Professional Documents
Culture Documents
GALIAN
I. PENDAHULUAN
Laju pertumbuhan penduduk dunia yang terus meningkat disertai standar hidup
masyarakat yang semakin tinggi, menyebabkan kebutuhan produksi untuk semua jenis
mineral juga terus meningkat. Pada saat bersamaan, usaha pencarian cadangan bijih
menjadi semakin kompleks. Semakin jarang ditemukan cadangan yang tersingkap di
permukaan, sehingga pencarian terutama ditujukan pada cadangan yang berada di
bawah permukaan. Ini pun semakin lama semakin dalam dan semakin dalam.
Untuk itulah, dibutuhkan kerja lebih keras di lapangan dan analisa laboratorium lebih
teliti disertai kerja terpadu dari para ahli geologi, geokimia, geofisika, matematika dan
untuk semua itu dibutuhkan keahlian komputer dari setiap orang yang terlibat di
dalamnya. Disamping itu, industri pertambangan harus terus mengembangkan
exploration thingking yang berbasis pada pemahaman mendalam tentang geologi
struktur, stratigrafi, petrologi, mineralogi, dan bagaimana fluida bermigrasi di bawah
permukaan atau genesa dari suatu deposit bijih.
Genesa bahan galian adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara terbentuknya suatu
deposit bahan galian secara alamiah. Dengan mempelajari genesa bahan galian, maka
karakteristik suatu deposit bahan galian dapat diketahui, seperti bentuk deposit, letak
deposit, luas penyebaran, besar cadangan, dan dengan petunjuk itu dapatlah
ditentukan metode penambangan yang dapat dilakukan serta cara pengolahannya.
Dalam membahas genesa bahan galian, maka ada beberapa istilah yang sering
dipakai dan harus dipahami, antara lain :
Bijih : Suatu deposit yang meliputi mineral bijih, mineral gang, dan
Ore batuan samping, dimana dari deposit tersebut dapat diekstraksi
satu atau lebih jenis logam. Pengertian bijih ini harus dibedakan
dengan pengertian mineral bijih.
Mineral Bijih : Kumpulan dari satu mineral (simple ore) atau beberapa mineral
Ore Mineral (complex ore) yang daripadanya dapat diekstraksi satu atau lebih
logam secara menguntungkan.
Mineral Gang : Mineral pengiring atau mineral yang biasanya berasosiasi dengan
Gangue Mineral mineral bijih dalam suatu deposit bijih. Biasanya bersifat tidak
ekonomis seperti kuarsa, kalsit, fluorit, pirit, siderit dan lain-lain.
Batuan Samping : Batuan yang terdapat di sekeliling suatu deposit mineral.
Country Rock
Syngenetic : Deposit yang terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuan
disekelilingnya.
Epigenetic : Deposit yang terbentuk lebih dulu dari batuan disekitarnya.
Deposit Mineral : Istilah yang digunakan untuk suatu akumulasi atau konsentrasi
mineral dalam suatu tubuh mineral yang terbentuk secara alami
dan memiliki nilai ekonomis untuk ditambang (Bateman, 1950).
Dalam suatu deposit dapat dihasilkan beberapa mineral bijih yang
berbeda.
Mineral bijih dapat ditemukan dalam bentuk logam murni seperti emas dan tembaga, dan
bisa juga dalam bentuk kombinasi logam dengan sulfur, arsenik, oksigen, silicon, atau
elemen-elemen lainnya. Umumnya deposit bijih ditemukan dalam bentuk kombinasi sehingga
untuk mendapatkan logam murni harus diekstraksi lebih dulu.
Suatu jenis logam dapat diekstraksi dari beberapa mineral bijih yang berbeda seperti
tembaga dari chalcocite, bornite, chalcopyrite, cuprite, dan malachite.
Suatu mineral bijih dapat mengandung lebih dari satu logam seperti stannite yang
mengandung tembaga dan timah.
Pengertian mineral hypogene yang pertama kali diusulkan oleh Ransome sebenarnya tidak
persis sama dengan pengertian mineral primer. Istilah hypogene menunjukkan mineral yang
terbentuk langsung dari suatu larutan. Sehingga semua mineral hypogene adalah mineral
primer, tapi sebaliknya tidak semua mineral primer termasuk mineral hypogene, seperti
deposit hemati sedimenter dan bijih Kuroko.
Undiscovered Resources
Identified Resources
In known districts In undiscovered districts
Recoverable
RESERVES
HYPOTHETICAL SPECULATIVE
RESOURCES RESOURCES
Subeconomic
CONDITIONAL
RESOURCES
Pengertian umum bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi
dengan sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai
keperluan industrinya .
Di Indonesia, berdasarkan PP No. 27 thn. 1980 bahan galian dibagi atas tiga golongan
yaitu :
1. Golongan A : Golongan bahan galian strategis artinya strategis dalam Pertahanan
dan Keamanan Negara serta Perekonomian Negara.
Contoh : minyakbumi, gas alam, uranium, batubara, dan lain-lain.
2. Golongan B : Golongan bahan galian vital artinya dapat menjamin hajat hidup
orang banyak atau yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat secara luas.
Contoh : besi, mangan, kromit, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas,
platina, air raksa, dan lain-lain.
3. Golongan C : Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan A dan B.
Contoh : pasir, talk, magnesit, dan lain-lain.
Dari 98 unsur yang diketahui, hanya ada 8 unsur saja yang dijumpai pada kerak bumi
dalam jumlah lebih dari 1%; sedangkan kerak luar bumi sendiri (sampai kedalaman
kurang lebih 15km) tersusun dari 13 unsur utama, yaitu : oksigen (O) silicon (Si).
aluminium (Al), besi (Fe), kalsium (Ca), natrium (Na), kalium (K), magnesium
(Mg),titanium (Ti), fosfor (P), hydrogen (H), karbon (C), dan mangan (Mn).
Termasuk dalam unsur-unsur yang jumlahnya sangat sedikit adalah kelompok logam
mulia dan bahan-bahan yang ekonomis seperti : platina , emas, perak, tembaga,
timbal, seng, timah putih, nikel, dan lain-lain. Jadi jelaslah, tanpa proses-proses geologi
yang dapat mengakumulasikan bahan-bahan tersebut, maka bahan-bahan tersebut
tidak dapat dijumpai dalam jumlah yang ekonomis.
Mineral-mineral pembentuk batuan jumlahnya juga sangat sedikit, dari lebih 1600 jenis
mineral yang dikenal, hanya kira-kira 50 jenis saja yang termasuk jenis mineral
pembentuk batuan dan dari 50 jenis mineral pembentuk batuan tersebut, hanya 29
jenis saja yang termasuk umum dijumpai.
Tabel 1.1. Persentase mineral pembentuk batuan yang umum dijumpai pada kerak
bumi (Bateman, 1950).
Feldspar 49 50 16
Kwarsa 21 21 35
Piroksin, Amfibol, Olivin 15 17 -
Mika 8 8 15
Magnetit 3 3 -
Titanit, ilmenit 1 1 -
3 - 3
Lain-lain
- - 9
Kaolin
- - 9
Dolomit
- - 5
Khlorit - - 4
Kalsit - - 4
Limonit
Jumlah (%) = 100 100 100
Batuan adalah bahan yang terjadi dengan sendirinya di alam dan merupakan
agregasi atau kumpulan dari satu atau lebih mineral.
Mineral adalah bahan anorganis yang terjadi dengan sendirinya di alam dan
merupakan unsur pembentuk batuan. Mineral dapat terdiri dari satu jenis unsur
kimia saja , misalnya mineral karbon yang hanya terdiri dari unsur C, atau lebih
dari satu unsur, seperti pada mineral halit yang terdiri dari Na dan Cl, atau
mineral silika yang terdiri dari SiO2.
Lingdren (1911) mengemukakan suatu klasifikasi yang didasarkan pada genetic suatu
deposit bijih. Dengan berfokus pada penelitian kumpulan mineral yang dilakukan baik
di lapangan maupun di laboratorium, Lingdren berusaha meneliti kondisi Tekanan (P)
dan Temperatur (T) pembentukan masing-masing mineral. Dari penelitian tersebut
disimpulkan bahwa kebanyakan deposit mineral terbentuk dari :
(i) proses fisika-kimia dalam intrusi dan ekstrusi batuan beku, larutan atau
dalam gas, yang terkumpul dalam jumlah besar, dan
(ii) proses konsentrasi secara mekanik.
Karena dasar utama klasifikasi tersebut adalah T dan P pembentukan deposit yang
kadang hanya didasarkan pada pengamatan di laboratorium, beberapa deposit belum
dapat dimasukkan kedalam klasifikasi diatas dan harus dipisahkan dengan istilah lain
seperti deposits of native copper dan deposits resulting from oxidation and supergen
sulfide enrichment, serta regionally metamorphosed sulfide deposits.
Kesulitan lain dalam penempatan deposit tertentu dalam klasifikasi Lingdren adalah
seperti deposit yang terdapat di Cerro de Pesco Peru, dimana secara mineralogi
deposit tersebut termasuk deposit mesotermal, tapi menurut Craton dan Bowditch
mineral-mineral tersebut ternyata terbentuk pada kedalaman yang relatif dangkal
dengan kondisi pada tekanan rendah. Dengan demikian deposit tersebut bisa juga
dimasukkan kedalam deposit epitermal. Untuk itu, faktor-faktor pengontrol
terbentuknya suatu deposit bahan galian (selain temperatur dan tekanan) harus juga
mendapat perhatian seperti faktor struktur geologi, pengaruh fisika dan kimia batuan
samping, ratio relatif dari konsentrasi ion-ion yang berbeda dalam larutan asal, dan
kompleksitas kimiawi.
Kristalisasi Magmatik Presipitasi mineral bijih sebagai unsur Disseminated intan di Kimberlit,
Magmatic crystallization utama atau unsur minor batuan beku Mineral REE di Carbonatites,
dalam bentuk disseminated grains Semua deposit granit, basal,
atau segregations. dunit, nefelin-senit.
Segregasi Magmatik Pemisahan mineral bijih oleh Layer kromit di Great Dyke
Magmatic segregation kristalisasi fraksinasi dan proses Zimbabwe dan Bushveld Co,plex,
yang berhubungan selama difrensiasi RSA
magma.
Proses Metamorfik Metamorfisme kontak atau regional Deposit Andalusit, Transvaal, RSA
Metamorphic Processes yang menghasilkan deposit mineral Deposit Garnet, NY, USA.
industri
Deposit tembaga Mackay, USA dan
Deposit pirometasomatik (skarn) Craigmont, Canada.
terbentuk oleh proses replasemen Deposit talk, Luzenac, France
batuan samping disekitar intrusi.
Presipitasi Sedimenter Presipitasi particular elements dalam Banded iron formations of the
Sedimentary precipitates suitable sedimentary environment, Precambrian shields.
dengan atau tanpa intervensi Deposit mangan Chiaturi, USSR
organisme biologis. Deposit evaporit Zechstein, Eropa.
Deposit Posfat Florida, USA.
Proses Residual Pencucian (leaching) elemen yang Nikel laterit New Caledonia,
mudah larut dari batuan dan Bauksit Hungaria, Prancis,
meninggalkan elemen yang tidak Jamaika dan Arkansas, USA.
larut sebagai material sisa.
Pengayaan sekunder atau Pencucian (leaching) elemen Beberapa bonanza emas dan perak
supergen berharga dari bagian atas suatu Bagian atas sejumlah
Secondary or supergene deposit mineral dan kemudian di- deposit tembaga porfiri
enrichment presipitasikan pada kedalaman untuk
membentuk konsentrasi yang tinggi.
Pembentukan deposit mineral/bijih adalah suatu proses yang sangat kompleks. Setiap
jenis mineral/bijih (ore) dan mineral gangue, memiliki tipe deposit sendiri yang berbeda
dengan tipe deposit lainnya, baik proses pembentukannya, mineralogy, tekstur,
kandungan, bentuk, ukuran, dan lain-lain. Ada banyak hal yang saling menpengaruhi
dalam pembentukan suatu deposit mineral/bijih. Salah satu faktor yang paling dominan
dalam pembentukan deposit suatu mineral adalah fluida pembawa bijih.
Temperatur dan tekanan juga memegang peranan yang sangat penting, tapi sebagian
proses bekerja pada temperatur dan tekanan permukaan. Faktor lain yang cukup
berperan adalah gas, porositas dan permeabilitas batuan, atmosfer, organisme dan
batuan samping.
1.3.1. MAGMA
Magma adalah larutan pijar (a high temperature molten) yang bersifat mobil dan
terbentuk secara alamiah pada mantel bumi bagian atas atau pada kerak bumi.
Temperatur magma sangat tinggi, berkisar antara 625oC (magma felsik) hingga
>1200oC (magma mafik). Umumnya, komposisi magma tidak homogen; sebagian kaya
akan unsur-unsur ferromagnesian, sebagian lainnya banyak mengandung silika,
sodium atau potassium, volatile, xenolith reaktif, atau substansi-substansi lainnya.
Komposisi magma juga terus berubah karena adanya reaksi kimia selama proses
asimilasi dan difrensiasi dalam magma berlangsung. Disamping itu, magma bersifat
tidak static dan bukan merupakan suatu system yang tertutup. Magma terus menuju
suatu kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya.
Selama difrensiasi berlangsung, bagian magma yang bersifat lebih mafik kaya akan
kromium, nikel, platinum dan terkadang fosforous dan elemen-elemen lainnya.
Sebaliknya, konsentrasi tin, zirconium, thorium dan berbagai elemen lain ditemukan
dalam unit silicic (felsik).
Kumpulan mineral penyusun batuan beku (logam dan non-logam) dari kristalisasi
magma merepresentasikan sifat-sifat magma asal mineral-mineral tersebut.
Didalam dapur magma, terjadi beberapa proses yang saling terkait dan
berkesinambungan (tergantung sifat magma asalnya).
Sisa magma semakin banyak mengandung air magmatik (juvenil). Air magmatik
tersebut mengandung volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku yang cukup
rendah dan merupakan mother liquors dari larutan hidrotermal. Bowen dan ahli
geologi lainnya menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah residu dari injeksi
pegmatite setelah unsur-unsur pegmatite mengkristal.
Kandungan volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku yang cukup rendah
tersebut dikenal dengan istilah mineralizers. Mineralizers ini mengandung (1) elemen
bersifat mobil dalam jumlah cukup banyak dalam batuan, (2) elemen seperti tembaga,
lead, zinc, perak, emas dan lain-lain; LIL (large-ion lithophile), (3) elemen seperti Li,
Be, B, Rb, dan Cs; dan (4) dalam jumlah cukup banyak berupa alkali, alkali earth, dan
volatile khususnya Na, K, Ca, Cl, dan CO2. Kesemuanya itu memegang peranan
penting dalam transportasi metal pada proses hidrotermal.
Kandungan air magmatik menyebabkan turunnya viskositas magma, titik beku mineral
semakin rendah dan memungkinkan pembentukan mineral yang tidak bisa terbentuk
pada dry melt. White (1967) menyatakan bahwa komposisi air magmatik bisa
dideterminasi dari (1) tipe magma dan sejarah kristalisasi, (2) hubungan temperatur
dan tekanan selama dan setelah pemisahan dari magma, (3) jenis air lain yang
kemungkinan bercampur dengan air magma pada saat bergerak, dan (4) reaksi
dengan batuan samping.
Air adalah komponen bersifat mobil paling penting dalam magma, jumlahnya yang
terus bertambah seiring dengan proses difrensiasi memegang peranan penting dalam
transportasi komponen bijih. Jumlah air dalam magma berkisar antara 1 15 % yang
merupakan fungsi dari berbagai parameter seperti kandungan air dalam magma
awal, banyaknya air yang masuk dari batuan samping, tingkat porositas-permeabiliatas
batuan samping, tekanan magma dan tekanan dinding dapur magma, dan temperatur.
Gambar 1.2. Kandungan dan sirkulasi air dalam dapur magma (magma chamber)
Pemahaman sifat fluida (hidrotermal) sangat penting untuk menjelaskan potensi kimia
dan bagaimana fluida tersebut dapat bergerak disepanjang zona-zona lemah seperti
patahan, kekar, pori-pori batuan dan lain-lain. Disamping sifat air magmatik diatas,
maka hal-hal lain yang mempengaruhi pembentukan deposit bijih adalah kandungan
volatile, densitas fluida, salinitas dan kandungan senyawa-senyawa kompleks dalam
fluida tersebut.
Senyawa kompleks yang paling penting dalam fluida adalah kompleks klorida
karena perannya dalam transportasi dan pembentukan deposit bijih. Kompleks
ini dapat membentuk bijih dengan berbagai unsur seperti Cu+2, Zn+2, Pb+2, Ag,
Hg+2.
Air yang berasal dari atmosfir (hujan, salju) disebut air meteorik. Air tersebut
mengalami perkolasi ke bawah dan bereaksi dengan lithosfer dalam proses supergen.
Dalam proses tersebut, air meteoric melarutkan oksigen, nitrogen, karbondioksida, dan
gas-gas lain serta berbagai elemen kerak bumi lainnya - sodium, calcium, magnesium,
sulfat dan karbonat yang sangat penting untuk mengikat dan membentuk deposit
bijih.
Karakteristik air laut sebagai fluida pembentuk bijih adalah dalam konteks evaporit,
fosforit, submarine exhalites, nodul mangan, dan endapan kerak samudera. Air laut
diasumsikan dapat (1) berperan pasif sebagai medium dispersi untuk pelarutan ion,
molekul, dan partikel suspensi, dan (2) berperan aktif dalam melarutkan ion dalam
batuan di lantai dasar samudera (table 15.1).
Air konat dan air meteoric yang berada di dalam bumi karena pengaruh panas dan
tekanan (oleh pengaruh intrusi magma atau metamorfisme regional) menjadi sangat
reaktif (Shand, 1943). Perubahan inilah yang kemudian menjadi air metamorfik yang
diyakini sangat aktif sebagai pembawa bijih.
Secara umum dalam pembentukan deposit mineralnya, magma asal yang terbentuk
pada awalnya masih bersifat mafik, terutama yang terbentuk di sepanjang zona
subduksi (dibawah kerak kontinen atau pada kerak samudera). Magma mafik ini
sebagian besar mengandung komponen silikat dan dalam jumlah terbatas komponen
oksida dan sulfida (gambar 2.1). Pada kondisi ini elemen metal dapat terkonsentrasi
dalam berbagai bentuk oleh mekanisme pembentukan batuan berupa kristalisasi,
fraksinasi, dan difrensiasi magma (gambar 2.2).
Kristalisasi magma selanjutnya, magma sisa (rest magma) semakin bersifat felsik dan
semakin banyak mengandung komponen sulfida dan oksida. Proses difrensiasi magma
pada tahapan ini memegang peranan penting dalam membentuk deposit-deposit
mineral berharga.
Kristalisasi magma felsik menghasilkan tin, zirconium, thorium dan elemen lainnya.
Sebagian magma sisa kemudian menerobos batuan samping yang dikenal sebagai
peristiwa injeksi magmatik. Komponen berharga dari proses ini disebut deposit injeksi
magmatik.
Secara berangsur, kadar air dan konsentrasi volatile di dalam magma sisa (rest
magma) bertambah banyak. Disamping itu, banyak juga terkandung CO2, boron,
fluorine, chlorine, sulfur, phosphorus, dan elemen-elemen lainnya. Kesemua
komponen tersebut membantu mengurangi viskositas magma dan menurunkan titik
beku mineral. Magma sisa pada kondisi ini memasuki tahapan aqueo-igneous - yaitu
suatu peralihan antara fase igneous menjadi fase hidrotermal yang disebut tahap
pegmatitik.
Jika kandungan gas dalam magma - yang terdiri atas unsur air (90%); CO2, H2S, dan
S melimpah; dan CO, HCL, HF, H2, N, Cl, F, B dan lain-lain - semakin besar, proses
magmatik akan memasuki proses pneumatolitik yaitu proses yang disebabkan oleh
lepasnya gas dari dalam magma. Gas-gas tersebut merupakan agen yang baik untuk
memisahkan dan mengangkut material berharga dari magma. Proses pneumatolitik
adalah proses yang sangat penting dalam membentuk metasomatisme kontak
(Daubree, 1841).
Guilbert & Park, 1981, menyatakan bahwa pengendapan bijih magmatik dapat terjadi
melalui lima cara, yaitu :
1. Sedimentasi Magmatik (magmatic sedimentation) atau pengendapan dan
akumulasi mineral yang telah mengkristal (crystal settling).
2. Kristalisasi langsung pada dinding atau lantai dapur magma.
3. Pemisahan liquid magmatik dan pemadatannya.
4. Konsolidasi batuan beku yang mengandung asesori mineral ekonomik.
5. Kristalisasi magma secara keseluruhan.
Pengendapan terjadi karena pada saat terjadi konveksi, terjadi penurunan temperatur
magma yang memungkinkan mineral-mineral tertentu mulai terbentuk terutama pada
puncak dapur magma. Kristal mineral-mineral tersebut memiliki variasi berat jenis,
ukuran butir, dan bentuk kristal. Variasi ini menyebabkan kristal-kristal tersebut
bergerak kebagian bawah dapur magma karena gaya gravitasi dan didukung oleh
viskositas magma asal yang masih rendah. Akumulasi mineral tertentu dapat terjadi
Gambar 2.2 Modifikasi Bowens reaction series (Guilbert & Park, 1981)
Jensen & Bateman, 1981, membagi deposit bijih dari konsentrasi magmatik ke dalam
dua tipe, yaitu :
1. Magmatik Awal (Early Magmatic)
a. Dissemination
b. Segregation
c. Injection
Deposit magmatik awal dihasilkan dari pembekuan magma langsung yang disebut
orthotectic dan orthomagmatic. Deposit ini terbentuk oleh (1) kristalisasi langsung
tanpa konsentrasi, (2) segregasi kristal yang terbentuk lebih dahulu, dan (3) injeksi
material padat ke tempat lain oleh difrensiasi. Mineral bijih mengkristal lebih dulu
dibanding batuan silikat dan sebagian kemudian terpisah karena difrensiasi kristalisasi.
2.1.1. Diseminasi (Dissemination)
Proses kristalisasi magma untuk pertama kali, terjadi relatif pada kedalaman besar,
menghasilkan batuan beku granular. Kristal mineral (termasuk mineral bijih dalam
bentuk fenokris) yang terbentuk dalam proses ini tidak terkonsentrasi, tapi tersebar
merata (disseminated) di dalam tubuh batuan beku intrusive, bisa berbentuk dike, pipa
atau massa berbentuk stok. Ukuran depositnya sangat besar dibandingkan jenis
deposit lainnya. Contoh deposit adalah pipa intan Afrika Selatan yang tersebar merata
dalam batuan kimberlite dan korundum yang tersebar dalam nephelin syenite di
Ontario.
Beberapa deposit bijih magmatik terbentuk dalam grup ini. Mineral bijih kemungkinan
terbentuk karena difrensiasi kristalisasi, lebih dulu atau bersamaan dengan dengan
mineral batuan silikat yang berasosiasi dengan mineral bijih tersebut. Mineral-mineral
yang terbentuk tidak terakumulasi pada tempatnya terendap, tapi di-injeksi-kan dan
terkonsentrasi pada batuan samping. Contoh deposit seperti ini adalah dike
titanoferous magnetit di Cumberland, dan pipa platinum di Afrika selatan.
Deposit magmatik akhir terdiri atas deposit mineral bijih yang mengkristal dari magma
residual setelah pembentukan batuan silikat sebagai bagian akhir dari proses
magmatik. Gejala yang sering diperlihatkan berupa pembentukan mineral-mineral
kemudian yang memotong endapan magmatik awal, dicirikan oleh adanya reaction rim
pada sekeliling mineral yang telah terbentuk. Deposit yang terbentuk berasal dari
proses difrensiasi kristalisasi, akumulasi gravitatif dari heavy residual liquid, dan
pemisahan liqud sulfide droplets (yang disebut liquid immiscibility), dan berbagai
bentuk difrensiasi lainnya.
Pemisahan yang terjadi di dalam dapur magma oleh proses difrensiasi kristalisasi
sudah terjadi mulai dari tahap awal sampai konsolidasi akhir. Karena mineral-mineral
mafik mengkristal lebih dulu, maka magma residu yang lebih bersifat felsik menjadi
sangat kaya akan silika, alkali, dan air. Kristal yang terbentuk pertama cenderung
akan bergerak ke dasar dapur magma karena berat jenisnya lebih besar dari liquid
residu-nya. Deposit mineral pada tipe ini terbentuk karena adanya proses difrensiasi
kristalisasi dan akumulasi magma residual. Contoh endapannya adalah deposit
Titanomagnetik di Bushveld.
Liquid residual yang banyak mengandung logam yang terakumulasi di dalam dapur
magma, sebelum terkonsolidasi, bisa mengalami pergerakan dan diinjeksikan ke
tempat lain yang tekanannya lebih rendah (karena adanya tekanan dari batuan induk
atau tekanan dari dalam magmanya sendiri) membentuk mineral-mineral berikutnya
secara terkonsentrasi (Residual Liqud Injection).
Pegmatit yang memiliki nilai ekonomi umumnya berasosiasi dengan batuan beku felsik
seperti granit dan diorit. Deposit pegmatite dicirikan oleh dominasi kuarsa, feldspar,
dan mika; mineral tersebut membentuk zonasi dari dinding (wall) ke inti (core) injeksi.
Feldspar dan mika dominan pada bagian dinding hingga intermediet, kuarsa dominan
pada bagian inti. Kristal-kristal besar pada zona inti dihasilkan dari fluiditas magma
yang sangat tinggi (viskositas rendah) memungkinkan ion-ion dapat bergerak lebih
cepat untuk membentuk muka kristal. Deposit logam yang cukup penting adalah
tantalium, niobium, tin, tungsten, molybdenum, dan uranium. Disamping itu, terdapat
pula deposit mineral industri seperti feldspar, mika, kuarsa, korondum, kriolit,
gemstone, rare earth, dan mineral-mineral yang mengandung beryllium, lithium,
cesium, dan rubidium.
Pada tahap ini, terjadi penetrasi larutan magma yang tersisa dan kemudian
membentuk mineral-mineral berikutnya secara terkonsentrasi (Immiscible Liquid
Separation & Acumulation). Skinner & Peck menemukan suatu larutan immiscible
sulfide melt pada tahap akhir pendinginan lava Hawai yang jenuh akan sulfide sulfur
pada temperatur 1065oC. Sulfide-rich phases terdiri atas dua yang pertama
immiscible sulfide-rich liquid dan yang kedua adalah copper-rich pyrrhotite solid
solution. Sulfide-rich liquid terdiri atas kombinasi pyrrhotite, chalcopyrite, dan
magnetite. Larutan tersebut mengandung oksigen yang cukup banyak, yang
menurunkan permukaan sulfide liquidus. Skinner & Peck menyimpulkan bahwa pada
fase pertama yang mengkristal adalah copper-nickel-rich pyrrhotite solid solution. Jadi
fase pertama kristalisasi immiscible sulfide liquid dapat mengkonsentrasikan copper
dan nickel yang dapat menghasilkan suatu ore bodies yang komersial.
Vogt dalam Jensen & Bateman, 1981, melihat bahwa iron-nickel-copper sulfides larut
sekitar 6 atau 7 persen dalam magma mafik dan selama pendinginan larutan tersebut
memisahkan diri sebagai immiscible sulfide drops, yang kemudian terakumulasi pada
dasar dapur magma dan membentuk liquid sulfide segregation.
Dalam hal ini segregasi tersebut akan menyerupai akumulasi molten copper (matte)
yang terkumpul pada bagian bawah tungku peleburan.
Sulfida-sulfida akan tetap dalam bentuk liquid hingga semua silikat mengkristal;
karenanya sulfida-sulfida tersebut melakukan penetrasi dan merusak silikat yang
terbentuk lebih dulu dan kemudian mengkristal disekitarnya. Jadi sulfida adalah
mineral pyrogenic yang mengkristal paling akhir, dan karena sulfida-sulfida tersebut
melakukan penetrasi dan merusak silikat yang terbentuk sebelumnya, kadan mereka
dinterpretasikan sebagai hidrotermal.
Jika fraksi yang kaya akan sulfida telah terakumulasi (seperti dijelaskan diatas) dan
kemudian mengalami gangguan sebelum terkonsolidasi, fraksi tersebut akan
mendesak ke dinding dapur magma membentuk celah atau membentuk daerah
breksiasi pada batuan samping dan akhirnya terkonsolidasi membentuk immiscible
liquid injection.
Setelah proses-proses di atas terjadi (Early Magmatic Process dan Late Magmatic
Process) jika magma asalnya banyak mengandung unsur volatile, maka unsure-
unsur volatile tersebut bersama larutan sisa, disebut larutan magma sisa (rest
magma) akan membentuk jebakan transisi ke pegmatitit-pneumatolitis.
Apabila pembentukan deposit pegmatitit-pneumatolitis sudah berakhir, maka
larutan sisa magmanya akan sangat encer, karena tekanan gasnya sudah
menurun dengan cepat. Larutan terakhir ini akan membentuk jebakan hidrotermal.
Efek emanasi magma pada batuan samping terdiri atas dua tipe, yaitu (1) efek panas
tanpa aksesi dari magma yang menghasilkan metamorfisme kontak, dan (2) efek
panas yang disertai aksesi dari dapur magma yang menghasilkan metasomatisme
kontak. Kedua tipe tersebut agak sulit dibedakan, dalam kaitannya dengan deposit
mineral metamorfisme kontak jarang menghasilkan deposit mineral yang cukup
eonomis dan sebaliknya metasomatisme kontak sering menghasilkan deposit mineral
yang ekonomik.
Efek endogene berupa perubahan tekstur dan mineral pada border zone; mineral
pegmatit seperti tourmalin, beryl, atau garnet bisa ditemukan.
Efek exogene terdiri atas baking atau pengerasan pada batuan samping dan
secara umum menyebabkan transformasi. Mineral lama diurai, dan ion-ionnya
mengalami rekombinasi untuk membentuk mineral stabil pada kondisi tersebut.
Sebagai contoh, mineral AB dan CD bisa ter-rekombinasi menjadi AC dan BD.
Dalam impure limestone yang mengandung Calcium Carbonat, magnesium, iron,
kuarsa dan lempung dapat terjadi alterasi seperti :
Calcium oksida + kuarsa wollastonite
dolomit + kuarsa + air termolite
dolomit + kuarsa + air + iron actinolite
kalsit + lempung + kuarsa grossularite garnet
Dalam semua alterasi tersebut komposisi kimia batuan hampir tidak ada perubahan.
Alterasi semakin kuat pada daerah yang dekat dengan tubuh intrusi dan menghasilkan
suatu metamorphic aureule disekitar intrusi dalam berbagai bentuk dan ukuran
tergantung pada bentuk dan ukuran intrusi.
Tahap Pembentukan. Metasomatisme kontak mulai terjadi sesaat setelah intrusi dan
berlanjut hingga setelah bagian terluar intrusif terkonsolidasi. Secara umum, tahap
pertama terjadi rekristalisasi dan rekombinasi dengan atau tanpa accessions dari
magma. Mineral yang pertama terbentuk adalah mineral-mineral silikat. Magnetit dan
hematite kadang terbentuk bersamaan atau sesudah pembentukan mineral-mineral
silikat tersebut, tapi secara umum kedua jenis mineral tersebut (silikat dan oksida)
mendahului pembentukan mineral-mineral sulfida. Berturut-turut terbentuk pyrite dan
arsenopyrite, disusul oleh pyrhotite, molybdenite, sphalerite, chalcopyrite, galena, dan
paling akhir terbentuk sulfo-salts. Pada beberapa tempat, sulfida ditemukan terbentuk
bersamaan dengan silikat, namun ini sangat jarang terjadi.
Transfer material antara fluida magmatik dengan batuan samping terutama terjadi
pada periode akhir konsolidasi magma, yaitu setelah pendinginan border atau chill
zone dan selama akumulasi magma sisa dimana mineralizer mulai terbentuk.
Komposisi Intrusi. Efek metamorfisme dapat terjadi pada semua jenis magma, tapi
metasomatisme kontak umumnya hanya terbentuk pada intrusi yang bersifat
intermediet hingga felsik. Jarang deposit yang dijumpai pada intrusi mafik dan hampir
tidak ada dalam intrusi ultramafik. Penyebabnya adalah karena pada material felsik
lebih banyak mengandung fluida dibanding material mafik.
Kedalaman Intrusi. Kedalaman intrusi adalah faktor yang penting dalam pembentukan
deposit metasomatisme, karena deposit hanya terbentuk pada batuan dengan massa
dasar granular, yang mengindikasikan pendinginan yang relatif lambat pada
kedalaman yang besar (1000~2100m). Tidak adanya deposit pada batuan dengan
tekstur glassy atau afanitik yang mengindikasikan pendinginan yang cepat pada
kedalaman dangkal, menunjukkan bahwa kondisi dekat permukaan tidak cocok untuk
pembentukan deposit metasomatik.
Alterasi pada Intrusi. Tubuh intrusi juga mengalami alterasi selama terjadinya
metamorfisme kontak. Epidote misalnya, adalah mineral utama dalam tubuh intrusi
yang kemungkinan dihasilkan dari absorpsi CaO dan CO2 dari the invaded rock.
Mineral lain yang terbentuk dengan cara yang sama adalah sebagian garnet,
vesuvianite, chlorite, diopside, disamping serisitisasi yang juga kadang ditemukan.
Karakter dan penyebaran alterasi pada the invaded rock tergantung pada komposisi
dan struktur (baik primer maupun sekunder) the invaded rock tersebut.
Komposisi The Invaded Rock. Batuan karbonat adalah batuan yang paling penting
dalam pembentukan deposit metasomatik. Pure limestone dan dolomit mudah
mengalami rekristalisasi dan rekombinasi dengan elemen-elemen dari external source.
Sedang kehadiran unsur-unsur pengotor seperti silika, alumina, dan besi dalam impure
carbonate rocks memungkinkan terbentuknya lebih banyak kombinasi mineral.
Batupasir juga mengalami rekristalisasi menjadi kuarsit dan kadang mengandung pula
mineral-mineral metasomatik. Serpih (shale) dan slate teraltersi menjadi hornfels yang
mengandung andalusite, sillimanite, staurolite, dan garnet, namun secara umum
batuan-batuan argillaceous jarang mengandung deposit metasomatisme yang bernilai
ekonomis.
Mineral-mineral gang yang biasa ditemukan dalam deposit metasomatik antara lain
adalah grossularite dan andradite garnet, hedenbergite, tremolite, actinolite,
wollastonite, epidote, zoesite, vesuvianite, diopside, forsterite, anorthite, albite, fluorite,
chlorite, mika dan lain-lain. Kuarsa dan mineral-mineral karbonat selalu ditemukan.
Sebagai tambahan, silikat yang mengandung mineralizers seperti tourmaline, axinite,
scapolite, ludwigite, chondrodite, dan topaz, kadang-kadang ditemukan juga.
Mineral bijih terdiri atas oksida, logam murni (native), dan sulfida, arsenides, dan sulfo-
salts. Bijih oksida terdiri atas magnetite (paling banyak), ilmenite, hematite
(specularite), corondum, dan spinel. Logam murni yang paling banyak adalah graphite,
sedang emas dan platinum dijumpai dalam jumlah sedikit. Sulfida terutama terdiri atas
base-metal sulfides. Kadang juga ditemukan sulfo-arsenides dan antimonides,
tellurides, sceelit, dan wolframit.
Tabel 3.1 Tipe-tipe deposit mineral, mineral utama, dan contoh deposit yang terbentuk oleh
Metasomatisme Kontak (Bateman & Jensen, 1981)
Deposit Chief Minerals Example of Deposit
Iron Magnetite and hematite Cornwal. Pa. Mex
Copper Chalcopyrite and bornite, with pyrite, pyrhotite, Some deposits of Morenci
(Tembaga) sphalerite, molybdenite, and iron oxides and Bisbee, Arizona
Zinc Sphalerite with magnetite, sulfides of iron and lead Hanover, N. Mexico
Galena, magnetite,and sulphides of iron, copper,
Lead Magdalena, N. Mexico
and zinc
Cassiterite, wolframit, magnetite, scheelite,
Tin Pitkaranta, Finland
pyrrhotite
Scheelite and minor sulphides, or wolframit with
Tungsten Mill City, Nevada
molybdenite and minor sulfides
Molybdenum Molybdenite, pyrite, garnet Yetholm, Australia
Graphite Graphite and contact silicates South Australia
Gold with arsenopyrite, magnetite, and sulfides of
Gold Cable, Mont.; Suan, Korea
iron and copper
Argentite, native, argentiferous galena Bingham district-Lark and
Silver
U.S. Mines
Manganese Manganese and iron oxides and silicates Langban, Swedwn
Magnetite and corondum, with ilmenite and spinel Virginia, Peekskil, N.Y.;
Emery
Turkey; Greece
Garnet Garnet and silicates
Corondum with magnetite, garnet, and other Peekskil, N.Y.; Chester,
Corondum Mass.
silicates
Kandungan volatile dan larutan mineral yang memiliki titik beku yang cukup rendah tersebut
dikenal dengan istilah mineralizers. Mineralizers ini mengandung (1) elemen bersifat mobil
dalam jumlah cukup banyak dalam batuan, (2) elemen seperti tembaga, lead, zinc, perak, emas
dan lain-lain; LIL (large-ion lithophile), (3) elemen seperti Li, Be, B, Rb, dan Cs; dan (4)
dalam jumlah cukup banyak berupa alkali, alkali earth, dan volatile khususnya Na, K, Ca, Cl,
2
dan CO . Kesemuanya itu memegang peranan penting dalam transportasi metal pada proses
hidrotermal.
Porositas. Porositas batuan adalah persentase pori dalam batuan. Pada batuan
dengan butiran berbentuk bulat, kisaran posositas dari minimum 25,95% dan
maksimum 47,64%. Namun perlu diingat bahwa butiran batuan tidak pernah
sepenuhnya bulat. Material berbentuk angular memiliki porositas yang lebih besar
dibanding yang berbentuk bulat, dan material berukuran halus relatif lebih besar
posositasnya dibanding material berukuran kasar.
Pore Spaces. Pori batuan adalah ruang antar butiran. Pore spaces ini menyebabkan
batuan menjadi permeabel dan memungkinkan transport dan akumulasi bijih-bijih,
petroleum, gas, dan air.
Vesicles or Blow Holes. Vesicles ar blow holes adalah bukaan yang dihasilkan
oleh ekspansi vapor seperti terlihat pada bagian atas beberapa aliran lava basal. Jika
vesicle tersebut terisi disebut amygdaloid.
Volcanic Flow Drains. Volcanic Flow Drains terbentuk pada aliran lava manakala sisi
luar lava telah solid dan lava cair pada bagian dalam keluar membentuk pipa/saluran.
Cooling Cracks. Terbentuk sebagai hasil kontraksi betuan beku yang mendingin.
Cooling cracks bisa berbentuk blok, paralel, atau irregular.
Folding and Warping. Pelenturan dan lipatan lapisan sedimen menghasilkan bentuk :
(1) bukaan saddle reef pada puncak lipatan yang tertutup, (2) pitches and flats adalah
bukaan yang terbentuk oleh pemisahan lapisan pada gentle slumping, dan (3)
longitudinal cracks sepanjang puncak antiklin atau sinklin.
Igneous breccia Cavities. Breksi batuan beku ada dua tipe, yaitu : breksi vulkanik
yang membentuk aglomerat dan breksi intrusif.
Volcanic Pipe. Pada saat terjadi aktifitas vulkanik terbentuk bukaan berbentuk pipa
akibat adanya material yang terlempar keluar. Material yang terlempar keluar tersebut
kadang kembali jatuh ke dalam lubang vulkanik membentuk breksi dan menyisakan
ruang antar fragmen.
Rock Alteration Openings. Batuan yang mengalami alterasi bersifat lebih porous
dibanding batuan yang tidak teralterasi.
Pergerakan larutan melalui batuan umumnya melalui bukaan yang berbentuk fissures
karena sifatnya yang saling berhubungan, atau melalui bukaan lain yang lebih kecil
seperti shear zone, lapisan lava vesikuler, atau sedimen yang porous.
Disamping tersedianya bukaan, ukuran butir partikel batuan juga cukup penting dalam
pembentukan deposit hidrotermal, bukan hanya dalam kaitannya dengan pergerakan
larutan dalam batuan, tapi juga dalam kaitannya dengan reaksi kimia antara batuan
samping dengan larutan. Batuan dengan ukuran partikel kecil (seperti claystone)
menunjukkan luas permukaan yang kontak dengan larutan lebih besar dari batuan
dengan ukuran partikel besar (seperti sandstone), hal ini memungkinkan terjadinya
reaksi kimia yang lebih banyak antara batuan dengan larutan. Sedang ukuran porinya
sangat kecil sehingga permeabilitasnya menjadi rendah. Kondisi demikian memang
kurang baik untuk migrasi larutan, tapi sebaliknya sangat baik untuk pengendapan
mineral.
Batuan samping (country rock) yang ditempati deposit bijih dari proses hidrotermal,
hampir selalu memperlihatkan adanya efek reaksi yang dihasilkan dari fluida panas
yang mengalami sirkulasi menuju kesetimbangan. Efek tersebut berbentuk selubung
(isolasi) yang membatasi antara batuan segar dengan terobosan magma sisa.
Selubung tersebut disebut alterasi batuan samping.
Alterasi hidrotermal adalah setiap perubahan komposisi mineral batuan (baik fisik
maupun kimia) karena pengaruh fluida hidrotermal. Alterasi bisa disebabkan antara
lain oleh :
1. Diagenesis dalam sedimen
2. Proses regional, termasuk metamorfisme
3. Proses postmagmatic atau postvolcanic yang berasosiasi dengan proses
pendinginan
4. Proses mineralisasi langsung
Luas daerah alterasi untuk setiap deposit sangat bervariasi, kadang bisa mencapai
beberapa kilometer jika alterasi tersebut dipengaruhi oleh a network of vein.
Perubahan minor dalam distribusi mineral gangue bisa menunjukkan arah penyebaran
vein yang mengandung bijih.
CaWO4 (Fe,Mn)WO4
SnO2
Diopsit Diopside
Metasomatik kontak Fe3O4 CaWO2 Garnet Garnet
Idocrase
Contact Metasomatic Tremolit Idocrase
SnO2 Be3Al2Si6O18 o t
r u
t r Quartz
Pegmatik LiAlSi2O6 o m Muscovite
pegmatite k a Tourmaline
l l Topaz
(Fe,Mn)(Nb,Ta)2O6 a i
s n
Gambar 4.2. Kondisi kimia dan mineralogi secara umum yang berasosiasi dengan zona epi-
meso-hypothermal, metasomatik kontak, dan pegmatik (D. Garlick).
Pengisian celah (cavity filling) adalah pengendapan larutan mineral dalam bukaan
yang terdapat pada batuan samping (rock opening). Larutannya sendiri bisa dalam
kondisi cair atau kental, panas atau dingin, dan berasal dari magmatik atau bukan.
Umumnya mereka dalam bentuk cair dan panas. Mineral pertama tumbuh dari dinding
bukaan kearah dalam bukaan.
Dalam beberapa kasus, satu atau beberapa mineral terendapkan pada semua bagian
dinding bukaan menghasilkan homogeneus atau massive ore. Dalam bukaan juga
kadang terlihat adanya crustificatian atau adanya perulangan pengendapan mineral
dari arah luar ke arah dalam bukaan. Perulangan tersebut bisa dalam bentuk simetris
jika terjadi perulangan secara sistematis (123454321) atau bentuk asimetris jika
perulangannya tidak sistematis (acbdbebfbgbka).
Perulangan asimetris bisa terjadi jika ada reopening pada deposit yang telah terbentuk
sebelumnya, misalnya pertama terendapkan abba yang kemudian setelah reopening
celah abba diisi oleh mineral lain c,d,e,f, dan seterusnya.
Pengisian celah meliputi dua proses utama, yaitu : (1) pembentukan bukaan, dan (2)
pengendapan mineral. Keduanya bisa terjadi secara bersamaan, namun umumnya
keduanya terbentuk secara terpisah.
Metasomatic replacement atau simply replacement adalah proses yang sangat penting
dalam pembentukan deposit mineral hipotermal, mesotermal, dan penting dalam
pembentukan deposit mineral epitermal. Metasomatic replacement umumnya
menghasilkan deposit mineral-mineral bijih seperti iron, copper, lead, zinc, gold, silver,
tin, mercury, molybdenum, manganese, barite, fluorite, magnesite, dan kyanite. Bentuk
depositnya adalah disseminated, massive, dan lode.
Tambang tembaga tertua yang diketahui terletak di Maadi pada zaman pra-dinasti
Egiptian sekitar 10 km dari Kairo dan artefak tembaga yang ditemukan menunjukkan
bahwa industri peleburan bijih tembaga telah dimulai sejak 3300SM. Di Zambia juga
ditemukan tambang tembaga di daerah Bwana Mkubwa dekat Ndola. Selanjutnya
diketahui pula bahwa di Asia Kecil dan Siprus telah ada peleburan dan pengolahan
tembaga, dan mencapai puncaknya pada zama Egiptian (Bowen & Gunatilaka, 1977).
Catatan sejarah menunjukkan bahwa antara tahun 1580 1850 produksi tembaga per
tahun 10.000 ton. Jadi pada saat itu, hanya deposit tembaga berkadar tinggi yang telah
dieksploitasi. Di Eropa Utara, bijih tembaga yang ditambang pada tahun 1540 berkadar
8% tembaga. Pada tahun 1890 deposit tembaga berkadar 6% tembaga sudah mulai
digarap dan menjelang 1906, berkat kemajuan teknologi penambangan, deposit
tembaga dengan kadar 2% tembaga sudah dianggap ekonomis.
Dewasa ini Amerika Serikat, Kanada, Cili, Peru, dan Zambia merupakan negara-
negara penghasil tembaga utama dunia. Sedangkan negara-negara konsumen
tembaga utama adalah Eropa barat, Jepang, dan negara-negara di Amerika Utara.
Penggunaan tembaga umumnya adalah untuk keperluan industri listrik,
telekomunikasi, keteknikan, transportasi, dan lain-lain.
Meski terdapat logam pengganti tembaga, seperti aluminium, kenyataan
menunjukkan bahwa kebutuhan akan tembaga terus meningkat seiring dengan
kemajuan teknologogi dan taraf hidup masyarakat yang membaik.
Tembaga adalah salah satu unsur transisi periode keempat dan anggota golongan IB
dalam sistem periodik. Sebagaimana unsur transisi lainnya, tembaga juga merupakan
logam padat dengan sifat kimia seperti pada tabel 5.1. Unsur ini di alam dapat
berbentuk logam bebas atau dalam bentuk senyawa-senyawa sulfida dan oksida,
berwarna merah tembaga, berat jenis 8 dan kekerasan 3.
Selanjutnya dari keempat kelas di atas, terdapat empat jenis deposit tembaga utama
yaitu (1) deposit bijih tembaga porfiri, (2) deposit bijih tembaga hidrotermal, (3) deposit
bijih tembaga sedimen vulkanik, dan (4) deposit bijih tembaga stratiform.
Gambar 5.1 Total produksi per tahun dari empat jenis deposit tembaga utama dan umur relatif
masing-masing deposit (Bowen dan Gunatilaka, 1977)
Istilah tembaga porfiri berasal dari hubungan mineralisasi tembaga dengan batuan
plutonik. Deposit ini dicirikan oleh tembaga dan molibdenit dalam bentuk hamburan
(disseminated) atau fenokris dalam batuan dengan tekstur porfiritik. Tembaga porfiri
didefinisikan sebagai suatu deposit besar, berkadar rendah hingga menengah dalam
Deposit besar adalah untuk menggambarkan total produksi tembaga dari deposit
tembaga porfiri yang sangat besar, sekitar 15 milyar ton per tahun.
Deposit berkadar rendah hingga menengah adalah untuk menjelaskan konsentrasi
tembaga dalam deposit tembaga porfiri. Umumnya kandungan tembaga berkisar
antara 0,6 0,9% Cu, yang paling tinggi sekitar 1 2% Cu seperti di El Teniente
dan Chuquimata, sedang yang paling rendah adalah 0,35% Cu hingga saat ini
dianggap belum ekonomis. Mineral tembaga yang paling umum dijumpai adalah
kalkopirit, sedang jenis lain seperti bornit dan kalkosit jumlahnya sangat kecil.
Deposit tembaga porfiri yang utama ditemukan pada daerah bagian barat benua
Amerika yang memanjang dari Alaska, Kolumbia, Amerika Serikat (Wasington),
Montana, Idaho, Kolorado, Utah, Nevada, New Mexico, Peru dan Cili bagian utara
hingga Argentina, dan kemungkinan memanjang hingga Antartika. Sementara itu di
bagian barat Pasifik ditemukan juga deposit tembaga porfiri memanjang dari
Kepulauan Solomon, Papua New Guinea, Papua Barat, Kalimantan Timur, Filifina
hingga Taiwan.
Tempat lain dimana deposit tembaga porfiri ditemukan adalah Rumania, Bulgaria, Iran,
Pakistan, dan di negara-negara bekas Uni Soviet seperti Armenia dan Kazakhtan.
Variasi gerakan arus konveksi pada lapisan astenolit mengakibatkan terjadinya tiga
jenis pola gerakan lempeng bumi yaitu konvergen, divergen, dan transform.
Sehubungan dengan pembentukan deposit tembaga porfiri, maka pola gerakan
lempeng yang paling penting menurut Sillitoe (1972) dalam Bateman (1979) adalah
konvergen dimana terjadi gerakan saling mendekati antara dua lempeng menyebabkan
terjadinya suatu benturan, pembentukan palung dan banyak menimbulkan gempabumi
serta gunungapi benua. Akibat benturan-benturan lempeng tersebut membentuk zona
subduksi yang umumnya terjadi antara lempeng benua dan lempeng samudera, yang
diikuti oleh peleburan sebagian akibat tekanan dan temperatur yang tinggi
menghasilkan magma calc-alkali.
Gambar 5.3 Hubungan penyebaran deposit tembaga porfiri dengan jalur subduksi
Mesozoikum-Kenozoikum (Sillitoe, 1972, dalam Bateman, 1979).
Kandungan logam di dalam magma calc-alkali umumnya berasal dari kerak samudera
yang terdiri atas tiga layer, dimana layer 1 adalah endapan sedimen laut yang banyak
mengandung logam, dan dibawahnya layer 2 dan 3 adalah basal dan gabro.
Sejak zaman Kapur terjadi gerakan konvergen antara benua Amerika dengan lempeng
Pasifik disepanjang bagian barat Amerika. Tabrakan ini membentuk rantai vulkanik
disepanjang jalur subduksi tersebut, sekaligus juga membentuk deposit tembaga
porfiri. Sedangkan pada bagian barat Pasifik juga terjadi subduksi akibat gerakan
lempeng Eurasia ke arah timur membentuk deposit tembaga porfiri di sepanjang
bagian barat Pasifik termasuk kepulauan Solomon, Papua New Guinea, Jepang, dan
lain-lain. Sementara itu gerakan relatif lempeng Eurasia dan Afrika membentuk juga
deposit tembaga porfiri di Iran, Pakistan, dan Turki.
Deposit tembaga porfiri dihasilkan melalui suatu proses geokimia-fisika dari rangkaian
berupa magmatik akhir, magmatik hidrotermal, meteorik hidrotermal, hingga normal
hidrotermal seiring dengan berkurannya kedalaman. Intrusi calc-alkali atau alkali
menghasilkan batuan berkomposisi tertentu dari monzonit kuarsa hingga granodiorit
atau diorit hingga senit. Batuan samping yang melarut ke dalam magma akan turut
mempengaruhi komposisi magma danstruktur kemas magma. Umumnya deposit
tembaga porfiri berukuran jauh lebih besar dari deposit hidrotermal lainnya. Bentuk
deposit ini memperlihatkan bahwa struktur berskala besar ikut mengontrol mineralisasi
dan kedalaman pembentukannya.
Gustafon dan Hunt, 1975, dalam Park dan Guilbert, 1986, yang menyelidiki proses
pembentukan deposit tembaga porfiri di El Salvador Chili menyimpulkan tiga hal, yaitu :
1. Stok porfiri terbentuk di dalam atau di atas zona cupola dalam bentuk kompleks
dike (dike swarm).
2. Transfer tembaga, logam lain dan sulfur ke dalam stok porfiri dan batuan
samping terjadi karena adanya pemisahan fluida magma dan metasomatik
secara menyeluruh.
3. Transfer panas dari magma ke batuan samping menyebabkan terjadinya
sirkulasi airtanah.
Hampir semua deposit tembaga porfiri memiliki kondisi yang sama dengan kondisi di
atas. Perbedaan proses tergantung pada kedalaman pembentukan, kehadiran
airtanah, volume dan tingkatan magma, konsentrasi logam, sulfur, dan volatil lainnya.
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa mineralisasi awal (b) terjadi pada kondisi airtanah
minimum dan invasi larutan magmatik ke batuan samping menyebabkan terjadinya
alterasi K-feldspar dari pusat invasi ke arah luar, membentuk zona alterasi potasik dan
zona alterasi propilitik. Selanjutnya (c) invasi airtanah yang berkonveksi menghasilkan
larutan meteorik hidrotermal dan bersama dengan larutan magmatik hidrotermal yang
sudah ada sebelumnya disertai oleh penurunan temperatur yang tajam, membentuk
serisit dan pirit yang memotong alterasi potasik-propilitik yang terbentuk duluan.
Peristiwa ini menghasilkan zona altersi serisitisasi (phyllic) yang dikenal sebagai phyllic
overprint. Tahap akhir (d) didominasi oleh larutan meteorik hidrotermal hingga normal
hidrotermal membentuk zona alterasi argilik.
Pembentukan zona alterasi yang lengkap sangat tergantung pada kandungan dan
suplai airtanah dari batuan samping.
Ringwood dan Curtis (1955) dalam Bown dan Gunatilaka (1977) menjelaskan bahwa
kandungan tembaga dalam magma basal sekitar 200 ppm, sebaliknya dalam magma
ultrabasa dan granitis kandungannya hanya sekitar 20 ppm. Selama difrensiasi magma
basal, kandungan Fe, Co, dan Ni cenderung terbentuk duluan dalam fraksinasi
kristalisasi, sedang tembaga belum terbentuk dalam silikat atau bentuk lainnya dan
cenderung menjadi konsentrasi residu dalam fraksi larutan. Tembaga akan cepat
terbentuk tergantung pada fS2 (fugacity sulphur = tekanan parsial sulfur), fO2, dan pH
larutan. Tembaga dalam larutan tidak terbentuk dengan baik pada kondisi fS2 rendah.
Houghton (1974) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menerangkan pengaruh fS2 dan
fO2 dalam pembentukan fase sulfida. Sulfur memisahkan diri dari larutan silikat dan
digantikan oleh oksigen kemudian membentuk logam S (chalcophile). Reduksi dalam
fO2 dikontrol oleh kristalisasi fraksinasi mineral yang kaya Fe-O. Dengan kata lain,
kelarutan sulfur dalam magma tergantung pada besarnya kandungan Fe2+. Kristalisasi
fraksinasi akan meningkatkan fO2 dan tembaga dalam fraksi larutan, kemudian
memisah dalam fase sulfida.
Pendinginan intrusi basa sangat jarang yang menghasilkan konsentrasi logam dalam
fraksi hidrotermal. Hal ini karena kandungan air dalam magma primer sangat rendah.
Magma basa baru bisa membentuk fluida hidrotermal setelah berasimilasi dengan
material yang mengandung air. Jadi proses pengayaan untuk membentuk larutan bijih
kurang efektif dalam magma basa dibanding dengan magma intermedit. Umumnya
deposit porfiri berasosiasi dengan batuan beku intermedit. Hubungan genetik antara
Cu-Mo dengan batuan intermedit terlihat pada penyebaran geografisnya seperti dalam
zona alterasi-mineralisasi model Lowell-Guilbert yang akan dibahas kemudian. Zona
tersebut menjelaskan bagaimana perubahan temperatur, tekanan, dan reaktifitas
konveksi fluida dari pusat panas, dan sekaligus juga menerangkan bagaimana
pergerakan fluida selama proses pendinginan berlangsung. Pembentukan bijih adalah
mekanisme difrensiasi logam yang terkonsentrasi dari normal magma. Dalam kasus
ini, asosiasi batuan bekunya akan menentukan kandungan logam yang terbentuk.
Kehadiran air atau fase aquatik dalam magma selama pembentukan tembaga porfiri
merupakan hal yang sangat penting. Kontak air dengan magma yang sedang memisah
terjadi dalam beberapa tahap. Fluida hidrotermal pertama yang memisah relatif kaya
akan CO2 dibanding fluida yang memisah kemudian. Juga fraksi awal banyak
mengandung klorida (NaCl>KCl>HCl>CaCl).
Proses kimia yang penting dalam alterasi adalah hidrasi, dehidrasi, metasomatis kation
dan metasomatis anion. Dalam hal ini, yang paling penting adalah hidrolisis atau
metasomatis ion H+. Beberapa perubahan geokimia yang terjadi adalah sebagai
berikut :
- Serisitisasi ortoklas :
3KalSi3O8 + 2H+ Kal2AlSi3O10(OH)2 +2K+ + 6SiO2
- Kloritisasi biotit :
+ 2+ +
2K(Mg,Fe)3AlSi3 O10 (OH)2 + 4H Al(Mg,Fe)5AlSi3 O10 (OH)8 + (Mg,Fe) + 2K + 3SiO2
- Kloritisasi albit :
2NaAlSi3O8 + 4(Mg,Fe)2+ + 2(Fe,Al)3+ + 10H2O (Mg,Fe)42+((Fe,Al)23+ Si2O10(OH)8 + 4SiO2 +
+
2Na + 12H
- Serisitisasi klorit :
3+ +
2Al(Mg,Fe)5AlSi3O10(OH)8 + + 3Si(OH)4 + + 2H+ 3Kal2AlSi3O10(OH)2 +
5Al 3K 10(Fe,Mg)2+ + 12 H2O
- Silisifikasi serisit :
Kal2AlSi3O10(OH)2 + 3Si(OH)4 + 10H+ 3Al3+ + K+ + 6SiO2 + 12H2O
Dari reaksi di atas dapat dilihat bahwa secara kualitatif, sedikit atau banyak selama
proses alterasi dapat dihasilkan ion H+. Meyer dan Hemley (1967) dalam Bowen dan
Gunatilaka (1977) mencatat bahwa ion H+ jumlahnya kecil dalam alterasi propilitik dan
K-feldspar, kemudian bertambah banyak dalam alterasi serisitisasi dan argilik.
Dalam hubungan antara larutan hidrotermal dan kumpulan mineral sulfida, oksida, dan
alterasi batuan samping, parameter yang paling penting adalah fO2, fS2, dan pH
Transportasi tembaga dalam jumlah besar terjadi pada fluida aquatik (fase aquatik)
dimana bijihnya dapat meliputi semua atau sebagian larutan. Karena itu, pada proses
pengendapan bijih hidrotermal, sifat larutan dan stabilitas mineral merupakan dasar
yang sangat penting. Fluida aquatik pada temperatur dan tekanan tertentu
mengandung logam dan sulfur dalam larutan sebagai ion atau molekul dalam jumlah
besar untuk pembentukan bijih tembaga porfiri. Konsentrasi logam dapat berkisar
antara 1 104ppm. Dalam deposit hidrotermal, perbandingan antara total kandungan
sulfur dengan total logam berat (heavy metal) cukup tinggi. Kenyataan bahwa
kandungan sulfur dalam larutan (yang dapat mengikat logam) sangat besar dapat
terlihat dari ditemukannya deposit sulfur murni pada beberapa deposit tembaga porfiri.
Data inklusi fluida menunjukkan bahwa larutan bijih banyak mengandung alkali klorida
(ditambah CO2, NH3, dan CH4) dan kandungan garamnya kadang sampai 50%. Hal ini
menunjukkan bahwa larutan bijih juga bereaksi dengan klorida selama transportasi.
Berdasarkan pH dan fO2, hanya lima jenis sulfur yang stabil dalam larutan aquatik,
yaitu SO4 2-, S2-, HS-, H2S, HSO4-. Pada kondisi asam dengan temperatur rendah, sulfur
yang paling penting untuk pembentukan logam kompleks adalah HSO4 - (pH 2),
sebaliknya S2- adalah basa kuat (pH 13) yang penting sebagai media transport bijih
pada temperatur tinggi, dan selanjutnya pada temperatur sekitar 250oC, pH larutan
berkisar antara pH 6-8 dimana pada kondisi ini SO 42- , HS-, H2S merupakan sulfur yang
paling penting.
Data kelarutan tembaga dalam larutan aquatik masih sedikit diketahui. CuFeS2 larut
dalam air murni pada temperatur 350oC dan dalam air yang jenuh H2S pada
temperatur di atas 200oC dengan tekanan 200 atm. Covelit larut H2S pada temperatur
200oC dengan tekanan 43 atm. Selanjutnya pada temperatur rendah dimana
kandungan sulfur rendah, maka senyawa kompleks klorida adalah merupakan agen
transport tembaga yang penting.
Pengendapan senyawa kompleks sulfida disebabkan oleh :
1. Pendinginan sebagai akibat dari pergerakan fluida di sepanjang daerah dengan
perbedaan temperatur yang besar,
2. Percampuran dengan air meteorik, dan
3. Reaksi dengan batuan samping.
Studi pembentukan deposit tembaga porfiri dilakukan dengan isotop oksigen dan
hidrogen yang sangat penting untuk :
1. Menentukan asal dan kejadian air dalam deposit bijih hidrotermal, dan
2. Perkiraan temperatur pembentukan tembaga porfiri.
Studi isotop oksigen dan hidrogen didasarkan pada prinsip bahwa kandungan 18O dan
H dalam semua air alam berbeda. Analisa isotop oksigen dan hidrogen yang
dihubungkan dengan kerangka geologi deposit tembaga porfiri menunjukkan adanya
dua pola larutan yang berbeda tapi saling terkait (lihat gambar 5.3), yaitu :
1. Larutan magmatik hidrotermal internal (magmatic hydrotermal solution) dibawah
tekanan litostatik yang tinggi dan terbentuk selama kristalisasi tahap akhir, dan
2. Sirkulasi meteorik-hidrotermal eksternal (external meteoric-hydrothermal circulation)
dengan tekanan litostatik yang rendah dan terletak di bagian luar tubuh porfiri.
Pada tahap awal kedua sistem tersebut dapat saling berinteraksi, tapi kadang sistem
internal telah berhenti sementara sistem eksternal masih berpengaruh kuat. Akibatnya
terjadi invasi sistem eksternal ke bagian dalam dan membentuk zona serisit-pirit dan
argilik yang terletak dibagian luar zona potasik. Kedudukan utama kalkopirit dalam
sistem deposit tembaga porfiri adalah pada daerah interaksi kedua sistem tersebut di
atas atau pada daerah antara zona potasik dan zona serisitisasi. Zona mineralisasi
tembaga porfiri tersebut disebut kulit bijih (ore shell).
Roedder (1971) dalam Imay (1978) yang melakukan penelitian tentang inklusi fluida
pada deposit tembaga porfiri menemukan bahwa distribusi inklusi fluida sangat khas.
Inklusi pada zona inti umumnya memiliki salinitas yang tinggi yang diperkirakan berasal
dari magmatik primer pada temperatur sekitar 500oC. Sedang pada zona luar, inklusi
fluida memiliki salinitas rendah yang diperkirakan karena adanya percampuran dengan
air meteorik pada temperatur sekitar 200o 350oC.
Seperti dijelaskan di depan, proses pembentukan deposit tembaga porfiri yang diikuti
dengan penurunan temperatur menyebabkan terbentuknya zona alterasi disekitar
tubuh intrusi. Beberapa model genetik deposit tembaga porfiri yang telah diajukan oleh
para ahli geologi pertambangan, kesemuanya untuk menjelaskan proses dan
karakteristik dari tembaga porfiri.Semua model menekankan hubungan antara intrusi
batuan plutonik dan deposit bijih yang terbentuk serta berdasarkan pada model
magmatik-hidrotermal.
Selama pergerakan magma ke permukaan, cairan pijar tersebut akan jenuh air dengan
tekanan gas yang semakin tinggi seiring kristalisasi. Kecenderungan dari intrusi
magma melalui zona-zona lemah dan pelepasan volatil dari cairan yang mendingin
tersebut berdifusi melalui zona ini. Akibat adanya perbedaan suhu yang nyata antara
magma dengan batuan di sekitarnya menghasilkan suatu urutan zona alterasi dan
mineralisasi yang khas pada deposit tembaga porfiri.
Lowell dan Guilbert (1970) dalam Guilbert dan Park (1986) yang menyelidiki zona
alterasi-mineralisasi deposit tembaga porfiri di San Manuel-Kalamazoo mencatat
bahwa pada sebagian besar deposit porfiri, terdapat hubungan yang sangat dekat
antara batuan beku induk, tubuh bijih, dan batuan samping. Batuan samping umumnya
terbentuk antara Prakambrium-Kapur Akhir, berupa batuan sedimen dan metasedimen.
Kedalaman intrusi berkisar antara 10001500m. Umumnya deposit porfiri berasosiasi
dengan tipe intrusi monzonit kuarsa hingga granodiorit dan kadang pula dijumpai
berasosiasi dengan diorit kuarsa, riolit, dan dasit. Model genetik Lowell-Guilbert
meliputi deposit porfiri yang berumur Trias-Tersier Tengah (200-30 jt tahun yang lalu).
Ukuran dan bentuk batuan plutonik turut mengontrol ukuran dan bentuk tubuh bijih, tapi
hal ini kadang susah dikenali jika intensitas erosi tinggi. Bentuk stok yang memanjang
tidak teratur sangat umum pada deposit porfiri, meski kadang juga dijumpai deposit
berbentuk kubah, bulat panjang, melensa, bundar, dan bentuk sumbat. Umumnya
tubuh plutonik berupa kelompok dike (dike swarm) dan jarang ditemukan yang
berbentuk sill. Tersingkapnya tubuh plutonik dipermukaan disebabkan oleh proses
tektonik dan erosi yang bekerja setelah mineralisasi berlangsung. Tubuh deposit
tembaga porfiri umumnya berukuran kuran dari 2 km2, tapi kadang pula ada yang
sangat luas seperti deposit Endako di Kolumbia yang berukuran 60.000 x 300.000 m.
Bentuk dan ukuran intrusi porfiri juga dikontrol oleh struktur primer sekaligus juga ikut
mengontrol pembentukan deposit tembaga porfiri. Struktur-struktur lokal yang
berukuran kecil sulit dikenali. Struktur seperti ini bisa hadir sebelum dan sesudah
deposit porfiri terbentuk, kadang pula hilang karena pengaruh intrusi itu sendiri.
Salah satu ciri khas batuan intrusi adalah bahwa mereka bukan merupakan tubuh yang
pasif, tapi merupakan suatu tubuh dimana proses-proses seperti asimilasi,
replasemen, dan pembekuan terjadi akibat adanya tenaga yang terkandung dalam
tubuh magma. Akibat aadanya tenaga dalam tubuh intrusi menyebabkan deposit bijih
porfiri selalu berasosiasi dengan breksiasi dan penkekaran disekitar tubuh bijih.
Nielsen (1968) dalam Bowen dan Gunatilaka (1977) menyusun urutan pembentukan
deposit porfiri yang diawali dengan suatu intrusi, kemudian disusul oleh kristalisasi
awal yang membentuk lapisan solid shell. Kristalisasi tersebut yang kemudian
menghasilkan tekstur porfiritik hingga afanitik. Pada umumnya, proses metalisasi
terjadi bersamaan atau setelah pembentukan tubuh porfiri itu. Komposisi batuan intrusi
yang berasaosiasi dengan deposit tembaga porfiri umumnya intermedit yang secara
lengkap urutannya adalah diorit, granodiorit, monzonit kuarsa, monzonit kuarsa porfiri,
dan riolit. Jadi diorit adalah asosiasi deposit tembaga porfiri yang paling basa.
Zona potasik merupakan zona alterasi yang paling dekat dengan tubuh intrusi dan
dicirikan oleh kumpulan mineral ortoklas-biotit dan ortoklas-klorit, dan pada beberapa
tempat keduanya ditemukan. Zona alterasi ini hampir selalu dijumpai dalam deposit
bijih porfiri. Replasemen mineral primer oleh biotit, K-feldspar, kuarsa, serisit, dan
kadang anhidrit. Pecahan stokwork (stockwork fracture) dan microveinlet dalam batuan
primer terisi oleh kuarsa dan K-feldspar.
K-feldspar dan serisit yang stabil dapat terbentuk pada kondisi magmatik akhir (late
magmatic) dan hidrotermal awal (early hydrothermal). Biotit, klorit, K-feldspar, serisit,
kuarsa, dan anhidrit terbentuk pada kondisi dimana kandungan Fe dan Mg terus
bertambah pada tekanan gas tertentu. Variasi bijih sulfida pada zona ini tidak terlalu
banyak dijumpai.
Alterasi biotit berwarna coklat terang atau hijau terang dan bisa tumbuh bersama
(intergrown) dengan klorit. Pada saat bersamaan massa dasar mengalami biotisasi,
maka batuan ubahan mengalami perubahan warna.
Batas stabilitas k-feldspar dan serisit pada zona ini diperkirakan merupakan batas
antara kondisi magmatik akhir dengan hidrotermal awal. Umumnya kuarsa yang
ditemukan dalam zona ini adalah kuarsa hasil alterasi. Pada zona ini juga kadang
dijumpai mineral karbonat, epatit, rutil, dan wolframit dalam veinlet dan mikroveinlet.
Zona serisitisasi terletak disekitar zona potassik dan selalu hadir dalam urutan zona
alterasi deposit tembaga porfiri. Kadang pula zona ini saling overlap dengan zona
potasik. Zona ini dicirikan oleh mineral kuarsa, serisit, pirit dengan minor klorit,
hidromika, dan rutil. Pirit dapat terbentuk lebih dari 20% dalam bentuk hamburan dan
veinlet, sedang serisit juga bisa hadir dalam jumlah cukup banyak. Bagian dalam zona
ini dicirikan oleh kandungan alterasi serisit, sedang bagian luar dicirikan oleh berbagai
kandungan mineral lempung (clay mineral) dan hidromika. Secara petrografi zona ini
dicirikan oleh serisitisasi yang kuat dari semua silikat. Ortoklas dan plagioklas diganti
oleh muskovit yang berbutir baik. Biotit juga terubah menjadi serisit dan akhirnya
menjadi rutil dan leukokson. Pada proses serisitisasi silikat, kuarsa juga terbentuk
dalam jumlah cukup besar dan merupakan komponen silisifikasi yang utama dalam
zona serisitisasi. Serisitisasi mineral K-feldspar menunjukkan intensitas yang semakin
bertambah dari bagian dalam zona ini ke bagian luar. Pirit dan kalkopirit tersebar
merata dalam daerah serisitisasi dan merupakan zona bijih yang penting dalam deposit
tembaga porfiri. Karbonat dan anhidrit sangat jarang ditemukan dalam zona ini. Kontak
antara zona potasik dengan zona serisitisasi adalah kontak berangsur hingga puluhan
meter.
Hubungan antara zona alterasi potasik dan zona serisitisasi berdasarkan data isotop
oksigen dan hidrogen menunjukkan bahwa airtanah (groundwater) juga berperan aktif
selama mineralisasi pada zona ini. Proses naiknya fluida magmatik ke permukaan
bercampur dengan airtanah dan cenderung membentuk fumarolla bertemperatur tinggi
di permukaan. Pemisahan volatil selama proses transportasi ke permukaan yang
kemudian membentuk sublimasi dan kandungan logam pada kedua zona tersebut.
Zona argilik jarang ditemukan dalam urutan zona alterasi deposit tembaga porfiri dan
dicirikan oleh perubahan plagioklas menjadi kaolin pada bagian dalam atau
montmorilonit pada bagian luar. Pirit juga hadir, tapi tidak sebanyak dengan zona
serisitisasi dan lebih berbentuk veinlet daripada hamburan. Biotit tidak mengalami
perubahan dan K-feldspar hanya sedikit terubah. Jika zona ini hadir dalam urutan zona
alterasi, maka batasnya dengan zona serisitisasi sangat sulit ditentukan. Mineral lain
yang juga ditemukan sebagai alterasi pada zona ini adalah piropilit, dickit, dan topaz.
Contoh daerah dimana zona ini ditemukan adalah deposit porfiri Butte dan Bisbee.
Magma adalah sumber yang penting dalam pembentukan suatu deposit mineral. Meski
beberapa mineral bisa berasal dari air laut atau sumber lain, sebagian besar lainya
berasal dari proses magmatik dan prosesproses yang berkaitan. Setelah suatu
deposit mineral tersingkap kepermukaan, maka proses konsentrasi sekunder
dipermukaan mulai bekerja. Pelapukan melepaskan mineral berharga dari batuan asal
(scarce rock) membentuk endapan residual atau memicu terjadinya redistribusi
elemen-elemen berharga dalam proses pengayaan supergen. Sebagian lagi
tertransportasi secara mekanik membentuk endapan placer atau sebagian larutan
yang terbawa hingga kesuatu cekungan dan terbentuk sebagai endapan sedimen
konvensional. Proses terakhir bukan hanya menghasilkan batuan sedimen, tapi juga
endapan logam dan berbagai material industri yang bersifat ekonomik. Unsurunsur
yang mudah larut dalam air terakumulasi pada suatu lingkungan yang tertutup dimana
unsure-unsur tersebut terkonsentrasi sebagai endapan evaporasi.
Proses organik juga memegang peranan yang cukup penting, baik sebagai katalisator
maupun sebagai sumber bahan organik misalnya dalam pembentukan endapan
hidrokarbon.
Proses non-magmatik lain yang berperan dalam pembentukan deposit bahan galian
adalah proses metamorfisme yang tidak hanya merubah bentuk dan tekstur deposit
mineral yang sudah ada sebelumnya, tapi juga membuat deposit mineral yang
baru. Di bawah pengaruh tekanan dan temperatur yang tinggi, ditambah air pada
sejumlah kasus, mineral metamorfik yang stabil pada lingkungan yang baru
terbentuk. Perubahan bukan hanya berupa rekristalisasi, tapi juga berupa rekombinasi
material yang menghasilkan mineral baru.
Ganesa endapan bahan galian yang dibahas pada bagian ini dibatasi pada
pembentukan endapan mineral sekunder yang meliputi :
Endapan mineral yang berhubungan dengan proses eksternal :
Konsentrasi Residual (Residual Concentration)
Oksidasi Permukaan dan Pengayaan Supergene (Surficial Oxidation and
Supergene Enrichment)
Konsentrasi Mekanik (Mechanical Concentration)
Endapan Sedimenter
Evaporasi
Metamorfisme.
Endapan yang berbentuk dari konsentrasi residual adalah endapan yang terakumulasi
atau teronsetrasi di dekat atau di atas batuan sumbernya melalui proses pelapukan.
Endapan residual hanya dapat terbentuk pada permukaan yang relatif datar, bila
permukaan berubah menjadi miring, maka endapan tersebut akan mengalami
transportasi dan membentuk endapan placer eluvial.
Deposit berharga yang dapat terbentuk dari suatu proses konsentrasi residual
diantaranya adalah :
1. Endapan bauksit residual; merupakan endapan laterit didominasi oleh alumunium
hidroksida (bauksit) yang merupakan bijih alumunium utama.
2. Endapan nikel residual; endapan nikel (garnierit) residual terbentuk oleh
pelapukan intensif di daerah tropis pada batuan basa-ultrabasa. Endapan laterit
nikel di New Caledonia merupakan sumber produksi nikel terbesar di dunia yang
telah ditambang sejak tahun 1876.
3. Endapan besi residual; batuan asal endapan ini adalah batugamping yang
mengandung endapan mineral besi dan bebas alumunium dan silika, atau batuan
beku basa dengan kandungan Fe jauh lebih besar daripada Al. Kebanyakan laterit
pembawa besi memiliki kandungan yang rendah dan tidak menguntungkan secara
Jika suatu deposit tersingkap pada zona oksidasi, deposit tersebut akan mengalami
pelapukan dan teralterasi pada bagian permukaan batuannya. Air permukaan
mengoksidasi beberapa mineral bijih dan melarutkan mineral lainnya. Deposit bijih
yang teroksidasi kemudian mengalami pencucian, sehingga sebagian mineral-mineral
berharga yang dikandungnya meresap turun hingga ke muka airtanah atau pada suatu
kedalaman dimana oksidasi sudah tidak bekerja lagi. Daerah dimana proses oksidasi
masih dapat bekerja disebut zona oksidasi. Pengaruh oksidasi kadang bisa mencapai
tempat yang cukup jauh dari zona oksidasi.
Jika penetrasi larutan hasil pencucian pada zona oksidasi mencapai muka airtanah,
kandungan logamnya mengalami presipitasi dan membentuk sulfida sekunder yang
dikenal sebagai pengayaan sulfida supergene atau sekunder (secondary or supergene
sulfide enrichment). Pada bagian bawah atau pada daerah yang tidak mengalami
pengayaan disebut zona hipogen atau primer (primary or hypogene zone).
Umumnya deposit mineral logam mengandung pyrite. Mineral ini memberikan suplai
sulfur untuk membentuk iron sulfat dan sulfuric acid. Demikian juga dengan pyrhotite.
Reaksi berikut menggambarkan keadaan tersebut :
Halloysite, montmorillonite,
sejuk
Melanterite, chalcanthite,
Zona oksidasi deposit sulfida-gossans
brochantite, antlerite,
Malachite, azurite, limonite,
Cu - deposits dioptase, libethenite,
native Cu, cuprite, tenorite
chalcophylitte, gypsum,
aragonite, olivenite, atacamite
Plumbojarosite, mimetite,
vanadinite, crocoite,
Smithsonite, anglesite, hydrozincite, hemimorphite,
Pb - Zn deposits
pyromorphite, cerrusite, limonite auricalcite, aragonite,
gypsum, adamite, goslarite,
phosgenite, wulfenite, linarite
Kermesite, stibiconite,
Valentinite, senarmontite,
Sb - deposits bindheimite, aragonite,
cervantite, limonite
gypsum, scorodite
Silver, cerargyrite, argentite, Electrum gold, chlorargyrite,
Ag - deposits
limonite acanthite
Illite, pyrite, kaolinite, baryte,
Fe - deposits Siderite, limonite
Infiltrasi
chalcedony
U - deposits Carnotite Roscoelite
Cu - deposits Covellite, chalcocite. Bornite,
Pyrite, limonite, goethite, gold
(zona sementasi) chalcopyrite
Berikut ini adalah beberapa reaksi dimana ferric sulfate berperan dalam melarutkan
beberapa mineral :
[6] Pyrite FeS2 + Fe2(SO4)3 3FeSO4 + 2S
[7] Chalcopyrite- CuFeS2 + Fe2(SO4)3 CuSO4 + 5FeSO4 + 2S
[8] Chalcocite- Cu2S + Fe2(SO4)3 CuSO4 + 2FeSO4 + 2S
{9} Cavelllite- CuS + Fe2(SO4)3 CuSO4 + 2FeSO4 + S
[10] Sphalerite- ZnS + 4Fe2(SO4)3 + 4 H2O ZnSO4 + 8FeSO4 + 4H2SO4
[11] Galena- PbS+Fe2(SO4)3 +H2O+3O PbSO4 + 2FeSO4 + H2SO4
[12] Silver- 2Ag + Fe2(SO4)3 Ag2SO4 + 2FeSO4
Jika pyrit tidak tersedia dalam endapan, maka pelarut tidak akan tersedia dalam jumlah
yang cukup banyak sehingga sulfida hypogene tidak mengalami pengkayaan. Hal
seperti ini ditemukan di tambang New California di Ajo, Arizona, dimana chalcopyrite
kemudian terubah menjadi capper cabonat dan supergene sulfide tidak ditemukan.
Gossan adalah tanda atau jejak yang terletak di atas suatu daerah pengayaan karena
proses oksidasi. Gossan adalah konsentrasi mineral berat dari material limonitik yang
berasal dari mineral sulfida masif atau dari sisa besi yang tercuci dan meresap ke
bawah. Capping adalah bagian atas tubuh bijih atau batuan yang tercuci, tapi masih
memperlihatkan adanya kandungan mineral sulfide dalam bentuk hamburan
(disseminated).
Konsentrasi mekanik adalah pemisahan moineral berat dari mineral ringan karena
pengaruh gaya gravitasi secara alami (natural gravity separation) pada saat terbawa
oleh air atau media transportasi lainnya. Pemisahan tersebut menghasilkan suatu
konsentrasi mineral berat yang disebut endapan placer.
Pembentukan endapan placer meliputi dua proses, yaitu :
1. proses pembebasan mineral stabil dari matriksnya selama pelapukan
berlangsung,
2. proses konsentrasi mineral stabil tersebut.
Mineral-mineral yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas dan banyak ditemukan dalam
endapan placer adalah emas, platinum, tinstone, magnetite, chromite, ilmenit, rutile,
native copper, gemstone, zircon, monazite, phosphate, dan kadang quicksilver. Pyrite
dan uraninite dijumpai pula pada beberapa endapan Prokambrium.
Transportasi mineral dari tempatnya semula terutama dipengaruhi oleh gravitasi dan
media transportasi yang bekerja berupa air (sungai dan laut), angin atau es.
Transportasi material hasil lapukan biasanya dalam bentuk :
a. Suspention, dan
b. Bottom Traction, rolling and soltation
Jarak dan proses transportasi sangat mempengaruhi tekstur endapan mineral (bentuk
butir, kebundaran dan ukuran butir) yang terbentuk.
Transportasi akan terus berlangsung selama energi media transport lebih besar dari
gaya gravitasi yang bekerja. Jika gaya gravitasi lebih besar dari energi media,
pengendapan mulai berlangsung dengan mengikuti berbagai kriteria, misalnya :
1. Mineral yang lebih berat akan terendap lebih dulu dibanding mineral yang lebih
ringan pada ukuran yang sama.
2. Mineral yang lebih kecil akan terendap lebih dulu dibanding mineral yang lebih
besar jika berat kedua mineral sama.
3. Mineral berbentuk bulat terendapkan lebih cepat dibanding mineral pipih.
Placer Eluvial
Endapan aluvial merupakan salah satu tipe endapan placer terpenting yang
menghasilkan mineral/bijih dan tambang-tambang konvensional banyak
memanfaatkan endapan jenis ini. Endapan ini terbentuk setelah bahan rombakan
mengalami transportasi dari batuan sumber oleh air sungai dan kandungan mineral-
mineral yang terbawa mengalami pemilahan (sorting) berdasarkan berat jenis oleh
gaya gravitasi. Pemilahan ini memungkinkan endapan ini mudah diekstraksi dengan
metode-metode yang konvensional.
Tabel 3. Sifat fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomik yang
ditemukan pada endapan placer.
Namun demikian, pemilahan karena gaya berat juga menyebabkan fraksi butiran
mineral-mineral berat yang didapatkan dalam suatu endapan placer alluvial Memiliki
ukuran butir lebih kecil daripada mineral-mineral ringan seperti kuarsa dan feldspar.
Hal ini disebabkan oleh daya angkut dan daya endap media transport terhadap mineral
ringan yang mempunyai ukuran butir lebih besar sama dengan daya angkut dan daya
endap mineral berat dalam ukuran yang lebih kecil . Dengan demikian untuk
mendapatkan mineral berat dengan ukuran butir relatif besar, haruslah dicari pada
endapan placer dengan ukuran butir mineral mineral ringan yang lebih besar lagi.
Placer Pantai
Batuan sumber endapan placer pantai berasal dari batuan atau urat-urat yang
tersingkap di tepi pantai, sungai, atau endapan placer tua yang mengalami
perombakan dan diendapkan dipantai dengan bantuan gelombang laut atau arus
bawah laut.
Mineralmineral yang terpenting dari endapan placer pantai adalah kasiterit, intan,
emas, ilmenit, magnetit, monazite,rutil, xenotime dan zircon. contoh endapan ini adalah
endapan emas placer di Nome (Alaska) intan di Namibia, pasir ilmenit-monazit-rutil di
Travencore dan Quilon India dan pasilmagnetit di North Island Selandia Baru.
Endapan placer pantai terbesar terdapat dipantai timur Australia dengan dimensi
panjang 900 Km dan tebal 30-40 Meter. Endapan tersebut merupakan daerah produksi
rutil dan zircon yang terpenting di dunia
Endapan placer laut lepas terbentuk di daerah Continental Shelf yang berjarak
beberapa kilometer dari garis pantai. Tipe placer laut lepas yang cukup penting
terdapat di Selat Karimata (sekitar pulau Bangka dan Pulau Belitung, Indonesia) yang
berasal dari placer sungai dan placer pantai yang terbenam oleh permukaan air laut.
Placer Aeolian
Pada bagian ini akan dibahas endapan mineral yang terbentuk pada saat atau setelah
terjadinya pengendapan dan diagenesa yang sangat erat hubungannya dengan
sedimentasi kimiawi.
Menurut Walther (1894) diagenesis adalah semua perubahan yang terjadi pada material
sedimenter selama proses sedimentasi berlangsung. Diagenesis tersebut meliputi :
a. Kompaksi (lithifaction); Kompaksi adalah proses penekanan material sedimenter karena
gaya berat diatasnya sehingga pori dan kandungan airnya berkurang
b. Sementasi (cementation); Sementasi adalah proses pengikatan material sedimenter lepas
oleh material sekunder seperti material kalsium karbonat, silika, oksida besi, gipsum,
mineral lempung dan lain-lain. Menurut Correns (1950) sementasi dipengaruhi oleh
perubahan pH perubahan pH air dalam akumulasi sedimenter tersebut.
c. Alterasi kimia dan rekristalisasi ; Partikel mineral yang kurang stabil cenderung berubah
menjadi mineral yang lebih stabil di permukaan bumi
Material-material hasil pelarutan terbawa oleh air sungai atau air bawah permukaan
hingga sebagian besar diantaranya mencapai lautan dan kemudian diendapkan. Besi
umumnya diendapkan sebagai (i) ferrous carbonate (siderite); (2) hydrous ferric oxide,
goethite (limonite); (3) ferric oxide (hematite); dan (4) minor basic ferric salt.
6.1.5. EVAPORASI
Air laut adalah sumber utama mineral yang terbentuk oleh proses evaporasi. Sekitar
3,45 persen air laut terdiri atas garam larut dimana 99,7 persen diantaranya terdiri atas
tujuh ion-ion berikut ini :
Na+ 30,61 Cl- 55.04 Ca2+ 1,16 K+ 1,10
2+ 2- -
Mg 3,69 SO4 7,68 HCO 3 0,41
Sekitar 45 elemen lain dalam konsentrasi air laut ditemukan sebagai mineral jejak
dalam evaporit. Misalnya endapan borate yang terbentuk sebagai endapan evaporit di
Death Valley, California. Salah satu contoh sekuen pengendapan evaporit dalam suatu
cekungan yang terisolasi adalah sebagai berikut :
4. Potash & Magnesium Salt
3. Rock Salt (Halite)
2. Gypsum & Anhydrite
1. Calcite & Dolomite
6.2. METAMORFISME
Metamorfisme adalah proses rekristalisasi dan rekombinasi mineral yang telah ada
sebelumnya karena pengaruh panas, tekanan, waktu dan berbagai larutan yang ada,
membentuk mineral baru tanpa melalui fasa cair. Proses ini juga dapat menghasilkan
deposit mineral yang berharga, terutama metamorfisme kontak dan regional yang
terutama dikontrol oleh pengaruh panas dari (misalnya) magma.
Efek emanasi magma pada batuan samping terdiri atas dua tipe, yaitu
1. efek panas tanpa aksesi dari magma yang menghasilkan metamorfisme kontak,
2. efek panas yang disertai aksesi dari dapur magma yang menghasilkan
metasomatisme kontak.
Dalam semua alterasi tersebut komposisi kimia batuan hampir tidak ada perubahan.
Alterasi semakin kuat pada daerah yang dekat dengan tubuh intrusi dan menghasilkan
suatu metamorphic aureula disekitar intrusi dalam berbagai bentuk dan ukuran
tergantung pada bentuk dan ukuran intrusi.
Semakin jauh dari zona kontak, temperatur semakin menurun. Penurunan tersebut
(secara gradual selama pendinginan magma yang lambat) menyebabkan terjadinya
zona mineralisasi disekitar tubuh intrusif. Disamping temperatur, zonasi tersebut juga
tergantung pada chemical gradient.
Batuan karbonat adalah batuan yang paling penting dalam pembentukan deposit
metamorfisme kontak yang membentuk endapan skarn. Pure limestone dan dolomite
mudah mengalami rekristalisasi dan kehadiran unsur-unsur pengotor seperti silika,
alumina, dan besi dalam impure carbonate rocks memungkinkan terbentuknya lebih
banyak kombinasi mineral. Batupasir juga mengalami rekristalisasi menjadi kuarsit.
Serpih (shale) dan slate teralterasi menjadi hornfels yang mengandung andalusite,
sillimanite, staurolite, dan garnet.
Dalam bagian ini, pembahasan klasifikasi tubuh bijih didasarkan pada bentuknya yang
discordant atau concordant terhadap perlapisan batuan disekelilingnya.
Tubuh bijih tabular melebar dalam dua dimensi, tetapi restricted development pada
dimensi ketiga. Termasuk dalam kelas ini adalah vein-vein (kadang disebut fissure-
veins) dan lode. Vein kadang berbentuk miring dan seperti pada patahan, bidang vein
dapat dibagi sebagai hanging wall dan foot wall (gambar 2).
Tubuh bijih tubular relatif pendek dalam dua dimensi, tapi memanjang pada dimensi
ketiga. Jika tubuh ini berbentuk vertikal atau hampir vertikal maka disebut pipa atau
chimneys, tapi jika berbentuk horisontal atau hampir horisontal maka disebut mantos.
Mineral pengisi yang paling umum adalah kuarsa dan pada beberapa mineralisasi
ditemukan bismuth, molibdenum, tungsten, dan timah. Pipa memiliki beberapa tipe
dan cara pembentukan (Mitcham, 1974), tetapi umumnya terbentuk oleh partial
dissolution batuan induk. Baik pipa maupun mantos kadang memiliki cabang-cabang
(branch) dan anostomes. Pada beberapa deposit tubular yang terbentuk oleh aliran
sub-horisontal fluida pembawa mineral (mineralizing fluid), kadar bijih mineralisasi yang
dihasilkan kadang bersifat diskontinu yang menghasilkan tubuh bijih berbentuk pod.
Deposit Disseminated
Pada deposit disseminated, mineral bijih tersebar dalam tubuh batuan induk seperti
bentuk penyebaran mineral asesori dalam batuan beku. Disseminated mineral
ekonomik bisa meliputi (i) keseluruhan atau sebagian besar batuan induk dan
sepanjang veinlet yang memotong batuan induk dalam bentuk network yang sangat
rapat (stockwork) atau bisa juga (ii) berupa disseminated mineral ekonomik dalam
veinlet (stockwork). Stockwork umumnya terbentuk pada batuan beku intrusi yang
bersifat asam hingga intermedit, tetapi ada juga yang memotong kontak ke batuan
samping, dan hanya sebagian kecil yang terbentuk di dalam batuan samping (country
rock).
Beberapa deposit bijih terbentuk oleh replasemen batuan yang telah ada pada
temperatur rendah hingga menengah (<400oC), misalnya deposit magnetit dalam
sedimen yang kaya akan karbonat (Morteani, 1989), tubuh bijih pyrophyllite dalam
alterasi piroklastik (Stuckey, 1967) dan deposit siderit dalam batugamping (Pohl et al.
1986).
Proses replasemen lainnya terjadi dalam temperatur tinggi, pada daerah kontak
dengan intrusi batuan beku berukuran menengah hingga besar. Deposit yang
terbentuk disebut metamorfik kontak atau pirometasomatik; atau saat ini lebih populer
dengan istilah skarn. Tubuh bijihnya dicirikan oleh pembentukan mineral calc-silicate
seperti diopside, wollastonite, andradite garnet dan aktinolit. Deposit ini berbentuk
extremely irregular; lidah (tongues) bijih dapat terbentuk disepanjang struktur planar
bedding, joint, faults, etc.- dan terdistribusi pada aureole kontak kadang apparently
capricious. Material-material yang paling penting dari deposit skarn adalah besi,
tembaga, tungsten, grafit, zinc, lead, molibdenit, timah, uranium, garnet, talk dan
wollastonit.
Tubuh bijih concordant (terhadap bidang perlapisan) dalam batuan sedimen sangat
penting sebagai penghasil beberapa logam yang berbeda, terutama logam dasar dan
besi. Depositnya merupakan bagian integral dari sekuen stratigrafi, seperti pada
deposit Phanerozoic ironstones yang merupakan deposit bijih syngenetic yang
terbentuk oleh proses sedimenter, atau sebagai epigenetic infillings pada pori-pori atau
sebagai tubuh bijih replasemen. Biasanya tubuh bijihnya paralel dengan bidang
perlapisan (stratiform).
Ada dua tipe deposit yang paling sering ditemukan dalam batuan beku, yaitu vesicular
filling deposit dan volcanic-associated massive sulphide deposit. Tipe deposit yang
pertama tidak terlalu penting tetapi tipe kedua memiliki penyebaran yang sangat luas
dan merupakan penghasil logam dasar yang penting serta terkadang pula menjadi
penghasil emas dan perak.
Tipe pertama terbentuk dalam lubang vesikular yang permeabel pada bagian atas
aliran lava basal dimana permeabilitasnya kemungkinan disebabkan oleh
autobreksiasi. Contoh mineralisasi yang biasa dijumpai dalam bentuk tembaga murni
dan salah satu depositnya ditemukan pada basal berumur Prakmbrium Akhir di
Keweenaw Peninsula di sebelah utara Michigan.
Deposit sulfida masif yang berasosiasi dengan batuan vulkanik (volcanic-associated
massive sulphide deposit) kadang bisa mengandung lebih dari 90% sulfida besi
Batuan induk yang paling penting adalah riolit dimana bijih pembawa lead umumnya
hanya berasosiasi dengan batuan ini. Kelas tembaga hampir selalu berasosiasi
dengan batuan vulkanik mafik.
Beberapa intrusi batuan beku plutonik posses rhythmic layering dan hal ini terbentuk
dengan baik pada intrusi basik. Biasanya layer-layer tersebut merupakan perulangan
antara mineral basik dengan mineral felsik, tetapi kadang mineral-mineral yang
memiliki nilai ekonomik, seperti kromit, magnetit dan ilmenit, bisa membentuk discrete
mineable seams such layered complexes. Seam ini secara alami stratiform dan
ukurannya bisa mencapai beberapa kilometer, seperti seam kromit di Bushveld
Complex Afrika Selatan. Bentuk lain deposit ortomagmatik adalah tubuh bijih sulfida
nikel-tembaga yang terbentuk oleh sinking immiscible sulphide liquid ke dasar dapur
magma yang mengandung magma basik dan ultrabasik.
Deposit ini terbentuk oleh pergerakan kembali material non-bijih dari protore. Sebagai
contoh, pencucian silika dan alkali dari nefelin-senit may leave behind a surface
capping of hydrous aluminium oxides (bauksit). Beberapa bauksit residual terbentuk
pada permukaan saat ini, lainnya terkubur di bawah sedimen muda yang membentuk
basal beds. Pelapukan batuan feldspatik (granit, arkose, dll.) dapat menghasilkan
deposit kaolin yangmana, di granit Cornish Inggris, membentuk funnel atau trough-
shaped bodies yang mencapai kedalaman sekitar 230 meter dari permukaan.
Proses pengayaan supergen sedikit banyak telah mempengaruhi hampir semua tubuh
bijih. Setelah deposit terbentuk, uplift dan erosi menyebabkan deposit tersebut
mencapai sirkulasi airtanah, yang mencuci dan melepaskan beberapa jenis logam dari
tubuh bijih. Logam-logam tersebut kemudia mengalami redeposit ditempat lain dan
banyak diantaranya menghasilkan deposit yang memiliki nilai ekonomis yang penting.
Faktor kritis untuk situasi ini adalah pada saat kristalisasi dan ada tidaknya kristalisasi
silikat secara simultan. Mineral bijih oksida, seperti kromit, kadang mengkristal lebih
cepat sehingga bentuk kristalnya euhedral. Kromit terendapkan dengan interstitial
liquid silikat may suffer corrosion dan partial resorption untuk menghasilkan tekstur
atoll dan butiran rounded, dimana mineral ini membentuk monomineral bands.
Pada saat mineral oksida dan silikat mengkristal secara simultan, tekstur butir anhedral
subhedral seperti pada batuan granit terbentuk (?), owing to mutual interference
selama pertumbuhan butiran semua mineral. Tekstur micrographic yang meliputi
mineral bijih oksida bisa juga terbentuk pada tahap ini.
Sulfida, karena melting point-nya rendah, mengkristal setelah silikat dan, jika sulfida
tidak dapat memisahkan diri dari silikat, akan hadir sebagai agregat butiran rounded
representing globules of immiscible sulphide liquid, atau sebagai butiran anhedral atau
aggregat butiran yang mengkristal interstitially terhadap silikat dan bentuknya
(governed) berada di sekeliling butiran silikat.
Edward (1952) mendefinisikan replasemen sebagai dissolving suatu mineral dan pada
saat bersamaan diendapkan mineral lain pada tempat tersebut, tanpa intervening
development rongga dan tanpa adanya perubahan volume. Replasemen adalah
proses yang yang penting dalam pembentukan beberapa deposit bijih, termasuk
diantaranya kelas skarn. Proses ini tidak hanya meliputi mineral-mineral pada batuan
samping, tapi juga mineral-mineral bijih dan ganggue. Pada hampir semua bijih
memperlihatkan terjadinya proses replasemen.
Proses replasemen sekunder (supergen) diawali pengayaan sulfida oleh perkolasi air
meteorik ke bawah, kadang sangat dramatik dan fraught dengan economic importance.
They can be every bit sama pentingnya dengan replasemen primer (hipogen) brought
about by solution emanating dari crustal atau bawah permukaan.
Material yang paling penting dalam fluida adalah air dan karbondioksida. Inklusi
primer dapat dibagi lagi ke dalam empat grup (Nash, 1976) sebagai berikut :
Tipe I. Inklusi dengan salinitas sedang, secara umum terdiri atas dua fase,
terutama terdiri atas air dan gelembung water vapour, meliputi 10-40%
inklusi. Kehadiran gelembung mengindikasikan bahwa fluida terjebak
pada elevated temperature. Sodium, potassium, kalsium dan klorin
terbentuk dalam larutan dengan salinitas berkisar antara 0 23 wt%
NaCl.
o Inklusi Sekunder; inklusi ini terbentuk dari beberapa proses setelah kristalisasi
mineral induk (host mineral). Salah satu cara pembentukan inklusi adalah selama
healing retakan dan hal ini mengawali pembentukan planar arrays beberapa inklusi
kecil. Inklusi sekunder sering ditemukan pada deposit tembaga porfiri karena
hampir semua deposit ini berulang kali mengalami breksiasi. Inklusi
pseudosecondary adalah inklusi yang terbentuk pada peralihan antara inklusi
primer dengan inklusi sekunder.
Contoh analisis inklusi fluida disampaikan oleh Kelly & Turneaure (1970) yang
menyajikan studi detail tentang mineralogi, paragenetic sequence (urutan
pembentukan mineral) dan geotermometri vein timah dan tungsten di Bolivia. Mereka
menyatakan bahwa bijih yang ditemukan adalah deposit plutonik hingga subvulkanik,
terbentuk pada kedalaman 350-4000 m dan pada temperatur sekitar 350-70oC.
Larutan bijih pada tahap awal vein merupakan highly saline brines (di atas 46 wt%
NaCl tetapi CO2-nya rendah) dan kehadiran inklusi tipe I dan II dalam kuarsa dan
kasiterit mengindikasikan bahwa terjadi pendidihan. Inklusi fluida pada mineral yang
terbentuk belakangan tidak memperlihatkan tanda-tanda pendidihan dan fluida yang
terperangkap memiliki salinitas yang rendah, 2-10% baik untuk fluorit maupun siderit.
Alterasi batuan samping umumnya terbentuk di sekitar vein dan tubuh bijih hidrotermal
lainnya yang antara lain ditunjukkan oleh perubahan warna, tekstur, perubahan
mineralogi atau kimia, atau kombinasi dari semuanya. Semakin tinggi temperatur
pengendapan mineral bijih, semakin intens alterasi, meskipun tidak selamanya berarti
pengaruh alterasi lebih luas karena daerah pengaruh alterasi sangat tergantung
kepada banyak hal misalnya ukuran tubuh bijih.
L D aw so nit e L
(NaAlCO3(OH)2)
V V
III IV
V Halite V
L LCO2
Sylvite Anhydrite L
hematite
Gambar 6.1. Sketsa empat tipe inklusi fluid yang paling penting (after Nash, 1976).
L = liquid aquaeous, V = vapour, LCO2 = liquid CO2
Ada dua divisi utama alterasi batuan samping, yaitu hipogen dan supergen. Alterasi
hipogen disebabkan oleh naiknya larutan hidrotermal, dan alterasi supergen oleh
naiknya air meteorik yang bereaksi dengan mineral yang sudah ada srebelumnya.
Pada bagian ini kita lebih terfokus pada alterasi hipogen karena (a) kontribusinya
terhadap pengetahuan kita tentang bagaimana kondisi dan evolusi larutan pembawa
bijih, (b) kadang memiliki nilai ekonomi untuk kegiatan eksplorasi, dan (c)
menghasilkan mineral seperti phyllosilicates yang dapat digunakan untuk melakukan
pengukuran radiometrik pada alterasi batuan samping dan pada asosiasi mineralisasi.
Alterasi batuan samping sangat tergantung pada sifat batuan induk dan sifat larutan
pembawa bijih-nya. Sifat batuan induk yang penting diantaranya adalah komposisi
kimia, ukuran butir, sifat fisik (terkekarkan atau tidak) dan permeabilitas. Sedang untuk
sifat larutan pembawa bijih (hidrotermal) adalah sifat kimia, pH, Eh, tekanan dan
temperatur. Beberapa proses yang terjadi selama alterasi hidrotermal diilustrasikan
pada gambar 4.
Kurva 2 merepresentasekan tahap lain removal alkalis dari batuan oleh hidrolisis :
2Kal3Si3O10(OH)2 + 2H+ + 3H2O 3Al2Si2O5(OH)4 + 2K+
muskovit kaolinite
300 Intermediate
argillic 2 Propylitic
alteration alteration
K-mica
200 stable
1 2 3 4 5
log mKCl/mHCl
Selama alterasi batuan samping hampir semua mineral pembentuk batuan are
susceptible to attack oleh larutan asam, karbonat, zeolit, feldspatoid dan Ca-plagioklas
kurang resisten; piroksin, ampibol dan biotit memiliki resistensi sedang, dan sodic
plagioclase, potash feldspar dan muskovit memiliki resistensi tinggi. Kuarsa kadang
entirely tidak terpengaruh dalam proses alterasi.
Sericitization; Dalam lapangan bijih dunia, sericitization adalah tipe alterasi yang
paling banyak dijumpai pada batuan yang kaya akan aluminium seperti slates,
granits, dll. Mineral yang dominan adalah sericite dan quartz, sedangkan pyrite
kadang menyertai mereka. Jika potassium dilepas ke batuan samping sehingga
batuan seperti diorit kekurangan elemen ini, maka serisitisasi dapat terjadi. Selama
Na, K C Na, K C
F pyrite F pyrite
Na, K
(chl.)
F pyrite
A A montmorillonite
sericite zeolite
(sericite)
epidote
Na, K C calcite
Na, K C anhydrite albite (chl.)
(chl.) calcite K-feldspar ankerite
biotite
F pyrite, pyrrhotite
F-pyrite, siderite, magnetite, hematite
magnetit, hematite siderite
Gambar 6.3. Kumpulan alterasi batuan samping yang sering dijumpai dalam
batuan aluminosilicate di plot pada diagram ACF dan AKF. (After Meyer
& Hemley, 1967)
A adalah Al2O3 dan komponen lain yang sifat kimianya sama
C adalah CaO ditambah komponen-komponen yang sama
K adalah K2O + Na2O
F adalah FeO + MgO + MnO
kaol. : kaolinite, dick. : dickite, pyroph. : pyrophyllite, tourm. : tourmalin, chl. : chlorite
Intermediate argillic alteration; Mineral utama dalam alterasi ini adalah mineral
kaolin- dan montmorillonit-grup sebagai alterasi plagioklas. Mineral-mineral ini bisa
bersama-sama dengan amorphous clays (clay yang kelihatan amorphous di bawah
X-rays dan biasanya disebut allophane). Intermediate argillic zone sebenarnya bisa
dibagi dalam dua sub-zone dimana pada bagian luar alterasi didominasi oleh
mineral montmorillonit dan pada bagian dalam yang berbatasan dengan zona
Propylitic alteration; Zona alterasi ini dicirikan oleh chlorite, epidote, albite dan
carbonate (calcite, dolomite atau ankerite). Minor sericite, pyrite, dan magnetite
kemungkinan juga bisa ditemukan dan meski jarang, zeolites dan montmorillonite
kadang-kadang ditemukan pula. Istilah alterasi propylitic pertama kali
diperkenalkan oleh Becker pada tahun 1882untuk alterasi diorit dan andesit di
sekitar Comstock Lode, Nevada. Zona alterasi propylitic kadang-kadang sangat
luas sehingga banyak digunakan sebagai penunjuk dalam eksplorasi. Zona alterasi
ini bisa dibagi lagi dalam beberapa sub-zona berdasarkan kelimpahan mineral
alterasinya, antara lain :
Chloritization; Chlorite bisa hadir sendiri atau dengan kuarsa atau tourmalin
dalam kombinasi yang sangat simpel. Mineral propylitic yang lain bisa juga
ditemukan dan anhydrite juga bisa dijadikan penciri. Klorit hidrotermal
memperlihatkan perubahan perbandingan Fe : Mg seiring dengan
bertambahnya jarak dari tubuh bijih, dimana Fe lebih banyak pada daerah yang
dekat dengn sulfida. Perubahan perbandingan ini bisa direkam dengan
pengukuran simple refractive index, yang juga bisa menjadi petunjuk dalam
eksplorasi.
Pembentukan klorit sekunder bisa dihasilkan dari alterasi mineral mafik yang telah ada
sebelumnya pada batuan samping atau dari penghantara Mg dan Fe dari
sumber lain.
Carbonatization; Dolomitisasi adalah alterasi yang sering ditemukan pada
pengendapan bijih dengan temperatur rendah hingga menengah pada
batugamping, dan dolomit adalah karbonat yang paling banyak terbentuk oleh
aktifitas hidrotermal. Sama seperti pada chloritization, variasi perbandingan
Fe : Mg with poximity to ore.
Potassic Alteration; Potasf feldspar sekunder dan/atau biotit adalah mineral yang
paling penting pada alterasi ini. Mineral lempung tidak ada tapi chlorite, magnetit
dan hematite bisa ditemukan dalam jumlah kecil. Anhydrit cukup penting
khususnya dalam deposit tembaga porfiri, seperti di El Salvador, Chile, dimana
anhydrite bisa lebih 15% dari batuan alterasi.
Tabel 6.1. Hubungan antara tipe batuan dengan tipe alterasi yang terbentuk.
Lateral secretion
Lensa dan vein quartz dalam batuan metamorf dihasilkan oleh pengisian zone dilatasi
dan rongga (open fracture) oleh silika yang bermigrasi keluar dari batuan yang
melingkupinya. Pada saat migrasi, silika disertai oleh unsur-unsur batuan samping
yang lain termasuk komponen logam dan sulfur. Derivation mineral-mineral dari
immediate neighbourbood vein disebut lateral secretion. Dalam gambar (a) berikut,
terdapat vein yang terbentuk saat larutan hidrotermal (yang jenuh dengan silika)
bergerak ke atas. Sebagian larutan tersebut mengalami difusi ke batuan samping dan
membentuk silisifikasi. Kurva menunjukkan berkurangnya level silika dari sumbernya
(misalnya vein). Gambar (b) memperlihatkan situasi yang terbalik dimana kurva silika
bertambah naik dari vein ke batuan samping. Dalam hal ini silika diabstraksi dari
batuan samping dan kemudian terakumulasi dalam vein.
(a) (b)
100 100
Kandungan silika %
Kandungan silika %
Vein Quartz
Vein Quartz
C
C
Batuan samping
0 0
Gambar 9.1 Perbandingan hipotetis profil silika.(a) silika ditambahkan ke batuan samping
dan (b) silika diabstraksi dari batuan samping dan diendapkan sebagai
kuarsa dalam vein. C menunjukkan level normal silika dalam batuan samping.
Deposit ekonomik di Yellowknife Field adalah deposit yang terbentuk di dalam lensa
quartz-carbonate dalam extensive chloritic shear zones yang memotong amphibolites
(metabasites). Deposit tersebut memperlihatkan konsentrasi, silika, karbondioksida,
sulfur, air, emas, perak dan elemen logam lainnya. Mineral utama adalah quartz,
karbonat, sericite, pyrite, arsenopyrite, stibnite, chalcopyrite, sphalerite, pyrrhotite,
berbagai sulfosalt, galena, scheelite, emas dan aurostibnite. Batuan induk terbentuk
adalah batuan metamorfisme regional dari fasies amphibolite hingga greenschist.
Alterasi carbonate-sericite-shist dan chlorite-carbonate-schist yang berbentuk halo
terbentuk dalam batuan induk bersamaan dengan pembentukan deposit.
Apakah metabasites dapat menjadi sumber (source) sulfur dan elemen logam yang
terbentuk di dalam deposit ?
Tabel 9.1. Kandungan elemen chalcopile dalam shear zones dan deposit, Yellowknife
gold deposit, Canada
Elemen Kandungan total dalam shear system Kandungan total dalam deposit
sebelum shearing and alterasi
(juta ton) (juta ton)
S 62 0.14
As 0.5 0.181
Sb 0.04 0.009
Cu 2.0 0.004
Zn 2.0 0.017
6 4
Au 12.2 x 10 oz 3.9 x 10
6 4
Ag 1219 x 10 oz 0.834 x 10 oz
Proses metamorfik
Pada bagian ini kita akan membahas perubahan metamorfisme yang meliputi
rekristalisasi dan redistribusi material oleh difusi ionik dalam fasa padat. Pada kondisi
ini unsur bijih yang bersifat mobil bisa terangkut ke tempat lain dengan tekanan
rendah, seperti shear zone, retakan (fracture) atau puncak lipatan. Mela;ui cara ini vein
quartz-chalcopyrite-pyrite dapat terbentuk dalam amphibolites dan schist dan beberapa
vein emas terbentuk dalam jalur greenstone (saager et al., 1982).
Proses eksternal meliputi sedimentasi mekanik dan kimiawi, proses residual dan
pengayaan supergen (supergene enrichment), dan proses exhalative. Pada bagian ini,
pembahasan akan difokuskan pada proses exhalative yang meliputi semua aktifitas
larutan hidrotermal yang muncul di permukaan termasuk didalamnya bijih sulfida masif.
Deposit exhalative memiliki kaitan yang sangat erat dengan batuan vulkanik dan
sebagian lagi pada batuan induk sedimen yang dikenal dengan istilah deposit sedex
(sedimentary-exhalative). Depositnya comformable dan banded; dan pada tipe yang
berasosiasi dengan vulkanik unsur utamanya adalah pyrite dengan berbagai variasi
tembaga, lead, zinc dan baryte; logam mulia dan mineral lainnya juga bisa hadir dalam
deposit ini. Selama beberapa dekade, deposit exhalatif dimasukkan dalam kelompok
tubuh bijih replasemen hidrotermal epigenetik (Bateman, 1950). Baru pada tahun
1950-an, deposit ini ditemukan bersifat singenetik, submarine exhalative, tubuh bijih
sedimenter, dan deposit tipe ini ditemukan pada proses pembentukan dari
hydrothermal vents (black smokers) pada tempat yang sangat luas disepanjang pusat
pemekaran lantai samudera (Rona, 1988).
Tubuh bijih exhalative yang berafiliasi dengan vulkanik memperlihatkan beberapa tipe :
Tipe Cyprus; berasosiasi dengan vulkanik yang bersifat basik, biasanya dalam
bentuk ophiolites dan kemungkinan terbentuk di samudera atau pada busur
belakang pematang. Tipe ini terutama berupa tubuh cupriferous pyrite.
Tipe Kuroko; berasosiasi dengan vulkanik yang bersifat felsik, terbentuk pada
tahap akhir evolusi busur kepulauan (island arc), dengan kandungan logam yang
lebih bervariasi seperti tembaga-zinc-lead dan terkadang emas dan perak. Baryte
dalam jumlah besar, quartz dan gypsum juga bisa dijumpai pada deposit tipe ini.
Deposit sulfida masif yang berasosiasi dengan vulkanik umumnya berbentuk gundukan
atau berbentuk mangkok. Tipe yang terakhir kemungkinan terbentuk jika larutan
hidrotermal lebih saline (padat) dibanding air laut disekitarnya muncul pada suatu
depresi mawah laut (gambar ). Beberapa deposit tipe Cyprus terbentuk dengan cara
seperti ini dan data inklusi fluida mendukung hipotesa tersebut (Rona, 1988).
Seperti telah diuraikan di depan, perbedaan tipe air dicirikan oleh perbandingan isotop
hidrogen (D/H) dan oksigen (18O/16O) (Shepard, 1977). Dengan menggunakan
perbandingan tersebut, dapat dilihat variasi air yang terlibat dalam proses mineralisasi
secara umum. Variasi perbandingan isotop hidrogen dan oksigen yang disimbolkan
dengan (o/oo), dimana :
Standar untuk hidrogen dan oksigen adalah standar mean ocean water (SMOW).
Secara alamiah, D/H sekitar 1/7000 dan 18O/16O sekitar 1/500. Nilai ini diukur langsung
dari substansi asli seperti air thermal, air formasi dalam sedimen dan inklusi fluida,
atau dideterminasi secara tidak langsung dengan menggunakan air yang diserap oleh
mineral.
Gambar 7.2 Sketsa yang memperlihatkan pembentukan deposit sulfida masif pada lantai
samudera (After Rona, 1988).
(a) larutan hidrotermal dengan densitas yang lebih besar dari pada air laut disekitarnya, berkumpul dalam suatu
cekungan membentuk deposit berbentuk mangkuk.
(b) larutan dengan densitasnya lebih rendah dari air laut membentuk gundukan sulfida (sulphide mound) dan ada
yang naik mengapung membentuk hydrothermal plume. Dari sini, partikel oksida, sulfida dan silika kemudian
turun ke batuan disekitarnya membentuk deposit batuan ferromanganese oxide (chert) dengan atau
tanpa pyrite dan akumulasi hydrothermal sedimentary yang disebut exhalites.
- Edwards, R., & Atkinson, K., 1986, Ore Deposits Geology and Its Influence on
Mineral Exploration, Chapman & Hall, New York.
- Guilbert, J.M., & Park, JR., C.F., 1975, the Geology of Ore Deposits, W.H.
Freeman & Co. New York.
- Jensen, M.L., & Bateman, A.M., 1981, Economic Mineral Deposits, John Wiley &
Sons, New York.
- Rinawan, R., 2000, Pengantar Identifikasi Mineral (tidak dipublikasikan), Bandung