You are on page 1of 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kalimantan Timur merupakan salah satu penghasil tambang yang
memiliki potensi sumber daya alam yang kaya di Indonesia, minyak mentah,
emas, intan, dan batubara adalah beberapa hasil tambang yang berskala besar
ditiap tahunnya . Tambang batubara merupakan produk andalan yang berasal dari
Kalimantan Timur sekarang ini. Namun, batubara adalah suatu kategori sumber
daya alam yang tak terbaharui, sehingga keberadaannya harus dijaga. Sehingga
pembangunan nasional dapat bergulir terus-menerus dengan mengedepankan
sumber daya alam yang dikelola secara baik.
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan berprikemanusiaan. Ketersediaan
sumberdaya alam dalam meningkatkan pembangunan sangat terbatas dan tidak
merata, sedangkan permintaan sumberdaya alam terus meningkat, akibat
peningkatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Namun, dalam
tahap pembangunan nasional, beberapa masyarakat kini dianggap berkesan acuh
secara minor terutama akan ”aturan main” dalam menanggapi lingkungan,
dikhawatirkan akan terjadi ekploitasi lahan usaha yang pada akhirnya gangguan
kesetimbangan lingkungan tidak dapat dihindarkan.
Dalam rangka upaya mengendalikan pencemaran dan kerusakan
lingkungan akibat pembangunan maka, perlu dilakukan perencanaan
pembangunan yang dilandasi prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip
pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan memadukan kemampuan
lingkungan, sumber daya alam dan teknologi ke dalam proses pembangunan
untuk menjamin generasi masa ini dan generasi masa mendatang.
Analisa mengenai dampak lingkungan lahir dengan dirumuskannya
undang- undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, yaitu National
Environmental Policy Act (NEPA), pada tahun 1969. Amdal merupakan suatu
reaksi masyarakat terhadap kerusakan lingkungan yang disebabka oleh aktivitas
manusia yang terutama disebabkan oleh pembangunan dan penggunaan teknologi
yang berlebihan dan terkesan mengabaikan lingkungan. Hal ini termasuk dalam
kesehatan lingkungan yang dalam artian derajat kesehatan tergantung terhadap
kondisi lingkungan. Oleh sebabnya, apabila ada perubahan-perubahan terjadi
pada kondisi lingkungan di sekitar manusia, akan terjadi pula perubahan-
perubahan pada kondisi kesehatan masyarakat dalam lingkungan masyarakat
tersebut.
Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 18 ayat 1, menyatakan bahwa setiap rencana usaha
dan/atau kegiatan yamg mempunyai dampak besar dan penting wajib dilakukan
kajian AMDAL. Kajian AMDAL tersebut perlu dilakukan guna mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan dari operasional kegiatan terutama pencemaran
udara yang diperkirakan punya pengaruh buruk terhadap kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana deskripsi umum daerah pertambangan batu bara di PT. Kaltim
Prima Coal?
2. Apa paradigma kesehatan lingkungan yang terjadi di PT. Kaltim Prima Coal?
3. Bagaimana upaya penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak
negatif akibat kegiatan pertambangan di PT. Kaltim Prima Coal?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui deskripsi umum daerah pertambangan batu bara di PT.
Kaltim Prima Coal
2. Untuk mengetahui paradigma kesehatan lingkungan yang terjadi di PT.
Kaltim Prima Coal
3. Untuk mengetahui upaya penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
dampak negatif akibat kegiatan pertambangan di PT. Kaltim Prima Coal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Limbah


Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah
: masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Karena limbah industri pada umumnya bersifat sebagai bahan berbahaya
dan beracun (B3), maka substansi atau zat beracun di lingkungan yang sangat
menjadi perhatian ialah yang bersumber pada kegiatan manusia yang dibuang ke
lingkungan sebagai limbah.
Karena kajian toksikologi adalah bahan beracun, maka obyek toksikologi
lingkungan ialah limbah kimia yang beracun, umumnya termasuk kelompok
limbah bahan berbahaya dan beracun (hazardous waste and toxic chemical).
Sedangkan yang dimaksud dengan toxicologi lingkungan adalah
pengetahuan yang mempelajari efek substansi toksik (beracun) yang terdapat di
lingkungan alam maupun lingkungan binaan; mempelajari dampak atau resiko
keberadaan substansi tersebut terhadap makhluk hidup.
Didalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang dimaksud dengan B3
dapat diartikan “Semua bahan/ senyawa baik padat, cair, ataupun gas yang
mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat
sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut”.
Limbah B3 diidentifikasi sebagai bahan kimia dengan satu atau lebih
karakteristik :
• mudah meledak
• mudah terbakar
• bersifat reaktif
• beracun
• penyebab infeksi
• bersifat korosif.
Limbah B3 dari kegiatan industri yang terbuang ke lingkungan akhirnya
akan berdampak pada kesehatan manusia. Dampak itu dapat langsung dari
sumber ke manusia, misalnya meminum air yang terkontaminasi atau melalui
rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah menggandakan (biological
magnification) pencemar karena memakan mangsa yang tercemar.

2.2. Paradigma Kesehatan Lingkungan


Dalam paradigma Kesehatan Lingkungan ada 4 simpul yang berkaitan
dengan proses pajanan B3 yang dapat mengganggu kesehatan.
 Simpul 1 : Jenis dan skala kegiatan yang diduga menjadi sumber
pencemar atau biasa disebut sebagai sumber emisi B3.
Sumber emisi B3 pada umumnya berasal dari sektor industri, transportasi,
yang mengeluarkan berbagai bahan buangan yang mengandung senyawa
kimia yang tidak dikehendaki. Emisi tersebut dapat berupa gas, cairan,
maupun partikel yang mengandung senyawa organik maupun anorganik.
 Simpul 2 : Media lingkungan (air, tanah, udara, biota)
Emisi dari simpul 1 dibuang ke lingkungan, kemudian menyebar secara luas
di lingkungan sesuai dengan kondisi media transportasi limbah. Bila melalui
udara, maka sebarannya tergantung dari arah angin dominan dan dapat
menjangkau wilayah yang cukup luas. Bila melalui air maka dapat menyebar
sesuai dengan arah aliran yang sebarannya dapat sangat jauh. Komponen lain
yang ikut menyebarkan emisi tersebut adalah biota air yang ikut tercemar.
 Simpul 3 : Pemajanan B3 ke manusia
Di lingkungan, manusia dapat menghirup udara yang tercemar, minum air
yang tercemar, makan makanan yang terkontaminasi dan dapat pula
kemasukan B3 melalui kulit. Pada umumnya titik pemajanan B3 kedalam
tubuh manusia melalui pernafasan, oral (mulut) dan kulit.
 Simpul 4 : Dampak Kesehatan yang timbul
Akibat kontak dengan B3 atau terpajan oleh pencemar melalui berbagai cara
seperti pada simpul 3, maka dampak kesehatan yang timbul bervariasi dari
ringan, sedang, sampai berat bahkan sampai menimbulkan kematian,
tergantung dari dosis dan waktu pemajanan. Jenis penyakit yang ditimbulkan,
pada umumnya merupakan penyakit non infeksi antara lain : keracunan,
kerusakan organ, kanker, hypertensi, asma bronchioli, pengaruh pada janin
yang dapat mangakibatkan lahir cacat (cacat bawaan), kemunduran mental,
gangguan pertumbuhan baik fisik maupun psikis, gangguan kecerdasan dll
(Wijanto,___)
Akibat yang ditimbulkan lebih jauh : biaya mahal, belum tentu berhasil untuk
pemulihan kesehatan, generasi yang tidak produktif, kehidupan sosial yang
tidak mapan bahkan depresi berkelanjutan.

2.3. Pengertian AMDAL dan ANDAL


Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL) adalah telaah secara cermat dan
mendalam tentang dampak penting suatu kegiatan yang direncanakan. Sedangkan,
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah hasil studi mengenai
dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup,yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Selanjutnya AMDAL dirumuskan
sebagai suatu analisis mengenai dampak lingkungan dari suatu proyek yang
meliputi pekerjaan evaluais dan pendugaan dampak proyek dari bangunanya,
prosesnya maupun system dari proyek terhadaplingungan yang berlanjut ke
lingkungan hidup.
Berdasarkan Amdal dan Andal yang ada, umumnya dilatarbelakangi oleh
isu-isu yang menjadi permasalahan dalam menanggapi keseimbangan lingkungan
itu sendiri, diantaranya,:
1) Dampak perubahan bentang alam yang menyebabkan terjadinya gangguan
estetika lingkungan.
2) Kemungkinan terjadinya penurunan kualitas udara akibat pengerukan dan
penggalian oleh penggunaan alat berat yang menyebabkan penurunan
kesuburan tanah.
3) Dampak peningkatan erosi tanah terhadap penurunan kualitas ekosistem
perairan sungai.
4) Gangguan satwa liar akibat hilangnya vegetasi penutup tanah.
5) Kemungkinan terjadinya air asam tambang yang menyebabkan gangguan
terhadap ekosistem darat dan perairan.
6) Penuruan kualitas udara akibat pengoperasian alat-alat berat dan
pengangkutan batubara yang menyebabkan penurunan kesehatan masyarakat.
7) Penurunan kualitas sungai yang pada gilirannya akan menimbulkan dampak
sosial karena masyarakat setempat sangat tergantung pada keberadaan sungai
tersebut.

2.4. Pengertian Batubara


Batubara merupakan salah satu tambang bahan bakar fosil yang dimiliki
Indonesia yang kaya. Secara umum, batubara adalah batuan sedimen dalam tanah
yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organic utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan yang selama beribu-ribu
tahun lamanya. Unsur utamanya adalah karbon (berwarna hitam pekat), hydrogen,
nitrogen, sulfur dan oksigen serta tidak menutup kemungkinan memiliki zat-zat
tambahan yang kandungannya kecil. Batubara dalam tambang memiliki bijih
yang sangat kasar dalam bentuk serbuk, pasir dan terkadang batuan yang cukup
hingga besar. Artinya dalam pengelolaan yang baik dapat meminimalisir
gangguan, baik gangguan kesehatan maupun lingkungan.
2.5. AMDAL Pertambangan
Kegiatan pertambangan yaitu suatu kegiatan untuk mengambil bahan
galian berharga dari lapisan bumi, Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar
pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya.
Mekanisasi peralatan dan teknologi pertambangan telah menyebabkan skala
pertambangan semakin besar dan ekstraksi kadar rendah pun menjadi ekonomis
sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus digali. Ini
menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang besar
dan penting. Dampak besar dan penting itulah yang selanjutnya dikaji didalam
AMDAL.
Kegiatan pertambangan selain menimbulkan dampak lingkungan, juga
menimbulkan dampak sosial kompleks. Oleh sebab itu, AMDAL suatu kegiatan
pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998),
“(1).Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan dipertimbangkan
dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang
akan dipilih. (2).Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta
langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan
implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.”

2.6. Ruang Lingkup Kegiatan Pertambangan


Di dalam AMDAL akan dikaji dampak yang ditimbulkan dari sutau
kegiatan pada setiap tahapan, tahap-tahapan tersebut seperti tahap pra konstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi. Didalam pertambangan tahapan-tahapan
tersebut adalah:
Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan
sebagai berikut:
• Eksplorasi
• Ekstrasi
• Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi
• Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman
Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang wajib untuk melakukan AMDAL
dapat dilihat pada Lampiran PERMEN LH NO 11 tahun 2006 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

2.7. Dampak Penambangan Batu Bara Terhadap Kesehatan Masyarakat


Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala
pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan
menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga
semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan
kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan
bersifat penting. US-EPA (1995) telah melakukan studi tentang pengaruh
kegiatan pertambangan terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia
pada 66 kegiatan pertambangan. Hasil studi memperlihatkan bahwa pencemaran
air permukaan dan air tanah merupakan dampak lingkungan yang sering terjadi
akibat kegiatan tersebut.
Frekuensi terjadinya dampak lingkungan dari 66 kegiatan pertambangan.

Jenis Dampak Persen Kejadian

Pencemaran Air Permukaan 70

Pencemaran Air Tanah 65

Pencemaran Tanah 50
Kesehatan Manusia 35

Kerusakan Flora dan Fauna 25

Pencemaran Udara 20

Catatan: Tidak termasuk pencemaran oleh emisi gas buang yang keluar dari
alat pengendali pencemaran udara.
United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan
dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut:
• Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan
• Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi
pertambangan.
• Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan
• Stabilisasi site dan rehabilitasi
• Limbah tambang dan pembuangan tailing
• Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
• Peralatan yang tidak digunakan , limbah padat, limbah rumah tangga
• Emisi Udara
• Debu
• Perubahan Iklim
• Konsumsi Energi
• Pelumpuran dan perubahan aliran sungai
• Buangan air limbah dan air asam tambang
• Perubahan air tanah dan kontaminasi
• Limbah B3 dan bahan kimia
• Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di
tempat kerja
• Kebisingan
• Radiasi
• Keselamatan dan kesehatan kerja
• Toksisitas logam berat
• Peninggalan budaya dan situs arkeologi
• Kesehatan masyarakat dan pemukiman di sekitar tambang

Penambangan dapat menyebabkan kecelakaan-kecelakaan yang serius


seperti kebakaran-kebakaran, ledakan-ledakan, atau lorong-lorong galian yang
rubuh yang dapat menimbulkan dampak pada orang-orang yang bermukim di
komunitas sekitar tambang. Dampak dan bahaya yang mengancam kesehatan
masih juga dirasakan di tempat-tempat bekas daerah yang pernah ditambang,
karena orang-orang dapat terpapar limbah tambang dan bahan-bahan kimia yang
masih melekat di tanah dan di air.

1. Gangguan Kesehatan yang Dialami Pekerja Tambang


Gangguan-gangguan kesehatan yang sering dialami oleh pekerja tambang
diantaranya :
a. Debu, tumpahan bahan kimia, asap-asap yang beracun, logam-
logam berat dan radiasi dapat meracuni penambang dan menyebabkan
gangguan kesehatan sepanjang hidup mereka.
b. Mengangkat peralatan berat dan bekerja dengan posisi tubuh yang
janggal dapat menyebabkan luka-luka pada tangan, kaki, dan
punggung.
c. Penggunaan bor batu dan mesin-mesin vibrasi dapat menyebabkan
kerusakan pada urat syaraf serta peredaran darah, dan dapat
menimbulkan kehilangan rasa, kemudian jika ada infeksi yang sangat
berbahaya seperti gangrene, bisa mengakibatkan kematian.
d. Bunyi yang keras dan konstan dari peralatan dapat menyebabkan
masalah pendengaran, termasuk kehilangan pendengaran.
e. Jam kerja yang lama di bawah tanah dengan cahaya yang redup dapat
merusak penglihatan.
f. Bekerja di kondisi yang panas terik tanpa minum air yang cukup dapat
menyebabkan stres kepanasan. Gejala-gejala dari stres kepanasan
berupa pusing-pusing, lemah, dan detak jantung yang cepat, kehausan
yang sangat, dan jatuh pingsan.
2. Gangguan Kesehatan yang Dialami Masyarakat
a. Udara yang tercemar
Penyakit paru-paru hitam (black lung diseases) disebabkan oleh debu
batu bara yang menyumbat paru-paru, menyebabkan masalah pernapasan
yang sangat serius dan permanen. Penambang-penambang batu bara bawah
tanah, anak-anak dan perempuan-perempuan yang bekerja memisahkan batu
dari batu bara, sering mengalami penyakit paru-paru hitam ini.
Debu dari pertambangan dapat membuat sulit bernapas. Jumlah debu
yang banyak menyebabkan paru-paru dipenuhi cairan dan membengkak.
Tanda-tanda dari kerusakan paru-paru akibat terpapar debu antara lain:
• napas pendek, batuk-batuk, napas yang berdesah
• batuk-batuk yang mengeluarkan dahak kuning atau hijau (lender dari paru-
paru)
• sakit leher
• kulit membiru dekat kuping atau bibir
• sakit dada
• tidak ada nafsu makan
• rasa lelah
b. Air yang tercemar
Pertambangan menggunakan air dalam jumlah yang banyak dan
meninggalkan sejumlah besar limbah yang mencemari sumber-sumber air
dan orang-orang yang bergantung pada pertambangan. Walaupun semua
operasi tambang cenderung mencemari air, namun kebanyakan masalah
yang paling besar datang dari kegiatan perusahaan-perusahaan besar. Air
permukaan dan air tanah di lokasi-lokasi tambang dapat tercemar selama
bertahun-tahun kemudian. Karena air habis digunakan, lahan dapat
mengalami kekeringan dan tidak dapat digunakan untuk pertanian atau
menggembala ternak. Kerusakan jangka panjang akibat air yang
terkontaminasi akan berakhir jauh lebih lama dibanding keuntungan
ekonomis jangka pendek yang diperoleh dari kegiatan pertambangan.
c. Lahan dan tanah menjadi rusak
Rusaknya tanah akibat kegiatan pertambangan dapat menyebabkan
tanah menjadi tidak subur sehingga tanaman menjadi sulit tumbuh di
daerah tersebut. Hal ini dapat berdampak pada terjadinya kesulitan pangan
dan kelaparan.
d. Masalah-masalah sosial
Pertambangan berdampak langsung pada kesehatan, yakni ketika
orang-orang bekerja dengan kondisi yang berbahaya dan terpapar oleh
bahan-bahan kimia beracun. Di samping itu pertambangan juga berdampak
pada kondisi kesehatan melalui masalah-masalah sosial yang dibawanya.
Kota-kota dan perkampungan tambang terbentuk cepat, dengan sedikit atau
tanpa perencanaan. Hal ini biasanya menimbulkan banyak masalah. Orang
laki-laki berdatangan mencari pekerjaan di tambang, kaum perempuan
yang membutuhkan penghasilan menjadi pekerja seks, dan kombinasi ini
dapat menjadi sumber yang dapat dengan cepat menyebarkan infeksi
HIV/AIDS dan penyakit kelamin menular lainnya. Kondisi mendadak kaya
dan mendadak miskin yang dibawa oleh sektor pertambangan ini sering
diikuti oleh meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak,
perlakukan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemilik tambang
terhadap pekerja tambang dan perkelahian untuk memperebutkan hak atas
sumberdaya. Banyak warga yang terpaksa meninggalkan komunitas
mereka karena alasan kekerasan atau karena merasa tidak mungkin lagi
bisa hidup seperti saat sebelum tambang dibuka.

2.8. Penanganan Penambangan


Untuk metoda penambangan bawah tanah (underground mining) dampak
negatifnya terhadap lingkungan hidup agak terbatas. Yang perlu diperhatikan dan
diwaspadai adalah dampak pembuangan batuan samping (country rock/waste)
dan air berlumpur hasil penirisan tambang (mine drainage). Kecuali untuk
metode ambrukan (caving method) yang dapat merusak bentang alam
(landscape) atau morfologi, karena terjadinya amblesan (surface subsidence).
Metoda penambangan bawah tanah yang dapat mengurangi timbulnya gas-gas
beracun dan berbahaya adalah penambangan dengan “auger” (auger mining),
karena untuk pemberaiannya (loosening) tidak memakai bahan peledak.
Untuk menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus dilakukan
penyiraman secara teratur disepanjang jalan angkut, tempat-tempat pemuatan,
penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap tempat perpindahan
(transfer point) dan peremukan sebaiknya diberi bangunan penutup serta unit
pengisap debu.
Untuk menghindari timbulnya getaran (ground vibration) dan lemparan
batu (fly rock) yang berlebihan sebaiknya diterapkan cara-cara peledakan yang
benar, misalnya dengan menggunakan detonator tunda (millisecond delay
detonator) dan peledakan geometri (blasting geometry) yang tepat.
Lumpur dari penirisan tambang tidak boleh langsung dibuang ke badan air
(sungai, danau atau laut), tetapi harus ditampung lebih dahulu di dalam kolam-
kolam pengendapan (settling pond) atau unit pengolahan limbah (treatment
plant) terutama sekali bila badan air bebas itu dipakai untuk keperluan domestik
oleh penduduk yang bermukim disekitarnya.
Segera melaksanakan cara-cara reklamasi/ rehabilitasi/restorasi yang baik
terhadap lahan-lahan bekas penambangan. Misalnya dengan meratakan daerah-
daerah penimbunan tanah penutup atau bekas penambangan yang telah ditimbun
kembali (back filled areas) kemudian ditanami vegetasi penutup (ground cover
vegetation) yang nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi lahan
pertanian atau perkebunan. Sedangkan cekungancekungan bekas penambangan
yang berubah menjadi genangan-genangan air atau kolam-kolam besar sebaiknya
dapat diupayakan agar dapat dikembangkan pula menjadi tempat budi-daya ikan
atau tempat rekreasi.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Tempat


PT. Kaltim Prima Coal merupakan perusahaan tambang batubara yang
terletak di Kabupaten Kutai Timur yang didirikan dengan akta No 28 tanggal 8
Maret 1982 dan mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman RI sesuai
dengan Surat Keputusan No. Y.A.5/208/25 tanggal 16 Maret 1982 dan telah
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 20 Juli 1982 No 61
Tambahan Nomor 967. Sejak awal beroperasi pada tahun 1992, KPC merupakan
perusahaan modal asing (PMA) yang dimiliki oleh British Petroleum
International Ltd(BP) dan Conzinc Rio Tinto of Australia Ltd. (Rio Tinto) dengan
pembagian saham masing-masing 50%.
Berdasarkan Akta No. 9 tanggal 6 Agustus 2003 dan Bukti Pelaporan dari
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No. C-UM 02 01.12927
tertanggal 11 Agustus 2003, saham KPC dimiliki oleh BP dan Rio Tingo telah
dialihkan kepada Kalimantan Coal Ltd. Dan Sengata Holding Ltd, dan yang
selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2005, sesuai dengan Akta Notaris No 3
tanggal 18 Oktober 2005, PT. Bumi Resources Tbk telah mengakusisi saham
Kalimantan Coal Ltd dan Sengata Holding Ltd. Berdasarkan akta notaris No 34
tanggal 4 Mei 2007, pemegang saham PT Kaltim Prima Coal mengalihkan 30%
sahamnya kepada Tata Power (Mauritius) Ltd.
Berdasarkan Perjanjian Kontrak Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara (PKP2B) yang ditandatangai pada tanggal 8 April 1982, pemerintah
memberikan izin kepada KPC untuk melaksanakan eksplorasi, produksi dan
memasarkan batubara dari wilayah perjanjian sampai dengan tahun 2021.
Wilayah perjanjian PKP2B ini mencakup daerah seluas 90.938 Ha di Kabupaten
Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur.
3.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan Proyek Batu-Bara.
 Simpul 1 : Jenis dan skala kegiatan yang diduga menjadi sumber
pencemar atau biasa disebut sebagai sumber emisi B3.
Dalam hal ini adalah sumber emisi yang berasal dari kegiatan pertambangan
batu bara. Kegiatan pertambangan batu-bara yang menghasilkan sumber emisi
diantaranya adalah:
1. Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL
karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang
dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk
sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui udara, survey geofisika,
studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain, pembangunan
jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan
landasan pengeboran dan pembangunan anjungan pengeboran.
2. Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral didunia
dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya
dilakukan dengan open-pit mining, strip mining, dan quarrying, tergantung
pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali.
Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan
terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah
satu teknik tambang terbuka adalah metode strip mining (tambang bidang).
Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu
bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral
diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan
limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan
oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan
untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat
permukaan tanah.
3. Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi
Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di
dalam daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan,
akomodasi tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi
maupun kegiatan operasi dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam
kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di kawasan
tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta, kabel gantung, sistem
perpipaan atau konsentrat bijih).
Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh
kegiatan ini dapat bersifat sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor sebagai berikut :
1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber
energi.
2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta
tingkat migrasi pendatang.
3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah,
sumber air bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan
tanah yang digunakan oleh masyarakat adat.
4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja terhadap
penyakit menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.
4. Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja
Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk
kegiatan pertambangan seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk
setempat. Tenaga kerja trampil perlu didatangkan dari luar, dengan
demikian diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat besar.
Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan
lainnya sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
pendatang, sumberdaya alam akan mengalami degradasi secara cepat.
Akibatnya akan terjadi konflik sosial karena persaingan pemanfaatan
sumber daya alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali
dikaitkan dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan
air bersih, musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta
penyebaran penyakit menular.
 Simpul 2 : Media lingkungan
Media lingkungan yang ikut tercemar dikarenakan kegiatan pertambangan
batu-bara. Emisi dari simpul 1 (proyek kegiatan pertambangan batu bara)
yang dibuang ke lingkungan, kemudian menyebar secara luas di lingkungan
sesuai dengan kondisi media transportasi limbah. Emisi dari kegiatan tersebut
mencemari air, udara dan tanah.
A. Air
Dari kegiatan proyek batu bara PT. Kaltim Prima Coal berdampak pada
kondisi air di daerah pertambangan tersebut, seperti :
1. Terjadinya perubahan bentang alam dan krisis air akibat penggalian
yang luar biasa besar terhadap kerusakan bentang lahan dan kawasan air,
sungai dan laut menjadi tercemar oleh limbah tambang tangkapan air
sehingga kandungan air tanah menurun , musim kemarau, susah air dan
musim hujan, terjadi banjir.
2. Air permukaan dan air tanah di lokasi-lokasi tambang dapat tercemar
oleh logam berat kegiatan tambang batu-bara sehingga warga menjadi
kesulitan mendapatkan air.
3. Terjadinya air asam tambang.
Drainase asam tambang terjadi ketika air dan udara bercampur dengan
sulfur dari lapisan bawah tanah (sulfida) untuk membentuk cairan asam
yang melarutkan logam-logam berat dan limbah tambang beracun lainnya.
4. Dapat terjadi bencana banjir yang sangat berbahaya, dapat
menyebabkan rusak atau jebolnya bendungan penampung tailing serta
infrastruktur lainnya.
B. Udara
Dari kegiatan proyek batu bara PT. Kaltim Prima Coal berdampak pada
kondisi udara di daerah pertambangan tersebut, seperti :
1. Penambangan Batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan
dari adanya pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida
yang terlihat cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain”
(hujan Asam) dan “ground level ozone”, yaitu tipe lain dari polusi yang
dapat membuat kotor udara. Selain itu debu-debu hasil pengangkatan
batubara juga sangat berbahaya bagi kesehatan.
2. Polusi udara akibat dari flying ahses yang berbahaya bagi kesehatan
penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan.
3. Gas-gas yang terbentuk dari kegiatan batubara menghasilkan metan,
karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas lain yang akan
terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar lapisan batubara.
Yang dapat mencemari udara.
4. Gas-gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi
menjadi gas berbahaya (hazardous gas) dan gas mudah nyala
(combustible gas). Gas berbahaya adalah gas yang dapat mempengaruhi
kesehatan yang dapat menyebabkan kondisi fatal pada seseorang,
sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi menyebabkan
kebakaran dan ledakan di dalam tambang.
5. Pada tambang dalam, gas berbahaya yang sering ditemukan adalah
karbon monoksida (CO), sedangkan yang dapat muncul tapi jarang
ditemui adalah hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2), dan
nitrogen dioksida (NO2).
6. Untuk gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah
gas metan (CH4). Metan adalah gas ringan dengan berat jenis 0,558, tidak
berwarna, dan tidak berbau. Gas ini muncul secara alami di tambang
batubara bawah tanah sebagai akibat terbukanya lapisan batubara dan
batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan. Dari segi keselamatan
tambang, keberadaan metan harus selalu dikontrol terkait dengan sifatnya
yang dapat meledak. Gas metan dapat terbakar dan meledak ketika
kadarnya di udara sekitar 5-15 persen dengan ledakan paling hebat pada
saat konsentrasinya 9,5 persen pada saat terdapat sumber api yang
memicunya.
C. Tanah
Tidak hanya air dan udara yang tercemar, tanah juga mengalami
pencemaran akibat pertambangan batubara ini, yaitu:
1. Kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti contohnya
lapisan tanah tidak berprofil, terjadi bulk density (pemadatan),
kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh
logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi
mikroba tanah.
2. Terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali
yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam
yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti
Fe, Mn, SO4, Hg dan PB. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun
bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang
dengan baik.
3. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat
pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada diatasnya akan mati
4. Terjadinya erosi dan sedimentasi
5. Terjadinya gerakan tanah atau longsoran
 Simpul 3 : Pemajanan B3 ke manusia
Di lingkungan, manusia dapat menghirup udara yang tercemar, minum air
yang tercemar, makan makanan yang terkontaminasi dan dapat pula
kemasukan B3 melalui kulit yang bersal dari kegiatan pertambangan batu-
bara. Pada umumnya titik pemajanan B3 kedalam tubuh manusia melalui
pernafasan, oral (mulut) dan kulit.
Pencemaran air, tanah dan udara akibat dari kegiatan pertambangan batu-
bara ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, oral dan kulit :
1. Untuk pencemaran udara yang penyebabnya dimulai dari pembakaran
hutan untuk membuka lahan pertambangan, gas-gas yang terbentuk dari
kegiatan pertambangan batu bara sepeti metan, karbon dioksida, karbon
monoksida sampai gas –gas yang muncul di dalam tambang (gas
berbahaya dan mudah menyala) masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernapasan, terhirup oleh pekerja yang tidak menggunakan masker atau
terhirup oleh masyarakat sekitar yang beresiko, umumnya adalah
masyarakat yang daerah bermukimnya paling dekat dengan lokasi
tambang.
2. Untuk pencemaran tanah dan air dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui oral (mulut). Tanah yang tercemar berakibat terhadap tercemarnya
air tanah dan permukaan serta ditambah dengan adanya air asam tambang
mengakibatkan kualitas air menurun untuk dikonsumsi setiap harinya.
Bahan berbahaya dan beracun yang terkandung didalamnya dapat terikut
masuk melalui makanan dan minuman.
3. Debu, tumpahan bahan kimia, serpihan logam-logam berat,
panggangan sinar matahari dan radiasi dapat memapar pekerja melalui
kontak dengan kulit.
 Simpul 4 : Dampak Kesehatan
Dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan batu bara
terhadap kesehatan manusia. Akibat kontak dengan B3 atau terpajan oleh
pencemar melalui berbagai cara seperti pada simpul 3, maka dampak
kesehatan yang timbul bervariasi dari ringan, sedang, sampai berat bahkan
sampai menimbulkan kematian, tergantung dari dosis dan waktu pemajanan.
Pada pertambangan di PT. Indominco Mandiri yang mengalami paparan
dari kegiatan proyek batubara, diantaranya adalah :
 Pekerja pada pertambangan batu-bara dan
 Warga sekitar yang beresiko
Gangguan-gangguan kesehatan yang sering dialami oleh pekerja tambang
diantaranya :
g. Debu, tumpahan bahan kimia, asap-asap yang beracun, logam-logam
berat dan radiasi dapat meracuni penambang dan menyebabkan gangguan
kesehatan sepanjang hidup mereka.
h. Mengangkat peralatan berat dan bekerja dengan posisi tubuh yang
janggal dapat menyebabkan luka-luka pada tangan, kaki, dan punggung.
i. Penggunaan bor batu dan mesin-mesin vibrasi dapat menyebabkan
kerusakan pada urat syaraf serta peredaran darah, dan dapat menimbulkan
kehilangan rasa, kemudian jika ada infeksi yang sangat berbahaya seperti
gangrene, bisa mengakibatkan kematian.
j. Bunyi yang keras dan konstan dari peralatan dapat menyebabkan
masalah pendengaran, termasuk kehilangan pendengaran.
k. Jam kerja yang lama di bawah tanah dengan cahaya yang redup dapat
merusak penglihatan.
l. Bekerja di kondisi yang panas terik tanpa minum air yang cukup
dapat menyebabkan stres kepanasan. Gejala-gejala dari stres kepanasan
berupa pusing-pusing, lemah, dan detak jantung yang cepat, kehausan
yang sangat, dan jatuh pingsan.
Selain pada tenaga kerja tambang, dampak kegiatan pertambangan juag
dialami oleh warga sekitar yang beresiko, diantaranya adalah:
1. Penambangan dapat menyebabkan kecelakaan-kecelakaan yang serius
seperti kebakaran-kebakaran, ledakan-ledakan, atau lorong-lorong galian
yang rubuh yang dapat menimbulkan dampak pada orang-orang yang
bermukim di komunitas sekitar tambang. Bahkan dampak jangka
panjangnya dapat mengancam kesehatan walaupun sudah berupa tempat-
tempat bekas daerah tambang, karena orang-orang dapat terpapar limbah
tambang dan bahan-bahan kimia yang masih melekat di tanah dan di air.
2. Debu dari kegiatan tambang batubara dapat menyebabkan penyakit
paru-paru hitam (black lung diseases). Di samping itu debu dari silika
menyebabkan silikosis (silicosis). Penderita penyakit paru-paru hitam atau
silikosis memiliki resiko yang tinggi untuk mengidap penyakit lainnya
seperti: tuberkulosis (TBC), bronkitis kronis, penyakit jantung, kanker
paru-paru, radang paru-paru, asma, rematik arthritis, lupus, radang
rematik, dan sklerosis.
3. Pencemaran air membuat orang, tanaman, ikan dan hewan-hewan
menjadi sakit.
Bahkan asam sulfur Jika dicampur dengan air dan logam berat akan
membentuk drainaise asam tambang. Asam sulfur berbau seperti telur
busuk. Kontak dengan asam sulfur akan menyebabkan kulit terbakar, buta
atau bahkan kematian.
4. Pertambangan juga berdampak pada kondisi kesehatan melalui
masalah-masalah sosial yang dibawanya. Kota-kota dan perkampungan
tambang terbentuk cepat, dengan sedikit atau tanpa perencanaan. Hal ini
biasanya menimbulkan banyak masalah. Orang laki-laki berdatangan
mencari pekerjaan di tambang, kaum perempuan yang membutuhkan
penghasilan menjadi pekerja seks, dan kombinasi ini dapat menjadi
sumber yang dapat dengan cepat menyebarkan infeksi HIV/AIDS dan
penyakit kelamin menular lainnya.

3.3 Penanganan Kegiatan Pertambangan Batu-Bara


Sebelum disetujuinya pelaksanaan proyek pertambangan batu-bara, para
pengusaha harus tunduk pada hukum yang berlaku :
1. Hukum yang lebih tegas
Untuk meminimalisasi dampak negative tersebut, maka menjadi kewajiban
pemerintah unutk menegakkan hokum secara konsisten sehingga para
kontraktor yang melaksanakan kegiatan penambangan batubara dapat
melaksanakan segala ketentuan hokum yang berlaku dalam bidang
pertambangan sesuai dengan pasal 30 Undang-Undang No.11 tahun 1967
tentang Pertambangan secara tegas, yaitu :
“Apabila selesai melakukan penambangan dan galian pada suatu tempat
pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan diwajibkan
mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya
penyakit atau bahaya lainnya”.
2. Pengusaha pertambangan harus mematuhi rambu-rambu hukium yang
berlaku mengenai pertambangan
3. Adanya pengawasan secara efektif dari aparat pemerintah
Artinya tidak ada sikap ragu-ragu dari aparat pemerintah ketika melihat
pelanggaran hukum.
 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang
ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa
pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu.
Pertama pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif
(control/protective)yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk
pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah
transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang
kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko
terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).
Kedua, pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan
sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan
lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan
batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan
bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk
(breeding place).
Ketiga, pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam
kegiatan pengusahaan penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement) dan keempat pendekatan
edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk
membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi
perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara
kelestarian lingkungan. Selain itu perlu diupayakan kajian penelitian yang
lebih mendalam.
Secara Teknis dapat dilakukan :
 Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan,
agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya, diantaranya
adalah :
1. Revegetasi
 Perbaikan kondisi tanah meliputi: perbaikan ruang tubuh, pemberian
tanah pucuk dan bahan organik serta pemupukan dasar dan pemberian
kapur.
 Secara ekologi, spesies tanaman lokal dapat beradaptasi dengan iklim
setempat tetapi tidak untuk kondisi tanah. Untuk itu diperlukan
pemilihan spesies yang cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk
jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya sengon, yang telah terbukti
adaptif untuk tambang.
 Dengan penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada
lahan bekas tambang tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam
merestorasi lahan bekas tambang, maka dilakukan langkah-langkah
seperti perbaikan lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang cocok, dan
penggunaan pupuk.
 Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada
lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari persentasi daya tumbuhnya,
persentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan
akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus,
pengurangan erosi, dan fungsi sebagai filter alam
2. Penanganan Potensi Air Asam Tambang
 Pencegahan pembentukan air asam tambang dengan melokalisir sebaran
mineral sulfida sebagai bahan potensial pembentuk air asam dan
menghindarkan agar tidak terpapar pada udara bebas. Sebaran sulfida
ditutup dengan bahan impermeable antara lain lempung, serta dihindari
terjadinya proses pelarutan, baik oleh air permukaan maupun air
tanah.
 Produksi air asam sulit untuk dihentikan sama sekali, akan tetapi dapat
ditangani untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan. Air
asam diolah pada instalasi pengolah untuk menghasilkan keluaran air
yang aman untuk dibuang ke dalam badan air. Penanganan dapat
dilakukan dengan bahan penetral misalnya batu gamping, yaitu air asam
dialirkan melewati bahan penetral untuk menurunkan tingkat keasaman.
3. Pengaturan Drainase
 Drainase pada lingkungan pasca tambang dikelola secara seksama untuk
menghindari efek pelarutan sulfida logam dan bencana banjir yang
sangat berbahaya, dapat menyebabkan rusak atau jebolnya bendungan
penampung tailing serta infrastruktur lainnya.
 Kapasitas drainase harus memperhitungkan iklim jangka panjang, curah
hujan maksimum, serta banjir besar yang biasa terjadi dalam kurun
waktu tertentu baik periode waktu jangka panjang maupun pendek.
 Arah aliran yang tidak terhindarkan harus meleweti zona mengandung
sulfida logam, perlu pelapisan pada badan alur drainase menggunakan
bahan impermeabel. Hal ini untuk menghindarkan pelarutan sulfida
logam yang potensial menghasilkan air asam tambang.
4. Tataguna Lahan Pasca Tambang
Pekembangan suatu wilayah, lahan pasca tambang dapat dipergunakan
untuk pengembangan pemukiman atau kota. Lahan bekas tambang
bauksit sebagai salah satu contoh, telah diperuntukkan bagi
pengembangan kota Tanjungpinang
Untuk para pekerja tambang yang memiliki resiko paling besar terpapar,
secara khusus dapat dilakukan :
 Untuk pencemaran udara :
1. Pengusaha tambang harus menyediakan peralatan untuk mengurangi
debu di lokasi tambang. Pompakan udara segar ke dalam lubang tambang
bawah tanah. Tambang-tambang harus memiliki beberapa saluran udara
yang terbuka ke permukaan tanah. Pompa udara dan kipas angin dapat
mengalirkan udara segar masuk ke dalam dan mengeluarkan debu
tambang dan udara kotor ke luar.
2. Sediakan kran percikan air untuk mengendapkan debu agar tidak
beterbangan. Simpan air dalam tangki yang tinggi, dan pompa atau
biarkan mengalir ke lubang-lubang dan lorong-lorong tambang melalui
pipa-pipa dengan lubang kecil atau seukuran pancuran mandi. “Air asam”
yang tidak dapat diminum dapat digunakan untuk keperluan ini. Tetapi
perlu diingat bahwa penambang-penambang juga perlu banyak air minum.
3. Sediakan peralatan pemotong dan penggiling yang dilengkapi dengan
semprotan air untuk mengendapkan debu.
4. Pengusaha tambang harus menyediakan bahan dan alat untuk
melindungi para penambang dari debu tambang, seperti :
 Menyediakan batuan kapur dan selimut-selimut untuk menutup daerah
yang akan diledakkan.
 Menyediakan masker-masker yang tepat dan pastikan peralatan tersebut
diperiksa dan dibersihkan secara teratur .
 Para penambang memerlukan tempat untuk mengganti baju mereka yang
berdebu dan tempat untuk mandi sebelum meninggalkan lokasi
tambang, serta tempat lainnya untuk menyimpan pakaian bersih.
Pengusaha tambang juga harus bertanggung jawab untuk mencari cara
agar debu tambang tidak menyebar ke komunitas-komunitas di sekitar
tambang.
5. Para penambang dapat mengurangi jumlah debu tambang yang mereka
hirup dengan cara :
 Basahi dulu permukaan yang akan digali atau dibor untuk menghindari
debu beterbangan.
 Tebarkan batu kapur gerus untuk menghindari silika atau debu tambang
beterbangan di udara.
 Tutup daerah yang akan diledakkan dan digiling dengan selimut basah
atau terpal untuk mengendapkan debu. Sesudah diledakkan atau
digiling, semprot lokasi itu dengan air.
 Setelah diledakkan, biarkan debu tambang mengendap dulu sebelum
masuk ke areal tambang.
 Kenakan pakaian dan peralatan pelindung. Masker yang terbaik bagi
penambang terbuat dari karet respirator yang terpasang ketat di muka
dan berisi saringan (filter) yang dapat menyaring debu dari jenis
tambang yang Anda kerjakan. Penambang harus diberi pelatihan cara
memilih masker, menggunakannya dan memeliharanya. Jika masker
debu tidak tersedia, gunakan kain basah di sekitar mulut dan hidung
Anda, dan cuci kain setiap hari. Kacamata atau goggles (alat pelindung
mata) akan melindungi mata Anda (untuk informasi lanjut tentang
peralatan pelindung.
 Cuci tangan dan muka sebelum makan, minum, atau merokok, dan
selama bekerja serta setelah selesai bekerja.
 Cuci peralatan sesering mungkin. Jangan menepuk tas-tas yang
diselimuti debu, hal ini akan membuat debu menjadi tersebar di udara,
lebih baik dicuci saja. Jika harus ditepuk, perhatikan arah angin agar
debu menjauhi Anda. Tas kain dapat menangkap banyak debu, gunakan
tas plastik jika mungkin.
6. Untuk menghindari debu tambang masuk ke dalam rumah warga
pemukiman sekitar tambang :
 Bersihkan lantai dengan kain pel basah untuk membersihkan debu.
Menyapu lantai akan menyebabkan debu beterbangan.
 Jika di luar banyak debu, tutuplah pintu dan jendela rumah. Jika rumah
tidak ada pintu atau jendela yang dapat ditutup, gantungkan kain
penutup atau daun pisang yang lebar di pintu dan jendela.
 Untuk pencemaran air :
1. Kebocoran pada kolam penampungan limbah adalah salah satu dari
beberapa perkiraan penyebab utama pencemaran air dari pertambangan.
Maka untuk mencegah terjadinya pencemaran air, kolam penampungan
limbah harus:
 Dibangun jauh dari sumber-sumber air atau saluran pembuangan daerah-
daerah aliran sungai.
 Dilapisi untuk menghindari rembesan ke air tanah.
 Dibangun sesuai dengan standar internasional yang terbaik.
 Diawasi untuk menghindari kebocoran atau rembesan dan tumpah.
 Jika operasi tambang selesai, kolam penampungan limbah harus ditutup
dan limbah beracun dikosongkan.

 Kontribusi yang telah dilakukan oleh PT. Kaltim Prima Coal adalah :
1. Kaltim Prima Coal (KPC) mengalokasikan dana US$5 juta setiap tahun bagi
aksi corporate social responsibility (CSR) yang berbentuk tujuh program
untuk masyarakat sekitar lokasi usahanya. CSR (Corporate Social
Responsibility) merupakan bentuk “peran serta” dan “kepedulian”
perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.
2. Dari alokasi dana tadi diatas PT. Kaltim Prima Coal mengelompokkan
program pengembangan masyarakat ke dalam tujuh bidang, yaitu
pengembangan agribisnis, kesehatan dan sanitasi, pendidikan dan pelatihan,
pembangunan infrastruktur, pengembangan usaha kecil dan menengah
(UKM), pelestarian alam dan budaya, serta penguatan kapasitas masyarat dan
pemerintah. Program-program pemberdayaan masyarakat PT KPC tersebut
diarahkan kepada pengembangan sumber daya alam (SDA) yang terbarukan
serta diselaraskan dengan program pemerintah Kabupaten Kutai Timur.
3. Untuk program agribisnis, KPC membangun 300 hektare untuk penanaman
kakao. Masyarakat setempat diberikan bibit, pupuk sampai kepada pelatihan
mengenai penanaman itu.
4. Untuk program agribisnis ini juga dibuatkan kolam udang untuk masyarakat
di Desa Muara Bengalon.
5. Program agribisnis lainnya adalah membangun perkebunan pisang dan
peternakan ayam di Kampung Kabo.
6. KPC juga memberikan kredit mikro kepada masyarakat Bengalon dengan
total peminjam tak kurang dari 700 orang.
7. Pembangunan infrastruktur telah dilakukan program irigasi di Desa Sepaso,
dan pembangunan jalan.
8. Masyarakat setempat juga dimanjakan dengan fasilitas olah raga berupa
pembuatan lapangan sepakbola.
Sampai saat ini program CSR yang telah dijalankan oleh PT. Kaltim
Prima Coal belum sepenuhnya efektif, karena secara keseluruhan masih terdapat
beberapa variable dibawah rata-rata kesenjangan. Ini mengidikasikan bahwa
masyarakat sebagai penerima manfaat masih belum puas dengan kinerja
program CSR yang telah dijalankan pihak PT. Kaltim Prima Coal, sehingga
kinerja program CSR harus lebih ditingkatkan lagi.
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 PT. Kaltim Prima Coal merupakan perusahaan tambang batubara yang terletak
di Kabupaten Kutai Timur yang didirikan dengan akta No 28 tanggal 8 Maret
1982. KPC merupakan perusahaan modal asing (PMA) yang dimiliki oleh
British Petroleum International Ltd(BP) dan Conzinc Rio Tinto of Australia
Ltd. (Rio Tinto) dengan pembagian saham masing-masing 50% dengan luas
90.938 Ha.
 Paradigma kesehatan lingkungan daerah pertambangan PT. Kaltim Prima
Coal adalah simpul 1, simpul 2, simpul 3 dan simpul 4.
 Penanganan dampak dan akibat dari kegiatan pertambangan batu-bara
dilakukan secara umum dan khusus oleh PT. kaltim Prima Coal.
5.2 Saran
Sebaiknya para pengusaha pertambangan batu bara lebih memperhatikan dan
menganalisis dampak lingkungan akibat adanya kegiatan pertambangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Potensi Bahaya Tambang Batubara Bawah Tanah.


http://www.kamusilmiah.com Tanggal akses 07 Mei 2010.

Bilad, M. Roil . 2010. Dampak Lingkungan Penggunaan Batubara Sebagai Bahan


Bakar Pengomprongan Tembakau Virginia. http://www.sasak.org. Tanggal
akses 07 Mei 2010.

Dwi.2009. Analisa CSR pada PT. Kaltim Prima Coal.


(http://fotodeka.wordpress.com/, 7 Mei 2010)

Fiyanto, Arif. 2008. Pembangunan PLTU 10.000 MW : Solusi Keliru Pemerintah


dalam Mengatasi Krisis Listrik. http://mentarikalahari.wordpress.com.
Tanggal akses 07 Mei 2010.
Hendry. 2009. Bahan Galian Batubara. http://mangkutak.wordpress.com Tanggal
akses 07 Mei 2010.

Nugroho, Sudarmanto Budi. 2009. Pengaruh Kegiatan Penambangan Batubara


Terhadap Kualitas Udara Ambien. http://docs.google.com Tanggal akses 07
Mei 2010.

Uliyah, Luluk. 2010. Awas, Pertambangan Batubara Sumber Krisis Air Kalimantan
Terkini. http://borneo2020.org. Tanggal akses 07 Mei 2010.

Wijanto, Sigit.___. LIMBAH B3 DAN KESEHATAN.(http://limbah.pdf.com , 7 Mei


2010)

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)


“TAMBANG BATU BARA DI PT. KALTIM PRIMA COAL”

Disusun Oleh :
Endang Warsini (07.1101.5153.10)
Mega Puspitasari (07.1101.5059.10)
Nicken F. Putri (07.1101.5051.10)
Nur Rima Wardah (07.1101.5155.10)
Ridho Alfajri (07.1101.5003.10)
Ulinuha Setya D (07.1101.5077.10)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2010

You might also like