You are on page 1of 15

Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter gigi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan


kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang
memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-
menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan,
sertifikasi, registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima
pelayanan kesehatan, dokter, dan dokter gigi.
Pada dasarnya tindakan medis yang dilakukan oleh pihak rumah sakit/dokter
merupakan tindakan yang sangat mulia yaitu dengan segala upaya melakukan
penyelamatan dan pertolongan terhadap pasien.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan pemberian Izin penyelengaraan praktik dokter dan dokter


gigi?
2. Bagaimana prosedur perolehan Izin penyelengaraan praktik dokter dan dokter gigi?
3. Apa akibat hukum bagi dokter yang telah praktik tanpa punya surat ijin praktek ?
4. Apa sajakah hambatan dalam rangka untuk mendapatkan surat ijin praktik dokter?

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Izin
Pengertian izin menurut pendapat para ahli antara lain sebagai berikut:
1. N.M Spelt (Terjemahan oleh Prop Dr Philipus Hadjon, S.H)
Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang untuk
dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundangan.1
2. SF Marbun dan Moh Mahfud.
Izin adalah apabila pembuat peraturan secara umum tidak melarang suatu
perbuatan, asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan yg berlaku. Perbuatan AN
yg memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.
3. Prajudi Admosudirdjo.
Izin adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh
Undang-Undang.

B. Bentuk-Bentuk Perizinan
Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD bentuk-bentuk perizinan dibagi
atas 4 (empat) yaitu :
a. Dispensasi atau Bebas Syarat
yaitu apabila pembuat paraturan secara umum tidak melarang sesuatu Peraturan
Perundang-Undangan menjadi tidak berlaku karena sesuau hal yang sangat
istimewa. Adapun tujuan diberikannya dispensasi itu adalah agar seseorang dapat
melakukan suatu perbuatan hukum yang menyimpang atau menerobos Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku. Pemberian dispensasi itu umumnya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang yang
bersangkutan.
b. Verguining atau Izin
yaitu apabila pembuat peraturan secara umum tidak melarang sesuatu perbuatan
asal saja dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Perbuatan
administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.
c. Lisensi (Licentie)

1 Mr.N.M.Spelt (disunting oleh Dr. Philipus M. Hadjon, S.H.), Pengantar Hukum


Perizinan,1993, hlm.2

2
menurut Prins nama lisensi lebih tepat untuk digunakan dalam hal menjalankan
suatu perusahaan dengan leluasa (suatu macam izin yang istimewa). Sehingga tidak
ada ganguan lainnya termasuk dari pemerintah sendiri.

d. Konsensi
yaitu apabila pihak swasta memperoleh delegasi kekuasaan dari pemerintah untuk
melakukan sebagian pekerjaan/tugas yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah.
Adapun tugas dari pemerintah atau bestur adalah menyelenggarakan kesajahtaraan
umum. Jadi kesejahtaraan atau kepentingan umum harus selalu menjadi syarat
utama, bukan untuk mencari keuntungan semata-mata. Pendelegasian wewenang
itu diberikan karna pemerintah tidak mempunyai cukup tenaga maupun fasilitas
untuk melakukan sendiri. konsensi ini hampir dapat diberikan dalam segala bidang.
Prajudi Atmosudirjo menyatakan perizinan merupakan penetapan yang
memberikan keuntungan yaitu :
1. Dispensasi
pernyataan dari penjabat yang berwenang bahwa sesuatu ketentuan Undang-
Undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang
dalam surat permintannya.
2. Izin atau Verguinning
tidak melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya diisyaratkan
prosedur tertentu harus dilalui.
3. Lisensi
izin yang bersifat komersial dan mendatangkan laba.
4. Konsensi
penetapan yang memungkinkan konsesionaris mendapat dispensasi, izin, lisensi
dan juga semacam wewenang pemerintahan yang memungkinnya untuk
memindahkan kampung, dan sebagainya. Oleh karna itu pemberian konsensi
haruslah dengan kewaspadaan, kebijaksanaan dan perhitungan yang sematang-
matangnya.

C. Tujuan Sistem Perizinan

3
Motif-motif untuk menggunakan sistem perizinan dapat berupa :
1. Pengendalian Aktivitas Tertentu
Pemerintah menggunakan instrument izin untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas
tertentu yang dilakukan oleh masyaraka. Disini pemerintah sengaja untuk membuat
sebuah regulasi dalam hal praktik kedokteran di Indonesia pada umumnya.
Berttujuan untuk supaya masyarakat pada khususnya dokter untuk mempunyai ijin
dalam hal untuk dapat membuka praktik dokter. Dan supaya tidak terjadi adanya
dokter-dokter yang tidak masuk kualifikasi tetapi masih saja bias untuk praktik
menangani papsien.
Dengan demikian apa yang dilakukan oleh warga akan dikendalikan dan diarahkan
melalui stelsel perijinan ke arah yang dikehendaki oleh pemerintah. Sekalipun
tanah yang akan dibangun tersebut memang tanah milik warga yang bersangkutan
secara sah, bukan berarti mereka dapat menggunakan tanah tersebut sesuka hati
mereka. Pemerintah tetap berwenang mengatur warganya. Bahkan, kalau warga
tersebut tidak mau mentaati apa yang dimaui oleh pemerintah, mereka bias tidak
diberikan izin yang pada gilirannya kalau tetap membangun terhadap warga
tersebut dapat dilakukan penertiban dan penindakan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis
Dengan adanya izin tersebut, diharapkan kelestarian lingkungan tidak terancam
sehingga kepentingan masyarakat luas untuk mendapatkan lingkungan yang
kualitasnya bagus tetap terpenuhi.
3. Memberikan kepastian hokum pada masyarakat, dokter dan dokter gigi

Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang boleh dilakukan oleh siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran yang
memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi kewenangan oleh
institusi yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai dengan etik, standar dan
profesionalisme yang ditetapkan oleh organisasi profesinya.
Secara teoritis-konseptual, antara masyarakat profesi dengan masyarakat umum
terjadi suatu kontrak (mengacu kepada doktrin social-contract), yang memberi hak
kepada masyarakat profesi untuk melakukan self-regulating (otonomi profesi)
dengan kewajiban memberikan jaminan bahwa profesional yang berpraktek
hanyalah profesional yang kompeten dan yang melaksanakan praktek profesinya
sesuai dengan etik dan standar.
Sikap profesionalisme adalah sikap yang bertanggungjawab, dalam arti sikap dan
perilaku yang akuntabel kepada masyarakat, baik masyarakat profesi maupun
masyarakat luas – termasuk klien. Beberapa ciri profesionalisme tersebut
merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti kompetensi dan kewenangan yang selalu
“sesuai dengan tempat dan waktu”, sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya,
bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk

4
profesi kesehatan ditambah dengan sikap altruis (rela berkorban). Uraian dari ciri-
ciri tersebutlah yang kiranya harus dapat dihayati dan diamalkan agar
profesionalisme tersebut dapat terwujud.
Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diundangkan untuk
mengatur praktik kedokteran dengan tujuan agar dapat memberikan perlindungan
kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Pada bagian awal, Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang persyaratan
dokter untuk dapat berpraktik kedokteran, yang dimulai dengan keharusan memiliki
sertifikat kompetensi kedokteran yang diperoleh dari Kolegium selain ijasah dokter
yang telah dimilikinya, keharusan memperoleh Surat Tanda Registrasi dari Konsil
Kedokteran Indonesia dan kemudian memperoleh Surat ijin Praktik dari Dinas
Kesehatan Kota / Kabupaten. Dokter tersebut juga harus telah mengucapkan
sumpah dokter, sehat fisik dan mental serta menyatakan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.
Selain mengatur persyaratan praktik kedokteran di atas, Undang-Undang No
29/2004 juga mengatur tentang organisasi Konsil Kedokteran, Standar Pendidikan
Profesi Kedokteran serta Pendidikan dan Pelatihannya, dan proses registrasi tenaga
dokter.
Pada bagian berikutnya, Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang
penyelenggaraan praktik kedokteran. Dalam bagian ini diatur tentang perijinan
praktik kedokteran, yang antara lain mengatur syarat memperoleh SIP (memiliki
STR, tempat praktik dan rekomendasi organisasi profesi), batas maksimal 3 tempat
praktik, dan keharusan memasang papan praktik atau mencantumkan namanya di
daftar dokter bila di rumah sakit. Dalam aturan tentang pelaksanaan praktik diatur
agar dokter memberitahu apabila berhalangan atau memperoleh pengganti yang
juga memiliki SIP, keharusan memenuhi standar pelayanan, memenuhi aturan
tentang persetujuan tindakan medis, memenuhi ketentuan tentang pembuatan rekam
medis, menjaga rahasia kedokteran, serta mengendalikan mutu dan biaya.
Pada bagian ini Undang-Undang juga mengatur tentang hak dan kewajiban dokter
dan pasien. Salah satu hak dokter yang penting adalah memperoleh perlindungan
hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional, sedangkan hak pasien yang terpenting adalah hak
memperoleh penjelasan tentang penyakit, tindakan medis, manfaat, risiko,
komplikasi dan prognosisnya dan serta hak untuk menyetujui atau menolak tindakan
medis.
Pada bagian berikutnya Undang-Undang No 29/2004 mengatur tentang disiplin
profesi. Undang-Undang mendirikan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia yang bertugas menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin dokter. Sanksi yang diberikan oleh MKDKI adalah berupa
peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan STR dan/atau SIP, dan kewajiban
mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu.
4. Memberikan perlindungan kepada pasien
Disini dalam hal perlindungan kepada pasien maka instrument perijinan di gunakan
untuk melindungi kepentingan masyarakat yaitu pasien. Memang perijinan itu
memang di gunakan sebagai salah satu upya dari pemerintah untuk melindungi
kepentingan pasien.

5
D. Pengertian Izin Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter gigi
Surat izin praktik (SIP) adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter
dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi
persyaratan. Sebelumnya para pemohon SIP harus mendapatkan Surat tanda registrasi
dokter dan dokter gigi karena dalam salah satu syarat untuk mendapatakn SIP adalah
STR itu sendiri. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia kepada dokter dan dokter gigi
yang telah diregistrasi
Perizinan Dokter Menurut UU 29/2004 Pasal 37 UU 29/2004 menyatakan dengan tegas
bahwa Surat Izin Praktik (SIP) setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran
dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik
kedokteran dilaksanakan. Pada ketentuan Pasal 37 itu, sangat jelas sekali bahwa yang
memiliki kewenangan untuk menolak atau menyetujui pemberian perizinan dokter
adalah pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota. Dalam praktik sekarang
ini, pejabat kesehatan yang berwenang yang dimaksud adalah Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.2

BAB III

PEMBAHASAN
PELAYANAN PENGURUSAN IJIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK
DOKTER DAN DOKTER GIGI

A. Pengaturan Pemberian Ijin Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi


Pengaturan Pemberian Ijin Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi
tertuang dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. di dalamnya

2 UU Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran

6
memberikan amanat untuk membuat sebuah badan yang akan disebut KKI (Konsil
Kedokteran Indonesia). Disinii Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang
dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

Undang-Undang No 29/2004 baru akan berlaku setelah satu tahun sejak


diundangkan, bahkan penyesuaian STR dan SIP diberi waktu hingga dua tahun sejak
Konsil Kedokteran terbentuk.
Beberapa peraturan lanjutan tampaknya harus dibuat oleh Konsil Kedokteran
dan/atau oleh Menteri Kesehatan untuk memperjelas ketentuan yang belum jelas, yaitu
tentang perijinan yang dikaitkan dengan tempat dan jam praktik, “penempatan dokter”
untuk kepentingan pemerataan pelayanan dalam era telah dicabutnya UU WKS,
peraturan ijin praktik medis untuk perawat di Balai Pengobatan, ketentuan kelengkapan
rekam medis, manfaat informed consent, tanggungjawab hukum, prosedur pengaduan,
persidangan dan sanksi, dan lain-lain.
Demikian pula perangkat lunak lain seperti standar pendidikan, standar
kompetensi, tata-laksana ujian kompetensi, standar perilaku, standar pelayanan medis,
standar prosedur operasional, pedoman pengawasan, pedoman audit medis, dll.
Diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor
1419/MENKES/PER/X/2005 tentang penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter gigi.
Di dalamnya juga termuat formulir untuk mendapatkan STR ataupu SIP.
Juga Kemudian KKI membuat peraturan yang tertuang dalam Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Registrasi Dokter dan Dokter Gigi

B. Prosedur Perolehan Ijin Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi


Dokter merupakan komponen utama dan mempunyai peranan yang sangat penting
dalam pemberian pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat. Dalam
melaksanakan tugas / pekerjaannya, dokterdiperbolehkan melakukan tindakan berupa
intervensi medis pada tubuh manusia. Untuk itu, sebelum melaksanakan pekerjaan
kedokterannya, seorang dokter harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat
Izin Praktik (SIP).
STR dan SIP dapat diberikan kepada seorang dokter setelah memenuhi persyaratan
yang ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping
ketentuan persyaratan perizinan bagi dokter, peraturan perundang-undangan juga
mengatur siapa pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan/menandatangani STR dan

7
SIP tersebut. Untuk pelayanan STR, dikarenakan konsep pelayanan STRnya dilakukan
secara sentralisasi, hanya oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), tidak menimbulkan
permasalahan dalam praktiknya, kecuali terkait hal teknis dalam uji kompetensinya.
Sedangkan untuk pelayanan SIP, dimana konsep pelayanannya menerapkan asas
desentralisasi, yaitu kewenangan untuk mengeluarkan SIP tersebut diberikan kepada
daerah Kabupaten/Kota, telah menimbulkan persoalan hukum yang sangat serius.
Otonomi daerah telah diartikan secara membabi buta dan kebablasan. Ketentuan dalam
undang-undang tidak lagi dipatuhi dalam menyelenggarakan pemerintahan yang
kewenangannya telah diberikan kepada daerah. Tulisan ini mengkaji secara yuridis
permasalahan pelayanan SIP yang menjadi kewenangan daerah Kabupaten/Kota.
Landasan konsepsional dalam pengkajian ini adalah konsep pelayanan perizinan
terpadu dan konsep perizinan menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (UU 29/2004).

Dinas Perizinan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan


daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dibidang perizinan.
Dalam pelaksanaan perizinan, pemerintah senantiasa berusaha semaksimal
mungkin untuk menghilangkan anggapan bahwa pengurusan segala macam izin,
khususnya Izin praktik dokter merupakan prosedur yang sangat rumit dan memakan
banyak waktu maupun biaya. Namun, di sisi lain masih banyak sekali permasalahan-
permasalahan yang timbul baik dari Pemerintah ataupun dari mastarakat itu sendiri.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses iji penyelengaraan praktik dokter.
• Registrasi dokter dan dokter gigi berpedoman pada peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia No. 1 tahun 2005

• Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki STR (Surat Tanda Registrasi)

• Untuk memperoleh STR, dokter dan dokter gigi wajib mengajukan permohonan
kepada KKI

• Tata cara memperoleh STR berdasarkan Kepeutusan Konsil Kedokteran


Indonesia No. 1 Tahun 2005

• Proses pemberian registrasi tenaga dokter selambat-lambatnya 3 bulan settelah


permohonan diterima KKI

• Pelayanan registrasi bagi dokter dikaitkan dengan penempatan

• Khusus dalam rangka registrasi oleh dinas Kesehatan Provinsu selain di berikan
Surat Penugasan (SP) juga di berikan Kartu Registrasi

8
• Adanya kewajiban dari Dinas kesehatan Propinsi dan kabupaten/ kota
melaporkan tenaga-tenaga Dokter yang telah mendapat registrasdi pada Mentri
kesehatan

• Bahwa registrasi dokter spesialisa telatap dilaksanakan di pusat cq biro


kepegawaian Daerah

• Biaya proses registrasi secara formal telah di atur pada keputusan KKI No. 2
tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 250.000

• Majelis kehormatan disipllin Kedokteran (MKDK) di tingkat propinsi dapat


dibentuk oleh konsil kedokteran Indonesia atas usul Majelis kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia

sebelum mengajukan SIP maka pemohon ijin harus memiliki STR lebih dahulu baru
kemudaian, Pemohon tersebut dapat mengajukan SIP. Dan baru bias melakukan praktek
kedokteran.
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki STR dokter dan STR dokter gigi. Untuk memperoleh STR seperti dimaksud
pada ayat dokter dan dokter gigi wajib mengajukan permohonan kepada KKI dengan
melampirkan:
a. fotokopi ijazah dokter/dokter spesialis/dokter gigi/dokter gigi spesialis;
b. surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter
gigi;
c. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;
d. fotokopi sertifikat kompetensi;
e. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 4 (empat) lembar
dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.3

Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi berlaku selama 5
(lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi
persyaratan sebagaimana termuat di atas.

Sedangkan untuk Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan
praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi. Disini Evaluasi meliputi:

a. kesahan ijazah;

b. kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan

surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi;

3 Lihat Pasal 29 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran.

9
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau

dokter gigi;

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi.

Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana Ketentuan diatas
makadiberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh
Konsil Kedokteran Indonesia.

Selanjutnya setelah memperoleh STR maka pemohon dapat untuk melanjutkan


proses perijinan yaitu dengan untuk mengajukan SIP. Setiap dokter dan dokter gigi
yang akan melakukan praktik kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan atau praktik
perorangan wajib memiliki SIP. Untuk memperoleh SIP dokter dan dokter gigi yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan dengan melampirkan:

1. Surat Permohonan
2. Foto Copy Surat Tanda Register Dokter atau Dokter Gigi yang diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia yang masih berlaku dilegalisir oleh pejabat berwenang
3. Surat Pernyataan mempunyai tempat praktek
4. Rekomendasi dan organisasi profesi di wilayah tempat praktek
5. Foto Copy Surat Keputusan penempatan dalam rangka masa bakti atau surat bukti
telah selesai menjalankan masa bakti atau keteranganmenunda masa bakti yang
dilegalisir oleh pejabat berwenang
6. Pas Foto berwarna 4 x 6 sebanyak 3 lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 lembar
7. Keterangan Lokasi Praktek dimohonkan4

Mekanisme Pengajuan
1. Mengajukan berkas permohonan di loket pelayanan
2. Pemeriksaan berkas (lengkap)
3. Survey ke lapangan (apabila perlu)
4. Penetapan SKRD
5. Proses Izin
6. Pembayaran di Kasir
7. Penyerahan Izin

4Lihat Pasal 2 Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005

10
Lama penyelesaian yaitu kurang lebih Selama 14 hari Dalam pengajuan permohonan SIP.
harus dinyatakan secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik Pertama, Kedua atau
Ketiga. Agar memudahkan petugas perijinan untuk mengidentifikasi pemita ijin.

C. Hambatan Dalam Perolehan Ijin Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter


Gigi
Sebenarnya dalam hal untuk memperoleh Ijin Penyelengaraan Praktik Dokter
dan Dokter Gigi tidak banyak yang ditemui hambatan ataupun kendala. Karena disini
sudah jelas bagaiman pengaturan mengenai proses perijinan tersebut. Namun tentunya
ada Beberapa hambatan-hambatan atau kendala-kendala dalam Ijin Penyelengaraan
Praktik Dokter dan Dokter Gigi. Disini penulis tidak menemukan adanya suatu kasus
yang menyangkut susah atau ribet dalam proses pengurusan ijin praktik dokter. Karena
dalam proses pengurusan ijin praktik tersebut sudah terkordinir dan ter system dengan
baik. Sehiunggapenulis cukup kesulitan untuk menuliskan hambatan-hambatan apa
yang ada dalam proses peijinan te rsebut.

Mengenai sosialisasi mengenai regualsi peraturan dan perijinan mengenai Ijin


Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi memang sudah diberikan pada saat
dilakukan pendidikan dokter di universitas. Maka disini sosialisasi dalam perijinan itu
sendiri tidak lah menemui hambatan.

D. Ketentuan Hukum bagi Dokter dan Dokter gigi yang tidak mempunyai Ijin

Pada akhirnya Undang-Undang No 29/2004 mengancam pidana bagi mereka


yang berpraktik tanpa STR dan atau SIP, mereka yang bukan dokter tetapi bersikap atau
bertindak seolah-olah dokter, dokter yang berpraktik tanpa membuat rekam medis, tidak
memasang papan praktik atau tidak memenuhi kewajiban dokter. Pidana lebih berat
diancamkan kepada mereka yang mempekerjakan dokter yang tidak memiliki STR
dan/atau SIP.
upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan
menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter
dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan,
akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan
perkembangan hukum. Namun untuk memenuhi dan berharap
supaya dokter yang berpraktik sesuai dengan kualifikasi yang ada.

11
Akibat hukum bagi Dokter dan Dokter gigi yang tidak mempunyai Ijin. Pemerintah
dapat melakukan tindakan tegaas sesuai dengan Pasal 75, 76, 77, 78, 79, 80 dalam UU
Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran

Kuarang lebih isinya sesuai berikut:

Pasal 75

(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).

(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).

Pasal 76

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).

Pasal 78

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau
surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana

12
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang :

a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41 ayat (1);

b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 46 ayat (1); atau

c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 51 yaitu:

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan


standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai


keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan


juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali


bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
dan

e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu


kedokteran atau kedokteran gigi.

Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran selain
tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan kode etik
yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi. Dan para dokter tidak bias berpraktik tanpa surat ijin tersebut karena
apabila seorang dokter nekat berparaktik tanpa adanya SIP maka sama saaja dengan
membunuh karrir kedokterannya sendiri.

Kemudian dari pada itu seseorang aatau badan Ussaha tidak boleh menerima atau
mempekerjakan seorang yang tidak mempunyai SIP. Sesuai di atur dalam

Pasal 80

13
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi
yang tidak /mepunyai ijin praktik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan
berupa pencabutan izin

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwasannya dalam melakukan praktik dokter di Indonesia maka tidak bias


langsung praktek. Karena disini diatur mengenai prose untuk mendapatkan ijin. Karena
disini seorang calon dokter yang baru menyeleseikan studinya tidak bias saja langsung
sembarang membuka praktik kedokteran. calon dokter tersebut harus mengikuti proses
perijinan yang cukup ketat supaya mendapatkan ijin unutk praktek sebagai dokter. Bila
mereka tidak mengindahkan hal tersebut maka dapat dikenai pidana yang di atur dalam
Pasal 75, 76, 77, 78, 79, dan 80 dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran.

Disini juga di tegaskan bahwasannya dokter yang telah praktik untuk mematuhi
kode etik profesi dokter. Dan memenuhi kewajibannya sebagai dokter dalam
menjalankan tugasnya.

14
B. Saran

partisipasi dan dukungan baik dari pemerintah maupun dari pihak masyarakat
itu sendiri untuk patuh dan disiplin terhadap aturan dan persyaratan terkait dengan Ijin
Penyelengaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi sangatlah di perlukan. Pada dasarnya
segala ketentuan dan persyaratan yang telah ditentukan dibuat dengan tujuan agar suatu
bangunan didirikan dengan baik sehingga nyaman dan tidak membahayakan bagi
masyarakat pada umumnya dan psaien pada khusussnya.

Supaya perizinan tidak lagi dianggap suatu prosedur yang rumit dan merugikan,
sebaiknya semua pihak atau aparat yang berkaitan dengan Ijin Penyelengaraan Praktik
Dokter dan Dokter Gigi harus bisa lebih informatif dan dapat memudahkan
masyarakat.

15

You might also like