You are on page 1of 96

INFORMASI PUBLIK DAN KEBEBASAN PERS

21 PERTANYAAN TENTANG
UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
UNTUK WARTAWAN

Penulis
Agus Sudibyo
INFORMASI PUBLIK
DAN
KEBEBASAN PERS
21 PERTANYAAN
TENTANG UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
UNTUK WARTAWAN
INFORMASI PUBLIK
DAN
KEBEBASAN PERS

21 PERTANYAAN
TENTANG UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
UNTUK WARTAWAN

Penulis:
Agus Sudibyo

Diterbitkan oleh
Yayasan SET atas dukungan USAID/DRSP
Diterbitkan oleh:

Yayasan SET
Jl. Danau Jempang B III No. 81 Bendungan Hilir
Jakarta Pusat.
Telp. (021) 5738679 Fax (021) 57974104

Bekerjasama dengan:

USAID-Democratic Reform Support Program (DRSP)


Indonesia Stock Exchange Building Tower II,
20th floor, suite 2002
Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190
Telp. (021) 5152541 Fax. (021) 5152542
http://www.drsp-usaid.org

Desain sampul dan lay out: Maulana Muhammad


Ilustrasi sampul dan isi: Ifoed
Daftar Isi

Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii

BAGIAN 1
Kasus-Kasus yang Menunjukkan Signifikansi UU KIP
dalam Menunjang Kerja-Kerja Investigatif . . . . . . . . . . . . . . 1

BAGIAN 2
21 Pertanyaan tentang UU Keterbukaan Informasi Publik
untuk Wartawan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

LAMPIRAN
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik. . . . . . . . . . . 31
KATA PENGANTAR

Sejarah telah dicatat Indonesia tahun 2008, dengan menempatkan


diri sebagai negara kelima di Asia, dan ke-76 di dunia yang secara
resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. April
2008, DPR mengesahkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP). Indonesia sejajar dengan India, Jepang, Thailand
dan Nepal dalam hal pelembagaan kerangka hukum bagi pemenuhan
hak-hak publik untuk mengakses proses-proses penyelenggaraan
pemerintahan. Cukup membanggakan dan dapat mengangkat citra
Indonesia terkait dengan isu pemberantasan korupsi, transparansi,
dan kebebasan pers.

UU KIP secara cukup memadahi mengatur kewajiban badan atau


pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka
kepada masyarakat. Kewajiban untuk memberikan informasi,
dokumen dan data diintegrasikan sebagai bagian dari fungsi
birokrasi pemerintahan, diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas
untuk pelanggarannya. UU KIP juga mengatur klasifikasi informasi
sedemikian rupa sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum
tentang informasi-informasi yang wajib dibuka kepada publik, dan
yang bisa dikecualikan dengan alasan tertentu. Secara teoritis UU
KIP memberikan solusi bagi kalangan jurnalis, peneliti, dan
masyarakat yang selama ini menghadapi klaim rahasia negara atau
rahasia instansi ketika mengakses dokumen-dokumen badan publik.

Persoalannya kemudian, melaksanakan suatu undang-undang bisa


jadi lebih kompleks dan problematik daripada saat
memperjuangkannya. Oleh karenanya, mensosialisasikan dan
memberi penjelasan secara komprehensif tentang duduk-perkara
suatu undang-undang kepada masyarakat mutlak dilakukan. Dalam
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

konteks inilah buku sederhana ini diterbitkan. UU KIP harus


disosialisasikan kepada masyarakat dengan segera, dengan berbagai
metode dan penekanan yang berbeda, agar terbentuk pemahaman
yang komprehensif serta kebutuhan praktis terhadap kegunaan UU
KIP di kalangan masyarakat dengan kepentingan yang berbeda-
beda. Sosialisasi juga sangat mendesak agar UU KIP dapat
menghindari kelemahan beberapa undang-undang yang bahkan
belum benar-benar diketahui publik, meskipun sudah beberapa
tahun diundangkan.

Buku ini ingin menjelaskan urgensi UU KIP bagi komunitas pers. Di


dalamnya dijelaskan aspek-aspek penting UU KIP dalam
hubungannya dengan kebutuhan yang muncul pada kerja-kerja
jurnalistik. Mengapa UU KIP perlu dijelaskan secara komprehensif
kepada wartawan? Karena wartawan adalah profesi yang bertujuan
untuk mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi-informasi
publik. Wartawan adalah profesi yang hampir setiap saat berurusan
dengan akses informasi ke badan-badan publik dan paling sering
berhadapan dengan klaim-klaim rahasia negara, rahasia jabatan,
rahasia instansi dari pejabat publik. Dalam menjalankan tugasnya,
wartawan belum sepenuhnya dilindungi oleh kerangka hukum yang
kuat, yang mampu menjamin hak-hak wartawan dalam mencari,
mengolah dan menyebarluaskan informasi-informasi publik. Suatu
aspek yang berusaha diatasi oleh UU KIP.

Buku ini berusaha menjelaskan hubungan antara kebebasan


informasi dan kebebasan pers. Bahwa tujuan pelembagaan prinsip-
prinsip kebebasan informasi adalah pembentukan dan penguatan
good and clean governance yang dengan sendirinya mensyaratkan
pers yang bebas, independen dan profesional. Bahwa hak wartawan
atas informasi adalah bagian integral dari hak publik atas informasi.
Bahwa keterbukaan informasi tidak akan mengurangi fungsi-fungsi
sosial media, tetapi justru menguatkannya dengan pelembagaan
akses informasi yang terbuka.

viii
Kata Pengantar

Buku ini juga menjelaskan bagaimana koeksistensi antara UU KIP


dan UU Pers. Bahwa dengan melembagakan hak-hak publik untuk
mengakses informasi-informasi penyelenggaraan pemerintahan, UU
KIP sesungguhnya mencoba mengatur hal-hal fundamental yang
belum diatur secara komprehensif dalam UU Pers: kewajiban pejabat
publik untuk memberikan informasi publik, sanksi yang tegas untuk
pejabat publik yang menolak permintaan informasi publik,
mekanisme pemberian informasi yang mencakup: jangka waktu
pemberian informasi, biaya akses, petugas pelayanan informasi,
klasifikasi informasi, dan jenis-jenis medium penyampaian informasi
publik.

Pengalaman berbagai negara menunjukkan, wartawan adalah unsur


publik yang paling akfif menggunakan UU KIP ( freedom of
information act) dalam aktivitas kerja mereka. Oleh karena itu,
kalangan wartawan perlu secara lebih teliti mempelajari aspek-aspek
dalam UU KIP. Hal ini semakin urgens di negara seperti Indonesia
di mana kondisi-kondisi yang mengarah kepada rejim kerahasiaan
negara masih cukup dominan berbagai struktur kekuasaan, bahkan
belakangan juga tercermin dalam beberapa program legislasi
undang-undang.

Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA


Ketua Dewan Pers

ix
Bagian 1

KASUS-KASUS YANG MENUNJUKKAN


SIGNIFIKANSI UU KIP
DALAM MENUNJANG KERJA-KERJA INVESTIGATIF

1. The Guardian Mengungkap Skandal Suap Pembelian Tank


Scorpion oleh Pemerintah Indonesia1

Desember 2004, surat kabar The Guardian di Inggris menampilkan


laporan tentang proyek pembelian 100 unit tank Scorpion oleh
pemerintah Indonesia pada 1994 sampai 1996. Dalam laporan ini
terungkap bahwa, Siti Hardijanti Rukmana menerima suap 16,5 juta
pound dari Alvis Vehicle Limited, perusahaan pembuat tank Scorpion
berbasis di Coventry, Inggris.

Ikhwal mula terungkapnya skandal ini adalah gugatan Chan U Seek,


seorang warga Singapura yang merasa diperdaya oleh Alvis Vehicle
Limited. Chan adalah Direktur Avimo Singapore. Chan merasa
perusahaannya mempunyai andil atas terjualnya 100 unit tank
Scorpion ke Indonesia itu. Total kontrak penjualan itu sebesar 160
juta poundsterling (sekitar Rp 2,8 triliun). Sebagai konsultan Alvis
dalam proyek tersebut, Chan menuntut jatah komisi sebesar 6 juta
pound. Namun hingga delapan tahun kemudian, tuntutan itu tak
juga dipenuhi. Maka Chan menggugat Alvis ke pengadilan. Namun
1
Majalah Tempo, 43/XXXIII 20 Desember 2004
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

setelah melalui proses persidangan yang rumit, kedua belah pihak


memilih bersepakat damai awal Desember 2004.

Akan tetapi, bagi The Guardian masalah tak berhenti di sini. Ada
aspek lain yang tak kalah menarik dan tak kalah penting yang belum
terungkap dalam kasus tersebut. Dalam laporannya, The Guardian
mencium banyak hal yang tak patut di balik penjualan senjata itu.
Pertama, dalam kontrak ada perjanjian, disepakati bahwa tank Scor-
pion tak boleh digunakan untuk menumpas pemberontakan dalam
negeri di Indonesia. Namun, sebagaimana juga telah diprotes oleh
Campaign Against Arm Trade (CAAT) yang berpusat di London,
terbukti bahwa rejim Orde Baru Indonesia telah menggunakan tank
Scorpion dalam konflik bersenjata di Timor Timur. Tahun 2003, tank
Scorpion juga digunakan dalam operasi militer di Aceh.

Kedua, fakta yang tak kalah menghebohkan lagi, Alvis Vehicle Lim-
ited memberikan komisi yang secara halus disebut “insentif” sebesar
16,5 juta poundsterling (Rp 291 miliar) kepada Siti Hardijanti
Rukmana. Putri sulung bekas presiden Soeharto itu berperan besar
dalam mengegolkan dana pemerintah Indonesia untuk proyek
tersebut.

Fakta yang perlu digarisbawahi di sini adalah, “senjata” yang


digunakan The Guardian untuk mengungkapkan skandal pembelian
tank Scorpion itu adalah “hak publik atas informasi”. Dengan “hak
publik atas informasi”, The Guardian berhasil memaksa pengadilan
untuk membuka dokumen-dokumen dan keterangan saksi dalam
perkara antara Chan U Seek versus Alvis Vehicle Limited.
Terungkapnya skandal pembelian tank Scorpion membuktikan
efektivitas The Freedom of Information Act untuk membantu fungsi-
fungsi jurnalistik, terutama sekali jurnalisme investigatif, dalam
mengungkapkan fakta dan kebenaran.

2
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

2. Pentagon Papers, Kebohongan Perang Vietnam, dan Hak Media


Mengungkap Fakta2

Pada 17 Juni 1967 Menteri Pertahanan AS, Robert Mc. Namara


memerintahkan penyusunan dokumen tentang peran Amerika
Serikat dalam perang Vietnam, untuk meneliti bagaimana dan
mengapa AS terlibat dalam perang tersebut. Penyusun dokumen
berjumlah 36 orang dari unsur sipil dan militer. Mereka mendapat
akses penuh ke semua dokumen di Pentagon, Departemen Luar
Negeri, dan CIA, namun dilarang mewawancarai siapapun guna
menjaga segala permasalahan dalam arsip.

Minggu, 13 Juni 1971 New York Times memuat bocoran dokumen


Pentagon itu dengan head line “Vietnam Archive: Pentagon Study
Traces 3 Decades of Growing U.S. Involvement”. Pada saat itu
pemerintah Nixon secara militer masih terlibat di Asia Tenggara
khususnya Kamboja, meskipun tidak terlibat secara teknis di
Vietnam. Jaksa Agung John Mitchell kemudian memerintahkan
penghentian pemuatan dokumen yang kemudian terkenal dengan
Pentagon Papers itu. Times menolak, bahkan menerbitkan edisi
kedua. Langkah Times juga diikuti media-media lain. Pemerintahan
Presiden Nixon menganggap dokumen itu sebagai dokumen
pertahanan yang telah diklasifikasi (dirahasiakan). Departemen
Kehakiman melalui telegram juga memerintahkan Times
menghentikan publikasi dan mengembalikan dokumen yang
pengungkapannya “dapat mengakibatkan kehancuran negara secara
segera dan tidak dapat dipulihkan, kematian langsung terhadap
para tahanan perang AS, memperpanjang perang, menegangkan
hubungan dengan sekutunya, dan menghalangi negosiasi dengan
para musuhnya”. Penerbitan itu juga dianggap melanggar Espionage
Act. Times tetap menolak dan terus menerbitkan edisi ketiga.

2
Lihat Wishnu Basuki, Pers dan Penguasa: Pembocoran Pentagon Papers dan
Pengungkapan oleh New York Times, Pustaka Sinar Harapan, 1995.

3
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Pada 18 Juni 1971, Washington Post juga memuat serial artikel


bocoran Pentagon Papers. Langkah ini kemudian diikuti beberapa
suratkabar lain seperti Boston Globe (22 Juni 1971), Chicago Sun-
Times serta 8 dari 11 suratkabar kelompok Knight (the Knight group)
(23 Juni 1971), dan St. Louis Post-Dispatch (25 Juni 1971). Times,
Post dan suratkabar lainnya beralasan bahwa penyebaran informasi
semacam itu merupakan kepentingan publik dan tidak
membahayakan keamanan negara.

Karena Times tetap menolak untuk mengembalikan Pentagon Papers


dan justru bersikeras menerbitkan edisi ketiganya, Departemen
Kehakiman mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Distrik
Federal di Foley Square, New York. Tanggal 15 Juni 1971 hakim
Murray I. Gurfein mengeluarkan perintah pengekangan sementara
( temporary restraining order ), memaksa Times berhenti
mempublikasikan dokumen itu. Pertama kali dalam sejarah AS,
pemerintah federal menghentikan suatu publikasi pers. Keputusan
ini terbukti lemah ketika seorang reporter dapat menunjukkan bahwa
dokumen yang dianggap rahasia negara itu ternyata pernah
diterbitkan oleh pemerintah secara resmi. Pada 19 Juni 1971, hakim
Gurfein menolak memutuskan perintah pengekangan permanen
karena pemerintah dinilai gagal membuktikan tuntutannya, dan
hanya menyembunyikan suatu dokumen atas dasar rasa malu
(embarrassment ). Namun hakim Gurfein tetap memberlakukan
perintah pengekangan sementara kepada Times . Pemerintah naik
banding ke Pengadilan Banding di New York. Pengadilan Banding
memutuskan perintah prior restraining order untuk menghindari
keterancaman negara. Akhirnya Times mengajukan kasasi Mahkamah
Agung.

Pada sisi lain, Departemen Kehakiman juga menuntut serial


reportase Pentagon Papers oleh Post. Kasus ini dibawa ke pengadilan
Distrik Federal di District of Columbia. Hakim Pengadilan Distrik
Gerhard A. Gesell menyetujui penerbitan dokumen tersebut. Gesell
menegaskan, pelanggaran Espionage Act yang dituduhkan

4
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

pemerintah kepada Post tidak masuk akal. Espionage Act hanya


mengatur masalah kriminal dan bukan untuk prior restraint terhadap
penerbitan media. Post tetap boleh melanjutkan penerbitan
Pentagon Papers . Pemerintah naik banding. Pengadilan Banding
kemudian memutuskan mendukung keputusan Gesell yang berarti
memenangkan pihak Post. Tetapi Post diperintahkan untuk tidak
menerbitkan dokumen Pentagon itu. Departemen Kehakiman
kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Di Mahkamah Agung kasus Times dan Post, dijadikan satu dan


ditangani bersama dengan nama New York Times v. United States.
Pada 30 Juni 1971 Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan per
curiam (pendapat terpisah) dengan 6 banding 3 yang
memenangkan Times dan Post, dan mengizinkan kedua media ini
melanjutkan penerbitan Pentagon Papers . Mahkamah Agung
berdalih, pemerintah tidak dapat membuktikan bahwa publikasi
Pentagon Papers dapat membahayakan keamanan Negara, maka
perintah prior restraint terhadap Times dan Post tidak dapat
dibenarkan. Pemerintah terlalu berhati-hati dalam mengklasifikasi
dokumen itu sebagai top secret, dan publikasi atas dokumen itu
tidak membahayakan keamanan Negara.

Pengadilan Amerika memutuskan Pentagon Papers dapat (bahkan


harus) dipublikasikan karena rakyat berhak mengetahui apa yang
tertulis di dalam dokumen publik yang bersangkutan langsung
dengan kepentingan publik. Pentagon Papers adalah dokumen
negara yang penting yang menjelaskan segala kebijakan pemerintah
Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Bukankah telah banyak
pengorbanan rakyat Amerika Serikat yang telah dilakukan selama
perang Vietnam? Pengungkapan dokumen itu penting agar
Pemerintah Amerika Serikat menghentikan penyimpangan
penggunaan kekuasaan dalam Perang Vietnam.

Dari pengungkapan Pentagon Papers, publik Amerika mengetahui


bahwa pemerintahan presiden Harry Truman, Dwight Eisenhower,

5
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

John Kennedy dan Lyndon Johnson sering menyembunyikan


keputusan militer dan politik yang vital dari pengetahuan publik,
bahkan Konggres. Para juru bicara pemerintah sering memberikan
pernyataan yang menyimpang dan tidak benar. Usaha untuk
menyembunyikan Pentagon Papers, sebagaimana diputuskan oleh
Mahkamah Agung, ternyata tidak benar-benar didasari oleh
pertimbangan menjaga kepentingan keamanan negara, tetapi lebih
untuk menutupi kesalahan dan kelemahan pemerintah dalam
mengambil keputusan terkait dengan Perang Vietnam. Lebih spesifik
lagi, penyembunyian Pentagon Papers lebih untuk menutupi rasa
malu pemerintahan (Kennedy, Johnson, Nixon) yang telah
mengambil kebijakan yang salah dan tanpa sepengetahuan publik
dalam Perang Vietnam. Persoalannya kemudian, hukum di Amerika
Serikat tidak mengizinkan penyembunyian atau pengklasifikasian
informasi semata-mata untuk menyelamatkan pejabat atau instansi
dari rasa malu di hadapan publik.

3. Harian The Herald Company Menggugat Transparansi Pemilihan


Pejabat Kota Bay City3

Februari 1996, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Bay City (The Bay
City Fire Chief) negara bagian Michigan Amerika Serikat pensiun.
Menurut ketentuan pemerintah kota, pemangku jabatan ini harus
diangkat oleh Komisi Kota ( The Bay City Commission ) atas
rekomendasi Kepala Penyelenggara Kota (City Manager) yang saat
itu dijabat Bruce McCandless. Dari 34 pelamar untuk jabatan
tersebut, kemudian dilakukan seleksi hingga akhirnya terpilih 7
kandidat. Tanggal 6 Mei 1996, editor harian The Herald Company
mengajukan permohonan berdasarkan Freedom of Information Act
kepada pemerintah kota Bay City untuk membuka kepada publik
nama-nama, jabatan terakhir, kota asal, dan usia dari 7 kandidat

3
Wishnu Basuki, “Kebebasan Informasi di Amerika Serikat”, dalam Aa Sudirman
dan Josi Khatarina (ed.), Kebebasan Informasi di Beberapa Negara, Koalisi
Untuk Kebebasan Informasi dan Friedrich Abert Stiftung, 2002, hlm. 25-26.

6
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

tersebut. Tanggal 13 Mei 1996, pemerintah kota Bay City menolak


permintaan The Herald Company. Lalu tanggal 16 Mei 1996 tiba-
tiba McCandless mengirim surat ke Komisi Kota Bay City yang isinya
merekomendasikan satu kandidat, yaitu Gary Mueller untuk jabatan
Kepala Dinas Kebakaran. Pada 13 Juni 1996, Komisi Kota Bay City
mengangkat Gary Mueller sebagai Kepala Dinas Kebakaran.

The Herald Company menggugat pemerintah Bay City ke pengadilan


negeri dengan tuduhan melanggar Freedom of Information Act.
Undang-Undang ini menjamin hak publik atas informasi, termasuk
informasi tentang kandidat-kandidat pemangku jabatan strategis
tertentu dalam struktur pemerintahan. Pengadilan Negeri Bay City
kemudian memutuskan gugatan The Herald Company mengandung
cacat hukum dan melihat kemungkinan lain bahwa informasi yang
diminta tersebut memang jenis informasi dikecualikan untuk tidak
dibuka kepada publik. The Herald Company mengajukan banding
dan Pengadilan Banding menggugurkan putusan Pengadilan Negeri
Bay City. Mudah diduga, Pemerintah Bay City mengajukan banding
ke Mahkamah Agung Michigan. Mahkamah Agung Michigan
kemudian menyimpulkan bahwa pengumuman data-data tentang
7 kandidat Kepala Dinas Kebakaran kota merupakan informasi publik.
Mahkmah Agung menyimpulkan, pemerintah Bay City harus
membuka data tersebut sebagai bagian dari fasilitasi akses
masyarakat ke informasi-informasi tata-kelola pemerintahan kota.
Dengan merujuk kepada Freedom of Information Act, Mahkamah
Agung Michigan telah memperteguh hak media atas informasi,
sebagai bagian integral dari hak publik atas informasi.

4. Citizen Ombudsman Mengungkap Penyelewengan Budget


Jamuan Makan Pejabat Pemda di Jepang4

Citizen Ombudsman adalah sebuah LSM di Jepang yang memiliki


jaringan luas di setiap propinsi di Jepang. Pada tahun 1995, setelah
4
Josi Khatarina, “Kebebasan Informasi di Jepang,” dalam Aa Sudirman dan Josi
Khatarina (ed.), Kebebasan Informasi di Beberapa Negara , Koalisi Untuk
Kebebasan Informasi dan Friedrich Abert Stiftung, 2002, hlm. 71-72.

7
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

beberapa Pemda mengakui hak atas informasi, Citizen Ombudsman


dan jaringannya secara serentak meminta informasi tentang budget
pembelian makanan oleh Pemda-Pemda di Jepang. Di negeri sakura
ini, memang dikenal alokasi dana resmi untuk pembelian makanan
kecil untuk rapat internal, makan malam bagi staff yang lembur.
Citizen Ombudsman ingin melihat sejauh mana budget tersebut telah
digunakan sebagaimana mestinya. Maka permintaan informasi pun
diajukan kepada biro sekretariat umum dan biro keuangan di 47
Pemda yang sudah melembagakan prinsip keterbukaan informasi
publik. Berkat regulasi tentang keterbukaan informasi, Citizen
Ombudsman memperoleh akses terhadap data lengkap pengeluaran
biaya resmi untuk keperluan jamuan makan 47 Pemda di Jepang,
termasuk kuitansi-kuitansinya.

Sangat mengejutkan bahwa data tersebut menunjukkan, banyak


dana jamuan makan yang dipergunakan untuk keperluan di luar
alokasi yang semestinya. Dana tersebut ternyata digunakan juga
untuk menjamu pejabat pemerintah pusat yang sedang berkunjung,
pejabat Pemda lainnya, juga anggota DPR/DPRD. Analisis Citizen
Ombudsman menunjukkan, jamuan-jamuan yang tidak semestinya
itu telah berulang-ulang terjadi dalam beberapa tahun di 47 Pemda
di Jepang. Ditemukan banyak kuitansi yang ditulis orang yang
sama di hari yang sama untuk jamuan yang berbeda. Lebih
menjengkelkan lagi, pejabat pemerintah pusat tidak mengakui
keikutsertaannya dalam jamuan-jamuan makan yang menguras
uang negara tersebut.

Berkat jaminan hak atas informasi, Citizen Ombudsman juga


memperoleh dokumen-dokumen yang menunjukkan bahwa badan
audit yang secara resmi ditunjuk melakukan audit keuangan Pemda
juga melakukan praktek korupsi. Auditor resmi itu memasukkan
ternyata lebih banyak satu orang dari yang sebenarnya hadir.
Berdasarkan kenyataan tersebut dibentuk satu badan audit
independen yang khusus memeriksa kasus-kasus dana jamuan
makan di seluruh wilayah Jepang.

8
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

Advokasi Citizen Ombudsman dan jaringannya ini bukan hanya


berhasil membuka jalan bagi penyelamatan dana publik, tetapi juga
berhasil mengubah kebijakan administratif. Jika tahun 2005, 47
Pemda mengeluarkan rata-rata 23,6 miliar yen (sekitar Rp 2,832
triliun) untuk biaya jamuan makan, maka pada tahun 2007, terjadi
perubahan pola jamuan makan dengan penghematan sebesar 58-
84,2 persen pada biaya jamuan makan itu, atau kira-kira
penghematan 12 miliar yen (Rp 1,44 triliun) setiap propinsi.

5. Masyarakat Mengungkap Penyimpangan Biaya Perjalanan


Anggota DPRD di Jepang5

Sebagaimana lazim terjadi di Indonesia, masyarakat Jepang juga


pernah dihadapkan pada kontroversi tentang kunjungan pejabat
ke luar negeri atau ke luar daerah. Pada suatu ketika, dengan
memanfaatkan jaminan hukum terhadap hak publik atas informasi,
masyarakat Jepang menuntut transparansi biaya perjalanan pejabat
DPRD. Setelah informasi didapatkan, terungkap penyimpangan
penggunaan dana publik untuk kunjungan-kunjungan para pejabat
itu. Terungkapnya penyimpangan ini tak lepas dari rasa ingin tahu
masyarakat terhadap dana perjalanan anggota DPRD Tokyo ke Roma
pada tahun 1996 untuk menandatangani perjanjian persahabatan
antara pemerintah Roma dan pemerintah Tokyo.

DPRD sesungguhnya tidak termasuk lembaga publik yang


diwajibkan membuka informasi berdasarkan Perda Keterbukaan
Informasi di Tokyo. Namun peluang tetap terbuka karena pejabat
keuangan Pemda yang mengeluarkan dana untuk kebutuhan DPRD,
terikat kewajiban untuk memberikan informasi-informasi yang
diminta masyarakat. Peluang inilah yang digunakan masyarakat
untuk menuntut transparansi Pemda Tokyo atas biaya perjalanan
DPRD. Awalnya, pejabat keuangan Pemda Tokyo tidak mau membuka

5
Josi Khatarina, ibid., hlm. 72-73.

9
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

dokumen perjalanan DPRD tersebut, dengan alasan akan merusak


hubungan baik antara eksekutif dan legislatif.

Kelompok masyarakat kemudian membawa masalah ini ke Pengadilan


Negeri Tokyo. Putusan Pengadilan Negeri, yang kemudian dikuatkan
putusan Pengadilan Tinggi Tokyo memenangkan gugatan
masyarakat. Diputuskan bahwa data-data laporan keuangan
perjalanan DPRD adalah bagian dari informasi publik yang harus
terbuka bagi masyarakat. Alasan pejabat keuangan Pemda bahwa
pembukaan data tersebut dapat merusak hubungan baik antara
eksekutif dan legislatif dianggap berlebihan. Hubungan baik antar
lembaga, menurut majelis hakim, harus dapat dilihat secara rasional
dan dinilai secara obyektif oleh masyarakat. Pemda Tokyo tidak
puas atas putusan Pengadilan Tinggi dan mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung Jepang. Mahkamah Agung ternyata menolak
memeriksa perkara tersebut sehingga putusan Pengadilan Tinggi
yang memerintahkan dibukanya semua informasi tentang perjalanan
dinas DPRD menjadi keputusan yang final dan mengikat.

Setelah memenangkan gugatan di depan hukum, dan setelah


membaca data-data yang didapatkan, masyarakat kemudian
menuntut dilakukannya audit independen. Hasil audit independen
ini menunjukkan perjalanan DPRD Tokyo telah merugikan negara
sebesar 800 ribu yen (Rp 96.000.000) yang diakibatkan adanya
kuitansi-kuitansi yang tidak benar. Akhirnya anggota DPRD dan
pejabat keuangan Pemda Tokyo diwajibkan mengganti kerugian
negara dengan membayar ulang sejumlah kurang lebih 1.000.000
Yen (Rp 120.000.000) guna mengganti uang negara yang telah
mereka gunakan secara tidak pada tempatnya. Bukan hanya itu,
selanjutnya juga terjadi perubahan kebijakan administratif yang
berujung pada penghematan perjalanan pejabat sebesar 17 miliar
(RP 2,04 triliun) yen di Pemda Tokyo dan pemda-pemda lain di
Jepang.

10
Bagian 2

21 PERTANYAAN
TENTANG
UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
UNTUK WARTAWAN

1. Apa sebenarnya tujuan UU KIP?

• Undang-Undang KIP mengatur dan menjamin hak atas


informasi (right to know), atau hak-hak publik atas akses
yang terbuka, efisien dan memadahi terhadap informasi-
informasi tata kelola dan proses penyelenggaraan
pemerintahan. Hak publik atas informasi di sini adalah bagian
dari hak politik warga negara untuk mengontrol proses
penyelenggaraan kekuasaan. Tanpa informasi yang
memadahi, mustahil fungsi kontrol ini dapat dilaksanakan.
Dari sisi yang sebaliknya, dapat dijelaskan bahwa pemerintah
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dan kekuasaan
berdasarkan mandat dari publik. Mandat ini harus dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka. Maka membuka diri
untuk diperiksa dan memberikan informasi kepada publik
adalah bagian integral dari kewajiban pemerintah. Di sini
ditemukan urgensi keterbukaan informasi.

• Hak atas informasi juga merupakan bagian dari hak


asasi manusia. Perwujudan hak asasi manusia secara
berkualitas hanya mungkin jika seseorang mempunyai basis
informasi tentang kondisi-kondisi dan struktur sosial-politik
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

yang mempengaruhi pemenuhan hak-hak ekonomi, politik,


sosial dan budayanya sebagai warga masyarakat. Tidak
mempunyai informasi di jaman yang serba tersistematisasi
seperti saat ini, hanya akan mengondisikan seseorang
menjadi korban kebijakan-kebijakan yang diskriminatif, tata
kelola masyarakat yang tidak adil, dan pelanggaran-
pelanggaran oleh pihak lain. Sekedar contoh, tanpa informasi
yang memadahi tentang rencana tata kota, warga miskin
ibukota sangat rentan menjadi korban penggusuran untuk
berbagai proyek pembangunan. Penggusuran yang bermakna
perampasan hak-hak ekonomi dan hak atas tempat tinggal
yang layak.

• Keterbukaan Informasi adalah kondisi yang dibutuhkan untuk


pemberantasan korupsi, perwujudan pemerintahan yang
bersih dan transparans. Sebaliknya, ketertutupan birokrasi
menjadi sumber terjadinya korupsi, malpraktek birokrasi dan
pelanggaran HAM.

12
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

2. Sejauhmana ruang-lingkup UU KIP?

• Hak untuk mengamati perilaku pejabat dalam menjalankan


fungsi-fungsi pemerintahan (Right to Attend Public Meeting).
• Hak untuk mengakses dokumen-dokumen badan publik.
• Hak untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan.
• Hak untuk mendapatkan perlindungan dalam mengungkapkan
fakta & kesaksian (Whistle Blower Protection).
• Hak untuk mengajukan keberatan dan mendapatkan keadilan
jika hak-hak di atas tidak dipenuhi (Right to Appeal).
• Kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan
berbicara.

13
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

3. Bagaimana Asas Keterbukan Informasi Publik?

• Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses


oleh setiap orang sebagai pengguna informasi publik. Setiap
Informasi Publik juga harus dapat diperoleh dengan cepat
dan tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana.
Konsekuensinya, badan publik harus mengumumkan kepada
masyarakat tentang tenggang-waktu yang jelas, biaya
minimum dan prosedur yang sederhana untuk mengakses
informasi-informasi di badan publik.

• Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas,


didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul
apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat, serta
setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup
informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih
besar daripada membukanya atau sebaliknya. Dengan kata
lain, pengecualian atau perahasiaan informasi di badan-badan
publik tidak bersifat permanen, sepihak dan semena-mena.
Setiap pengecualian informasi harus disertai dengan
penjelasan yang rasional dan masuk akal, serta selalu
mempertimbangkan kepentingan publik yang lebih besar.

14
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

4. Apakah yang dimaksud dengan informasi publik?

“Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,


dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh suatu badan publik
yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan
negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan
publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta
informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik”.
(Pasal 1 UU KIP)

5. Apakah yang dimaksud dengan badan publik?

• Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang


fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

• Organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh


dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.
(Pasal 1 UU KIP)

6. Apa pentingnya UU KIP bagi wartawan?

• Wartawan adalah profesi yang bertujuan untuk mencari,


mengolah dan menyebarluaskan informasi yang berkaitan
ataupun relevans dengan kepentingan publik (masyarakat).

• Wartawan adalah profesi yang hampir setiap saat berurusan


dengan akses informasi ke badan-badan publik.

15
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

• Wartawan adalah kelompok yang paling rentan terhadap klaim-


klaim rahasia negara, rahasia jabatan, rahasia instansi yang
sering digunakan pejabat publik untuk menutup akses ke
informasi, dokumen atau data tertentu. Klaim rahasia yang tidak
sungguh-sungguh dimaksudkan untuk melindungi informasi
strategis tertentu, sehingga status kerahasiaannya justru sering
merugikan kepentingan publik.

• Dalam menjalankan tugasnya, wartawan belum sepenuhnya


dilindungi oleh kerangka hukum yang kuat, yang mampu
menjamin hak-hak wartawan dalam mencari, mengolah dan
menyebarluaskan informasi-informasi publik.

• Sejauh ini masih terus terjadi proses kriminalisasi terhadap


wartawan dengan dakwaan pencemaran nama baik, pembocoran
rahasia negara, penghinaan dan menyebarkan kabar bohong.

16
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

7. Bagaimana hubungan antara UU KIP dan UU Pers?

• UU Pers secara spesifik mengatur segi-segi kebebasan pers.


Tercakup di dalamnya pengaturan tentang fungsi pers untuk
mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi, fungsi-
fungsi sosial media, hubungan antara media, masyarakat dan
negara, pengaturan keorganisasian media.

• UU KIP secara lebih luas mengatur aspek-aspek kebebasan


informasi. Dengan tujuan menjamin dan melembagakan hak-
hak publik untuk mengakses informasi-informasi
penyelenggaraan pemerintahan di semua lini dan semua
level birokrasi. Jika subyek dalam UU Pers adalah media atau
wartawan, maka subyek dalam UU KIP adalah publik, warga
negara, setiap orang. Di sini kita menemukan perbedaan
antara UU Pers dan UU KIP, sekaligus juga menemukan
koeksistensi di antara keduanya.

• Prinsip universal kebebasan informasi menempatkan


kebebasan pers sebagai bagian dari ruang-lingkup
kebebasan informasi. Tujuan pelembagaan prinsip-
prinsip kebebasan informasi adalah pembentukan dan
penguatan good and clean governance yang dengan jelas
mensyaratkan berkembangnya pers yang bebas, independen
dan profesional.

• Hak wartawan atas informasi adalah bagian integral dari hak


publik atas informasi.

• Berbagai negara, seperti Amerika Serikat misalnya, tidak


memiliki UU Pers. Dalam prakteknya, di negara tersebut UU
KIP (Freedom of Information Act) banyak digunakan untuk
mendukung dan melindungi kerja-kerja media.

17
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

8. Apa kelemahan UU Pers terkait dengan akses informasi publik?

• UU Pers hanya mengakui hak media untuk mencari, mengolah


dan menyebarluaskan informasi, namun tidak mengatur
kewajiban nara sumber, khususnya pejabat publik untuk
memberikan informasi publik kepada wartawan.

• UU Pers tidak mengatur sanksi yang tegas untuk


pejabat publik yang menolak permintaan informasi dari
wartawan, meskipun informasi tersebut jelas-jelas dibutuhkan
publik.

• UU Pers tidak mengatur mekanisme pemberian informasi yang


mencakup: jangka waktu pemberian informasi, biaya akses,
petugas pelayanan informasi, klasifikasi informasi, dan jenis-
jenis medium penyampaian informasi publik (papan
pengumuman, website, brosur, pelayanan langsung dst).

“Dalam konteks ini ditemukan koeksistensi antara UU KIP dan


UU Pers, antara kebebasan informasi dan kebebasan pers”.

18
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

9. Problem-problem apa yang sering dihadapi wartawan dalam


mengakses informasi?

• Informasi publik tidak tersedia, padahal sangat urgens untuk


segera disampaikan kepada publik.

• Informasi terlambat diberikan, sehingga kehilangan


relevansi dan nilai, karena jurnalisme menuntut kecepatan
penyampaian informasi.

• Informasi diklaim rahasia secara sepihak, tanpa penjelasan


yang memadahi, tanpa mempertimbangkan kepentingan
publik untuk mengetahui informasi tersebut.

• Mekanisme pelayanan informasi yang buruk: tidak jelas


petugas atau bagian mana yang melayani akses informasi
publik, sehingga wartawan sering di-”ping-pong” kesana-
kemari. Tak jarang, kemudian informasi didapatkan dengan
cara-cara yang tak selayaknya: memberikan uang tempel
kepada petugas, memanfaatkan kedekatan dengan pejabat
tertentu, dan seterusnya.

• Akses informasi yang asimetris: hanya wartawan yang


dekat dengan pejabat tertentu yang mendapatkan informasi
atau dokumen. Sementara wartawan yang mencoba
menempuh prosedur formal atau yang tidak mempunyai
kedekatan dengan pejabat, tidak mendapatkan informasi atau
dokumen yang dibutuhkan.

10. Bagaimana UU KIP mengatasi problem-problem tersebut?

Merumuskan kepastian hukum tentang:


• Informasi publik dan informasi yang dikecualikan
• Prosedur pelayanan informasi
• Klasifikasi informasi

19
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

• Pengecualian (perahasiaan) informasi yang terbatas dan


dapat dibatalkan melalui uji konsekuensi
• Sanksi untuk berbagai bentuk pelanggaran atas prinsip-
prinsip informasi publik.

11. Apa manfaat klasifikasi informasi bagi wartawan?

Klasifikasi informasi sangat penting untuk memberikan


kepastian hukum tentang jenis-jenis informasi yang wajib
diberikan kepada publik dan informasi yang dapat dikecualikan.
Dengan adanya kepastian hukum ini, dapat mereduksi
kontroversi yang sejauh ini muncul ketika pejabat publik
menunda pemberian informasi, menuntut alasan dan syarat
yang bermacam-macam untuk mengakses informasi, atau
bahkan sama sekali tidak memberikan informasi dengan alasan
syarat-syarat akses informasi tidak terpenuhi. Padahal tidak
semua informasi seharusnya baru diberikan ketika diminta, tidak
semua jenis informasi menunggu adanya permohonan dari
publik baru dibuka atau diumumkan.

Klasifikasi Informasi:

• Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara


Berkala
• Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Serta-merta
• Informasi Yang Wajib Tersedia Setiap Saat
• Informasi Yang Dikecualikan (secara terbatas dan bersyarat)
(Pasal 9-20 UU KIP)

12. Bagaimana klaim rahasia negara sering dilakukan pejabat


publik?

Tidak semua klaim rahasia negara yang sering dilontarkan


pejabat publik atau pemerintah merujuk pada informasi-
informasi strategis yang benar-benar dapat membahayakan

20
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

kepentingan negara jika dibuka. Perahasiaan informasi sering


dilakukan secara semena-mena, dan hanya untuk melindungi
kepentingan birokrasi, kepentingan pejabat atau kepentingan
politik tertentu. Di Indonesia political secrecy dan bureaucratic
secrecy justru lebih dominan daripada genuine national
security . Merujuk pada Steven Aftergood (1996), genuine
national security secrecy adalah rahasia negara yang benar-
benar untuk melindungi keamanan nasional, sedangkan
political secrecy adalah rahasia negara sebagai rekayasa untuk
melindungi kepentingan-kepentingan bersifat politis, dan
bureaucratic secrecy adalah klaim rahasia negara yang hanya
ditujukan untuk melindungi kepentingan birokrasi.

Contoh perahasiaan informasi yang merugikan publik?

• Buruknya kinerja KPU dalam mendistribusikan informasi


tentang pemilu kepada masyarakat menjadi contoh
bekerjanya rejim kerahasiaan. Informasi-informasi tentang
pemilu sangat menentukan kualitas penyelenggaraan
pemilu. Masyarakat membutuhkan basis informasi dan
pemahaman yang cukup tentang tahap-tahap, problem,
dan perubahan-perubahan sistem pelaksanaan pemilu.
Persoalannya, urgensi informasi tentang pemilu ini tidak
diimbangi dengan kesigapan KPU untuk menyediakan
sistem pelayanan dan akses informasi yang terbuka, efektif
dan cepat untuk masyarakat. KPU secara kelembagaan
maupun individu justru menunjukkan sikap reluctans dan
menutup diri dari akses pers. Kritisisme dan upaya media
untuk menggali informasi tentang persiapan pemilu
dianggap sebagai gangguan atas kinerja KPU.

Tak pelak, sepanjang tahun 2008, terjadi kekacauan dan


simpang-siur informasi tentang seluk-beluk pemilu.
Penyelenggaraan pemilu semakin dekat, ada banyak aspek
yang berubah dalam pelaksanaan pemilu, namun begitu

21
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

sedikit penjelasan yang sampai ke masyarakat. Publik juga


tidak paham sejauhmana akuntabilitas KPU sebagai
otoritas penyelenggaraan pemilu. Jika rejim pemilu
cenderung menjadi rejim kerahasiaan, patut dipertanyakan
akuntabilitas dan kualitas penyelenggaraan pemilu secara
keseluruhan.

• Mendiknas pada tahun 2007 pernah dengan emosional


melontarkan tuduhan “pembocoran rahasia negara” ketika
beberapa media menulis laporan tentang “rencana
pemerintah untuk mengubah sistem pendidikan tinggi
menjadi 2 jalur: biasa dan khusus”. Mendiknas tidak
menjelaskan apa definisi rahasia negara yang dimaksud.
Perubahan sistem pendidikan tinggi jelas berurusan

22
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

langsung dengan kemaslahatan publik, hak publik atas


pendidikan yang berkualitas dan adil, sehingga tidak layak
dikategorikan sebagai rahasia negara.

• Oktober 2004, media massa memberitakan 3 Departemen


Teknis (Depdiknas, Depkes, Dephub) dan 2 Gubernur
(Lampung, Sulawesi Tengah) Menolak Audit dana
dekonsentrasi yang dilakukan BPKP. Alasan yang diajukan
kurang lebih adalah “rahasia internal badan publik”.
Berdasarkan laporan Menteri Keuangan Budiono kepada
BPKP, lebih dari 200 milyar rupiah dana dekonsentrasi yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh departemen teknis
dan gubernur tersebut.

• Publik sering mendengar bagaimana DPR, secara


kelembagaan maupun individu menolak atau setidak-
tidaknya keberatan terhadap tuntutan agar daftar kekayaan
anggota DPR diumumkan kepada masyarakat. Alasan yang
diajukan terutama sekali adalah perlindungan privasi
anggota DPR. Akuntabilitas DPR secara lebih luas juga
dipertanyakan. Persidangan-persidangan DPR yang terus
menghasilkan undang-undang yang kontroversial (yang
terakhir UU Pornografi dan UU BHP), bersifat tertutup
untuk publik. Ironisnya, dalam amandemen UU Susduk
yang sedang berlangsung, juga belum ada ketegasan untuk
mengubah status persidangan DPR menjadi bersifat terbuka
bagi publik.

13. Bagaimana pengecualian informasi dalam UU KIP?

Ruang Lingkup pengecualian informasi adalah informasi publik


yang apabila dibuka dapat merugikan:
• Kepentingan penegakan hukum
• Perlindungan persaingan usaha sehat dan HAKI
• Kerahasiaan pribadi

23
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

• Pertahanan dan keamanan nasional


• Perlindungan kekayaan alam Indonesia
• Ketahanan ekonomi nasional
• Hubungan luar negeri
• Memorandum/surat antar atau intra badan publik
• Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-Undang
(Pasal 18 UU KIP)

Pengecualian informasi harus melalui uji konsekuensi:

“Pejabat pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan


Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan
penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik
tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap orang.”
(Pasal 19 UU KIP)

14. Bagaimana rumusan sanksi dalam UU KIP?

Kelebihan:
sudah dirumuskan sanksi pidana untuk pejabat/badan publik
yang tidak memberikan informasi, terlambat memberikan
informasi, memberikan informasi secara tidak lengkap dan
seterusnya.

Kelemahan:
1. Rumusan sanksi disamaratakan untuk semua jenis
pelanggaran, padahal dampak pelanggaran berbeda-beda.
2. Ada sanksi untuk penggunaan informasi secara melawan
hukum.

24
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

Pasal 52 UU KIP:
“Badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik
berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang
wajib diumumkan secara serta merta, Informasi Publik yang
wajib tersedia setiap saat, dan Informasi Publik yang harus
diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-
Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (tahun) dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 5 juta rupiah”.

Pengaturan sanksi bagi badan publik ini merupakan suatu


kemajuan dalam UU KIP. Persoalannya kemudian, sanksi ini
tidak memadahi untuk jenis-jenis pelanggaran berat. Misalnya
saja, pejabat publik yang lalai menginformasikan peringatan-
peringatan bencana alam, lalu terjadi bencana alam dengan
jumlah korban jiwa yang besar, apakah cukup hanya dikenakan
pidana penjara 1 tahun atau pidana denda lima juta rupiah?

25
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Contoh lain, pejabat publik yang lalai menginformasikan


pemadaman listrik, lalu terjadi pemadaman listrik tiba-tiba
sehingga sentra-sentra bisnis menderita kerugian milyaran
rupiah, apakah sang pejabat publik hanya cukup dijatuhkan
diberi sanksi pidana denda 5 juta rupiah?

15. Adakah sanksi untuk wartawan dalam UU KIP?

Tidak ada sanksi yang spesifik untuk wartawan dalam UU KIP.


Hanya ada sanksi yang potensial diterapkan kepada wartawan.
Pasal 51 UU KIP mengatur kriminalisasi terhadap publik
pengguna informasi: “Setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan informasi publik secara melawan hukum
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/
atau pidana denda paling banyak 5 juta rupiah”. Merujuk pada
praktek di negara lain, UU KIP hanya lazim meregulasi akses
informasi publik, bukan penggunaan informasi publik. Maka
tidak seharusnya ada kriminalisasi terhadap penggunaan
informasi publik. Kriminalisasi hanya lazim untuk tindakan-
tindakan menutup atau merusak akses informasi publik dan
tindakan membuka informasi yang dikecualikan secara ilegal.
Tanpa norma yang jelas, pasal itu juga seperti cek kosong
yang dapat digunakan pemegang otoritas untuk mendakwakan
penggunaan informasi publik secara melawan hukum kepada
siapa saja. Namun pasal ini mengandung kelemahan dalam
penerapannya: penyalahgunaan informasi merupakan delik
aduan.

16. Dengan keterbukaan informasi, apakah peran pers akan


terancam?

Di beberapa negara, pada awalnya memang sempat muncul


kekhawatiran implementasi UU KIP akan mereduksi peran
media massa dalam menyediakan dan mendistribusikan
informasi. “Untuk apa peran media jika publik dapat dengan

26
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

bebas dan secara langsung mengakses informasi-informasi di


badan publik?” Demikian kurang lebih kekhawatiran itu. Namun
kekhawatiran itu dalam perjalanannya tidak terbukti. Sebab
meskipun UU KIP berlaku untuk publik, untuk setiap orang,
dalam prakteknya hanya sedikit pihak yang secara kontinyu
dan sehari-hari menggunakan hak publik atas informasi. Dan
sedikit pihak itu terutama sekali adalah kalangan media dan
pengacara.

17. Bagaimana kedudukan dan fungsi Komisi Informasi?

Komisi Informasi berfungsi sebagai:


• Lembaga penyelesaian sengketa informasi
• Perumus kebijakan praktis pelaksanaan UU KIP

18. Apa manfaat Komisi Informasi bagi wartawan/pers?

• Klaim rahasia negara tidak bisa sewenang-wenang, sepihak oleh


badan publik, harus melalui pertimbangan dan
pengaturan Komisi Informasi.
• Komisi Informasi bisa menjadi lembaga komplain jika akses
media terhadap informasi-informasi badan publik dihambat
atau ditutup.
• Komisi Informasi mempunyai otoritas untuk meminta badan
atau pejabat publik membuka informasi atau dokumen
publik tertentu yang dibutuhkan publik, termasuk melalui
pemberitaan media.

19. Bagaimana kaitan antara Komisi Informasi dan Dewan Pers?

Fungsi Komisi Informasi bersifat paralel dan saling melengkapi


dengan fungsi Dewan Pers dalam konteks memperkuat
kelembagaan kebebasan pers. Komisi Informasi memberikan

27
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

kontribusi terhadap pelembagaan kebebasan pers dengan


kapasitas untuk mereduksi munculnya klaim-klaim
kerahasiaan informasi secara sepihak, serta untuk memaksa
badan-badan publik agar tidak menutup akses pers ke
dokumen atau informasi publik tertentu.

20. Apa pentingnya UU KIP secara politis bagi kebebasan pers


di Indonesia?

• Memperkuat kedudukan UU Pers.


• Melembagakan dasar hukum bagi hak atas informasi, yang
mencakup hak media atas informasi.
• Mengantisipasi revisi UU Pers yang justru mereduksi
fungsi-fungsi pers dalam mencari dan mendistribusikan
informasi.
• Mengantisipasi belenggu kerahasiaan informasi dalam
RUU Rahasia Negara, RKUHP dan lain-lain.

28
21 Pertanyaan Tentang UU KIP Untuk Wartawan

21. Apa yang harus dilakukan wartawan untuk mempermudah


akses informasi publik?

• Pelajari UU KIP dengan seksama dan sistematis


• Identifikasi kelemahan dan kelebihan UU KIP
• Identifikasi pasal-pasal yang terkait dengan fungsi pers
• Maksimalkan kelebihan-kelebihan UU KIP untuk
mendukung kerja-kerja jurnalistik

• AKSES INFORMASI PUBLIK SEKARANG JUGA!

29
Lampiran:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap


Orang bagi pengembangan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta merupakan bagian
penting bagi ketahanan nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak
asasi manusia dan keterbukaan Informasi Publik
merupakan salah satu ciri penting negara
demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan
negara yang baik;
c. bahwa keterbukaan Informasi Publik merupakan
sarana dalam meng-optimalkan pengawasan
publik terhadap penyelenggaraan negara dan
Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang
berakibat pada kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan Informasi Publik merupakan
salah satu upaya untuk mengembangkan
masyarakat informasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d perlu membentuk Undang-Undang
tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN


INFORMASI PUBLIK

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pengertian

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-
tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data,
fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan
dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik ataupun nonelektronik.
2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,
dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik
yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan
negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan
Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta
informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan
badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/
atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, atau organisasi

32
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya


bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/
atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya,
menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik
dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi
dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara
Badan Publik dan Pengguna Informasi Publik yang berkaitan
dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi
berdasarkan perundang-undangan.
6. Mediasi adalah penyelesaian Sengketa Informasi Publik antara
para pihak melalui bantuan mediator Komisi Informasi.
7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik
antara para pihak yang diputus oleh Komisi Informasi.
8. Pejabat Publik adalah Orang yang ditunjuk dan diberi tugas
untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada Badan
Publik.
9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat
yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan,
pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi
di Badan Publik.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan
hukum, atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah Orang yang menggunakan
Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan
hukum Indonesia yang mengajukan permintaan Informasi
Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

33
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2
(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh
setiap Pengguna Informasi Publik.
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon
Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan,
dan cara sederhana.
(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai
dengan Undang-Undang, kepatutan, dan kepentingan umum
didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul
apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta
setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup
Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih
besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan
proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan
suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan
kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

34
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang


transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang memengaruhi hajat
hidup Orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan
bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di
lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi
yang berkualitas.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK

Bagian Kesatu
Hak Pemohon Informasi Publik

Pasal 4
(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang berhak:
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum
untuk memperoleh Informasi Publik;
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan
sesuai dengan Undang-Undang ini; dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan
Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan
ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik
mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.

35
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna Informasi Publik

Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi
Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari
mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan
untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Hak Badan Publik

Pasal 6
(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang
dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik
apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan
perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/
atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau
didokumentasikan.

36
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik

Pasal 7
(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau
menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah
kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain
informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat,
benar, dan tidak menyesatkan.
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan
sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi
Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan
mudah.
(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis
setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap
Orang atas Informasi Publik.
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara
lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban ayat (1) sampai dengan
ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau
media elektronik dan nonelektronik.

Pasal 8
Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan
pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

37
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN

Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan
dan Diumumkan Secara Berkala

Pasal 9
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik
secara berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling sedikit
6 (enam) bulan sekali.
(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah
dipahami.
(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih
lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di
Badan Publik terkait.
(6) Ketentuan tentang kewajiban Badan Publik memberikan dan
menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana
dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.

38
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta

Pasal 10
(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu
informasi yang dapat mengancam hajat hidup Orang banyak
dan ketertiban umum.
(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah
dipahami.

Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat

Pasal 11
(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat
yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah
penguasaannya, tidak termasuk informasi yang
dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen
pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan
pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik
dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan
pelayanan masyarakat; dan/atau
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat
berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian

39
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan


Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat
diakses oleh Pengguna Informasi Publik.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan
Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh
Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan petunjuk teknis Komisi
Informasi.

Pasal 12
Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi,
yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima;
b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap
permintaan informasi;
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/
atau
d. alasan penolakan permintaan informasi.

Pasal 13
(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap
Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi;
dan
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan
informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan
petunjuk teknis standar layanan informasi publik yang
berlaku secara nasional.
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.

Pasal 14
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya
yang dimiliki oleh negara dalam Undang-Undang ini adalah:

40
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis


kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan,
sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota
dwan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi,
dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah
diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat
kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan
pengawas dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka
sebagai Informasi Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik
berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan
umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang
berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik
Daerah.

Pasal 15
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam
Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program umum dan kegiatan partai politik;
c. nama alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;

41
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari


anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
f. keputusan partai: hasil muktamar/kongres/munas/ dan
keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang
berkaitan dengan partai politik.

Pasal 16
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi
nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/
atau sumber luar negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan.

BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN

Pasal 17
Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon
Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses
penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:

42
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu


tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/
atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana
yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan
segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum
dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau
prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan
dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan
keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan
teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem
pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi
dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelejen, operasi,
teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanaan negara yang meliputi
tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau
evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan
kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan
keamanan negara serta rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan
dan/atau instalasi militer;
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara
lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara

43
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara


Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait
kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam
perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan
alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan
ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional
atau asing, saham dan aset vital milik negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, model
operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman
pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan
negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau
lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada
Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan
hubungan luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil
oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi
internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan
dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis
Indonesia di luar negeri.

44
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

g. informasi yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta


otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun
wasiat seseorang;
h. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon
Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik,
dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank
seseorang;
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas,
intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang;
dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan
dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan
pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra
Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali
atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-Undang.

Pasal 18
(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan
adalah informasi berikut:
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun
bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat
maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta
pertimbangan lembaga penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau

45
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat


(2).
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila:
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan
tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam
jabatan-jabatan publik.
(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan,
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua
Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/
atau Pimpinan lembaga negara penegak hukum lainnya yang
diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka
informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i,
dan huruf j.
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan
permintaan izin kepada Presiden.
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan
dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan,
permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara
negara kepada Presiden.
(6) Izin tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak
Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan
negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak
permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5).

46
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Pasal 19
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik
wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian
sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk
diakses oleh setiap Orang.

Pasal 20
(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak bersifat
permanen.
(2) Pengaturan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI

Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada
prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.

Pasal 22
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan
untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait
secara tertulis atau tidak tertulis.
(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon
Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara
penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi
Publik.
(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan
Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis.
(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan
permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat
permintaan diterima.

47
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui


surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan
permintaan.
(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman
nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan
pengiriman informasi.
(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya
permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib
menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan :
a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya
ataupun tidak;
b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang
menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang
diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan
Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan
informasi yang diminta;
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang
tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian
dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang
dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka
informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan
dengan disertai alasan dan materinya;
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan;
dan/atau
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi
yang diminta.
(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu
untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya
dengan memberikan alasan secara tertulis.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi
kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.

48
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

BAB VII
KOMISI INFORMASI

Bagian Kesatu
Fungsi

Pasal 23
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya
menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau
Ajudikasi nonlitigasi.

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 24
(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi
Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi
kabupaten/kota.
(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi
dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Susunan

Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang
yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan
unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

49
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap


anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap
anggota.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi
Informasi.
(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan
dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi dan
apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan
suara.

Bagian Keempat
Tugas

Pasal 26
(1) Komisi Informasi bertugas:
a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi
dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap
Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini;
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik;
dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa
melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi;
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi
Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau
Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya
berdasarkan Undang-Undang ini kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau
sewaktu-waktu jika diminta.
(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus

50
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau


Ajudikasi nonlitigasi.

Bagian Kelima
Wewenang

Pasal 27
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki
wewenang:
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang
bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh
Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam
upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan
Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam
penyelesaian Sengketa Informasi Publik;
d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar
keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian
Sengketa Informasi Publik; dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik
sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi
Informasi.
(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut
Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/
atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi
Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota
tersebut belum terbentuk.
(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan
penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat
provinsi yang bersangkutan.
(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi
kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan
Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.

51
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Bagian Keenam
Pertanggungjawaban

Pasal 28
(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden
dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas,
dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur
dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas,
dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat daerah
provinsi yang bersangkutan.
(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada
bupati/walikota dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum.

Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi

Pasal 29
(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi
Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.
(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang
ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang
komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi
Informasi.
(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat
yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan
informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.
(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh
pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang

52
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang


bersangkutan.
(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada anggaran
pendapatan dan belanja negara, anggaran Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan.

Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 30
(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang
keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari hak asasi
manusia dan kebijakan publik;
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam
Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi
Informasi;
g. bersedia bekerja penuh waktu;
h. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
dan
i. sehat jiwa dan raga.
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh
Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif.
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada
masyarakat.
(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon
anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan
disertai alasan.

53
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Pasal 31
(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden
sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota
Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selanjutnya ditetapkan
oleh Presiden.

Pasal 32
(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi
Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat
kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau bupati/walikota
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang calon dan paling
banyak 15 (lima belas) orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat provinsi dan/atau kabupaten/kota
memilih anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi
Informasi kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota yang telah dipilih oleh dewan perwakilan rakyat
provinsi dan/atau dewan perwakilan rakyat kabupaten/kota
selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/
walikota.

Pasal 33
Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.

Pasal 34
(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan
keputusan Komisi Informasi sesuai dengan tingkatannya dan

54
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat,


kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada
bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk
ditetapkan.
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. telah habis masa jabatannya;
c. mengundurkan diri;
d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara;
e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan
yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu)
tahun berturut-turut; atau
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik,
yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
melalui keputusan Presiden untuk Komisi Informasi Pusat dan
keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi dan/atau
kabupaten/kota.
(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh
Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi
Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan
dewan perwakilan rakyat daerah provinsi untuk Komisi Informasi
provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan
pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota
untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.
(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari
urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan
yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota
Komisi Informasi pada periode dimaksud.

55
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI

Bagian Kesatu
Keberatan

Pasal 35
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan
secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan
pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang
diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai
dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh
kedua belah pihak.

Pasal 36
(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1).
(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon
Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.

56
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan


pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya.

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi

Pasal 37
(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada
Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi
dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak
memuaskan Pemohon Informasi Publik.
(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam
waktu paling lambat empat belas hari kerja setelah diterimanya
tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (2).

Pasal 38
(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau
Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/
atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik.
(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1)
paling lambat dapat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus)
hari kerja.

Pasal 39
Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui
Mediasi bersifat final dan mengikat.

57
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI

Bagian Kesatu
Mediasi

Pasal 40
(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para
pihak dan bersifat sukarela.
(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan
terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g.
(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam
bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi.

Pasal 41
Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai
mediator.

Bagian Kedua
Ajudikasi

Pasal 42
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi
oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi
dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para
pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang
bersengketa menarik diri dari perundingan.

Pasal 43
(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara
sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang anggota komisi
atau lebih dan harus berjumlah gasal.
(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.

58
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-


dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara
bersifat tertutup.
(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Bagian Ketiga
Pemeriksaan

Pasal 44
(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi memberikan salinan
permohonan tersebut kepada pihak termohon.
(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan
Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar
keterangannya dalam proses pemeriksaaan.
(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi
Informasi dapat memutus untuk mendengar keterangan tersebut
secara lisan ataupun tertulis.
(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada
wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Bagian Keempat
Pembuktian

Pasal 45
(1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang mendukung
pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat memberikan
informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf a.
(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya
apabila Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam
Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.

59
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi

Pasal 46

(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan


akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta
berisikan salah satu perintah di bawah ini:
a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan
untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang
diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan
keputusan Komisi Informasi; atau
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang
diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17.
(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai
dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini :
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi
kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau
c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau
memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau
penggandaan informasi.
(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi yang
dikecualikan.
(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada
para pihak yang bersengketa.
(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara
memiliki pendapat yang berbeda dari putusan yang diambil,

60
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan


dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.

BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI

Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan

Pasal 47
(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha
negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara.
(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila
yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 48
(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau
para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak
menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat
14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan
tersebut.
(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang
di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup.

Pasal 49
(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri
dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang
pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau
sebagian informasi yang diminta berisi salah satu perintah
berikut:
a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau
memerintahkan Badan Publik:

61
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang


dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau
memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang
diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri
dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pokok
keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah berikut:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/
atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu
pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini;
b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau
c. memutuskan biaya penggandaan informasi.
(3) Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri
memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang
bersengketa.

Bagian Kedua
Kasasi

Pasal 50
Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara
atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah
Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan
negeri.

62
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 51
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik
secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 52
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib
diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia
setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas
dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan
mengakibatkan kerugian bagi Orang lain dikenakan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 53
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,
merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk
media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan
kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).

Pasal 54
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau
memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f,
huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

63
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses
dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang
dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan
huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah).

Pasal 55
Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang
tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi
Orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).

Pasal 56
Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang-
Undang ini dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang-
Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana
dari Undang-Undang yang lebih khusus tersebut.

Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik
aduan dan diajukan melalui peradilan pidana.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58
Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1
(satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

Pasal 59
Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2
(dua) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

64
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Pasal 60
Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan Publik harus
melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang.

Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi
oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 62
Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya
Undang-Undang ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan informasi
yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan
belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 64
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal
diundangkan.
(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk
teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana, serta hal-hal lainnya
yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang-Undang
ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.

Agar setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

65
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di: Jakarta


Pada tanggal: 30 April 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONSIA,


ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61

66
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

I. UMUM

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan
jaminan terhadap semua Orang dalam memperoleh Informasi, perlu
dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan
Informasi Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak
untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai
salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang
demokratis.

Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan


negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas Informasi
menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan
negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut
makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk
memperoleh Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas
pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.
Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa
jaminan keterbukaan Informasi Publik.

Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik


sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan
(1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban

67
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi


secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara
sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4)
kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan
pelayanan Informasi.

Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses


atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut
untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-
undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta
penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari
Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)/anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan mencakup pula
organisasi nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat,
perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau
menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari
APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui
mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta
kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang
transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat
untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.

Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan


Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi
pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal
itu dapat mempercepat pewujudan pemerintahan yang terbuka yang
merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good
governance).

68
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tepat waktu” adalah pemenuhan
atas permintaan Informasi dilakukan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
“Cara sederhana” adalah Informasi yang diminta dapat
diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah juga
untuk dipahami.
“Biaya ringan” adalah biaya yang dikenakan secara
proporsional berdasarkan standar biaya pada umumnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “konsekuensi yang timbul” adalah
konsekuensi yang membahayakan kepentingan yang
dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu
Informasi dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan
terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan
publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat
dilindungi dengan menutup suatu Informasi, Informasi
tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau
sebaliknya.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

69
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “membahayakan negara” adalah
bahaya terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara. Lebih lanjut mengenai Informasi
yang membahayakan negara ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “persaingan usaha tidak sehat”
adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak
jujur, melawan hukum, atau menghambat persaingan
usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi persaingan
usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi Informasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah rahasia
yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan Badan
Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Informasi Publik yang diminta
belum dikuasai atau didokumentasi-kan” adalah Badan

70
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Publik secara nyata belum menguasai dan/atau


mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin,
teratur, dan dalam jangka waktu tertentu.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Informasi yang berkaitan
dengan Badan Publik” adalah Informasi yang
menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan
tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi lainnya
yang merupakan Informasi Publik yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
Huruf b
yang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi
Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi hasil
dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

71
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “serta-merta” adalah spontan, pada
saat itu juga.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

72
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Huruf h
Yang dimaksud dengan:
1. “transparansi” adalah keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan Informasi materiil dan relevan
mengenai perusahaan;
2. “kemandirian” adalah suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana
pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
3. “akuntabilitas” adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4. “pertanggungjawaban” adalah kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
5. “kewajaran” adalah keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan
(stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “undang-undang yang berkaitan
dengan badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah” adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

73
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor


40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang-
Undang yang mengatur sektor kegiatan usaha badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah yang berlaku umum
bagi seluruh pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha
tersebut.

Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “undang-undang yang berkaitan
dengan partai politik” adalah Undang-Undang tentang
Partai Politik.

Pasal 16
Yang dimaksud dengan “organisasi nonpemerintah” adalah
organisasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum
yang meliputi perkumpulan, lembaga swadaya masyarakat,
badan usaha nonpemerintah yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri.

Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.

74
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “Informasi yang terkait dengan
sistem pertahanan dan keamanan negara” adalah
Informasi tentang:
1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem
komunikasi strategis pertahanan, sistem pendukung
strategis pertahanan, pusat pemandu, dan
pengendali operasi militer;
2. gelar operasi militer pada perencanaan operasi
militer, komando dan kendali operasi militer,
kemampuan operasi satuan militer yang digelar,
misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi militer,
tahapan dan waktu gelar taktis operasi militer, titik-
titik kerawanan gelar militer, dan kemampuan,
kerawanan, lokasi, serta analisis kondisi fisik dan
moral musuh;
3 sistem persenjataan pada spesifikasi teknis
operasional alat persenjataan militer, kinerja dan
kapabilitas teknis operasional alat persenjataan
militer, kerawanan sistem persenjataan militer, serta
rancang bangun dan purwarupa persenjataan
militer;
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.

75
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Angka 6
Yang dimaksud dengan “sistem persandian negara”
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi
data dan Informasi tentang material sandi dan jaring
yang digunakan, metode dan teknik aplikasi persandian,
aktivitas penggunaannya, serta kegiatan pencarian dan
pengupasan Informasi bersandi pihak lain yang meliputi
data dan Informasi material sandi yang digunakan,
aktivitas pencarian dan analisis, sumber Informasi
bersandi, serta hasil analisis dan personil sandi yang
melaksanakan.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “sistem intelijen negara” adalah
suatu sistem yang mengatur aktivitas badan intelijen
yang disesuaikan dengan strata masing-masing agar
lebih terarah dan terkoordinasi secara efektif, efisien,
sinergis, dan profesional dalam mengantisipasi berbagai
bentuk dan sifat potensi ancaman ataupun peluang yang
ada sehingga hasil analisisnya secara akurat, cepat,
objektif, dan relevan yang dapat mendukung dan
menyukseskan kebijaksanaan dan strategi nasional.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Memorandum yang dirahasiakan” adalah memorandum
atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-Badan Publik

76
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

yang menurut sifatnya tidak disediakan untuk pihak selain


Badan Publik yang sedang melakukan hubungan dengan
Badan Publik dimaksud dan apabila dibuka dapat secara
serius merugikan proses penyusunan kebijakan, yakni dapat:
1. mengurangi kebebasan, keberanian, dan kejujuran
dalam pengajuan usul, komunikasi, atau pertukaran
gagasan sehubungan dengan proses pengambilan
keputusan;
2. menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya
pengungkapan secara prematur;
3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi
yang akan atau sedang dilakukan.
Huruf j
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah independen dalam
menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk
dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar

77
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

pada Undang-Undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan


kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud “Ajudikasi nonlitigasi” adalah penyelesaian
sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki
kekuatan setara dengan putusan pengadilan.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prosedur pelaksanaan
penyelesaian sengketa” adalah prosedur beracara di
bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan
oleh Komisi Informasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

78
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kode etik” adalah pedoman
perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi
Informasi, yang penetapannya dilakukan oleh Komisi
Informasi Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)
“Pejabat pelaksana kesekretariatan” adalah pejabat
struktural instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya
di bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah menteri yang
mempunyai tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan
informatika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

79
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Sehat jiwa dan raga” dibuktikan melalui surat
keterangan tim penguji kesehatan resmi yang ditetapkan
oleh pemerintah.
Yang dimaksud dengan “terbuka” adalah bahwa
Informasi setiap tahapan proses rekrutmen harus
diumumkan bagi publik.
Yang dimaksud dengan “jujur” adalah bahwa proses
rekrutmen berlangsung adil dan nondiskriminatif
berdasarkan Undang-Undang ini.
Yang dimaksud dengan “objektif” adalah bahwa proses
rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria yang diatur
oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

80
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “tindakan tercela” adalah
mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau
mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi
Informasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.

81
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penggantian antarwaktu anggota
Komisi Informasi” adalah pengangkatan anggota Komisi
Informasi baru untuk menggantikan anggota Komisi
Informasi yang telah berhenti atau diberhentikan
sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa
jabatannya berakhir.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 35
Ayat (1)
Pengajuan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi sekurang-kurangnya
berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna Informasi,
alasan mengajukan keberatan, tujuan menggunakan
Informasi, dan kasus posisi permintaan Informasi dimaksud.
Yang dimaksud dengan “atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi” adalah pejabat yang merupakan atasan
langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari
atasan langsung pejabat yang bersangkutan.

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ditanggapi” adalah respons dari
Badan Publik sesuai dengan ketentuan pelayanan yang
telah diatur dalam petunjuk teknis pelayanan Informasi
Publik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.

82
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Ayat (1)
Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah melalui
proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Cukup jelas.

83
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Ayat (1)
Gugatan terhadap Badan Publik negara yang terkait dengan
kebijakan pejabat tata usaha negara dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang
perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Pasal 52
Yang dapat dikenakan sanksi pidana terhadap tindak pidana yang
dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:

84
Lampiran: Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

a. badan hukum, perseroan, perkumpulan, atau yayasan;


b. mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana
atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan
tindak pidana; atau
c. kedua-duanya.

Pasal 53
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum
atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.

Pasal 54
Ayat (1)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.

Pasal 55
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum
atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

85
Informasi Publik dan Kebebasan Pers

Pasal 58
Cukup jelas.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Cukup jelas.

Pasal 62
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4846

86
UU KIP secara cukup memadahi mengatur kewajiban badan atau
pejabat publik untuk memberikan akses informasi yang terbuka
kepada masyarakat. Kewajiban untuk memberikan informasi,
dokumen dan data diintegrasikan sebagai bagian dari fungsi
birokrasi pemerintahan, diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas
untuk pelanggarannya. UU KIP juga mengatur klasifikasi informasi
sedemikian rupa sebagai upaya untuk memberikan kepastian hukum
tentang informasi-informasi yang wajib dibuka kepada publik, dan
yang bisa dikecualikan dengan alasan tertentu. Secara teoritis UU
KIP memberikan solusi bagi kalangan jurnalis, peneliti, dan
masyarakat yang selama ini menghadapi klaim rahasia negara atau
rahasia instansi ketika mengakses dokumen-dokumen badan publik.

Pengalaman berbagai negara menunjukkan, wartawan adalah unsur


publik yang paling akfif menggunakan UU KIP (freedom of
information act) dalam aktivitas kerja mereka. Oleh karena itu,
kalangan wartawan perlu secara lebih teliti mempelajari aspek-aspek
dalam UU KIP. Hal ini semakin urgens di negara seperti Indonesia di
mana kondisi-kondisi yang mengarah kepada rejim kerahasiaan
negara masih cukup dominan berbagai struktur kekuasaan, bahkan
belakangan juga tercermin dalam beberapa program legislasi undang-
undang.

Jl. Danau Jempang B III No. 81Bendungan Hilir Jakarta Pusat


Telp. (021) 5738679 Fax (021) 57974104
email: setfoundation@indo.net.id

You might also like