Professional Documents
Culture Documents
tangan) pemerintah dalam peningkatan kemampuan bersaing. Namun yang perlu diperhatikan
adalah bahwa kemampuan di sini bukan dalam arti kemampuan untuk bersaing dengan usaha
(industri) besar, lebih pada kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan
untuk mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut. Menurut Staley dan Morse (1965), terdapat
karakteristik khusus dari suatu produk yang cocok untuk industri kecil dan ada kelompok produk
yang cocok untuk industri besar. Industri kecil tidak akan mampu bertahan pada kelompok
produk yang cocok untuk industri besar. Dan sebaliknya, industri besar tidak akan tertarik untuk
masuk dan bersaing dalam kelompok produk yang cocok untuk industri kecil, karena
pertimbangan efisiensi skala usaha. Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian modal,
tetapi lebih pada membina kemampuan industri kecil dan membuat suatu kondisi yang
mendorong kemampuan industri kecil dalam mengakses modal. Atau dengan kata lain,
pemerintah harus membina kemampuan industri kecil dalam menghitung modal optimum yang
diperlukan, kemampuan menyusun suatu proposal pendanaan ke lembaga-lembaga pemberi
modal, serta mengeluarkan kebijakan atau peraturan yang lebih memihak industri kecil dalam
pemberian kredit.
Pembangunan KUMKM memerlukan landasan hukum yang jelas dan tegas, serta
dipahami secara baik oleh lintas pelaku agar dapat efektif diimplementasikan sebagai dasar
memberdayakan KUKM di Indonesia. Landasan hukum pembangunan KUMKM sebenarnya
cukup kuat, dimulai dari substansi Undang-undang Dasar yang dijabarkan ke dalam Undang-
undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasiandan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil serta berbagai undang-undang lainnya, Peraturan Pemerintah,Keputusan
Presiden dan berbagai Keputusan Menteri khususnya Menteri Koperasi dan UKM. Namun,
implementasi peraturan dan kebijakan pengembangan KUMKM relative berjalan lamban dan
hanya sedikit gerakan koperasi, pelaku usaha dan masyarakat yang memahaminya,dan pada sisi
lain perhatian dunia internasional terhadap perkembangan KUMKM sangat besar, sehingga
pembangunan KUMKM selalu menjadi focus perhatian dalam berbagai agenda pertemuan
internasional seperti: APEC, ASEAN, UNDP dan berbagai forum kerjasama ekonomi lainnya.
Kelambanan dan ketersendatan implementasi berbagai kebijakan pemerintah dibidang
KUMKM kemungkinan terjadi akibat beberapa kendala antara lain berkaitan dengan substansi
pengaturan kebijakan yang kurang relevan dengan dinamika perkembangan KUMKM; atau
ketidak konsistenan kebijakan dari tahun ke tahun; atau kurangnya sosialisasi dan rendahnya
pemahaman substansi dikalangan pelakuusaha; atau berkaitan dengan tumpang tindihnya
kebijakan satu dengan yang lain sebagai akibat kodifikasi yang kurang jelas; atau substansi
pengaturan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan KUMKM, atau berbagai alasan
lainnya.
Dalam bagian analisis ini kami akan mencoba mengnalisis terhadap berbagai kebijakan
pemerintah dibidang pemberdayaan KUMKM, dan melihat efektivitasnya. Analisis ini dilakukan
terhadap kebijakan pemerintah yang tercantum dalam RPJP dan RPJM, untuk itu akan dijelaskan
dahulu ulasan singkat mengenai RPJP dan RPJM ini.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional 2005 – 2025 merupakan dokumen
perencanaan pembangunan nasional jangka panjang yang seharusnya menjadi pondasi dari
semua dokumen perencanaan pembangunan di Indonesia. Undang-undang ini merupakan
dokumen perencanaan pemberdayaan KUMKM yang paling kuat posisinya dari tata urutan
peraturan perundang-undangan. Dalam undang-undang ini pemberdayaan KUMKM hanya diatur
dalam 3 butir arah kebijakan,yang berkaitan dengan 4 sasaran utama,yaitu:
2) UKM diarahkan menjadi pelaku ekonomi yang makin berbasis IPTEK dan mampu
menyediakan kebutuhan barang dan jasa kebutuhan masyarakat,
1) pengembangan iklim usaha yang sehat dan mengembangkan perizinan usaha yang
efisien dan efektif,
3) perkuatan basis produksi dan daya saing industri dan agrobisnis melalui
pengembangan rumpun industri dan percepatan alih teknologi,
RPJP dinilai memberi arah kebijakan untuk pemberdayaan KUMKM dalam jangka
panjang secara memadai, namun sifatnya sangat global dan tidak menetapkan milestone sasaran
pemberdayaan dalam beberapa periode waktu, sehingga sulit dijadikan sebagai basis evaluasi
untuk pemberdayaan KUMKM pada tataran kebijakan operasional. Di samping itu,RPJP tersebut
baru ditetapkan sebagai undang-undang pada tahun 2007, sehingga perencanaan dan pelaksanaan
pemberdayaan KUMKM selama tahun 2004–2007 (periode yang dikaji) dinilai belum
didasarkan pada RPJP tersebut.
1) Meningkatnya produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan lebih tinggi dari laju
pertumbuhan produktivitas nasional;
5) Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai jati diri koperasi.
Jika diamati kelima program pemberdayaan KUMKM dalam RPJM telah selaras dan
merupakan penjabaran dari RPJP Nasional. Program-program yang ditetapkan dalam RPJM
dijabarkan dalam bentuk berbagai kegiatan strategis untuk pemberdayaan KUMKM. RPJM
merupakan landasan bagi berbagai instansi pemerintah dalam menyusun rencana stratejik
instansi atau bidang urusannya, baik berupa rencana stratejik instansi maupun RTJM untuk suatu
bidang. RPJM dinilai sebagai dokumen perencanaan pemberdayaan KUMKM yang paling
lengkap dan bersifat lintas instansi,serta dapat dijadikan sebagai basis evaluasi pelaksanaan
kebijakan pada tataran operasional, karena perencanaan kegiatan strategis dalam RPJM dinilai
cukup detail.
Dalam anlisis ini kami akan mencoba untuk menganalisis mengenai program
pemberdayaan UMUKM yang telah dibuat.
Pemerintah telah mengupayakan peran aktif dunia usaha dan masyarakat dalam
pemberdayaan KUMKM melalui pengembangan sistem insentif. Pemerintah telah
melibatkan perbankan untuk mendukung pelaksanaan program perkuatan kepada
KUMKM, dengan harapan perbankan dapat memberikan perkuatan lanjutan kepada
KUMKM pada masa mendatang sehingga dapat memperbaiki iklim usaha yang ada.
Pemerintah telah meminta BUMN untuk berperan aktif dalam pemberdayaan KUMKM
melalui program pembinaan lingkungan dan kemitraan usaha, namun skalanya relative
masih sangat terbatas. Pemerintah juga telah mendorong dunia usaha untuk
memberdayakan KUMKM melalui program CSR dan kemitraan usaha yang berbasis
rantai nilai, meskipun skalanya relative masih sangat kecil, dan baru dilakukan oleh
perusahaan public dan perusahaan di bidang pertambangan.
Kami melihat upaya pemerintah untuk mendorong dunia usaha masih perlu
ditingkatkan pada masa mendatang. Pemerintah telah mengupayakan keterlibatan dari
perguruan tinggi dan penyedia jasa pengembangan bisnis (BDS) untuk membantu
pengembangan usaha KUMKM Pengembangan penyedia BDS dan sistem insentifnya
telah dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM selama periodetahun 2001 – 2005
dalam kaitannya dengan pengembangan sentra UMKM, namun mulai tahun 2006
Kementerian Koperasi dan UKM menurunkan dukungan terhadap penyedia BDS. Kami
melihat penyedia BDS dapat dioptimalkan untuk pengembangan KUMKM, tapi pola
insentif yang diterapkan Kementerian Koperasi dan UKM kurang mampu menstimulan
kinerja penyedia BDS dalam pemberdayaan KUMKM. Departemen Perindustrian mulai
tahun 2006 justru mengembangkan penyedia jasa BDS bagi IKM dengan pola Shindan,
dan telah dilatih 200 orang dengan kualifikasi shindan bersama-sama dengan JICA pada
tahun 2006 dan 2007, dan program tersebut akan dilanjutkan pada masa mendatang,
dengan harapan setiap kabupaten/ kota tersedia tenaga shindan yang memadai dan
konsultan IKM spesialis. Departemen Perindustrian juga telah mengembangkan sistem
insentif untuk mendorong pengembangan shindan dan menstimulan IKM untuk
menggunakan jasa BDS, dengan membiayai 100 dari biaya pelaksanaan diagnostic
permasalahan IKM, serta membiayai 90% dari biaya konsultan spesialis.
Selain itu unit pengaduan umumnya belum terbentuk di daerah, dan jika telah
terbentuk dinilai kurang efektif dalam membantu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi KUMKM. Kementerian Koperasi dan UKM telah memiliki Inspektur yang
bertugas mengelola dan menindak lanjuti pengaduan masyarakat. Namun, pengaduan
yang diterima umumnya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan masyarakat khususnya
KUMKM belum memahami kemana harus melakukan pengaduan dan bagaimana
caranya. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi unit pengaduan masyarakat yang intensif
dalam kegiatan pemberdayaan KUMKM, baik pada skala nasional maupun skala daerah.
Penyediaan jasa mediasi bagi KUMKM juga belum melembaga, dan umumnya dilakukan
secara persuasif.
Berdasarkan tinajuan kami terhadap RPJP dan RPJM diatas salah satu program
pentingnya adalah dalam hal pengembangan kewirausahaan dan SDM, melalui
penegmbangan tersebut program dapat mendukung peningkatan proporsi usaha kecil
formal.
Kementerian Koperasi dan UKM juga telah mendorong pertumbuhan unit usaha
dikalangan masyarakat terdidik melalui TPUSK opontren (untuk kelas madya-bawah)
dan program Prospek Mandiri (untuk lulusan perguruan tinggi). Kedua program ini
memiliki tujuan dan desain program yang memadai, namun implementasinya masih perlu
banyak ditingkatkan. Proses sosialisasi, seleksi, diklat, dan pendampingan masa start-
upbisnis perlu ditingkatkan. Program Prospek Mandiri belum dapat dievaluasi hasil dan
dampaknya, karena peserta dalam program ini tengah melakukan persiapan untuk
memulai usaha. Waktu penantian yang lama dan vakum mengakibatkan banyak peserta
yang mengalami demotivasi. Pada masa mendatang, koordinasi dan integrasi program ini
perlu ditingkatkan, dan sebaiknya sosialisasi ditekankan pada upaya penciptaan
wirausaha yang handal, dan bukan ditekankan pada upaya mengentaskan pengangguran
pada tingkat sarjana, karena berdampak pada pengembangan perilaku kewirausahaan
peserta program.