Professional Documents
Culture Documents
Kata takhrij dari kata kharraja, yukhariju, yang secara bahasa mempunyai
bermacam-macam arti. Menurut mahmud ath-Thahhan, asal kata Takhrij, ialah :
حد
ِ ي ٍء َو ا
ْ ش
َ ن ِفي
ِ ضا َدْي
َ ن ُمَت
ِ ع َأ َْمَر ْي
ُ جتَما
ِْ َِإ
Dalam arti lain tajrih/takhrij atau jarah dalam pengertian bahasa : melukai tubuh
ataupun yang lain dengan menggunakan benda tajam, pisau, pedang dasn
sebagainya, luka yang disebabkan oleh kena pisau dan sebagainya dinamakan
jurh. Dan di artikan pula jarah dengan memawkai dan menistai, baik dimuka
ataupun dibelakang.
Dari sudut pendekatan kebahasaan ini, kata takhrij juga memiliki beberapa arti,
yaitu pertama, berarti al-istinbath ( mengeluarkan dari sumbernya ). Kedua berarti
at-tadrib (latihan ) ketiga berarti at-taujih (pengarahan, menjelaskan duduk
persoalan)
Menurut definisi berikutnya, di sebutkan bahwa kata takhrij berarti ikhraj al-
ahadits min buthuni al-kutub wa riwayatuh ( mengeluarkan sejumlah hadis dari
kandungan kitab-kitabnya dan meriwayatkannya kembali ). Pengertian ini
diantaranya dikemukakan oleh as-sakhawi, ia menambahkan bahwa orang yang
mengeluarkan hadis tersebut kemudian meriwayatkannya atas namanya sendiri
atau atas nama guru-gurunya, serta menyandarkannya kepada penulis kitab yang
dikutipnya.
Menurut definisi lainnya, kata takhrij berarti ad-dalalah ala mashadir al-hadits al-
ashliyah wa azzuhu ilaihi ( petunjuk yang menjelaskan kepada sumber-sumber
asal hadis ). Di sini dijelaskan siapa-siapa yang menjadi para perawi dan
mudawwin yang menyusun hadis tersebut dalam suatu kitab.
Menurut mahmud ath-thahhan, definisi yang disebut ketiga ini yang banyak
dipakai dan terkenal pada kalangan ulama ahli hadis.
Berdasarkan definisi ini, ia menyabutkan pengertian takhrij sebagai berikut:
جِة
َ حا
َ عْنَد ْال
ِ ن َمْرَتَبِتِه
ِ سَنِدِه ُثّم َبَيا
َ جِتِه ِب
َ خَر
ْ ي َأ
ْ صِلَيِتِه اّلِت
ْ ل
َ صا ِدِرِه ْا
َ ي َم
ْ ث ِف
ِ حِد ْي
َ ضِع ْا ل
ِ عَلى َمْو
َ ل َلُة
َ ا لّد
“petunjuk tentang tempat atau letak hadis pada sumber aslinya, yang
diriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat atau
kedudukannya manakala diperlukan ".
Berdasarkan definisi di atas, maka me-ntakhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu
yang pertama berusaha menemukan para penulis hadis itu sendiri dengan
rangkaian silsilah sanad-nya dan menunjukannya pada karya-karya mereka,
seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi, akhrajahu al-thabrani fi mu’jamih atau
akhrajahu ahmad fi musnadih.
Penyebutan sumber-sumber hadis dalam definisi di atas, bisa dengan
menyebutkan sumber utama atau kitab-kitab induknya, seperti kitab-kitab yang
termasuk pada kutub as-sittah; atau sunber-sumber yang telah di olah oleh para
pengarang berikutnya yang berusaha menyusun dan menggabungkan antara kitab-
kitab utama tersebut, seperti kitab al-jami’baina as-shahihain oleh al-humaidi;
atau sumber-sumber yang berusaha menghimpun kitab-kitab hadis dalam
masalah-masalah atau pembahasan khusus, seperti masalah fiqih, tafsir atau
tarikh.
Kedua, memnberikan penilaian kualitas hadis apakah hadis itu sahih atau tidak.
Penilaian ini dilakukan andai kata diperlukan. Artinya, bahwa penilaian kualitas
suatu hadis dalam men-takhrij tidak selalu harus dilakukan. Kegaitan ini hanya
melengkapi kegiatan takhrij tersebut sebab, dengan diketahui dari mana hadis itu
diperoleh sepintas dapat dilihat sejauh mana kaulitasnya.
Kegiatan men-takhrij hadis muncul dan diperlukan pada masa ulama Mutaakhirin.
Sedang sebelumnya, hala ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan
ulama Mutaqaddimin menurut Al Iraqi, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak
pernah membicarakan dan menjelaskan darimana hadis itu dikeluarkan, serta
bagaimana kualitas hadis-hadis tersebut, sampai kemudian datang An-nawawi
yang melakukan hal itu.
Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud Ath-thahhan ini,
ialah Al-khatib Al-bagdadi (463 H). kemidian dilakukan pula oleh Muhammad
bin musa al-hazimi (W.584 H) dengan karyanya Takhrij Ahadits Al-Muhadzdzab.
Ia mentakhrij kitab fiqih syafi’iyah karya Abu Ishaq Asy-Syirazi. Ada juga ulama
lainnya, seperti Abu Al-Qasim Al-Husaini dan Abu Al-Qasim Al-Mahrawani.
Karya kedua ulama ini hanya berupa Mahthuthah (manuskrip) saja. Pada
perkembangan selanjutnya, cukup banyak bermunculan kitab-kitab tersebut yang
berupaya men-takhrij kitab-kiatab dalam berbagai disiplin ilmu agama.
Yang termasyhur di antara kitab-kitab tersebut, selain karya Muhammad bin Musa
Al-Hazimi di atas, ialah kitab takhrij Ahadts Al-Mukhtashar Al-Kabir karya
Muhammad bin Ahmad Abd Al-Hadi Al-Maqdisi (w. 744 H), Nashb ar-rayah li
ahadits al-hidayah dan takhrij ahadits al-kasysyaf, keduanya karya Abdullah bin
yusuf Al-Zaila’i(w. 762 H), dan Al-Badr Al-Munir fi Takhrij Al-Ahadits wa Al-
Atsaral-Waqi’ah fi Syarh Al-Kabir karya Ibn Al-Mulaqqin (w. 804 H)
Pada garis besarnya ada lima cara atau jalan untuk mentakhrij hadis, yaitu:
1. Melalui pengenalan nama sahabat perawi hadis
3. Melalui pengenalan kata-kata yang tidak banyak beredar atau dikenal dalam
pembicaraan, tetapi merupakan bagian dari matan hadis (letak kata-kata tersebut
bisa dimana saja, di awal, di tengah atau di akhir matan
5. Melalui pengamatan tertentu terhadap apa yang terdapat dalam suatu hadis,
baik matan atau sanadnya.
c. Kitab-Kitab Al-Athraf
Kata al-athraf jamak dari ath-tharf (sisi atau bagian). Maka kata tharf al-hadits,
berarti bagian dari matan yang menunjukan sisanya. Seperti kata kullukum ra’in,
atau kata bunia al-islam ‘ala khamsin. Kalimat yang pertama merupakan bagian
atau potongan dari hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinan seseorang,
seorang imam, atau seorang wanita. Kalimat yang kedua, merupakan potongan
dari hadis tentang dasar-dasar islam.
Pada kitab-kitab seperti ini, penyusun menyebutkan sebagian dari matan hadis
dengan menyebutkan sanad-nya, baik secara lengkap atau tidak. Kitab-kitab athraf
pada umumnya disusun berdasarkan nama-nama sahabat secara alfabetis, di
samping ada juga yang menyusunnya berdasarkan urutan alfabetis berdasarkan
kata-kata awal dari matan hadisnya.
Di antara kitab-kitab athraf ialah:
- Athraf as-shahihain karya abu mas’ud ibrahim bin Muhammad ad-dimasqi (w.
401 H).
- Al-asyraf ‘ala ma’rifat al-athraf karya ibn ‘Asakir (w. 571 H)
- Tuhfah al-Asyraf bi ‘Ma’rifat al-Athraf karya abu al-Hajjaj Yusuf Adurrahman
al-Mizzi (w.742 H).
- Dzakhair Mawarits fi ad-Dalalah ‘ala Mawadhi’I al-hadits karya Abd al-Mugni
an-Nablusi (1050-1143).
Pada kitab-kitab yang terakhir ini menjadikan kutub as-sittah (dua kitab al-jami
‘ash-shahih dan empat kitab as-sunan) dan al-muwaththa’ sebagai sumbernya.
- Tashil as-Sabil ila Kasyf al-Iltibas ‘amma dara min al-Ahadits baina an-Nas,
karya Muhammad bin Ahmad al-Khalili (w. 1057 H).
• akitab-kitab yang memuat selurh bab dan topic ilmu agama. Kitab seperti ini
banyak sekali, di antaranya kitab al-jawami, al-mustakhrajah, al-mustadrakah ‘ala
al-jawami’, al-majami’, az-zawaid, dan miftah kunuz as-sunnah.
• Kitab-kitab yang memuat banyak bab atau topic, akan tetapi tidak mencakup
seluruh bab secara lengkap, seperti kitab-kitab as-sunan al-muwaththa’ah, dan al-
mustakhrajah ‘ala as-sunan.
• kitab-kitab yang hanya membahas bab atau topic-topik khusus, seperti kitab at-
tarhib, at-targip, al-akhlak, dan al-ahkam.
Kitab miftah kunuz as-sunnah yang disusun oleh Muhammad fuad Abd al-baqi
merujuk kepada 14 kitab, yaitu : shahih al-bukhari, shahih muslim, sunan abu
daud., jami’at-turmudzi, sunan an-nasa’I, sunan Ibn Majah, sunan Ibn Malik,
musnad Ahmad, musnad Abu Daud ath-thayalisi, sunan ad-Darimi, musnad Zaid
bin Ali, sirah Ibn hisyam, Magazi al-waqidi, dan thabaqah Ibn Sa’ad.
E. Ringkasan
Takhrij adalah mengumgkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain
dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai
yang mengelaurkan hadits). Misalnya dikatakan : hadza hadits akhrajahu al-
bukhari atau kharrajahu al-bukhari ( hadist ini dikeluarkan oleh al-bukhari
Me-ntakhrij, berarti melakukan dua hal, yaitu yang pertama berusaha menemukan
para penulis hadis itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanad-nya dan
menunjukannya pada karya-karya mereka, seperti kata-kata akhrajahuh al-baihaqi,
akhrajahu al-thabrani fi mu’jamih atau akhrajahu ahmad fi musnadih.
Ada beberapa manfaat dari takhrijul hadis antara lain sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Utang Ranuwijaya, Dr., M.A. Ilmu Hadis, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001.
Hasbi Ash-Shiddieqy, prof., Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Bulan
Bintang, Jakarta, 1954.
H. Muhammad Ahmad, Drs., M.Mudzakir., Drs, Ulumul Hadis, Pustaka Setia,
Bandung, 2004.