You are on page 1of 38

Bab 1 : PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gelombang PHK yang mengancam dunia kini juga mengancam


Indonesia. Laporan-laporan perusahaan yang merumahkan pekerja
dan melakukan PHK terus bermunculan. PHK tidak hanya terjadi pada
perusahaan besar dan multinasional, tetapi juga pada perusahaan
kecil-menengah. Tidak ada yang mengharapkan terjadinya PHK, baik
pengusaha maupun para pekerja. Tetapi, perusahaan seringkali
terpaksa melakukan PHK untuk mengurangi dampak negatif krisis
ekonomi terhadap keberlanjutan usaha perusahaan. Kalau keputusan
PHK tidak terelakkan, maka perusahaan perlu menyusun dan
melaksanakan strategi PHK tanpa gejolak. Hal ini sangat penting bagi
perusahaan karena sangat banyak kasus-kasus PHK yang bermasalah
dan berbuntut panjang. Kasus PHK semacam itu menyebabkan aspek
operasional, citra, dan keuangan perusahaan juga terganggu
sehingga membuat kondisi perusahaan justru semakin sulit.

Banyak penyebab perusahaan melakukan PHK, mulai dari alasan-


alasan yang sesuai dengan UU sampai dengan alasan-alasan yang
dilarang oleh Undang-undang.

Atas dasar alasan efisiensi, cost reduction dan peningkatan profit,


ada perusahaan yang “berani” melakukan PHK. Sesuai amanah UU
13/2003; PHK merupakan pilihan terakhir yang baru dapat dilakukan
setelah memenuhi seluruh syarat-syarat yang ada.

Ibarat api yang membakar kayu, pasti akan menimbulkan asap dan
meninggalkan abu; demikian juga PHK yang akan menimbulkan
masalah. Sebagian besar tindakan PHK (khususnya atas inisiatif
perusahaan) di Indonesia selalu menimbulkan konflik, pertentangan,
kontra antara perusahaan dengan karyawan atau kelompok
karyawan.

Skripsi PHK Page ii


B. Perumusan Masalah

Agar penulisan skripsi ini lebih terarah pada sasaran yang jelas dan
mudah dipahami, maka pokok permasalahan yang akan penulis
bahas dalam skripsi ini adalah :

1.Bagaimana pengertian dari PHK itu sendiri.

2.Bagaimana etika dari pelaksanaan PHK?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a.Untuk mengetahui pengertian dari PHK

b. Untuk mengetahui bagaimana etika PHK

2. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan


dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja serta dalam
rangka menegakkan pelaksanaan pemberian hak bagi pekerja
akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja tersebut.

b. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi pihak


pengusaha dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja

c. Sebagai penambah wawasan bagi penulis dalam bidang


manajemen sumber daya manusia khususnya hukum
ketenagakerjaan.

BAB 2 : ISI

Pengertian PHK

Skripsi PHK Page ii


PHK atau adalah Pemutusan Hubungan Kerja belakangan ini
banyak menghantui para pekerja bukan hanya di Indonesia tetapi
hampir di semua bagian Negara didunia, fenomena yang mengerikan
ini akibat dari ulah krisis ekonomi global hebat yang mengakibatkan
banyak pengusaha atau perusahan tersungkur hingga memaksa
mereka melakukan penghematan-penghematan termasuk
pengurangan jumlah pekerjaanya,kondisi ini harusnya disikapi
dengan baik agar semua pihak tidak lebih dalam mengalami
keterpurukan.

Lalu apa sebenarnya pengertian PHK itu? PHK adalah pengakhiran


hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
pengusaha,namun pengertian ini kerap disalah artikan terkesan
seolah jika seseorang di PHK maka orang tersebut telah berbuat
suatu kesalahan yang berakibat dia harus dipecat padahal PHK dapat
terjadi karena bermacam sebab, Intinya tidak persis sama dengan
pengertian dipecat,dari pengertian ini saja bisa mengakibatkan efek
phisologis yang tidak baik bagi orang tersebut,padahal ini penting
bagi dia dalam mempertahankan kestabilan ekonomi keluarganya
dimasa sulit setelah PHK.

Seandainya kondisi tersebut menimpa dari sedikit orang bisa jadi hal
ini tak menjadi banyak perhatian dari pemerintah namun lain halnya
jika angka PHK berjumlah banyak maka mau tak mau pemerintah
harus mengerem atau paling tidak mengurangi jumlah korban PHK,
salah satu yang telah dijalankan pemerintah dengan menjalankan
program Stimulus Ekonomi, harapannya kondisi yang lebih buruk tak
terjadi.

Terdapat banyak model bentuk efisiensi dalam kaca mata


perusahaan. Mengurangi produksi, menutup alokasi dana operasional
yang dianggap tidak mendesak serta perlu, melakukan penjadwalan
cicilan hutang atau obligasi, hingga mengambil tindakan PHK
(Pemberhentian Hubungan Kerja).

Skripsi PHK Page ii


Masih terdapat alternative-alternatif upaya efisiensi perusahaan. Hal
tersebut kembali ke bentuk dan system operasi sebuah perusahaan.
Bentuk yang paling mengkhawatirkan dari sekian macam agenda
efisiensi adalah PHK. Hal tersebut karena besifat sensitive alias
berkaitan langsung dengan keberlangsungan hidup karyawan atau
buruh. Dapat dibayangkan jika tumpuan hidup keluarga harus
terhenti karena tidak ada lagi penghasilan bulan. Miris sekali
pastinya.

Pada dasarnya, PHK diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang


Keternagakerjaan No 13 tahun 2003. Dalam UU tersebut tepatnya
Bab XII pasal 164, ditetapkan bahwa PHK dapat dilakukan ketika
perusahaan tutup akibat kerugian. Kerugian yang dimaksud
berlangsung minimal 2 (dua) tahun, berikut bukti-bukti laporan
keuangan yang telah di audit oleh akuntan publik. Faktor Force
Majeure juga diabsahkan oleh UU no 13. Ketentuanyan yang ada
yakni diberikannya uang pesangon yang dijelaskan dalam pasal 156
ayat 1 dan 2.

Bagaimanapun terdapat pengecualian aturan main PHK. UU No 13


tahun 2003 pasal 164 menyatakan bahwa PHK dapat dilakukan
karena perusahaan hendak melakukan efisiensi. Bicara efisiensi,
jelasnya merujuk kepada bagaimana perusahaan sendiri menentukan
kapan dan kenapa. Akan tetapi, yang perlu dan kurang diperhatikan
adalah hak-hak perkerja atau buruh. Yang harus dipenuhi oleh
perusahaan untuk situasi seperti ini antara lain uang pesangon
sebesar 2 kali lipat di atur dalam pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa bekerja sebesar 1 kali di pasal 156 ayat (3), serta
uang penggantian hak pekerja di pasal 156 ayat (4). Keadaan pailit
sebagaimana diatur dalam pasal 165 juga termasuk pengecualian
untuk dilakukan PHK dengan memberikan hak-hak pekerja persis
seperti kondisi PHK akibat efisiensi perusahaan.

Yang menjadi pertanyaan, kalaupun PHK telah diatur oleh UU No 13


tahun 2003, sejauh mana pemerintah telah memperhatikan dan

Skripsi PHK Page ii


memonitor proses pelaksanaan tersebut? Jelas-jelas telah ditetapkan
bahwa keberlakuan aturan main ketenagakerjaan berlaku tidak
hanya bagi unit usaha berbadan hukum, namun juga yang belum
atau tidak berbadan hukum. (Lihat pasal 150). Artinya terdapat
atensi untuk melindungi kelompok pekerja di dalam negeri. Untuk
kemudian, sejauh mana kesadaran dan ketaatan hukum perusahaan
yang sekarang ini sedang didera efek dari krisis global? Sejauh
komitmen hokum dan kemanusiaan terhadap individu-individu
pekerja yang telah mengabdikan diri mereka selama beberapa
waktu? Hal ini jelas menjadi tugas pemerintah. Sekaligus kiprah
sector swasta perusahaan dalam membangun iklim kerja dan industri
yang lebih sehat.

Merebaknya PHK akhir-akhir ini semakin meresahkan. Penyebab


utama adalah semakin lesunya komoditas ekspor hingga perusahaan
mengambil langkah PHK. Lepas dari bagaimana upaya pemerintah
untuk segera melakukan tindakan preventif terhadap kemungkinan
kedepan yang lebih parah, proses PHK tersebut harus betul-betul
dimonitor dengan baik. Agar menjauhi adanya tindakan culas dan
tidak bertanggungjawab dari para pemilik perusahaan. Setidaknya
semua proses dilakukan sesuai aturan main perundang-undangan
dan hak-hak kaum pekerja diberikan secara penuh tanpa potongan
apapun.

Cara mengatasi PHK bagi pegawai Profesional :

Ada 4 cara untuk mengatasi masalah ini sebagai jalan keluar, dapat
dikelompokkan menjadi, yaitu: Pertama, Mencari pekerjaan baru.
Salah satunya dengan melalui media internet, memang belum lazim
bagi sebagian besar masyarakat, tapi disana terdapat. Syarat –
syarat yang harus dipenuhi adalah harus tahu betul bidang pekerjaan
yang dikuasai serta prestasi yang pernah dikuasai, latar belakang
pendidikan, kepribadian yakni sejauh mana kemampuan sang
kandidat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Skripsi PHK Page ii


Kedua, Pindah ke perusahaan kecil. Jalan untuk memperbaiki
keadaan itu salah satunya adalah mencoba merintis karier baru di
perusahaan lain yang relatih lebih kecil. Dalam perusahaan kecil
perjuangan relatif berat karena harus merintis dan mengelola dalam
skala kecil dan pada akhirnya banyak yang suksess dan kini jadi
pimpinan puncak di kantor baru. Eksekutif yang pindah dari
perusahaan kecil umumnya identik dengan turun jabatan dengan
segala keterbatasan fasilitas tunjangan.

Ketiga, Membangun Usaha Baru. Kesulitan manjemen untuk


menjadi wirausahawan yang harus disiapkan memang bukan uang,
melainkan kemauan dan keberanian. Di situ beda usahawan dengan
pegawai, jika pegawai sudah tahu persis saat mengangkat kakinya
berjalan ke kantor. Adapun usahawan harus mengangkat kaki ke
tujuan yang akan temukan jika sudah berjalan. Berikutnya, mengenai
kemampuan, melihat faktor mana saja yang bisa dijual dari ‘diri
individu’ antara lain keahlian, pengalaman, relasi dan hobi jika
seseorang cukup cermat, pasti melihat banyak hal bisa dijual.

Keempat, Menyenangi apa yang dilakukan, betatapapun


beratnya. Sering orang mengawali sesuatu dengan keterpaksaan
(merupakan pisau pembunuh yang paling kejam).

Pekerja kontrak dan tetap

Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak (terikat


Perjanjian Kerja Waktu Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu-PKWTT). Dalam hal kontrak,
pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai
kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib
tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut.

Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar


uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang

Skripsi PHK Page ii


penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat,
kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK
terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak
mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.

Alasan/sebab PHK

Terdapat bermacam-masam alasan PHK, dari mulai pekerja


mengundurkan diri, tidak lulus masa percobaan hingga perusahaan
pailit. Selain itu:

• Selesainya PKWT

• Pekerja melakukan kesalahan berat

• Pekerja melanggar perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama,


atau peraturan perusahaan

• Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha

• Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya

• Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)

• PHK massal - karena perusahaan rugi, force majeure, atau


melakukan efisiensi.

• Peleburan, penggabungan, perubahan status

• Perusahaan pailit

• Pekerja meninggal dunia

• Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali


secara patut

• Pekerja sakit berkepanjangan

• Pekerja memasuki usia pensiun

PHK Sukarela

Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada pengusaha


secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam
alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti
dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri,

Skripsi PHK Page ii


pekerja harus memenuhi syarat: (i) mengajukan permohonan
selambatnya 30 hari sebelumnya, (ii) tidak ada ikatan dinas, (iii)
tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.

Undang-undang melarang pengusaha memaksa pekerjanya untuk


mengundurkan diri. Namun dalam praktik, pengunduran diri kadang
diminta oleh pihak pengusaha. Kadang kala, pengunduran diri yang
tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi pekerja
maupun pengusaha. Disatu sisi, reputasi pekerja tetap terjaga. Disisi
lain pengusaha tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar
apabila pengusaha harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan
pekerja. Pengusaha dan pekerja juga dapat membahas besaran
pesangon yang disepakati.

Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas


kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta
pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Pekerja mungkin
mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya
perumahan terdapat silang pendapat antara pekerja dan pengusaha,
terkait apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari
uang pesangon dan penghargaan masa kerja.

PHK Tidak Sukarela

a. PHK oleh Pengusaha

Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal,


antara lain rendahnya performa kerja, melakukan pelanggaran
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kebijakan-kebijakan lain
yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua kesalahan dapat berakibat
pemecatan. Hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan.

Pengusaha dimungkinkan memPHK pekerjanya dalam hal pekerja


melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Ini,
setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan

Skripsi PHK Page ii


masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali
ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.

Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja


untuk berbagai pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak
tergantung jenis pelanggaran. Pengusaha dimungkinkan juga
mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau terhadap
perbuatan tertentu langsung memPHK. Hal ini dengan catatan hal
tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan
(PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan
tersebut, disebutkan secara jelas jenis pelanggaran yang dapat
mengakibatkan PHK. Tak lupa penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan


karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan
melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan
merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar kuasa
pengusaha (force majeure).

Undang-Undang tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan


alasan:
a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan
dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara
terus-menerus;

b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi


kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;

c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;

d. pekerja menikah;

e. pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau


menyusui bayinya;

Skripsi PHK Page ii


f. pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan
dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah
diatur dalam PK, PP, atau PKB;

g. pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat


pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja,
atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK, PP, atau PKB;

h. pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib


mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana
kejahatan;

i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,


golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;

j. pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,


atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan
dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

• Kesalahan Berat (eks Pasal 158)

Semenjak Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU


Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat
langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan
kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha
baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan
kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini,
Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan
penjelasan tentang akibat putusan tersebut.

Yang termasuk kesalahan berat ialah:

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang


dan/atau uang milik perusahaan;

b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga


merugikan perusahaan;

Skripsi PHK Page ii


c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya di lingkungan kerja;

d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman


sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan


perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan
dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
kerugian bagi perusahaan;

g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau


pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang


seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang


diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

b. Permohonan PHK oleh Pekerja

Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke LPPHI


bila pengusaha melakukan perbuatan seperti (i) menganiaya,
menghina secara kasar atau mengancam pekerja; (ii) membujuk
dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; (iii) tidak
membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3
bulan berturut-turut atau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang
telah dijanjikan kepada pekerja; (v) memerintahkan pekerja untuk
melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; (vi) memberikan
pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak
dicantumkan pada perjanjian kerja.

Skripsi PHK Page ii


c. PHK oleh Hakim

PHK dapat pula terjadi karena putusan hakim. Apabila hakim


memandang hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin
dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak
putusan dibacakan.

d. PHK karena Peraturan Perundang-undangan

Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang pailit, dan force


majeure merupakan alasan PHK diluar keinginan para pihak. Meski
begitu dlama praktek force majeure sering dijadikan alasan
pengusaha untuk mem-PHK pekerjanya.

Mekanisme PHK

Pekerja, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala


upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara
pengusaha pekerja/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh
pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).

Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK
harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan
Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :

a. pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah


dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b. pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis
atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi
dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan
perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,
atau peraturan perundang-undangan; atau
d. pekerja meninggal dunia.
e. Pekerja ditahan

Skripsi PHK Page ii


f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan
pekerja melakukan permohonan PHK

Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha


harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu
penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap
membayar hak-hak pekerja.

Perselisihan PHK

Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial


bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya
kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.

Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK,
dan besaran kompensasi atas PHK.

Penyelesaian Perselisihan PHK

Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.

1. Perundingan Bipartit

Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar


pengusaha dan pekerja atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak
diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian
masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian
perselisihan.

Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para


Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila
tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama
yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini
didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian
Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama,
ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal

Skripsi PHK Page ii


ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan
eksekusi.

Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha


mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang
melalui Perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit

Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang


dapat dipilih oleh para pihak:

a. Mediasi

Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas


tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha
mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.
Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian
bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai
kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.

b. Konsiliasi

Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para


pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para
pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai
kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.

c. Arbitrase

Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan
tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya
langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah
permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya
kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.

3. Pengadilan Hubungan Industrial

Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan


gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini

Skripsi PHK Page ii


untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI
juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini
antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial,
termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan
melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.

Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial


(PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: (i)Perselisihan yang timbul
akibat adanya perselisihan hak, (ii) perselisihan kepentingan dan (iii)
perselisihan antar serikat pekerja.

4. Kasasi (Mahkamah Agung)

Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat


langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara
tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.

Kompensasi PHK

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan


membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa
kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya
diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan
dan masa kerjanya.

Perhitungan uang pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :


Masa Kerja Uang Pesangon

• masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah;

• masa kerja 1 - 2 tahun, 2 (dua) bulan upah;

• masa kerja 2 - 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah;

• masa kerja 3 - 4 tahun 4 (empat) bulan upah;

• masa kerja 4 - 5 tahun 5 (lima) bulan upah;

• masa kerja 5 - 6 tahun 6 (enam) bulan upah;

• masa kerja 6 - 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.

• masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah;

Skripsi PHK Page ii


• masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan


sebagai berikut :
Masa Kerja UPMK

• masa kerja 3 - 6 tahun 2 (dua) bulan upah;

• masa kerja 6 - 9 tahun 3 (tiga) bulan upah;

• masa kerja 9 - 12 tahun 4 (empat) bulan upah;

• masa kerja 12 - 15 tahun 5 (lima) bulan upah;

• masa kerja 15 - 18 tahun 6 (enam) bulan upah;

• masa kerja 18 - 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah;

• masa kerja 21 - 24 tahun 8 (delapan) bulan upah;

• masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :


a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya


ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan


ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan


perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Alasan PHK dan Hak Atas Pesangon

Besaran Perkalian pesangon, tergantung alasan PHKnya. Besaran


Pesangon dapat ditambah tapi tidak boleh dikurangi. Besaran
Pesangon tergantung alasan PHK sebagai berikut:

Alasan PHK Besaran Kompensasi

Mengundurkan diri (kemauan sendiri)

-Berhak atas UPH


Tidak lulus masa percobaan

Skripsi PHK Page ii


-Tidak berhak kompensasi
Selesainya PKWT

-Tidak Berhak atas Kompensasi


Pekerja melakukan kesalahan berat

- Berhak atas UPH


Pekerja melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja
Bersama, atau Peraturan Perusahaan

- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha

- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya

- Tergantung kesepakatan
Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)

- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


PHK Massal karena perusahaan rugi atau force majeure

- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


PHK Massal karena Perusahaan melakukan efisiensi.

- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pekerja tidak mau
melanjutkan hubungan kerja

- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


Peleburan, Penggabungan, perubahan status dan Pengusaha tidak
mau melanjutkan hubungan kerja

- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


Perusahaan pailit

- 1 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


Pekerja meninggal dunia

- 2 kali UP, 1 kali UPMK, dan UPH


Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara
patut

Skripsi PHK Page ii


- UPH dan Uang pisah
Pekerja sakit berkepanjangan atau karena kecelakaan kerja (setelah
12 bulan) - 2 kali UP, 2 kali UPMK, dan UPH
Pekerja memasuki usia pensiun

- Sesuai Pasal 167 UU 13/2003


Pekerja ditahan dan tidak dapat melakukan pekerjaan (setelah 6
bulan)

- 1 kali UPMK dan UPH


Pekerja ditahan dan diputuskan bersalah

- 1 kali UPMK dan UPH

Contoh

A yang tinggal di jakarta telah bekerja selama sepuluh tahun di PT B


yang juga berdomisili di Jakarta, dengan upah Rp 3 juta per bulan. Ia
kemudian di PHK perusahaannya karena melakukan pelanggaran
terhadap perjanjian kerja.

Maka, ia berhak atas kompensasi sebesar:

UP = Rp3.000.000,- x 1x9 = 27.000.000, (3 juta Dikali 1 UP (karena


melanggar Perjanjan kerja) dikalikan dengan 9 bulan upah)

UPMK= Rp3.000.000 x1x 4= 12.000.000,- (tiga juta kali 4 bulan upah,


karena masa kerja 10 tahun

UPH = 15% (uang penggantian perumahan dan pengobatan) x (27


juta +12 juta) =Rp5.850.000,-

Total Kompensasi = UP + UPMK + UPH

27.000.000+ 12.000.000 + 5.850.000 = 44.850.000,-

B. Bentuk Perjanjian Kerja.

Bagi perjanjian kerja tidak dimintakan bentuk yang tertentu. Jadi


didapat dilakukan secara lisan, dengan surat pengangkatan oleh

Skripsi PHK Page ii


pihak majikan atau secara tertulis yaitu surat perjanjian yang ditanda
tangani oleh kedua belah pihak.
Undang-undang hanya menetapkan bahwa jika perjanjian diadakan
secara tertulis, biaya surat dan biaya tambahan lainnya harus dipikul
oleh majikan.
Perjanjian kerja yang harus diadakan secara tertulis misalnya
memuat :
a. Macam pekerjaan,
b. Lamanya perjanjian itu berlaku,
c. Besarnya upah berupa uang sebulannya,
d. Lamanya waktu istirahat (cuti) dan besdarnya upah selama cuti
itu,
e. Jika ada, besarnya bagian dari keuntungan (tantie) dan caranya
menghitung, keuntungan,
f. Jika ada, caranya pemberian pensiun atau bentuk pemberian untuk
hari tua lainnya,
g. Bentuk upah lainnya,
h. Tempat kemana nanti buruh itu harus dikembalikan atas biaya
majikan.
Dalam perjanjian kerja yang dibedakan secara sukarela dengan
tertulis, tidak membuat banyak janji yang menguntungkan buruh.
Oleh karena itu perlunya ada peraturan yang secara lengkap memuat
semua hak dan kewajiban kedua belah pihak. Seperti telah diatur
dalam peraturan majikan dalam perjanjian perburuhan atau dalam
peraturan perundang-undangan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan koperasi Nomor 02 MEN 1978 tentang peraturan
perusahaan dan perundingan pembuatan perjanjian perburuhan.

C. Perjanjian Perburuhan.

Perjanjian perburuhan adalah yang diadakan oleh satu atau beberapa


seikat buruh yang terdaftar pada Departemen Perburuhan dengan
seorang atau beberapa perkumpulan majikan yang berbadan hukum,

Skripsi PHK Page ii


yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat
perburuhan yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dari perumusan ini jelaslah bahwa perjanjian perburuhan itu justru
diadakan untuk menetapkan hak dan kewajiban buruh dan majikan,
secara musyawarah antara kedua belah pihak, serikat buruh dan
majikan.
Untuk sahnya perjanjian perburuhan dimintakan syarat materil dan
syarat formil.
Syarat materiil adalah misalnya :
1. Dilarang memuat aturan yang mewajibkan seorang majikan
supaya hanya menerima atau menolak buruh dari suatu golongan,
baik berkenaan dengan agama, golongan warga negara atau bangsa,
maupun karena keyakinan politik atau anggota dari sesuatu
perkumpulan.
2. Dilarang memuat aturan yang mewajibkan seorang buruh supaya
hanya bekerja atau tidak boleh bekerja pada majikan dari suatu
golongan, baik berkenaan dengan agama golongan warganegara
atau bangsa maupun keyakinan politik atau anggota dari suatu
perkumpulan.
3. Dilarang memuat aturan yang bertentangan dengan undang-
undang tentang ketertiban umum atau dengan tata susila.

Syarat-syarat formil antara lain adalah :


1. Harus diadakan dengan tertulis dan ditanda tangani oleh kedua
belah pihak atau dengan surat resmi, yaitu dihadapan seprang
notaris.

2. Surat perjanjian harus memuat :


a. Nama, tempat kedudukan serta alamat serikat buruh;
b. Nama, tempat kedudukan serta alamat pengusaha atau
perkumpulan majikan yang berbadan hukum;
c. Nomor, serta tanggal pendaftaran serikat buruh pada Departemen
perburuhan;

Skripsi PHK Page ii


d. Tanggal penanda tanganan

3. Perjanjian perburuhan harus dibuat sekurang-kurangnya, dalam


rangkap tiga, selembar harus dikirimkan kepada Departemen
Perburuhan untuk dimasukkan dalam daftar yang disediakan untuk
itu.

4. Perjanjian perburuhan hanya dapat diadakan untuk paling lama


dua tahun, dan kemudian dapat diperpanjang dengan paling lama
dua tahun, dan kemudian diperpanjang paling lama1 tahun lagi.
Dengan sendirinya perjanjian perburuhan tidak dapat memuat semua
hak dan kewajiban buruh dan majikan, terutama hak dan kewajiban
dan kewajiban buruh dan majikan perburuhan, perjanjian kerja dan
peraturan majikan. Negara mengeluarkan pelbagai peraturan dengan
tujuan menciptakan suatu kedudukan buruh yang layak bagi
kemanusiaan, baik yuridis dan ekonomis, maupun sosiologis dan
keamanan badaniah.

D. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Berakhirnya hubungan kerja bagi buruh dari segala kesengsaraan.


Menurut teori memang buruh berhak pula untuk mengakhiri
hubungan kerja, tetapi dalam praktek mejikanlah yang
mengakhirinya, sehingga pengakhiran itu selalu merupakan
pengakhiran hubungan kerja oleh pihak majikan.

a. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Majikan.


Cara-cara yang dianut pada pemutusan hubungan kerja oleh majikan
itu, merupakan aspek yang sangat penting dalam hubungan kerja,
karena aturan dan praktek yang dilakukan dalam hal pemberhentian
(dismissal) atau penghematan (lay off), mempengaruhi kepentingan
vital dari majikan dan buruh.

Skripsi PHK Page ii


Dapat dimengerti, karena majikan itu bertanggung jawab atas
jalannya baik dan efektif dari perusahaannya, dia itu ingin
mempertahankan kekuasaannya, kebebasannya sebanyak-
banyaknya untuk mengambil keputusan tentang soal-soal yang
mempengaruhi jalannya perusahaan itu. Dia ingin mengelakkan tiap
kewajiban untuk menuruti suatu negara cara yang akan merugikan
jalan baik perusahaannya. Hal itu tidak hanya mengenai soal rencana
produksi, permodalan penjualan dan sebagainya, tetapi juga
mengenai jumlah buruh yang dipekerjakan dan soal memilih satu
persatu. Berdasarkan alam ekonomis itu, majikan menghendaki
kebebasan yang maksimum dalam memperhatikan buruh, jika ia
tidak puas dengan pekerjaan buruh itu atau keadaan perusahaannya
membenarkan pengurangan buruh. Adalah jelas bahwa jika majikan
diharuskan untuk menahan sejumlah buruh yang lebih besar dari
seperlunya, dia mungkin tidak lagi mampu untuk mempertahankan
keseimbangan keuangan dalam perusahaannya.

Prosedur pemberhentian dan penghematan dengan sendirinya harus


dilihat dengan latar belakang ekonomi umumnya dari negara yang
bersangkutan. Akibat pengakhiran hubungan kerja adalah sangat
berbeda-beda berhubungan dengan adanya cukup lapangan
pekerjaan atau pengangguran. Disini tidak akan dipersoalkannya
lapangan pekerjaan atau pengangguran. Disini tidak akan
mempersoalkan salah buruh kehilangan pekerjaan dan bukan
masalah apakah dia akanmendapat atau tidaknya pekerjaan lain.

Soal pemutusan hubungan kerja juga ada hubungannya dengan


ketentuan tentang adanya jaminan pendapatan (Income securrity)
bagi buruh yang kehilangan pekerjaan. Pendapat umum
menghendaki supaya pemutusan hubungan kerja oleh majikan
memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat menghendaki itu adalah tenggang waktu pernyataan
pengakhiran (opzeggingstermijin, perious of notice) dasar-dasar

Skripsi PHK Page ii


untuk memilih buruh manakah yang akan diberhentikan atau
diterima atau dihemat atau cara-cara mendapatkan pertimbangan
atau perundingan sebelum pemutusan boleh dilakukan.
Dalam peraturan dapat dimintakan alasan-alasan untuk
pemberhentian dan sering kali diadakan larangan pemberhentian
dalam hal-hal lain. Kadang-kadang disyaratkan pemberian pesangon
(severance allowance), menunjukkan jalan bagi buruh yang
diperhentikan itu untuk dapat dipekerjakan kembali dan memberi
buruh itu hak-hak untuk membantunya mendapatkan pekerjaan baru.

b. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Buruh.


Buruh dapat juga memngakhiri hubungan kerja itu tanpa pernyataan
pengakhiran atau tanpa mengindahkan aturan yang berlaku bagi
pernyataan pengakhiran, tetapi buruh yang berbuat demikian tanpa
persetujuan pihak majikan, bertindak berlawanan dengan hukum.

Untuk menghidarkan segala akibat dari tindakan yang berlawanan


dengan hukum itu, buruh harus secepat-cepatnya membayar ganti
rugi atau buruh mengakhiri hubungan kerja secara demikian itu
dengan alasan mendesak yang seketika itu juga harus diberitahukan
kepada pihak majikan.

Ganti rugi adalah sebesar satu bulan itu terjadi dalam keadaan yang
sedemikian rupa sehingga kerugian yang diderita tidak dapat
dipandang oleh ganti rugi yang diterima itu, pihak majikan dapat
menuntut ganti rugi lagi di muka pengadilan negeri.

Alasan mendesak tersebut adalah keadaan yang sedemikianrupa


sehingga mengakibatkan bahwa dari pihak buruh adalah tidak layak
mengharapkan untuk meneruskan hubungan kerja. Alasan mendesak
dapat dipandang antara lain :
1. Apabila majikan menganiaya, menghina secara kasar atau
melakukan ancaman yang membahayakan pihak buruh, anggota

Skripsi PHK Page ii


keluarga atau anggota rumah tangga buruh, atau membiarkan
perbuatan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau
buruh bawahan majikan.
2. Apabila majikan membujuk atau mencoba membujuk buruh,
anggota keluarga atau anggota rumah tangga buruh untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang
atau dengan tata susila atau membiarkan pembujukan atau
percobaan pembujukan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah
tangga atau buruh bawahan majikan.
3. Apabila majikan tidak membayar upah pada waktunya.
4. Apabila majikan dimana makan dan pemondokan diperjanjikan,
tidak memenuhinya secara layak.
5. Apabila majikan tidak memberi cukup pekerjaan kepada buruh
yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang
dilakukan.
6. Apabila majikan tidak memberi atau cukup memberi bantuan yang
diperjanjikan kepada buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan
hasil pekerjaan yang dilakukan.
7. Apabila majikan dengan jalan lain secara keterlaluan melalaikan
kewajiban yang dibebankan padanya oleh perjanjian.
8. Apabila majikan dalam hal sifat hubungan kerja tidak
mencakupkannya, menyusun buruh, meskipun telah ditolak, untuk
melakukan pekerjaan di perusahaan seorang majikan lain.
9. Apabila terus berlangsungnya hubungan kerja bagi buruh dapat
menimbulkan bahaya besar yang mengancam jiwa, kesehatan,
kesusilaan atau nama baiknya yang tidak terlihat pada waktu
pembuatan perjanjian kerja.
10. Apabila buruh karena sakit atau alasan lain diluar kesalahannya,
menjadi tidak mampu melakukan pekerjaan yang diperjanjikan.

c. Hubungan Kerja Putus Demi Hukum.


Hubungan kerja yang diadakan untuk waktu tertentu, putus demi
hukum bila waktu yang ditentukan itu lampau. Dengan habisnya

Skripsi PHK Page ii


waktu berlakunya itu hubungan kerja putus dengan sendirinya
artinya tidak disyaratkan adanya pernyataan pengakhiran atau
adanya tenggang waktu pengakhiran.

Untuk menjaga agar buruh atau adanya sekonyong-konyong


menghadapi kenyataan tidak mempunyai pekerjaan lagi. Ada baiknya
dimintakan dari pihak majikan agar sebelumnya dalam waktu yang
layak, memberitahukan akan berakhirnya hubungan kerja itu kepada
buruh.

Hubungan kerja putus demi hukum bila buruh meninggal dunia, bila
watak hanya hubungan kerja atau perjanjian kerja atau perjanjian
kerja itu sendiri menghendaki sebaliknya.

Ketentuan bahwa meninggalnya majikan tidak memutuskan


hubungan kerja sebenarnya hanya merupakan cetusan dari prinsip
yang lebih tinggi, yaitu bahwa pemindahan tanganan suatu
perusahaan tidak memutuskan hubungan kerja.

d. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengadilan.


Masing-masing pihak, yaitu pihak majikan dan buruh setiap waktu,
juga sebelum pekerjaan dimulai, berwenang berdasarkan permintaan
tertulis kepada pengadilan negeri ditempat kediamannya yang
sebenarnya untuk menyatakan perjanjian kerja putus.

Dipandang sebagai alasan penting, selain alasan mendesak, adalah


juga perubahan keadaan pribadi atau kekayaan dari pemohon atau
pihak lainnya atau perubahan dalam hal pekerjaan dilakukan yang
sedemikian rupa sifatnya sehingga adalah layak segera atau dalam
waktu pendek di putuskannya hubungan kerja itu.
Pengadilan meluluskan permintaan itu hanya setelah mendengar
atau memanggil secara sah pihak lainnya.

Skripsi PHK Page ii


Jika pengadilan meluluskan permintaan itu Pengadilan menetapkan
saat hubungan kerja itu akan berakhir.

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pengadilan atas


permintaan pihak majikan dengan sendirinya tak memerlukan ijin lagi
dari panitia penyelesaian perburuhan.
Demikianlah juga dengan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
oleh Balai Harta Peninggalan untuk kepentingan majikan yang
dinyatakan palit dan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh
perwakilan Indonesia di luar Indonesia untuk kepentingan pengusaha
kapal.

Terhadap putusan pengadilan negeri tersebut tidak ada jalan untuk


melawannya, dengan tidak mengurangi wewenang Jaksa Agung
untuk semata-mata demi kepentingan undang-undang, mengajukan
kasasi terhadap putusan tersebut.

ETIKA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu fenomena yang


menarik untuk dilihat dari sudut pandang etika, karena banyak
terdapat masalah-masalah etika dalam pelaksanaannya. PHK
merupakan fenomena yang pasti selalu ada di setiap perusahaan,
baik PHK secara orang-perorangan maupun masal. Tahun 1998,
terjadi PHK besar-besaran di satu-satunya Industri Pesawat Terbang
milik Indonesia, sebuah perusahaan BUMN raksasa, IPTN. PT.
Omedata Electronic di Bandung mem-PHK seluruh karyawannya
karena krisis ekonomi global pada tanggal 27 Oktober 2008. Dengan
alasan yang sama, 70.000 buruh tekstil Jawa Barat yang terancam
pemutusan hubungan kerja pada awal tahun 2009 (Kompas, 23
Oktober 2008).

Secara harfiah, etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti
adat istiadat atau kebiasaan. Sonny Keraf membedakan dua
pengertian etika . Pertama, etika sebagai sistem nilai tentang

Skripsi PHK Page ii


bagaimana manusia harus bersikap baik sebagai manusia yang telah
diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang terwujud
dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang
lama. Etika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari pengetahuan
tentang moral, tentang baik dan buruk dalam hubungan timbal balik
antar manusia. Kedua, etika sebagai filasafat moral sebagai refleksi
kritis dan rasional mengenai :

(a) nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus


hidup baik sebagai manusia; dan

(b) masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasar pada


nilai-nilai dan norma yang umum diterima. Pengertian etika yang
kedua inilah yang dimaksudkan oleh Magnis-Suseno yang
menyatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran.
Etika berusaha unuk mengerti kenapa, atau atas dasar apa kita harus
hidup menurut norma-norma tertentu.

Untuk pengertian PHK, seringkali disamakan dengan pemecatan


secara sepihak oleh perusahaan terhadap pekerja karena kesalahan
pekerjanya, sehingga kata PHK terkesan negatif. Padahal, pada
kenyataannya PHK tidak selalu sama dengan pemecatan. Dalam UU
No 13/2003, Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha . PHK dapat dibedakan menjadi dua yaitu secara sukarela
dan tidak sukarela. PHK sukarela merupakan pemutusan hubungan
kerja yang diajukan oleh pekerja (pengunduran diri) tanpa adanya
paksaan atau intimidasi dan disetujui oleh pihak perusahaan. PHK
tidak sukarela terdiri dari: (1) PHK oleh perusahaan baik karena
kesalahan pekerja itu sendiri maupun karena alasan lain seperti
kebijakan perusahaan;

(2) Permohonan PHK oleh pekerja ke LPPHI (Lembaga Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industrial) karena kesalahan pengusaha;

(3) PHK karena putusan hakim dan

Skripsi PHK Page ii


(4) PHK karena peraturan perundang-undangan.

Jangan lupa bahwa dalam suatu kejadian PHK, kedua pihak sama-
sama merugi. Pekerja merugi karena kehilangan mata pencaharian,
dan perusahaan merugi karena kehilangan aset sumber daya
manusia serta kehilangan modal yang telah dikeluarkan untuk
recruitment dan peningkatan kompetensi pekerja (pelatihan dan
pendidikan). Karenanya, untuk dapat melakukan analisis etika PHK,
pertama-tama kita harus memiliki sudut pandang yang netral
mengenai PHK itu sendiri.

Dalam PHK Sukarela, pekerja mengajukan pengunduran diri kepada


perusahaan secara tertulis dan tanpa paksaan/intimidasi. Dari sudut
pandang etika profesi, hal ini dapat dibenarkan karena terdapat
empat prinsip etika profesi yaitu tanggung jawab, keadilan, otonomi
dan integritas moral.

Menurut prinsip otonomi, kalangan professional menuntut


kebebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya, dibatasi
oleh tanggung jawab dan komitmen professional. Dari prinsip ini,
didapatkan bahwa setiap pekerja berhak untuk memilih profesi
sesuai keinginannya dan bebas untuk mengembangkan profesi
tersebut. Tetapi, tentu saja hak ini juga disertai kewajiban yaitu
melakukan pengajuan pengunduran diri dengan tata cara tertentu
yang diatur oleh perusahaan, seperti misalnya mengajukan
permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, tidak ada ikatan
dinas, dan tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan
diri. Oleh karena itu, jika seorang pekerja merasa kariernya tidak
berkembang atau melihat ada potensi pengembangan karier di
perusahaan lain, maka secara etika profesi, hal ini dapat dibenarkan.

Menurut prinsip integrasi moral dalam etika profesi, orang yang


profesional adalah orang yang memiliki integritas pribadi atau moral
yang tinggi. Ia tidak akan melanggar nilai yang dijunjung tinggi
profesinya, atau sebaliknya, malu jika tidak bertindak sesuai dengan
nilai-nilai moral. Nilai malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur

Skripsi PHK Page ii


dari jabatan atau profesinya. Bahkan menurut budaya Jepang, rela
mati untuk mempertahankan kebenaran nilai yang dijunjung
merupakan suatu kemuliaan.

Namun dalam kenyataannya, tidak sedikit pengunduran diri ini


diminta oleh pihak pengusaha dengan alasan bahwa reputasi pekerja
tetap terjaga (jika pekerja melakukan fraud/kecurangan). Alasan
lainnya adalah agar perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon
lebih besar. Sebagai contoh kasus, karena krisis moneter tahun 1998,
salah satu bank swasta memaksa beberapa puluh karyawannya
untuk mengundurkan diri. Pemaksaan dilakukan dengan ancaman
tidak diberikannya surat referensi kerja, padahal surat tersebut
merupakan dokumen penting bagi para pencari kerja, dan karyawan
tidak memiliki salinan dari kontrak kerja yang disimpan oleh SDM
bank tersebut. dalam kasus ini, Perusahaan melakukan pelanggaran
hak pekerja dalam hal hak atas pekerjaan dan hak atas upah yang
adil serta hak untuk diperlakukan sah secara hukum. Hak atas
pekerjaan merupakan salah satu hak asasi manusia karena kerja
berkaitan dengan hak atas hidup layak. Hak atas upah yang adil
merupakan hak atas upah yang adil sebanding dengan tenaga yang
telah disumbangkannya, dalam kasus ini adalah hak untuk
mendapatkan pesangon sesuai peraturan yang berlaku. Jika pekerja
memiliki hak, maka perusahaan memiliki tanggung jawab yang
meliputi tanggung jawab legal, tanggung jawab moral dan tanggung
jawab sosial. Pada kasus ini, secara legal, mungkin perusahaan tidak
terbukti melakukan pemaksaan dan tidak memiliki kewajiban
membayar pesangon karena secara tertulis pekerjalah yang
mengajukan PHK bukan pengusaha, tetapi pekerja kehilangan haknya
untuk diperlakukan sah secara hukum. Selain itu, perusahaan
mengingkari tanggung jawab moralnya untuk berlaku adil dalam
pembayaran pesangon pekerja.

Untuk PHK tidak sukarela, etika menjadi lebih kompleks karena ada
salah satu pihak yang tidak menyetujuinya. Dalam makalah ini, PHK
tidak sukarela yang akan dibahas adalah jenis pertama, yaitu PHK

Skripsi PHK Page ii


oleh perusahaan. Terdapat bermacam-macam alasan PHK, yang
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama,
karena pekerja (melakukan kesalahan berat atau melanggar
peraturan perusahaan); kedua, karena perusahaan (pailit, merugi
atau melakukan efisiensi); ketiga PHK yang tidak bisa dihindarkan
(selesainya kontrak, pekerja sakit, meninggal dunia atau memasuki
masa pensiun).

Terdapat lima prinsip dalam etika bisnis yaitu: Pertama, otonomi.


Perusahaan dapat bertindak secara etis apabila memiliki kebebasan
dan kewenangan penuh untuk mengambil keputusan dan bertindak
sesuai virtue/nilai-nilai yang dianggapnya baik; Kedua, kejujuran.
Kejujuran berkaitan dengan syarat-syarat perjanjian kontrak dan
berkaitan dengan hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan;
Ketiga, prinsip keadilan. Prinsip ini menuntut semua orang agar
diperlakukan sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai
dengan kriteria yang rasional, objektif dan dapat dipertanggung
jawabkan; Keempat, prinsip saling menguntungkan; dan Kelima,
prinsip integritas moral.

Dalam hal pekerja melakukan kesalahan berat dan melanggar


peraturan perusahaan, maka perusahaan berhak dan wajib untuk
melakukan PHK. Menurut egoisme etis, adalah baik dan etis bahwa
perusahaan membela dirinya kalau diserang atau dirugikan oleh
pegawai. Perusahaan memiliki hak secara legal untuk memutuskan
hubungan kerja karena pekerja melanggar kontrak/perjanjian kerja.
Perusahaan memiliki hak secara moral untuk menegakkan nilai-nilai
yang dianggapnya baik, dan mengeluarkan pekerja yang tidak
menghormati nilai-nilai tersebut. Perusahaan bahkan wajib
melakukan PHK terkait hak pekerja untuk diperlakukan sama. Maksud
dari pernyataan tersebut adalah bahwa terdapat paham keadilan
legal (aristoteles) khususnya dalam perusahaan, setiap orang berhak
mendapat perlakuan hukum yang sama, sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Berdasar atas keadilan ini,maka perusahaan tidak
boleh mengistimewakan karyawannya dan secara hukum setiap

Skripsi PHK Page ii


individu karyawan harus diperlakukan sama. Jika ada pegawai yang
melakukan pelanggaran berat dan perusahaan tidak melakukan PHK,
maka perusahaan telah mengistimewakan pegawai tersebut dan
mendiskriminasikan pegawai dengan melanggar hak pegawai yang
lain untuk diperlakukan sama. Di sisi lain, secara hokum, pekerja
tersebut harus diperlakukan dengan asas praduga tak bersalah
sampai terbukti sebaliknya, dan berhak untuk diproses dengan sah
secara hukum.

Dalam hal perusahaan yang melakukan PHK tanpa ada kesalahan


pekerja, dapat dilihat dari dua teori etika yaitu menurut etika
deontologi dan menurut etika teleologi. Menurut etika deontology,
tindakan PHK oleh perusahaan bukanlah tindakan yang baik secara
moral bagi pegawai karena membuat mereka kehilangan hak untuk
mendapatkan kehidupan yang layak. Sedangkan menurut etika
teleology, tindakan PHK itu baru dapat dinilai baik buruknya setelah
diketahui tujuan dari PHK itu sendiri. Etika Utilitarisme maupun
kebijaksanaan bisnis sama-sama bersifat teleologis, hal ini berarti
bahwa keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasarkan baik-
buruknya suatu keputusan berdasarkan tujuan/akibat/hasil yang akan
diperoleh . Hal ini berarti bahwa,dari sudut pandang utilitarisme, PHK
dapat diterima apabila tujuannya baik, walaupun dengan cara yang
tidak baik (PHK). Contoh, jika dengan melakukan pemutusan
hubungan kerja 50% karyawan dapat menyelamatkan kondisi
perusahaan dan dapat menjaga keberlangsungan kerja 50%
karyawan sisanya, maka menurut etika utilitarisme hal ini adalah
baik. Tetapi, jika tujuan karyawan mem-PHK 50% karyawannya untuk
mengurangi cost dan mendapatkan untung sebesar-besarnya, maka
menurut utilitarisme, hal ini tidaklah baik karena hanya
menguntungkan perusahaan dan melanggar prinsip “ mendatangkan
keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang”.
Kelemahan pandangan ini adalah hak sekelompok minoritas tertentu
dikorbankan demi kepentingan pihak mayoritas, yang secara moral,
hal ini bukanlah nilai yang utama.

Skripsi PHK Page ii


Ketika perusahaan melakukan PHK, perusahaan tetap harus
melakukan tanggung jawabnya yaitu tanggung jawab legal, tanggung
jawab moral dan tanggung jawab sosial. Secara legal, perusahaan
harus mengikuti peraturan yang berlaku seperti misalnya harus
memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (LPPHI), dan wajib membayar uang pesangon
(UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang
penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima yang dihitung
berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.

Berawal dari tanggung jawab perusahaanlah kemudian tata cara PHK


harus dilakukan sesuai dengan etika. Sebagai contoh kasus, tanggal
27 Oktober 2008 PT. Omedata Electronic di Bandung mengumumkan
perumahan seluruh karyawannya dengan cara menempelkan
pengumuman di pintu gerbang dan melarang pegawai shift pagi
untuk masuk, padahal karyawan shift malam masih bekerja di dalam
pabrik. Moralitas perusahaan ini patutlah dipertanyakan, karena di
satu sisi seluruh karyawan di PHK tetapi di sisi lain masih dituntut
untuk bekerja (shift malam) secara hukum juga tidak dibenarkan
karena belum ada keputusan pengadilan atas kepailitan perusahaan
tersebut atau belum ada putusan dari LPPHI. Menurut penulis,
walaupun belum ada keputusan secara legal, tapi secara moral,
pekerja sebaiknya diberi pemahaman dan diskusi akan kondisi
keuangan perusahaan, dari jangka waktu yang cukup lama sebelum
pengumuman perumahan pegawai. Hal ini dimaksudkan agar
pegawai dapat memilih untuk tetap bekerja atau mencari pekerjaan
lain, sehingga keberlangsungan hak hidup layaknya dapat tetap
terjamin.

Skripsi PHK Page ii


Masih berkaitan dengan tata cara PHK, tiap bangsa memiliki tata cara yang berbeda
dalam memberitahukan pemutusan hubungan kerja, Di Jepang, apabila ditepuk
bahunya oleh atasan, berarti orang tersebut di PHK. Cara yang umum diterima adalah
dengan dipanggil atau dibicarakan oleh atasan langsung (bukan oleh HRD) atau jika
PHK masal dengan diumumkan melalui papan pengumuman. Sebuah perusahaan
asuransi di Korea KEB Credit Service melakukan PHK 25% karyawannya, dengan
mengirimi mereka sebuah SMS. Untuk di Indonesia hal ini tentu saja tidak dapat
diterapkan karena secara sosial tidak dapat diterima. Tetapi, bagaimanapun cara
pemberitahuannya, yang terpenting adalah legalitas status karyawan tersebut secara
hukum. Harus ada surat keterangan kerja dari perusahaan agar mantan pekerja dapat
menjadikannya sebagai referensi untuk mencari pekerjaan baru, dan harus ada surat
pemberitahuan PHK secara tertulis dari perusahaan agar kedudukan pekerja sah
secara hukum (sebagai bukti sehingga perusahaan tidak dapat mangkir telah
melakukan PHK dengan alasan lain, misal karyawan tidak masuk kerja, atau
mengundurkan diri, sehingga terbebas dari kewajiban membayarkan uang pesangon).
Selain itu, perkembangan teknologi bukanlah suatu alasan untuk memangkas birokrasi
dan tata cara PHK yang etis.

Dari pembahasan di atas dapat diketahui cara-cara PHK yang sesuai


prinsip etika, bahwa dalam melakukan PHK juga diperlukan adanya
etika, dan PHK itu sendiri dapat merupakan etis sekaligus tidak etis
ditinjau dari tujuan dan caranya.

Skripsi PHK Page ii


BAB 3 : KESIMPULAN

Dalam hukum perburuhan ada peraturan yang mengatur hubungan


antara para majikan dan buruh agar majikan tidak bertindak
sewenang-wenang terhadap buruh.

Dalam hubungan kerja terdapat hak dan kewajiban majikan dan


buruh. Sehingga akan tercipta hubungan yang serasi antara majikan
dan buruh.

Dan dalam hubungan kerja diatur pula cara-cara pemutusan


hubungan kerja dan macam-macamnya.

Sehingga majikan tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja


secara semena-mena.

Skripsi PHK Page ii


DAFTAR PUSTAKA

Imam Soepomo, SH, Hukum Perburuhan, Hubungan Kerja, Jakarta,


Djambatan, 1995.
Prof. Imam Soepomo, Hukum Perburuhan, Undang-undang dan
Peraturan-peraturan, Jakarta, Djambatan, 1995.
Wiyono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan
Tertentu.
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta, Djambatan,
1995.

Keraf, A. Sonny. 1998. “Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya”, ed.


Ke-4. Yogyakarta: Kanisius.
Magnis-Suseno, Franz. 1987. “Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok
Filsafat Moral”. Yogyakarta: Kanisisus.
Magnis-Suseno, Franz. “Kuasa dan Moral”. Jakarta: PT. Gramedia.
Zubair, Achmad C. “Kuliah Etika”. Jakarta: Rajawali Pers.
———–. 2008. “Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)”.
http://hukumpedia.com

———–. 2008. “PHK Lewat SMS”. http://www.matabumi.com/berita.


31 Januari.

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta, Djambatan,


2003.

………………, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja,


Djambatan , 1980.

Iman Sjahputra Tunggal, Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan ke-1,


Harvarindo, 2002.

Skripsi PHK Page ii


DAFTAR ISI

Daftar Isi ii
Kata Pengantar iii
BAB I :
Pendahuluan 1-2
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian 2
BAB II : Isi 3-31
Pengertian PHK 3-6
Pekerja Kontrak dan Tetap 6-11
Penyelesaian Perselisihan PHK 11-
14
Kompensasi PHK 14-
18
Bentuk Perjanjian Kerja 18-
25
Etika dan Pemutusan Hubungan Kerja 25-
31
Bab III : Penutup 32
Kesimpulan 32
Daftar Pustaka iv

Juni 2009

Skripsi PHK Page ii


Penulis

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME yang telah


melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)”.

Skripsi merupakan karya tulis ilmiah karena disusun


berdasarkan kaidah kaidah ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa dalam
rangka menyelesaikan studi jenjang strata satu berdasarkan
penelitian yang menggunakan teknik pengumpulan data,
menggunakan metodologi penelitian yang relevan dan terarah pada
pokok permasalahan yang berkaitan dengan bidang studi mahasiswa.
Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia. Untuk itu, skripsi ini
disusun dengan memakai bahasa yang sederhana dan mudah untuk
dipahami.

Dan pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima


kasih kepada dosen mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia,
Daradjat Sukmadiningrat, MM yang telah memberikan bimbingan,
arahan, saran, dan petunjuk hingga skripsi ini dapat disusun dengan
baik.
“TAK ADA GADING YANG TAK RETAK”, sebagai sebuah
skripsi, tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis sangat

Skripsi PHK Page ii


mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
berkepentingan, guna penyempurnaan skripsi ini.
Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat digunakan


oleh pembaca dengan baik.

Jakarta, Juni 2009

Penulis

Skripsi PHK Page ii

You might also like