Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
ATIYYA INAYATILLAH
NIM 3107120119
1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pengantar
Amda ini dengan lancar dan tepat waktu. Shalawat juga kami ucapkan kepada
teladan kita Muhammad SAW.
Dengan selesainya tugas ini penulis berharap pemahaman terhadap materi
Pengantar Amdal semakin kuat karena harus melakukan studi kasus da analisis
berdasarkan teori yang sudah dipelajari.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam selesainya tugas ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan ... 20
Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm2 air laut di Teluk Senunu ………..... 21
Gambar 4.5 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa ……..…. 22
Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset
Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI ……………...……….. 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu contoh masalah yang timbul akibat STD menimpa PT Newmont
Minahasa Raya (PT NMR), salah satu perusahaan pertambangan yang beroperasi
di Indonesia dan menerapkan sistem tailing. PT NMR terbukti bersalah
mencemarkan Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Tercemarnya
Teluk Buyat disebabkan pembuangan tailing PT NMR yang tidak sesuai Amdal.
1
PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang masih satu induk dengan PT
NMR dan merupakan kontraktor bagi Pemerintah Indonesia di Batu Hijau, NTB,
telah menerapkan STD sejak awal beroperasi pada 1999. Amdal untuk proyek
Batu Hijau telah disetujui oleh pemerintah Indonesia melalui (KEP-
41/MENLH/10/1996).
Izin operasional tailing pertama PT NNT diterbitkan pada tahun 2002 dan
berlaku hingga tiga tahun kemudian. Dalam masa izin tersebut dilakukan
pemantauan oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga penelitian internasional yang
independen terhadap terhadap kinerja Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut.
2004. Pada 2005 PT NNT mendapatkan perpanjangan izin STD hingga 2007.
Pada 2006 terjadi kebocoran pipa tailing sehingga operasinal STD dialihkan
melaui pipa cadangan. Berbagai LSM, pemerintah, hingga masyaratakat luas
mengecam kebocoran tersebut dan secara umum menuntut agar izin operasional
STD PT NNT dicabut atau tidak diperpanjang.
2
1.3 Tujuan
Secara umum tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah amdal yang diberikan oleh pengajar pada semester VI. Secara khusus
tujuan makalah ini sebagai berikut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tailing
Batuan hasil galian yang disebut bijih dan berasal dari kegiatan
penambangan PT NNT mengandung mineral tembaga. Seperjuta bagian dari bijih
tersebut mengandung mineral emas dan perak. Mineral-mineral berharga tersebut
diproleh melalui suatu proses pengolahan di dalam pabrik pengolahan yang disebut
dengan ”konsentrator”.
Air laut dan /atau air tawar kemudian ditambahkan ketika bijih yang sudah
diremukkan memasuki sirkuit grinding. Semi Autogenous Grinding (SAG) Mill
digunakan pada sirkuit grinding untuk menumbuk bijih sementara bola besi yang
4
ada di dalam SAG Mill menggerus bijih sampai ukurannya mengecil, tidak lebih
besar dari butiran pasir.
Mineral ini mengandung tembaga, emas dan perak yang kemudian melekat
pada gelembung udara yang terbentuk di bagian flotasi dan selanjutnya gelembung
udara tersebut bergerak dari dasar tangki ke bagian atas tangki flotasi. Mineral ini
kemudian diambil sebagai konsentrat. Konsentrat inilah yang selanjutnya
dikapalkan dan diangkut ke sejumlah smelter (pabrik peleburan) di berbagai
penjuru dunia. Di tempat ini konsentrat dilebur dan diolah lagi untuk memperoleh
mineral dalam bentuk murni.
Partikel halus seperti pasir bercampur air yang tersisa di dalam tangki
flotasi setelah mineral berharga tersebut diambil itulah yang disebut tailing.
Secara teori tailing sudah tidak mengandung mineral berharga lagi dan tidak ada
konsentrasi bahan kimia berbahaya yang dapat mengganggu lingkungan.
5
Gambar 2.2 Lokasi produksi dan penempatan tailing
6
Dalam KepMenLH238/2007 juga diatur tentang pengetatan persyaratan
dan sistem pengawasan melalui kewajiban tambahan yang harus dipenuhi oleh PT
NNT dalam pengelolaan tailing yang dihasilkan. Pengetatan persyaratan dan
sistem pengawasan adalah sebagai berikut:
7
BAB III
Dasar hukum kewajiban menyusun amdal untuk suatu rencana dan atau
kegiatan adalah UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki amdal. Sedangkan criteria dampak penting disebutkan dalam UU yang
sama pada pasal 22 ayat (2).
8
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/
kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau;
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
9
di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat
menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan
masyarakat sekitar.
Dalam penelitian gabungan ini juga, pemahaman yang lebih baik tentang
potensi dampak tailing terhadap kondisi lingkungan laut dalam dapat diketahui.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tailing mengalir dari mulut pipa tailing ke
dalam Ngarai Senunu dan terus turun ke kedalaman 3.000 sampai 4.000 meter di
bawah permukaan laut. Tidak terdapat indikasi dampak yang melebihi apa yang
telah diprediksi sebelumnya tau dampak yang belum teridentifikasi sebelumnya
sebagaimana yang tercantum di dalam dokumen amdal.
10
c. Tantangan pengelolaan air di dalam dam penampung tailing yang dibangun
di daerah yang rawan gempa bumi dapat mengancam keselamatan
masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
d. Tailing yang ditempatkan di bawah zona photic laut yang produktif akan
meminimalkan dampak terhadap lingkungan.
Tailing mengalir secara gravitasi sebagai slurry (campuran air dan sisa
gilingan batuan) melalui pipa dari pabrik pengolahan bijih menuju ke tepi Ngarai
Laut Senunu. Ujung pipa ini berada lebih dari 100 meter di bawah permukaan laut
berjarak 3,2 kilometer dari tepi pantai. Berat jenis lumpur tailing lebih berat dari
pada air laut, sehingga tailing akan tenggelam dan mengalir menuruni dinding
curam Ngarai Laut Senunu layaknya sungai bawah laut.
11
Gambar 3.2 Skema Penempatan tailing di Teluk Senunu
Secara teknis penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT sudah sesuai
amdal yaitu pada kedalaman 125 meter dan panjang pipa offshore 3400 meter.
12
3.3 Sekilas Tentang Konstruksi dan Monitoring Infrastruktur Tailing PT
NNT
Secara umum pipa tailing terbagi menjadi dua jenis berdasarkan lokasinya
yaitu onshore (di darat) dan offshore (di laut). Untuk pipa onshore terletak antara
Concentrator 106 hingga SWIS di Teluk Senunu yang panjangnya sekitar 6 km.
Pipa ini memilki diameter 90 cm yang terbuat dari logam. Perletakan pipa
onshore adalah beton pada setiap jarak 2 meter serta sambungan pipa setiap 6
meter.
Monitoring pipa onshore melalui pengamatan external setiap dua jam dan
setiap minggu dilakukan maintenance. Sedangkan pengamatan internal dilakukan
setiap shut down process dua kali setiap tahun.
13
Gambar 3.4 Pipa onshore tailing PT NNT
14
Gambar 3.5 Konstruksi pipa tailing PT NNT di pantai Teluk Senunu
15
BAB IV
Gambar 4.1 Hasil uji endapan atau sedimentasi yang ada di bawah teluk Senunu
dan di luar teluk Senunu
Prosedur ini disusun untuk mengekstraksi logam dari suatu padatan untuk
mengetahui apakah material itu harus digolongkan sebagai bahan berbahaya
berdasarkan jumlah logam yang dilepasnya. Hasilnya menunjukkan bahwa tailing
tidak digolongkan sebagai bahan berbahaya.
16
Uji Toksisitas Tailing Uji biota terhadap tailing PT NNT juga dilakukan
untuk meneliti adanya kemungkinan sifat racun terhadap biota laut. Pengujian ini
dilakukan Pusa Penelitian Oceanologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(P2O-LIPI) dengan menerapkan metode baku yang telah diakui secara
internasional.
Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam (LC50) pada anakan ikan kakap
merah dan kerapu macam. Uji toksisitas kronis (IC50) juga dilakukan pada
plankton (marine diatom). Semua pengujian tersebut dilakukan pada tailing dengan
tingkat konsentrasi yang berbeda-beda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
tailing PT NNT tidak beracun secara akut atau kronis, meskipun pada konsentrasi
tailing sebesar 100 persen.
17
18
Gambar 4.2 Perbandingan kandungan logam tailing sesuai baku mutu KEPMENLH
24/2002, KEPMENLH 85/2005, KEPMENLH 236/2007 dan kandungan logam yang
dihasilkan dari pembuangan limbah tailing PT. NNT
Semua upaya ini dilakukan untuk menilai tingkat kesehatan ekosistem laut
dan memastikan agar fungsi Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut dapat
dipertanggung jawabkan terhadap lingkungan. Hasil pemantauan tailing dan mutu
air laut, kadar logam terlarut pada fraksi cairan tailing sebelum dilepaskan ke laut
masih berada jauh dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh Pemerintah
Indonesia dan secara umum bahkan memenuhi baku mutu konservasi biota laut.
19
Kandungan logam terlarut dalam air laut di sekitar daerah mulut
penempatan tailing yang secara konsisten berada jauh di bawah baku mutu
konservasi biota laut Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada pencemaran logam
berat yang disebabkan oleh tailing.
Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan
20
Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm2 air laut di Teluk Senunu
21
Penelitian tersebut secara keseluruhan menemukan bahwa bahwa tailing
tidak menyebar ke bagian pesisir dari Ngarai Senunu atau mengarah ke Selat Alas,
ataupun ke air permukaan pada kedalaman lebih dari 100 meter. Kadar logam di
jaringan ikan yang diambil dari Ngarai Senunu berada dalam kisaran normal, sama
dengan kadar yang ditemukan pada tubuh ikan yang diambil dari lokasi kontrol
maupun dari pasar-pasar ikan yang ada di kabupaten Sumbawa Barat dan Lombok.
22
Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset
Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI
23
BAB V
5.1 Simpulan
5.2 Saran
24
dilakukan oleh perusahaan bersangkutan dan pemerintah melalui instant
terkait.
c. Upaya reduce, reuse, dan recycle perlu ditingkatkan untuk meminimalisir
dampak akibat pembuangan tailing di dasar laut. Selain itu jika
memungkinkan pihak terkait harus terus melakukan riset dan inovasi
untuk menemukan metode pembuangan limbah pertambangan lain yang
lebih aman.
25
DAFTAR PUSTAKA
Deep Sea Tailing Placement at Batu Hijau, Sumbawa, Indonesia. 2009. Batterham,
Grant & Woworuntu, Jorina. Engersund: Marine and Lake Disposal of
Mine Tailings and Waste Rock International Conference
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkingan Hidup
iv