.‫ب‬ ْ ُ َ َ ْ‫ ِالَ َّن اْالَف‬،‫السياَ َدة‬ ُ ْ َ َّ ‫َو َق ْولُهُ َوأ‬
) 156 ‫ ص‬1 ‫قاسم ج‬
Setiap kali menyebut nama Muhammad Rasulullah, yang lebih utama adalah
menambah dengan sayyidina, karena lebih utama dengan jalan/cara sopan santun.
(Al-Bajuri ala Ibni Qasim Juz 1, hal. 156)

160
Dan dalam kitab Tafsir al-Baghawi, Imam Mujahid dan Imam
Qotadah berkata: Janganlah kamu sekalian memanggil nama Nabi dengan
namanya secara langsung (wahai Muhammad), tetapi panggillah dengan
penuh tawadhuk dan lemah lembut. Misalnya memanggil dengan nama
keagungan dan kebesarannya: Wahai Rasulullah, dan lain-lain.

ِ ‫ ي اَ عب َد‬،‫ ي اَ حُم َّم ُد‬:‫ الَ تَ ْدعوه بِامْسِ ِه َكما ي ْدعو بعض ُكم بعض ا‬:ُ‫اه ٌد وقَت اَدة‬
،‫اهلل‬ ِ
َْ َ ً ْ َ ْ َ ْ َ ُْ َ َ ُ ُْ َ َ َ‫َوق اَ َل جُم‬
ِ ِ ِ
ُ ‫ يِف ْ لَنِّي ٍ َوَت َو‬،‫ ي اَ َر ُس ْو َل اهلل‬،‫ ي اَ نَيِب َّ اهلل‬:‫ َف ُق ْولُ ْوا‬،ُ‫َولَك ْن فَ َّخ ُم ْوهُ َو َش ِّر ُف ْوه‬
‫اض ٍع ( تفسري‬
) 433 ‫ ص‬3 ‫البغوى ج‬

Berdiri untuk Menghormati Seseorang


Sudah tidak asing lagi di kalangan pesantren dan masyarakat
apabila ada seorang kyai atau ulama’ lewat mereka berdiri untuk
menghormati kyai tersebut. Penghormatan ini dilakukan untuk
menghormati ilmu kyai tersebut. Bagaimanakah hukum berdiri untuk
penghormatan tersebut?
Mayoritas ulama’ membolehkan berdiri untuk menghormati
seseorang yang datang. Mereka berdalil dengan firman Allah Swt.

‫س فَافْ َس ُح ْوا َي ْف َس ِح اللَّهُ لَ ُك ْم َوإِذَا قِْي َل‬


ِ ِ‫ين َآمُن ْوا إِذَا قِْي ل لَ ُك ْم َت َف َّس ُح ْوا يِف الْ َم َج ال‬
َ
ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
ٍ ‫انْ ُش زوا فَانْ ُش زوا يرفَ ِع اللَّه الَّ ِذين آمُن وا ِمْن ُكم والَّ ِذين أُوتُ وا الْعِْلم درج‬
‫ات َواللَّهُ مِب َا َت ْع َملُ و َن‬ َ ََ َ ْ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ ُ َْ ْ ُ ُْ
) 11 ‫َخبِريٌ ( اجملادلة اية‬
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang

161
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadalah:11)
ِ ِِ
َّ ‫ض ِل َو‬
‫الص الَ ِح‬ ْ ‫ب مُجْ ُه ْو ُر اْل ُف َق َه اء اىَل َج َوا ِز اْ ِلقيَ ِام لِْلق اَِدِم اذَا ك اَ َن ُم ْس لِ ًما ِم ْن أ َْه ِل الْ َف‬
َ ‫ذَ َه‬
‫صالَ َحهُ مِم َّا يَ ْدعُ ْو اِلَْي ِه اْ ِال ْسالَ ُم‬ ِِ ِ ِ ِ ِ
ٌ ‫اح َ َام الْ ُم ْسل ِم َواج‬
َ ‫ب َوتَ ْك ِرمْيَهُ لديْنه َو‬
‫َن رِت‬ ‫أِل‬ ِ
ْ َّ ِ‫َعلَى َو ْجه التَّ ْك ِرمْي‬
ِ ‫الس الَم (الَ حَت َق ِر ْن ِمن الْمع رو‬ ِ ِ ِ ‫أِل‬
‫ف َش ْيأً َولَ ْو أَ ْن‬ ُْ َْ َ ْ ُ َّ ‫َنَّهُ َس بِْي ُل الْ َم َحبَّة َوالْ َم َو َّدة َوقَ ْد ق اَ َل َعلَْي ه‬
ِ ٌ ‫اك وأَنْت منبِّس‬
2 ‫ ج‬,‫ (روائع البي ان يف تفسري اي ات األحك ام‬. )‫ك‬ َ ‫ط الَْي ِه بَِو ْج ِه‬ َ َُ َ َ َ ‫َخ‬ َ ‫تَ َكلَّ َم أ‬
)454 ‫ص‬
Mayoritas ulama’ mengatakan bahwa boleh berdiri untuk (menghormati) orang
Islam yang mulia dan baik, dengan tujuan untuk menghormatinya. Menghormati
seseorang karena agama dan kebaikannya, termasuk perbuatan yang sangat
dianjurkan oleh agama dan karena perbuatan itu merupakan jalan untuk
menambah rasa cinta dan kasih sayang. Nabi bersabda janganlah kamu
meremehkan perbuatan baik (yang dilakukan seseorang), sekalipun (dalam bentuk)
kamu berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang berseri-seri. (Rawaai’ al-
Bayan Fii Tafsiri Ayat al-Ahkam, juz II, hal.404)

Jabat Tangan dengan Dicucup atau Dicium


Sering kali kita melihat seseorang saat bertemu atau berjumpa dengan
temannya yang lain mereka saling berjabat tangan, terutama di lingkungan
pondok pesantren. Etika ini juga dilakukan oleh santri saat berhadapan
dengan orang tua, kyai, atau guru mereka, namun tidak hanya berjabat
tangan, melainkan dengan mencium atau mencucup tangan mereka yang
dipandang mulia, bahkan ada sebagian dari santri yang mencium kaki
kyainya (sebagai wujud penghormatan kepada gurunya).
Namun terkadang hal ini dipandang sebelah mata oleh sebagian orang
sebagai upaya pengkultusan atau budaya patron yang kurang baik.
Bagaimanakah sebenarnya pandangan agama terhadap perilaku jabat
tangan dengan cara mencium, mencucup tangan atau bahkan mencium
kaki?

162
a. Makruh, apabila dilakukan terhadap orang kaya karena
kekayaannya.
ٍ ‫ي بِ َكراه ِة اْ ِالحْنِ نَ ِاء وَت ْقبِي ِل حَنْ ِو ي ٍد أَو ِرج ٍل الَ ِس يما لِنَح ِو َغيِن حِل ِدي‬
:‫ث‬ ْ َ ٍّ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ ُّ ‫َوافَ َق الن ََّو ِو‬
ٍ ‫ ويْن َدب ذَلِ ك لِنَح ِو ص الَ ٍح أَو ِع ْل ٍم أَو َش ر‬. "‫"من َتواض ع لِغَيِن ذَهب ثُلُثا ِدينِ ِه‬
‫ف‬ َ ْ ْ َ ْ َ ُ َُ ْ َ َ َ ٍّ َ َ َ ْ َ
) 296 ‫(بغية املسرتشدين ص‬
Imam Nawawi sepakat terhadap hukum makruh merunduk dan mencium
tangan atau kaki apalagi kepada orang kaya, berdasarkan hadits “Barang
siapa bertawadhu’ terhadap orang kaya maka hilanglah 2/3 agamanya”.
Dan disunnahkan mencium atau merunduk kepada orang-orang saleh,
orang-orang yang berilmu dan orang-orang mulia. (Bughya al-
Mustarsyidin hal 296)

b. Sunnah, apabila itu dilakukan kepada orang-orang yang mulia dan


orang yang sudah tua.
ٍ ‫ي بِ َكراه ِة اْ ِالحْنِ نَ ِاء وَت ْقبِي ِل حَنْ ِو ي ٍد أَو ِرج ٍل الَ ِس يما لِنَح ِو َغيِن حِل ِدي‬
:‫ث‬ ْ َ ٍّ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ ُّ ‫َوافَ َق الن ََّو ِو‬
ٍ ‫ ويْن َدب ذَلِ ك لِنَح ِو ص الَ ٍح أَو ِع ْل ٍم أَو َش ر‬. "‫"من َتواض ع لِغَيِن ذَهب ثُلُثا ِدينِ ِه‬
‫ف‬ َ ْ ْ َ ْ َ ُ َُ ْ َ َ َ ٍّ َ َ َ ْ َ
) 296 ‫(بغية املسرتشدين ص‬

Imam Nawawi sepakat terhadap hukum makruh merunduk dan mencium


tangan atau kaki apalagi kepada orang kaya, berdasarkan hadits “Barang
siapa bertawadhu’ terhadap orang kaya maka hilanglah 2/3 agamanya”. Dan
disunnahkan mencium atau merunduk kepada orang-orang saleh, orang-
orang yang berilmu dan orang-orang mulia. (Bughya al-Mustarsyidin hal
296)

Menurut Imam al-Hafidz al-Iraqi ra.: Mencium badan, tangan dan


kaki orang-orang saleh atau orang-orang mulia dengan niatan untuk
mendapatkan berkah (tabarukan) adalah perbuatan baik dan terpuji.

163
ِ‫الش ِري َف ِة علَى قَص ِد التَّب ُّر ِك وأَي ِدي َّ حِل‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫الص ا نْي‬ ْ َْ َ ْ َ ْ َّ ‫ َوَت ْقبِْي ُل اْأل ََماك ِن‬: ‫َوقَ َال اَحْلَاف ْظ اَلْعَراق ْي‬
) 296 ‫ (بغية املسرتشدين ص‬.‫ص ِد َوالنِّيَ ِة اهـ‬ ِْ ِ‫وأَرجلِ ِهم حسن حَمْمو ٌد ب‬
ْ ‫اعتبَا ِر الْ َق‬ ُْ ٌ َ َ ْ ُ ْ َ
Imam Hafidz al-Iraqi Ra. berkata: Mencium badan, tangan atau kaki orang-
orang yang dianggap mulia dengan maksud mendapatkan berkah, adalah
perbuatan baik dan terpuji berdasarkan tujuan dan niatnya. (Bughya al-
Mustarsyidin hal 296)

Budaya mencium tangan ulama’, kyai, ahli zuhud dan orang yang
sudah tua, sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. seperti contoh:
sahabat Abu Ubaidah mencium tangan sahabat umar, sahabat Ali
mencium tangan sahabat Abbas dan sahabat ka’ab mencium kedua
tangan dan lutut Nabi. Sebagaimana keterangan berikut ini:

‫ت‬
ْ َ‫الس الَ ُم لَ َّما َن َزل‬ َّ ‫َو َر َوى اِبْ ُن ِحب اَّ ِن اِ َّن َك ْعب اً َقبَّ َل يَ َديْ ِه َو ُر ْكبََتْي ِه َعلَْي ِه‬
َّ ‫الص الَةُ َو‬
)638 ‫ ص‬1 ‫ (بغية املسرتشدين ج‬.ُ‫َت ْو َبتُه‬

Sesungguhnya Ka’ab mencium kedua tangan dan lutut Nabi. (HR. Ibnu
Hibban). (Bughya al-Mustarsyidin hal 638)

Mahal al-Qiyam, (Berdiri Ketika Membaca Barzanji)


Ketika membaca shalawat barzanji, ketika sampai bacaan “Ya Nabi
Salam ‘Alaika” biasanya orang-orang melantunkannya sambil berdiri yang
dikenal dengan istilah Mahal al-Qiyam. Ada sebagian orang yang
mengatakan bahwa berdiri ketika membaca shalawat adalah bid’ah
syayyiah sebab tidak ada dalil yang membenarkannya, benarkah begitu?.
Dan sebetulnya bagaimanakah hukum berdiri ketika membaca shalawat?
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan
ibadah yang sangat terpuji. Tujuan membaca shalawat itu adalah untuk
mengagungkan Nabi Muhammad Saw. Salah satu cara untuk
mengagungkan seseorang adalah dengan cara berdiri. Oleh karena itu
boleh hukumnya berdiri ketika membaca shalawat Nabi Saw. Sebagaimana

164
diterangkan dalam kitab al-Bayan Wa al-Ta’rif Fii Dzikri al-Maulid al-
Nabawi, hal.29-30:
‫ف اَئِ َّم ِة‬ َّ ‫َو َي ُق ْو ُل اَلَْبْر َزجْنِ ُّى ىِف ْ َم ْولِ ِد ِه الْ َمْن ُث ْو ِر ٰه َذا َوقَ ْد اِ ْستَ ْح َس َن الْ ِقيَ ُام ِعْن َد ِذ ْك ِر َم ْولِ ِد ِه‬
ِ ْ‫الش ِري‬
ِِ ِ ِ ِ ِ ٍ
ُ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم غاَيَ ةَ َمَرام ه َو َم ْرم اَه‬ َ ُ‫ َو ِر َويَ ةٌ اخَلْ فَطُ ْوىَب ل َم ْن ك اَ َن َت ْعظْي َم ه‬,‫ذُ ْو ِر َوايَ ة‬
‫ص لِ ِه َوحَمْ ُم ْو ًدا َو َمطْلُ ْوب اً ِم ْن‬ ِ ِ ُ ‫لش ي ِئ هن اَ َكونُه ج اَئِزا ِمن حي‬
ُ ُ‫ث ذَات ه َوا‬ ْ َ ْ ً ُ ْ ُ ْ َّ ‫َونَ ْعيِن ْ بِااْل ْست ْح َس ان با‬
ِ ِ ِ ِ
‫ص ْو ِل الْ ِف ْق ِه (البيان والتعريف ىف‬ ِ ِ‫اعثِ ِه و َعواقِبِ ِه اِخَلْ الَ ب‬ ِ ِ ُ ‫حي‬
ُ ُ‫ص طَلَ ِح َعلَْي ه يِف ْ ا‬ ْ ‫ىن الْ ُم‬
َ ‫ع‬
ْ ‫م‬
َ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ َ َ ‫ث ب َو‬ َْ
)30-29 ‫ذكر املولد النبوى ص‬
Imam al-Barzanji dalam kitab maulidnya, yang berbentuk prosa mengatakan
sebagian ulama’ ahlu hadits yang mulia itu mengaggap baik (istihsan) berdiri
ketika disebutkan sejarah kelahiran Nabi. Betapa beruntungnya orang yang
mengagungkan Nabi Saw. Yang dimaksud dengan istihsan disini ialah jaiz (boleh)
dilihat dari aspek perbuatan itu sendiri serta asal usulnya, dan dianjurkan dari sisi
tujuan dan dampaknya. Bukan dari istihsan dalam pengertian ilmu usul fiqh. (Al-
Bayan Wa al-Ta’rif Fii Dzikri al-Maulid al-Nabawi,, hal. 29-30)
Berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi
tradisi kita. Bahkan tidak jarang berdiri untuk menghormati benda mati.
Misalnya setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika
bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya
dikumandangkan, maka seluruh peserta diharuskan berdiri. Tujuannya
tidak lain adalah untuk menghormati Sang Saka Merah Putih dan
mengenang jasa para pejuang bangsa.
Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, maka berdiri untuk
menghormati Nabi tentu lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi dari
bentuk penghormatan. Bukankah Nabi Saw. Adalah manusia yang
teragung yang lebih layak di hormati dari pada yang lain. Oleh sebab itu
Imam Nawawi berpendapat:

165
‫ص ْح ىِف النَّ ِه ْى َعْن هُ َش ْي ٌئ‬ ٌ ْ‫ب َوقَ ْد َجاءَ فِْي ِه اَح اَِدي‬
َ َ‫ث َومَلْ ي‬ ْ ‫اَلْ ِقياَُم لِْلقاَِدِم ِم ْن اَ ْه ِل الْ َف‬
ٌّ ‫ض ِل ُم ْستَ َح‬
) 80 ‫ ص‬12 ‫ص ِريْ ٌح (صحيح مسلم بشرح النووى رقم ج‬ َ
Berdiri untuk (menyambut) kedatangan orang yang mempunyai keutamaan itu
dianjurkan. Ada banyak hadits yang menerangkan hal tersebut. Tidak ada dalil
yang secara nyata menyatakan larangan berdiri itu. (Shahih Muslim Bi Syarh
al-Nawawi, juz XII, hal.80)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebagai salah satu bentuk


penghormatan, berdiri menyambut kedatangan orang terhormat itu
dianjurkan. Maka berdiri untuk menghormat Nabi ketika membaca
shalawat itu lebih dianjurkan.

Hukum Membaca Manaqib Syeh Abdul Qodir atau Manaqib yang


Lainnya
Di kalangan masyarakat Islam Indonesia seringkali kita temukan
adanya kegiatan pembacaan manaqib Syeh Abdul Qadir al-Jilany.
Bagaimanakah hukum tradisi tersebut?
Manaqib adalah sejarah atau biografi seorang ulama’ yang mempunyai
nilai-nilai yang patut untuk dijadikan suri tauladan seperti halnya Syeh
Abdul Qadir al-Jilany. Adapun pembacaan manaqib beliau tidak lain
adalah untuk mencari dan mendapatkan berkah, terkabulnya do’a dan
turunnya rahmat di depan para wali baik yang masih hidup ataupun yang
sudah mati. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Jala’ al-Dzulam ‘Ala
‘Aqidah al-‘Awam.
‫اس تِجاَبَِة‬ ِ َّ ‫ت و‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ب اْل َف‬ ِ ٍِ ِ ِ ِ
ْ ‫الن َفح اَت َو‬ َ َ‫س الَْبَرك ا‬ َ ‫ضل َواخْلَْي َرات اَ ْن َيْلتَم‬ ُ ‫ا ْعلَ ْم َيْنبَغ ْى ل ُك ِّل ُم ْسلم طَال‬
‫ات الْالَْولِي اَِء ىِف جَمَالِ ِس ِه ْم َومَجْعِ ِه ْم اَ ْحي اَءً َواَْم َوات اً َو ِعْن َد‬
ِ ‫ضر‬ ‫ِ ىِف‬ ِ ِ
َ ْ ‫ال دُّعاَء َونُ ُز ْول الرَّمْح َ ات َح‬
‫ض لِ ِه ْم َونَ ْش ِر َمنَ اقِبِ ِه ْم‬
ْ َ‫ات ف‬ِ ‫ُقب و ِر ِهم وح اَ َل ِذ ْك ِر ِهم و َك ْث ر ِة اجْل م و ِع ِزي اَراهِتِم و ِعْن َد م َذاكِر‬
َ ُ َْ َ ْ ُُ َ َ ْ َ ْ ُْ
)‫(جالء الظالم على عقيدة العوام‬
Ketahuilah! Seyogyanya bagi setiap muslim yang mencari keutamaan dan
kebaikan agar ia mencari berkah dan anugerah, terkabulnya do’a dan turunnya

166
rahmat di depan para wali, di majelis-majelis perkumpulan mereka, baik masih
hidup maupun sudah mati, di kuburan mereka, ketika mengingat mereka, dan
ketika banyak orang berkumpul dalam berziarah kepada mereka, serta ketika
mengingat keutamaan mereka, dan pembacaan riwayat hidup mereka. (Jala’u al-
Dzulam ‘Ala ‘Aqidah al-‘Awam)

Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa pembacaan manaqib


orang yang shalih adalah diperbolehkan bahkan dianjurkan.

Hukum Berjabat Tangan dengan Ghoiru Mahrom


a. Tidak Boleh
Menurut jumhur ulama’ hukum berjabat tangan antara laki-laki
dengan wanita lain (ghoiru mahrom) adalah tidak diperbolehkan. Hal
ini diterangkan dalam kitab Tanwir al-Qulub hal. 199 dan Hasiyah al-
Shawi ‘ala Syarhi al-Shaghir.
‫َجنَبِيَّ ِة ِم ْن َغرْيِ َحائِ ٍل َو َك َذا اْالَ ْم َر ُاد اجْلَ ِمْي ُل ( تن وير‬ ِ ِ َّ ُ‫وحَت رم مص افَحة‬
ْ ‫الر ُج ِل ل ْل َم ْرأَة اْأل‬ َ َ ُ ُُْ َ
)199 ‫القلوب ص‬
َ ‫َجنَبِيَّةَ َوإِمَّنَا الْ ُم ْستَ ْح َس ُن الْ ُم‬
ُ‫ص افَ َحة‬ ْ ‫ أ‬:] ‫الر ُج ِل الْ َم ْرأََة‬
ْ ‫َي اأْل‬ َّ ُ‫صافَ َحة‬ َ ‫وز ُم‬ ُ ُ‫ [ َوالَ جَت‬:ُ‫َق ْولُه‬
) ‫ ( حاشية الصاوى على الشرح الصغري‬، ‫َجنَبِيَّ ٍة‬ ٍ
ْ ‫َبنْي َ الْ َم ْرأََتنْي ِ اَل َبنْي َ َر ُج ٍل َو ْامَرأَة أ‬
b. Makruh
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, hukum berjabat tangan antara
orang laki-laki dengan perempuan lain adalah makruh. Hal ini
diterangkan dalam kitab Masail al-Imam Ahmad bin Hambal
‫ ( مس ائل االم ام‬.‫َّد أَيْض اً َحىَّت الْ ُم ْح ِرِم‬ ِ ‫و َك ره اْ ِإلم ام أَمْح د مص افَحةَ الن‬
َ ‫ َو َش د‬،‫ِّس اء‬
َ َ َ ُ ُ َ ُ َ ََ َ
) ‫امحد بن حنبل‬
c. Boleh
Menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi, hukum berjabat tangan
antara orang laki-laki dan perempuan boleh tetapi dengan syarat harus
menggunakan satir seperti kaos tangan atau yang lainnya.
167
‫َجنَبِيَّ ِة ِم ْن َغرْيِ َحائِ ٍل َو َك َذا اْالَ ْم َر ُاد اجْلَ ِمْي ُل ( تنوير‬ ِ ِ َّ ُ‫وحَت رم مص افَحة‬
ْ ‫الر ُج ِل ل ْل َم ْرأَة اْأل‬ َ َ ُ ُ ُْ َ
)199 ‫القلوب ص‬
Dalam kitab Syarhu an-Nail Wasyifaul ‘alil juz 9 hal 436 dijelaskan
bahwa Rasulullah bersabda “Barang siapa berjabat tangan dengan
orang yang alim maka fadhilahnya adalah seperti berjabat tangan
denganku (Rasulullah)”. Dari sinilah diperbolehkan berjabat tangan
bagi orang perempuan, bocah atau budak wanita kepada para alim
yang betul-betul menyatukan hatinya dengan Allah Swt.

‫ك‬ ِ ‫فَص ل " الَ َت ْف ِ ُق َكفَّا متص افِح ِ يِف اللَّ ِه حىَّت َتتن ا َثر ذُنُوبهما َك الْور ِق " ر ِو‬
َ ‫ي َذل‬ َ ُ ََ َ ُ ُ َ ََ َ ‫َُ َ َ نْي‬ ‫رَت‬ ٌْ
ٍ
‫ص افَ َحةُ ُم َو ِّحد َوإِ ْن أُْنثَى أ َْو‬ ِ
َ ‫ت ُم‬ َ ‫ص افَ َح َعال ًما فَ َكأَمَّنَا‬
ْ ‫ َو َج َاز‬، " ‫ص افَ َحيِن‬ َ ‫ َوأَنَّهُ " َم ْن‬،
) ‫ ( شرح النيل وشفاء العليل‬. ‫اغ‬ ٍ َ‫ أ َْو َرقِي ًقا إ ْن مَلْ يَ ُك ْن َكب‬، ‫صغِ ًريا‬
َ

Macam-Macam Batasan Aurat

A. Definisi Aurat
Aurat adalah bagian tubuh manusia yang tabu dan dosa untuk
diperlihatkan kepada orang lain kecuali terhadap makhrom atau suami
dan istri sendiri. Secara umum aurat itu dibagi menjadi dua yaitu;
1.Aurat Ghalidhah (yaitu Qubul, lubang depan yang biasanya disebut
dzakar atau vagina dan dubur, yaitu lubang belakang atau anus).
2.Aurat Khafifah yaitu seluruh anggota tubuh selain dari qubul dan
dubur. Keterangan dalam kitab al-Jauhar al-Nirah, Juz 1 hal. 189.

‫ َو َخ ِفي َفةٌ َو ِه َي َما َع َدامُهَا‬، ‫ َغلِيظَةٌ َكالْ ُقبُ ِل َوالدُّبُِر‬: ِ ‫الْ َع ْو َرةُ َعلَى َن ْو َعنْي‬

B. Kriteria Pembagian Batasan Aurat

168
Pendapat berbagai Ulama’ dalam membagi kriteria aurat secara
terperinci diuraikan di bawah ini:
1. Aurat Laki-Laki
a. Menurut pendapat madzhab Syafi’iyah, aurat orang laki-laki di
dalam shalat dan di luar shalat adalah anggota tubuh mulai
dari pusar sampai dengan lutut. Diterangkan di dalam kitab
Hasyiyah al-Jamal juz 4 hal. 12-14 dan kitab I’anah al-Thalibin,
Juz 1 Fasal Fii Syuruti Al-Shalat.

ُّ َ ‫الر ْكبَ ِة ( َق ْولُ هُ َوالْ َع ْو َرةُ َما َبنْي‬


‫الس َّر ِة‬ ُّ ‫الس َّر ِة إىَل‬ ُّ ‫ت‬ َ ْ‫الر ُج ِل َما حَت‬َّ َ‫َوالْ َع ْو َرةُ ِمن‬
ِ ‫الر ْكب ِة ) هو تَتِ َّمةُ احْل ِد‬
‫يث َوالْ ُمَر ُاد الْ َع ْو َرةُ يِف الصَّاَل ِة َو َغرْيِ َها بَِق ِرينَ ِة اإْلِ ظْ َه ا ِر‬ َ َ ُ َ ُّ ‫َو‬
‫ض َما ِر ا هـ‬ ْ ِ‫يِف حَمَ ِّل اإْل‬
b. Menurut Imam Zarkasyi, aurat pria di luar shalat dan ketika
berada di tempat yang sepi adalah hanya dubur dan dzakar
(alat kelaminnya) saja. Hal ini diterangkan dalam kitab: Syarhu
al-Bahjah al-Wardiyah, juz 3 hal. 467 dan kitab Tuhfah al-
Muhtaj Fii Syarhi al-Minhaj, Juz 6 hal. 243.

َّ َ‫ان َف َق ْط ِمن‬
ِ َ‫السوأَت‬ ِ ِ َّ ِ َّ ‫قَ َال‬
‫الر ُج ِل‬ ْ َّ ‫ب َسْتُر َها يِف اخْلَْل َوة‬
ُ ‫الز ْر َكش ُّي َوالْ َع ْو َرةُ اليِت جَي‬

Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, aurat orang laki-laki


di luar shalat adalah hanya kubul dan dubur saja. Diterangkan
dalam kitab Bughya al-Mustarsyidin bab Fii Syuruti al-Shalat
hal 34.
‫الص الَِة اَلْ ُقبُ ُل‬
َّ ِ‫الر ُج ِل يِف ْ َغرْي‬ َّ ‫ لَن اَ َو ْج هٌ أ‬: ‫ ق اَ َل يِف الْ َقالَئِ ِد‬: ‫فائ دة‬
َّ ‫َن َع ْو َر َة‬
‫ك َوأَمْح َ َد اهـ ( بغية املسرتشدين باب شروط‬ ٍ ِ‫والدُّبر َف َق ْط وهو ِروايةٌ َعن مال‬
َ ْ َ َ َُ َ ُُ َ
) 34 ‫الصالة ص‬

169
c. Dalam kitab Hasyiah al-Jamal, Juz 1 hal. 411. diterangkan
bahwa aurat orang laki-laki di dalam shalat hanyalah qubul
(dzakar) dan dubur (anus) saja. Tetapi pendapat ini hanya
khusus untuk orang laki-laki saja tidak berlaku bagi budak
perempuan (amat).

ِ َ‫الص اَل ِة َنعم ي ْفرَتِ ق‬ ِ ‫َن رأْس ُك ٍّل ِمْن ُهما لَْي‬ ِ ‫َقولُه أَي جِب‬
‫ان‬ َ ْ َ َّ ‫ يِف‬:‫َي‬ ْ ‫س ب َع ْو َر ٍة أ‬
َ َ َ َ َّ ‫ض ا َ ام ِع أ‬ ًْ ُ ْ
ِ‫اصةً وهو اَل جَي ِري يِف اأْل َمة‬ َّ ‫َن لَنَا َو ْج ًها بِأ‬
َّ ‫يِف أ‬
َ ْ َ ُ َ َّ ‫الر ُج ِل الْ ُقبُ ُل َوالدُّبُُر َخ‬ َّ َ‫َن َع ْو َرة‬
d. Dikatakan, Imam Malik juga berpendapat bahwa aurat yang
wajib ditutupi bagi orang laki-laki dan amat (budak
perempuan) adalah dua alat kelaminnya saja. (Mughni al-
Mukhtaj, Juz 1 hal. 256.)

‫َص ِّح َوقِْي َل الَُّر ْكبَ ُة ِمْن َها‬


َ ‫الر ْكبَ ُة َفلَْي َسا بِ َع ْو َر ٍة َعلَى اأْل‬
ُّ ‫الس َّرةُ َو‬
ُّ ‫ك‬ ِ
َ ‫َو َخ َر َج بِ َذل‬
.ٌ‫اعة‬
َ َ‫ك َومَج‬ ٌ ِ‫ان َف َقطْ َوبِِه قَ َال َمال‬
ِ َ‫لسواَ ت‬ ِ ‫السَّر ِة وقِيل عك‬
ْ َّ َ‫ْسهُ َوقْي َل ا‬ ُ َ َ ْ َ ُّ ‫ُد ْو َن‬

Dan menurut Syekh Muhyiddin Ibnu Arabi perintah menutupi


aurat itu adalah bertujuan untuk memuliakan dan menjaga
kemaluan, tidak untuk merendahkan dan menghinakannya,
karena kemaluan adalah termasuk barang yang tabu dan jijik
apabila terbuka atau telanjang dan tidak buruk secara dhahir
dan hakikinya. Barang yang harus ditutupi itu adalah qubul
(dzakar atau vagina) dan dubur (anus) sebagaimana dijelaskan
di dalam kitab: Hasyiah al-Shawi ‘ala Syarhi al-Shaghir, Juz 1
bab Satru al-Aurat.

‫ َوأ ََّما بِالْ َك ْس ِر َف ُه َو َما‬، ‫ص َدٌر‬ ‫الس ِ أِل‬ِّ ‫الس ْتُر بَِفْت ِح‬
َّ :)‫(و َس رْتِ الْ َع ْو َر ِة‬
ْ ‫ني َنَّهُ َم‬ َ :ُ‫َق ْولُه‬
‫ َحىَّت‬، ‫ َو ُه َو الْ ُقْب ُح لُِقْب ِح َك ْش ِف َها اَل َن ْف ِس َها‬، ‫ ِم ْن الْ َع َو ِر‬:ُ‫ َوالْ َع ْو َرة‬. ‫يَ ْس تَرِت ُ بِ ِه‬

170
‫ اأْل َْم ُر بِ َس رْتِ الْ َع ْو َر ِة لِتَ ْش ِر ِيف َها َوتَ ْك ِرميَِها اَل خِلِ َّس تِ َها‬:ِّ ‫قَ َال حُمْيِي الدِّي ِن بْ ُن الْ َع َريِب‬
. ‫ ا هـ‬.‫َّل‬ ِ ‫ َمْن َشأُ الن َّْو ِع اإْلِ نْ َسايِن ِّ الْ ُم َكَّرِم الْ ُم َفض‬- ِ ‫فَِإن َُّه َما – َي ْعيِن الْ ُقُبلَنْي‬
2. Aurat Wanita
a. Pendapat dari pengikut madzhab Syafi’iyah, bahwa aurat
wanita di luar shalat ketika bersama orang laki-laki lain adalah
seluruh tubuhnya. Sebagaimana diterangkan dalam kitab:
Matan Safinah an-Najah, hal. 12.

ِ ِ‫و َع ْورةُ اْحلَُّر ِة واْالََّم ِة ِعْن َد اْالَ َجا ن‬


.‫ب مَجِ ْي ُع الْبَ َد ِن‬ َ َ َ
b. Aurat orang perempuan ketika shalat adalah seluruh tubuhnya,
kecuali wajah dan dua telapak tangan. Hal ini diterangkan
dalam kitab Hasyiah Bujairami, Juz 4 hal. 74 dan Hasyiah al-
Jamal, Juz 4 halaman. 12-14.
: ‫وعنْي ِ لَِق ْولِ ِه َت َع اىَل‬ ٍ
َ ‫(ح َّر ٍة َغْي ُر َو ْج ه َو َك َّفنْي ِ ) ظَ ْه ًرا َوبَطْنًا إىَل الْ ُك‬ ُ ُ‫(و) َع ْو َرة‬ َ
ِ ِ ِ
ْ‫ين ِزينََت ُه َّن إاَّل َما ظَ َه َر مْن َه ا} َو ُه َو ُم َف َّس ٌر بِالْ َو ْج ه َوالْ َك َّفنْي ِ َوإِمَّنَا مَل‬
َ ‫{والَ يُْب د‬َ
‫مِه‬
.‫اجةَ تَ ْدعُو إىَل ْإبَرا ِز َا‬ َّ ‫يَ ُكونَا َع ْو َرةً ؛ أِل‬
َ َ‫َن احْل‬
c. Menurut Imam Muzani, telapak kaki orang perempuan dalam
shalat maupun di luar shalat adalah bukan termasuk aurat.
Diterangkan dalam kitab Mughni al-Mukhtaj, Juz 1 hal. 257.

ِ َّ ‫ويِف َقولِِه اَو وجه أ‬


ِ ‫اطن قَ َدميها لَيس بِعورة وقَ َال ْالُمزايِن لَيس ال َق َدم‬
ً‫ان َع ْو َرة‬ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ‫َن ب‬ ٌْ َ ْ ْ ْ َ
d. Dikatakan aurat orang perempuan ketika dalam keadaan
sendirian atau pada tempat yang sepi adalah cukup menutupi
sesuatu di antara pusar sampai dengan lutut. Diterangkan
dalam kitab Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj juz 1 hal 411.

171
ِ
َّ ‫َواََّما ىِف اخْلَْل َو ِة فَكاَلْ َم َحا ِرم َوقِْي َل َك‬
‫الر ُج ِل ( حاشية اجلمل على شرح املنهاج‬
) 411 ‫ ص‬1 ‫ج‬
Imam al-Zarkasyi berpendapat dalam kitab Syarhu al-Bahjah al-
Wardiyah, Juz 3 hal. 467. bahwa orang perempuan ketika dalam
keadaan sendirian atau pada tempat yang sepi adalah cukup
menutupi sesuatu di antara pusar sampai dengan lutut.

َّ ‫ان َف َق ْط ِم ْن‬
ِ َ‫السوأَت‬ ِ ِ َّ ِ َّ ‫قَ َال‬
,‫الر ُج ِل‬ ْ َّ ‫ب َسْتُر َها يِف اخْلَْل َوة‬ ُ ‫الز ْر َكش ُّي َوالْ َع ْو َرةُ اليِت جَي‬
‫الر ْكبَ ِة ِم ْن الْ َم ْرأ َِة‬
ُّ ‫السَّر ِة َو‬
ُّ َ ‫َو َما َبنْي‬
e. Dalam kitab Matan Sulam al-Safinah, hal 12-13: aurat orang
perempuan adalah dari pusar sampai dengan lututnya saja
ketika bersama muhrimnya atau ketika bersama dengan sesama
wanitanya.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫وعورةُ اْحل َّر ِة واْالََّم ِة ِعْن َد اْالَج ان‬
َ ‫ب مَج ْي ُع الْبَ َدن َوعْن َد حَمَا ِرم َها واَلنـِّ َساء َما َبنْي‬ َ َ ُ َ َْ َ
.‫الر ْكبَ ِة‬
ُّ ‫السَّر ِة َو‬
ُّ
3. Aurat Budak atau Hamba Sahaya
a. Menurut penganut madzhab Syafi’i aurat budak ketika shalat
adalah seperti auratnya wanita khurri (wanita merdeka) yaitu
seluruh tubuhnya kecuali kepala, wajah dan kedua telapak
tangannya, diterangkan dalam kitab: Hasyiah Qulyubi wa
‘Amirah, Juz 3 hal. 442. dan bisa dilihat dalam kitab Nihayah al-
Zain, hal. 46.

ْ ‫ أ‬،‫َوالثَّايِن َع ْو َر ُت َها (أي اْأل ََم ةُ) َك احْلَُّر ِة إاَّل َرأْ َس َها‬
َ‫َي َع ْو َر ُت َها َما َع َدا الْ َو ْج ه‬
َّ ‫َوالْ َك َّفنْي ِ َو‬
.َ‫الرأْس‬
b. Menurut qoul yang lebih shahih seperti yang telah diterangkan
oleh Imam al-Baihaqi aurat budak ketika shalat maupun di luar
shalat adalah seperti auratnya orang laki-laki yaitu antara
pusar sampai dengan lutut.

172
‫‪Keterangan kitab Fathu al-Wahab, Juz 1 hal. 87 dan kitab‬‬
‫‪Hasyiah Qulyubi Wa ‘Umairah, Juz 3 hal. 442.‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ص لَّى يِف اخْلَْل َوة أ َْو َغرْيِ َه ا‪ ،‬فَِإ ْن َتَر َك هُ َم َع الْ ُق ْد َر ِة مَلْ‬
‫(س ْتُر الْ َع ْو َر ِة) َ‬
‫(و) ثَال ُث َها َ‬
‫َ‬
‫(ما َبنْي َ ُس َّرتِِه َو ُر ْكبَتِ ِه)‬ ‫الر ُج ِل) ُح ًّرا َك ا َن أ َْو َعْب ًدا َ‬ ‫(و َع ْو َرةُ َّ‬‫ص الَ تُ هُ َ‬‫تَص َّح َ‬
‫ِ‬
‫َح ُد ُك ْم أ ََمتَ هُ َعْب َدهُ أ َْو أ َِج َريهُ فَاَل َتْنظُ ُر إىَل‬ ‫ِ ِ‬ ‫حِل ِ ِ‬
‫َ ديث الَْبْي َهق ّي‪َ ،‬وإذَا َز َّو َج أ َ‬
‫الس َّر ِة‬
‫(و َك َذا اْأل ََم ةُ) َع ْو َرتُ َها َما َبنْي َ ُّ‬ ‫الس َّر ِة و ُّ ِ‬ ‫ِِ‬
‫الر ْكبَ ة‪َ ،‬‬ ‫َع ْو َرت ه‪َ ،‬والْ َع ْو َرةُ َما َبنْي َ ُّ َ‬
‫َص ِّح) إحْلَاقًا هَلَا بِ َّ‬ ‫و ُّ ِ‬
‫الر ُج ِل‪.‬‬ ‫الر ْكبَة (يِف اْأل َ‬ ‫َ‬

‫)‪4. Aurat Karyawati (Wanita Karier‬‬


‫‪a.‬‬ ‫‪Aurat karyawati adalah seluruh badan, kecuali kepala.‬‬
‫ك َع ْو َرةٌ َك َما يِف ْ َح ِّق احْلُ َّر ِة ِس َوى ال َّرأْ ِس ( الش رح‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َوفْي ِه َو ْج هٌ اَ َّن مَجِ ْي َع ٰذل َ‬
‫الكبري للرافعى ج ‪) 4‬‬
‫‪b.‬‬ ‫‪Aurat karyawati adalah seluruh badan, kecuali anggota‬‬
‫‪badan yang tampak dan terbuka ketika bekerja, seperti kepala,‬‬
‫‪leher, lengan tangan dan ujung betis. Karena anggota tersebut‬‬
‫‪butuh untuk dibuka dan sulit untuk menutupnya.‬‬
‫س‬ ‫س بِ َع ْو َر ٍة ِمْن َها َو ُه َو َّ‬
‫الراْ ُ‬
‫ِ ِ ِ‬
‫ف يِِِف َح ال الْم ْهنَ ة َفلَْي َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫( َوالثَّانيَّةُ) َما َيْب ُدو َو َيْن َكش ُ‬
‫ِِ‬ ‫اق اِل َنَّها حَت ت ِ‬
‫الس ِ‬ ‫الس ِ‬
‫اج ايَل َك ْش فه َو َي ْع ُس ُر َعلَْي َها َس ْتُرهُ‬ ‫َ َْ ُ‬ ‫ف َّ‬‫اع ُد َوطَ ْر ُ‬ ‫الر َقبَ ةُ َو َّ‬
‫َو َّ‬
‫( الشرح الكبري للرافعى ج ‪) 4‬‬
‫ِّس ِاء‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ثَالثَُت َها مَج ْي ُع الْبَ َدن إالَّ َما يَظْ َه ُر عْن َد الْم ْهنَ ة َوه َي َع ْو َر ُت َها عْن َد الن َ‬
‫ِ‬
‫ات (هناية الزين ص ‪) 47‬‬ ‫الْ َكافِر ِ‬
‫َ‬

‫)‪5. Aurat Khuntsa (orang yang mempunyai dua jenis kelamin‬‬

‫‪173‬‬
a. Aurat khuntsa adalah semua badannya sebagaimana wanita
merdeka. (Hasyiyah Qulyubi bab Suruti al-Shalat juz 1)
‫ اِبْتِ َداءً َو َك َذا‬, ‫ َواخْلُْنثَى احْلُ ِّر َك اْألُْنثَى احْلُ َّر ِة‬, ‫ف‬ ِ ِ َّ ‫ع ورةُ اخْل ْنثى‬
ُ ‫الرقْي ِق الَ خَت ْتَل‬ َُ ََْ
‫ب (حاش ية قلي وىب ب اب ش روط‬ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ عْن َد َش ْيخنَا ال َّر ْمل ُّي َو َخالََف هُ اخْلَطْي‬, ‫َد َو ًاما‬
) 1 ‫الصالة ج‬
b. Aurat khuntsa adalah semua anggota badannya, kecuali wajah,
kedua telapak tangan dan kepalanya. Diterangkan dalam kitab
Khawasyi al-Syarwani, Juz 2 hal 120.

ْ ‫ أ‬، ‫َص ِّح) َع ْو َر ُت َها َكاحْلَُّر ِة إاَّل َرأْ َس َها‬


َ‫َي َع ْو َر ُت َها َما َع َدا الْ َو ْج ه‬ َ ‫َو اخْلُْنثَى (يِف اْأل‬
) ‫س (حاشية الشرواىن‬ َّ ‫َوالْ َك َّفنْي ِ َو‬
َ ْ‫الرأ‬
Pornografi
Pornografi adalah bentuk gambar atau patung yang menampilkan
keindahan bagian tubuh yang dapat menimbulkan syahwat bagi orang
lain, baik yang terdapat pada media cetak, elektronik, maupun pada
perilaku seseorang, terutama yang bersumber dari kaum wanita. Dan
sangat disayangkan pada saat ini di berbagai daerah di Indonesia makin
banyak aksi-aksi porno, baik penayangan dari media cetak, media
elektronik maupun langsung.
Dari fenomena tersebut kemudian memunculkan RUU APP. Dan
kemudian Pro dan kontra terhadap RUU itupun semakin ramai dan
menguat.
Bagaimanakah hukum melihat pornografi?
a. Haram melihat, apabila sampai menimbulkan syahwat dan fitnah.
‫ِّس ِاء‬ ِ ٍ ‫اص ى الْع ِ اَلنَّظْ ر هِب ا ِمن ال َّذ َك ِر اِىَل َش ي ٍئ ِمن مَجِ ي ِع ب َد ِن أ‬ ِ ‫و ِمن مع‬
َ ‫َح د م َن الن‬
َ َ ْ ْ ْ َ َ ُ ‫َنْي‬ ََ ْ َ
‫ف فِْتنَ ٍة‬ِ ‫الزو ِاج ِر نَظْ ر اْألَجنَبِيَّ ِة بِش هو ٍة وخ و‬
ْ َ َ َْ َ ْ ُ ‫ىِف‬ ِ ِ ْ ‫ات َم َع الْ َق‬
َ َّ ‫ (َتْنبْي هٌ) َع َّد‬.‫ص د‬
ِ َّ‫اْالَجنَبِي‬
ْ
ِ
)67 ‫ (اسعاد الرفيق ص‬. ‫ك‬ َ ‫َولَ ْم ُس َها َك ٰذل‬

174
b. Boleh, asal tidak menimbulkan fitnah dan syahwat. (Tuhfah al-Muhtaj,
juz 9, hal. 20 - 21)
‫اح ٍد َويُ َؤيِّ ُدهُ َق ْوهُلُ ْم لَ ْو َعلَّ َق الطَّاَل َق‬
ِ ‫فَاَل حَي رم نَظَ ره يِف حَنْ ِو ِم ر ٍآة َكما أَْف بِ ِه َغي ر و‬
َ ُْ ‫ْ َ ىَت‬ ُُ ُُْ
ِ َ‫ث بِر ْؤي ِة خياهِل ا يِف حَن ِو ِم ر ٍآة ؛ أِل َنَّه مَل يرها وحَم ُّل ذَلِ ك َكما ه و ظ‬
‫اهٌر‬ ِ ِ
َُ َ َ َ َ َ ََ ْ ُ ْ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ‫بُر ْؤيَت َها مَلْ حَيْن‬
ِ ِ َّ ‫س ِمْن َها‬ ِ ْ ‫حيث مَل خَي‬
ُ‫ت فَاَل حَيْ ُر ُم مَسَاعُهُ إاَّل إ ْن َخش َي مْن ه‬ ُ ‫الص ْو‬ َ ‫ش فْتنَ ةً َواَل َش ْه َوةً َولَْي‬ َ ْ ُ َْ
)21 - 20 ‫ ص‬9 ‫ ج‬, ‫ (حتفة احملتاج‬.‫الز ْر َك ِش ُّي‬ َّ ُ‫فِْتنَةٌ َو َك َذا إ ْن الْتَ َّذ بِِه َك َما حَبَثَه‬
Terlepas dari pro-kontra di atas, para ulama’ sepakat melarang untuk
mengeksploitasi keindahan tubuh di depan public terutama bagi kaum
hawa, hal itu menunjukkan bahwa agama sebenarnya lebih menjunjung
tinggi kehormatan manusia.

Hukum Pergaulan Bebas


Pada zaman sekarang memang lebih marak dengan yang namanya
pergaulan bebas, sehingga seakan-akan Negara kita punya nilai kebebasan
tanpa adanya moral, bahkan masyarakat Indonesia yang biasa dikenal
kental dengan adat ketimurannya, sedikit demi sedikit mulai luntur,
karena semakin hebatnya pengaruh, transformasi budaya luar.
Pada suatu forum, misalnya acara ulang tahun atau pesta-pesta yang
lain sering terlihat dalam acara tersebut banyak bercampurnya antara laki-
laki dan perempuan, yang notabene adalah remaja. Sehingga para santri
merasa sangat tabu akan hal itu. Bagaimanakah hukum menghadiri suatu
acara atau pesta yang demikian itu?
Hukum berbaurnya laki-laki dan perempuan:
a. Haram dan berdosa apabila menghadiri acara tersebut jika
nantinya dapat menimbulkan fitnah. Keterangan kitab Is’adul
Rafiq:

175
‫ِّس ِاء ِىف‬ ِ ِّ ‫ات إِ ْختِالَ ُط‬
َ ‫الر َج ال َوالن‬
ِ ‫َش ِّد اْملحظُ ور‬
َْ َْ
ِ ‫ِمن أَْقب ِح الْمحَّرم‬
َ ‫ َوأ‬,‫ات‬ َ َُ َ ْ
‫اس ِد َواْ ِلفنَت ِ اْل َقبِْي َح ِة (اس عاد الرفيق‬
ِ ‫ك ِمن الْم َف‬ ِ
َ َ َ ‫َّب َعلَى َذل‬
ِ ِ
ُ ‫اجْلُ ُم ْو َع ات ل َما َيَت َرت‬
)67 ‫ص‬
Sebagian perkara yang sangat diharamkan dan dikhawartirkan adalah
bercampurnya laki-laki dan perempuan dalam tempat perkumpulan
yang dapat menimbulkan fitnah. (Is’ad al-Rafiq hal. 67)
b. Makruh, bilamana menilai kehadirannya dalam acara tersebut
timbul rasa khawatir atau takut terkena fitnah/berdampak
negatif.
‫ َو َيْنبَغِى مَحْلُهُ لُِي َوافِ َق‬,‫ث‬ ِ ‫ وهو ِمن الْ َكبائِِر لِص ِري ِح ٰه ِذ ِه اْألَح ِادي‬:‫الزو ِاجر‬
ْ َ ْ َ َ َ َ ُ َ ْ َ َّ ‫قاَ َل ىف‬
‫ َو َم َع‬,ٌ‫ أ ََّما جُمَ َّر ُد َخ ْش يَتِ َها فَاِمَّنَا ُه َو َم ْك ُر ْوه‬:ُ‫الفْتنَ ة‬
ِ ‫َقواع ُدنَا على ما إِذَا حَت َّق َقت‬
ْ َ ََ َ َ
)136:‫(اسعاد الرفيق ص‬.‫اهٌر‬ ِ َ‫ظَنِّها حرام َغير َكبِير ٍة َكما هو ظ‬
َُ َ َْ ُْ ٌ ََ َ
c. Boleh menghadiri acara tersebut jika tidak menimbulkan fitnah
dan tentunya berdampak positif atau memberikan hal yang lebih
baik.
Berbaurnya laki-laki dan perempuan tidak dipermasalahkan jika
tidak melanggar aturan agama dan norma-norma yang berlaku,
sehingga pergaulan mereka memang merupakan hal yang wajar.
Sebagaimana keterangan dalam kitab Is’adur Rofiq hal :136.
Hukum Onani atau Masturbasi

Onani adalah merangsang kemaluan sendiri untuk mencapai


orgasme (bagi laki-laki) dan bagi perempuan disebut masturbasi.
Bagaimanakah hukum dari masturbasi atau onani?
a. Haram, menurut Imam Malik, Imam syafi’i, dan Imam Abu
Hanifah
b. Boleh, menurut Imam Ahmad bin Hambal tetapi dengan tiga
syarat:
1. Khawatir akan melakukan perzina’an.

176
2. Tidak mampu menikah (tidak punya mahar
untuk menikahi wanita)
3. Dengan menggunakan tangannya sendiri,
tidak menggunakan tangan orang lain.
Hal ini dijelaskan dalam kitab as-Showi ‘ala Syarhi Tafsir al-Jalalain
juz 3 halaman 112.
‫الش افِعِ ْي َوأَيِب ْ َحنِْي َف ةَ َف َق َال‬
َّ ‫ك َو‬ ٍ ِ‫َقولُ ه َكاْ ِالس تِمناَِء بِالْي ِّد أَي َفه و ح رام ِعْن َد مال‬
َ ٌ ََ َُ ْ َ ْ ْ ُ ْ
‫الزن اَ َوأَ ْن الَ جَيِ َد َم ْه َر ُح َّر ٍة أ َْو مَثَ َن‬ َ َ‫أَمْح َ ُد بْ ُن َحْنبَ ْل جَيُ ْو ُز بِ ُش ُر ْو ِط ثَالَثَ ِة أَ ْن خَي‬
ِّ ‫اف‬
‫ الصاوي على شرح تفسري اجلاللني‬. ‫يب أ َْو اَ ْجنَبِيَّ ِة‬ ِ ‫أ ََّم ٍة وأَ ْن ي ْفعلَ ه بِي ِد ِه الَ بِي ِد أ‬
ِّ َ‫َجن‬
ْ َ َ ََُ َ
112 ‫ ص‬3 ‫جز‬

Hukum Menyemir Rambut


Semir rambut adalah zat kimia yang dapat merubah warna rambut
dari warna aslinya. Bagaimanakah hukum menggunakan semir rambut
tersebut untuk menyemir rambut?
1. Hukum menyemir rambut dengan warna hitam
a. Tidak boleh menyemir rambut dengan warna hitam, baik laki-laki
maupun perempuan, karena hal tersebut ada unsur merubah
ciptaan Allah Swt. (Is’ad al-Rofiq, juz II, hal.119)
ِ‫لسو ِاد َولَ ْواِل ْمرأ ٍَة َكم اَ قاَلَهُ ابْن َح َج ٍر ىِف الْ ِمْن َه ِج الْ َق ِومْي‬ ِ ِ ‫ضيب لِلش‬ ِ ‫ِمْنهاَ الت‬
ُ َ َ َّ ‫َّعر با‬ ْ ُ ْ ‫َّخ‬ ْ
‫الص بِيَّ ِة اِ َذا‬
َّ ‫الصىِب ِّ َو‬َّ ‫ب َش ْع ِر‬ ُ‫ض‬ ْ ‫َخ ِريْ َن اَنَّهُ حَيْ ُر ُم َعلَى الْ َوىِل ْ َخ‬ ِّ ‫ض الْ ُمتَأ‬ُ ‫اىَل اَ ْن قاَ َل َب ْع‬
ِ
‫ى َم ْذ َهُبنَا‬ ِّ ‫الس َو ِاد لِ َما فِْي ِه ِم ْن َت ْغيِرْيِ اخْلِْل َق ِة َوىِف ْ َش ْر ِح الْ ُم ْس لِ ِم لِلن ََّو ِو‬
َّ ِ‫ب ب‬ َّ ‫ص‬ َ َ‫ك اَ َن ا‬
ِ ِ ‫ض‬ ِ َ‫لِ َّلرج ِل والْم رأ َِة اِس تِحبا‬
ُ‫ض ابُه‬ َ ‫ص ْفَر ٍة اَْو مَحْ َر ٍة َوحَيْ ُر ُم خ‬ ُ ِ‫ب ب‬ ِ ‫الش ْي‬ َّ ‫اب‬ َ ‫بخ‬ ُ ْ ْ َْ َ ُ
‫ص ِّح‬ ِ َّ ِ‫با‬
َ َ‫لى اْال‬
َ ‫لس َواد َع‬
177
b. Makruh Tanzih, sama halnya dengan tidak mensyukuri apa yang
telah diberikan oleh Allah Swt. Karena itu lebih baik diterima apa
adanya dari pada merubah warna asli rambut yang diberikan
Allah kepada kita. (Is’ad al-Rofiq, juz II, hal.119)
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم اِ ْجتَنُِب ْوا‬ ِِ ِ
َ ‫َّح ِرمْيُ ل َق ْول ه‬
ِ
ْ ‫َوقْي َل يُكَْرهُ َكَر َاهةَ َتْن ِزيْهاً َوالْ ُم ْختاَُر الت‬
َّ ِ‫با‬
‫لس َو ِاد‬
c. Boleh menyemir rambut dengan warna hitam, bagi istri yang
mendapat izin dari suaminya. (Is’ad al-Rofiq, juz II, hal.119)
‫ك ِب ِإذِْن َزْوِج َه ا‬
َ ‫ج ْوُز ِلْل َم ْرَأةِ َذِل‬
ُ ‫ح َنظِْم الزَُّب ِد َنعَْم َي‬ ِ ْ‫الرمِْلُّي ِفْي شَر‬
َّ ‫اب‬ ُ ‫ال الشَِّه‬ َ ‫َق‬
‫َاْو َسِّيِدَها ِلَأَّن َلهُ َغَرضًا ِفْي َتْزِيْيِنَها‬
2. Hukum menyemir rambut yang sudah beruban dengan semir warna
kuning atau merah (selain hitam)
Sunnah menyemir rambut yang sudah beruban dengan
semir warna merah atau kuning. (Is’ad al-Rofiq, juz II, hal. 119)
ِ ‫ض‬ ِ ‫ى م ْذهبنَا لِ َّلرج ِل والْم رأ َِة اِس تِحب‬ ِ ِ
ِ ‫الش ْي‬
‫ب‬ َّ ‫اب‬ َ ‫اب خ‬
ُ َْ ْ ْ َ َ ُ ُ َ َ ِّ ‫َوىِف ْ َش ْر ِح الْ ُم ْس ل ِم للن ََّو ِو‬
‫ ص‬2 ‫ص ِّح (إس عاد الرفيق ج‬ ِ َّ ِ‫بِص ْفر ٍة اَو مَح ر ٍة وحَي رم ِخض ابه با‬
َ َ‫لى اْال‬
َ ‫لس َواد َع‬ ُُ َ ُ ُ ْ َ َ ْ ْ َ َ
)119
Dalam Syarah Muslim, Imam Nawawi mengatakan ”Sunnah bagi laki–laki
dan perempuan menyemir rambut dengan warna kuning atau merah dan
haram menyemir rambut dengan warna hitam menurut pendapat yang lebih
shahih.” (Is’ad al-Rofiq, juz II, hal. 119)

‫ص َف ٍر اَ ْى الَبِ َس َو ٍاد اََّما‬ ‫ضب َشي ِ ِ ِ حِل ِ ِ حِب‬ ِ ٍ ‫يس ُّن لِ ُك ِّل أ‬
ْ َ‫ب َرأْسه َو ْيَته َ ْمَر ٍة اَْو ا‬ ْ ُ ْ ‫و َخ‬...
َ ْ‫َحد إخَل‬
َ َُ
) 339 ‫ ص‬2 ‫بِِه َفيَ ْحُر ُم (إعانة الطالبني ج‬
Disunnahkan menyemir uban rambut kepala dengan warna merah atau
kuning yakni tidak dengan warna hitam karena hal tersebut hukumnya
haram. (I’anah al-Tholibin, juz II, hal.339)

178
Hukum Pria Memakai Perhiasan Emas
Wanita akan tampak kelihatan anggun dan cantik apabila memakai
perhiasan (emas) yang tidak berlebihan, akan tetapi lain halnya apabila
pria yang memakainya. Bagaimanakah hukum pria memakai perhiasan
emas?
Dalam hal ini ada beberapa pandangan di kalangan ulama’:
a. Haram bagi pria memakai emas murni maupun campuran
‫ب) خِلَرَبِ أَيِب ْ َد ُاو َد‬ ِ ‫َّختِم بِال َّذ َه‬ ِ ِ ِّ ‫و َك َذا حَي رم علَى‬
ُ ْ ‫الرج اَل َوم ْثلُ ُه ْم اَخْلُنَ اثَى (اَلت‬ َ ُُ ْ َ
ِ‫باِس ناٍَد ص ِحي ٍح أَنَّه ص لَّى اهلل علَي ِه وس لَّم اَخ َذ يِف مَيِينِ ِه قَطْع ةَ ح ِري ٍر ويِف مِش الِه‬
َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ َ َْ ُ َ ُ ْ َ ْ
ِ ‫أِل‬ ِ ِ
,‫َي ا ْس ت ْع َماهُلَُما َح َر ٌام َعلَى ذُ ُك ْو ِر أ َُّميِت ْ َح َّل ُن اَث ِه ْم‬ ِ ٍ ‫قَطْ َع ةَ َذ َه‬
ْ ‫ َوقَ َال َه َذان أ‬.‫ب‬
ٍ ْ‫َّختِ ِم َعن اِخْت َ اذُ أَن‬
‫ف أ َْو أَمْنِلَ ٍة أ َْو‬ ِ ْ ‫ و‬.‫لذ ُكو ِر اَخْلُن اَثَى اِ ْحتِياطً ا‬ ُّ ِ ِ
ْ ْ ‫احَت َر َز ب الت‬ َ َ ْ ‫َوأُحْل َق با‬
‫ب َعلَى َم ْقطُْو ِع َها َوإِ ْن أ َْم َك َن اِخْت َاذُ َها ِم َن‬
ٍ ‫ِس ٍّن فَِإنَّهُ الَ حُيْ ر ُم اِخْت َاذُه اَ ِم ْن َذ َه‬
َ
)172 ‫(االقناع ىف حال الفاظ اىب شجاع ص‬. ‫الْ ِفض َِّة‬
Begitu juga bagi laki-laki, diharamkan memakai cincin dari emas
sedangkan bagi khuntsa hukumnya disamakan dengan laki-laki karena
adanya sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan
sanad shahih; Bahwa Rasulullah Saw. mengambil sepotong sutra pada
tangan kanannya dan sepotong emas pada tangan kirinya. Beliau
bersabda; sutra dan emas ini, keduanya haram dipakai kaum laki-laki
dari umatku. Para khuntsa disamakan dengan laki-laki, karena
berhati-hati, dikecualikan dari haramnya memakai cincin yaitu untuk
membuat hidung, ujung jari atau gigi palsu dari bahan emas.
Demikian itu diperbolehkan bagi orang yang organ-organnya tersebut
terpotong, meskipun masih memungkinkan membuatnya dari bahan
perak. (Al-Iqna’ Fii Haali al-Fadzi Abi Syuja’, hal.172)

179
.‫اء‬
ِ َ‫ال دُْوَن ِّالنس‬
ِ ‫لر َج‬
ِّ ‫الذَهبِ ِل‬
َّ ‫خُّتِم ِب‬
َ ‫اء ِاَلى حََرمَ ِة َّالت‬
ِ ‫جْم ُه ْوُر مَِن ْالعَُل َم‬
ُ ْ‫ب ال‬
َ ‫ذََه‬
)258 ‫ ص‬3 ‫(فقه السنة جز‬
Mayoritas ulama’ berpendapat bahwasannya haram bagi laki-laki
memakai cincin dari emas, bukan untuk orang perempuan. (Fiqih as-
sunnah, juz III, hal. 258)

b. Makruh bagi pria memakai perhiasan baik dari emas murni


maupun campuran. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqih
al-Sunnah, juz III, hal.364
‫ب لِ ِّلر َج ِال َكراَ َه ةَ َتْن ِزيْ ٍه‬ ِ ‫َّختِ ِم بِال َّذ َه‬ ِ ِِ ِ ‫وذَهب مَج‬
ْ ‫اع ةٌ م َن الْعُلَ َم اء اىَل َكَر َاه ة الت‬
ََ َ َ َ
ِ ‫اص وطَْلح ةُ ب ِن عب ِد‬ ِ ِ َّ ‫ولََق ْد لَبِسه مَج اعةٌ ِمن‬
‫اهلل‬ َْ ْ َ َ ٍ َ‫الص َحابَة مْن ُه ْم َس ْع ُد ابْ ُن اَيِب ْ َوق‬ َ َ َ َُ َ
‫ب َولَ َعلَّ ُه ْم َح َس ُب ْوا اَ َّن النَّ ِه َّي‬ٍ ‫وصهْيب وح َذ ْي َفةُ وجابِر بْن مَسْرةَ والْبَّراء بْن ع اَ ِز‬
ُ ُ َ َ َ ُ ُ ََ ُ َ ٌ َُ َ
)259‫ ص‬3 ‫لِ َّلتْنـ ِزيِْه (فقه السنة جز‬
Ada sebagian ulama’ yang memakruhkan laki-laki memakai perhiasan
emas, karena ada sebagian sahabat yang memakainya, diantaranya
adalah Said bin Abi Waqhas dan Talhah bin Abdullah, Suhaib,
Hudzaifah, Jabir bin Samroh, Barra’ bin ‘Azib, mereka mengira bahwa
larangan itu adalah makruh tanzih. (Fiqih al-Sunnah, juz III,
hal.259)

Hukum Tindik bagi Laki-Laki


Sering terlihat di sebagian kalangan dan kadang menjadi tradisi
atau trend menindik (melubangi) hidung atau telinga guna memasang
anting atau sejenisnya baik laki-laki maupun perempuan.
Bagaimanakah pandangan fiqih apabila orang laki-laki menindik
hidung atau telinga?
a. Haram mutlak bagi anak atau orang laki-laki menindik/melubangi
hidung atau telinganya, menurut Ulama’ Syafi’iyah

180
‫ص بِيَّ ٍة َعلَى اْالَْو ُج ِه لَِت ْعلِْي ِق احْلَلْ ِق‬
َ ‫ص يِب ٍّ قَطْ ًعا َو‬
ِ ‫ف مطْلَ ًقا‬
َ )‫(وأُذُن‬
َ
ٍ
ُ ْ‫ب) أَن‬
ِ
ُ ‫(و َح َر ٌم َتثْقْي‬
َ
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫صَر َح به الْغََزاىِل َو َغْيُرهُ ِألَنَّهُ إيْالَ ٌم مَلْ تَ ْدعُو إلَْيه َح‬
ٌ‫اجة‬ َ ‫َك َما‬
Haram mutlak menindik (melubangi) hidung, para ulama’ sepakat
atas keharaman menindik telinga anak laki-laki yang masih kecil guna
memasang anting, sedangkan pada anak perempuan yang masih kecil
menurut qoul aujah juga haram sebab hal itu menyakiti sebelum ada
keperluan. I’anah At-Thalibin, Juz 4 hal 175 – 178.
b. Makruh bagi anak laki-laki yang masih balita, menurut sebagian
Ulama’ Hambaliyah.

َّ ‫ َويُكَْرهُ يِف‬.‫الز ْينَ ِة‬


‫ إهـ‬. ِّ ‫الصيِب‬ ِّ ‫ض‬ِ ‫الصبِيَّ ِة لِغَْر‬
َّ ‫الر َعايَِة لِْل َحنَابِلَ ِة جَيُ ْو ُز يِف‬
ِّ ‫َويِف‬
Dalam kitab ri’ayah karangan pengikut madzhab Hambali menyatakan
boleh menindik anak perempuan yang masih kecil, sebab bertujuan sebagai
perhiasan, sedangkan pada anak laki-laki yang masih kecil hukumnya
makruh.
c. Boleh, menurut Imam Zarkasyi, melubangi telinga laki-laki yang
masih balita.
‫ َويِف َفتَ ا ِوى‬، ‫الص ِحْي ِح‬ ِ ‫الزر َك ِش ىُّ واس تَ َد َّل مِب َا يِف ح ِدي‬
َّ ‫ث أ ُِّم َز ْر ٍع يِف‬ ْ َ ْ َ ْ َّ ُ‫َو َج َّو ُزه‬
‫اهلِيَّ ِة َفلَ ْم َيْن ِك ُر‬
ِ ‫اض يخان ِمن احْل ـن ِفيَّ ِة أَنَّه الَب أْس بِ ِه ِألَنَّهم َك انُوا ي ْفعلُونَ ه يِف اجْل‬
َ ُ ْ َ َ ْ ُْ َ َ ُ َ َ َ َ ْ َ‫ق‬
ِ
، ‫اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬ ِ ‫علَي ِهم رسو ُل‬
ُْ َ ْ ْ َ
Imam Zarkasyi memperlobehkannya berdasarkan hadits Ummi Zarin di
dalam hadits Shahih. Fatwa-fatwa Syech Qodikhon pengikut Madzhab
Hanafi, menyatakan bahwa tidak mengapa melakukan hal itu sebab pernah
dilakukan pada zaman jahiliyah, sedangkan Nabi Saw. tidak
mengingkarinya.

Menindik telinga bagi perempuan kebanyakan ulama’ tidak


melarang karena hal itu ada hak baginya untuk memperindah dan

181
menghiasi dirinya. Asalkan saat menindik tidak menimbulkan
dampak negatif.
‫اج إِلَْي ِه َّن َس ِه َل حُمْتَ ِم ٌل َو ُم ْغتَ ِف ٌر‬
ِ ‫َّاعيَ ِة لَِر ْغبَ ِة اْأل َْز َو‬
ِ ‫الزينَ ِة الد‬ ِِ ِ
ْ ِّ ‫ب يِف مثْ ِل َه ذه‬
ِ
ُ ْ‫َوالت َّْع ذي‬
ِ ِ
َ ‫ َفتَأ ََّم َل ذَل‬. ‫صلَ َح ِة‬
. ‫ك فَِإنَّهُ ُم ِه ٌّم‬ َ ‫لتِْل‬
ْ ‫ك الْ َم‬
)178 – 175 :‫(إعانة الطالبني اجلزء الرابع ص‬
Sedangkan menyakiti demi untuk perhiasan yang dapat menimbulkan rasa
cinta suami pada istrinya itu sangat ringan dan tidak masalah sebab ada
unsur kemaslahatan.
Keterangan tersebut di atas terdapat pada kitab I’anah At-Thalibin,
Juz 4 hal 175 – 178.

Hukum Tato
Di kalangan remaja sering kita jumpai banyak para remaja yang
bertato, menurut mereka tato merupakan style atau mode, bahkan bagi
sebagian dari mereka merasa ada suatu kebanggaan tersendiri kalau bisa
mentato tubuhnya, bahkan ada yang hampir seluruh tubuhnya terlukis
tato.
Tato adalah zat yang dapat dituangkan pada tubuh dengan bentuk
gambar atau yang lain melalui berbagai cara sehingga tato tersebut
terkadang berada di kulit lapisan luar atau kulit lapisan dalam, dan bisa
menyebabkan tidak meresapnya air pada kulit baik ketika mandi besar
ataupun wudlu’. Bagaimanakah hukum orang yang tubuhnya di tato? Dan
sahkah wudlu’nya?
Ulama’ berpendapat: Hukum mentato tubuh adalah Haram, karena
perbuatan itu dilaknat Allah Swt dan Nabi pun melaknatnya juga.
Sebagaimana keterangan dalam kitab Is’ad al-Rafiq hal. 122:
ِِ ُّ ‫ب َع َملِ ِه قاَ َل الْ ُك ْر ِد‬ ِ
ُ ‫َى الْ َو ْش ُم َغ ْر ُز اجْل ْلد بِاإْلِ ْبَر ِة َحىَّت خَي ْ ُر َج الد‬
‫َّم‬ ْ ‫ى َو ُه َو أ‬ ُ َ‫َومْنهاَ الْ َو ْش ُم َوطَل‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ‫أِل‬ ِ ٍ ِ ِ ِ
َ ُ‫مُثَّ يَ ُذ َّر َعلَْي ه َوحَيْ َش ى بِ ه الْ َم َح ُّل م ْن َنْيلَ ة اَْو حَنْ ِوه اَ لَي ْز ُر َق اَْو يَ ْس َو َّد َنَّه‬
ِ
)122 ‫ك (اسعاد الرفيق ص‬ َ ‫َو َسلَّ َم لَ َع َن فاَ ِع َل ذل‬
182
Mengenai tentang sah dan tidaknya wudlu’ atau mandi besar orang
yang tubuhnya bertato para ulama’ berbeda berpendapat:
a. Tidak sah wudlu’ atau mandi besarnya tubuh yang bertato, apabila
tato tersebut berada di lapisan luar kulit, karena bisa mencegah
sampainya air kepada kulit. Fathu al-Mu’in halaman 5.
b. Apabila di bawah kulit maka sah, karena tidak menghalangi
sampainya air kepada kulit. Fathu al-Mu’in halaman 5.
‫ض ِو َحائِ ٌل َبنْي َ الْ َم ِاء َوالْ َم ْغ ُس ْو ِل َكُن ْو َر ٍة َومَشْ ٍع‬
ْ ُ‫(رابِعُ َه ا) أَ ْن اَل يَ ُك ْو َن َعلَى الْع‬
َ ‫َو‬
ِ ِ ِ‫ٍ خِب‬ ٍ ِ
ُ‫ت الْ َم اء‬ ْ ُ‫َي َم ائ ٍع َوإِ ْن مَلْ َيثْب‬
ْ ‫َو ُد ْه ٍن َجام د َو َعنْي ِ َحرْبٍ َو َحنَ اء الَف ُد ْه ٍن َج ا ٍر أ‬
.)5 ‫ ص‬،‫ (فتح املعني‬.ٌ‫َعلَْي ِه َوأَْثُر َحرْبٍ َو َحنَاء‬
c. Apabila tato itu dilakukan atas dasar persetujuan orang yang ditato,
dia tidak khawatir akan terjadi bahaya ketika menghilangkannya,
dan apabila tato tersebut tidak dihilangkan, maka dia tidak bisa
menghilangkan hadatsnya, karena tatonya bercampur najis.
Otomatis kalau dia ingin bersuci harus menghilangkan tatonya
terlebih dahulu.
d. Akan tetapi apabila dia khawatir dengan bahaya apabila
menghilangkannya, maka dima’fu/dimaafkan untuk membiarkan
tatonya tersebut, dan bersucinya tetap sah dan orang tersebut tetap
sah menjadi imam. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Nihayah
al-Muhtaj, juz I, hal. 178
‫َّم مُثَّ يَ ُذ َّر حَنْ َو نِْيلَ ٍة لََي ْز ُر َق بِ ِه أ َْو‬ ِِ
ُ ‫َو َك َذا الْ َو ْش ُم َو ُه َو َغ ْر ُز اجْل ْل د بِاإْلِ برة َحىَّت خَي ْ ُر َج الد‬
ِ ِ ِ ِ ‫ض ر فَِفي ِه َت ْف‬
‫َن َم ْن َف َع َل‬َّ ‫ك أ‬ َ ‫ص ْي ُل اجْلَرْبِ ِخاَل فًا ل َم ْن قَ َال إِ َّن بَابَهُ أ َْو َس ُع َفعُل َم ِم ْن ذَل‬ ْ َ ُ ْ ‫خَي‬
ِ ِ ِِ ِ ْ َ‫الْو ْش م بِ ِرض اه يِف حالَ ِة تَكْلِي ِف ِه ومَل خَي‬
ُ‫ض َر ًرا يُبِْي ُح التَّيَ ُّم َم ُمن َع ْارت َف اع‬ َ ‫ف م ْن إَِزالَت ه‬ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ
ِ ِ ِ ‫ث عن حَم لِّ ِه ِلَتنَ ُّج ِس ِه وإِاَّل ع ِذر يِف ب َقاِ ِئه وع ِفي عْن ه بِالن‬
‫ت‬ ْ ‫ص َّح‬ َ ‫ِّس بَة لَهُ َولغَرْيِ ه َو‬ ْ َُ َ َُ َ َ ُ َ َ َ ْ َ ِ ‫احْلَ َد‬
‫ث مَلْ يُ ْع َذ ْر فِْي ِه َواَل يِف َم ٍاء قَلِْياًل أ َْو َماِ ًئعا أ َْو َرطْبًا جَنْ ُس هُ َك َذا‬ ُ ‫طَ َه َارتُ هُ َوإِ َم َامتُ هُ َو َحْي‬

183
‫ص الِ ٍح طَاِه ٍر أ َْو َم َع‬ ٍ ِ ‫ِ ِ ِ مِح‬
َ ‫ص لَهُ بِه َم َع ُو ُج ْود‬ َ ‫َي بِأَ ْن َو‬ ِ
ْ ‫أَْفىَت ب ه اْلَوالُد َر َهُ اهللُ َت َع اىَل َوإاَّل أ‬
ِ ِِ
ْ‫ك ِإ ْن مَل‬ َ ‫ب َعلَْي ِه َنْزعُ هُ َو ْجيرب َعلَى َذل‬ َ ‫ِّي َو َو َج‬ ْ ‫َّع د‬َ ‫َص اًل َح ُر َم َعلَْي ه للت‬
ِ ‫ع َدِم احْل‬
ْ ‫اج ة أ‬ َ َ َ
‫اس ةً َت َع دَّى حِب َ ْملِ َها‬ ِ ِ
َ َ‫ضَر ًرا ظَاهًرا يُبِْي ُح التَّيَ ُّم َم َوإ ْن ا ْكتَ َس ى حَلْ ًما َك َما لَ ْو مَحَ َل جَن‬ َ ‫ف‬ ْ َ‫خَي‬
ِ
ُ‫س فَِإ ْن ْامَتنَ َع لَ ِز َم احْلَاكم َن ْز َعه‬ٍ ِ‫ص ِل الْ َم ْرأ َِة َش ْعَر َها بِ َش ْع ٍر جَن‬ ِ ‫مع مَتَ ُّكنِ ِه ِمن‬
ْ ‫ِإزالَت َها َو َك َو‬
َ ْ ََ
‫ص ُّح‬ ِ َ‫ب واَل ْاعتِب ار بِأَلَ ِم ِه ح ااًل إِ ْن أ َِمن م آاًل واَل ت‬ ِ ‫لِ ُد ُخو ِل النِّياب ِة فِْي ِه َك ر ِّد الْم ْغ‬
َ ََ َ َ َ َ ‫ص ْو‬ ُ َ َ ََ ْ
‫صاَل تُهُ ِحْينَئِ ٍذ‬
َ

Hukum Wanita Memakai Celana Ketat


Cara berbusana adalah berbeda-beda, sesuai dengan budaya dari
setiap daerah tertentu, misalnya cara berbusana di Indonesia juga berbeda-
beda, yang jawa memakai pakaian adat Jawa, yang dari batak memakai
busana adat Batak, dan lain-lain. Kalau jubah adalah budaya busana dari
bangsa arab. Intinya setiap daerah pasti memiliki khas atau budaya sendiri-
sendiri.
Namun di masa moderen seperti saat ini, terdapat banyak
perkembangan mode atau style dalam berpenampilan pada masyarakat,
khususnya bagi kaum hawa banyak sekali perkembangan dalam model
atau cara berbusana, seperti halnya memakai celana, disamping berfungsi
sebagai penutup aurat juga sebagai sarana untuk mempercantik diri dan
memperindah penampilan. Tidak sedikit dari para wanita yang
menggunakan celana ketat, sehingga sampai terlihat lekukan-lekukan
tubuhnya.
Dari fenomena di atas, bagaimanakah pandangan fiqih tentang hukum
wanita yang berbusana dengan memakai celana ketat?
Dalam hal ini, para ulama’ berbeda pandangan;
a. Tidak diperbolehkan bagi wanita memakai celana ketat sehingga
menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya apalagi sampai
kelihatan warna kulitnya.

184
b. Makruh bagi wanita memakai celana ketat.
‫ض ِاء‬ ِ ‫ويك ِْفى ما حُي َكي حِل ج ِم ااْل َ ْعض ِاء (اَي و يك ِْفي ِجرم ي ْد ِر ُك الن‬
َ ‫َّاس مْنهُ قَ ْد َر ااْل َ ْع‬
ُ َ ٌْ ْ َ َ ْ َ َْ ْ َ ََ
)‫ف ااْل َْوىَل (اَ ْي لِ َّلر ُج ِل َواََّمالْ َمرأَةُ َواخْلُْنثَي َفيُ ْك َرهُ هَلَُم ا‬ ُ ‫ضْي َق ٍة) لَ ِكنَّهُ ِخاَل‬ َ ‫َك َسَرا ِويْ َل‬
) 134 ‫ ص‬1 ‫( حاشية إعا نة الطا لبني ج‬
‫الصالَِة َوخاَ ِر ِجه اَ اَ ْن يَ ْش ِم َل الْ َم ْس ُت ْو ُر لَبِس اً َوحَنْ َوهُ َم َع َس رْتِ اللَّ ْو ِن‬ َّ ‫الساتِِر ىِف‬ َّ ‫َو َش ْر ُط‬
‫َفيَك ِْفى َما مَيْنَ ُع اِ ْد َر َاك لَ ْو ِن الْبَ َشَر ِة‬

(Mauhibah Dzil Fadlal, juz II, hal. 326-327 dan al-Minhaj al-Qawim
juz 1 hal 234).

Hukum Wanita Kerja pada Malam Hari


Di era globalisasi saat ini, jumlah tenaga kerja wanita bertambah besar
bahkan hampir mendominasi lapangan pekerjaan dalam bidang industri.
Di perusahaan besar pekerjaan berjalan full time/24 jam atau sehari penuh,
dan dalam 24 jam tersebut biasanya dibagi menjadi 3 sift (giliran), berarti
setiap delapan jam ganti sift. Ketika seorang pekerja wanita mendapat
giliran jam kerja pada waktu malam hari, dikhawatirkan terjadi kerawanan
dan tidak menuntut kemungkinan bisa membahayakan kemanan dari
pekerja wanita tersebut. Kalau dipandang dari agama bagaimanakah
hukum seorang wanita bekerja pada malam hari di luar rumah?
Dalam hal ini para ulama’ mempunyai pandangan yang berbeda-beda:
a. Apabila diduga kuat bisa menimbulkan fitnah maka hukumnya
adalah haram.
b. Makruh, apabila hanya sekedar ada kekhawatiran akan terjadinya
fitnah.
Sebagaimana keterangan dalam kitab Is’ad al-Rofiq:

185
‫ث َو َيْنبَغِ ْي مَحْلُهُ لُِي َوافِ َق َعلَى‬ِ ‫الزو ِاج ِر وه و ِمن الْ َكب اَئِِر لِص ِري ِح ه ِذ ِه اْألَح ِادي‬
ْ َ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َّ ‫ق اَ َل‬
‫ىِف‬
ِ ِ ِ ‫اع ِدناَ علَى ما اِ َذا حَت َّق َق‬ ِ ‫َقو‬
َ ‫ أ ََّما جُمَ َّر ُد َخ ْش يَتهاَ فَامَّنَا ُه َو َم ْك ُر ْوهٌ َو َم َع ظَن‬.ُ‫ت اَلْفْتنَ ة‬
‫ِّها‬ ْ َ َ َ َ
ِ
)136 ‫ ص‬2 ‫َحَر ٌام َغْيُر َكبرْيٍ َك َما ُه َو ظَاهٌر (اسعاد الرفيق ج‬ ِ
Dalam kitab Al-Zawajir disebutkan bahwa sesuai dengan redaksi hadits di
atas, maka (keluarnya wanita dari rumah) adalah termasuk dosa besar.
Agar pernyataan ini sesuai dengan kaidah-kaidah kita, maka harus
dipahami dalam keadaan jika memang benar-benar akan terjadi fitnah.
Adapun jika hanya sekedar ada kekhawatiran terjadinya fitnah, maka
hukumnya makruh. Sedangkan jika disertai dengan dugaan kuat adanya
fitnah, maka hukumnya haram, namun bukan dosa besar. (Is’ad al-Rofiq,
juz II, hal. 136)

c. Boleh, bagi wanita bekerja di malam hari karena untuk mencari


nafkah, asalkan aman dari fitnah dan mendapat ijin dari suaminya
atau wali (bagi yang masih belum punya suami). Hal ini
diterangkan dalam kitab I’anah al-Thalibin:
‫اب َن َف َق ٍة‬
ِ ‫ت اِل ْكتِس‬ ِ ِ ‫اض ِع الَّيِت جَي وز اخْل روج ِأل‬ ِ ‫و ِمْنه اَ (اَي ِمن الْمو‬
َ ْ ‫َجل َه ا) اذَا َخ َر َج‬
ْ ُ ْ ُُ ُ ْ ُ ْ ََ َ ْ َ
ِ ٍ ‫الص َدقَ ِة أَو َكس‬
َّ ‫َي طَلَبِه اَ َعلَى َو ْج ِه‬ ٍ ِ ِ ِِ
‫ب اذَا‬ ْ ْ ْ ‫بت َج َار ٍة أَْو ُس َؤال أ‬
ْ ‫َي ُس َؤال َن َف َق ة أ‬
) 81 ‫ ص‬4 ‫الز ْو ُج (اعانة الطالبني ج‬ َّ ‫َع َسَر‬
Dan diantara hal-hal yang memperbolehkan wanita bekerja di luar rumah
adalah jika keluarnya itu untuk mencari nafkah, dengan berdagang,
meminta sedekah atau mencari pekerjaan ketika suami sedang dalam
kesulitan uang (ada udzur). (I’anah al-Thalibin, juz IV, hal. 81)

Hukum Mengeraskan Bacaan Al-Qur’an bagi Wanita di Hadapan


Khalayak Umum
Setiap tahun di Pondok Pesantren Ngalah, ketika merayakan acara
Haflah Akhirussanah diadakan lomba Qiro’ah dan pidato yang diikuti oleh
santri putra dan putri. Bagi santri putra sudah tidak ada keraguan lagi
dalam hukum fiqih mengenai hukum suaranya. Namun bagi santri putri
186
ini bagaimanakah hukum mengikuti lomba tersebut, karena ada sebagian
pendapat yang mengatakan suara perempuan itu termasuk aurot,
sedangkan lomba tersebut memakai pengeras suara (sounds system),
bertempat di atas panggung dan disaksikan oleh seluruh santri dan
masyarakat sekitar.
Dari keterangan tersebut di atas, bagaimanakah hukum seseorang
Perempuan/wanita mengeraskan suaranya ketika membaca al-Qur’an
(Qiro’ah) atau berpidato dengan menggunakan alat pengeras suara di
hadapan khalayak umum?.
a. Haram, apabila menimbulkan fitnah atau menimbulkan rasa ladzat
atau syahwat.
b. Boleh, apabila tidak menimbulkan fitnah atau tidak menimbulkan rasa
ladzat atau syahwat, karena suara orang perempuan bukan termasuk
aurat menurut pendapat yang lebih shahih.
Hal ini diterangkan dalam kitab I’anah al-Thalibin juz 3. halaman 260.
‫َى فَاِن َُّه‬ ِ ِ َّ ‫ولَيس ِمن العور ِة الصوت فَالَ حَي رم مِس اعه اِالَّ اَ ْن خ ِش ي ِمْن ه فِْتنَ ةٌ أَ ِو‬
ْ ‫التلَ ُّذذُ ب ه أ‬ ُ َ ُ ُ ُ َ ُ ُْ ُ ْ َ َ َْ َ َ ْ َ
‫ ص‬3 ‫ت اَ َّلزغاَ ِريْ ُد ( اعانة الط البني ج‬ ِ ‫الص و‬ ِ ٍ ِ ‫مِس‬
ْ َّ ‫ َوم َن‬.‫َى َولَ ْو بنَ ْح ِو ُق ْرأَن‬
ْ ‫حَيْ ُر ُم َاعُهُ أ‬
) 260
Artinya: suara perempuan tidak termasuk aurat, maka tidak haram
mendengarkannya, kecuali jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah atau
laki-laki menikmati suaranya, maksudnya haram bagi laki-laki untuk
mendengarkannya, walaupun yang dibaca itu al-Qur’an. Dengungan nada
tanpa kata-kata (rengeng-rengeng) juga termasuk suara.
.
ِ‫ص غاَءُ اِلَْي ِه ِعْن َد َخ ْوف‬ ِ ِ
ْ ‫ص ِّح لَك ْن حَيْ ُر ُم اْال‬
َ َ‫لى اْال‬
ٍ ِ ‫جْيَرمِِّى وصوتـها لَي‬
َ ‫س ب َع ْو َراة َع‬ َ ْ َُ ْ َ َ َ ‫َوِفي الُْب‬
‫ص ْوَت َها بِاَ ْن تَأْ ُخ َذ‬ ُ ِّ‫ص ْوتٍ َر ِخْي ٍم بَ ْل ُتغَل‬ ِ ٍ ْ‫اْ ِلفْتنَ ِة واِذَا َق رع ب اَب ا‬
َ ‫ظ‬ َ ِ‫َح ٌد فَالَ جُت ْيـبُهُ ب‬
َ ‫مرأَة أ‬
َ َ َ َ َ
) 260 ‫ ص‬3 ‫ اهـ ( اعانة الطالبني ج‬. ‫ِّها بِِفْي َها‬ َ ‫ف َكف‬ َ ‫طََر‬

187
Artinya: suara perempuan bukanlah aurat menurut pendapat yang lebih
shahih, tetapi haram mendengarkannya ketika akan menimbulkan fitnah.
Apabila seorang laki-laki mengetuk pintu rumah perempuan, maka perempuan
tersebut tidak boleh menjawabnya dengan suara yang lembut, melainkan ia
harus menjelekkan suarannya dengan cara menutupkan ujung telapak
tangannya pada mulutnya.

Hukum Jual Beli Kucing


Bagaimanakah hukum dari jual beli kucing, karena sekarang ini
semakin marak masyarakat yang melakukan transaksi perdagangan hewan
kucing, bahkan banyak pasar yang khusus menjual macam-macam
kucing?.
Diperbolehkan menjual hewan yang bisa diambil manfaanya,
seperti digunakan untuk berburu, diambil kulitnya atau madunya,
disamping hewan tersebut ada dan dapat disaksikan oleh pembeli yakni
hadir pada tempatnya juga harus memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut:
1. Hewan yang dijual dalam keadaan suci.
2. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan yang dimaksudkan.
3. Dapat diserahkan pada pihak pembeli.
Hal ini diterangkan dalam kitab:
- Ihya’ Ulummu ad-din juz 2 halaman 67 penerbit hidayah dan hal 62
terbitan Darul Kutub Beirut.

‫جْلِدِه‬
ِ ‫ِع بِـ‬
ُ ‫صِّيِد َاْوَيْنَتف‬
َ ‫حِل و ََبْي ُع ْاَلفْهِد َوْاَألَسِد َومََايصُْلُح ِل‬
ِ َّ‫جْوُز َبْيُع الِْهَّرةِ َوالن‬
ُ ‫َوَي‬
Diperbolehkan menjual kucing, lebah, harimau dan hewan yang dapat
digunakan untuk berburu atau diambil kemanfaatannya.

- Raudhah at-Thalibin halaman 505


‫حْيٌح ِإْن‬
ِ َ‫ح ِل ِفي ْالكَ َوَارةِ ص‬
ِ ‫َوِمَّما َيْنتـَفُِع ِبهِ َاْلقِْردُ َوْاِلفْيُل َوْاِهلرَُّة َودُْوُد ْا ُلق ِّز َوَبْي ُع َّالن‬
. ِ‫اهَد َجِمْيعُُه َوِإَّال َفُهَو ِمْن َبْيِع ْاَلغِائب‬
ِ ‫َش‬
188
Diantara hewan yang dapat diambil manfaatnya antara lain, kera,
kucing, ulat sutra, dan menjual lebah yang masih dalam sarangnya
hukumnya shahih apabila dapat di lihat semuanya (barang yang dijual
dapat disaksikan), apabila tidak maka termasuk kategori jual beli barang
ghaib.

189
BAB XIX
HUKUM HIBURAN DAN PERMAINAN
(Nyanyian, Orkesan, Musik, Tarian, Ludruk, Wayang dll)

Pengertian Hiburan dan Permainan


Macam-macam hiburan dalam istilah agama Islam menurut Syekh
Ahmad bin Muhammad al-Shawy diistilahkan dengan ”Lahwun” dan
untuk macam-macam seni musik seperti orkes dan lain sebagainya
diistilahkan dengan istilah ”Laghwun” yang keduanya memiliki pengertian:
segala hal yang dapat menyibukkan seseorang sehingga dapat melupakan
kepentingan dirinya sendiri.
Adapun permainan dikategorikan dengan istilah ”La’bun” yaitu: segala
hal yang dapat menyibukkan seseorang tanpa ada manfaatnya sama sekali
terhadap keadaan diri ataupun hartanya.
Hal ini diterangkan di dalam kitab Tafsir al-Shawy juz 04 hal. 119:
( ‫ور ُك ْم َوال يَ ْسأَلْ ُك ْم أ َْم َوالَ ُك ْم‬ ِ ِ ِ ِ ُّ ُ‫إِمَّنَا احلياة‬
َ ‫ُج‬
ُ ‫ب َوهَلٌْو َوإن ُت ْؤمنُوا َوَتَّت ُقوا يُ ْؤت ُك ْم أ‬
ٌ ‫الد ْنيَا لَع‬ ََ
)36
Artinya: Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda
gurau. dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah Swt. akan memberikan pahala
kepadamu dan dia tidak akan meminta harta-hartamu. (Q.S. Muhammad ayat 36)
‫ـس فِْي ِـه َمْن َف َعةٌ يِف ْ احْلَـاِل َواْملاَِل َواللَّـ ْغ ُو َمـا يُ ْشغِ ُل اْ ِال نْ َسـا َن َع ْن‬ ِ ِ
َ ‫ب َمـايُ ْشغ ُل اْالنْ َسـا َن َولَْي‬ُ ‫اَللَّ ْع‬
ِ ُّ ُ‫لصـا ِوي علَى اجْل الَ لَيـ ِن ىِف َت ْف ِسيـ ِر َقولِ ِـه تَعـاىل اِنََِّّـما احْل يـاة‬ ِِ ِ
‫ب‬
ٌ ‫الدنْيـَا لَع‬ َ َ َ َ َ ْ ْ ْ ْ َ َ ْ َّ َ‫ُم ِه َّمـات َن ْفسـه (ا‬
)‫َولَ ْـه ٌو‬

Hukum Hiburan dan Permainan


a. Haram
 Di dalam kitab Ihya’ Ulumi al-Diin diterangkan ada golongan yang
mengharamkan nyanyian, mereka menggunakan dalil riwayat dari
Ibnu Mas’ud al-Hasan al-Bishri dan al-Nakha’i, dengan landasan al-
Qur’an Surat Luqman ayat 6. yang berbunyi:

190
ِ ِ ِ ِ
ِ ‫ض َّل عن سبِ ِيل اللَّ ِه بِغَ ِ ِع ْل ٍم ويت‬ ِ ‫َو ِم َن الن‬
‫َّخ َذ َها ُهُز ًوا‬ ََ ‫رْي‬ َ ْ َ ُ‫َّاس َم ْن يَ ْشرَتِ ْي هَلَْو احْلَديث لي‬
)6( ‫ني‬ ٌ ‫اب ُّم ِه‬ َ ِ‫أُولَئ‬
ٌ ‫ك هَلُ ْم َع َذ‬
Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah Swt. tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah Swt. itu olok-olokan. mereka itu
akan memperoleh azab yang menghinakan. (Q.S. Luqman ayat 6)
‫ث قَ َال اِبْ ُن َم ْس عُ ْو ٍد َواحْلَ َس ُن‬
ِ ‫َّاس من يَّ ْش ِ ي هَل و احْل ِدي‬ ِ ِِ
ْ َ َ ْ ْ ‫ا ْحتَ ُج ْوا بَِق ْول ه َت َع اىَل َوم َن الن ِ َ ْ رَت‬
ِ
‫ث ُه َو الْغِنَ اءُ (احياء علوم الدين ج‬ ِ ‫ي والنَّخعِي ر ِض ي اهلل عْنهم إِ َّن هَل و احْل ِدي‬
ْ َ َْ ْ ُ َ ُ َ َ ُّ َ َ ُّ ‫ص ِر‬ ْ ِ‫الْب‬
)‫ باب بيان حجج القائلني بتحرمي السماع واجلواب عنها‬2
Mereka menafsirkan lafadz Lahwal Hadits (perkataan yang tidak
berguna) ini dengan arti nyanyian.
 Ada sebagian ulama’ memberi hukum haram pada hiburan dan
permainan (Nyanyian, Musik, Tarian, Ludruk, Wayang dll) dengan
landasan dalil hadits di bawah ini:

ِ َّ ِ َّ َ َّ ‫َن النَّيِب‬ َّ ‫ت َعائِ َشةُ َر ِضي اهللُ َعْن َها أ‬


َ َ‫صلى اهللُ َعلَْي ه َو َس ل َم قَ َال ا َّن اهللَ تَع‬
‫اىل َح َّـر َم‬ َ ْ ‫َو َر َو‬
‫الْ َقْينَةَ ( اَ ْى اَجلْاَ ِرَيَة ) َو َبْيعَ َها َومثَٰنَ َها َو َت ْعلِْي َم َها‬

Aisyah ra. Meriwayatkan hadits: Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda:


Sesungguhnya Allah Swt. telah mengharamkan al-Qoinah (penyanyi
wanita/budak wanita yang menghibur), haram menjual belikannya, haram
uang hasil darinya dan haram mengajarkanya.

Dalam Ihya’ Ulumuddin, Imam Ghozali menafsiri hadits di atas


bahwa yang dimaksud perkataan Qoinah ialah budak perempuan
yang menyanyi untuk laki-laki di tempat minum-minuman
(semacam bar atau club malam/dugem).

191
‫ب (احي اء‬‫الش ر ِ‬
‫س ُّ ْ‬‫َفَن ُق ْو ُل أ ََّما الْ َقْينَ ةُ فَ الْ ُمَر ُاد هِبَا اجْلَا ِريَ ةُ الَّيِت َتغَيِّن لِ ِّلر َج ِال يِف ْ جَمْلِ ِ‬
‫ْ َ‬
‫علوم الدين ج ‪ 2‬باب بيان حجج القائلني بتحرمي السماع واجلواب عنها)‬
‫‪‬‬ ‫‪Golongan dari madzhab Hambali berpendapat Nyanyian adalah‬‬
‫‪haram hukumnya, baik dinyanyikan oleh perempuan maupun laki-‬‬
‫‪laki apabila mendatangkan syahwat bagi orang yang mendengarkan‬‬
‫‪atau menyebabkan bercampurnya kaum laki-laki dan wanita atau‬‬
‫‪disertai mabuk-mabukan.‬‬

‫ِّس ِاء أ َْم ِم َن ِّ‬


‫الرج اَِل إِذاَ ك اَ َن الْ َق ْو ُل‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫اَحْلَناَبلَ ةُ ‪ -‬ق اَلُْوا ‪ :‬اَلْغن اَءُ َح َر ٌام َس َواءٌ َك ا َن م َن الن َ‬
‫الرج اَِل بِالنِّس اَِء أ َْو ُخ ُر ْو ِج َع ْن‬ ‫يثِي ر َّ ِ ِ‬
‫اختِالَ ِط ِّ‬ ‫ِ‬
‫الش ْه َو َة ل َم ْن ا ْس تَ َم َع إِلَْي ه أ َْو أ ََدى إِىَل ْ‬ ‫ُْ ُ‬
‫ِح ْش َم ٍة َو َوقاَ ٍر ( الفقه على املذاهب االربعة اجلزء ‪ 5‬ص ‪) 27‬‬

‫‪b. Makruh‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Menurut Imam Tabrani dalam kitabnya al-Mu’jam al-Ausat‬‬
‫‪hukum dari hiburan dan permainan (nyanyian, musik, seni tari,‬‬
‫‪ludruk, wayang, dll.) adalah makruh.‬‬

‫ص بِ ْن عُ َمُرو َّ‬
‫الربَّايِل ْ ‪،‬‬ ‫ي ‪َ ،‬ح َدثَنَا َح ْف ٍ‬ ‫َح َدثَنَا حُمَ َّم ِد بْ ِن حَمْ ُم ِويَّ ْه اَجْلَ ْو َه ِر ُّ‬
‫ي اَأل َْه َوا ِز ُّ‬
‫َسلَم ‪َ ،‬عن أَبِْي ِه ‪َ ،‬عن عُمر بْ ِن اخْلَطَّ ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍ ِ‬ ‫ِ‬
‫اب‬ ‫ْ َُ‬ ‫َح َدثَنَا اْملُْنذ ُر بْ ُن ِزيَاد الَطَّائ ُّي ‪َ ،‬ع ْن َزيْد بْ ِن أ ْ ْ ْ‬
‫ُعلَْي ِه َو َسلَّ َم‪ُ « :‬ك ُّل هَلٍْو يُكَْرهُ إِالَّ ُمالَ ِعبَةُ َّ‬
‫الر ُج ِل‬ ‫صلَّى اهلل َ‬
‫ِ‬
‫قَ َال‪ :‬قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل َ‬
‫ث َع ْن َزيْ ٍد بْ ِن‬ ‫اِمرأَتَه ‪ ،‬وم ِشي ِه ب اْهل َد َف ِ ‪ ،‬و َتعلِي ِم ِه َفرسه » « مل ْير ِو ٰه َذا احْل ِدي ِ‬
‫َ ْ‬ ‫َ َْ‬ ‫ْ َ ُ َ َ ْ َنْي َ َ نْي َ ْ ْ َ َ ُ‬
‫ِِ‬ ‫أ ِ ِ‬
‫ص بْ ُن عُ َمُرو الََّربَّايِل ْ » (املعجام االوسط‬ ‫َسلَ ْم إالَّ اْملُْنذ ُر بْ ُن ِزيَ ْاد ‪َ ،‬ت َفَّر َد به‪َ :‬ح ْف ُ‬ ‫ْ‬
‫للطربىن ج ‪ 7‬ص ‪)170‬‬

‫‪Dan diambil dari pendapat Imam Syafi’i, bahwa beliau berkata:‬‬


‫‪sesungguhnya ghina’ (Lagu-laguan) merupakan hiburan yang‬‬
‫‪192‬‬
dimakruhkan, serupa dengan perbuatan batil. Barang siapa terlalu
banyak terlena karenanya maka dia dianggap bodoh dan ditolak
kesaksiannya. Keterangan dalam kitab al-Fiqhu ‘ala Madzahib al-
Arba’ah:
ِ ِ ِ ِ َّ ‫َف َق ْد نُِق ل ع ِن اْ ِإل م ِام‬
ُ‫ اَلْغنَ اءُ هلَ ْو ٌَم ْك ُر ْوهٌ يُ ْش بِه‬:‫الش افعى َرض َي اهللُ َعْن هُ أَنَّهُ قَ َال‬ َ َ َ
‫(كت اب الفقه على املذاهب‬.ُ‫ َم ِن اِ ْس تَك َْثَر ِمْن هُ َف ُه َو َس ِفْيهٌ َو ُت َر ُّد َش َه َادتُه‬,‫الْباَ ِط ُل‬
)54 ‫ ص‬5 ‫األربعة اجلزء‬

 Imam Al-Qaffal, Al-Rauyani dan Abu Mansur berpendapat


bahwa hiburan dan permainan seperti tari-tarian berirama
hukumnya makruh tidak sampai haram dengan alasan bahwa hal
tersebut termasuk ”lahwun, laghwun dan la’bun” (dagelan, musik
dan pemainan). Hal ini diterangkan dalam kitab ‫ اإلحتاف على اإلحي اء‬dan
dalam kitab ‫احيـاء ىف ب اب السمـاع‬, sama halnya nyanyian dan
mendengarkan lagu atau musik. Keterangan dari kitab Al-Manhaj
juz 5 hal 380.

‫ىل َكَر َاهتِ ِـه ِمْن ُه ْم‬ ِ ِ ‫ص ِمن َكالِم فَ َذهب‬ ِِِ ِ
َ ‫ت طَائـ َفةٌ ا‬ ْ َ َ َ ْ ِ ْ‫َولَنَ ْذ ُكُرمـَا ل ْلعُلَمـَاء فيـْه اَ ْي يِف الـَّرق‬
‫ص‬
ُ ْ‫ف اَلـَّرق‬ ُ ِّ‫ص ْـور تُ َكل‬ َ َ‫ َوق‬.‫ـال َحـ َكاهُ َعْنهُ الََّر ْويـَانِ ْـي يِف اْلبَ ْح ِر‬
ُ ‫ـال اَلأُ ْستـَاذُ اَبـُْو َمْن‬ ُ ‫اَلْ َق َّف‬
.ٌ‫ب َولَ ْـه ٌو َو ُه َو َمكُْر ْوه‬ ِ ِ ِِ ِ َ‫لى اْ ِإل يْقـ‬
ٌ ‫اع َمكُْر ْوهٌ َو ٰه ُـؤالَء ا ْحتَ ُج ْـوا باَنَّهُ لَع‬ َ ‫َع‬
 Imam Ghozali berpendapat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin juz 02
bahwasanya nyanyian, orkesan dan sejenisnya adalah termasuk
hiburan (Laghwun) yang dimakruhkan, serupa dengan perbuatan
batil tetapi tidak sampai haram, sebagai contoh adalah permainan
orang-orang Habasyah dan tarian mereka, Rasulullah pernah
menyaksikannya dan tidak membencinya. Dalam hal ini Lahwun
dan laghwun tidak dimurkai Allah Swt.
193
ُ ‫ص ِحْي ٌح َولَ ِك َّن اللَّ ْه َو ِم ْن َحْي‬ ِِ ِ ِ
‫هو‬
ٌ ْ‫ث اَنَّهُ لَـ‬ َ ‫اَلْغنـَاءُ لَ ْـه ٌو َمكُْر ْوهٌ يُ ْشبِهُ اْلبـَاط َل َو َق ْولـه لَ ْـه ٌو‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِـه َو َسلَّ َم َيْنظُُر اِلَْي ِه‬
َ ‫ص ُه ْم لَ ْـه ٌو َوقَ ْد َكا َن‬
ِ
ُ ْ‫ب اْحلَبَ َشة َو َرق‬
ٍ ِ‫لَْيس ب‬
ُ ‫ـحَرام َفلَ ْع‬
َ َ
َّ
) ‫ ىف باب السمـاع‬2 ‫َوالَ يَكَْر ُههُ بَ ِل اللّ ْـه ُو َواللَّـ ْغ ُو الَ يـَُؤا ِخ ُذ اهلل ُبِِه (احيـاء جز‬

 Menurut Qordowi, hiburan dan permainan (Nyanyian, Musik,


Tarian, Ludruk, Wayang dll) hukumnya adalah ‫ باطل‬apabila
digunakan untuk sesuatu yang tidak ada faidah dan membuat
seseorang sibuk sehingga sampai mengganggu atau dapat
mengurangi ketaatannya kepada Allah Swt., sedangkan hukum
melakukan sesuatu yang tidak berfaidah tidaklah haram selama
tidak menyia-nyiakan hak atau melalaikan kewajiban. Pendapat
Qordowi ini berdasarkan Hadits:

(‫ كتاب بدء الوحي‬, ‫اع ِة اللَّ ِه )صحيح البخاري‬ ِ


َ َ‫ُك ُّل هَلٍْو بَاط ٌل إِ َذا َشغَلَهُ َع ْن ط‬
Artinya: Setiap hiburan itu adalah batil apabila bisa melalaikan seseorang
dari ketaatan kepada Allah Swt.
 Menurut riwayat Imam al-Baihaqi hukum nyanyian atau orkesan
dan sejenisnya dihukumi makruh karena dapat menumbuhkan
kemunafikan dalam hati, seperti halnya air bisa menumbuhkan
tanaman. Diterangkan dalam kitab al-Sunan al-Kubro lii al-Baihaqi
bab al-Rajul Yaghni Fayattakhidu al-Ghina’ juz 7 halaman 931.

‫الد ْنيَا َح َّدثَنَا َعلِ ُّى بْ ُن‬


ُّ ‫ص ْف َوا َن َح َّدثَنَا ابْ ُن أَىِب‬ َ ‫َخَبَرنَا ابْ ُن بِ ْشَرا َن أَْنبَأَنَا احْلُ َسنْي ُ بْ ُن‬
ْ ‫َو أ‬
‫ى َع ْن حُمَ َّم ِد بْ ِن َعْب ِد الرَّمْح َ ِن‬ ِّ ‫ب الْ ُمَر ِاد‬ٍ ‫يد بْ ِن َك ْع‬ِ ِ‫اجْل ع ِد أَْنبأَنَا حُم َّم ُد بن طَْلحةَ عن سع‬
َ ْ َ َ ُ ْ َ َ َْ
ِ ‫اق ىِف الْ َق ْل‬ ِ ٍ
ُ‫ت الْ َماء‬ُ ِ‫ب َك َما يُْنب‬ َ ‫الن َف‬
ِّ ‫ت‬ ُ ِ‫ الْغنَاءُ يُْنب‬:‫يد َع ِن ابْ ِن َم ْسعُود قَ َال‬ َ ‫بْ ِن يَِز‬
.‫ع‬َ ‫الز ْر‬
َّ ُ‫ت الْ َماء‬ ُ ِ‫ب َك َما يُْنب‬ ِ ‫ت ا ِإلميَا َن ىِف الْ َق ْل‬
ُ ِ‫الذ ْكُر يُْنب‬
ِّ ‫ع و‬
َ َ ‫الز ْر‬
َّ

194
c. Boleh
 Imam Bukhari meriwayatkan hadits dalam kitab sahihnya bab
an-Niswah al-Laati Yahdina al-Mar'ah juz 1 hal 145 dari Siti Aisyah
bahwa Nabi pernah berkata:
ِ ِ ٍِ
‫يل َع ْن‬ُ ‫وب َح َّد َثنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َسابق َح َّد َثنَا إ ْسَرائ‬ ْ ‫ – َح َّد َثنَا الْ َف‬4765
َ ‫ض ُل بْ ُن َي ْع ُق‬
ِ ِ ِ ِ
‫صا ِر َف َق َال‬ َ ْ‫ت ْامَرأًَة إِىَل َر ُج ٍل منَ اأْل َن‬ ْ َّ‫ه َش ِام بْ ِن عُْر َو َة َع ْن أَبِيه َع ْن َعائ َشةَ أَن ََّها َزف‬
‫ص َار يُ ْع ِجُب ُه ْم‬ ِ ِ
َ ْ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم يَا َعائ َشةُ َما َكا َن َم َع ُك ْم هَلٌْو فَِإ َّن اأْل َن‬
ِ
َ ‫نَيِب ُّ اللَّه‬
‫اللَّ ْه ُو‬
Dari hadits tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
Nabi menginginkan seorang penyanyi yang dapat disuruh Nabi
untuk menghibur kaum Anshar ketika Siti Aisyah menikahkan
seorang gadis dengan pemuda anshar karena kaum anshar sangat
kagum dan senang dengan nyanyian.
 Diceritakan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Imam Nasa'i bahwa pada hari raya sahabat Abu Bakar
berkunjung ke rumah Siti Aisyah untuk halal bi halal kepada Nabi
Saw., ketika beliau masuk beliau menjumpai ada dua gadis di
samping Siti Aisyah yang sedang menyanyi, seketika itu Abu Bakar
menghardik mereka seraya berkata: Apakah pantas ada seruling
syaitan di rumah Rasulullah?! Kemudian Nabi Saw. bersabda:
“Biarkanlah mereka, wahai Aba Bakar, sesungguhnya hari ini
adalah hari raya. Adapun bunyi hadits yang menceritakan peristiwa
itu adalah sebagai berikut ini dalam kitab Sunan an-Nasai juz 6 hal.
59.
ِ ِ ِ َّ ِ ِ ‫َخَبَرنَا أَمْح َ ُد بْ ُن َح ْف‬
‫يم بْ ُن طَ ْه َما َن‬ُ ‫ص بْ ِن َعْبد الله قَ َال َح َّدثَيِن أَيِب قَ َال َح َّدثَيِن إ ْبَراه‬ ْ‫أ‬
َّ ‫َن َعائِ َشةَ َح َّد َثْتهُ أ‬
‫َن أَبَا بَ ْك ٍر‬ ِّ ‫الز ْه ِر‬
َّ ‫ي َع ْن عُْر َو َة أَنَّهُ َح َّدثَهُ أ‬ ُّ ‫س َع ْن‬ ٍ َ‫ك بْ ِن أَن‬ِ ِ‫َعن مال‬
َْ
‫صلَّى‬ ِ ِ ِ
ِّ ‫ض ِربَان بِالد‬ ِ ِ
ْ َ‫ِّيق َد َخ َل َعلَْي َها َوعْن َد َها َجا ِر َيتَان ت‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ ‫ُّف َو ُتغَنِّيَان َو َر ُس‬ َ ‫الصد‬ ِّ
195
‫ف َع ْن َو ْج ِه ِه‬ ِ ِ
ْ ‫اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ُم َس ًّجى بَِث ْوبِه َوقَ َال َمَّر ًة أ‬
َ ‫ُخَرى ُمتَ َس ٍّج َث ْوبَهُ فَ َك َش‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ ُ ‫يد وه َّن أَيَّام ِمنَى ورس‬ ٍِ
َ ‫ول اللَّه‬ ُ ََ ُ ُ َ ‫َف َق َال َد ْع ُه َما يَا أَبَا بَ ْك ٍر إِن ََّها أَيَّ ُام ع‬
‫َو َسلَّ َم َي ْو َمئِ ٍذ بِالْ َم ِدينَ ِة‬
Dari cerita di atas bisa dibuat dalil bahwa Nabi tidak melarang
hiburan dan permainan (nyanyian, orkesan, musik, tarian, ludruk,
wayang dll).
 Menurut Imam Al-Fauroni: Hukum dari hiburan dan permainan
(nyanyian, orkesan, musik, tarian, ludruk, wayang, dll) adalah
boleh, dengan alasan bahwa semua perkara itu adalah termasuk
Lahwun, Laghwun dan La’bun dan hukum asal dari Lahwun,
Laghwun dan La’bun itu adalah mubah. Diterangkan di dalam
kitab al-Itkhaf juz 06.

َ َ‫احتِ ِـه ق‬
‫ـال‬ ِ ِ ِ ْ ‫جـوا بِاَنَّهُ لَ ْعب ولَ ْـهو و ُهو مكْروهٌ و َذ َهب‬ ِِ
َ َ‫ت طَائـ َفةٌ إىَل إب‬َ َ ُْ َ َ َ ٌ َ ٌ ْ ُّ َ‫َو َه ُـؤالَء ا ْحت‬
ِ ِِ ِ ِ
ُ‫َصلُه‬ ُ َ‫اَلْ َف ْـو َران ْـي يِف ْ كتـَابه اَلْعُ ْم َدةُ اَلْغنَـاءُ يُبـ‬
ْ ‫اح أ‬

 Imam Haromain, Imam al-Makhali, Imam Ibni ‘Imad Al-


Suhrowardi, Imam Rofi’i dan Ibnu Abi Dam berpendapat: Hiburan
tarian atau sejenisnya adalah tidak haram, apabila tidak
menyebabkan rusaknya harga diri dan tidak ada penyerupaan laki-
laki dengan perempuan atau sebaliknya.

‫ات َعلَى اِ ْستِ َق َامةٍ أ َْو‬ ٍ ‫حَّرمٍ فَاِنَّـه مـجَّرد حر َك‬


ََ ُ َ ُ ُ َ ُ‫ـس بِـم‬ َ ‫ص لَْي‬
ِ ِ َ َ‫ق‬
ُ ْ‫ـال إمـَ ُام احْلََر َمْيـن اَلـَّرق‬
‫َّخـاِئ ِر َوابْ ُن‬ ِ ِ ِ ِ ٍ ‫اِ ْع ِوج‬
َ ‫ك قـَ َال اَملـَْ َحلّ ْى يِف الد‬
َ ‫ـحَر ُم اَملـُُْر ْوءَةُ َو َك َذل‬
ْ ُ‫ـاج َولَك ْن َكثْيُرهُ ي‬ َ
‫صنِّفُ يِف الْ َو ِسْي ِط َوابْ ُن اَيِب الدَِّم‬ ِ ِ ِ َّ ‫لسهـرور ِدي و‬ ِ ِ
َ ُ‫الرفع ْي َوبِه َجَزمَ اْمل‬ َ ْ ْ َ َ ْ ُّ َ‫الُع َمـاد ا‬
)‫(اإلحتاف على اإلحياء يف باب السماع‬

196
BAB XX
PERDUKUNAN

Berobat dengan Suwuk


Masyarakat kita telah lama mengenal pengobatan penyakit melalui
doa-doa yang disebut suwuk. Bagaimanakah hukum pengobatan dengan
cara suwuk?
Sesungguhnya di dalam al-Qur’an telah dijelaskan:
)110:‫ص بِِإ ْذيِن (املاءدة‬
َ ‫َوتُرْبِ ىءُ األَ ْك َمهَ َواأل َْبَر‬
Dan (ingatlah) di waktu kamu (Nabi Isa) menyembuhkan orang yang buta sejak
dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, (QS.
Al-Maidah: 110).

Tentang pengobatan dengan menggunakan suwuk ini pernah


ditanyakan pada Rasulullah dalam sebuah hadits berikut:
ِ ِ َ ‫اهلِيَّ ِة َف ُق ْلنَا يا رس‬
ِ ‫ك قَ َال ُكنَّا َن رقِى ىِف اجْل‬ ٍ ِ‫ف ب ِن مال‬ ِ
َ ‫ف َت َرى ىِف َذل‬
‫ك‬ َ ‫ول اللَّه َكْي‬ َُ َ َ ْ َ ْ ‫َع ْن َع ْو‬
‫جز‬,‫ (س نن أىب دا ود‬.» ‫الرقَى َما مَلْ تَ ُك ْن ِش ْر ًكا‬ ُّ ِ‫س ب‬ ُ ‫َف َق َال « ْاع ِر‬
َ ْ‫ض وا َعلَ َّى ُرقَ ا ُك ْم الَ بَ أ‬
)230 ,1
Dari ‘Auf bin Malik berkata, bahwasannya kami mengobati penyakit dengan
menggunakan suwuk pada zaman jahiliyah, lalu kami bertanya kepada Rasul,
wahai Rasul bagaimana pendapat anda tentang hal tersebut? Rasul menjawab,
hadapkanlah suwuk-suwuk kalian kepadaku, sesungguhnya hal itu tidak
membahayakan selama kalian tidak syirik (menyekutukan Allah Swt.). (Sunan
Abi Dawud, juz I, hal. 230)

Diceritakan dalam sebuah hadits Sunan Abi Dawud, mengenai


pengalaman para sahabat Nabi yang telah melakukan pengobatan dengan
suwuk:

197
‫ انْطَلَ ُق وا ىِف‬-‫ص لى اهلل عليه وس لم‬- ِّ ‫اب النَّىِب‬ ِ ‫َص ح‬ ِ ٍ ِ‫عن أَىِب س ع‬
ِّ ‫يد اخْلُ ْد ِر‬
َّ ‫ى أ‬
َ ْ ‫َن َر ْهطًا م ْن أ‬ َ َْ
‫َح ٍد‬ ِ َ ‫ض ُه ْم إِ َّن َس يِّ َدنَا لُ ِد‬ ِ ‫َحي ِاء الْع ر‬ ِ ‫حِب‬
َ ‫َس ْفَر ٍة َس ا َفُر‬
َ ‫غ َف َه ْل عْن َد أ‬ ُ ‫ب َف َق َال َب ْع‬ َ َ َ ْ ‫وها َفَنَزلُوا َ ٍّى م ْن أ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِمْن ُكم َش ىء يْن َف ع‬
‫ض ْفنَا ُك ْم‬
َ َ‫است‬ ْ ‫ص احَبنَا َف َق َال َر ُج ٌل م َن الْ َق ْوم َن َع ْم َواللَّه إِىِّن أل َْرقى َولَك ِن‬ َ ُ َ ٌْ ْ
َ‫الش ِاء فَأَتَاهُ َف َق َرأ‬
َّ ‫ فَ َج َعلُوا لَهُ قَ ِط ًيعا ِم َن‬.ً‫ضِّي ُفونَا َما أَنَا بَِر ٍاق َحىَّت جَتْ َعلُوا ىِل ُج ْعال‬ َ ُ‫فَأ ََبْيتُ ْم أَ ْن ت‬
‫اه ْم ُج ْعلَ ُه ُم الَّ ِذى‬ ٍ ِ ِ َ ‫اب ويْت ُف ل حىَّت ب رأَ َكأَمَّنَا أُنْ ِش‬
ُ َ‫ قَ َال فَأ َْوف‬.‫ط م ْن ع َق ال‬ ِ ِ
َ َ َ ُ َ َ َ‫َعلَْي ه أ َُّم الْكت‬
ِ
‫صلى اهلل‬- ‫ول اللَّ ِه‬ َ ‫ َف َق َال الَّ ِذى َرقَى الَ َت ْف َعلُوا َحىَّت نَأْتِ َى َر ُس‬.‫وه ْم َعلَْي ِه َف َقالُوا ا ْقتَ ِس ُموا‬
ُ ُ‫صاحَل‬ َ
‫ فَ َذ َكُروا لَ هُ َف َق َال‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ َفغَ َدوا َعلَى رس‬.‫ َفنَس تَأِْمره‬-‫عليه وسلم‬
َُ ْ َُ ْ
ِ
‫اض ِربُوا‬ ْ ‫َح َس ْنتُ ُم ا ْقتَ ِس ُموا َو‬ ِ
ْ ‫ « م ْن أَيْ َن َعل ْمتُ ْم أَن ََّها ُر ْقيَ ةٌ أ‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّه‬
ِ ُ ‫رس‬
َُ
.» ‫ىِل َم َع ُك ْم بِ َس ْه ٍم‬
Dari Abi Said al Khudzri ra. Bahwasannya sekelompok sahabat Nabi berangkat
melakukan suatu perjalanan, mereka berhenti diperkampungan Arab. Salah satu
dari penduduk tersebut berkata, Sesungguhnya pemimpin kami disengat
kalajengking. Apakah ada di antara kalian yang bisa memberi manfaat (mengobati
pemimpin kami)? Seorang laki-laki dari sahabat menjawab, betul. Demi Allah Swt.
sesungguhnya kami bisa menyuwuk (mengobatinya) tetapi, ketika kami akan
bertamu, kalian malah menolak. Aku tidak akan mengobati, sehingga kalian
memberi gaji (upah). Bayarlah gaji tersebut dengan seekor kambing. Lalu satu
kambing didatangkan. Laki-laki tersebut membaca surat al-Fatihah, kemudian
meniupkan ludahnya sehingga pimpinan itu sembuh, (saking cepatnya) seperti
orang yang terlepas dari tali serban. Abi Said berkata,” mereka menepati janji
dengan memberi gaji (upah).” Lalu para sahabat berkata, “Bagilah (upah
tersebut).” Lelaki tukang suwuk berkata, “Jangan lakukan hal itu sehingga kita
datang kepada Rasul.” Lalu Rasul bersabda, “Dari mana kalian tahu bahwa
ummul kitab bisa dipergunakan untuk menyuwuk? Bagus….kalian, bagilah! Dan
aku minta bagian”. (Sunan Abi Dawud, juz II, hal. 232-233)

198
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa mengobati
berbagai penyakit dengan do’a-do’a itu dibenarkan. Dan mengambil
ongkos/upah dari pengobatan itu juga diperbolehkan.

Batasan Praktik Orang-orang Pintar (Dukun)


a. Dilarang praktiknya orang-orang pintar (dukun) dikarenakan
dalam praktiknya menggunakan sihir yang jelas bertentangan
dengan syari’at Islam, yakni terdapat kemusyrikan yaitu
menggunakan perantara jin dan setan, serta menimbulkan bahaya
pada orang lain.

ُ ‫ َي ُق‬-‫ص لى اهلل عليه وس لم‬- ‫ول اللَّ ِه‬


‫ول « إِ َّن ال ُّرقَى‬ ِ ِ ِ
ُ ‫َع ْن َعْب د اللَّه قَ َال مَس ْع‬
َ ‫ت َر ُس‬
)3385 ‫ (سنن اىب داود رقم‬.» ‫َّمائِ َم َوالت َِّولَةَ ِشْر ٌك‬ َ ‫َوالت‬
Dari Abdullah Ia pernah mendengar bahwa Rasulullah bersabda:
sesungguhnya suwuk, zimat, dan sihir adalah syirik. (Sunan Abi
Dawud, hal. 3385)
b. Dibenarkan praktiknya orang-orang pintar (dukun) dengan tiga
ketentuan yang harus diperhatikan yaitu: Pertama, amalan, hizib,
azimat atau yang semisalnya harus menggunakan kalam Allah Swt.
Kedua, menggunakan bahasa yang dapat dipahami maknanya.
Ketiga, meyakini semua hanya sebatas ikhtiar serta keberhasilan
yang terwujud atau semua kejadian yang terjadi semata karena
takdir Allah Swt.
‫َّش َرةَ َويُ َع الِ ُج‬
ْ ‫ب لِْل َح َمى َو َي ْرقَى َو َي ْع َم ُل الن‬ ِ ‫وس ئِل بعض هم عن رج ٍل‬
ُ ُ‫ص ال ٍح يَكْت‬َ ُ َ ْ َ ْ ُ ُ َْ َ ُ َ
َ‫ك ِم ْن َع َملِ ِه َوال‬ ِ ِ ‫مِت‬ ِ ‫الصر ِع واجْل ُنو ِن بِأَمْس ِاء‬
َ ‫اهلل َواخْلََوا ِ َواْ َلع َزائِ ِم َو َيْنتَف ُع بِ َذال‬ َ ْ ُ َ ْ َّ ‫اب‬ َ ‫ص َح‬ ْ َ‫ا‬
ْ ‫ب لِْل َح َمى َوال َّرقِى َوالن‬
‫َّش ُر‬ ُ ُ‫ك اَ ْج ٌر اََّما الْ ُكت‬
ِ
َ ‫ك اَاْل ُ ُج ْو َر َه ْل لَ هُ بِ ذل‬
ِ
َ ‫يَأْ ُخ ُذ َعلَى ذل‬
)88 ‫س بِِه اهـ (فتاوى حاشية ص‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ‫بالْ ُق ْرأَن َوبالْ َم ْعُر ْوف م ْن ذ ْكر اهلل فَالَ بَأ‬

199
BAB XXI
PEMAKAMAN

Macam-macam Orang Mati Syahid


Menurut Imam Ibnu Rif’ah dan sahabatnya, orang yang mati syahid
itu ada tiga golongan, yaitu:
1. Syahid ‘Indallah (mati syahid menurut Allah) diantaranya:
a. Orang yang meninggal karena dibunuh secara zhalim
b. Meninggal karena tenggelam
c. Meninggal karena terbakar
d. Meninggal karena tertimpa bangunan
e. Meninggal karena sakit perut
f. Meninggal karena dilukai oleh orang lain
g. Meninggal karena kerinduan
h. Meninggal mendadak
i. Meninggal karena sakit waktu melahirkan
j. Meninggal di negeri orang kafir Harbi (Musuh)
Orang yang meninggal di atas termasuk golongan yang
wajib diperlakukan sebagaimana mestinya (dimandikan dan
dishalati).
2. Syahid Fid Dunya (mati syahid menurut manusia)
a. Orang yang meninggal sebagai pengatur strategi perang yang
tidak terjun langsung dalam medan peperangan.
b. Orang yang meninggal dunia dalam peperangan akan tetapi
memihak kepada kelompok lain.
c. Orang yang meninggal dunia dalam peperangan karena riya’
dan mencari popularitas.
Orang-orang yang meninggal di atas sebagai syahid secara
hukum, jadi tidak wajib dimandikan dan dishalati.
3. Syahid Fid Dunya Wal Akhirat (mati syahid menurut Allah dan
Manusia).
Yang termasuk golongan ini, yaitu orang yang meninggal
karena berperang membela agama Allah (fii sabilillah). Mayat

200
‫‪golongan ini tidak dimandikan dan tidak perlu dishalati. (Kifayah‬‬
‫‪al-Akhyar, Fashal Fii al-Mu’tadati al-Raj’iyah juz I, hal.164).‬‬

‫الس ْق ُ ِ‬
‫لش ِهْي ُد ىِف َم ْعَر َك ِة اْل ُك ََّف ا ِر َو ِّ‬
‫صلَّى َعلَْي ِه َما ‪ :‬اَ َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ط اَّلذى مَلْ‬ ‫َوإ ْثنَان الَيُ ْغ َسالَن َوال يُ َ‬
‫يَ ْستَ ِه ْل‬
‫‪Artinya : Dan dua orang yang tidak dimandikan dan tidak dishalati atas‬‬
‫‪mereka: (1) orang yang meninggal dalam medan pertempuran melawan‬‬
‫‪orang-orang kafir dan (2) janin yang jatuh (bayi kluron) yang belum‬‬
‫‪sempat menangis.‬‬

‫الس ْق ُ ِ‬ ‫الش ِهْي ُد يِف َم ْعَر َك ِة الْ ُكفَّا ِر َو ِّ‬


‫صلّى َعلَْي ِه َما َّ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ط الَّذ ْي مَلْ‬ ‫( َوا ْثنَان الَ يُ ْغ َسالَن َواَل يُ َ‬
‫ص ُد ُق َعلَى ُك ِّل َم ْن قُتِ َل ظُْل ًما‬ ‫الش ِهْي َد يَ ْ‬
‫َن َّ‬ ‫اخَتلَ َج ْاعلَ ْم أ َّ‬ ‫ِ‬
‫ص لَّى َعلَْي ه إِ ْن ْ‬ ‫يَ ْس تَ ِه ْل ) َويُ َ‬
‫ت إِ ْم َرأَةٌ‬ ‫أَو م ات بِغَ ر ٍق أَو ح ر ٍق أَو ه َدٍم أَو م ات مبطُون اً أَو م ِ‬
‫ات ع ْش ًقا أ َْو َك انَ ْ‬ ‫ْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َْ ْ ْ َ َ‬
‫ات فُ ْج أًَة أَو يِف َدا ِر احْل ر ِ‬ ‫ِ‬
‫ب قَالَ هُ ابْ ُن‬ ‫َْ‬ ‫ْ‬ ‫ك َو َك َذا َم ْن َم َ‬ ‫ت يِف الطَّْل ِق َوحَنْ ِو َذل َ‬ ‫َو َم اتَ ْ‬
‫ص لَّي َعلَْي ِه ْم َك َس اِئ ِر املَـ ْوتَى‬ ‫َ‬ ‫الر ْف َع ةُ َو َم َع ِص ْدقِ ِه أَن َُّه ْم ُش َه َداءٌ َف َه ُؤاَل ءُ يُ ْغ َس لُ ْو َن َوي‬
‫ُ‬ ‫ِّ‬
‫ْ‬
‫ات يِْف قِتَ ِال الْ ُكفَّا ِر‬ ‫ِ ِ‬
‫َحيَ اءٌ عْن َد َرهِّب ْم يُْر َز ُق ْو َن‪َ .‬وأ ََّما َم ْن َم َ‬
‫ومع َّ ِ‬
‫الش َه َادة هَلُ ْم أَن َُّه ْم أ ْ‬ ‫َ َ ْ ىَن‬
‫ىل الْ ِفئَ ِة أ َْو َك ا َن يُ َقاتِ ُل ِريَ اءً َومُسْ َعةً َف َه َذا‬ ‫ِ‬ ‫ٍ ِِ ٍ‬
‫ُم َد ِّبًرا َغْي َر ُمتَ َح ِّرف لقتَ ال أ َْو ُمتَ َحِّيًزا إ َ‬
‫ص لَّى َعلَْي ِه َو ُه َو َش ِهْي ٌد يِف ال ُّد ْنيَا ُد ْو َن‬ ‫َش ِهْي ٌد يِف احْلُ ْك ِم ِمبَْعىَن أَنَّهُ اَل يُ ْغ َس ُل َواَل يُ َ‬
‫ض ي َف َه َذا‬ ‫ب الْ ِقتَ ِال َعلَى الْ َو ْج ِه الْ َم ْر ِِّ‬ ‫ات يِف قِتَ ِال الْ ُكفَّا ِر بِس بَ ِ‬
‫َ‬ ‫اآلخ َر ِة َوأ ََّما َم ْن َم َ‬
‫ِ‬
‫اآلخَر ِة‪ ( .‬كفاية األخيار‪ ،‬فصل ويلزم يف امليت‪ ،‬جزء ‪ 1‬ص ‪) 154‬‬ ‫الد ْنيا و ِ‬ ‫ِ‬
‫َشهْي ٌد ُّ َ َ‬

‫)‪Talqin Saat Naza’ (Sakaratul Maut‬‬

‫‪201‬‬
Talqin terhadap orang yang akan meninggal dunia adalah
mengajari ucapan kalimah toyyibah supaya dalam akhir hayatnya tetap
membawa kalimat “Laa Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah”.
: -‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ُ ‫ى َر ِض َى اللَّهُ َعْن هُ قَ َال قَ َال َر ُس‬ ِّ ‫َع ْن أَىِب َسعِْي ٍد اخْلُ ْد ِر‬
‫يث َخالِ ِد بْ ِن‬
ِ ‫يح ِمن ح ِد‬
َ ْ ِ ‫الص ح‬
ِ َّ ‫ أَخرج ه مس لِم ىِف‬.»‫« لَقِّنُ وا موتَ ا ُكم الَ إِلَ ه إِالَّ اللَّه‬
ٌ ْ ُ ُ َ َْ ُ َ ْ َْ
ٍ ِ ِ
. ‫ضا م ْن َحديث أَىِب َحا ِزم َع ْن أَىِب ُهَر ْيَر َة‬ ِ ٍ
ً ْ‫َخَر َجهُ أَي‬
ْ ‫خَمْلَد َع ْن ُسلَْي َما َن َوأ‬
.‫ صحيح مسلم باب تلقني املوتى‬.1
‫ سنن أيب داود باب ماىف التلقني‬.2
. ‫ السنن الكربى للبيهقى ويف ذيله باب ما يستحب من تلقني امليت‬.3
Dari said dan Abu Hurairoh ra. Mereka berkata, Rasul bersabda: “Ajarilah orang
mati kalian dengan kalimat Laa Ilaha Illallah”. Hadits ini diriwayatkan Imam
Muslim pada kitab sahihnya, dari cerita Khalid bin Makhlad, dari sulaiman. Imam
Muslim juga meriwayatkan hadits ini dari cerita Abi Khazim, dari Abu Hurairah.

Yang dimaksud hadits di atas adalah Rasulullah mengutus kita


agar mengajari orang yang sedang naza’ (menjelang meninggal dunia)
dengan ucapan kalimat tauhid. Sebagaimana firman Allah:
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫ين َآمنُ واْ بِ الْ َق ْو ِل الثَّابِت يِف احْلَيَ اة ال ُّد ْنيَا َويِف اآلخ َر ِة َويُض ُّل اللَّهُ الظَّالم‬
‫ني‬ َ ‫ت اللَّهُ الذ‬
ُ ِّ‫يُثَب‬
)27( ‫َو َي ْف َع ُل اللَّهُ َما يَ َشاء‬
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang
teguh itu[788] dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki”. (Q.S. Ibrahim:27)
[788] Yang dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun
thayyibah yang disebut dalam ayat 24.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sangat di anjurkan


mengajari kalimat tauhid kepada orang yang akan meninggal dunia,

202
karena pada saat menjelang kematiannya akan menjadi tolak ukur
kebahagiaan dan kesengsaraan kehidupan manusia di akhirat selanjutnya.

Posisi Jenazah Ketika Dishalati


1. Posisi jenazah ketika dishalati
a. Posisi jenazah laki-laki yaitu posisi kepala terletak di sebelah kiri
imam
b. Posisi jenazah perempuan yaitu posisi kepala terletak di sebelah
kanan imam.
‫ض ُّم هِل ِذ ِه‬ ِ ِ َّ ‫ف ىِف‬ ِ ‫ص يل ىِف الْو ُق و‬ ِ َّ ‫وجَي ِرى ه َذا‬
َ ُ‫لى الْ َقرْبِ اىَل اَ ْن ق اَ َل َوي‬َ ‫الص الَة َع‬ ْ ُ ُ ْ ‫الت ْف‬ َ ْ ْ َ
‫ى َو ِه َي جُيْ َع ُل ُم ْعظَ ُم‬
ِّ ‫َّص ِريْ ُح هِبَا ىِف ْ ِعب اََر ِة الَْب ْرم اَ ِو‬ ِ ِ ِ
ْ ‫الْ َقاع َدة قاَع َدةٌ اُ ْخ َرى َس يَأْيِت ْ اَلت‬
ِ ِ َّ ‫ص لِّى فَ ِحْينَئِ ٍذ يَ ُك و ُن رأْس‬ ِ ِ
‫ص لِّى َواْالُْنثَى‬ َ ‫الذ َك ِر يِف ْ ج َه ة يَس اَ ِرى الْ ُم‬ ُ َ ْ َ ‫الْ َميِّت مَي نْي َ الْ ُم‬
)188 ‫ ص‬2 ‫ْس (حاشية اجلمل على املنهاج اجلزء‬ ِ ‫باِلْ َعك‬

2. Posisi imam shalat jenazah


a. Untuk jenazah laki-laki, posisi imam berdiri lurus searah dengan
kepala jenazah.
b. Untuk jenazah perempuan, posisi imam berdiri lurus searah
dengan pantat jenazah. (Hasyiyah al-Jamal ‘Ala al-Minhaj, juz II,
hal. 188)
‫ثى‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ْ ِ ٍِ ٍ ِ ‫ْ ٍ ىِف‬ ِ
َ ْ‫ف نَ ْدباً َغْي ُر َم أ ُم ْوم إم اَم َو ُمْن َف رد عْن َد َرأس ذَ َكر ٍَو َعج ز َغرْي ه م ْن اُن‬
ُ ‫َويَق‬
)188 ‫ ص‬2 ‫َو ُخْنثَى (حاشية اجلمل على املنهاج اجلزء‬

Shalat Jenazah bagi Wanita


Hukum shalat jenazah adalah fardlu kifayah (yang mengerjakan satu
menggugurkan kewajiban yang lain). Shalat jenazah bagi wanita
hukumnya adalah sah. Tatapi ulama’ masih khilaf tentang apakah shalat

203
jenazah orang wanita dapat menggugurkan kewajiban shalat jenazah bagi
orang laki-laki?
a. Menurut Imam Ibnu Muqri dan dikukuhkan oleh imam al-Romli
bahwa shalatnya orang perempuan sah dan hanya dapat
menggugurkan fardu kifayah dari golongan perempuan saja,
artinya tidak dapat menggugurkan kewajiban kaum laki-laki.
)181, 2 ‫ِّس ِاء (شرح املنهج جز‬ ِ
َ ‫ض َع ِن الن‬ ْ َّ‫صل‬
َ ‫ت اَلْ َم ْرأَةُ َس َق‬
ُ ‫ط اَلْ َف ْر‬ َ ‫َواذَا‬
Perempuan yang shalat jenazah hanya bisa menggugurkan kewajiban bagi
kalangan perempuan saja (tidak bisa menggugurkan kewajiban bagi laki-
laki). (Sarayh, al-Minhaj, juz II, hal. 181)

b. Menurut Ibnu Hajar, melaksanakan shalat jenazah bagi perempuan


sah dan bisa menggugurkan kewajiban shalat jenazah bagi yang
lain dengan syarat tidak ada orang laki-laki. Dan shalat jenazah
tersebut disunnahkan pula berjama’ah bagi golongan perempuan.
ِ ِ ُ ‫أ ََّما اِذاَ مَل ي ُكن َغيره َّن َفت ْلزمه َّن وتَس ُق‬
َ ‫ط بِف ْعل ِه َّن َوتُ َس ُّن هَلُ َّن اجْلَ َم‬
ُ‫اعة‬ ْ َ ُ ُ َ َ ُ ُْ ْ َ ْ
)181, 2 ‫(شرح املنهج جز‬
(Shalat jenazah) boleh bagi perempuan selagi tidak ada yang lain (orang
laki-laki) dan juga dapat menggugurkan kewajiban orang laki-laki serta
disunnahkan pelaksanaan shalat jenazah dengan berjama’ah. (Sarakh al-
Minhaj, juz II, hal. 181)

Hukum Melaksanakan Shalat Jenazah Tanpa Wudlu


Pada suatu saat, setelah melaksanakan shalat jenazah, Sanimo ditanya
temannya kenapa kamu shalat jenazah tanpa sesuci? Shalat itu kan harus
punya wudlu’?. Bagaimanakah status shalat Sanimo dalam kasus di atas?
Hukumnya khilaf:
a. Tidak sah. Menurut ijma’ ulama’, setiap bentuk shalat yang diawali
takbir dan diakhiri dengan salam harus dalam kondisi suci
meskipun dalam shalat jenazah tanpa ruku’, i’tidal, sujud dan
tahiyyat.
204
‫ص ُّح اِالَّ بِطَ َه َار ٍة َو َم ْعن اَهُ إِ ْن مَتَ َّك َن ِم َن‬
ِ َ‫( َف رعٌ) ذَ َكرن اَ م ْذهبناَ اَ َّن ص الََة اجْل نَ َاز ِة الَت‬
َ َ َُ َ َ ْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ َوإ ْن‬،‫ َواَل يَص ُّح التَّيَ ُّم ِم َم َع إ ْم َك ان الْ َم اء‬،‫ َوإ ْن َع َج َز َتيَ َّم َم‬،‫ض ْوء مَلْ تَص َّح االَّ به‬ ِ
ُ ‫اْ ُلو‬
)177‫ ص‬5 ‫ت (اجملموع شرح املهذب جز‬ ِ ْ‫اف َفوت الْوق‬
َ َ ْ َ ‫َخ‬
Telah saya sebutkan bahwa sesungguhnya shalat jenazah itu tidaklah sah
kecuali dengan bersuci. Artinya apabila seseorang masih mungkin
berwudlu’, maka shalat jenazah tersebut tidak sah kecuali dilakukan
dengan memakai wudlu’. (Al-Majmu’ syarh al-Muhadzab jld V, hal.
177)
b. Sah. Menurut Imam Ibnu Jarir dan Imam Syi’bi. Karena shalat
jenazah merupakan bentuk do’a bukan seperti shalat maktubah
atau yang lain.
‫ص الَةُ اجْلَن اََز ِة بِغَرْيِ الطَّ َه َار ِة‬
َ ‫الش ْي َعةُ جَتُ ْو ُز‬ ّ ِ‫الش ْعىِب ْ َوحُمَ َّم ُد ابْ ُن َج ِريْ ٍر اَلطَّرَب‬
ِّ ‫ي َو‬ َّ ‫َوق اَ َل‬
)177 ‫ ص‬،5 ‫ض ْو ِء َوالتَّيَ ُّم ِم أِل َن ََّها ُد َعاءٌ (اجملموع شرح املهذب ج‬ ُ ‫ان الْ ُو‬ِ ‫مع اِم َك‬
ْ ََ
Asya’bi, Muhammad bin Jarir al-Thabari dan kaum syi’ah berkata
diperbolehkan shalat jenazah dengan tanpa bersuci, meskipun masih
memungkinkan untuk mengerjakan wudlu’ dan tayammum, karena shalat
jenazah itu hanya sekedar do’a. (Al-Majmu’ syarh al-Muhadzab jld V,
hal. 177)

Kesaksian Terhadap Jenazah


Ketika jenazah hendak diberangkatkan ke pemakaman dilakukan
acara Ibro’ terlebih dahulu di hadapan masyarakat, keluarga dan sanak
famili yang ditinggalkannya untuk memohonkan maaf buat jenazah atas
kesalahannya dan penyelesaian utang-piutang selama hidupnya, dalam
kesempatan itu yang menarik adalah permintaan kesaksian masyarakat
(isyhad) terhadap nilai perilaku jenazah selama hidupnya. Bagaimanakah
hukum memberi kesaksian kepada jenazah yang akan diberangkatkan ke
pemakaman?

205
Tradisi ibro’ yang telah berlaku di masyarakat ini hukumnya boleh
(disunnahkan), bahkan dianjurkan memberi pujian baik kepada jenazah
asalkan si mayit memang pantas untuk dipuji. Sebagaimana keterangan di
bawah ini:
ِ ‫ت و ِذ ْكر حَم‬
) 150 ‫اسنِ ِه ( االذكار النواوى ص‬ ِ
َ ُ َ ِّ‫ب الثَّنَاءُ َعلَى الْ َمي‬
ُّ ‫َويُ ْستَ َح‬
Disunnahkan memuji atas mayit dan menyebutkan kebaikannya. (al-Adzkar al-
Nawawi hal.150)

‫ني لَ هُ َوخِلَرَبِ ابْ ِن‬ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫( فَ ِإ ْن َرأَى َخْي ًرا ُس َّن ذ ْك ُرهُ ) ليَ ُك ْو َن أ َْد َعى ل َك ْث َر ِة الْ ُم‬
َ ِّ‫ص ل‬
َ ‫ني َعلَْي ه َوال دَّاع‬
‫اس َن َم ْوتَا ُك ْم َو َكفُّوا عن َم َسا ِوي ِه ْم‬ ِ ‫ان واحْل اكِ ِم اُذْ ُكروا حَم‬
ِ ِ
َ ُْ َ َ َّ‫حب‬
Sunnah hukumnya menyebut kebaikan si mayit apabila mengetahuinya.
Tujuannya tiada lain untuk mendorong agar lebih banyak yang memintakan
rahmat dan berdoa untuknya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Hibban
dan Hakim: Sebutlah kebaikan seseorang yang meninggal dunia dan hindari
membuka aibnya. Fathu al-Wahab, bab Kitab al-Janaaiz juz 1 hal. 91.

‫خِب‬ ِ ِ ُ ‫قَ َال رس‬


ُ‫« أَمُّيَا ُم ْس ل ٍم َش ِه َد لَ هُ أ َْر َب َع ةٌ َرْيٍ أ َْد َخلَ هُ اللَّه‬: - ‫ ص لى اهلل عليه وس لم‬- ‫ول اللَّه‬ َُ
ِ ِ
: ‫ قَ َال‬.» ‫« َوا ْثنَ ان‬: ‫ َوا ْثنَ ان قَ َال‬: ‫ قَ َال ُقْلنَا‬.» ٌ‫« َوثَالَثَة‬: ‫ َوثَالَثَةٌ قَ َال‬: ‫ قَ َال ُق ْلنَا‬.» َ‫اجْلَنَّة‬
ُّ ‫اح ِد رواه الْبُ َخا ِر‬
‫ى‬ ِ ‫مَل نَسأَلْه ع ِن الْو‬
َ َ ُ ْ ْ
Nabi bersabda: Setiap muslim yang disaksikan sebagai orang baik-baik oleh 4
orang, Allah akan memasukkan ke surga. Kami (para sahabat) bertanya: kalau
disaksikan 3 orang? Nabi menjawab: kalau disaksikan 3 orang juga masuk surga.
Kalau disaksikan 2 orang? Nabi menjawab: 2 orang juga. Kami (para sahabat)
tidak menanyakan lagi bagaimana kalau hanya disaksikan oleh 1 orang. Hadits ini
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab sahihnya,
(Riyad al-Shalikhin, bab Fadl Man Maata Lahu Aulaadun Shighor hal 388).

Mengantar Jenazah Sambil Mengucap Lafadz LAA ILAHA ILLALLAH.

206
Sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat apabila mengiringi
jenazah menuju ke pemakaman, dengan diiringi bacaan kalimat tahlil (Laa
Ilaha Illallah). Bagaimanakah hukum membaca kalimat tersebut?
Tradisi seperti itu sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, dan
amalan tersebut tidak dilarang oleh agama, sebab selain mengandung nilai-
nilai kebaikan dengan berdzikir kepada Allah Swt. perbuatan itu tentu jauh
lebih baik dari pada berbicara masalah duniawi dalam suasana berkabung,
sebagaimana dijelaskan oleh syekh Muhammad Bin A’lan al-Siddiqi dalam
kitabnya al-Futukhat al-Rabbaniyah;
‫ض ٍر ِم َن اْلعُلَ َم ِاء َواْل ُف َق َه ِاء‬ ِّ ِ‫ت اَلْ َع َادةُ ىِف َبلَ ِدناَ َزبِْي ٍد بِ اجْلَ ْه ِر با‬
َ ‫لذ ْك ِر اَم اََم اجْلَن اََز ِة مِب َ ْح‬ ْ ْ ‫َوقَ ْد َج َّر‬
ِ ‫ب الْم َش يِّعِ بِاحْل ِدي‬ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ‫مِب‬ ِ ُّ ‫و‬
ِّ ‫لد ْنيَ ِو‬
‫ي‬ ُّ َ‫ث ا‬ ْ َ َ ‫ت اَلَْب ْل َوى َا َش اه ْدناَهُ م ْن ا ْش تغَال غ اَل ٍ ُ نْي‬ ْ ‫الص لَ َحاء َوقَ ْد َع َّم‬ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ك اىَل الْغْيبَ ة اَْو َغرْيِ َها م َن اْل َكالَِم اَلْ ُم َحَّر َم ة فَالَّذ ْي ا ْختَ َارهُ ا َّن ُش ْغ َل امْسَاع ِه ْم‬ ِ ِ ِ
َ ‫َو ُرمَّبَا اََد ُاه ْم َذل‬
ً‫ي اِْرتِ َكاب ا‬ ِّ ‫اسرِت ْ َس اهِلِ ْم ىِف اْل َكالَِم ال ُّد ْنيَ ِو‬ ِ ِِِ ِ ِ
ْ ‫بِال ِّذ ْك ِر اَلْ ُم َؤ ِّد ْي اىَل َت ْرك اْل َكالَِم َو َت ْقلْيل ه اَْوىَل م ِن‬
ِ ‫َّهلِْي ُل َو َغْيُر َها ِم ْن اَْن َو‬
‫اع‬ ْ ‫لذ ْكُر َوالت‬ ِّ َ‫اع َدةُ الش َّْر ِعيَّةُ و َس واءٌ ا‬
َ َ
ِ ‫ َكم اَ ه و الْ َق‬. ِ ‫ف الْم ْفس َد َت‬
َُ ‫َخ ِ َ َ نْي‬ َّ ‫بِأ‬
)183 ‫ ص‬4 ‫الذ ْك ِر َواهللُ اَ ْعلَ ُم (الفتوحات الربانية على اذكر النواوية ج‬ ِّ

Telah menjadi tradisi di daerah kami Zabith untuk mengeraskan dzikir di hadapan
jenazah (ketika mengantar ke kuburan). Dan itu dilakukan di hadapan para
ulama’, ahli fiqih dan orang-orang saleh. Dan sudah menjadi kebiasaan buruk
yang telah kita ketahui, bahwa ketika mengantarkan jenazah, orang-orang sibuk
dengan perbincangan masalah-masalah duniawi, dan tidak jarang perbincangan
itu menjerumuskan mereka ke dalam ghibah atau perkataan lain yang diharamkan.
Adapun hal yang terbaik adalah mendengarkan dzikir yang menyebabkan mereka
tidak berbicara atau meminimalisir pembicaraan adalah lebih utama dari pada
membiarkan mereka bebas membicarakan masalah-masalah duniawi. Ini sesuai
dengan prinsip memilih yang lebih kecil mafsadahnya, yang merupakan salah satu
kaidah syar’iyah. Tidak ada bedanya apakah yang dibaca itu dzikir, tahlil ataupun

207
yang lainnya, WaAllahu a’lam. (Al-Futukhat al-Rabbaniyah ‘ala Adzkari al-
Nabawiyah juz IV, hal. 183)
Dan lebih jelas lagi di terangkan dalam kitab Tanwirul Qulub, bahwa
disunnahkan melantunkan ayat-ayat al-Qur’an, membaca dzikir atau
membaca shalawat kepada nabi Muhammad Saw., dan dilarang gaduh
atau berbincang-bincang tentang perkara yang tidak berguna:
‫ط‬ ِ ‫الت َف ُّكر ىِف الْم و‬
ُ َ‫ َو ُك ِر َه اللُّغ‬. ُ‫ت َوماََب ْع َده‬ ‫هِب‬ ِ
َْ ُ َّ ‫َويُ َس ُّن الْ َم ْش ُي اََم َام َها َو ُق ْر َب َها َواْال ْس َراعُ َا َو‬
ُ‫ص لَّى اهلل‬
َ ِّ ‫الص الَت َعلَى النَّيِب‬ ِّ ‫ت اِالَّ بِالْ ُق ْرأ َِن و‬
ِ َّ ‫الذ ْك ِر و‬ ِ ‫الص و‬
ْ َّ ‫الد ْنيَا َو َرفْ ِع‬ ُّ ‫ث يِف ْ اُُم ْو ِر‬ ِ
ُ ْ‫َواحْلَدي‬
َ َ
) 213 ‫ ( تنوير القلوب ص‬.‫ت‬ ِ ِّ‫علَي ِه وسلَّم فَالَ بأْس بِِه اْالَ َن أِل َنَّه ِشعار لِْلمي‬
َ ٌَ ُ َ َ َ َ َ َْ

Para pengantar jenazah yang berjalan kaki disunnahkan berjalan di depan keranda
atau di dekatnya sambil berjalan cepat dan berfikir tentang dan sesudah mati.
Tetapi tidak disunnahkan bagi para pengantar jenazah untuk gaduh, bercakap-
cakap urusan dunia, apalagi dengan suara keras, kecuali melantunkan ayat-ayat
al-Qur’an, membaca dzikir, atau shalawat kepada nbi karena hal ini menambah
syi’ar bagi si mayit. (Tanwir al-Qulub halaman 213)

Talqin Mayit
Talqin mayit adalah mengajari dan menuntun aqidah kepada mayit,
dengan harapan si mayit mampu menjawab pertanyaan malaikat Munkar
dan Nakir.
‫َح ٌد ِم ْن إِ ْخ َوانِ ُك ْم فَ َس َو ْيتُ ُم‬ َ‫تأ‬
ٍ ِ
َ َ‫( َق ْولُ هُ َي ُق ْو ُل ي اَ َعْب َد اهلل إِخَلْ ) َر َواهُ الطَّْب َرايِن ُّ بِلَ َف ظ إِ َذا م ا‬
َّ‫َح ُد ُك ْم َعلَى َرأْ ِس َقرْبِ ِه مُثَّ لَْي ُق ْل ي اَ فُالَ ُن ابْ ُن فُالَنَ ٍة فَِإنَّهُ يَ ْس َمعُهُ مُث‬ ِ
َ ‫اب َعلَى َقرْبِ ه َفْلَي ُق ْم أ‬ َ ‫التَُّر‬
َ‫َي ُق ْو ُل ي اَ فُالَ ُن ابْ ُن فُالَنَ ٍة فَِإنَّهُ يَ ْس تَ ِو ْي قاَ ِع ًدا مُثَّ َي ُق ْو ُل ي اَ فُالَ ُن ابْ ُن فُالَنَ ٍة فَِإنَّهُ َي ُق ْو ُل أ َْر َش ْدنا‬
‫الدنْياَ شهادة أن ال إله إال‬ ُّ ‫ت َعلَْي ِه ِم َن‬ ِ
َ ‫ك اهللُ َولَك ْن الَ تَ ْش َعُر ْو َن َفْلَي ُق ْل اُذْ ُك ْر َما َخ َر ْج‬ َ ُ‫َي ْرمَح‬
ِ ‫هلل رب اَّ وبِاإْلِ س الَِم ِدين اَ ومِبُح َّم ٍد نَبِي اًّ وبِالْ ُقر‬ ِ ِ ‫َّك ر ِضي‬ َّ ‫اهلل َوأ‬
‫آن‬ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ ‫ت با‬ َ ْ َ َ ‫َن حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ َوأَن‬
)14 ‫ ص‬2 ‫ إعانة الطالبني ج‬.‫إِماَماً (رواه الطرباىن‬

208
Rasulullah bersabda; apabila salah seorang dari saudara kamu meninggal dunia,
maka ratakanlah tanah kuburannya, berdirilah di atas kepala kuburan mayit, lalu
berkatalah wahai fulan bin fulan; sesungguhnya mayit tersebut mendengar ucapan
itu, lalu orang yang menalqin berkata: bahwa fulan bin fulan! bahwa mayit
tersebut mendengar ucapan itu, lalu mayit tersebut duduk, dan orang yang
menalqin berkata lagi, wahai fulan bin fulan, sesungguhnya mayit itu berkata,
tunjukkan aku maka engkau akan diberi rahmat oleh Allah Swt., sesungguhnya
kalian (manusia) tidak mengetahuinya, lalu orang yang menalqin berkata, aku
ingatkan padamu (mayit) sesuatu (yang harus) engkau bawa keluar dari dunia,
yaitu penyaksian bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah Swt. dan
sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-NYA, dan
sesungguhnya kamu ridho bahwa Allah Swt. adalah tuhanmu, islam menjadi
agamamu, Muhammad menjadi Nabimu dan Al-Qur’an menjadi imammu. (HR.
Imam at Tabrani) (I’anat al-Thalibin, juz II, hal. 14)

Menurut Imam al-Adzra’i:


a. Disunnahkan mentalqin mayit yang sudah baligh sesuai
dengan firman Allah yang artinya dan berdzikirlah sesungguhnya
dzikir itu memberikan manfaat kepada orang-orang yang beriman.
b. Tidak disunnahkan mentalqin anak yang belum baligh
karena dia tidak mendapat fitnah di dalam kuburnya, begitu juga
orang gila. Hal ini diterangkan dalam kitab I’anah al-thalibin juz 2
halaman 140.
ِ ِ ِ ‫ف علَى أَ ْن يلَقِّن أَيضا أَي ويْن َد‬ ِ ِ
‫ك‬َ ‫ب َتْلقنْي ُ بَال ٍغ إِخَلْ َوذَل‬ ُ َُ ْ ً ْ َ ُ َ ٌ ‫( َق ْولُهُ َوَت ْلقنْي ُ بَال ٍغ ) َم ْعطُْو‬
‫َح َو ُج َما يَ ُك ْو ُن الْ َعْب ُد إِىَل‬ ِِ ِِ ِ
ْ ‫ل َق ْول ه َت َع اىَل { َو ْذ ُك ْر فَ ِإ َّن ال ِّذ ْكَرى َتْن َف ُع الْ ُم ْؤمننْي َ } َوأ‬
‫التَّ ْذكِرْيِ يِف ْ َه ِذ ِه احْلَالَ ِة َو َخ َر َج بِالْبَ الِ ِغ الطِّْف ِل فَالَ يُ َس ُّن َتْل ِقْينُ هُ أِل َنَّهُ الَ يُ ْفنَتُ يِف ْ َقرْبِ ِه‬
‫َّن ِط ْف ٌل َولَ ْو‬ ِ ‫ف وإِالَّ لُِقن و ِعب ارةُ الن‬ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ِّهايَة َوالَ يُلَق‬ َ ََ ََ َ ٌ ‫َوم ْثلُهُ اَلْ َم ْجُن ْو ُن إ ْن مَلْ يَ ْسب ْق لَهُ تَكْلْي‬

209
‫ف َك َما َقيَّ َد تْ هُ اْألَ ْذ َر ِع َّي لِ َع َدِم اِفْتِتَاهِنِ َما اه اعانة‬ ِ
ٌ ‫َّم هُ تَكْلْي‬
ِ
َ ‫ُمَراه ًقا َوجَمُْن ْو ٌن مَلْ َيَت َقد‬
. 140 ‫ ص‬2 ‫الطالبني ج‬
Dengan demikian talqin mayit adalah hal yang diperintahkan oleh
Rasulullah Saw.

Menyiram Kuburan dengan Air Bunga


Ketika berziarah, rasanya tidak lengkap jika seorang peziarah yang
berziarah tidak membawa air bunga ke tempat pemakaman, yang mana air
tersebut akan diletakkan pada pusara. Hal ini adalah kebiasaan yang sudah
merata di seluruh masyarakat. Bagaimanakah hukumnya? Apakah
manfaat dari perbuatan tersebut?
Para ulama mengatakan bahwa hukum menyiram air bunga atau
harum-haruman di atas kuburan adalah sunnah. Sebagaimana dikatakan
oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayah al-Zain, hal. 145

َّ ‫س بَِقلِْي ٍل ِم ْن َّم ِاء الْ َو ْر ِد ِأل‬


‫َن‬ ِ ْ ‫ش الْ َق ِ مِب ٍاء ب اَ ِر ٍد تَف اَؤالً بِب رود ِة الْم‬
َ ْ‫ض ج ِع َوالَ بَ أ‬ َ َ ُْ ُ ُ َ ‫ب َر ُّ رْب‬ ُ ‫َويُْن َد‬
)154 ‫ب (هناية الزين‬ ِ ‫الرائِ َحةَ الطِّْي‬
َّ ‫ب‬ ُّ ِ‫الْ َمالَ ئِ َكةَ حُت‬
Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini
dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan
juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit,
karena malaikat senang pada aroma yang harum. (Nihayah al-Zain, hal. 154)

Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi;


‫اه ٍد َع ْن طاووس عن ابن عباس رضي‬ ِ ‫ ح َدثَناَ أَب و معا ِوي ةَ ع ِن األعمش عن جُم‬: ‫حدثَناَ حَي ي‬
َ َْ َ َ َُ ُْ َ َْ َ
ِ ِ ِ
َ‫ إِن َُّه َما لَ ُـي َع ِّذباَن َوم ا‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أَنَّهُ َمَّر بَِقْبَريْ ِن يُ َع ِّذباَن فَق اَ َل‬
َ ّ ‫اهلل عنهما َع ِن النَّيِب‬
ِ ‫يع ِّذباَ ِن يِف َكبِ ٍ أ ََّما أَح ُدمُه ا فَ َكا َن الَ يستَرِت ُ ِمن البو ِل وأ ََّما اْآلخر فَ َكا َن مَيْ ِش ي باِلن‬
َّ‫ مُث‬. ‫َّمْي َم ِة‬ ْ َُ َ َْ َ ْ َ َ َ ‫ْ رْي‬ َُ

210
‫ِ مِل‬ ٍ ِ ِ ْ َ‫َخ ِذ َج ِريْ َد ًة رطْبَ ةً فَ ْش ِق َها بِن‬
َ ‫ ي اَ َر ُس ْو َل اهلل‬:‫ َف َق الُْوا‬،‫ مُثَّ غُ ِر َز يِف ُك ِّل َقرْبٍ َواح َدة‬، ‫ص َفنْي‬ َ ُ‫أ‬
)1361 ‫َّف َعْن ُه َما َمامَلْ َيْيـبِ َسا) (صحيح البخارى رقم‬ َ ‫ ( لَ َعلَّهُ أَ ْن خُيَف‬:‫ت ٰه َذا ؟ فقاَ َل‬َ ‫صَن ْع‬
َ
Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah
dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam
kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam
kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika
kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian
Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian
membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing
kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya
Rasul?. Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang
tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (Sahih al-Bukhari, [1361])

Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin;


ِ
‫س هِبَا‬ ِ ِِ ِ ِ ْ ‫ض ُع َج ِريْ َد ٍة َخ‬
ُ ‫ضَراءَ َعلَى الْ َقرْبِ لإْل تِّب اَ ِع َوأِل َنَّهُ خُيَف‬
َ ‫ِّف َعْن هُ بَبَر َك ة تَ ْس بْيح َها َوقْي‬ ْ ‫يُ َس ُّن َو‬
ِ ْ‫الرط‬ ِ ‫الرحْي‬ ِ ِ
) 119‫ ص‬،2 .‫ب (اعانة الطالبني ج‬ َّ ‫ان‬ َ َّ ‫َما ْاعتْي َد م ْن طَْر ِح حَنْ ِو‬
Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena
hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad Saw. dan dapat meringankan beban si
mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini
disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang
harum dan basah atau yang masih segar. (I’anah al-Thalibin, juz II, hal. 119)

Dan ditegaskan juga dalam Nihayah al-Zain, hal. 163


‫ ِلَأَّنُه َيسَْتْغفُِر ِلْلَمِّيتِ َم ا دََام‬،ِ‫ح ان‬
َ ‫الرْي‬
َّ َ‫جرِْي ِد الَْأْحضَِر و‬
َ ‫الرْطبِ َكْال‬ َّ ‫َوُيْن َدبُ َوضُْع الشَّْيِء‬
)163 ‫ (هناية الزين‬.ِ‫سه‬ ِ ‫جْوُز ِلْلَغْي ِر َأْخُذُه َقْبَل َيِب‬
ُ ‫َرْطًبا وََلا َي‬

211
Berdasarkan penjelasan di atas, maka memberi harum-haruman di
pusara kuburan itu dibenarkan termasuk pula menyiram air bunga di atas
pusara, karena hal tersebut termasuk ajaran Nabi (sunnah) yang
memberikan manfaat bagi si mayit.

Hukum Shalat Jenazah di Atas Kuburan


Banyak orang yang ingin mengerjakan shalat jenazah. Apalagi jika
yang meninggal adalah seorang ulama’. Tidak jarang, shalat jenazah
dilakukan setelah mayit disemayamkan dalam kuburannya. Bagaimana
hukum shalat jenazah di atas kuburan itu?
Menanggapi hal ini ulama’ Syafiiyah mengatakan boleh dan sah hal ini
didasarkan pada hadits:

ِ ‫ول‬ ِ ‫ خرجنَا م ع رس‬: ‫ت ر ِضي اللَّه َعْنه قَ َال‬ ٍ ِ


‫ َفلَ َّما‬، ‫اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬ ُ َ َ َ ْ ََ ُ ُ َ َ ِ‫َع ْن َزيْد بْ ِن ثَاب‬
‫ أَال‬: ‫ َف َق َال‬، ‫ َف َعَر َف َها‬، ٌ‫ فُالنَ ة‬: ‫ َف َق الُوا‬، ُ‫ فَ َس أ ََل َعْن ه‬، ‫َو َر ْدنَا الْبَ ِقي َع إِ َذا ُه َو بَِقرْبٍ َج ِدي ٍد‬
ِ
‫َع ِرفَ َّن َما‬
ْ ‫ ال َت ْف َعلُوا أل‬: ‫ َف َق َال‬، ‫ك‬َ َ‫ فَ َك ِر ْهنَا أَ ْن نُ ْؤذن‬، ‫ص ائِ ًما‬ ِ ‫ ُكْن‬: ‫آ َذ ْنتُمويِن ؟ قَالُوا‬
َ ‫ت قَائال‬ َ ُ
ِ ِ
َ ‫ فَ ِإ َّن‬، ‫ت َبنْي َ أَظْ ُه ِر ُك ْم إِال َد َع ْومُتُ ويِن‬
َّ‫ مُث‬: ‫ص اليِت َعلَْي ه َرمْح َ ةٌ قَ َال‬ ُ ‫ت َما ُكْن‬
ٌ ِّ‫ات مْن ُك ْم َمي‬َ ‫َم‬
) 388 ‫ ص‬4 ‫ فَ َكَّبَر َعلَْي َها أ َْر َب ًعا (مسند أمحد بن حنبل اجلزء‬، ُ‫ص ِف ْفنَا َخ ْل َفه‬ ُ َ‫ ف‬، ‫أَتَى الْ َقْبَر‬
Diriwayatkan dari Zaid Bin Tsabit Ra, beliau berkata kami pernah keluar bersama
Nabi Saw. Ketika kami sampai di Baqi’, ternyata ada kuburan baru. Lalu beliau
bertanya tentang kuburan itu. Sahabat bertanya, yang meninggal adalah seorang
perempuan, dan ternyata beliau mengenalnya. Kemudian beliau bersabda Kenapa
kalian tidak memberitahu aku tentang kematiannya?. Mereka bertanya: Wahai
Rasulullah, anda (waktu itu) sedang tidur qailulah (tidur sebentar sebelum waktu
dhuhur) dan berpuasa. Maka kami tidak ingin mengganggumu. Rasulullah
menjawab: Jangan begitu, seorang tidak akan mati di antara kalian selama aku
berada di tengah-tengah kalian kecuali kalian mengabarkannya kepadaku. Karena
shalatku merupakan rahmat baginya. Lalu beliau mendatangi kuburan itu dan

212
kami pun berbaris di belakang beliau. Kemudian beliau bertakbir empat kali (shalat
jenazah) untuknya. (Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 4 hal 388)

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa shalat jenazah di atas


kuburan adalah boleh. Al-Sham’ani mengatakan;
ُّ ‫صلِّى َعلَْي ِه َقْب َل‬
‫الدفْ ِن‬ ِِ ِ ِ َّ ‫ث دلِيل علَى ِص َّح ِة‬ ِ
َ ٌ‫الصالَة َعلَى الْ َميِّت َب ْع َد ُدفْنه ُمطْلَقاً َس َواء‬ َ ٌ ْ َ ُ ْ‫َواحْلَدي‬
)100 ‫ ص‬2 ‫ ج‬,‫ (سبل السالم‬.‫ب الشَّافِعِ ُّي‬ ِ
َ ‫أ َْم الَ َوإىَل ه َذا َذ َه‬

Hadits itu secara mutlak menunjukkan sahnya shalat jenazah setelah dikuburkan,
baik sebelum dikuburkan sudah dishalati atau belum. (Subul al-Salam, juz II hal.
100).
Imam Daru al-Quthni menambahkan shalat jenazah di depan kuburan
tetap sah meskipun jenazah sudah satu bulan dimakamkan.
‫ص لَّى َعلَى الْ َقرْبِ َب ْع َد َما‬ َّ ‫ص الَتُهُ أِل َنَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ
َ ‫الس الَ ُم‬
َّ ‫الص الَةُ َو‬ َ ‫ت‬ ْ ‫ص َّح‬َ ‫ص لَّى َعلَى َم ْن ُدف َن‬
َ ‫َولَ ْو‬
)157 ‫ ص‬1 ‫ ج‬،‫القطْىِن َب ْع َد َش ْه ٍر (كفاية االخيار‬ ِ ‫دفِن (رواه الشَّيخ‬
ُّ ‫ان) َز َاد َد ُار‬ َ ْ ُ ََ َ ُ

Imam al-Rouyani berkata meskipun mayat telah dikebumikan tetap sah


menshalatinya karena Nabi pernah melakukan hal tersebut di atas kuburan setelah
mayat di tanam, bahkan Imam Daru al-Quthni menambahkan, meskipun sudah
melewati satu bulan. (Kifayah al-Akhyar, juz I hal. 157)

Shalat Ghaib untuk Mayit


Ketika seorang ulama’ besar dan kharismatik dipanggil ke
rahmatullah, seluruh umat akan merasa kehilangan panutannya. Sebagai
rasa turut berduka dan bela sungkawa, sebagian kaum muslimin yang
tidak sempat melakukan shalat jenazah maka mereka melaksanakan shalat
ghaib. Bagaimana pandangan ulama’ tentang pelaksanaan shalat ghaib
untuk mayit?
213
Shalat ghaib adalah shalat jenazah yang jenazahnya tidak berada di
hadapannya, tetapi berada di lain tempat, bisa jadi di desa lain ataupun di
negara lain.
Dalam pelaksanaan shalat ghaib untuk mayat terjadi perbedaan
pandangan di kalangan ulama’:
a. Tidak sah, pelaksanaan shalat ghaib.
ِ ِ ِ ِ ِ َ‫الَ ت‬
‫ص لِّ ْي حاض را فيها‬ َ ‫َى الَْبلَ د الَّيِت ْ َك ا َن الْ ُم‬
ْ ‫الص الَةُ َعلَى املَيِّت الَّذ ْي فْي َها أ‬ َّ ‫ص ُّح‬
َّ ‫َّج هُ أ‬
‫َن‬ َ ‫ والْ ُمت‬،‫ض ْو ُر غالب ا‬ ْ ‫ َوإِ ْن َكُب َر‬:‫ومل حيضر يف ذلك امليت‬
ُ ُ‫ت اَلَْبلَ ُد لََتيَ َّس َر احل‬
ِ ِِ ِ
،‫ت‬ َ ‫ض ْو ُر َولَ ْو يِف اْ َلبلَ د لكرَبِ َها َوحَنْ ِوه‬
ْ ‫ص َّح‬ ُ ُ‫ث َش َّق احْل‬ُ ‫الْ ُم ْعتََبَر الْ َم َش َّقةُ َو َع َد ُم َها فَ َحْي‬
،‫ص َّح َك َما َن َقلَ هُ الشِّْبَر ُاملِ ِس ى َع ْن اِبْ ِن قاَ ِس ٍم‬ ِ َ‫الس ور مَل ت‬
ْ َ ْ ُّ ‫ِج‬ َ ‫ث الَ َولَ ْو خ اَر‬ ُ ‫َو َحْي‬
‫ب ُهن اَ َح ُّد‬ ِ ‫اخلِ ِه والْم ر ُاد بِ الْ َق ِر‬
ِ ‫الس ور قَ ِريبا ِمْن ه َفه و َك َد‬
َُ َ َ ُ ُ ْ َ ْ ُّ ‫ِج‬ َ ‫ت َخ ار‬ ُ ِّ‫َفلَ ْوك اَ َن الْ َمي‬
)160-159 ‫ث (هناية الزين ص‬ ِ ‫اْلغَو‬
ْ
"Tidak sah shalat mayit di suatu daerah yang memungkinkan untuk
datang, namun dia tidak menghadirinya: walaupun daerah tersebut luas
dan mudah dijangkau. Dan menurut qoul yang diunggulkan
sesungguhnya hal yang menjadi pertimbangan adalah ada atau tidak
adanya kesulitan untuk menghadirinya, apabila ada kesulitan maka
shalatnya sah. (Nihayah al-Zain hal.159-160)

b. Sah menurut qaul mu’tamad, pelaksanaan shalat ghaib tersebut


dikatakan sah apabila tidak memungkinkan menghadiri shalat
jenazah. Sebagaimana diterangkan dalam Nihayah al-Zain;

ِ ‫ب عن بلَ ٍد أِل َنَّه صلَّى اهلل علَي ِه وس لِّم ص لَّى علَى النَّج‬ ِ ِ َ‫وت‬
‫اش ْي‬ َ َ َ َ َ َ َْ ُ َ ُ َ ْ َ ٍ ‫الصالَةُ َعلَى َغائ‬ َّ ‫ص ُّح‬ َ
)159 ‫َر ِض َي اهللُ َعْنهُ بِالْ َم ِد ْينَ ِة َي ْو َم َم ْوتِِه بِاحْلَبَ َش ِة (هناية الزين ص‬
”Sah pelaksanaan shalat ghaib di suatu daerah, karena Nabi Saw. telah
menshalati orang Najasyi Ra. di Madinah waktu dia wafat di Habasyah.
(Nihayah al-Zain, hal. 159)

214
Qadla’ Shalat untuk Mayit
Salah seorang keluarga si A meninggal dunia, selama dua bulan
terakhir, dia tidak mengerjakan shalat. Lalu dia berwasiat, kalau nanti dia
mati supaya shalatnya diqadla’i oleh ahli warisnya. Bagaimana hukumnya
mengqadla’ shalat untuk orang yang sudah mati?
Shalat merupakan ibadah Mahdloh, yaitu ibadah yang dilakukan
seorang hamba dengan langsung berhubungan dengan sang Khalik. Maka
pertanggung jawabannya kepada Allah Swt. secara pribadi. Berkaitan
dengan shalat yang pernah ditinggalkan oleh orang yang mati maka ada
beberapa pandangan:
a. Tidak boleh dan tidak sah mengqadha’ shalatnya karena shalat
termasuk ibadah badaniyah, sebagaimana telah dijelaskan;
)33 ‫ ص‬1 ‫ ج‬،‫اها َوا ِرثُهُ بِأ َْم ِر ِه مَلْ جَيُْز أِل َن ََّها ِعبَ َادةٌ بَ َدنِيَّةٌ (إعانة الطالبني‬
َ‫ض‬ َ َ‫َولَ ْو ق‬
Seandainya ahli warisnya mengqadla’i atas perintah si mayit sebelum
mati, maka tidak diperbolehkan melaksanakannya, karena shalat itu
merupakan ibadah badaniyah. (I’anah al-Tholibin, juz I, hal. 33)
b. Tidak ada kewajiban qadla’ bagi ahli warisnya. Demikian juga
mereka tidak berkewajiban menebusnya dengan harta yang
ditinggalkan oleh si mayit, hanya saja sebagian ulama Syafi’iyah
berpendapat bahwa shalat yang ditinggalkan si mayit boleh di
qadla’ oleh ahli warisnya, baik sebelum meninggal dunia dia
berwasiat atau tidak. Sebagaimana dijelaskan dalam I’anah al-
Thalibin, juz I, hal. 33.
.ُ‫ َويِف ْ َق ْو ٍل أَن ََّها ُت ْف َع ُل َعْن ه‬،ُ‫ض َومَلْ ُت ْف َد َعْن ه‬ ٍ ‫ص الَةُ َف ْر‬ ِ
َ ‫ض مَلْ ُت ْق‬ َ ‫ت َو َعلَْي ه‬ َ َ‫َم ْن م ا‬
ُّ َ‫ َو َف َع َل بِ ِه ا‬.‫الش افِعِ ِّي خِلَرَبٍ فِْي ِه‬
‫لس ْب ِك ُّي َع ْن‬ َّ ‫ َما َح َك اهُ الْعُبَ ِادي َع ِن‬، ‫ص ى ِهبَا أ َْم اَل‬َ ‫أ َْو‬
)33 ‫ ص‬1 ‫ ج‬،‫ض أَقاَ ِربِِه (إعانة الطالبني‬ ِ ‫َب ْع‬

215
Barang siapa yang mati dan punya tanggungan shalat, maka tidak wajib
mengqadla’ dan membayar tebusan (oleh ahli waris). Dan dalam satu
pendapat, bahwa shalat itu diqadla’, baik si mayit berwasiat atau tidak.
Sebagaimana yang diriwayatkan Al-Ubbady dari Imam Syafi’i. Imam
Subki pernah mengerjakan (Qadla’ shalat) itu untuk kerabatnya. (I’anah
al-Thalibin, juz I, hal.33)

Fidyah sebagai Ganti Puasa yang Ditinggal oleh Mayit


Ibadah puasa merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah Swt.
Kepada seluruh umat Islam. Orang-orang yang memenuhi syarat wajib
melaksanakannya. Jika pada suatu saat, orang tersebut tidak puasa ia
berkewajiban mengganti puasa yang ditinggalkan tersebut pada lain hari.
Persoalannya adalah, bagaimanakah jika orang itu tidak mengganti
puasanya sampai ia meninggal dunia, bolehkah keluarga atau kerabatnya
menggantikan puasanya tersebut?
Ada beberapa kemungkinan orang yang meninggal dunia yang belum
mengganti puasanya.
a. Pertama, orang tersebut meninggalkan puasa karena
udzur, Ia meninggal sebelum sempat mengganti puasanya, misalnya
tidak ada waktu untuk mengqadla’ puasanya. Seperti orang yang
meninggal dunia pada pertengahan puasa atau pada saat hari raya,
atau karena sakit yang ia derita tak kunjung sembuh hingga ajal
menjemputnya.
b. Kedua, tidak puasa karena tidak ada udzur, tatapi orang
tersebut memiliki kesempatan mengqadla’ puasanya, namun ia tidak
mengganti puasa yang telah ditinggalkannya itu, baik karena malas
atau alasan yang dibenarkan oleh syara’ kemudian ia meninggal
dunia sebelum mengganti puasanya.
Jawaban:
a. Pada contoh yang pertama, orang
tersebut tidak punya kewajiban untuk mengganti puasanya, sebab ia
tidak berbuat lalai atau meremehkan masalah agama.

216
b. Pada contoh yang kedua, orang itu
mati dengan meninggalkan hutang puasa. Maka ada dua pilihan
yang dapat dilakukan oleh waris atau familinya, yaitu:
1. Memberikan
makanan kepada fakir miskin
2. Mengqadla’
puasanya.
Sebagaimana yang diterangkan Syekh Nawawi al-Bantani dalam
kitab Nihayah al-Zain, hal. 192
ِ ِِ ِ ِ
ُ ‫ضا َن أ َْو نَ َذٌر أ َْو َكفاََرةٌ َقْب َل إِ ْمكاَ ِن ف ْعله بِأَ ْن ا ْس تَ َمَر َم ِر‬
ُ‫ض ه‬ َ ‫ت َو َعلَْيه ِصياَُم َر َم‬ َ َ‫َو َم ْن ما‬
َ‫ت بِالْ ِف ْديَ ِة َوال‬ ِ ِ‫اَلَّ ِذي الَ ي رجى ب ر ُؤه أَو س َفره الْمب اَح إِىَل موتِ ِه فَالَ تَ َدار َك لِْلف اَئ‬
ُ َْ ُ ُ ُ ُ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ ُ ْ
ِ ِ ِِ ِ ‫بِالْ َق‬
ُ‫َّم ُّك ِن َو َب ْع َده‬
َ ‫ت َقْب َل الت‬ َ َ‫ضاء َوالَ إِمْثَ َعلَْيه ل َع َدِم َت ْقصرْيِ ه فَِإ ْن َت َعدَّى بِاْ ِإلفْطَا ِر مُثَّ م ا‬ َ
‫َّم ُّك ِن أَطْ َع َم َعْنهُ َولِيُّهُ ِم ْن تِْر َكتِ ِه لِ ُك ِّل َي ْوٍم فاَتَهُ ُم َّد طَع اٍَم‬
َ ‫ت َب ْع َد الت‬َ َ‫أ َْو أَفْطََر بِعُ ْذ ٍر َوما‬
ِ ِ ِ ِ ِ‫ِمن غاَل‬
‫ص ْو ٌم بَ ْل يُ َس ُّن‬ َ َ‫ب ُق ْوت الَْبلَد فَِإ ْن مَلْ يَ ُك ْن لَهُ ت ْر َك ةٌ مَلْ َيْل َز ْم اَلْ َويِل َّ إِطْع اٌَم َوال‬ ْ
ِ ِ ِ ‫خِل‬ ِ
)192 ‫ ص‬,‫ص َام َعْنهُ َوليُّهُ (هناية الزين‬ َ ‫ت َو َعلَْيه صياٌَم‬ َ َ‫ك َرَبٍ َم ْن ما‬ َ ‫لَهُ ذل‬
Orang mati dengan meninggalkan puasa Ramadhan, Nadar atau puasa
Kafarot, sedangkan ia belum sempat menggantinya, seperti sakit yang ia
derita terus berkepanjangan dan sedikit harapan untuk sembuh, atau ia
terus melakukan perjalanan mubah (perjalanan yang tidak untuk maksiat)
sampai ia mati. Maka orang itu tidak perlu mengganti puasa yang
ditinggalkannya, baik dengan puasa atau dengan membayar Fidyah
(makanan pokok), sebab ia tidak lalai. Tapi jika ia sengaja tidak berpuasa
(tanpa sebab yang dibenarkan), kemudian orang tersebut mati, baik sebelum
sempat atau telah punya waktu untuk mengganti puasanya. Atau orang itu
tidak puasa karena ada alasan yang dibenarkan, kemudian meninggal
setelah ia memiliki kesempatan untuk mengqadla’ puasanya, (dalam kedua
masalah ini) wali atau keluarga si mayit harus memberikan satu mud
makanan pokok daerah itu setiap satu hari. Makanan itu diambilkan dari

217
tirkah (harta peninggalan) si mayit (dan diberikan kepada para fakir
miskin). Apabila orang yang meninggal itu tidak memiliki harta, maka wali
tidak wajib berpuasa atau membayar fidyah yang diambil dari hartanya
sendiri, tapi (perbuatan itu) disunnahkan kepada si wali. Sesuai dengan
hadits Nabi Saw. barang siapa yang mati sedangkan ia punya tanggungan
puasa, maka walinya boleh berpuasa untuknya. (Nihayah al-Zain hal.
192)

Ketentuan ini sesuai dengan sabda Nabi;


‫ات َو َعلَْي ِه ِص يَ ُام َش ْه ٍر‬ ِ
َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم َم ْن َم‬
ِ ُ ‫عن اب ِن عمر قَ َال قَ َال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ََ ُ ْ ْ َ
‫ رقم‬,558 ‫ ص‬1 ‫ج‬,‫ني (س نن ابن ماج ه‬ ِ ٍِ
ٌ ‫َف ْليُطْ َع ْم َعْن هُ َم َك ا َن ُك ِّل َي ْوم م ْس ك‬
)1747

Dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah Bersabda; Barang siapa yang mati
dan dia mempunyai kewajiban berpuasa, maka hendaklah setiap hari (ahli
warisnya) memberi makan kepada fakir miskin. (Sunan Ibnu Majah
[1747])
‫اح ٍد ُم د‬
ِ َ‫(قْوُل هُ َفِإْط َع ُام سِِّتْيَن مِسِْكْيًنا إخل) تَْمِلْي كُ سِِّتْيَن ِمسِْكْيناً َأْو َفقِْي رًا ُك ُّل و‬ َ
ِ ِ
ُ ‫ك طَ َع ًام ا َويُطْع ُم ُه ْم إِيَّاهُ َفلَ ْو َغ َد ُاه ْم أ َْو َع َش‬
‫اه ْم اَل‬ َ ‫س الْ ُم َر ُاد أَ ْن جَيْ َع َل ذَل‬
َ ‫ َولَْي‬،ٍ‫َط َع ام‬
)240‫ ص‬،2 ‫ جزء‬،‫يَك ِْف ْي (إعانة الطالبني‬
Fidyah adalah membayar denda untuk mengganti kewajiban
yang ditinggalkan dengan memberi makan kepada 60 orang fakir
miskin, masing-masing orang, satu mud (6 ons).
Dengan demikian ada beberapa pilihan, apabila ada keluarga
kita yang meninggal dunia dengan mempunyai hutang puasa, yakni
bisa dengan mengqadla’ puasanya atau dengan membayar fidyah.
Ziarah kubur
Pada malam jum’at atau siang harinya, sudah lazim bagi masyarakat
Nahdliyin melakukan ziarah kubur. Mereka berziarah ke makam leluhur
218
dan sanak kerabat yang telah lebih dahulu meninggalkannya. Berbagai
kegiatan mereka lakukan di sana seperti membaca al-Qur’an, dzikir
ataupun tahlil. Bagaimanakah sebenarnya hukum ziarah kubur tersebut
apakah manfaat dan kegunaannya?
Pada masa awal Islam, Rasulullah memang melarang umat Islam
untuk melakukan ziarah kubur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
akidah umat Islam yang waktu itu masih lemah. Setelah akidah umat Islam
kuat dan tidak ada kekhawatiran untuk berbuat syirik, Rasulullah
membolehkan para sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur. Karena
ziarah kubur dapat membantu orang yang hidup untuk mengingat akan
kematiannya. Nabi telah bersabda;

‫ت َن َهْيتُ ُك ْم َع ْن ِزي اََر ِة اْل ُقُب ْو ِر َف َق ْد‬ ِ ِ ٍ


ُ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم قَ ْد ُكْن‬
َ ‫َع ْن بَِريْ َدة ق اَ َل َر ُس ْو ُل اهلل‬
)973 ‫ رقم‬،‫آلخَر َة (سنن الرتمذى‬ ِ ْ‫أ ُِذ َن لِمح َّم ٍد يِف ِزياَر ِة َق ِ أ ُِّم ِه َفزوروها فَِإنَّها تُ َذكِر ا‬
ُ َ َ ُُْْ ‫ُ َ ْ َ رْب‬

Dari Buraidah ia berkata, Rasulullah bersabda; saya pernah melarang kamu


berziarah kubur. Tapi sekarang, Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke
makam ibunya. Maka sekarang, berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat
mengingatkan kamu pada akhirat. (Sunan al-Tirmidzi, [974])

Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke makam para


wali, beliau mengatakan;
‫وز َم َع‬ ِ ِّ ‫وس ئِل ر ِض ي اللَّه عْن ه عن ِزي ار ِة ُقب و ِر اأْل َولِي ِاء يِف زم ٍن معنَّي ٍ م ع‬
ُ ُ‫الر ْحلَ ة إلَْي َها َه ْل جَي‬ َ َ َُ َ َ ْ َ ْ ُ ََ َْ ُ َ ُ َ َ َ ُ َ
‫السُر ِج الْ َكثِ َري ِة‬
ُّ ‫اج‬ ِّ ِ‫ِّس ِاء ب‬
ِ ‫الر َج ِال َوإِ ْسَر‬ ِ ِ ‫اس ٌد َكثِريةٌ َك‬
َ ‫اختاَل ط الن‬ ْ َ
ِ ‫ك الْ ُقبو ِر م َف‬ ِ ِ ِ
َ ُ َ ‫أَنَّهُ جَيْتَم ُع عْن َد ت ْل‬
‫الر ْحلَ ةُ إلَْي َها (الفتاوى‬ ِّ ‫اب بَِق ْولِ ِه ِزيَ َارةُ ُقبُ و ِر اأْل َْولِيَ ِاء ُقْربَةٌ ُم ْس تَ َحبَّةٌ َو َك َذا‬
َ ‫َج‬
َ ‫ك فَأ‬
ِ
َ ‫َو َغرْيِ ٰذل‬
)421 ‫ ص‬1 ‫ ج‬،‫الفقهية الكربى‬

219
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan
melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke
makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke
makam mereka. (al-Fatawi al-Kubra, juz I, hal. 421)

Maka, ziarah kubur itu memang dianjurkan dalam agama Islam bagi
laki-laki ataupun perempuan, sebab di dalamnya terkandung manfaat
yang sangat besar, baik bagi orang yang telah meninggal dunia yaitu
berupa hadiah pahala bacaan al-Qur’an dan kalimat-kalimat thayyibah,
maupun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan
manusia akan kematian yang pasti akan menjemputnya.

Keutamaan Ziarah Qubur


Fadhilah atau keutamaan ziarah kubur ditegaskan dalam Nihayah
al-Zain hal.164 bahwa: “Disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa
berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari
jum'at, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai
anak yang ta'at dan berbakti kepada kedua orang tuanya”. Dalam riwayat
lain disebutkan, “Barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya
atau salah satunya setiap hari jum'at dan membacakan surat Yaasin dan al-
Qur’an al-Hakim di samping kuburnya maka Allah mengampuni dosa-
dosanya sebanyak jumlah bilangan huruf yang terdapat pada ayat surat
Yaasin dan al-Qur’an al-Hakim”. Dan riwayat lain menyebutkan pahala
ziarah kubur kepada orang tua adalah seperti pahala ibadah haji:

ِ ٍ ‫ارةُ ْالقُُب ْوِر َوَوَردَ َأَّن َمْن زََار قب ر والِدي ِه أَو أ ِمِه‬
ُ‫َح د َا يِف ْ ُك ِّل مُجُ َع ة َم َّرةً غُف َر لَ ه‬ َ ْ ْ َ َ َ َْ َ ‫َوُيسَُّن ِزَي‬
‫َح ِدمِه َا يِف ْ ُك ِّل مُجُ َع ٍة َف َق َرأَ ِعْن َد َه يَس‬ ِ ِ ٍ ِ ِِ ِ
َ ‫ َمْن زََار َقْب َر َوال َديْه أ َْو أ‬:‫ َويِف ْ ِر َوايَة‬،‫َو َكا َن باًَرا ل َوالديْه‬
‫ مَْن َزارَ َقْب َر َوالِ َديْ ِه أ َْو‬:‫ َويِف ْ ِر َوايَ ٍة‬،‫ك آيَ ةً َو َح ْرًف ا‬ ِ ِ
َ ‫َوالْ ُق ْرآ َن احْلَ ِكْي َم َغ َف َر اهللُ لَ هُ بِ َع َدد ٰذل‬
)164 ‫ (هناية الزين ص‬.‫َح ِدمِه َا يِف ْ ُك ِّل مُجُ َع ٍة كاَ َن َك َح َّج ٍة‬ َ‫أ‬
220
Mengenai keutamaan ziarah kubur juga diterangkan oleh Ibnu
Najar dalam tarikhnya dari Abu Bakar Assiddiq, Rasulullah bersabda;
“Barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya
setiap hari jum'at dan membacakanya surat Yaasin maka Allah
mengampuni dosa-dosanya sebanyak jumlah bilangan huruf yang terdapat
pada surat Yaasin”. Hal ini diterangkan dalam kitab: al-Dar al-Mansur, Juz
7 hal. 40, Makarim al-Akhlak, Juz 1 hal. 73 dan 248, dan lain-lain.

‫اهلل َعلَْي ِه َو‬


ِ ‫اهلل ص لَى‬
َ
ِ ‫ قَ َال رس و ُل‬:‫لص ِّديِ ِق ق اَ َل‬
ُْ َ ِّ َ‫َخ َر َج اِبْ ُن النَّّ َج ا ِر يِف ْ تَا ِرخْيِ ِه َع ْن أَيِب ْ بَ ْك ٍر ا‬
ْ ‫َوأ‬
‫َح ِدمِه َا يِف ْ ُك ِّل مُجُ َع ٍة َف َق َرأَ ِعْن َد َها يَس َغ َف َر اهللُ لَهُ بِ َع َد ِد ُك ِّل‬ ِ ِ
َ ‫َس لَّ َم " َم ْن َز َار َقْب َر َوال َديْه أ َْو أ‬
83 ‫ ص‬1 ‫ و مكارم االخالق جز‬40 ‫ ص‬7 ‫ف ِمْن َها " ( يف الكتاب الدر املنثور جز‬ ٍ ‫حر‬
َْ
) 248 ,
Rasulullah bersabda; “Barang siapa berziarah ke makam kedua
orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum'at maka Allah
mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta'at dan
berbakti kepada kedua orang tuanya”. Diterangkan dalam kitab: al-Mu'jam
al-Kabir Litthabrani, Juz 19 hal. 85.
‫ َح َّدثَنَا َع ُّم أَيِب حُمَ َّم ِد بن‬، ‫ َح َّدثَنَا أَيِب‬،‫ي‬ ُّ ‫ص ِر‬ ِ ِ
ْ َ‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بن أَمْح َ َد أَبُو الن ُّْع َم ان بن ش ْب ٍل الْب‬
،َ‫ َع ْن أَيِب ُهَر ْي َرة‬،‫اه ٍد‬ ِ ‫ عن جُم‬،َ‫ عن عب ِد الْ َك ِر ِمي أَيِب أُميَّة‬،‫الء الْبجلِي‬ ِ ِ
َ َْ َ ْ َ ْ َ ِّ َ َ ‫ َع ْن حَيْىَي بن الْ َع‬،‫الن ُّْع َمان‬
‫َح ِدمِه َا يِف ُك ِّل مُجُ َع ٍة‬ ِ ِِ ِ
َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َوآله َو َسلَّ َم‬
َ ‫"م ْن َز َار َقْبَر أ ََب َويْه أ َْو أ‬:
ِ ُ ‫ قَ َال رس‬:‫قَ َال‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ
)85 ‫ ص‬19 ‫ (كتاب املعجم الكبري للطرباىن جز‬.‫ب َبًّرا‬ ِ ِ
َ ‫غُفَر لَهُ َو ُكت‬
Rasulullah juga bersabda; “Barang siapa berziarah ke makam bapak
atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu makam
keluarganya maka pahalanya adalah sebesar pahala haji yang mabrur. Dan
barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka
para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya”. Hal tersebut
diterangkan dalam kitab: al-Maudhu'at, Juz 3 hal. 240.
221
ِ ِ
ِ ‫اعْيل بِ ْن أَمْح َ َد أَْنبَأَن اَ مَحْ َزةُ أَْنبَأَن اَ أَبُ ْو أَمْح َ ُد بِ ْن عُ َدى َح َدثَناَ أَمْح َ ُد بِ ْن َح ْف‬
‫ص‬ ُ َ‫أَْنبَأَن اَ إمْس‬
‫لس َم ْر َقْن ِدى‬
َّ َ‫الس ْع ِدى َح َدثَناَ أَبُ ْو َم َقاتِ ْل ا‬
َّ ‫ان‬ ِ َ‫الس ع ِدى ح َدثَناَ إِب ر ِاهيم بِن موس ى ح َدثَناَ خاق‬
َ َ َ ُْ ْ ُ ْ َْ َ ْ َّ
‫ " َم ْن َز َار َقْبَر‬:‫اهلل َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫اهلل صلى‬ ِ ‫اهلل عن ناَفِ ِع عن اِبن عمر قَ َال قَ َال رسو ُل‬ ِ ِ
َ َ ُْ َ ََ ُ ُ ْ ْ َ ْ َ ‫َع ْن عَُبْيد‬
ً‫ َو َم ْن َك ا َن َزائِرا‬،ٌ‫ت لَهُ َح َّجةٌ َمْب ُر ْو َرة‬ ِِ ِ ٍ ‫أَبِي ِه أَو أ ُِّم ِه أَو ع َّمتِ ِه أَو خالَتِ ِه أَو أ‬
ْ َ‫َح د م ْن َقَرابَات ه َك ان‬
َ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ
)240 ‫ ص‬3 ‫ت اَلْ َمالَئِ َكةُ َقْبَرهُ " (كتاب املوضوعات جز‬ ْ ‫ت َز َار‬ ُ ‫هَلُ ْم َحىَّت مَيُْو‬

Ziarah Kubur bagi Perempuan


Pada dasarnya ziarah kubur merupakan tuntunan Nabi bagi
umatnya untuk selalu mengingat bahwa setiap makhluk yang hidup akan
mengalami kematian dan adanya kehidupan akhirat kelak. Lalu
bagaimanakah hukum ziarah kubur bagi perempuan:
a. Makruh, apabila perempuan mudah susah dan resah, menangis
dengan menjerit akibat lemahnya hati dan perasaannya.
‫َص َواهِتِ َّن لِ َما فِْي ِه َّن‬ ِ ِ َ‫( َقولُ ه َفتُ ْك ره ) أَي اَ ِّلزي اَرةُ أِل َنَّها م ِظنَّةٌ لِطَل‬
ْ ‫ب بُ َك ائ ِه َّن َو َرفْ ِع أ‬ َ َ َ ْ َُ ُ ْ
)142 ‫ ص‬2 ‫ ج‬,‫ب َو َك ْثَر ِة اجْلََز ِع (إعانة الطالبني‬ ِ ‫ِم ْن ِرقَِّة اْل َق ْل‬
Dimakruhkan bagi wanita berziarah kubur karena hal tersebut cenderung
membantu pada kondisi yang melemahkan hati dan jiwa. (I’anah al-
Thalibin, Juz II, hal. 142)
b. Sunnah, jika ziarah ke makam para Nabi, auliya’ dan orang shaleh.
ِ‫ض ُه ْم اَ ْى ِمثْ ل ِزي اَر ِة َقرْب‬ ِ ِ
َ ُ ُ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َس لَّ َم اخَلْ َوقَ َال َب ْع‬ َ ِّ ‫يُ َس ُّن هَلَا ِزياََرةُ َقرْبِ النَّىِب‬
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ِزي اََرةُ َس ائِِر ُقُب ْو ِر اْألَنْبِيَ ِاء َواْلعُلَ َم ِاء َواْأل َْولِي اَِء (إعانة‬َ ِّ ‫النَّىِب‬
)142 ‫ ج …ص‬،‫الطالبني‬
Disunnahkan bagi wanita berziarah kuburnya para Nabi, ulama’ dan para
wali atau orang-orang yang shalih. (I’anah al-Thalibin, Juz II, hal. 142)

222
Mengharap Barokah
Dari dahulu masyarakat Indonesia marak melakukan ziarah
makam para wali. Ziarah makam para wali yaitu mendatangi makam
seseorang yang dianggap sebagai waliyullah (orang yang dekat dengan
Allah Swt.) yang berada di wilayah tertentu. Seperti di pulau jawa terdapat
makam wali songo dan wali-wali lainnya.
Tujuan melakukan ziarah selain untuk mengingatkan kepada
kematian juga untuk mengharap limpahan barokah (berkah) yang diyakini
dapat mengalir dari do’a para wali tersebut. Ada sebagian orang
berpendapat bahwa mengharap barokah itu termasuk syirik. Benarkah
anggapan tersebut?
Sebelum membahas tentang hukum mengharap barokah terlebih
dahulu kita harus mengetahui pengertian barokah. Menurut Imam
Syamsudin al-Syakhawi barokah adalah: Berkembang dan bertambahnya
kebaikan dan kemulyaan. Hal ini diterangkan dalam kitab al-Qaul al-Badi’
Fii al-Shalati ‘ala al-Habibi al-Syafi’:

‫ (الق ول الب ديع ىف الص الة على احلبيب‬.‫الزي اَ َدةُ ِم َن اخْلَرْيِ َوالْ َكَر َم ِة‬
ِّ ‫ُّم ُّو َو‬ ِ ِ
ُ ‫اَلْ ُم َر ُد بالَْبَر َك ة اَلن‬
)91 ‫ ص‬,‫الشفيع‬
Yang dimaksud dengan barokah adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan
dan kemulyaan. (al-Qaul al-Badi’ Fii al-Shalati ‘ala al-Habibi al-Syafi’, hal.91)

Barokah itu ada yang diletakkan pada diri seseorang atau atsar (hal-
hal yang membekas, memberikan kesan berupa jasa atau yang lain) dari
seseorang. Mengenai dalil yang menerangkan barokah yang terdapat pada
diri seseorang adalah perkataan Imam Mujahid dan Imam Atho’ dalam
kitab Tafsir al-Baghawy;

223
, ِ‫اه ٌد ُم َعلِّ ًم ا لِْلخَرْي‬
ِ ‫ وقَ َال جُم‬. ‫( وجعلَيِن مبار ًكا أَين ما ُكْنت ) اَى َنفَّاعا حيث ما َتو َّجهت‬
َ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ ً ْ ُ َ َ ْ َ َُ َ َ َ
‫ َوقِْي َل ُمبَ َارك اً َعلَى َم ْن تَبِ َعيِن ْ ( تفسري‬. ‫اهلل َواِىَل َت ْو ِحْي ِد ِه َو ِعبَ َادتِ ِه‬
ِ ‫وقَ َال عطَ اء اَ ْدع و اِىَل‬
ُْ ٌ َ َ
) 233 ‫ ص‬3 ‫البغوى ج‬
(Dan Dia (Allah) menjadikan aku (Nabi Isa as) seorang yang diberkati di mana
saja aku berada) yaitu berguna di manapun aku menghadap. Imam Mujahid
berkata: Mengajarkan kebaikan. Imam Atho’ berkata: Aku berdo’a kepada Allah,
dan mengesakan-Nya juga menyembah-Nya. Dan dikatakan diberkahi atas orang
yang mengikutiku (Nabi Isa As.). (Tafsir al-Baghawy juz 3 halaman 233)

Adapun dalil yang menerangkan barokah yang terdapat pada atsar


seseorang adalah hadits sebagai berikut;

ِ ِ‫يد َعن َعب ِد الْمل‬


‫ك قَ َال َح َّد َثنَا َعْب ُد اللَّ ِه َم ْوىَل أَمْسَاءَ َع ْن أَمْسَاءَ قَ َال‬ ٍِ
َ ْ ْ ‫َح َّد َثنَا حَيْىَي بْ ُن َس ع‬
ِ ِ َ‫اج كِسروايِن ٍّ و َفرجاها م ْك ُفوف‬ ِ ِ ِ
ْ َ‫ان بِه قَ ال‬
‫ت‬ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ٍ َ‫ت إيَلَّ ُجبَّةً طَيَال َسةً َعلَْي َها لَبِنَةُ َشرْبٍ م ْن ديب‬
ِ ْ ‫َخرج‬
َ َْ ‫أ‬
‫ت‬
ْ ‫ض‬
ِ ِ َ‫ول اللَّ ِه ص لَّى اللَّه علَي ِه وس لَّم َك ا َن يْلبس ها َك ان‬
َ ِ‫ت عْن َد َعائ َش ةَ َفلَ َّما قُب‬ ْ ِ ‫ه ِذ ِه جبَّةُ رس‬
َََُ َ َ َ َْ ُ َ َُ ُ َ
‫ باب‬,‫يض ِمنَّا يَ ْستَ ْش ِفي هِبَا (مسند امحد بن حنبل‬ ِ ‫ض ُت َها إِيَلَّ َفنَ ْح ُن َن ْغ ِس لُ َها لِْل َم ِر‬
ْ َ‫َعائِ َش ةُ َقب‬
)25705 ‫ رقم‬, ‫َح َّدثَنَا أَمْسَاءُ بنت ايب بكر الصديق‬
Telah bercerita kepadaku Yahya bin Sa’id dari Abdul Malik, beliau berkata:
Abdullah budaknya Asma’ binti Abu Bakar ra, menceritakan dari Asma’, dia
berkata; Asma’ memperlihatkan kepadaku pakaian yang berlubang yang berjahit
sutra, lalu asma berkata, ini adalah pakaian Rasulullah Saw. yang pernah beliau
pakai. Pakaian itu dulu disimpan oleh ‘Aisyah ra. Ketika Aisyah ra. Wafat, saya
yang menyimpannya. Kami selalu mencelupnya ke air untuk mengobati orang
yang sakit dari kalangan kami. (Musnad Ahmad bin Hambal bab Hadatsana
Asma’ binti Abu Bakar Al-Shiddiq, [25705]).

Berdasarkan paparan di atas, hukumnya boleh mencari barokah


(berkah) dengan berziarah ke makam-makam para wali, dengan catatan

224
tidak meyakini bahwa tempat itulah yang memberikan berkah, akan tetapi
hanya Allah Swt. semata yang memberikan barokah.

Membakar Kemenyan di Kuburan


Di kalangan masyarakat terkadang melakukan upaya membakar
kemenyan (dupo) di kuburan, pada waktu mulai membangun rumah,
ataupun pada waktu mulai menanam padi dan acara selamatan-selamatan
lainnya. Bagaimanakah hukum perilaku masyarakat seperti di atas?
Perilaku masyarakat di atas terkait dengan keyakinan dan
pengharapan, dengan demikian hukumnya ditafsil:
a. Haram dan kufur, bila beri’tikad bahwa kemenyan yang dibakar
memberikan pengaruh, misalnya dapat mendatangkan
keberuntungan dan rizki.
b. Boleh, melakukan upaya membakar kemenyan untuk
menghilangkan bau yang tidak nyaman dan beri’tikad bahwa
semua kemanfaatan yang dihasilkan hanya datang dari Allah.
)Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 249)

‫ فَِإ ْن ص اََر يَ ْدعُ ْو ُه ْم َك َما يَ ْدعُ ْو اهللَ يِف اْأل ُُم ْو ِر‬، ‫َج َع َل الْ َو َس ائِ ِط َبنْي َ الْ َعْب ِد َو َبنْي َ َربِِّه‬
ِ ‫ويعتَ ِق ُد تَأْثِيرهم يِف َشي ٍٍِِء ِمن دو ِن‬
‫ َوإِ ْن كاَ َن نِيَتُهُ الت ََّو ُّس َل هِبِ ْم‬، ‫اهلل تَعاَىَل َف ُه َو ُك ُفٌر‬ ُْ ْ ْ ْ ُ ُْ َْ َ
‫َّار الْ ُم ْؤثُِر يِف اْأل ُُم ْو ِر‬ َّ ‫ َم َع ْاعتِ َق ٍاد أ‬، ‫ض ِاء ُم ِه َّماتِ ِه‬
ُّ ‫َن اهللَ ُه َو النَّافِ ُع الض‬ ِ
َ َ‫إِلَْيه َت َع اىَل يِف ق‬
: ‫ (بغية املسرتش دين‬.ً‫اهُر َع َد ُم ُك ْف ِر ِه َوإِ ْن ك اَ َن فِ ْعلُ هُ قَبِْيح ا‬ ِ َّ‫ فاَلظ‬، ‫دو َن َغ ِ ِه‬
‫ُ ْ رْي‬
) 249

Hukum Membangun Kuburan

225
Banyak sekali pemakaman baik di pemakaman umum maupun di
tanah pribadi yang diberi pagar, diperbaiki dengan rapi dan indah, bahkan
ada yang membangun dengan melakukan pengkijingan, pemasangan atap
dan seterusnya. Kadang hal ini menelan dana yang tidak sedikit, misalnya
makam para wali, makam dari golongan keluarga kaya dan sebagainya.
Bagaimanakah hukum membangun makam seperti di atas?
a. Haram, membangun kuburan di tanah Musabbalah (tanah kuburan
umum) dan tanah wakaf.
b. Makruh, membangun kuburan di tanah pribadi atau tanah yang
tidak diwakafkan karena termasuk menyia-nyiakan harta.
c. Boleh, membangun kuburan Nabi, sahabat, auliya’ dan orang-orang
shaleh karena dibuat untuk tabarruk (mencari berkah). (Khasyiyah
al-Bujairami ‘Ala al-Khatib, Fashlun Fil Janazah juz II, hal.297)

‫ك‬ ِ ِ ‫( واَل يب ) أَي ي ْك ره يِف َغ ِ الْمس َّبلَ ِة والْموقُوفَ ِة وحَي رم فِي ِهما َكما أ‬
َ ‫َش َار ل َذل‬ َ َ َ ُُْ َ ْ َ َ َ ُ ‫َ ُْىَن ْ ُ َ ُ رْي‬
‫يف َنْب ُش هُ أ َْو خَت ْ ِرق ةُ َس ْي ٍل لَ هُ فَاَل يُ ْك َرهُ ِحينَئِ ٍذ َواَل َف ْر َق يِف َع َدِم‬ ِ
َ ‫ إاَّل إ ْن خ‬، ‫ِح‬ ُ ‫الش ار‬
َّ
‫ َح ّج َولَ ْو‬. ‫ا هـ‬. ‫الز ْر َك ِش ّي‬ َّ ‫ص َّر َح بِ ِه‬ ِ ِ ‫ِ أِل‬
َ ‫ك َبنْي َ الْ ُم َس َّبلَة َو َغرْيِ َها َك َما‬ َ ‫َج ِل َذل‬
ْ ‫الْ َكَر َاه ة‬
ِ ‫ِ حِب‬ ِ ِ ‫اِل‬ ٍ ٍ ‫ُو ِج َد بِنَ اءٌ يِف أ َْر‬
‫اس ا َعلَى‬ ً َ‫َص لُهُ تُ ِر َك ْحت َم ال أَنَّهُ ُوض َع َ ٍّق قي‬ ْ ‫ض ُم َس َّبلَة َومَلْ يُ ْعلَ ْم أ‬
‫َّاس بَِت ْركِيبِ َها نَ َع ْم‬ ِ ِ ِ ِ‫ما ح َّرروه يِف الْ َكنَ ائ‬
ِ ‫ت َع َادةُ الن‬ ْ ‫َح َج ُار الَّيِت َج َر‬ ْ ‫س َوم ْن الْبِنَ اء اأْل‬ ُ ُ َ َ
ُ‫ي َو ِعبَ َارة‬ ٌّ ‫ بِْر َم ا ِو‬، ‫ني َوحَنْ َو ُه ْم‬ ِ‫الش ه َد ِاء و َّ حِل‬ ِ ِ
َ ‫الص ا‬ َ َ ُّ ‫ور اأْل َنْبيَ اء َو‬ َ ُ‫ض ُه ْم ُقب‬
ُ ‫اس تَْثىَن َب ْع‬ ْ
.‫َحيَ ِاء لِ ِّلزيَ َار ِة َوالتََّب ُّر ِك‬ ِ
ْ ‫وز بِنَ ُاؤ َها َولَ ْو بُِقبَّة اأْل‬
ُ ُ‫ني جَي‬
ِ‫ َنعم ُقب ور َّ حِل‬: ِّ ‫الرَّمْح ايِن‬
َ ‫الص ا‬ ُ ُ َْ َ
.)297 .‫ ص‬،2 ‫ جزء‬،‫ فصل يف اجلنازة‬،‫(حاشية البجريمي على اخلطيب‬

Hukum Memindah Kuburan


Terkadang kita menjumpai di tengah-tengah masyarakat ada
pemindahan mayit dari pemakaman yang satu ke pemakaman yang lain,

226
baik tempatnya berjauhan maupun dekat, hal ini dilakukan karena
berbagai alasan diantaranya karena perluasan jalan raya, sengketa tanah,
bahkan juga keinginan dari pihak keluarga sendiri untuk dipindahkan. Hal
semacam ini bolehkah dilakukan?
a. Haram, dilakukan pemindahan tersebut, baik tempatnya berjauhan
maupun dekat, karena mengakibatkan terbukanya aib si mayit,
kecuali dalam keadaan dharurat. Sebagaimana keterangan dalam
kitab Mahalli, juz I, hal. 352.
،‫ض‬ ٍ ‫ بِأَ ْن ُدفِ َن بِاَل غُ ْس ٍل أ َْو يِف أ َْر‬:‫ور ٍة‬ َ ‫ض ُر‬
ِ ِ ِ ِِ
َ ‫َونَْب ُشهُ َب ْع َد َدفْن ه ل َّلن ْق ِل َو َغرْيِ ه َح َر ٌام إاَّل ل‬
َ ‫ني يِف اأْل‬
.‫َص ِّح‬ ِ ‫ أ َْو ُدفِن لِغَرْيِ الْ ِقْبلَ ِة اَل لِلتَّك ِْف‬،‫ال‬
ٌ ‫ أ َْو َوقَ َع فِي ِه َم‬، ِ ‫وبنْي‬ َ ‫ص‬
ٍ
ُ ‫أ َْو ثَ ْوب َم ْغ‬
َ
)352 ‫ ص‬1 ‫ ج‬،‫(احمللى‬
Menggali kembali kuburan untuk dipindahkan atau tujuan lainnya
hukumnya haram kecuali karena ada sesuatu yang dharurat seperti:
mayit belum dimandikan, mayit dikubur atau memakai pakaian ghosob,
terdapat harta berharga, atau mayit dikubur tidak menghadap kiblat,
bukan karena untuk mengkafani (menurut pendapat yang lebih sahih).
(al-Mahalli, juz I, hal. 352)
b. Makruh, pemindahan tersebut baik tempatnya berjauhan maupun
dekat karena tidak ada dalil yang jelas mengenai hal ini.
Sebagaimana dijelaskan dalam Hawasyi al-Syarwani;
‫َن‬َّ ‫اهُر أَنَّهُ َغْي ُر ُم َر ٍاد َوأ‬ِ َّ‫ض يَّةُ َقولِ ِه بلَ ٍد آخ ر أَنَّه اَل حَي رم َن ْقلُ ه لِترب ٍة وحَن ِوها والظ‬ ِ َ‫وق‬
َ َ ْ َ َ ُْ ُ ُ ُ ْ ُ َ َ َ ْ َ
ٍ
‫اح د َجَز ُم وا حِب ُْر َم ِة‬ ِ ‫الن ْق ل إلَي ِه مُثَّ رأَيت َغي ر و‬ ِ ِ ِ
َ َ ْ ْ َ ْ ُ َّ ‫ب لَبلَ د الْ َم ْوت حَيْ ُر ُم‬ ُ ‫ُك َّل َما اَل يُْن َس‬
‫نَ ْقلِ ِه إىَل حَمَ ٍّل أ َْب َع َد ِم ْن َم ْقَب َر ِة حَمَ ِّل َم ْوتِ ِه ( َوقِي َل يُ ْك َرهُ ) إ ْذ مَلْ يَ ِر ْد َدلِي ٌل لِتَ ْح ِرميِ ِه‬
)199 ‫ ص‬4 ‫ ج‬،‫(حاشية الشرواىن‬
Batasan pemindahan itu selagi tidak melebihi jarak kuburan daerahnya si
mayit. Dalam hal ini menurut sebagian ulama’ pemindahan itu tidak
diharamkan, akan tetapi dihukumi makruh, karena tidak ada dalil yang
tegas dalam hal ini. (Hasyiyah al-Syarwani, juz IV, hal. 199)
227
Membongkar Kuburan
Di suatu daerah terdapat peristiwa pembongkaran makam, hal ini
dilakukan karena mayat di dalamnya harus divisum terkait dengan kasus
kriminal yang terjadi. Bagaimanakah hukum dari pembongkaran
pemakaman mayat tersebut?
a. Haram, karena hal tersebut merupakan perkara yang membuka aib
si mayit.
b. Boleh, apabila hal ini mendapat izin dari keluarga mayat.
Keterangan di atas berdasarkan kitab Bujairami ‘Ala al-Khotib, Juz
II, halaman. 309.

‫ض لِ َّلن ْق ِل َو َغرْيِ ِه‬


ِ ‫ك اأْل َْر‬َ ‫َوأ ََّما َنْب ُش هُ َب ْع َد َدفْنِ ِه َو َقْب َل الَْبلَى ِعْن َد أ َْه ِل اخْلِْب َر ِة بِتِْل‬
‫ور ٍة بِأَ ْن ُدفِ َن بِاَل غُ ْس ٍل‬ ِ ِ ِ ‫حِل‬
َ ‫َن فيه َهْت ًكا ُْر َمت ه إاَّل ل‬
َ ‫ض ُر‬
ِ ِ َّ ‫َكالصَّاَل ِة علَي ِه وتَك ِْفينِ ِه فَحرام أِل‬
ٌ ََ َ َْ
‫ب‬ ِ ِِ ِ ِ ‫أِل‬ ِ ‫مِم‬ ِِ ِ ٍ
ُ ‫اس تَ ْد َر َك عْن َد ُقْرب ه َفيَج‬ ْ َ‫ ف‬، ‫ب‬ ٌ ‫ب غُ ْس لُهُ َنَّهُ َواج‬ ُ ‫َواَل َتيَ ُّمم ب َش ْرطه َو ُه َو َّْن جَي‬
ِ ‫وبنْي‬
َ ‫ص‬
ٍ
ُ ‫ض أ َْو يِف ثَ ْوب َم ْغ‬ ٍ ‫َعلَى الْ َم ْش ُهو ِر َنْب ُش هُ َوغُ ْس لُهُ إ ْن مَلْ َيَتغََّي ْر أ َْو ُدفِ َن يِف أ َْر‬
، ‫ص َل الْ ُم ْس تَ ِح ُّق إىَل َحق ِِّه‬ ِ ‫وطَ الَب هِبِما مالِ ُكهما َفي ِجب النَّبش ولَ و َتغََّير الْميِّت لِي‬
َ ُ َ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َُ َ َ َ َ
) 309 ‫ ص‬2 ‫( البجريمى على اخلاطب ج‬. ‫احبِ ِه َما التَّْر ُك‬ ِ ‫ويس ُّن لِص‬
َ ََُ

Sebab-sebab wajibnya membongkar kuburan:


1. Mayat belum dimandikan
2. Mayat tidak menghadap kiblat
3. Jika mayat membawa barang orang lain (ghosob)

228
4. Ada janin pada perut mayat dan diperkirakan janin tersebut masih
hidup, (misalnya karena janin berumur 6 bulan lebih), menurut ahli
kedokteran.
5. Orang kafir yang dikubur di pemakaman orang islam.
6. Terkena banjir atau bencana yang lain.
7. Orang kafir yang dikubur di tanah suci (Makkah)
8. Adanya tuntutan orang lain terhadap ahlul waris mayit karena
terjadi kasus.
Keterangan dalam kitab Inarah al-Duja, hal. 158
‫سِل مَْع َتْوِجْيِههِ ِلْلقِْبَلِة‬
ْ ُ‫ِلْلغ‬ ‫س الَْمِّيتُ ِلْلَأْرَبَعِة‬
ُ ‫َوَيْنَب‬
‫ِلْلَمالِ ِإْن ُدِفَن َمعُْه مُْطَلقًا‬ ‫َهَذا لَْم ِإَذا يََتَغَّيْر وَْانِتقَا‬
‫اهَنا‬
ُ َ‫َمْع ُأمهِ وَُظَّن َحًّيا ه‬ ‫ث دُِفنَا‬
ُ ‫جِنْيِن َحْي‬
َ ‫َكَذاكَ ِلْل‬
Dengan demikian membongkar kuburan hukumnya boleh ketika
dalam keadaan darurat.

Non Muslim Meninggal sebelum Baligh Masuk Sorga atau Neraka


Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, ada 3 pendapat:
a. Menurut sebagian ulama’ anak orang kafir yang meninggal belum
baligh akan masuk neraka karena dinisbatkan (dibangsakan) pada
orang tuanya yang kafir.
‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه وس لَّم َع ْن اَْوالَ ِد َها اَلَّ ِذيْن َم ا ُتوا ىِف‬ َ َّ ‫ت اَلنَّىِب‬
ِ
ْ َ‫َع ْن َخدجْيَ ةَ اَن ََّها َس اَل‬
ْ َ َ ََ
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم اِ ْن‬ ِ
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم فَقاَ َل‬
ِ ِ ِِ
َ ُّ ‫اجْلَاهليَّة م ْن َز ْو ٍج هَلَا َقْب َل النَّىِب‬
‫َن اهللَ َت َع اىَل‬ ِ ‫ت اِمْسَع‬
َّ ‫ك َن ْعالَئِ ِه ْم ىِف النَّا ِر َوأِل‬ ِ ‫ك َت ْقبِلَهم ىِف النَّا ِر واِ ْن ِش ْئ‬ ِ ُ‫ت اَرأَيت‬ِ ِ
ْ َ ُْ ْ َ ‫ش ْئ‬
.‫َّارا‬ ِ ِ ‫قَ َال والَ يلِ ُدوا اِالَّ فاَ ِجرا َكف‬
ً ‫ فَإن َُّه ْم حنْي َ َولَ ُد ْوا كاَنُ ْوا ُكف‬،‫َّارا‬
ً ً ْ َ َ

229
Diceritakan dari Siti Khadijah Ra., sesungguhnya dia bertanya pada Nabi
tentang anak-anaknya yang telah meninggal pada masa Jahiliyah dengan
suami sebelum Nabi, Maka Nabi Muhammad Saw. Berkata: Kalau kamu
ingin mengetahui, aku akan menunjukkan keberadaan anakmu di neraka,
kalau kamu ingin mengetahui aku akan memperdengarkan sandal
anakmu yang ada di neraka, Allah Swt. berfirman: Anak-anak orang kafir
tidak dilahirkan kecuali menjadi orang yang rusak dan kafir.

b. Menurut sebagian ulama anak orang kafir yang meninggal


sebelum baligh akan masuk surga karena dikembalikan pada fitrah
(suci)
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ُك ُّل َم ْولُْو ٍد يُ ْولَ ُد َعلَى الْ ِفطْ َر ِة فَاَبُ ْواهُ يُ َه ِّو َدانِ ِه‬َ ِّ ‫ى َع ِن النَّىِب‬ َ ‫ُر ِو‬
.‫صَرانِِه َومُيَ ِّج َسانِِه‬
ِّ َ‫َويُن‬

Diceritakan dari Nabi Muhammad Saw. beliau bersabda; setiap bayi yang
dilahirkan adalah suci, tergantung orang tuanya yang menjadikan
Yahudi, Nasrani atau Majusi.

c. Menurut sebagian ulama’, anak orang kafir yang meninggal


sebelum baligh akan dijadikan pelayan surga.
ِِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم أَتَ َذ ُر ْو َن م َن الالَّ ُه ْون م ْن أ َُّمىِت ْ َف َق الُْوا اَهلل‬ َ ‫َع ْن َر ُس ْول اهلل‬
‫َو َر ُس ْولُهُ أ َْعلَ ُم فَق اَ َل أَطْف اَ ُل الْ ُم ْش ِركِنْي َ مَلْ يَ ْذنُِب ْوا َفُي َع ِّذبُ ْوا َويُ َع ِّملُ ْوا َح َس نَةً َفيُث اَبُ ْوا‬
.‫َّام أ َْه ِل اجْلَن َِّة‬
ُ ‫َف ُه ْم ُخد‬
Diceritakan dari Nabi Muhammad Saw. Beliau bersabda: apakah kalian
tahu apa yang dinamakan Lahun dari umatku?. Para sahabat menjawab:
Allah dan rasulnya yang lebih tahu. Kemudian Nabi bersabda: mereka
adalah anak-anak orang kafir yang meninggal sebelum baligh, belum
melakukan dosa dan akan disiksa, dan belum melakukan perbuatan baik
kemudian mendapat pahala, yaitu anak-anak orang kafir (yang meninggal

230
sebelum baligh) mereka akan menjadi pelayan di surga. (Bustan al-
Arifin, hal. 101-102)

Adzan dan Iqomah saat Mayit Dibaringkan dalam Liang Lahat


Adzan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan oleh agama
Islam. Karena di dalam adzan ada manfaat yang sangat besar, serta
terkandung syiar agama Islam. Ketika akan melaksanakan shalat, adzan
dikumandangkan sebagai tanda masuknya waktu shalat. Dan salah satu
kebiasaan yang berlaku di masyarakat adalah adzan setelah mayit
diletakkan dalam kuburan. Bagaimanakah hukum adzan tersebut?
Dalam hal ini pandangan ulama’ terbagi menjadi dua:
a. Tidak disunnahkan adzan setelah mayit diletakkan dalam liang
lahat, karena tidak ada dalil yang menunjukkan kesunnahan
pelaksanaan hal tersebut dari Nabi.
b. Sunnah karena bisa disamakan pada adzan dan iqomah ketika anak
baru lahir ke dunia.
‫اس ا خِلُُر ْو ِج ِه‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
ً َ‫َو ْاعلَ ْم أَنَّهُ اَل يُ َس ُّن اأْل َذَا ُن عْن َد ُد ُخ ْول الْ َقرْبِ خاَل فً ا ل َم ْن قَ َال ب ُس نَّته قي‬
.)230 .‫ ص‬،1.‫ ج‬، َ ‫الد ْنيَا َعلَى ُد ُخ ْولِِه فِْي ِه (إِ َعانَةُ الطَّالِبِنْي‬ ُّ ‫ِم َن‬
Ketahuilah, sesungguhnya adzan itu tidak disunnahkan ketika
memasukkan jenazah ke dalam kubur. Berbeda dengan orang yang
berpendapat bahwa adzan itu sunnah, karena kematian dikiaskan dengan
kelahiran. (Ianah al-Thaliban, juz I, hal. 230).

Dengan demikian adzan dan iqomah tersebut tidak dapat


dikatakan haram.

231
BAB XXII
SIKAP DAN KEPRIBADIAN SEORANG SUFI

Definisi Sufi yang Dikemukakan oleh Para Ulama’


a. Menurut Imam Junaidi al-Baghdady
‫ض يُطْ َر ُح َعلَْي َها ُك ُّل قَبِْي ٍح َوالَ خَي ْ ُر ُج ِمْن َها إِالَّ ُك ُّل‬ ُّ َ‫ ا‬:‫َوقَ َال ُجَنْي ِد ْي‬
ِ ‫لص ْويِف ْ َك االَْر‬
ِ ‫الس ح‬ ِ ‫ض يطَئوها الْرِب ُّ والْ َف‬ ِ
‫اب‬ َ َّ ‫الس َماءِ َو َك‬ َّ ‫اجُر َو َك‬ َ َ ْ ُ َ ِ ‫لص ْوىِف َك االَْر‬
ُّ َ‫ ا‬:‫ض ا‬ ً ْ‫َملْي ٍح َوقَ َال اَي‬
‫ يف الكتاب نشأة التصوف وتصريف‬. ‫تُ ِظ ُّل ُك َّل َش ْي ٍء َو َكالْ َمطَا ِر يُ ْس ِقى ُك َّل َش ْي ٍٍِِء‬
22 ‫الصوف ص‬
“Seorang sufi itu bagaikan bumi yang bila dilempari keburukan maka ia
akan selalu membalasnya dengan kebaikan. Seorang sufi itu bagaikan bumi
yang mana di atasnya berjalan segala sesuatu yang baik maupun yang
buruk (semua diterimanya). Seorang sufi juga bagaikan langit atau
mendung yang menaungi semua yang ada di bawahnya, dan seperti air
hujan yang menyirami segala sesuatu tanpa memilah dan memilih, [yang
baik maupun yang buruk semuanya diayominya]”. Kitab Nasyatu at-
Tashawuf Wa Tashrifu as-Shufi hal 22

b. Dan menurut Aba Bakar al-Syibly dalam kitab Hilyah al-Auliya' Hal
11.
‫ص لَّى‬ ْ ُ‫ك طَ ِريْ َق اْمل‬
َ ‫ص طََفى‬ َ َ‫ َو َس ل‬،‫ص َفى‬
َ َ‫ص فاَ َقْلبَهُ ف‬ ُّ َ‫ ا‬:‫الش ْبلِ ْي‬
َ ‫ َم ْن‬, ْ ‫لص ْويِف‬ ِّ ‫قَ َال اَبَا بَ َك ْر‬
ِ ‫اهلل‬
‫(كت اب حلية‬.‫اق اْهلَ َوى طَ ْع َم اْجلََف ا‬ َ َ‫ َوأَذ‬،‫ف اْل َق َف ا‬َ ‫ُعلَْي ه َو َس لَّ َم َو َر َمى ال ُّد ْنيَا َخ ْل‬
َ
)11:‫االولياء ص‬

“Orang sufi itu adalah seseorang yang membersihkan hatinya maka


bersihlah hatinya, dan mengikuti jalannya Nabi al-Musthafa Saw. Serta
tidak terlalu memikirkan perkara duniawi (lebih mementingkan masalah
ukhrowi), dan menghilangkan keinginan hawa nafsunya. Hilyatu al-
Auliya’ halaman 11

232
c. Aba Hammam Abd. Rahman bin Mujib as-Shufi berpendapat:
‫ لَِن ْف ِس ِه‬:‫لص ْويِف ْ َف َق َال‬
ُّ َ‫لص ْويِف َو ُس ئِ َل َع ِن ا‬ ُّ َ‫ت أَبَا مَهَّ ْام َعْب َد ال رَّمْحَِن ْبِن جُمِ ْيبٍ ا‬ ِ
ُ ‫مَس ْع‬
ِ َ‫ ولِْلخ ْل ِق ن‬،‫ ولِع ُد ِّوهِ ج ارِح‬،‫اض ح‬
،‫ حَيْ ُك ُم اْ َلع َم َل‬،‫ َدائِ ِم اْ َلو َج ِل‬.‫اص ٌح‬ ِ ‫هِل‬
َ َ ٌ َ َ َ ٌ َ‫ َو ََواهُ ف‬،‫ذَابِ ٌح‬
ٍ ‫ ع ْذره بِض‬،‫الزلَ ِل‬ ِ
ٌ‫اعة‬
َ َ‫ص ن‬
َ ُ‫ َو َح ْزنُ ه‬،‫اعة‬ َ َ ُُ ُ َّ ‫لى‬ َ ‫ض ى َع‬ َ ‫وي ْغ‬ َ ،‫َو َيْب َع ُد اْأل ََم َل َويَ ُّس ُّد اْخللَ َل‬
‫ (كتاب حلية‬.‫ف‬ ٌ ‫ف َو َع ِن الْ ُك ِّل َع ا ِز‬ٌ ِ‫اب َع اك‬ ِ ‫ف و َعلى الْب‬
َ َ َ ٌ ‫اعةٌ ب احْلَ ِّق َع ا ِر‬
ِ َ َ‫و َعْي ُشهُ َقن‬
َ
)11:‫االولياء ص‬
“Ciri-ciri orang sufi itu adalah sebagai berikut;
1. Seseorang yang merasa dirinya hina
2. Menahan dan memerangi hawa nafsunya
3. Memberi nasehat kepada mahluk
4. Selalu mendekatkan diri kepada Allah
5. Berperilaku bijaksana
6. Menjauhi berandai-andai (berangan-angan terlalu tinggi dalam hal
duniawi)
7. Tidak mau mencela
8. Mencegah perbuatan dosa
9. Waktu luangnya digunakan untuk beribadah
10. Susahnya sengaja di buat-buat (karena memang seorang sufi itu
terhindar dari berbagai macam kesedihan dan kesusahan duniawiyah)
11. Hidupnya sederhana
12. Arif terhadap sesuatu yang benar
13. Mengasingkan diri dan mencegah dari segala sesuatu yang sia-sia.

Ciri-Ciri Kepribadian dan Perilaku Seorang Sufi


Menurut Imam Qusyairi dalam kitabnya Risalah al-Qusyairiyah hal.
126-127 ciri-ciri kepribadian dan perilaku seorang sufi dibagi menjadi
dua yaitu:

233
 Seorang sufi al-Shadiq: merasa miskin setelah memperoleh
kekayaan, merasa hina setelah mendapatkan kemulyaan, dan
menyamarkan dirinya setelah terkenal.
 Seorang sufi al-Kadzib: merasa kaya akan harta sesudah faqir,
merasa mulia setelah hina, merasa terkenal yang mana sebelumnya
dia tidak masyhur.

،‫ُّهَر ِة‬ ِ َّ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫الصويِف‬


ْ ‫فى َب ْع َد الش‬ َ ‫ أَ ْن َي ْفتَقَّر َب ْع َد الغ‬:‫الصادق‬
َ ْ ‫ َوخَي‬،‫ َويَذل َب ْع َد الْعِّز‬،‫ىن‬ ّ ْ ُّ ُ‫َعالََمة‬
ِ ‫ ويعِ َّز بع َد‬،‫الد ْنيا بع َد الْ َف ْق ِر‬ ِ ‫الصويِف اَلْ َك ِاذ‬
‫ ِويَ ْش تَ ِهَر‬،‫الذ ِّل‬ َْ َ َ ْ َ َ ُّ ِ‫ أَ ْن يَ ْس َت ْغيِن َ ب‬:‫ب‬ ْ ْ ُّ ُ‫َو َعالََمة‬
) 127-126 ‫ ( كتاب رسالة القشريية ص‬.‫َب ْع َد اخْلُلَ َف ِاء‬

234
XXIII
PENUTUP

Pembaca yang budiman, dari paparan di atas bisa kita simpulkan


bahwa perbedaan pendapat para ulama’ adalah membawa rahmat,
manfaat, dan kemudahan tersendiri bagi kita. Kita bisa memilih dan
mengikuti salah satu pendapat mereka sesuai dengan kemampuan kita
masing-masing. Ingin memilih yang mana saja dipersilakan, karena semua
pendapat ulama’ itu adalah mempunyai landasan atau dalil masing-
masing. Maka dari itu kita tidak perlu saling menyalahkan antara
pengikut pendapat satu dengan pengikut pendapat yang lain, tetapi kita
harus saling menghargai setiap perbedaan pendapat yang ada.
Perbedaan adalah sesuatu yang wajar bahkan dibutuhkan, karena
perbedaan merupakan sunnatullah dan menjadi bukti dari kebesaran-Nya.
Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda mulai dari warna kulit, warna
rambut, bentuk wajah, postur tubuh, hati, daging, jenis kelamin, jenis
darah, otak intelegensi, dan sidik jarinya. Semua itu tidak ada satupun
yang sama bahkan nasibnya juga berbeda-beda, sehingga sudah bisa
dipastikan hasil pemikiran dan pendapatnya juga berbeda-beda.
Jika kita renungkan lebih dalam, manusia merupakan hasil dari
suatu perbedaan bukan? Kita merupakan hasil dari perbedaan yang
saling menghormati dan saling mencintai. Ayah kita adalah seorang laki-
laki sedangkan ibu kita adalah perempuan. Bayangkan kalau mereka
berdua tidak saling mencintai dan menghargai perbedaan di antara mereka
berdua, maka kita pun pasti tidak akan pernah ada di muka bumi ini.
Bukan hanya kita dan ulama’ saja yang berbeda pendapat, seorang
Nabi yang ma’sum, yang selalu dijaga oleh Allah dari perbuatan dosa
juga berbeda pendapat. Tentunya kita telah mengetahui tentang kisah Nabi
Musa as. dengan Nabi Khidzir as. Mereka berdua juga berbeda pendapat.
Kisah tentang perbedaan pendapat mereka berdua diabadikan oleh Allah
di dalam al-Qur’an (Q.S. al-Kahfi ayat 60-82 juz 16). Dari kisah tersebut,
sebenarnya Allah menunjukkan banyak rahasia-Nya. Salah satu rahasia

235
tersebut adalah gambaran dan pelajaran bagi kita bahwa perbedaan itu
tidak bisa dihindari dan dihilangkan.
Dengan demikian sikap yang bijak adalah harus pandai-pandai
memaknai dan menyikapi secara positif suatu perbedaan. Kita utamakan
saling mengevaluasi diri-sendiri, sebelum mengevaluasi orang lain. Sudah
bisakah kita menghargai orang lain? jika belum, marilah kita bersama-sama
belajar untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan di antara
kita, sehingga perbedaan tersebut dapat membuahkan suatu keharmonisan
dan kedamaian serta rahmat yang indah bagi kita. Karena Imam
Nawawi dalam kitab Hasiyah al-Bujairami menyatakan:

ُ َ‫اِ ْخـتِـال‬
ٌ‫ف اْلـعُـلـَمـَ ِاء َر ْح َـمـة‬

“Perbedaan Ulama’ itu Adalah Rahmat”

236
DAFTAR KITAB RUJUKAN

1. Al-Qur’an al-Karim terjemah Depag RI


2. Al-Adab al-Syar’iyah
3. Al-Ahkam
4. Al-Adzkar an-Nawawi
5. Al-Akhad Wa al-Matsany
6. Al-Bab Fii ‘Ulumi al-Kitab
7. Al-Bariqah Syarh al-Thariqah
8. Al-Bajuri ‘Ala Ibni Qosim
9. Al-Bujairomi ‘ala al-Khattib
10. Al-Bujairimi ‘ala al-Minhaaj
11. Al-Bayan wa al-Ta’rif al-Maulid al-Nabawi
12. Al-Dar al-Mansur
13. Al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra
14. Al-Fatawi al-Kubra
15. Al-Fiqhu ‘Ala Madzahib al-Arba’ah
16. Al-Fiqhu al-Wadlhih Min al-Kitab Waa al-Sunnah
17. Al-Futukhat al-Rabbaniyah
18. Al-Fuyudhat al-Rabbaniyyah
19. Al-Ghuroru al-Baiyyah
20. Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq
21. Al-Haway Ilaa Fatawa Lii al-Suyuty
22. Al-Inayah Syarhu al-Hidayah
23. Al-Itkhaf ‘ala al-Ihya’
24. Al-Iqna’ Fii Khaali al-Fadzi Abi Syuja’
25. Al-Iqna’ Lii al-Syarbiny
26. Al-Jauhar al-Nirah
27. Al-Jam’u Baina al-Sakhikhaini al-Bukhari
28. Al-Jami’ al-Shaghir
29. Al-Kawakib al-Lamma’ah
30. Al-Kawakib al-Durriyah
31. Al-Mabahits al-Wafiyyah
32. Al-Mahalli
33. Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab
34. Al-Maudhu'at
35. Al-Mu'jam al-Kabir Li al-Thabrani
237
36. Al-Minhaj al-Qowim
37. Al-Minhaj Lii an-Nawawi
38. Al-Mizanu al-Kubra
39. Al-Mughny
40. Al-Muhadzab
41. Al-Muwatha’
42. Al-Qaul al-Badi’ Fii al-Shalati ‘ala al-Habibi al-Syafi’
43. Al-Qulyubi
44. Al-Showi ‘ala Syarhi Tafsir al-Jalalain
45. Al-Sunan al-Kubra li an-Nasa’i
46. Al-Syarhu al-Kabir Lii al-Rafi’i
47. Al-Syarqawi
48. Al-Sunan al-Kubra Lii al-Baihaqi
49. Al-Tadzkirah
50. Al-Umm
51. Ahkamul Fuqaha’
52. Akhadits Muhtar Min Al-Shahihain
53. Asna al-Mathalib Fii Syarhi al-Thalib
54. Bughyah al-Mustarsyidin
55. Bulugh al-Maram
56. Bustan al-Arifin
57. Durratu al-Nasihin
58. Fatawi al-‘Allamah al-Syaikh Husain Ibrahim al-Muqarri
59. Fatawi Hasyiyah
60. Fathu al-Bari
61. Fathu al-Qarib
62. Fathu al-Qadir
63. Fath al-Mu’in
64. Fathu al-Wahab
65. Fiqih ‘ala madzahibul Arba’ah
66. Fiqih al-Sunnah
67. GBHN, 1978
68. Ghoyatu al-Maqshad Fii Zawaidi al-Musnad
69. Hamisi Fathu al-Mu’in
70. Hasyiyah al-Bajuri ‘Ala Ibni Qasim
71. Hasyiyah al-Bujairami
72. Hasyiyah al-Bujairami ‘Ala al-Khatib
73. Hasyiyah al-Jamal ‘Ala al-Minhaj

238
74. Hasyiyah al-Syarwani
75. Hasyiyah al-Shawi’ Ala Tafsir al-Jalalain
76. Hasyiyah al-Shawi ‘Ala Syarhi as-Shaghir
77. Hasyiyah al-Qulyubi
78. Hasyiyah I’anah al-Thalibin
79. Hasyiyah Qulyubi Wa ‘Umairah
80. Hasyiyah Rad al-Muhtar
81. Hilyatul Auliya'
82. Hukmu Syurbi al-Dukhon Wa Imamati Man
83. I’anah al-Thalibin
84. Ibanah al-Ahkam
85. Ihya’ Ulum al-Din
86. Inarah al-Duja
87. Irsyad al-‘Ibad
88. Is’ad al-Rafiq
89. Ithaaf al-Khairah Al-Mahrah
90. Iryad al-Ihwan Fii Bayani Ahkami Syurbi al-Qahwah Wa al-Dukhan
91. Jala’ al-Dzulam ‘Ala ‘Aqidah al-‘Awam
92. Jamal ‘Ala Minhaj
93. Jawahir al-Uqud
94. Jumhurat al-Ajzaa’
95. Kamus al-Munawwir
96. Kamus al-Mishbah
97. Kamus Ilmiah Populer
98. Kasyfu al-Qona’ ‘an Matan al-Iqna’
99. Kasyifah al-Saja
100. Kanzu al-Amal Fii Sunani al-Aqwaal
101. Khazinah al-Asrar
102. Khittah Nahdliyyah
103. Kifayah al-Akhyar
104. Madzahib al-Arba’ah
105. Majmu’ al-Fatawa
106. Majmu’ Fatawi Waa Rasail
107. Makarim al-Akhlak
108. Masail al-Imam Ahmad bin Hambal
109. Matan Safinah al-Najah
110. Mauhibah Dzil Fadlal
239
111. Mughni al-Mukhtaj
112. Mukhtashar Ibnu Katsir
113. Musnad Abi ‘Uwanah
114. Musnad Ahmad Bin Hanbal
115. Musnad al-Shakhabah Fii al-Kitab al-Tis’ah
116. Minhaj at-Thalibin
117. Nasyatu at-Tashawuf Wa Tashrifu as-Shufi
118. Nihayah al-Muhtaj Ila Syarkhi al-Minhajj
119. Nihayah al-Zain
120. Peringatan Haul Oleh KH. Khanif Muslikh
121. Rahmat al-Ummah Fii Ikhtilaaf al-Ummah
122. Raudhah at-Thalibin
123. Rawaai’ al-Bayan Fii Tafsiri Ayat al-Ahkam
124. Risalah Al-Qusyairiyah
125. Riyad al-Shalikhin
126. Shahih al-Bukhary
127. Shahih Muslim
128. Shahih Muslim Bi Syarh al-Nawawi
129. Subul Al-Salam
130. Sunan Abi Dawud
131. Sunan Al-Daruqutni
132. Sunan Al-Nasa’i
133. Sunan Al-Tirmidzi
134. Sunan Ibnu Majah
135. Syarhu al-Bahjah al-Wardiyah
136. Syarhu al-Futukhat al-Madaniyah
137. Syarhu al-Futukhat al-Madaniyah Bihamisyi Nasha’ih al-Ibad
138. Syarhu al-Minhaj
139. Syarhu al-Muslim li an-Nawawi
140. Syarhu al-Nail Wasyifaul ‘alil
141. Syarhu Nadzam Jam’ul Jawami’
142. Syarhu al-Nail Wasyifa’u al-‘Alil
143. Tafsir Ayatul Ahkam
144. Tafsir al-Jalalain
145. Tafsir al-Qosimy
146. Tafsir Munir Lin Nawawi
147. Tahdzib Sunan Abi Dawud Wa Iidhokhi
148. Takmillah Hasyiyah Rad al-Muhtar

240
149. Talkhis
150. Tanwir al-Hawalik
151. Tanwir al-Qulub
152. Tradisi Orang-Orang NU Oleh H. Munawwir Abdul Fattah
153. Tuhfah al-Muhtaj
154. Tukhfah al-Mukhtaj Fii Syarkhi al-Minhaj
155. Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarhi al-Khatib
156. Qawa’id al-Ahkam Fi Mashalih al-An’am
157. Qurrat al-Aini

241

You might also like