Professional Documents
Culture Documents
dari suatu sistem hukum tertentu disebut: sachnormverweisung. ( Hukum intern saja >
hukum asing ).
2. Penunjukkan lebih lanjut ( minimal 3 hukum asing ). Yaitu kaedah HPI asing yang
telah ditunjuk oleh lex fori bisa menunjuk kembali ke arah lex fori tapi menunjuk lebih
Asas-asas HPI
1. Lex Rei Sitae ( Lex Situs ): hukum yang berlaku atas suatu benda adalah hukum dari
tempat dimana benda itu terletak atau berada → bias benda bergerak, berwujud, atau tak
berwujud.
2. Lex Loci Contractus: terhadap perjanjian yang bersifat HPI berlaku kaidah hukum dari
3. Lex Loci Solutionis: hukum yang berlaku adalah tempat dimana isi perjanjian
dilaksanakan.
4. Lex Loci Celebrationis: hukum yang berlaku bagi sebuah perkawinan adalah sesuai
permanent home.
6. Lex Patriae: hukum yang berlaku adalah dari tempat seseorang berkewarganegaraan.
7. Lex Loci Forum: hukum yang berlaku adalah tempat perbuatan resmi dilakukan.
Perbuatan resmi adalah pendaftaran tanah, kapal dan gugatan perkara itu diajukan dan
8. Asas choice of law ( pilihan hukum ): hukum yang berlaku adalah hukum yang dipilih
jauh (renvoi)
Fakta
dari instansi rusia maupun dari instansi swiss apakah perkawinan mereka
diperbolehkan. Kedua instansi ini baik dari rusia maupun dari swiss, tidak melihat
berlaku lex loci celebrations). Sedangkan menurut ketentuan HPI (ekstern) swiss,
yang dilakukan di luar negri menurut hokum yang berlaku disana dianggap sah
menurt hokum swiss. Menurut hokum intern swiss perkawinan antara seorang
tidak dilarang
• Dengan demikian akan berlaku hokum rusia yang tidak mengenal larangan
perkawinan antara paman dengan saudara sepupunya Ini , maka perkawinan yang
bersangkutan baik menurut hk rusia maupun menurut HPI rusia dan HPI swiss sah
adanya
• Kemudian para mempelai pindah ke humburg (jerman), disini timbul percekcokan
Jawaban
pengadilan jerman karena sesuai dengan prinsip actor sequitor forum rei
dalam kasus ini yang merupakan titik taut primer harus dilihat/ditinjau dari
hamburg perkara ini adalah perkara HPI karena ada unsure asingnya yaitu pihak
2. Titik taut sekunder dan Renvoi. Sesuai dengan prinsip jerman yang
yang menganut prinsip domisili merenvoi lagi ke /penunjukan lebih jauh ke rusia
Contoh renvoi
apakah ia sudah dewasa atau belum, atau dia hendak menikah, maka menurut HPI
lain perkataan kaidah HPI Indonesia menunjuk kepada hokum Inggris dan hokum
yang harus dipakai untuk status personil yaitu domisili dari seseorang. Dalam hal
asalah renvoi timbul karena adanya aneka warna sistem HPI yang berbeda pada
Masalah renvoi juga memiliki hubungan yang erat dengan persoalan kwalifikasi.
Adapun pertanyaan yang timbul kemudian adalah “Apakah HPI itu merupakan
hukum yang sifatnya supra nasional atau yang nasional?”. Jika dianggap sebagai
hukum yang sifatnya supra nasional, maka renvoi tidak dapat digunakan karena
kaidah HPI semacam itu memiliki kekuatan hukum yang tidak menghiraukan
kaidah HPI semacam ini berasal dari tata tertib hukum yang lebih tinggi daripada
tata tertib pembuat undang-undang nasional, maka HPI yang bersifat supra
Berkenaan dengan renvoi, tidak semua penulis setuju dengan adanya renvoi
Hal ini didasarkan pada suatu penunjukan kembali secara terus menerus, maka
yang ada adalah suatu permasalahan yang menggantung karena tidak ada pihak
yang mau menanganinya dan terus saling melakukan suatu penunjukkan kembali.
Pendapat kalangan penulis yang menolak renvoi ini lantas dibantah oleh pihak
yang pro renvoi dengan alasan bahwa baik yang menerima atau yang menolak
adanya suatu penujukkan tiada akhir melainkan hanya ada satu kali renvoi/
penujukkan kembali.
Menurut pandangan yang kontra dengan renvoi, menurut Cheshire dan Meyers,
dengan adanya suatu renvoi, maka seolah-olah kaidah-kaidah hakim itu sendiri
yang dikorbankan terhadap seuatu hukum asing yang kemudian dianggap berlaku.
Sementara itu, pendapat ini dibantah dengan alasan kaidah yang digunakan oleh
hakim itu bukan dari sembarang kaidah negara asing, dengan arti hanya sebatas
kaidah HPI saja dimana yang menunjuk penggunaannya adalah sang hakim itu
sendiri sehingga secara tidak langsung, yang berlaku adalah HPI negaranya
sendiri dan bukan HPI dari negara asing.
Jika renvoi diterima, maka yang ada kemudian adalah penyelesaian HPI itu yang
samar-samar, tidak kokoh dan tidak stabil sebagai hukum. Akan tetapi menurut
kubu yang pro renvoi mangatakan bahwa justru jika tidak ada renvoi, maka yang
Sementara itu, alasan-alasan yang digunakan oleh para penulis yang pro dengan
Jika sebuah renvoi itu diterima, maka hukum intern sendiri dari sang hakim yang
akan digunakan dan tentunya hal ini akan memberikan keuntungan praktis bagi
hakim.
Justru dengan adanya renvoi, chauvinisme juridis dapat dihindari dan merupakan
suatu penghormatan pada hukum asing yang bertautan dengan kasus yang ada.
Untuk menghindari adanya ketidak pastian hukum dalam bentuk keputusan yan
berbeda-beda atas perkara yang sama pada dua sistem hukum yang terkait.
Dari hal-hal yang telah disampaikan sebelumnya di atas perihal pro dan kontra
pada renvoi, kita mendapati bahwa yang digunakan dalam menilai masalah renvoi
ini adalah logika. Kita harus dapat melihatnya berdasarkan pada hukum positif
dimana renvoi dipandang sebagai suatu bentuk dari apa yang dinamakan dengan
Indonesia, renvoi diterima dalam kaidah hukum positif Indonesia secara nyata
yang tercantum secara tidak langsung dalam pasal 16 sampai 18 AB.
sebagai berikut:
dan domisili yang lantas ditindak lanjuti pada tanggal 15 Juni 1955 dengan
Pasal 1 mengatur bahwa apabila suatu negara di mana orang yang dipersoalkan
orang itu memakai sistem domisili, maka tiap negara peserta menggunakan
Persetujuan itu dilakukan antara negara Belgia, Belanda dan Luxemburg. Dalam
pasal 1-nya ditentukan bahwa renvoi tidak dapat diterima. Jika tidak ditentukan
berlainan, maka dalam persetujuan tersebut diartikan dengan istilah hukum intern