You are on page 1of 10

ORDONANSI PELAKSANAAN HUKUMAN BERSYARAT

(Uitvoeringordonnantie Voorwaardelijke Veroordeeling)

S. 1926-487, s.d.u.t. dg. S. 1928-445 dan S. 1939-77.

BAB I

PENGAWASAN

Pasal 1

Pejabat yang diserahi tugas untuk menjalankan keputusan hakim dengan hukuman bersyarat, dalam

menjalankan keputusan itu yang menyangkut perintah pengawasan untuk pemenuhan syarat-syarat
itu

berdasarkan pasal 14d ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dapat memohon bantuan dari

Kepala Pemerintahan Daerah setempat/asisten residen di mana terdakwa dengan hukuman bersyarat

itu mempunyai tempat kedudukan yang sesungguhnya.

Pasal 2.

(1) Dari setiap keputusan hukuman bersyarat yang mutlak harus dilaksanakan, pejabat yang diserahi

menjalankan pelaksanaan itu dengan segera memberitahukan hal itu kepada Directeur van Justitie

(kini dapat disamakan dengan Menteri Kehakiman, dan untuk seterusnya disebut Menteri

Kehakiman) dengan melampirkan formulir tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam ordonansi
ini

dan telah dilakukan pengisiannya oleh pejabat yang bersangkutan. Bila belum ada kepastian

mengenai permulaan dan berakhimya jangka waktu percobaan, sehingga mengenai hal itu tidak

dapat dengan seketika diisikan dalam formulir yang bersangkutan, maka pemberitahuan mengenai

hal itu secepatnya disusulkan kemudian.


(2) Menteri Kehakiman memerintahkan agar bahan masukan yang telah diterimanya itu segera

dimasukkan dalam daftar umum (algemene register) yang dikelola oleh departemennya.

(3) Menteri Kehakiman mengadakan peraturan khusus tentang susunan dan pemakaian daftar umum

itu dan pemberitahuan bahan masukan itu.

(4) Isi daftar umum itu bersifat rahasia, kecuali bila bahan-bahan yang didapatkan darinya
digunakan

untuk kepentingan dinas kehakiman dan reklasering.

Pasal 3.

(1) Pejabat yang diserahi tugas melaksanakai keputusan hukuman bersyarat itu secepat mungkin

memberitahukan kepada Menteri Kehakiman mengenai :

1. saat berakhirnya waktu percobaan yang dikenakan berdasarkan pasal 14b ayat terakhir Kitab

Undang-undang Hukum Pidana disertai dengan alasan-alasan yang digunakan untuk

kepentingan tindakan itu;

2. kalimat terakhir yang dijadikan dasar dari tiap keputusan yang disesuaikan dengan pasal 14e

atau 14f Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

3. berakhimya jangka waktu bilamana diperintahkan untuk menjalankan pelaksanaan keputusan

dengan hukuman bersyarat itu, bila pengakhiran jangka waktu itu tidak jatuh bersamaan

dengan pengakhiran waktu percobaan hukuman bersyarat itu.

(2) Menteri Kehakiman memerintahkan agar bahan masukan itu didaftarkan dalam daftar umum

(algemene register). Selain itu diadakan pula catatan mengenai grasi yang telah diberikan kepada

terdakwa dengan hukuman bersyarat itu.

Pasal 4
(1) Pada setiap keputusan pengadilan sipil atau militer yang telah menjadi mutlak dan harus dijalani

hukumannya dan kemudian terhadap terdakwa dengan hukuman bersyarat diadakan keputusan

baru lagi karena terdakwa tersebut melakukan tindak pidana, maka pejabat yang diserahi tugas

untuk mengawasi pelaksanaan keputusan segera memberitahukan hal itu kepada Menteri

Kehakiman dan juga kepada pejabat yang dibebani tugas untuk melaksanakan eksekusi keputusan

dengan hukuman bersyarat itu.

(2) Setiap pejabat dari openbaar ministerie (kejaksaan) atau pejabat lainnya yang diserahi tugas
untuk

menjalankan keputusan, begitu pula setiap panitera pengadilan yang kepadanya telah

diberitahukan keadaan terdakwa dengan hukuman bersyarat dan yang telah dibebani syarat-syarat

khusus, memberitahukan hal itu dengan segera kepada Menteri Kehakiman dan kepada pejabat

seperti yang dimaksud dalam pasal 14d ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila

pengetahuan tentang keadaan itu ada gunanya dan kaitannya dengan kepentingan tugas

pengawasan.

(3) Pemberitahuan seperti yang dimaksud dalam pasal ini dianggap tidak perlu lagi, bila jangka
waktu

untuk melakukan pengawasan telah lewat, atau adanya kepastian sebelum lewat jangka waktu itu

bahwa tidak ada lagi kesempatan untuk memberikan perintah pelaksanaan.

Pasal 5

(1) Dalam menjalankan perintah agar terdakwa dengan hukuman bersyarat memenuhi kewajibannya

untuk memenuhi syarat-syarat umum yang diberikan kepadanya, tidak perlu diadakan pengawasan

lebih lanjut lagi selain tindakan tindakan yang berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 2 sampai

dengan pasal 4.
(2) Dalam mengadakan pengawasan tentang pelaksanaan syarat-syarat khusus yang diwajibkan

kepada terdakwa dengan hukuman bersyarat, harus dihindari semua hal yang tidak perlu mengenai

pembatasan kebebasan atau hal-hal yang merugikan kepentingan terdakwa dengan hukuman

bersyarat itu dalam masyarakat.

(3) Sebelum menangani perkara yang berkaitan dengan hal-hal seperti yang disebutkan dalam pasal

14e dan 14f Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pejabat yang dimaksud dalam pasal 14d ayat (1)

harus terlebih dahulu memohon nasihat dari lembaga (instelling) atau pejabat khusus yang

berwenang untuk memberikan bantuan kepada terdakwa dengan hukuman bersyarat itu.

BAB II

BANTUAN DALAM PEMENUHAN SYARAT-SYARAT KHUSUS.

TITEL 1. Orang-orang yang Dapat Dibebani Tugas Untuk

Pemberian Bantuan.

Sub 1. Lembaga yang Dapat Dibebani Bantuan.

Pasal 6

(1) Lembaga yang berkedudukan di Indonesia, yang berbentuk badan hukum yang mempunyai

anggaran dasar, akta pendirian dan peraturan-peraturan yang bertujuan mengusahakan reklasering

dari para terdakwa dengan hukuman bersyarat, begitu pula bentuk organisasi lainnya yang

mempunyai tujuan yang sama seperti yang tersebut di atas dan yang berkedudukan di Indonesia,

dapat mengajukan perrnohonan kepada Menteri Kehakiman untuk diberikan pengesahannya

tentang kesediaaan dari lembaga yang bersangkutan untuk dapat diberikan perintah dari

pengadilan negeri guna memberiikan bantuan atau subsidi dalam melaksanakan syarat-syarat
khusus yang dipenuhi oleh para terdakwa dengan hukuman bersyarat dan menerima
perintahperintah

yang harus ditaati sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini.

(2) Kesediaan seperti tersebut di atas dari lembaga atau pengurusnya dapat diberikan secara terbatas

pada kategori (kelas) tertentu atau terbatas pada jumlah tertentu dari jumlah terdakwa dengan

hukuman bersyarat. Dalam hal ini lembaga atau pengurusnya dapat mengadakan ikatan hukum

untuk mengadakan perubahan dalam kategori atau jumlah terdakwa dengan hukuman bersyarat,

dengan memberitahukan tentang maksudnya itu kepada Menteri Kehakiman dalam jangka waktu

enam bulan sebelumnya.

(3) (s. d. u. dg. S. 1939-77.) Menteri Kehakiman, setelah mendapat nasihat dari Dewan Reklasering

Pusat, dapat menerima atau menolak dengan memberikan alasan-alasannya tentang permohonan

pengesahan kesediaannya itu.

(4) Permohonanan pengesahan kesediaan ini dapat dianggap tidak ada setelah dalam jangka waktu

enam bulan untuk pengurusannya itu.

(5) (s.d.u. dg. S. 1939-77.) Menteri Kehakiman, setelah mendengarkan pendapat Dewan
Reklasering

Pusat, berwenang menarik kembali pengesahan kesediaan yang telah diberikan itu.

(6) Alasan-alasan yang menyebabkan ditariknya kembali pengesahan kesediaan itu diberikan secara

tertulis kepada lembaga atau pengurusnya.

Pasal 7

(1) Lembaga dan pengurus yang telah mendapat pengesahan kesediaan dari Menteri Kehakiman

diwajibkan mengadakan daftar dan mengelolanya dengan baik. Dalam daftar tersebut disebutkan

pula pembatasan dalam pernyataan kesediaan itu.


(2) Kepada Menteri Kehakiman diberitahukan isi daftar tersebut setiap kali diadakan
perubahanperubahan.

(3) Lembaga dan pengurus seperti yang disebutkan dalam daftar yang bersangkutan dalam
ketentuanketentuan

berikut disebut sebagai lembaga.

Pasal 8.

(1) (s.d.u. dg. S. 1939-77.) Lembaga ini sedapat mungkin menyampaikan kepada Menteri
Kehakiman

dan Dewan Reklasering Pusat, semua keterangan dan surat yang bertalian dengan itu mengenai

bantuan yang diberikan dan jumlah para terdakwa dengan hukuman bersyarat itu, penggunaan

bantuan (subsidi), dan wajib, bila diminta, memberikan nasihat dan keterangan-keterangan yang

menyangkut bantuan itu.

(2) Lembaga ini wajib melaporkan kepada Menteri Kehakiman bantuan-bantuan yang diberikan

kepadanya dengan menggunakan cara dan dalam waktu seperti yang telah ditetapkan oleh Menteri

Kehakiman.

Pasal 9.

Kepada lembaga ini oleh Gubernur Jenderal (kini: Pemerintah) dapat diberikan subsidi, sebagai
bantuan

untuk digunakan sebagai biaya umum untuk pekerjaan yang ditentukan dalam memberikan subsidi.

Pasal 10.

(1) Lembaga yang mendapat perintah untuk memberikan bantuan kepada para terdakwa dengan

hukuman bersyarat, berwenang atas tanggungannya untuk menyerahkan pekerjaan itu kepada para

wakil tetapnya yang ditunjuk olehnya.

(2) Untuk menunjuk wakil tetap tersebut, lembaga ini terlebih dahulu memberitahukan hal tersebut

kepada Menteri Kehakiman dan pejabat seperti yang dimaksud dalam pasal 14d ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.

(3) Menteri Kehakiman dapat mengambil keputusan bahwa penunjukan yang dimaksud itu tidak
akan

diberikan izinnya karena hal itu dianggap tidak perlu.

Sub 2. Pejabat-pejabat Khusus.

Pasal 11

(1) Untuk setiap wilayah kekuasaan raad van justitie (kini : pengadilan negeri), oleh Gubernur
Jenderal

(kini: Pemerintah) dapat dipekerjakan satu atau lebih pejabat khusus seperti yang dimaksud dalam

pasal 14d ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

(2) Mereka ini mendapat pangkat/jabatan sebagai pejabat reklasering (ambtenaar der reclasering)
atau

ajung pejabat reklasering.

(3) Mereka ini dapat dipekerjakan dalam lebih dari satu wilayah kekuasaan raad van justitie.

(4) Tempat kedudukannya ditetapkan oleh Menteri Kehakiman.

(5) Bila dalam ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini disebutkan pejabat reklasering, maka untuk
itu

dimaksud pula para ajung pejabat reklasering.

Pasal 12

(1) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Menteri Kehakiman, pejabat

reklasering wajib menjalankan perintah-perintah pengawasan dari pejabat seperti yang dimaksud

dalam pasal 14d ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

(2) Dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Menteri Kehakiman,
para

pejabat reklasering wajib menalankan perintah-perintah dari pejabat kejaksaan, begitu pula dari

partitera pengadilan negeri, untuk memberikan keterangan-keterangan mengenai terdakwa atau


tersangka dan juga menyampaikan usul-usul untuk dipertimbangkan mengenai hukuman bersyarat.

(3) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Menteri Kehakiman, para
pejabat

reklasering dapat diperintah oleh pejabat seperti yang dimaksud dalam ayat (2) untuk menghadiri

sidang pengadilan untuk memberikan keterangan-keterangan tentang terdakwa atau tersangka bila

diminta oleh hakim.

Pasal 13

(1) Para pejabat reklasering berada di bawah pimpinan Menteri Kehakiman.

(2) Menteri Kehakiman berwenang untuk mengadakan skorsing terhadap para pejabat reklasering.

Pasal 14

(1) Oleh Menteri Kehakiman, bila orang-orang yang khusus yang mendapatkan pengesahan

kesediaan, maupun orang-orang lain yang berada di bawah pimpinan kepala departemen, dapat

ditunjuk pegawai negeri untuk menjalankan tugas pejabat reklasering, bila pejabat reklasering atau

ajung pejabat reklasering berhalangan, tidak hadir atau tidak ada.

(2) Bila tidak mendapat persetujuan dari departemen yang bersangkutan, keputusan penunjukan itu

diserahkan kepada Gouverneur Generaal (Pemerintah).

(3) Pegawai negeri yang telah ditunjuk untuk kepentingan tersebut di atas, diwajibkan menerima

pengangkatannya itu.

(4) Untuk dapat membedakan satu sama lainnya, mereka ini menyandang pangkat/jabatan sebagai

pengganti pejabat reklasering dan pengganti ajung pejabat reklasering.

(5) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 12, 13, dan 15, berlaku untuk masing-masing dengan
perbedaan

masing-masing pula.
TITEL II. Pemberian Bantuan.

Pasal 15.

(1) Lembaga atau pejabat khusus, yang mendapat kewajiban menyerahkan bantuan (subsidi),
sedapat

mungkin dan diharapkan sekali, dapat menerima tugas ini jauh sebelum keputusan hakim yang

mutlak harus dijalankan itu belum tiba dan hal demikian itu dapat diurus melalui pejabat seperti

yang dimaksud dalam pasal 1.

(2) Segera setelah keputusan hakim menjadi mutlak untuk dijalankan, pejabat seperti yang disebut

dalam pasal 1 memberitahukan kepada lembaga atau pejabat khusus tentang hukuman yang

diberikan kepada terdakwa dan segala perintah yang diberikan dalam keputusan yang berkaitan

dengan pasal 14a Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pemberitahuan ini sekaligus memuat

permulaan dan berakhirnya waktu percobaan itu dan bila jangka waktu itu pada waktu itu belum

dapat diberitahukan, pemberitahuan tentang hal ini harus disusulkan secepat mungkin.

Pasal 16

(1) Orang yang memberikan bantuan itu mengusahakan tercapainya hubungan pribadi yang baik

dengan terdakwa dengan hukuman bersyarat tersebut, dan meyakinkan kepadanya untuk

melaksanakan sebaik-baiknya syarat-syarat yang olehnya harus dipenuhi dalam hukuman bersyarat

itu, serta memanfaatkan reklasering yang diberikan itu.

(2) Orang yang memberikan bantuan itu mengadakan hubungan yang cukup baik dengan terdakwa

dengan hukuman bersyarat itu dan memberitahukan keadaan mengenai dirinya di lingkungan

masyarakat dan selalu memberitakan keadaan keluarganya, sedapat mungkin dengan cara

kunjungan-kunjungan secara pribadi.


(3) Dalam memberikan bantuan seperti tersebut di atas, sedapat mungkin dihindari hal-hal yang
dapat

membatasi kebebasan serta yang dapat merugikan terdakwa dalam masyarakat.

Pasal 17

Lembaga atau pejabat khusus, yang diserahi tugas untuk memberikan bantuan seperti yang
dimaksud

itu, selalu harus menaga agar ketentuan-ketentuan yang diadakan untuk reklasering terdakwa
dengan

hukuman bersyarat itu dilaksanakan sebagaimana mestinya dan kalau memang dianggap perlu
dengan

memberikan perintah-perintah seperlunya.

(Dg. S. 1934-172 jo. 337 ditambahkan Bab III ini)

BAB III

HUKUMAN BERSYARAT BAGI MILITER

Bab ini, yang terdiri dari pasal 17-21, tidak dimuat di sini karena menyangkut Kitab Undang-
undang

Hukum Pidana Militer dan bersangkutan dengan Legercommandant dan Commandant Kesatuan
yang

bersangkutan.

KETENTUAN PENUTUP

(s.d.t. dg. S. 1928-445 dan mb. surut dari tgl, 1 Jan. 1927.) Surat-surat yang diadakan untuk
memenuhi

ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini, dibebaskan dari segel, pemungutan bea leges dan bea

legalisasi serta bea hukum lain-lainnya seperti yang dimaksud dalam ketentuan-ketentuan mengenai

registrasi catatan sipil (Burgerlijke Stand) atau registrasi penduduk.

Ordonansi ini dapat disebut "Ordonansi Pelaksanaan Hukuman Bersyarat" dan mulai berlaku sejak

tanggal 1 Januari 1927.

You might also like