You are on page 1of 4

c c  


c


Ada suatu fenomena yang sering Penulis alami selama bertugas menyidangkan perkara tindak pidana perjudian di Pengadilan Neger i Blitar.
Fenomena tersebut adalah adanya kecenderungan keterangan saksi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di tingkat penyidikan yang
dibacakan dalam persidangan. Jadi dalam hal ini Saksi -Saksi dalam perkara perjudian tidak pernah didengar keterangannya, dikarenakan
jaksa yang bersangkutan tidak mampu mengha dirkan saksi-saksi tersebut ke persidangan, sehingga keterangan saksi -saksi yang diberikan
dalam BAP di tingkat penyidikan dibacakan dalam persidangan.
Padahal hampir semua Saksi -Saksi dalam perkara perjudian adalah dari pihak kepolisian yaitu orang yang t elah melakukan penangkapan
terhadap pelaku tindak pidana perjudian. Saksi -Saksi yang notabene adalah Polisi seharusnya lebih melek hukum dan lebih taat hukum
dibandingkan dengan Saksi-Saksi dari kalangan masyarakat awam. Di dalam persidangan seringkali ter ungkap bahwa ketidakhadiran saksi -
saksi dalam perkara perjudian tersebut tanpa didasari atas alasan yang jelas atau sah. Sebagai seorang penegak hukum seharusn ya Polisi-
Polisi yang menjadi Saksi tersebut hadir ke persidangan guna didengar keterangannya. Ra sanya kurang adil jika Saksi -Saksi dalam perkara
lain wajib hadir namun dalam perkara perjudian seolah-olah Saksi tak perlu hadir ke persidangan.
Pasal 224 KUHP pada pokoknya mewajibkan seseorang wajib hadir jika dipanggil sebagai Saksi dengan ancaman huku man 9 tahun bagi
Saksi yang dengan sengaja tidak memenuhi panggilan tersebut. Tanpa kehadiran seorang Saksi_Saksi dalam perkara perjudian di P engadilan
Negeri Blitar, tentunya hal ini akan mengurangi tingkat kebenaran material (legalitas) sebagaimana tujua n dari proses pemeriksaan perkara
pidana itu sendiri.
Menurut Pasal 185 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
KUHAP) disebutkan bahwa ³Keterangan saksi sebagai alat bukti apa yang saksi nyatakan dalam sidang´. Dari ketentuan tersebut d i atas
apabila ditafsirkan secara a contrario berarti keterangan seorang saksi dapat dijadikan alat bukti yang sah bukan apa yang saksi ny atakan
dalam BAP di tingkat penyidikan, melainkan apa yang saksi nyatakan dalam sidang di pengadilan.
Fenomena tersebut di atas ane hnya seringkali hanya terjadi pada kasus-kasus perjudian di Pengadilan Negeri Blitar;
 
Adapun permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah:
³Apakah keterangan seorang saksi dalam BAP dapat atau boleh dibacakan di persidangan apabil a saksi tersebut tidak hadir dalam
persidangan´

 
Proses pembuktian perkara pidana adalah untuk mencari tahu apakah benar telah terjadi tindak pidana dan untuk mencari tahu ap akah benar
terdakwa-lah yang bersalah. Pembuktian yang dimaksud haru s dilakukan di sidang pengadilan untuk menguji kebenaran dari isi surat
dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum berdasarkan alat -alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Menurut pasal 184 (1) KUHAP alat -alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.
Alat bukti yang telah disebutkan diatas salah satunya adalah keterangan saksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 (1) huru f a KUHAP.
Keterangan saksi menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP adala h salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari pe ngetahuannya
itu.
Dari pengertian keterangan saksi t ersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang bersifat pendapat, hasil rekaan, dan keterangan yang
diperoleh dari orang lain (testimonium de auditu) bukan merupakan keterangan saksi, sehingga tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.
Syarat yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dikatakan sah adalah:
a. Syarat formil
1. seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat 3 dan
4 KUHAP);
2. seorang saksi telah mencapai usia dewasa ya ng telah mencapai usia 15 tahun atau lebih atau sudah menikah. Sedangkan orang
yang belum mencapai usia 15 tahun atau belum menikah dapat memberikan keterangan tanpa disumpah dan dianggap sebagai
keterangan biasa (Pasal 171 butir a KUHAP);
b. Syarat materil
1. melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu persitiwa pidana (Pasal 1 butir 26 atau 27 KUHAP);
2. seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP);
3. keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Asas ini terkenal dengan sebutan asas unus
testis nulus testis (Pasal 185 ayat 2 KUHAP).
Sedangkan satu syarat terpenting menurut Pasal 185(1)KUHAP ³keterangan
saksi sebagai alat bukti (yang sah) ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan´.
Pada prinsipnya menjadi seorang saksi merupakan suatu kewajiban hukum (legal obligation) bagi setiap orang. Akan tetapi, unda ng-undang
memberikan pengecualian dibebaskannya kewajiban menjadi saksi misalnya seorang yang masih dibawah umur (belum berumur 15 tahun)
dan seorang yang hilang ingatan atau menurut istilah Yahya Harahap mereka yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempu rna
dalam hukum pidana. Mereka inilah yang tidak wajib menjadi saksi atau boleh memberikan keterangan tidak dibawah sumpah.
Disamping itu seseorang yang dapat dibebaskan dari kewajiban menjadi saksi karena adanya hubungan darah(keluarga) atau perkaw inan
(semenda) dengan terdakwa. Orang -orang ini tidak dapat didengar keterangannya atau dapat mengundurkan diri sebagai saksi. Adapun
orang-orang tersebut adalah:
1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dengan terdakwa atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa
2. Saudara dari terdakwa atau bersama -sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak (bibi atau paman dari terdakwa),
juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara keponakan)terdakwa sampai derajat ketiga
3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama -sama sebagai terdakwa.
Dengan demikian seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok diatas wajib memberikan keterangan apabila diminta menjadi saksi . Akan
tetapi, menurut Pasal 169 ayat 1 KUHAP tersirat bahwa mereka yang dimaksud dalam Pasal 168 dimungkinkan untuk dapat menjadi saksi
apabila jaksa, terdakwa, dan mereka sendiri secara tegas menyetujui untuk memberikan keterangan di bawah sumpah. Namun apabil a ketiga
golongan tersebut tidak setuju untuk mem berikan kesaksian, hakim berdasarkan kewenangan yang ada padanya dapat memutuskan untuk
mendengarkan keterangan mereka tanpa disumpah dan keterangannya hanya dianggap sebagai keterangan biasa guna menambah keyakin an
hakim.
Apabila seseorang yang menolak un tuk memberikan keterangan kesaksian di depan persidangan walaupun telah dipanggil secara sah,
kepadanya dapat dapat dikenakan tuntutan pidana berdasarkan undang -undang yang berlaku. Demikian pula halnya dengan seorang ahli.
Adapun undang-undang yang dimaksud adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat dijadikan dasar penuntutan bagi
seorang saksi yang menolak hadir di depan sidang pengadilan, seperti Pasal 216 (1), Pasal 224, 522 KUHP. Hakim mempunyai kewe nangan
untuk menentukan penting atau t idaknya saksi yang hadir dalam persidangan. Disamping itu juga hakim berwenang memutuskan untuk
melanjutkan atau menunda pemeriksaan sidang. Apabila pemeriksaan perkara ditunda, maka hakim akan memerintahkan jaksa untuk
memanggil kembali saksi yang bersangkutan dan membawanya ke depan sidang pengadilan(159 ayat 2 KUHAP).
Apabila keterangan Saksi di tingkat penyidikan diberikan di bawah sumpah, maka keterangannya dianggap mempunyai nilai yang sa ma
dengan keterangan saksi yang diberikan dibawah sumpah. Sedang kan keterangan yang diberikan tidak di bawah sumpah, maka
keterangannya tersebut hanya bernilai sebagai keterangan biasa yang tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian, namun dapat di gunakan
sebagai keterangan yang dapat digunakan untuk menguatkan keyakina n hakim, jika dihubungkan atau didukung dengan alat bukti lainnya.
Pada bagian awal tulisan ini telah dikemukakan bahwa tulisan ini pada pokoknya didasarkan pada pengalaman sehari -hari penulis sebagai
hakim di Pengadilan Negeri Blitar yang menangani perkara pidana, khususnya dalam perkara tindak pidana perjudian. Jadi dalam tulisan ini
dititikberatkan atau difokuskan pada permasalahan saksi -saksi dalam perkara tindak pidana perjudian dimana Saksi -Saksi tersebut tidak
pernah dihadirkan di persidangan, namun keterangannya dibacakan di persidangan.
Pada hakikatnya KUHAP menganut prinsip keharusan menghadirkan saksi -saksi di persidangan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 185 (1)
KUHAP yang intinya menyatakan bahwa keterangan saksi dapat dijadikan alat bukti yang sa h apabila dinyatakan dalam sidang pengadilan.
Akan tetapi, pasal 162 (1) KUHAP sendiri memberi pengecualian apabila saksi -saksi yang telah memberikan keterangan dalam BAP di
tingkat penyidikan tidak dapat hadir karena :
1. meninggal dunia atau karena ada halangan yang sah atau karena
2. tempat tinggal atau kediamannya jauh dari tempat sidang atau karena
3. adanya tugas atau kewajiban dari negara yang dibebankan kepadanya.
maka keterangan yang telah diberikannya di tingkat penyidikan tersebut dapat atau b oleh dibacakan di persidangan.
Dalam praktek peradilan di Pengadilan Negeri Blitar pada saat tuntutan jaksa penuntut umum dibacakan, pada umumnya ditegaskan ³bahwa
saksi-saksi dalam perkara tindak pidana perjudian tersebut sudah dilakukan pemanggilan secar a patut sebanyak 3 kali, namun yang
bersangkutan tanpa alasan tidak dapat hadir di persidangan, sehingga berdasarkan Pasal 162 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP,
keterangan para saksi tersebut dapat dibacakan di persidangan´.
Dengan melihat adanya k alimat ³tanpa alasan tidak hadir di persidangan´ sebenarnya kalimat tersebut bertentangan dengan Pasal 162 (1)
KUHAP itu sendiri dimana dalam pasal tersebut harus ada salah satu alasan
ketidakhadiran saksi-saksi yang bersangkutan.
Dengan demikian sebenarnya dari saksi-saksi yang tidak hadir dalam persidangan perkara perjudian tersebut, keterangannya tidak dapat
dibacakan dalam persidangan karena dianggap tidak memenuhi salah satu alasan yang sudah ditentukan dalam Pasal 162 (1) KUHAP.
Adanya ketentuan pasal 162 (1) KUHAP seharusnya menjadi perhatian serius bagi Jaksa yang menangani kasus-kasus perjudian tersebut.
Disamping itu dalam BAP di tingkat penyidikan ditemukan pula bahwa keterangan Saksi -Saksi pada saat Saksi -Saksi tersebut memberikan
keterangan di t ingkat penyidikan tidak di bawah sumpah. Pasal 162 (2) KUHAP menentukan bahwa apabila keterangan saksi di
BAP(penyidikan) diberikan di bawah sumpah, maka keterangannya memiliki nilai kekuatan pembuktian yang sama dengan keterangan saksi
di bawah sumpah yang diucapkan di sidang pengadilan.
Semua perkara tindak pidana perjudian yang Penulis sidangkan di Pengadilan Negeri Blitar Saksi -Saksi-nya tidak pernah dihadirkan oleh
Jaksa Penuntut Umum. Ketika Penulis tanyakan kepada Jaksa Penuntut Umum alasannya hanya karena kebiasaan saja yang memang sudah
demikian adanya sejak dulu.
Penulis-pun tidak dapat berbuat banyak jika ternyata Jaksa Penuntut Umum menganggap bahwa surat dakwaannya sudah cukup terbukti
sehingga Jaksa Penuntut Umum menganggap tidak perlu menghadirkan Saksi-Saksi ke depan persidangan.
Sebagai seorang Hakim sebenarnya Penulis bisa saja membebaskan Terdakwa namun mengingat Terdakwa sudah pernah ditahan, Terdak wa
mengakui terus terang perbuatannnya, Terdakwa mengaku bersalah dan ada barang buk ti-nya maka tidak ada jalan lain kecuali Penulis harus
menghukum Terdakwa tersebut meskipun sebagai Hakim, Penulis cukup kecewa karena menghukum Terdakwa tanpa kehadiran satu orang
Saksi-pun.
Rasanyapun juga tidak adil mengingat menjadi Saksi itu sebenarn ya adalah suatu kewajiban sebagai warga negara atau masyarakat
sedangkan Polisi yang menjadi Saksi tidak pernah dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum ke depan persidangan;
Seolah-olah hanya masyarakat awam saja yang diwajibkan menjadi Saksi, sedangkan Polisi sebagai penegak hukum yang menjadi Saksi
dalam perkara tindak pidana perjudian justru tidak pernah hadir di persidangan;
K!"
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. |alaupun dalam proses pembuktian menganut prinsip adanya keharusan menghadirkan saksi-saksi di persidangan. Akan tetapi,
hal tersebut bukan hal yang mutlak, sehingga keterangan saksi -saksi yang tidak dapat hadir boleh atau dapat dibacakan di
persidangan apabila memenuhi salah satu alasan yang disebutkan d alam Pasal 162 (1) KUHAP. Dengan demikian seharusnya
ketidakhadiran saksi-saksi dalam perkara perjudian ini harus dicari alasan ketidakhadirannya apakah memenuhi salah satu
alasan yang disebutkan dalam Pasal 162 (1) KUHAP atau tidak.
2. Keterangan saksi-saksi yang dibacakan di persidangan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah apabila keterangan
sebelumnya di proses penyidikan diberikan di bawah sumpah. Oleh karena keterangan saksi -saksi dalam perkara perjudian di
PN Blitar tidak di diberikan dibawah sumpah, maka keterangannya yang dibacakan dianggap bukan merupakan alat bukti.
3. Dalam perkara tindak pidana perjudian, penyidik seharusnya menekankan pertanyaan kepada saksi -saksi yang diperiksanya
apakah mereka akan hadir di persidangan atau tidak. Kalau mer eka diduga tidak akan hadir di persidangan nanti, maka mereka
seharusnya diperiksa di bawah sumpah. Hal ini untuk menghindari lemahnya nilai pembuktian keterangan saksi yang dimaksud
apabila keterangannya nanti dibacakan di persidangan.
'c
Permasalahan ketidakhadiran Saksi di persidangan dalam perkara tindak pidana perjudian di Pengadilan Negeri Blitar, seharusnya menjadi
perhatian serius bagi aparat penegak hukum, khususnya bagi polisi dan jaksa penuntut umum sebagai pihak yang bertugas membukt ikan
kesalahan terdakwa. Kalau permasalahan ini terus menerus terjadi, maka dikhawatirkan legalitas keterangan saksi yang dibacaka n di
persidangan menjadi lemah karena dianggap tidak memiliki nilai pembuktian.
Blitar, 20 Desember 2008

 !
Merujuk Pasal 184 ayat (1) KUHAP, keterangan saksi merupakan alat bukti nomor wahid. Artinya keterangan saksi merupakan alat bukti
terkuat di persidangan.

Hanya saja, menurut pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, kekuatan pembuktian nya masih tergantung pada kualitas
saksi. Keterangan saksi korban merupakan alat bukti yang paling kuat. Karena dia mendengar, melihat dan mengalami sendiri, je lasnya.
Kalau tidak demikian harus dibarengi alat bukti lain, seperti surat, keterangan ahli, pe tunjuk dan keterangan terdakwa. Sehingga hakim bisa
yakin, tegas pria bergelar doktor ini.

Keterangan saksi semakin bernilai kuat apabila disampaikan di pengadilan. Karena ada pengujian silang tuturnya. Sedangkan ket erangan
yang tidak diberikan dalam persidangan kekuatan pembuktiannya lebih rendah. Meskipun ketika penyidikan keterangannya diberikan di atas
sumpah, tuturnya.

Dengan demikian, jika bertentangan dengan kesaksian yang diberikan di pengadilan, maka keterangan itu tidak bisa digunakan. K alau
mendukung, tanpa dikutip sekalipun tidak masalah, tutunya.

V  V
           
 
   
  
  
   
 
  
 

 


  

               
 

 

 

 
       
      
 
  
   
      V
  
     



 

 
    

   
Kalau tetap tidak hadir, maka saksi bisa dipanggil secara paksa. Namun sekali lagi, Mudzakir mengingatkan, asal keterangan sa ksi sangat
menentukan ada tidaknya tindak pidana. Kalau tidak terlalu penting, cukup dipertimb angkan keterangannya, terangnya.

 #c 

$  c 
   #% 
#  &% ' & 
#  (  c
((
(# 
)c*!

!* +'K
  ,,
  -c .
%/

!0121* !*0+
++

!!*"0*!! 3* *!!"0!*"*!* +*4+24


"   0 ++ 4"  * *! "*! *! *+!1 !  * "0 *  (
  
"!1
! * * !!2     (* -*  4
!* 0 ++*!  *  !
+!15!!*""6K0(
1*3! *"*! +!!* *"
 c    "! ! ! +* 4+24
 4+24  !  "3  *
"!*1 *" *!"*  !   3  "  )0   ! ++*! "    *!
0.0"**" ++!0 !"*!*+!**!1*""*!!! !"*
0 !!*0"! !0*(!*+*"!!4*!"!2!!0!" !
!4+!!*"!!0*!*! !!1"! 4+  !  0*!"*"*! 3*!4 !
"!!"*! 4!/c!*
*!1+*#4+241c!1 !

!* 

USTADZ Abu Bakar Ba¶asyir duduk seorang diri di kursi terdakwa. Deretan kursi penasihat hukumnya di ruang sidang di
Gedung Badan Meteorologi dan Geofisika hari Kamis 3 Juli 2003 dibiarkan kosong. Tak ada satu pun yang datang. Abu Bakar Ba¶asyir
sempat meminta izin kepada majelis hakim untuk tidak berada di dalam ruang sidang dan akan menunggu di ruang tunggu, namun ta k
diizinkan oleh hakim M Saleh. Ia pun patuh. Namun, Abu Bakar Ba¶asyir menegaskan ia sama sekali tak mau berkomentar terhadap
kesaksian demi kesaksian memojokkan yang disampaikan melalui layar monitor.
Tim penasihat hukum Abu Bakar Ba¶asyir -terdakwa dalam kasus makar da n pelanggaran keimigrasian -memang memilih untuk tidak hadir
ke persidangan sebagai protes atas sikap majelis hakim yang bersikukuh untuk menggelar persidangan jarak jauh Jakarta -Singapura pada
tanggal 26 Juni 2003 dan Jakarta -Kuala Lumpur tanggal 3 Juni 20 03. "Kami tetap berkeberatan dengan persidangan teleconference yang
belum ada aturannya," kata Mohammad Assegaf, salah seorang kuasa hukum Abu Bakar Ba¶asyir dalam percakapan dengan Kompas seus ai
persidangan.
Sejak awal tim kuasa hukum Ba¶asyir menyatakan keberatannya atas rencana jaksa penuntut umum untuk melangsungkan pemeriksaan saksi
secara jarak jauh. Sejumlah argumentasi yuridis disampaikan. Berbagai upaya terus dilakukan, termasuk menemui Ketua Mahkamah Agung
(MA) Bagir Manan untuk melarang persidang an secara teleconference. Namun, upaya itu tidak berhasil. |alk out adalah langkah terakhir
yang dilakukannya untuk melawan sikap majelis hakim yang tetap ingin menggelar teleconference. Ketika persidangan teleconfere nce
Jakarta-Kuala Lumpur digelar untuk kedua kalinya, tim penasihat hukum memilih tidak hadir.
Ketua majelis hakim M Saleh tetap melangsungkan persidangan jarak jauh tersebut. "Praktik pemeriksaan saksi -saksi jarak jauh dengan
menggunakan media teleconference merupakan salah satu wujud dari lah irnya peradilan informasi yang berjangkauan global," kata
Mohammad Soleh dalam penetapannya.
p   
   
                
            


                                   


   


Majelis menampik kekhawatiran tim penasihat hukum Ba¶asyir bahwa saksi -saksi di Singapura dan Malaysia yang statusnya adalah orang
tahanan tidak memberikan keterangan secara bebas .    
  
   
    
    
 
 


 

   
 
 
    
 
    !   .
Namun, majelis berpendapat berbeda. "Jika argumen seperti itu diterima, akan menjadikan dunia peradilan kita mengalami langka h mundur
(set back) dalam menghadapi dan mengantisipasi teknologi informasi dan komunikasi dalam mengantisipasi revolus i teknologi yang marak
dewasa ini, yang mau tidak mau akan mewarnai perkembangan dunia hukum dan peradilan itu sendiri," demikian pertimbangan majel is
hakim.
Jaksa penuntut umum Hasan Madani juga menilai keberatan tim penasihat hukum tidak beralasan. "Keja ksaan sudah mengajak tim kuasa
hukum ke Singapura, namun ajakan itu ditolak," kata Hasan Madani.
Mohammad Assegaf mengakui, bagi tim kuasa hukum, persidangan teleconference menyangkut hal prinsip. "Kami tak mau memberi
legitimasi pada proses yang menyimpang," kata Assegaf.
Persidangan model teleconference bukanlah yang pertama kali di Indonesia. Sidang teleconference pertama digelar dalam kasus k orupsi
dengan terdakwa mantan Presiden BJ Habibie. Dengan bantuan televisi swasta SCTV, Ketua Majelis Hakim Lalu Mariyun mengambil
terobosan dengan menggelar sidang teleconference untuk pertama kalinya di Indonesia. Persidangan teleconference berikutnya
dilangsungkan dalam persidangan Pengadilan HAM Adhoc untuk kasus pelanggaran HAM berat di Timor Timur.
Persidangan teleconference selalu memicu kontroversi dan perdebatan para pihak. Begitu juga yang terjadi di Indonesia. Pemerintah yang
diwakili Kejaksaan Agung sebenarnya juga belum mempunyai sikap yang jelas soal teleconference. Sikap pemerintah tampaknya san gat
ditentukan apakah persidangan model itu akan menguntungkan pembuktian atau malah melemahkan dakwaan.
Dalam persidangan kasus korupsi dengan terdakwa Rahardi Ramelan, jaksa penuntut umum Kemas Yahya Rahman ngotot untuk menolak
persidangan teleconference. Sement ara penasihat hukum Rahardi Ramelan, Trimoelja D Soerjadi dan kawan -kawan justru ngotot
memperjuangkan teleconference. "
    
     
  
    
 "
    .
Sebaliknya, 
   #  $   
                 
      . Teleconference untuk mendengarkan kesaksian mantan Presiden BJ Habibie pun dilangsungkan.
Sementara dalam persidangan Pengadilan HAM Adhoc kasus pela nggaran HAM, posisinya berubah. Jaksa penuntut umum berjuang agar
teleconference Jakarta -Dili bisa dilangsungkan untuk mendengarkan kesaksian beberapa orang Timtim yang tidak mau datang ke Jakarta
untuk memberikan kesaksian dengan alasan keamanan. Sebalikn ya, tim penasihat hukum para terdakwa sejumlah perwira TNI yang
berkeberatan dilangsungkannya persidangan teleconference. Hakim pun menggelar sidang teleconference.
Dalam kasus Abu Bakar Ba¶asyir situasinya sama dengan teleconference kasus Timtim. Jaksa pe nuntut umum Hasan Madani ngotot
memperjuangkan persidangan teleconference karena upayanya untuk mendatangkan saksi -saksi yang ditahan di Singapura dan Malaysia tak
diizinkan otoritas negara itu. Pihak terdakwa dan kuasa hukumnya keberatan dengan persidanga n model itu.
Apa yang bisa dibaca dari tiga kasus itu. Kejaksaan tampaknya mempunyai sikap yang berbeda -beda mengenai teleconference. Dalam kasus
pelanggaran HAM Timtim dan Abu Bakar Ba¶asyir, jaksa sangat berkepentingan untuk menggali keterangan dari saks i untuk membuktikan
dakwaannya. Dan, tujuan itu tampaknya tercapai. Sebaliknya, dalam kasus korupsi dengan terdakwa BJ Habibie, jaksa penuntut um um justru
ngotot untuk menolak. Ia khawatir keterangan BJ Habibie berkaitan dengan kasus Bulog malah akan mempe rlebar persoalan dan mengabur
dakwaan yang telah diarahkan kepada Rahardi Ramelan.
Korps pengacara pun sikapnya berbeda. Teleconference untuk mendengar keterangan BJ Habibie justru berasal dari pengacara. Tri moelja
Soerjadi, kuasa hukum Rahardi, sangat berkepentingan untuk mendapatkan keterangan dari BJ Habibie bahwa pengeluaran dana yang
dilakukan Rahardi Ramelan adalah atas sepersetujuan Habibie. Jika keterangan itu didapat, otomatis akan meringankan Rahardi R amelan.
Dari ketiga kasus itu justru korps hakim yang konsisten. Hakim melakukan terobosan -terobosan hukum dengan menggelar teleconference.
Namun, bagaimana pandangan lembaga peradilan terhadap teleconference masih harus ditunggu sampai ke Mahkamah Agung. Persidang an
kasus korupsi dengan terdakwa R ahardi Ramelan masih diperiksa pada tingkat banding.
Dukungan dari jaksa maupun pengacara terhadap teleconference sangat ditentukan pada faktor apakah persidangan teleconference akan
menguntungkan atau justru merugikan. Kalau menguntungkan atau meringankan klien, teleconference didukung. Sebaliknya, jika
teleconference bakal merugikan, ya, ditolak.
Alasan bahwa teleconference tidak diatur KUHAP juga dipakai baik oleh jaksa maupun penasihat hukum. Artinya, aturan -aturan hukum
sama-sama dipakai untuk mendukung atau menolak teleconference.
       
   
          
     %&'%        
 ())
 
   
     
         * 
 +  

          

 ,      

    
   -   "    
 
  

 ./  0/ (   
   

     "
 1 !      

 .
  %./ %2 3
 
 
             
 
( 
  

         
,        
    
  %.02%3
   
 

        
 

   - 

 
 

 
4 1      
        
  
 

     "
 
    
     
        

    
         (
  "
 4  
      .
5               
        *  "6    

       
     
     
              
"
 
   
p     
                
   "   
    
  
 
      
 
    "
     
Meskipun demikian, semua kalangan sepakat bahwa KUHAP sudah saatnya direvisi. KUHAP perlu direvisi untuk mengantisipasi
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat. Model -model pembuktian konvensional yang masih dianut KUHAP
sudah harus ditinjau kembali.
Tapi kapan KUHAP akan direvisi? Tak ada yang tahu pasti. Lalu bagaimana persidangan teleconference sebelum KUHAP direvisi?
Berangkat dari pengalaman yang ada, akan lebih mengurangi kontroversi jika persidangan teleconference digelar dengan persetuj uan semua
pihak, baik itu terdakwa dan pengacaranya maupun jaksa dan hakim. Kesepakatan bersama itu akan mengurangi kontroversi.
Panduan dan aturan memang harus dibuat. Apa pun, MA masih mempunyai kewenangan untuk menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung
untuk mengatur soal teleconference, termasuk hal -hal teknis dan pembiayaannya. Aturan itu perlu agar ada sebuah kepastian. Janganlah
dukungan kepada teleconference ditentukan pada apakah pola itu menguntungkan atau merugikan. Kalau hal itu terus terjadi, mak a tidak
akan ada kepastian hukum mengenai masalah itu dan kontroversi akan terus terjadi. (Budiman Tanuredjo)
( c+4/ http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/07/nasional/411887.htm

You might also like