You are on page 1of 6

Ikterus Neonatorum

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam
tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam

I. Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam
tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan
terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat
terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek ( unconjugated ) dan direk ( conjugated ) .

II. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering
ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompabilitas golongan darah ABO atau
defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perdarahan tertutup (hematom
cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompabilitas darah Rh, infeksi juga memegang peranan
penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis
dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis,
hipoglikemia, dan polisitemia.

III. Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi
kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

IV. Patolofisiologi
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh oleh tubuh.
Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi berasal
dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin
inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit
larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi
dan mudah melalui membrane biologic seperti placenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas
tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi
mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati dan masuk
ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin
( protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke reticulum endoplasma hati,
tempat terjadinya proses konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase
yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini
diekskesi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diarbsorbsi kembali
oleh mukosa usus dan terbentuklah proses arbsorpsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama
kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses
tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebuh
pendek (80 – 90 hri ), dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering
adalah apabila terdapat pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya
umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh.
Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-
Z terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia.
Keadaan lain yang dapat memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
konjugasi hepar ( defisiensi enzim glukoronil transferase ) atau bayi menderita gangguan eksresi,
misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu ekstra/intrahepatik.

V. Diagnosis
Anamnesis ikterus pada riwayat onstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan
diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas
darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko
kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada
bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada
ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi
intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.
Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari
kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang
sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit
tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi
sendiri.
Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang
cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi
bilirubn langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit, golongan
darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan
sediaan apusan memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat
hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung
retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia
indirek fisiologis atau patologis.
Ikterus fisiologis. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1
– 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian
ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4, dengan
kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 – 7 kehidupan.
Hiperbilirubin patologis. Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang
tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 – 20 mg/dl pada bayi
aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar
yang lebih rendah ( 10 – 15 mg/dl)

VI. Diagnosis banding


Ikterus yang timbul 24 jam pertatama kehidupan mungkin akibat eritroblstosis foetalis, sepsis,
rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu
pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya. Ikterus yang
permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia,
atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia
hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang
dinamakan “inspissated bile syndrome”. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral
total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu
seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.

VII. Komplikasi
Kernikterus adalah suatu sindrom neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan tak
terkonjugasi dalam sel-sel otak

VIII. Terapi
Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin
serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/encefalopati biliaris, serta
mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan
dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan megusahakan
mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau fenobarbital.
Pemberian substrat yang dapat menghambat matabolisme bilirubin ( plasma atau albumin ),
mengurangi sirkulasi enterohepatik ( pemberian kolesteramin ), terapi sinar atau transfusi tukar,
merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Fototerapi. Ikterus klinis dan hiperbilirubin indirek akan berkurang kalau bayi dipaparkn pada
sinar dalam spectrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap cahaya
secara maksimal dalam batas wilayah warna biru ( mulai dari 420 – 470 nm ). Bilirubin
dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi mengubah bilirubin tak
terkonjugasi yang bersifat toksik menjadi isomer-isomer terkonjugasi yang dikeluarkan ke
empedu dan melalui otosensitisasi yang melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi
yang menghasilkan produk-produk pemecahan yang akan diekskresikan oleh hati dan ginjal
tanpa memerlukan konjugat. Indikasi fototerapi hanya setelah dipastikan adanya hiperbilirubin
patologik. Komplikasi fototerapi meliputi tinja yang cair, ruam kulit, bayi mendapat panas yang
berlebihan dan dehidrasi akibat cahaya, menggigil karena pemaparan pada bayi, dan sindrom
bayi perunggu, yaitu warna kulit menjadi gelap, cokelat dan keabuan.
Fenobarbital. Meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian obat ini akan
mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonatus, kalau diberikan pada ibu dengan
dosis 90 mg/24 jam beberap hari sebelum kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5
mg/kgBb/24 jam. Pada suatu penelitian menunjukan pemberian fenobarbital pada ibu untuk
beberapa hari sebelum kelahiran baik pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan dapat
mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia. Namun karena efeknya pada metabolisme bilirubin
biasanya belum terwujud sampai beberapa hari setelah pemberian obat dan oleh karena
keefektifannya lebih kecil dibandingkan fototerapi, dan mempunyai efek sedatif yang tidak
diinginkan dan tidak menambah respon terhadap fototerapi, maka fenobarbital tidak dianjurkan
untuk pengobatan ikterus pada bayi neonatus.
Transfusi tukar. Dilakukan untuk mempertahankan kadar bilirubin indirek dalam serum bayi
aterem kurang dari 20 mg/dl atau 15 mg/dl pada bayi kurang bulan . Dapat diulangi sebanyak
yang diperlukan, atau keadaan bayi yang dipandang kritis dapat menjadi petunjuk melakukan
transfusi tukar selama hari pertama atau kedua kehidupan, kalau peningkatan yang lebih diduga
akan terjadi, tetapi tidak dilakukan pada hari ke empat pada bayi aterm atau hari ke tujuh pada
bayi premature, kalau diharapkan akan segera terjadi penurunan kadar bilirubin serum atau
akibat mekanisme konjugasi yang bekerja lebih efektif. Transfusi tukar mungkin merupakan
metode yang paling efektif untuk mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia.

IX. Prognosis
Hiperbilirubemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
otak.
PRE EKLAMSIA
Pre-eklamsia kerap terjadi saat hamil, akibat tekanan darah yang tinggi dan kelebihan kadar
protein dalam urin, setelah kehamilan berusia 20 minggu. Meski ‘hanya’ peningkatan tekanan
darah, tapi dapat berakibat fatal yang memungkinkan terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi
yang dikandung.
Pre-eklamsi akan hilang saat melahirkan, sehingga bila pre-eklamsi terjadi di minggu-minggu
akhir kehamilan, dokter akan mengambil tindakan untuk segera mengeluarkan bayi. Tapi bila
pre-eklamsi terjadi di awal kehamilan, maka dokter akan berusaha memperpanjang kehamilan
sampai bayi dianggap telah cukup untuk lahir.

GEJALA
Gejala terjadinya preklamsia adalah naiknya tekanan darah (hipertensi) dan kadar protein dalam
urin yang berlebihan (proteinuria), setelah kehamilan mencapai 20 minggu. Kelebihan protein
akan mempengaruhi kerja ginjal. Gejala lain yang bisa terjadi, antara lain:
- Sakit kepala.
- Masalah penglihatan, termasuk kebutaan sementara, pandangan buram dan lebih sensitif
pada cahaya/silau.
- Nyeri perut bagian atas, biasanya di bawah rusuk sebelah kanan.
- Muntah.
- Pusing.
- Berkurangnya volume urin.
- Berat badan yang naik secara cepat, biasanya di atas 2 kg per minggu.
- Pembengkakan (edema) pada wajah dan tangan, sering menyertai pre-eklamsia walau
tidak selalu, sebab edema kerap terjadi pada kehamilan yang normal.

PENYEBAB
Pre-eklamsi dulunya dikenal sebagai toksemia, karena diperkirakan adanya racun dalam aliran
darah ibu hamil. Meski teori ini sudah dibantah, tetapi penyebab pre-eklamsia hingga kini belum
diketahui. Penyebab lain yang diperkirakan terjadi, adalah:
- Kelainan aliran darah menuju rahim.
- Kerusakan pembuluh darah.
- Masalah dengan sistim ketahanan tubuh.
- Diet atau konsumsi makanan yang salah.

FAKTOR RISIKO
Preeklamsia hanya terjadi pada saat hamil, sehingga faktor risikonya, antara lain:
A) Sejarah preklamsia.
Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita preeklamsia akan meningkatkan risiko ikut
terkena preeklamsia.
B) Kehamilan pertama.
Di kehamilan pertama, risiko mengalami preeklamsia jauh lebih tinggi.
C) Usia.
Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita preklamsia.
D) Obesitas.
Preeklamsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas.
E) Kehamilan kembar.
Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko preeklamsia.
F) Kehamilan dengan diabetes.
Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki risiko preeklamsia seiring perkembangan
kehamilan.
G) Sejarah hipertensi.
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau lupus, akan
meningkatkan risiko terkena preeklamsia.
Penelitian di tahun 2006 terhadap ibu hamil dengan kadar protein tinggi, diketahui
mempengaruhi perkembangan dan fungsi pembuluh darah. Kesimpulan ini membantah teori
preeklamsia yang disebabkan akibat ketidaknormalan pembuluh darah menuju plasenta. Tetapi
pemeriksaan darah tetap merupakan alat yang efektif untuk mendiagnosa preeklamsia.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA


Pre-eklamsi dinyatakan bila Anda mengalami hipertensi dan kadar protein urin tinggi, di
kehamilan di atas 20 minggu. Diagnosa ini baru diketahui saat Anda melakukan pemeriksaan
rutin sebelum kelahiran.
Tekanan darah normal pada saat hamil, biasanya lebih rendah dari 130/85 mmHg. Di atas 140/90
mmHg masih dapat dinyatakan normal, bila hanya terjadi sekali. Tapi bila dipemeriksaan ulang
tekanan darah masih belum normal, dapat diindikasikan adanya ketidaknormalan.
Pemeriksaan lebih teliti akan dilakukan, disertai dengan tes lanjutan untuk mengetahui kadar
protein dalam urin. Dokter juga akan menganjurkan Anda untuk melakukan pemeriksaan hati
dan ginjal.
Pemeriksaan sel darah juga dilakukan, untuk mengetahui adanya kemungkinan sel yang
menghambat aliran darah. Dokter akan memonitor lebih ketat perkembangan janin, biasanya
dengan USG.
Agar janin tetap memperoleh pasokan oksigen dan makanan yang cukup, ibu hamil dengan
preklamsia dianjurkan untuk melakukan tes stres janin dengan mengukur pergerakan bayi dan
denyut jantung bayi.

KOMPLIKASI
1. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta.
Preeklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah menuju plasenta. Jika
plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami kekurangan oksigen dan
nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir dengan berat kurang.
2. Lepasnya plasenta.
Preeklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir,
sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi maupun ibunya.
3. Sindrom HELLP.
HELLP adalah singkatan dari Hemolyssi (perusakan sel darah merah), Elevated liver enzym
dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah
dalam keseluruhan darah). Gejalanya, pening dan muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.
4. Eklamsia.
Jika preklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia dapat mengakibatkan
kerusakan permanen organ tubuh ibu, seperti otak, hati atau ginjal. Eklamsia berat
menyebabkan ibu mengalami koma, kerusakan otak bahkan berujung pada kematian janin
maupun ibunya.

TERAPI & PENYELAMATAN


Satu-satunya obat yang manjur adalah dengan mempercepat persalinan, tapi pada preeklamsi di
awal kehamilan, yang bisa dilakukan adalah:

Bed rest
Mengulur waktu kelahiran bayi dengan istirahat total agar tekanan darah turun dan meningkatkan
aliran darah menuju plasenta, agar bayi dapat bertahan. Anda diharuskan berbaring total dan
hanya diperbolehkan duduk atau berdiri jika memang benar-benar diperlukan. Tekanan darah
dan kadar protein urin akan dimonitor secara ketat. Jika preeklamsia sudah parah, kemungkinan
Anda diminta beristirahat di rumah sakit sambil melakukan test stres janin untuk memonitor
perkembangan janin.
Obat hipertensi.
Dokter dapat merekomendasikan pemakaian obat penurun tekanan darah. Pada preklamsia parah
dan sindroma HELLP, obat costicosteroid dapat memperbaiki fungsi hati dan sel darah. Obat ini
juga dapat membantu paru-paru bayi tumbuh bila harus terjadi kelahiran prematur.
Melahirkan.
Ini adalah cara terakhir mengatasi preeklamsia. Pada preklamsia akut/parah, dokter akan
menganjurkan kelahiran prematur untuk mencegah yang terburuk. Kelahiran ini juga diperlukan
kondisi minimal, seperti kesiapan tubuh ibu dan kondisi janin.
PENCEGAHAN
Karena penyebab pastinya belum diketahui, dokter akan meminta ibu hamil untuk mengurangi
konsumsi garam, meski dianggap tidak efektif menurunkan risiko preeklamsia.
Periksalah kehamilan secara teratur, untuk mengetahui kondisi ibu dan janin. Preklamsia yang
terdiagnosa lebih awal, akan memudahkan dokter menyarankan terapi yang tepat untuk ibu dan
janinnya.
Sebuah penelitian di tahun 2006, lebih dari 70 persen wanita yang mengkonsumsi multivitamin
dan menjaga berat tubuh sebelum hamil terbukti risiko terkena preeklamsianya lebih rendah.
Suplemen nutrisi ditengarai mampu menurunkan risiko terkena preeklamsia, tapi Anda harus
sangat selektif. Konsultasikan pada dokter, sebelum mengkonsumsi suplemen di saat hamil.

GANGGUAN TEKANAN DARAH LAINNYA SAAT HAMIL


1. Hipertensi kehamilan.
Ibu hamil dengan hipertensi kehamilan, tetapi tidak mengalami kelebihan protein dalam urin.
Hipertensi kehamilan ini juga dapat berkembang menjadi preeklamsia.
2. Hipertensi kronis.
Tingginya tekanan darah yang terjadi sebelum kehamilan usia 20 minggu atau 12 minggu setelah
kelahiran.
3. Preeklamsia superimpose pada hipertensi kronis.
Ibu hamil dengan hipertensi kronis sebelum kehamilan dan berkembang lebih buruk, karena
memiliki protein dalam urin yang berlebihan saat kehamilan.

You might also like