You are on page 1of 14

Tentang Pakan dan Ternak Ruminansia

Produktivitas ternak ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : faktor


nutrisi dan pakan ternak. Untuk berproduksi tinggi, ternak tidak hanya
membutuhkan bahan pakan yang berkualitas, tetapi juga interaksi antara masing-
masing bahan. Efisiensi pakan dapat dicapai dengan penggunaan bahan pakan
lokal terutama pemanfaatan bahan pakan ternak asal limbah pertanian, seperti :
jerami padi, pucuk tebu, daun ketela pohon, dan lain sebagainya; tentunya dengan
informasi yang memadai tentang karakter bahan pakan yang ada. Beberapa
persyaratan awal yang harus dapat dipenuhi adalah : kandungan nutrisi yang
mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi, tidak ada kompetisi dengan
kebutuhan manusia, dan ekonomis (cukup tersedia di sekitar lokasi peternakan
sehingga dapat dilakukan minimisasi biaya pakan). Chuzaemi, Hermanto,
Soebarinoto, dan Sudarwati (1997) menyatakan bahwa evaluasi kualitas bahan
pakan lokal perlu dilakukan untuk mengetahui lebih jelas daya guna zat-zat
makanan (terutama protein) selama dalam saluran pencernaan ternak ruminansia,
karena untuk berproduksi tinggi dibutuhkan pasok protein mikroba dan protein
bypass.
Pakan ternak ruminansia tersusun atas 2 bagian utama, yaitu konsentrat
dan hijauan. Konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung banyak zat
makanan mudah tercerna seperti protein dan energi tetapi kandungan seratnya
rendah (Miller, 1979). Konsentrat mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
kemampuan penampilan genetik dalam meningkatkan produksi susu serta
memungkinkan sapi lebih banyak memanfaatkan bahan pakan (Morrison, 1961).
Bahan pakan berserat sangat penting artinya bagi ternak ruminansia untuk
menjaga stabilitas kondisi rumen. Penyediaan pakan berserat dalam jumlah yang
cukup akan dapat mencegah terjadinya gangguan metabolic disorder pada sapi
perah, termasuk penurunan bahan kering tercerna, persentase lemak susu,
displacemen abomasum, peningkatan kejadian parakeratosis rumen, laminitis, dan
acidosis (Diggins, Bundy, and Christensen, 1979).
Aspek nutrisi dan pakan ternak ruminansia seperti pada komoditi ternak
potong telah mengalami perkembangan dengan penyediaan pakan dalam bentuk

1
pakan komplit (complete feed). Pakan komplit adalah campuran konsentrat dan
hijauan menjadi suatu bentuk ransum tunggal. Dengan sistem ini akan
terhindarkan seleksi pakan oleh ternak dan dapat meningkatkan efisiensi dalam
usaha peternakan ternak potong. Kondisi ini telah menjadi fenomena tersendiri,
yaitu peternak mempunyai alternatif efesiensi dalam manajemen penyediaan dan
pemberian pakan. Fakta dilapang masih terdapat banyak kendala yang dihadapi
untuk memaksimalkan peran pakan komplit untuk peningkatan produktivitas
usaha peternakan ternak potong. Namun disisi lain, keberadaan pakan komplit
diperlukan sebagai salah satu peningkatan manajemen pada usaha peternakan
ternak potong termasuk ternak domba.
Pada sisi lain, berbagai teknologi juga diperlukan untuk mempertahankan
ketersediaan pakan, meningkatkan kualitas pakan dan mengoptimalkan fungsi
kerja rumen sehingga produksi ternak di Indonesia dapat ditingkatkan. Teknologi
dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk makanan manusia sudah dikenal
sejak lama dan di dalam pakan ternak sudah mulai diperkenalkan di Indonesia.
Bentuknya dapat berupa probiotik (bakteri, jamur, khamir atau campurannya),
produk fermentasi atau produk ekstrak dari suatu proses fermentasi (biasanya
enzim). Mikroorganisme murni atau campuran digunakan untuk pembuatan silase
terutama jerami padi, untuk meningkatkan kualitas limbah pertanian misalnya
limbah pabrik kelapa sawit atau untuk meningkatkan fungsi rumen.
Perkembangan teknologi pemanfaatan probiotik juga dapat diaplikasikan langsung
dalam pakan ternak sehingga memberikan langkah efisiensi bagi peternak. Namun
aspek ekonomis tetap menjadi prioritas terutama pada usaha peternakan rakyat
dengan kapital terbatas. Dengan kemampuan pembuatan pakan yang
memanfaatkan sumber daya lokal, maka kemudahan dalam memperoleh jenis
probiotik lokal akan semakin memberdayakan peternak. Solusi ini cukup logis
karena beberapa jenis ragi lokal dapat menjadi alternatif dalam penyediaan
probiotik dan hal ini mulai banyak diperkenalkan.
Berdasar uraian diatas, untuk penyediaan informasi teknologi pakan yang
lebih luas maka perlu dilakukan pengkajian potensi limbah pertanian seperti
jerami padi sebagai sumber serat kasar melalui pengembangan penggunaan

2
dengan aplikasi fermentasi dan jenis probiotik sebagai alternatif penyediaan pakan
ternak ruminansia.
Pada umumnya di Indonesia pada saat musim kemarau atau musim kering,
penyediaan bahan pakan bagi ternak ruminansia seperti domba, kambing, sapi dan
kerbau banyak mengalami kesulitan. Hal ini merupakan salah satu kendala bagi
pengembangan usaha peternakan. Oleh sebab itu harus dicari alternatif untuk
mengatasinya dengan usaha memperluas penganekaragaman pakan ternak.
Seperti ternak ruminansia lainnya, ternak domba membutuhkan hijauan
sebagai pakan utama baik untuk keperluan hidup pokok, pertumbuhan, produksi
dan reproduksi. Disamping pakan hijauan tersebut, masih perlu juga diberi pakan
tambahan, misalnya konsentrat, khususnya pada jenis unggul dan sistem
pemeliharaan yang intensif. Rumput dan hijauan sebagai pakan utama hewan
ruminansia pada musim kemarau umumnya menjadi kering dan berkurang
jumlahnya sehingga nilai gizinya akan berkurang dan jumlah pakan yang
dikonsumsi ternak juga akan berkurang. Pemanfaatan limbah pertanian juga masih
banyak ditemukan permasalahan terutama dalam kualitas. Akibatnya akan terjadi
penurunan kondisi tubuh ternak dan dapat menimbulkan penyakit akibat defisiensi
zat-zat penting yang dibutuhkan ternak, terutama yang bersumber dari hijauan.
Pakan ternak dengan kualitas tinggi selain ditentukan oleh daya cerna yang
tinggi juga ditentukan oleh nilai gizinya. Oleh sebab itu diharapkan dengan
pengolahan akan dapat meningkatkan nilai gizi dan daya cernanya sehingga
layak digunakan sebagai pakan ternak. Pakan dengan daya cerna yang tinggi
memungkinkan peningkatan efisiensi pakan yang diikuti dengan pertumbuhan
yang lebih cepat sehingga memiliki nilai ekonomi.
Berbagai upaya untuk mengurangi tingkat perombakan protein dan
pemborosan energi di dalam rumen telah dilakukan, baik dengan menggunakan
inhibitor metan, bahan pemacu produksi propionat (monensin, rumensin),
maupun pemicu pertumbuhan mikroba rumen. Probiotik dalam bentuk sediaan
kultur bakteri, ragi, maupun kapang tertentu mulai banyak diteliti dan
dikembangkan sebagai bahan alternatif. Jenis probiotik dalam bentuk ragi
merupakan salah satu jenis yang mudah diakses oleh peternak. Ragi telah banyak
digunakan dalam usaha tape ataupun roti. Dengan melihat beberapa aspek yang

3
menguntungkan maka penggunaan ragi komersial memungkinkan untuk
menghasilkan kondisi yang menguntungkan pula bagi peternak. Secara fisiologi,
ragi diharapkan dapat memanipulasi fungsi rumen sehingga dapat
meminimumkan pemborosan penggunaan nutrisi sekaligus memaksimalkan
pencernaan pakan berserat. Aspek teknispun akan mudah diaplikasi oleh peternak
baik dalam penyediaan maupun pencampuran.
Mempertimbangkan segala aspek terkait dan perkembangan teknologi,
dalam usaha peternakan intensif ternak potong besar dan kecil juga menuntut
adanya dukungan teknologi pakan yang mampu menjaga kontinuitas produksi.
Berdasar uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dilakukan upaya untuk
meningkatkan peran salah satu limbah pertanian yang berpotensi yaitu jerami
padi, dengan menggunakan teknologi pengolahan limbah pertanian menjadi
pakan ternak unggul. Penerapan teknologi fermentasi pada jerami dan
penggunaan probiotik diharapkan dapat menjawab permasalahan : peningkatan
kualitas nutrisi jerami padi serta memperbaiki peranan pakan alternatif dalam
bentuk pakan komplit sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta perfoma
ternak ruminansia.

4
2.2. Hijauan dan Jerami sebagai Pakan Ternak Ruminansia
Hijauan pakan ternak merupakan golongan bahan pakan kasar untuk
ternak ruminansia yang dapat diperoleh dalam bentuk : rumput-rumputan,
leguminosa, daun-daunan, dan limbah pertanian (Chuzaemi dan Hartutik, 1988).
Pakan hijauan dapat berfungsi sebagai sumber energi, protein, mineral, dan
vitamin bagi ternak ruminansia (Dyer dan O’Mary, 1977). Sudono dan Sutardi
(1969) menyatakan bahwa kekurangan pakan serat antara lain akan menghasilkan
susu dengan kadar lemak rendah. Serat yang terdapat dalam hijauan sangat
bermanfaat dalam menormalkan fungsi rumen dan mempertahankan kadar lemak
susu (Miller, 1979; David, Byers, dan Shelling, 1988).
Perkembangan populasi ternak yang tidak diimbangi tersedianya lahan
hijauan pakan ternak berakibat pada terbatasnya penyediaan hijauan. Untuk itu
diperlukan alternatif penggunaan sumber hijauan, seperti limbah pertanian.
Hartutik (1983) menyatakan bahwa beberapa limbah pertanian yang penting di
Indonesia, terutama Jawa dan Bali, adalah : jerami padi, jerami jagung, jerami
kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ketela pohon, dan pucuk tebu. Sesuai dengan
pernyataan Ranjahn (1993) bahwa limbah pertanian dapat menjadi sumber pakan
ternak yang berarti, terutama ternak ruminansia.
Berbagai starter berupa probiotik juga telah beredar secara komersial di
masyarakat, sehingga peternak dapat dengan mudah mengolah jerami padi untuk
peningkatan kualitas pakan. Namun demikian penggunaan pakan basal jerami
padi fermentasi saja belum cukup memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan
ternak secara optimal baik untuk pembibitan maupun penggemukan. Oleh karena
itu untuk mencukupi kebutuhan nutrien ternak yang mendapat pakan basal jerami
padi fermentasi harus dilakukan pemberian pakan tambahan berupa pakan
konsentrat. Daryanti et al. (2002), pada penggemukan sapi PO yang memperoleh
ransum dasar jerami padi teramoniasi dengan tambahan konsentrat 4 kg/ekor/hari,
menghasilkan pertambahan berat badan ternak sebesar 717 g/ekor/hari.

2.3. Konsentrat

5
Konsentrat dapat disebut juga sebagai bahan pakan penguat yang
merupakan pakan pelengkap bagi ternak ruminansia, sebab tidak semua zat-zat
makanan dapat dipenuhi oleh hijauan (Chuzaemi, 1988). Miller (1979)
menyatakan bahwa konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung banyak
nutrisi mudah dicerna, seperti protein dan energi tetapi kandungan serat kasarnya
rendah.
Pemberian pakan konsentrat sebaiknya terdiri dari campuran bermacam-
macam bahan pakan, karena adanya variasi diharapkan efisiensi pakan akan lebih
tinggi sebab bahan-bahan tersebut akan saling mekompliti (Djanah, 1985).
Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa pakan konsentrat yang digunakan
sebaiknya merupakan pakan yang tinggi kualitas dan palatabilitasnya sehingga
dapat berfungsi sebagai suplemen bagi hijauan dan ternak dapat dapat mencapai
produksi maksimum. Pemberian konsentrat dapat dicampur sekaligus dengan
hijauan sebagai pakan komplit (Total Mixed Ration/Ransum Campuran Total) dan
jerami dapat digunakan sebagai pakan basal dalam pakan komplit (Orskov, 1998).

2.4. Fermentasi limbah pertanian


Secara biokimiawi fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi
melalui katabolisme senyawa organik sedangkan penggunaan ke arah industri arti
fermentasi adalah suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi produk oleh
masa sel mokroba (Nurhayati dkk.,1992). Tujuan fermentasi ini adalah untuk
meningkatkan kadar protein dan menurunkan serat kasar.
Berbagai upaya boleh dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi,
baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis. Tetapi cara-cara tersebut biasanya
disamping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Dengan cara fisik misalnya,
memerlukan investasi yang mahal; secara kimiawi meninggalkan residu yang
mempunyai efek buruk sedangkan dengan cara biologis memerlukan peralatan
yang mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (ban amonia yang menyengat)
(Anonimous, 2000). Cara baru yang relatif murah, praktis dan hasilnya sangat
disukai ternak adalah fermentasi dengan menambahkan bahan mengandung
mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen
non simbiotik (contohnya: starbio, starbioplus, EM-4 dan lain-lain).

6
Perlakuan biologi bertujuan mengubah struktur fisik jerami padi oleh
enzim lignoselulosa dan menaikkan kandungan protein dengan mikroorganisme.
Perlakuan biologi pada dasarnya adalah pengkomposan terbatas, menaikkan
pengawetan sekaligus pradigesti untuk meningkatkan kualitas (Utomo, 2004).
Amoniasi ditujukan untuk rneningkatkan kandungan nitrogen dan daya
cerna pakan. Peningkatan kandungan protein dapat memperbaiki kondisi
ekosistem rumen, sehingga dapat mensintesis mikroba protein yang mampu
mencerna sellulosa dan hemisellulosa (Mc. Donald, dkk. 1987). Untuk
amoniasi, konsentrasi amonia yang digunakan sebesar 1 sampai 3%, tetapi
apabila menggunakan urea berkisar antara 1 sampai 6% (Trinurhayati dkk,
1992). Urea adalah suatu senyawa nitrogen organik bukan protein yang dibuat
secara sintetis dengan menggabungkan amonia dan CO2 (Anggorodi, 1979).
Menurut Gohl yang dikutip Anwar (1991), urea merupakan senyawa yang
berbentuk kristal putih dan mudah larut dalam air pada kondisi air dan suhu
yang cukup, mikroba penghasil enzim urease mampu mendegradasi urea
menjadi senyawa amonium, misalnva amonium karbonat, amonium bikarbonat
atau amonium hidroksida. Amonium bertindak sebagai pemecah ikatan
lignin dan senyawa karbohidrat dalam dinding sel tanaman dapat meresap
kedalam jaringan hijauan (Ibrahim, dkk., 1984; Doyle, dkk., 1986). Urea
dapat meningkatkan daya cerna bahan kering dan bahan organik hijauan pakan
ternak ( Sundstol dan Owen, 1984).
Balai Penelitian Ternak (Balitnak) di Ciawi, Bogor telah berhasil
meningkatkan nilai gizi jerami dengan cara yang sederhana, yaitu fermentasi dan
amoniasi (Anonimous, 2003). Prinsip fermentasi yang digunakan adalah
penggunaan kombinasi urea dan mikroba sebagai pemacu proses degradasi
komponen serat dalam jerami padi sehingga akan lebih mudah dicerna oleh
ternak. Aplikasi kombinasi perlakuan fisik, biologi dan atau kimia pada hasil sisa
tanaman pertanian mengarah pada pemanfaatan sebagai komponen pakan komplit
(complete feed) (Utomo, 2004). Hasil penelitian oleh Budi Haryanto, Supriyati
dan Sri Nastiti Jarmani (2004), menunjukkan hasil bahwa menunjukkan adanya
peningkatan nilai nutrisi jerami padi yang difermentasikan dalam waktu yang
lebih lama (3 minggu) dibandingkan waktu fermentasi yang lebih singkat,

7
sedangkan konsumsi jerami fermentasi cukup tinggi sehingga dapat
menggambarkan adanya palatabilitas yang cukup tinggi.

5. Fermentasi Pakan dalam Rumen


Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan yang unik dan berbeda
dengan ternak non-ruminansia dimana lambung ternak ruminansia terdiri dari 4
bagian, yaitu : rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Blakely dan Bade,
1998). Rumen, retikulum, dan omasum merupakan lambung depan yang berfungsi
sebagai tempat terjadinya proses fermentasi pakan oleh mikroba. Dalam rumen
terdapat berbagai tipe mikroba, dimana masing-masing mempunyai fungsi
berbeda sehingga karbohidrat komplek dapat dikonversi menjadi asam-asam
organik yang dapat digunakan oleh induk semang (Orskov, 1998). Rumen juga
merupakan tempat atau lingkungan yang sangat menguntungkan dan cocok untuk
pertumbuhan mikroba rumen, sebab memiliki pH antara 6,5 – 7,0 dengan suhu
antara 39 0C – 41 0C yang merupakan suhu optimum untuk sistem ensim mikroba
rumen (Czerkawski, 1986). Kondisi di dalam rumen sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : jenis pakan, saliva, mikroba, digesta,
dan absorbsi serta faktor fisiologis lain.
Rumen merupakan media yang penting dalam proses pencernaan pada
ternak ruminansia. Aktivitas sebagian besar dilakukan oleh mikroba yang terdapat
didalamnya sehingga ternak ruminansia mampu untuk mencerna pakan yang
berserat tinggi (Cullison, 1978). Volume retikulo-rumen mencapai lebih dari 50
% volume total saluran pencernaan. Dengan kapasitas yang besar ini
memungkinkan pakan dapat tinggal lebih lama sehingga memberikan kesempatan
kepada mikroba untuk mencerna selulosa dan senyawa karbohidrat komplek lain
yang tidak dapat dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh saluran pencernaan
(Ensminger dan Olentine, 1978). Sebagian besar senyawa karbohidrat dalam
pakan (pati, selulosa, hemiselulosa, dan pektin) difermentasi oleh mikroba rumen
dan diubah menjadi Volatyl Fatty Acids (VFA) yang merupakan sumber energi
induk semang (Cullison, 1978).
Protein dalam pakan juga mengalami proses fermentasi dalam retikulo
rumen, dimana sebagian protein akan terdegradasi dan dirombak menjadi asam

8
amino dan amonia (NH3). Jika salah satu protein pakan mempunyai kelarutan
tinggi yang memungkinkan terjadinya degradasi oleh mikroba rumen, maka akan
terbentuk amonia yang akan digunakan sebagai bakalan sintesis protein mikroba
rumen atau terserap melalui dinding rumen dan dirubah menjadi urea dalam hati
(Soetanto, 1997). Pencernaan fermentatif protein terjadi pada 2 pool pencernaan,
yaitu : retikulo-rumen dan saluran pencernaan pasca rumen (Soebarinoto,
Chuzaemi, dan Mashudi, 1991) dimana hasil sintesis protein mikroba dapat
dimanfaatkan atau dicerna di usus halus dan yang tidak dapat dicerna akan
diekskresikan melalui feses bersama-sama dengan hasil fermentasi pada saluran
pasca rumen. Soetanto (1997) menyatakan bahwa pencernaan protein yang lolos
dari proses degradasi mikroba rumen akan menghasilkan asam amino dan peptida
rantai pendek kemudian diabsorbsi oleh vili-vili usus halus masuk ke vena portal
dan masuk pada bagian pool asam amino dalam hati.
Peranan amonia di dalam fermentasi rumen adalah sebagai senyawa
penting yang dapat mempengaruhi sintesis protein mikroba serta asam amino
secara efisien (Soetanto, 1997). Konsentrasi amonia dalam cairan merupakan
rumen faktor yang penting dalam menentukan laju sintesis protein mikroba. Satter
dan Slyter (1974) berpendapat bahwa kadar NH3 yang optimal untuk sintesis
protein mikroba adalah berkisar antara 50 – 80 mg N/liter.
Produk hidrolisis utama dari karbohidrat di adalam rumen adalah glukosa
(Sutardi, 1978; Cherkawski, 1986). Selanjutnya glukosa terus menerus
difermentasi menjadi VFA dengan komponen utama terdiri dari asam asetat (C2),
propionat (C3), dan butirat (C4) yang merupakan sumber energi utama bagi
ruminansia (Van Soest, 1994) dan sumber rantai karbon. C2, C3, C4, CO2, dan gas
methane adalah hasil akhir pencernaan mikroba renik dan metabolisme
karbohidrat pakan (Tillman, dkk., 1991). C2 dan C4 merupakan sumber energi
untuk oksidasi dan bersifat ketogenik, sedangkan C3 digunakan untuk proses
glukoneogenesis atau bersifat glukogenik (Chuzaemi, 1994). Perbandingan C2/C3
sering digunakan sebagai indikator efisiensi penggunaan energi dan kualitas
produk yang dihasilkan, apakah mengarah kepada pembentukan lemak air susu
atau pembentukan daging untuk penggemukan.

9
6. Pakan Komplit
Salah satu cara pemberian pakan pada ternak potong adalah dengan
memberikan bahan pakan sumber serat dan konsentrat dalam bentuk campuran
atau lebih dikenal dengan pakan komplit. Pakan komplit adalah campuran
konsentrat dan hijauan menjadi suatu bentuk ransum tunggal (Blakely dan Bade,
1998). Ørskov (1998) menyatakan bahwa dengan sistem pakan komplit dapat
diupayakan pencapaian kondisi yang stabil dalam rumen dan secara umum
memberikan kesehatan yang baik bagi ternak potong. Sistem pemberian pakan
komplit merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan oleh peternak ternak
potong, tetapi perlu diperhatikan bahwa pada ternak potong tetap diperlukan
pakan serat dalam jumlah optimal agar tidak mengganggu stabilitas kualitas
daging khususnya kadar lemak daging.
Ørskov (1998) menyatakan bahwa penggunaan sistem pakan komplit pada
ternak sapi akan menghindarkan seleksi pakan sehingga sebagian besar bagian
pakan akan dapat dikonsumsi, dan dapat meningkatkan efisiensi dalam usaha
peternakan ternak potong (Owen, 1981). Kondisi ini telah menjadi fenomena
tersendiri, yaitu peternak sapi telah mempunyai alternatif efesiensi serta
menguntungkan dalam manajemen penyediaan dan pemberian pakan.
Pakan komplit juga dapat diaplikasikan pada ternak domba. Pada
beberapa kasus, penggunaan pakan komplit diharapkan dapat mengurangi
pengaruh debu pada pada bentuk tepung (mash) sehingga dapat meningkatkan
palatabilitas. Dengan demikian konsistensi serta stabilitas pakan menjadi lebih
baik. Meskipun harga realatif lebih tinggi, namun permasalahan tersebut akan
dapat diatasi dengan peningkatan produktivitas. Beberapa studi di lapang
menunjukkan hasil bahwa penggunaan pakan komplit mampu meningkatkan
produksi susu kambing sampai dengan 7 persen (An-Kuo Su, 2003).

7. Palatabilitas-Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan


Pakan adalah bahan yang dapat dimakan dan dikonsumsi ternak untuk
memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat makanan lainnya (Vohra, 1983).
Wahyu (1988) menyatakan bahwa konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang
diberikan dikurangi dengan pakan yang tersisa. Konsumsi pakan tergantung

10
beberapa hal, seperti besar dan bangsa ternak, suhu lingkungan, tahap produksi,
perkandangan, besarnya tempat pakan per ekor, keadaan air minum, periode
pertumbuhan, kesehatan dalam kandang dan jumlah energi dalam ransum.
Pakan merupakan salah satu unsur yang sangat vital dalam usaha
peternakan, oleh karena itu penyediaan dan pemberiannya harus diupayakan
kontinu sesuai dengan standar gizi menurut tingkatan umur ternak (Cahyono,
1998). Beberapa jenis hijauan dapat diberikan langsung namun ada jenis yang
harus diolah terleih dahulu agar racun yang terkandung dapat berkurang atau
hilang dan menjadi tidak berbahaya bagi ternak tetapi tetap disukai.
Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan akhir
dengan bobot badan awal. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa
pertambahan bobot badan dapat digunakan untuk menilai respon ternak terhadap
berbagai jenis pakan, lingkungan dan tata laksana yang diterapkan. Kualitas
ransum berpengaruh terhadap laju pertumbuhan domba. Pada domba yang
digemukkan dengan bobot awal ± 20 kg membutuhkan pakan dalam bentuk
hijauan sekitar 3 kg dan perlu diberikan penguat berbentuk konsentrat sekitar 300
gr per ekor/hari (Cahyono, 1998).
Untuk pertumbuhan bagi hewan yang masih muda dibutuhkan ransum
dengan kandungan protein yang tinggi dibutuhkan terutama untuk pembentukan
jaringan (Cahyono, 1998). Hal ini sesuai dengan pendapat Umberger (1996,
http://www.ext.vt.edu/pubs/sheep/410-853/410-853.html#L3 ) pakan pengemukan
untuk domba muda dengan berat 20 – 35 kg diusahakan mengandung 78 % TDN
dan 16 % protein kasar, sedangkan untuk bobot badan > 35 kg dapat diturunkan
level protei kasarnya sampai dengan 14%.

DAFTAR PUSTAKA

Conway, E.J., 1950. Microdiffusion Analysis and Volumetric Error. 3rd Ed. Crosby
Loskwood and Sons, Ltd. London.
Abdurrachman, D. 1981. Penggunaan jerami padi untuk makanan ternak. Warta
Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta Indonesia. 60, 31-36.
Ahmad, R. Z., Pemanfaatan Khamir Saccharomyses Cerevisiae Untuk Ternak.
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/index.php? Akses 25 September 2007
Anggorodi, R. 1979. Ilmu makanan ternak umum. PT Gramedia. Jakarta. 193-196.
Anonimous, 2000. Pembuatan Jerami Fermentasi, Instalasi Penelitian dan Pengkajian
teknologi Pertanian Mataram

11
Anonimous, 2003. Jerami Padi Fermentasi sebagai Ransum Dasar Ternak Ruminansia,
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 25 No. 3. Departemen
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Anonimous, 2003. Sekilas : Jerami untuk Pakan Ternak, Suara Pembaharuan Daily,
Jakarta.
Anonimous, Kapang Aspergilus Oryzae, Pakan Imbuhan untuk
Domba.http://www.pustaka-deptan.go.id/publication/wr26204l.pdf . Akses 30
April 2007
Bachruddin, Z., 1996. Pengukuran pH dan asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids -
VFA) cairan rumen dengan Gas Khromatografi (Kursus Singkat Teknik
Evaluasi Pakan Rumiansia). Fakultas Peternakan UGM,Yogyakarta.
Budi Haryanto, Supriyati dan Sri Nastiti Jarmani (2004). Pemanfaatan probiotik dalam
bio-proses untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba = The
Use of probiotics in the bio-process to increase the nutritive value of rice straws for
sheep. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Iptek sebagai motor penggerak pembangunan sistem dan usaha agribisnis
peternakan Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan. Buku 1. Hal.
298-304
Blakely, J., and D.H. Bade, 1998. Ilmu Peternakan. Edisi IV, terjemahan, B.
Srigandono dan Soedarsono, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Brotonegoro, S. 1979. Pengawetan I3erbagai Makanan Ternak Secara Fermentasi
Asani Laktat. Proceeding Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan
Peternakan. Bogor.
Brown, L.E and W. L Johnson. 1985. Intake and digestibility of Wheat Straw Diets by
Goats and Sheep. J. Animal Science. 60 : 1318-1323.
Cahyono, B., 1998, Beternak Domba dan Kambing : Cara Meningkatkan Bobot dan
Analisis Kelayakan Usaha, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Church, D. C.1976. Digestive Physiology and Nutrition Of Ruminants 2nd Ed.
Metropolitan Printing Co. Oregon.
Chuzaemi, S., dan Hartutik, 1988. Ilmu Makanan Ternak Khusus. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya. Malang.
Cullison, A.E., 1979. Feed and Feeding. 2nd Ed. Reston Publishing Company, Inc. A
Prentice Hall Company. Virginia.
Czerkawski, J.W., 1986. An Introduction to Rumen Studies. 1st Ed. Pergamon Press.
London.

Daryanti Sri, M. Arifin dan Sunarso. 2002. Respon Produksi Sapi Peranakan Ongole
terhadap Aras Pemberian Konsentrat dan PakanJerami Padi Fermentasi. Pros.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Agribisnis. Yogyakarta,
2 Nov. 2002. Teknologi Pertanian Yogyakarta. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian
Doyle, P.T., C. Devendra and G.T. Pearce. 1986. Rice Straw as Feed for Ruminants.
International Development Program of Australian University and Colleges
Limited (IDP). Canberra 96.
David, J. S., Byers F.M. and Shelling G.T., 1988. Nutrient needs during critical periods
of life cycles. In : The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition.
Church, D.C. (ed). A Reston Book. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New
Jersey.

12
Diggins, R.F., C.E. Bundy and V.W. Christensen, 1979. Dairy Production. 4th Ed.
Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffts. New Jersey.
Djanah, D., 1985. Makanan Ternak Herbivora. CV. Yasaguna. Surabaya.
Ensminger, M.E, J.E Old Field and W.W. Hinennan. 1990. Feed and Nutrition. Second
Ed. The Ensminger Publ. Comp. California.
Erwin, E.S. and N.G Elliston, 1959. Rapid Methode of Determining Digestibility of
Concentrateand Roughage in Cattle. Journal Animal Science 18 : 1518.
Fardias S, 1988. Fisiologi Fermentasi Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor.
Haenlein G.F.W., 2002. Feeding Goats for Improve Milk and Meat Production. In
www.goatworld.com. 15 Pebruari 2007.
Hafez, E.S.E. and A.L. Dyer, 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea Febinger.
Philadelphia.
Hartutik, 1983. Limbah Pertanian sebagai Makanan Ternak Ruminansia dan Cara-cara
untuk Memperbaiki Nilai Nutrisi. NUFIC - Universitas Brawijaya. Malang.
Ibrahim, M. N. M., D. N. S. Fernando and S. N. F. M. Fernando. 1984. Evaluation of
Different Methods of Urea Amonia Treatment for Use at The VillageLevel. In
“The Utilization of Fibrous Agricultural Residues as Animal Feeds”. Editor PT
Doyle. School of Agricultural and Fresty The University of Mealbourne Parkville.
Victoria. 131-139.
Mc. Donald, P., R.A Edward and J.F.D. Greenhalgh. 1987. Animal Nutrition 4th Ed.
ELBS Longman. London
Mchres, A.Z. and F.R. Orkskov, 1977. A Study of The Artificial Fibre Bag
Technique for Determining The Disgetibility of Feeds In The Rumen. Jounal
Agriculture Science. Camp. 88 : 650
Miller, W.J., 1979. Dairy Cattle and Nutrition. Academic Press, Inc. New York.
Muljono, .1. 1990. Teknologi Fermentasi. Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Noor Ikhsan. 2004. Pengaruh Berbagai Probiotik pada Fermentasi Jerami Padi Terhadap
Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik secara In Sacco. Skripsi Jurusan
Peternakan Fak. Pertanian. Univ. Wangsa ManggalaYogyakarta.
Notojoewono, A.W. 1975. Berkebun Tebu Komplitng. Jilid 1. Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan
Nurhayati. T. Romziah S.B. Setiono. H. Anam M.A.A 1992. Pemanfaatan Limbah
Ampas Tebu sebagai Pakan Ternak melalui proses Kombinasi Amoniasi.
Pengukusan dan Fermentasi. Lembaga Penelitian Unair.
Ørskov, E.R, 1988. Protein Nutrition in Ruminants. 2nd Edition. Academic Press Limited.
London.
Ørskov, E.R, 1998. The Feeding of Ruminants : Principal and Practise. 2nd Editon.
Chalcombe Publications. London.
Orskov, E.R. F.D Deb Howell and Mould F., 1980. The Use of The Nylon Bag
Teknologi of Feeds Stuffs. Trop. Animal. Prod.
Rahayu. K dan Sudanmadji, 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada.
Ranjahn, S.K., 1993. Animal Nutrition and Feeding Practice. 4th Revised Ed. Vikas
Publishing House PVT, Ltd.
Sastrosupadi, 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Satter, L.D. and L.L. Slyter, 1974 Effect of ammonia concentration on rumen microbial
protein production in vitro. British J.l Nutr. 32 : 199 – 208.
Schlegel, H.G. 1984. Mikrobiologi Umum. Penerjemah Tedjo Baskoro. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Siregar,S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. PT. Penebar Swadaya,Indonesia.

13
Su An-Kuo, 2003. Feeding of Total Mixed Rations to Dairy Goats. Buletin Food and
Fertilizer technology Center. Taiwan. In www.fftc.agnet.org.library/pt.
Sundstol, F, dan E Owen 1984. Straw and Other Fibrous by Produck As Feed.
Elsevier. Amsterdam. Oxford, New York. Tokyo.
Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan. Ternak.
Fakultas Peternakan. IPB. Bogor
Sudono, A dan T. Sutardi, 1969. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Peternakan
Rakyat. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Tilley, J.M.A. and R.A. Terry, 1963. The relationship between the soluble constituent
herbage and their dry matter digestibility, J. British Grass Sci. 18 : 104 – 111.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S Lebdosukojo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press,
Umberger, S.H., Feeding Sheep. Virginia Coorporative Extension. Publication Number
410-853, June 1996. http://www.ext.vt.edu/pubs/sheep/410-853/410-853.html#L3 .
Akses 25 September 2007.
Utomo, R. 1999. Jerami Padi sebagai Pakan : Potensi, Kendala dan Prospek. Pidato
Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala pada Fak. PeternakanUniv.GadjahMada
Yogyakarta.
Utomo, R., 2004, Review hasil-hasil Penelitian Pakan sapi Potong, Jurnal Ilmu Ternak
dan Veteriner, Puslibang Peternakan, Jakarta.
Wardhani, N. K. 2002. Pengolahan Limbah Pertanian. Pros. Lokakarya Sistem Integrasi
Padi -Ternak I.Yogyakarta.
Wina, E., 2006. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Pakan untuk
meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia. Sebuah review.
Puslitbangnak Bogor. Rabu, 12 Juli 2006

14

You might also like