You are on page 1of 22

FISIOLOGI ALIRAN DARAH JANTUNG

Jantung mendapatkan aliran darah dari arteri koronaria. Sirkulasi koronaria


meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke
miokardium melalui cabang-cabang intramiokardium yang kecil-kecil. Untuk
dapat mengetahui akibat-akibat dari pentakit jantung koroner, maka kita harus
mengenal terlebih dahulu distribusi arteri koronaria ke otot jantung dan sistim
penghantar.

Arteri koronaria.
Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteri
koronaria ini terdapat dalam sinus valsalva dalam aorta, tepat di atas katup aorta.
Sirkulasi koroner terdiri dari arteri koronaria kiri dan arteri koronaria kanan.
Arteri koronaria kiri mempunyai dua cabang, yaitu arteri desendens arteri kiri dan
arteri sirkumpleksa kiri.

Arteri-arteri ini berjalan melingkar jantung dalam dua celah anatomi eksterna:
sulkus atrioventrikularis yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel,
dan sulkus interventrikularis yang memisahkan kedua ventrikel. Tempat
pertemuan kedua celah dipermukaan posterior jantung merupakan bagian jantung
yang kritis, dipandang dari sudut anatomi dikenal sebagai kruks jantung yaitu
bagian jantung yang terpenting dari jantung. Nodus AV berlokasi pada tempat
pertemuan ini. Karena itu pembuluh manapun yang melintasi kruks tersebut
merupakan pembuluh yang menghantarkan ke nodus AV.
Aretri koronaria kanan berjalan ke lateral mengitari sisi kanan jantung di dalam
sulkus interventrikularis kanan. Pada 90 % jantung, arteri koronaria kanan pada
waktu mencapai posterior jantung akan menuju kruks lalu turun menuju menuju
afeks jantung dalam sulkus interventrikularis posterior. Arteri koronaria kiri tidak
bercabang lagi sesudah meninggalkan pangkalnya di aorta. Aretri sirkumpleksa
kiri berjalan ke lateral di bagian kiri jantung dalam sulkus atrioventrikularis kiri.

Distribusi secara berkeliling ini sesuai dengan sebutan dan tujuan fungsinya
sebagai pembuluh sirkumpleksia. Demikian juga arteri desendens arterior kiri
menyatakan perjalanan anatomis dari cabang arteri tersebut. Arteri tersebut
berjalan ke bawah pada permukaan jantung dalam sulkus interventrikularis
anterior. Kemudian arteri ini melintasi apeks jantung dan berbalik arah dan
berjalan ke atas sepanjang permukaan posterior sulkus interventrikularis untuk
bersatu dengan cabang distal arteri koronaria kanan.

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardia


yang khas. Arteri desendens arterior kiri membentuk percabangan septum yang
memasok 2/3 bagian arterior septum dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di
atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri. Permukaan posterolateral dari
ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteri sirkumpeksa.
Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korulasi antar arteri koronaria dan
penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteri koronaria dextra
memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior ventrikel
kiri. Arteria sirkumpleksa sinistra memberikan darah pada atrium kiri dan dinding
posteriolateral ventrikel kiri. Arteri desendens arterior kiri memberikan darah ke
dinding depan ventrikel kiri yang masif.

Penyediaan nutrisi pada penghantar merupakan suatu korelasi kritis lain yang juga
ditentukan oleh jalur-jalur anatomis. Meskipun nodus SA letaknya letaknya di
atrium kanan, tetapi pada 55% individu mendapat darah dari arteri koronaria
kanan, dan 45% individu mendapat darah dari suatu cabang yang berasal dari
arteria sirkumpleksa kiri. Nodus AV yang dipasok oleh arteri yang melintasi
kruks, yaitu dari arteri koronaria kanan pada 90% individu dan pada 10% sisanya
dari arteria sirkumpleksa kiri.

Anastomosis antara cabang arteria juga ditemukan pada sirkulasi koroner.


Anastomosis ini tidak berfungsi pada keadaan normal, akan tetapi mempunyai arti
yang sangat penting bagi sirkulasi kolateral maupun sirkulasi alternatif untuk
berfungsi daerah miokardium yang tidak mendapatkan aliran darah akibat lesi
obstuktif pada jalur koroner yang normal.

Vena-vena jantung
Distribusi vena koronaria pararel dengan distribusi arterianya. Sistim vena jantung
mempunyai 3 bagian yaitu vena thelesia yang merupakan sistem yang terkecil,
menyalurkan sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan,
vena kardiak anterior yang mempunyai fungsi mengosongkan sebagian besar isi
jaringan vena ventrikel kanan langsung ke atrium kanan, sinus koronarius dan
cabangnya merupakan sistimvena yang paling besar dan paling penting berfungsi
menyalurkan pengembalian darah jaringan vena miokardial ke dalam atrium
kanan melalui ostium sinus koronaria disamping muara vena kava inferior.

PENGERTIAN MIOKARD INFARK

Miokard infark adalah kematian otot jantung yang diakibatkan oleh kekurangan
aliran darah atau oksigen. Penyebabnya adalah penyempitan atau sumbatan
pembuluh darah koroner.

PATHOFISIOLOGI

ISKEMIA
Kebutuhan akan oksigen yang melibihi kapasitas suplei oksigen oleh pembuluh
darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada
iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada
tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium sehingga akan
mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolisme
anaerob.Pembentukan fosfat berenergi tinggi akan menurun.
Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun sehingga pH
sel menurun.
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat menganggu fungsi
ventrikel kiri, kekuatan kontraksi berkurang, serabut-serabutnya memendek, daya
dan kecepatannya berkurang. Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia
menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali kontraksi.
Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakkan jantung akan mengubah
hemodinamika. Perunahan ini bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami
iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya
fungsi ventrikel kiri dapa t mengurangi curah jantung sehingga akan memperbesar
volume ventrikel akibatnya tekanan jatung kiri akan meningkat. Juga tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang sering terjadi yaitu peningkatan
tekanan darah yang ringan dan denyut jantung sebelum timbulnya nyeri yang
merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi
miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang
terserang iskemia cukup luas merupakan respon vagus.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram akibat perubahan
elektrofisiologi seluler yaitu gelombang Tterbalik dan depresi segmen ST. Serang
iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit bila ketidakseimbangan atara
suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional,
hemodinamik, dan elektrokardiografik bersifat reversibel.

INFARK
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 - 45 menit akan menyebabkan kerusakan
seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis.
Bagian miokardium yang mengalami infark akan berhenti berkontraksi secara
permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh daerah iskemia.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri, infark transmural mengenai
seluruh tebal dinding miokard, sedangkan infark subendokardial nekrosisnya
hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel. Letak infark berkaitan dengan
penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner, misalnya infark anterior
dinding anterior disebabkan karena lesi pada ramus desendens anterior arteria
koronaria sinistra, infark dinding inferior biasanya disebsbkan oleh lesi pada
arteria coronaria kanan.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis.,
kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga
mengalami gangguan kontraksi.
Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan :
Daya kontraksi menurun
• Gerakkan dinding abnormal
• Perubahan daya kembang dinding ventrikel
• Pengurangan curah sekuncup
• Pengurangan fraksi efeksi
• Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri
Gangguan fungsional ini tergantung dari berbagai faktor; seperti:
• Ukuran infark : 40 % berkaitan dengan syok kardiogenik.
• Lokasi infark: dinding anterior lebih besar mengurangi fungsi mekanik
dibandingkan dinding inferior.
• Fungsi miokardium yang terlibat: infark tua akan membahayakan fungsi
miokardium sisanya.
• Sirkulasi kolateral: dapat berkembang sebagai respon iskemia yang kronik dan
hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke
miokardium yang terancam.
• Mekanisme kopensasi dari kardiovaskuler: bekerja untuk mepertahankan
curah jantung dan perfusi perifer.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel, diperlukan tekanan pengisian diastolik dan
volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium sehingga meningkatkan
kekuatan kontraksi (sesuai hukum starling). Tekanan pengisian sirkulasi dapat
ditingkatkan lewat retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga infark miokardium
biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri. Sementara, akibat dilatasi kompensasi
kordis jantung dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk
meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel.

HAL-HAL YANG BISA MENYEBABKAN INFARK MIOKARDIUM

Aterosklerosis
Kolesterol dalam jumlah banyak berangsur menumpuk di bawah lapisan intima
arteri. Kemudian daerah ini dimasuki oleh jaringan fibrosa dan sering mengalami
kalsifikasi. Selanjutnya akan timbul “plak aterosklerotik” dan akan menonjolke
dalam pembuluh darah dan menghalangi sebagian atau seluruh aliran darah.

Penyumbatan koroner akut


Plak aterosklerotik dapat menyebabkan suatu bekua darah setempat atau trombus
dan akan menyumbat arteria.
Trombus dimulai pada tempat plak ateroklerotik yang telah tumbuh sedemikian
besar sehingga telah memecah lapisan intima, sehingga langsung bersentuhan
dengan aliran darah. Karena plak tersebut menimbulkan permukaan yang tidak
halus bagi darah, trombosit mulai melekat, fibrin mulai menumpuk dan sel-sel
darah terjaring dan menyumbat pembuluh tersebut. Kadang bekuan tersebut
terlepas dari tempat melekatnya (pada plak ateroklerotik) dan mengalir ke cabang
arteria koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.

Sirkulasi kolateral di dalam jantung


Bila arteria koronaria koronaria perlahan-lahan meyempit dalam periode
bertahun-tahun, pembuluh-pembuluh kolateral dapat berkembang pada saat yang
sama dengan perkembangan arterosklerotik. Tetapi, pada akhirnya proses
sklerotik berkembang di luar batas-batas penyediaan pembuluh kolateral untuk
memberikan aliran darah yang diperlukan. Bila ini terjadi, maka hasil kerja otot
jantung menjadi sangat terbatas, kadang-kadang emikian terbatas sehingga
jantung tidak dapat memompa jumlah aliran darah normal yang diperlukan.

Faktor-faktor resiko
1. Tidak dapat dirubah: Jenis kelamin, Umur, Keturunan.
2. Dapat dirubah:
Kelebihan lemak, seperti: hiperkolesterol, hiperlipidemia, hiperglitriserida.
Perokok, hiprtensi, kegemukan/obesitas, diabetus militus, stres, kurang
aktivitas fisik.

GEJALA KLINIS
Nyeri dada restrofernal seperti diremas-remas atau tertekan.
• Nyeri dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang
bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari
angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
• Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
• Takikardi Sesak napas
• Kulit yang pucat Pingsan
• Hipotensi

PERIKSAAN PENUNJANG
• Elektrokardiografi (EKG) : Adanya gelombang patologik disertai peninggian
segmen ST yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik.
Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan
dalam (Q/R lebih dari 1/4).

• Laboratorium :
Creatin fosfakinase (CPK). Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi
karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran
darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama
(kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali kenilai normal pada
hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransaminase Test) Normal kurang dari 12
mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12-48 jam sesudah serangan
dan akan kembali kenilai normal pada hari ke 4 sampai 7.
LDH (Lactic De-hydroginase). Normal kurang dari 195 mU/ml. Kadar enzim
baru naik biasanya sesudah 48 jam, akan kembali ke nilai normal antara hari
ke 7 dan 12.
• Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis
ringan dan kadang-kadang hiperglikemia ringan.
• Kateterisasi: Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
• Radiologi. Hasil radiologi tidak menunjukkan secara spesifik adanya infark
miokardium, hanya menunjukkan adanya pembesaran dari jantung.
KOMPLIKASI PADA INFARK MIOKARDIUM

Gagal ginjal kongestif


Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium
mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang
ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri
untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume
sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat.
Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka
terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih
meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam
alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang
menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru
sehingga membebani ventrikel kanan.

Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
Penurunan perfusi perifer
• Penurunan perfusi koroner
• Peningkatan kongesti paru-paru

Disfungsi otot papilaris


Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi
katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik.
Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam
atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi
tergantung dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan.

Depek septum ventrikel


Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding septum
sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran darah
ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior
sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya penyakit
arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture
membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel
maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel.
Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan
mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar
tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat
dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah
yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat
berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.

Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan
infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan parut.
Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam
kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong
perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan
tanponade jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan
curah jantung.

Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural
intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang
mempunyai potensi membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi
vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru.

Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak
dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan perikardium
dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau
penimbunan cairan antara kedua lapisan.

Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang
disertai nyeri pada pleuroperikardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan suatu
reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.

Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu
rekaman grafik aktivitas listrik sel.

TINDAKAN PENGOBATAN

Tindakan pengobatan yang paling penting pada arterosklerosis adalah pencegahan


primer. Pencegahan tersebut karena berbagai alasan, antara lain :
1. Pada penyakit arterosklerosis secara klinis baru dapat terlihat setelah masa
laten yang lama. Perkembangan penyakit ini bergejala pada awal masa
dewasa. Lesi yang dianggap sebagai prekuser penyakit arterosklerosis
ditemukan pada dinding arteri koronaria anak-anak dan dewasa muda.
2. Tidak ada pengobatan kuratif untuk penyakit arteriosklerosis koroner. Begitu
diketahui secara klinis terapi hanya diberikan bersifat paliatif untuk
mengurangi atau memperlambat perkembangan penyakit.

3. Akibat penyakit arterioklerosis koroner dapat sangat berbahaya, infark


miokardium sering terjadi tanpa tanda perigatan lebih dahulu. Insiden
kematian mendadak tinggi.

Karena patogenesis yang tepat belum diketahui, maka pengendalian faktor resiko
dari penyakit
arterosklerosis adalah pencegahan. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah

 Hiper lipidemi
 Diet Tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh,
 Hipertensi kolesterol dan garam
 Merokok
 Diabetis Militus
 Obesitas
 Gaya hidup yang kurang gerak
 Stres psikososial

Pada orang dewasa yang cenderung menderita penyakit koroner adalah mereka
yang memiliki faktor resiko dan yang jelas menderita penyakit. Tetapi
pengendalian faktor resiko sedini mungkin agaknya dapat mencegah aterogenesis
atau memperlambat perkembangan penyakit sedemikian rupa sehingga jumlah
mortalitas atau morbiditas dapat dikurangi. Dalam hal ini yang penting adalah
pendidikan kesehatan sedini mungkin, serta pengendalian faktor resiko, bukan
pengobatan klinis pada penyakit yang sudah terjadi.

Pengobatan iskemia dan infark

Pengobatan iskemia miokardium ditujukan kepada perbaikan keseimbangan


oksigen (kebutuhan miokardial akan oksigen) dan suplai oksigen.Untuk
pemulihan dilakukukan dengan mekanisme:
1. Pengurangan kebutuhan oksigen.
2. Peningkatan suplai oksigen
Ada tiga penentu utama untuk pengurangan kebutuhan oksigen, yang dapat diatasi
dengan terapi adalah :
1. Kecepatan denyut nadi
2. Daya kontraksi
3. Beban akhir (tekanan arteria dan ukuran ventrikel )
4. Beban kebutuhan jantung dan kebutuhan akan oksigen dapat dikurangi dengan
menurunkan kecepatan denyut jantung, kekuatan kontraksi, tekanan arteria
dan ukuran ventrikel.
Nitrogliserin
Terutama untuk dilatasi arteria dan vena perifer dengan memperlancar distribusi
aliran darah koroner menuju daerah yang mengalami iskemia meliputi;
vasodilatasi pembuluh darah kolateralis. Dilatasi vena akan meningkatkan
kapasitas penambahan darah oleh vena diperifer, akibatnya aliran balik vena ke
jantung menurun sehingga memperkecil volume dan ukuran ventrikel. Dengan
demikian vasodilatasi perifer akan mengurangi beban awal akibatnya kebutuhan
oksigen pun akan berkurang.

Propranol (inderal)
Suatu penghambat beta adrenergik, menghambat perkembangan iskemia dengan
menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis terhadap jantung.
Pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Rangsangan beta meningkatkan
kecepatan denyut dan daya kotraksi jantung . Proprenol menghambat pengaruh-
pengarug ini, dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.

Digitalis
Digitalis dapat meredakan angina yang menyertai gagal jantung dengan
meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan meningkatnya curah sekuncup.
Dengan meningkatnya pengosongan ventrikel, maka ukuran ventrikel berkurang.
Meskipun kebutuhan akan oksigen meningkat akibat meningkatnya daya
kontraksi, hasil akhir dari pengaruh digitalis terhadap gagal jantung adalah
menurunkan kebutuhan miokardium akan oksigen.

Diuretika
Mengurangi volume darah dan aliran balik vena ke jantung, dan dengan demikian
mengurangi ukuran dan volume ventrikel.

Obat vasodilator dan antihipertensi dapat mengurangi tekanan dan resistensi


arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya beban akhir menurun/berkurang.
Sedativ dan antidepresan juga dapat mengurangi angina yang ditimbulkan oleh
stres atau depressi.

Pengobatan untuk mencegah komplikasi

Deteksi dini dan pencegahan sangat penting pada penderita infark. Dua kategori
komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu; ketidakstabilan listrik atau aritmia dan
gangguan mekanis jantung atau kegagalan pompa. Segera dilakukan pemantauan
elektrokardiografi.
Prinsip-prisip penanganan aritmia :
1. Mengurangi takikardi dengan perangsangan parasimpatis. Diperlukan abat-
abat anti aritmia. antara lain ; isoproterenal (isuprel)
2. Escopa beats, akibat kegagalan nodus sinus, obat-obat yang diperlukan untuk
mempercepat pulihnya pacu jantung normal, yaitu nodus sinus, seperti :
lidokain(xylocaine) dan prokainamid.
3. Terapi dari blok jantung ditujukan untuk memulihkan atau merangsang
hantaran normal. Diperlukan obat-obat yang mempercepat hantaran dan
denyut jantung, antara lain : atropin, atau isoproterenal (isuprel) atau dengan
pacu listrik (pace maker).

Pengobatan dengan alat pacu.

Alat pemacu dapat dibagi dalam dua pola respon.


• Menghambat, alat pacu akan berhenti jika menangkap impuls dari jantung
sendiri.
• Memicu, alat pacu menyala selama periode refrakter dari denyut yang
ditangkap, tanpa menghasilkan denyut pacuan.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Setelah diagnosa infark miokardium dipastikan maka tindakan segera adalah


sebagai berikut :
1. Menghilangkan rasa sakit
Morpin sulfat : 2,5 mg - 10 mg
Pethidin : 25 mg - 50 mg
2. Memasang monitoring EKG
Aritmia dapat terjadi setiap saat khususnya 6 jam dan bila ada perubahan
kemudian didokumentasikan sebagai dasar perbandingan selanjutnya. Sistim
alarm pada monitor harus selalu dalam posisi “on”. Pasien biasanya dimonitor
selama 48-72 jam.
3. Memasang intervenous line
Obat-obatan dapat diberikan segera melalui “intervenous line” dalam siruasi
gawat. Bila dipasang hanya intravena kanula tanpa cairan diflush dengan
heparin saline setiap 4 jam dan setelah pemberian obat-obatan.
4. Terapi oksigen
Pemberian oksigen ditentukan oleh keadaan klinis pasien. Nasal kanula
diberikan 2-4 liter/menit.
5. Penilaian status klinis
• Tanda-tanda vital.
Tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan diukur setiap jam selama
6 jam pertama atau sampai stabil. Tekanan darah diukur pada kedua
lengan pada waktu masuk. Temperatur diukur pada waktu masuk dan
setiap 6-8 jam.
• Kulit, perifer
Observasi kulit pasien apakah berkeringat, hal ini sering sebagai
manifestasi dari kenaikkan sistem simpatik yang diikuti kegagalan dari
jantung kiri. Apakah kulit dingin? ini dapat disebabkan oleh
vasokontriksi perifer, dimana ada tanda-tanda pengurangan aliran
darah ke kulit/perifer yang merupakan tanda-tanda syok kardiogenik.

• Rales atau Crepitations


Suara napas yang tidak normal disebabkan adanya cairan di alveoli
atau di bronkus. Crepitations selain dijumpai pada kasus paru, juga
pada kegagalan dari jantung kiri.

• Gallop. S3 terdengar pada kegagalan jantung.

• Vena jugularis.
Kenaikan dari tekanan vena jugularis adalah indikasi untuk kegagalan
jantung kanan.

• Perubahan mental
Perubahan mental dapat diartikan bahwa perfusi ke otak tidak efektif,
tanda-tanda dari syok kardiogenik. Perubahan mental diperiksa setiap
saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital Penilaian ini sering
dilakukan bila kondisi pasien tidak stabil.

6. Explanation and Reassurance


Bagi kebanyakan pasien bila masuk ke ruangan intensif merupakan suatu
pengalaman yang menakutakan. Oleh karena itu perawat harus menerangkan
tentang keadaan ruang perawatan dan tannperalaya.Bila dilakukan tindakan
kepada pasien harus deiterangkan maksud tujuannya.

Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :


7. Pengambilan EKG 12 lead. EKG lengkap dilakukan selama 3 hari berturut-
turut dan selanjutnya atas indikasi.
8. Pemeriksaan Laboratorium. Pada waktu masuk dilakukan pemeriksaan CK,
CKMB,SGOT,LDH, Hematologi, Ureum,Elektrolit, Kholesterol, Gula darah,
dan lain-lain bila ada indikasi.
9. “Chest X-ray”. Diambil pada waktu masuk dan boleh diulang bila ada
indikasi. Sering kegagalan jantung kiri yang dini tidak menunjukkan gejala-
gejala dan tidak dapat dilihat pada waktu pemeriksaan fisik, tetapi hal ini
dapat dilihat pada CXR. Pelebaran aorta, pleural effusion, pembesaran jantung
dapat dilihat.
10. Sakit dada. Pasien dianjurkan untuk memberi tahu perawat bila sakit dada
bertambah. Segera hilangkan dengan memberikan nitroglycerin sub lingual
atau analgetik, tergantung dari berat dan frekuensi sakitnya. Infus
nitroglycerin juga boleh dipertimbangkan.
11. Aktifitas.
 Istirahat ditempat tidur dengan posisi yang menyenangkan (biasanya posisi
setengah duduk)
 Pada waktu membersihkan tempat tidur pasien dianjurkan untuk duduk di
kursi dan memakai “commode” bila b.a.b.
 Semua higiene personal dilakukan oleh pasien sejauh dia dapat
melakukan.
 Pada hari kedua pasien boleh berjalan sekitar tempat tidur dengan
memakai monitoring.
 Pada hari ketiga boleh ke kamar mandi ditemani oleh perawat.
 Immobilisasi bukan hanya menyebabkan kelemahan dan kehilangan tonus
otot tetapi juga menimbulkan tekanan jiwa.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
• Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, EGC
Penerbitan Buku Kedokteran, Jakarta, 1987.
• Price Sylvia Anderson; Wilson Mc. Carty, Pathofisiologi Konsep Klinik
Proses-proses Penyakit, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1993.
• Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, UI Press, Jakarta, 1991.
• -------, Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik, Rumah Sakit Jantung
“Harapan Kita”, Jakarta, 1989.
Tugas Pathofisiologi

“RADANG”

Disusun Oleh :

Abdul Haris M.
Anjas Surtiningrum
Arif Wijaya
Aris Wawomeo
Awaliah
Ayub Khan Zega
Budhy Ermawan
Buntar Handayani
Catur Budi Susilo
Christina Asri EN
Darwis
Dyah Widodo
Elisabeth Esti W.
Elisabeth Watimena
Endang Abdullah
Muthia Mutmainah
Reni Zulfitri

PSIK - FKUI
1996
I. KELAINAN RETROGRESI
A. Atrofi
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal.
Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel
parenchym yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil.

Macam - macam atrofi :


1. Atrofi fisiologis : alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama
sekali selama masa perkembangan atau kehidupan . mis: pengecilan
kelenjar thymus, ductus omphalomesentricus , ductus thyroglossus.
2. Atrofi Senilis : mengecilnya alat tubuh pada orang yang sudah berusia
lanjut (aging process).
3. Atrofi setempat (local atrophy) : atrofi setempat akibat keadaan-keadaan
tertentu.
4. Atrofi inaktifitas (Disuse atrophy) : atropi yang terjadi akibat in aktifitas
otot-otot yang mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Mis. pada
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti pada poliomyelitis
(atrophy neurotrofik).
5. Atrofi Desakan (pressure atrophy) : yang terjadi karena desakan yang
terus-menerus atau desakan untuk wakru yang lama dan mengenai suatu
alat tubuh atau jaringan mis:
• Atrofi desakan fisiologis : pada gusi akibat desakan gigi yang mau
tumbuh (pada anak-anak).
• Atrofi desakan patologis : pada sternum akibat aneurisma aorta.
Pelebaran aorta di daerah substernal akibat syphilis. Akibat
desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum
menipis.
6. Atrofi Endrokin : terjadi pada alat tubuh yang aktifitasnya bergantung
pada rangsang hormon.

Pada sumber lain dikatakan bahwa berdasarkan penyebabnya, atrofi dibagi atas :
1. Atrofi Neurogen : akibat dari kelumpuhan saraf mis. pada orang yang
lumpuh.
2. Atrofi Vaskuler : akibat dari gangguan sirkulasi darah, mis.
pengecilan otak karena arteriosklerosis, pada usia lanjut.
3. Disuse Atrofi : akibat dari tidak dipergunakan dalam waktu yang
lama, mis. pada orangsakit yang harus berbaring lama di tempat tidur.
4. Atrofi Endokrin : akibat dari pengaruh hormon, mis. pengecilan
payudara pada wanita lanjut karena produksi hormon yang berkurang.

B. Perbedaan antara atrofi dan hipoplasia


Hipoplasia adalah organ tubuh yang berukuran kecil dan tidak pernah
mencapai ukuran yang normal, karena ada gangguan didalam perkembangannya.
Misalnya orang China, di mana sejak kecil mereka sudah dibiasakan
menggunakan sepatu besi, sehingga kaki mereka kecil tidak pernah mencapai
ukuran yang normal.
Jelaslah bahwa antara atrofi (seperti yang sudah dijelaskan terdahulu) dan
hipoplasia terdapat perbedaan, di mana pada atrofi pengecilan jaringan tubuh
terjadi karena pengecilan sel-sel parenkhim setelah jaringan tubuh tersebut
mencapai ukuran normal. Sedangkan pada hipoplasia pengecilan terjadi karena
gangguan didalam perkembangannya sehingga tidak pernah mencapai ukuran
normal.

C. Gangren
Gangren adalah keadaan yang berawal dari infeksi bakteri yang mengakibatkan
iskemik (gangguan sirkulasi) karena bakteri saprofit sehingga jaringan mengalami
nekrosa koagulatifa .
Tanda dan gejalanya didasarkan pada jenisnya.
Gangren Kering :
• Daerah nekrotik kering dan hitam
• Batasnya jelas
• Sering terjadi di ekstremitas
• Tempat-tempat yang mudah terjadi penguapan
• Penyempitan lumen-lumen arteri

Gangren Basah :
• Jaringan nekrotik mencair, bengkak dan berwarna hitam kemerahan.
• Disertai dengan infeksi bakteri yang menghasilkan gas berbau busuk.
• Sering pada komplikasi DM, dan terjadi pada alat-alat tubuh yang
banyak mengandung cairan karena obstruksi vena dan tempat yang
tidak memungkinkan terjadinya penguapan, misalnya pada lambung,
paru-paru, tungkai bawah ada obstruksi vena.

D. Nekrosis jaringan pada pasien TBC


Nekrosis jaringan yang ditemukan pada penderita TBC dikenal dengan
nama nekrosis kaseosa (Nekrosis Perkijuan).
Infeksi bakteri TBC dapat menimbulkan sarang-sarang nekrosis dengan
membentuk suatu masa yang rapuh, berbutir, berlemak, putihkuning seperti keju.

Mikroskopik :
Nampak sebagai masa eosinofilik amorf, tanpa sisa struktur sama
sekali.Tempat implantasi basil tuberkel yang paling sering adalah di permukaan
alveolar dari parenkhim paru-paru bagian bawah lobus atas atau bagian atas lobus
bawah. Reaksi yang ditimbulkan berupa peradangan yang dapat sembuh atau
peradangan berlanjut. Peradangan lanjut menyebar melalui getah bening menuju
kelenjar getah bening regional yang dapat memanjang sehingga membentuk sel
tuberkel epitheloid dan terjadi nekrosis bagian sentral lesi yang mengakibatkan
terbentuknya suatu bentuk yang relatif padat seperti keju yang disebut nekrosis
kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa disertai dengan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epitheloid dan fibroblas yang akan
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis yaitu
pencairan menuju ke bronchus dan akan menimbulkan rongga, masuk ke
percabangan tracheobronchial dan dapat terbawa ke paru-paru bagian lain, laryng,
telinga tengah, dan usus.

E. Icterus Neonatorum

Pada dasarnya icterus dapat terjadi baik secara fisiologis maupun secara patologis.
Icterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke 2 atau ke 3 kelahiran
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadar billirubinnya tidak melampaui kadar
membahayakan serta tidak menyebabkan kesakitan pada bayi. Sedangkan ikterus
patologis mempunyai dasar patologis atau kadar billirubinnya mempunyai suatu
nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

Jenis Ikterus :
• Ikterus Hemolitik: Ditemukan pada penyakit yang disertai hemolisis
eritrosit, misalnya anemi hemolitik didapat, sferositosis heriter,sickle
cell anemia, malaria, thalasemia, bakteremia, dan lain-lain.
• Ikterus Hepatoseluler : Ditemukan pada penyakit yang disertai
kerusakan hati, misalnya hepatitis virus, penyakit Weill, keracunan,
dll.
Ikterus Obstruktif : Biasanya disebabkan oleh batu, radang, neoplasma.
Selain yang sudah disebutkan diatas masih ada satu jenis ikterus yang
digolongkan kedalam ikterus non hemolitik (nonhemolytic jaundice). Yang
termasuk dalam kelompok jenis ini adalah ikterus fisiologik pada nonatus
terutama pada prematuritas, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Gilbert, dll. Jadi
jelaslah bahwa ikterus neonatorum digolongkan sebagai ikterus fisiologik dalam
jenis nonhemolytic.

Mekanisme terjadinya meliputi :


• Peningkatan normal destruksi eritrosit yang menyebabkan produksi
bilirubin meningkat.
• Kemungkinan penurunan pengambilan bilirubin oleh sel-sel hepar
karena kadar Y & Z anion protein yang rendah.
• Penurunan kecepatan konyugasi bilirubin di hati.
• Penurunan konversi bilirubin menjadi urobilinogen oleh bakteri dalam
usus yang akan menyebabkan reabsorbsi bilirubin yang diekskresi
lebih banyak (sirkulasi enterohepatik).

Kemungkinan Penyebab
Ikterus timbul pada 24 jam pertama:
• Ketidak-cocokan darah rhesus, ABO atau lainnya.
Infeksi.
Ikterus timbul pada 24 - 72 jam :
• Umumnya ikterus fisiologis.
• Polisitemia
• Hemolisis dari perdarahan tertutup
• Hipoksia
• Dehidrasi asidosis

Ikterus timbul pada > 72 jam sampai akhir minggu I :


• Umumnya infeksi
• Dehidrasi asidosis
• Pengaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar

kterus timbul pada satu minggu atau lebih :


• Umumnya karena obstruksi
• Hipotiroid
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia

Penanganan
• Periksa kadar bilirubin
• K/P periksa inkompabilitas ABO
1. antagonis Rh
2. test combs
3. darah tepi
• Bayi ditelanjangi
• Mata ditutup dengan kain yang tidak tembus cahaya untuk menghindari
kerusakan retina.
• Posisi bayi diubah-ubah; telentang, miring, tengkurap tiap 6 jam bila mungkin
(untuk penyinaran yang merata).
• Bayi dengan IVFD, cukup dalam 2 posisi.
• Temperatur badan dipertahankan 36,5 - 37 derajat C.
• Pemasukan cairan diperhatikan sehingga tidak terjadi dehidrasi, bila perlu
jumlah ditambah.
• Mata dibuka dan diperiksa di luar cahaya foto terapi (mis. waktu minum).
• Periksa kadar Hb.
• Cek bilirubin tiap 1 - 2 hari selama 3 hari sesudah foto terapi. Lama
penyinaran 100 jam.(bila bilirubin serum sudah mencapai 7,5 mg % foto terapi
dihentikan).
F. Kasus

Kelainan pada otot penderita merupakan pertanda “Disuse Atrofi” dimana terjadi
pengecilan dari jaringan otot yang telah mencapai normal akibat dari tidak
digunakan dalam waktu lama. Sedangkan kelainan pada kulit merupakan pertanda
adanya terputus perbekalan suplai darah yang tertekan dalam waktu yang lama,
sehingga daerah yang terkena menjadi padat/pucat dikelilingi oleh daerah yang
Hemorhagik. Nekrosisi ini termasuk Nekrosis Koagulativa (coagulation necrosis).

Upaya preventif kelainan pada otot :


• Dilakukan latihan peregangan otot dan sendi (range of mation) secara
teratur baik pasif maupun aktif. berikan penyangga untuk mencegah
kontraktur pada telapak kaki, tungkai dan langan.
• Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.

Upaya preventif pada kelainan kulit:


• Dilakukan massage pada daerah yang tertekan untuk membantu
memperbaiki sirkulasinya dan berikan minyak pelumas/cream.
• Personal hygiene terutama pada daerah kulit yang tertekan harus
diperhatikan.
• Merubah posisi tidur secara teratur tiap dua jam sekali.
• Diberikan cicin penyangga anti dikubitus pada kedua tumit, bantal
angin pada bokong.
• Perhatikan intake nutrisi yang adekuat.

Prediksi atas pemulihan vitalitas fungsional organ terkait pada penderita :


Bila terapi dan perawatan dilakukan dengan baik maka kemungkinan komplikasi
yang timbul dapat dihindari. Komplikasi tersebut antara lain : pneumonia,
decubitus, atrofi otot, kontraktur, dll.

Imformasi tambahan yang ingin didapatkan untuk dasar pengelolaan lebih lanjut
adalah :
• Data-data laboratorium lengkap (yang menunjang) baik urine, darah.
• Foto rongen
• EMG
Manfaatnya untuk mengetahui kondisi-kondisi organ vital pasien dengan
seksama sebagai acuan dalam pelaksanaan terapi dan perawatan pasien
lebih lanjut.

G. Penentuan waktu/jam kematian pada kasus

Kasus :
Ditemukan mayat dengan tanda-tanda :
• Tidak ada tanda luka atau kekerasan
• Ditemukan warna merah tua dipunggung
• Anggota badan lemas
• Di daerah perut kanan tampak warna hijau kebiruan

Dalam kasus diatas kita harus mengenal tanda-tanda perubahan-perubahan yang


terjadi pada kematian (perubahan post morten). Seorang dikatakan mati apabila
jantung tidak berdenyut lagi dan pernafasan juga terhenti. Namun pada akhir-akhir
ini dengan kemajuan tehnologi seperti dalam transplantasi berbagai alat tubuh,
timbul pertentangan pendapat mengenai saat yang tepat seseorang dapat
dinyatakan mati.

Perubahan-perubahan yang terjadi post morten :


1. Algor Mortis : Perubahan suhu badan sehungga suhu badan kurang
lebih sama dengan suhu lingkungan . Disebabkan karena metabolisme
yang terhenti.
2. Rigor Mortis : Sesudah dua sampai tiga jam akan terjadi kaku mayat
akibat terjadi kaku otot karena aglutinasi dan presipitasi protein pada
otot. Kaku Mayat biasa menetap 2 - 3 hari dan keudian menghilang
(melemas).
3. Liver Mortis : Perubahan warna yang terjadi karena sel-sel darah
mengalami hemolisis dan darah turun ke tempat yang lebih rendah
(bagian bawah) sehingga mengakibatkan lebam-lebam mayat pada
bagian-bagian tersebut.
4. Pembekuan Darah : Terjadi setelah penderita meninggal. Bekuan darah
yang terjadi setelah orang meninggal disebut Post Mortem Clot,
warnanya merah, elastik/seperti agar-agar (Colour Clot). Bila bekuan
darah terbentuknya lambat, maka bekuan darah napak berlapis-lapis,
sel darah merah karena lebih berat menjadi lapisan terbawah.
5. Pembusukan (Putrefation) dan autolisis : Jaringan mengalami
autodigestion akibat pengaruh fermen-fermen pada tubuh. Pada
jaringan tertentu seperti pada mukosa lambung, kandung empedu,
autolisis cepat terjadi. Pada umumnya makin tinggi diferensiasi
jaringan makin cepat autolisis dibandingkan dengan jaringan
penyokong. Pembusukan terjadi akibat masuknya kuman saprofitik.
Biasanya kuman ini berasal dari usus. Akibat pembentukan gas H2Z
maka jaringan sekitar usus tampak kehijauan.

Pada kasus di atas, berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa mayat
tersebut saat ditemukan sudah meninggal lebih dari tiga hari. Hal ini dapat
dibuktikan oleh adanya data “mayat sudah dalam kondisi lemas”.
II. PATOGENESIS PENYAKIT DEFISIENSI PROTEIN, KARBO-
HIDRAT, DAN VITAMIN A.

a. Defisiensi Protein dan Karbohidrat


Defisiensi protein dan karbohidrat dapat mengakibatkan marasmus dan
kwashiorkor.

Pada Marasmus :

• Terjadi katabolisme otot dan lemak untuk memlihara metabolisme


sehingga pasien nampak hanya kulit pembalut tulang (nampak sangat
kurus).
• Albumin serum masih normal maka tidak terjadi oedema.
• Enzim usus normal maka masih dapat mengabsorbsi makanan,
sehingga pengobatan relatif lebih mudah.
Pada Kwashiorkor :

• Defisiensi protein kalori terjadi lebih berat.


• Albumin serum menurun sehingga terjadi oedema dan asites.
• Sintesis enzim menurun menyebabkan filli usus atropi sehingga
absorbsi makanan sukar.
• Metabolisme terganggu sehingga timbul somnolen, apatis, lesu.
• Terjadi perlemakan hati.

b. Defisiensi Vitamin A

Fungsi fisiologis
Vitamin A mempunyai fungsi penting dalam sejumlah jaringan tubuh
manusia. Meliputi adaptasi penglihatan gelap dan terang. Dari beberapa penelitian
membuktikan bahwa vitamin mempunyai fungsi lain yang mempengaruhi
integritas jaringan kulit, pertumbuhan dan fungsi reproduksi.

Penglihatan
Kemampuan mata untuk beradaptasi terhadap perubahaan cahaya
tergantung pada adanya pigmen yang sensitif terhadap cahaya, rhodopsin pada sel
batang di retina.
Substansi pembentuk retinal bercampur engan protein opsin membentuk pigmen
penglihatan rhodopsin.
Ketika cahaya mengenai retina, rhodopsin terpecah menjadi 2 bagian,
opsin dan retinal. Dalam kegelapan komponen-komponen ini bercampur kembali
membentuk rhodopsin. Pada keadaan norrmal tersedia lebih dari cukup dalam
lapisan pigmen. Disamping sel batang dan sel kerucut untuk penyesuaian yang
konstan terhadap berbagai cahaya.
Tetapi bila tubuh kekurang vitamin A, ada sedikit retinal yang mampu
membentuk visual purple (rhodopsin).Sel batang dan kerucut menjadi lebih
sensitif terhadap perubahaan cahaya, hal ini dapat menyebabkan buta senja.
Kondisi ini dapat disembuhkan dalam waktu setengah jam atau dengan pemberian
suntikan vitamin A (retinol) yang siap diubah menjadi retinal dan selanjutnya
dapat menjadi rhodopsin.
Sel klerucut pada retinal mengandung pigmen lain ; visual violet yang
mempengaruhi penglihatan terhadap warna dan kemampuan untuk melihat dalam
cahaya yang terang. Vitamin A juga dibutuhkan sebagai komponen dalam
pigmen, tetapi tidak ada fakta yang mendukung bahwa vitamin A dapat
menyembuhkan buta senja.

Jaringan Epitel.
Vitamin A mempunyai peranan penting dalam menunjang dan mempertahankan
kesehatan, fungsi jaringan epitel yang membentuk pertahanan tubuh primer
terhadap infeksi. Jaringan epitel tidak hanya meliputi kulit, tetapi juga meliputi
mukosa membran mata, rongga mata, saluran pencernaan dan saluran perkemihan.
Fungsi fisiologi Vitamin A dalam mempertahankan integritas jaringan epitel
menjadi dasar penelitian yang berhubungan dengan vitamin A ; retenoids dan
karotin menjadi awal kanker jaringan epitel. Tampa vitamin A sel-sel menjadi
kering, kehitaman secara perlahan mengeras membentuk keratin, prosesnya
disebut keratinisasi. Keratin adalah protein yang membentuk jaringan kera dan
kering seperti kuku dan rambut. Bila tubuh kekurangan Vitamin a banyak jaringan
epitel mengalami keratinisasi.

1. Mata; Kornea menjadi kering dan mengeras, keadaan ini disebut


Xeropthalmia. Pada kekurangan vitamin A yang ekstrim akan
mempercepat kebutaan. Saluran air mata kering yang menghilangkan
fungsi sebagai pembersih dan pelumas yang memungkinkan infeksi
mudah terjadi.

2. Saluran Pernafasan; Epitel rambut di rongga hidung menjadi kering,


rambut/bulu-bulu menjadi rontok. Pertahanan untuk mencegah
masuknya infeksi menjadi kurang. Kelenjar ludah kering dan mulut
menjadi kering dan pecah-pecah dan memudahkan organisme masuk.

3. Saluran Pencernaan; Fungsi secresi mukosa membran berkurang, dan


jaringan menjadi lepas yang mempengaruhi pencernaan dan absorbsi.

4. Saluran Perkemihan; Jaringan epitelnya rusak timbul masalah-masalah


seperti infeksi saluran perkemihan, batu saluran kemih, dan inveksi
vagina yang menjadi hal umum.

5. Kulit; Menjadi kering dan bersisik, pustula-pustula kecil/besar,


hiperpigmentasi, erupsi papila mungkin terjadi disekitar folikel
rambut, keadaan ini disebut hiperkeratosis folliculer.
6. Pembentukan Gigi; Hanya sel-sel epitel tertentu disekitar gigi anak
yang tertanam dalam gusi yang masih mudah akan membentuk
menjadi organ yang istimewa yang disebut ameloblas. Organ tersebut
membentuk email tempat tumbuhnya gigi. Masing-masing sel
mengeluarkan produksi dan timbunan substansi pembentuk email yang
ahirnya membentuk gigi

Pertumbuhan
Telah diobservasi bahwa defisiensi Vitamin A berhubungan dengan
keterlambatan pertumbuhan, tetapi bagaimana mekanisme tersebut belum jelas.
Defisiensi biasanya melibatkan banyak faktor, oleh karenanya sulit memisahkan
pengaruh spesifik dari nutrisi ini. Untuk alasan tersebut banyak penelitian
mangenai vitamin A pada pertumbuhan dilakukan pada hewan-hewan dimana
fariabel-fariabelnya dapat dikontrol. kontribusi vitamin A memegang peran yang
esensial dalam pertumbuhan tulang dan jaringan lunak, kemungkinannya terjadi
melalui efek sintesis protein, mitosis atau stabilitas membran sel.

Reproduksi
Bahan pembentuk retina kecuali asam retinoid dibutuhkan untuk
menunjang fungsi normal sistim reproduksi baik pada pria/wanita. Tes pada
pemberian makanan binatang, hanya asam retinoid sebagai sumber vitamin A;
Kekurangan retinol dan retinoid menyebabkan sterilitas, degenerasi testikuler
pada pria, dan absorbsi atau kelainan pembentukan janin pada wanita. Tindakan
preventif terhadap timbulnya defisiensi protein karbohidrat dan vitamin A adalah :
• Intake nitrisi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan .
Pemberian Vitamin A dosis tinggi pada balita enam bulan sekali

You might also like