You are on page 1of 21

Laporan Praktikum

Teknik Penyimpanan dan Penggudangan

PENYIMPANAN BEBUAHAN UTUH

Oleh:
Eko Nopianto F34070102

2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sifat produk pertanian adalah mudah rusak perishable. Buah-buahan
merupakan salah satu jenis komoditi pertanian yang mudah rusak tersebut. Mudah
rusaknya buah-buahan disebabkan buah memiliki kandungan air yang cukup
tinggi yang merupakan syarat untuk berbagai mikroorganisme untuk tumbuh.
Tumbuhnya mikroorganisme ini dapat menyebabkan kerusakan enzimatis, yaitu
kerusakan yang disebabkan mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim-enzim
hasil metabolisme yang dapat merusak buah. Ciri-ciri terjadinya kerusakan
enzimatis adalah rasa buah menjadi terlalu asam. Selain itu warna buah biasanya
berubah.
Selain kadar air, suhu juga berperan dalam ketahanan umur simpan buah-
buahan. Pada suhu ruangan, biasanya mikroorganisme akan lebih cepat
berkembang sehingga buah-buahan menjadi cepat busuk. Sedangkan pada suhu
yang lebih rendah, metabolisme mikroorganisme akan melemah sehingga buah
pun menjadi lebih awet. Karena itu mutlak diperlukan suatu metode penyimpanan
dan pengemasan yang baik untuk memperpanjang rentang waktu proses
kebusukan buah tersebut agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

B. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan mutu bebuahan
selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh kemasan terhadap perubahan
mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh suhu terhadap
perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh
penanganan pra penyimpanan terhadap perubahan mutu bebuahan selama
penyimpanan, dan menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk komoditi
bebuahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Buah merupakan produk hortikultura. Produk ini memiliki sifat-sifat yang


khas yaitu mudah rusak. Sifat tersebut dipengaruhi oleh karakteristik kimianya
yaitu memiliki kandungan air yang tinggi, serta sifat fisik seperti laju respirasi dan
karakteristik biologinya yaitu bentuk sel penyusun (Syarief, 1988).
Perubahan pada buah pada saat pemasakan ditandai dengan lunaknya bahan
dan jaringan. Hal ini disebabkan oleh perubahan pada dinding sel dan substansi
pektin yang lain. Hal yang paling menonjol dan tampak pada pemasakan adalah
warna buah. Warna buah dipengaruhi oleh pigmen tertentu, misalnya pigmen
karotenoid dan flavonoid. Pigmen ini terjadi setelah adanya penambahan atau
degradasi dari klorofil, yang kemudian menyebabkan warna buah berubah dari
kehijauan menjadi kekuningan. Perubahan warna ini terjadi setelah mancapai
tahap klimakterik, yang diikuti dengan perubahan tekstur (Apandi, 1984).
Pada saat pertumbuhan, pematangan buah akan diikuti dengan peningkatan
kadar gula sederhana, sehingga buah akan terasa manis. Hal ini disebabkan
terjadinya penurunan kadar senyawa-senyawa fenolik yang menyebabkan
berkurangnya rasa sepat dan penurunan asam organik serta kenaikan zat-zat yang
memberi rasa dan aroma khas pada buah (Winarno, 1995).
Perubahan rasa dan aroma disebabkan oleh bertambahnya kandungan gula
sederhana dalam buah yang menambah rasa manis yang disebabkan oleh
perubahan zat pati dalam buah. Berkurangnya zat fenolik dan bertambahnya zat
volatif menyebabkan rasa dan bau yang harum pada buah (Apandi, 1984).
Kadar asam organik pada buah akan bertambah banyak dan mengalami
keadaan maksimum pada saat pertumbuhan. Pertumbuhan kadar asam organik
terjadi saat buah matang dan selanjutnya pH buah akan bertambah dari 2 menjadi
5,5. Asam sitrat yamg dikandung akan berkurang sebanyak 10 kali pada saat
pematangan, sedangkan asam malat akan berkurang 75 kali (Apandi, 1984).
Penyimpanan buah-buahan segar memperpanjang daya gunanya dan dalam
keadaan tertentu memperbaiki mutunya, selain itu juga menghindari
membanjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk memilih
buah-buahan sepanjang tahan, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan
keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk yang segar (Pantastico,
1986).
Beberapa jenis buah-buahan menghasilkan metabolit sekunder berupa gas
etilen. Gas etilen merupakan salah satu hormon pertumbuhan bagi buah-buahan.
Keberadaan gas etilen dapat mempercepat laju pernafasan dan sebagai akibatnya
akan mempercepat terjadinya pelayuan dan pembusukan buah dan sayur (Winarno
dan Aman, 1979).
Setelah pemetikan dari pohonnya, buah masih melangsungkan aktifitas
metabolisme, seperti respirasi dan transportasi. Pada proses respirasi, oksigen dari
udara diserap oleh buah dan digunakan untuk proses pembakaran yang
menghasilkan karbondioksida, air dan energi. Laju respirasi merupakan suatu
indikator kegiatan metabolisme dalam jaringan dan merupakan petunjuk yang
sangat berguna dalam memperkirakan daya simpan komoditi tersebut. Respirasi
yang tinggi biasanya disertai dengan ketahanan simpan yang pendek (Apandi,
1984).
Proses yang paling mencolok selama proses pematangan adalah hidrolisa pati
dan meningkatnya kandungan gula. Kandungan gula dalam daging buah berubah
dari 1 sampai 2 persen ketika masih hijau menjadi 15 sampai 20 persen pada saat
matang. Bersamaan dengan itu kadar gula terlarut meningkat dari 1 menjadi 20
persen (Labuza, 1982).
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak ragam
kegunaan yang dapat melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang disimpan
disamping produk yang disimpan menjadi lebih menarik (Pantastico, 1989).
Salah satu polimer yang paling banyak digunakan untuk menyimpan buah dan
sayur adalah polietilen, karena harganya murah, kuat, transparan, serat dapat
direkatkan dengan panas sehingga kantong dapat digunakan secara maksimal.
Selain itu bahan ini bersifat tidak dapat melalukan air tetapi dapat melalukan gas
(Kirk dan Othmer, 1953).
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Air
berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa metabolisme, sebagai media
reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagainya (Winarno,
1997).
Mekanisme pengeringan identik dengan teori tekanan uap. Air yang diuapkan
terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat pada permukaan bahan dan
yang pertama kali mengalami penguapan. Laju penguapan air bebas sebanding
dengan perbedaan tekanan uap pada permukaan air terhadap udara pengering. Bila
air permukaan habis maka akan terjadi migrasi air dan uap dari bagian dalam ke
permukaan secara difusi. (Sudarmadji, 1975).
Vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh
untuk proses metabolisme dan pertunbuhan yang normal. Vitamin-vitamin tidak
dapat dibuat oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus
diperoleh bahan pangan yang dikonsumsi. Dari semua vitamin yang ada, vitamin
C merupakan vitamin yang mudah rusak. Disamping sangat larut dalam air,
vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar,
alkali, enzim, oksidator serta katalis tembaga dan besi (Winarno, 1997).
Kling film merupakan film plastik yang digunakan untuk men-seal makanan
untuk menjaga agar dalam keadaan segar, mengemas produk dengan permukaan
yang halus. Kling Film memiliki sifat adhesive sehingga tidak menempel satu
sama lain. Jenis plastik ini memiliki ketebalan 0.01 mm (Wikipedia, 2007)
III. METODOLOGI

A. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah pisang, plastik PE, kling
film, indikator kanji. Alat-alat yang digunakan adalah blender, mortar, neraca
analitik, pisau, labu ukur, gelas ukur, cawan porselen, erlenmeyer, burette,
aluminium foil, sealer, penetrometer, pH meter, refraktometer, colorimeter.

B. Metodologi
Bebuahan utuh
dengan ukuran Pencucian
yang sama dengan air
mengalir

Pencucian
Penanganan pra menggunakan
penyimpanan larutan detergen
Kling film

Tanpa
Plastik LDPE yang pencucian
diberi lubang
berjarak 5 cm Pengemasan

Perforated
HDPE

Penyimpanan

Pengamatan
perubahan mutu setiap
2 hari sekali selama 2
minggu atau sampai
bebuahan rusak
Parameter yang diamati:

1. Susut bobot (penimbangan)


2. Perubahan warna (colortec colormeter)
3. Kekerasan (pnetrometer)
4. Kadar gula (refraktometer)
5. pH juice (pH meter)
6. Sensori (kondisi permukaan, bercak, bau/aroma)
7. Kadar Vitamin C (titrasi)
8. Pertumbuhan mikroorganisme (adanya micellia, timbul lendir, adanya
letion)
9. Tanda-tanda fisiologi

1. kadar vitamin C

Daging buah dan sayur ditimbang 10 gram, ditambah


air destilata 100 ml dan dihancurkan didalam mortar.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan


diencerkan sampai tanda tera dengan air destilata.

Saring cairan dengan kapas, diambil 25 ml


filtrat kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.

Tambahkan 1 ml larutan kanji 10% dan


kemudian titrasi dengan larutan yod 0,01
N sampai berubah warna.

ml yod 0,01 N x 0,88 x P x 100


gram bobot contoh
Keterangan:
Setiap ml yod 0,01 N sebanding dengan 0,88 mg asam askorbat.
A : mg asam askorbat per 100 gram bahan
P : jumlah pengenceran

2. Kadar gula

Teteskan sedikit cairan buah


dan buah pada refraktometer.

Nilai yang terlihat


dinyatakan dalam
persen.

3. Uji Kekerasan

Dengan menggunakan penetrometer,


buah ditusuk sebanyak 10 kali di 10
tempat, waktu diukur dengan
stopwatch.

Angka yang diperoleh


kemudian diambil rata-ratanya
(satuan: mm/10 det dan beban dalam
gram).

4. Penurunan Berat

Ditimbang berat bahan awal

Ditimbang berat akhir setelah disimpan, serta selisih awal-


akhir
5. Uji Warna

Disiapkan alat colorimeter dan bahan


yang akan dilihat intensitas warnanya.

Arahkan sumber cahaya colorimeter


pada permukaan buah, kemudian
tombol colorimeter ditekan.

Catat nilai yang tertera.

Kriteria:
L : Tingkat kecerahan ( makin tinggi nilainya, makin cerah
warnanya)
A : (+) cenderung warna merah
A : (-) cenderung warna hijau
B : (+) cenderung warna kuning
B : (-) kecenderungan warna biru

Perhitungannya:
Pembahasan
Pada umumnya bahan makanan seperti bebuahan bersifat mudah rusak.
Bebuahan setelah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan fisiologis
disertai dengan perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan buah akibat
respirasi yang terus berlanjut setelah pemetikan saat panen. Pematangan terus
berlangsung hingga bahan pertanian ini menjadi layu dan tidak dapat dimakan.
Penyebab lain kerusakan bebuahan adalah mikroorganisme semacam bakteri,
jamur dan cendawan. Mikroorganisme ini dapat menyerang bebuahan serta
mengakibatkan pembusukan. Proses ini dapat terjadi pada setiap jenis bebuahan.
Mengendalikan pembusukan dapat dilakukan dengan penanganan buah yang
membuat mikroorganisme tersebut tidak nyaman untuk tinggal dan berkembang
biak, salah satunya dengan menurunkan suhu penyimpanan.
Pada praktikum kali ini pencucian bebuahan bertujuan untuk membersihkan
bebuahan dari debu, pasir, tanah, dan mikroorganisme yang dapat mengganggu
proses penyimpanan bebuahan nantinya. Dengan adanya fenomena ini, maka
akan dibandingkan buah yang tidak dikemas dengan buah yang dikemas dengan
plastik, yang terdiri dari kling film, plastik LDPE yang diberi lubang berjarak 5
cm dan plastik perforated HDPE lalu disimpan pada suhu kamar dan disimpan
pada suhu dingin.
Penyimpanan dingin pada lemari es atau refrigerator dapat mengurangi
kerusakan bebuahan dan memperlambat proses pelayuan. Suhu dingin juga
membatasi tumbuhnya bakteri yang merugikan. Upaya lain dengan pendinginan
bebuahan berarti mematisurikan bebuahan dalam keadaan hidup yang tertunda.
Pernafasan dan proses pelayuan terhenti dan suhu dingin akan menghentikan
pertumbuhan bakteri.
Dalam segi pengemasan, jenis bahan kemasan dan bagaimana pengemasan itu
diproses dan dibuat serta bagaimana penanganan setelah pengemasan sangat
menentukan bagaimana keadaan dari mutu bahan pertanian seperti bebuahan.
Jenis pengemasan yang dipakai berbeda beda yaitu pada percobaan ini digunakan
sistem seal dan seal berlubang (perforated), pengemasan dengan kling film, dan
tanpa pengemasan.
Dalam pengamatannya akan dibandingkan keempat jenis cara pengemasan
tersebut dan juga akan diamati perbedaan penyimpanan pada suhu kamar dan
suhu dingin. Pada data hasil, diketahui bahwa pada buah terdapat pengurangan
berat yang cukup significant setiap hari. Semakin lama waktu penyimpanan, maka
makin besar pula bobot yang hilang dari buah-buah tersebut. Besarnya bobot yang
hilang berbeda pada tiap buah yang diuji dan kemasan yang berbeda.Hal ini
terjadi pada sebagian besar bebuahan yang diamati, walaupun selisih penurunan
tersebut spesifik terhadap jenis pengemasan dari bebuahan tersebut. Jika kita lihat
lagi bahwa buah tanpa pengemasan dan disimpan pada suhu kamar kehilangan
lebih banyak bobot jika dibandingkan dengan kemasan lainnya. Hal ini dapat
diperkirakan, karena kontak langsung dengan udara bebas sehingga
mengakibatkan air yang terdapat pada buah dapat lebih cepat menguap, serta
kemungkinan kerusakan lebih besar karena tidak terlindung oleh barrier dari
kemasan.
Buah tanpa pengemasan yang disimpan pada suhu kamar juga mengalami
perubahan pada warnanya, warna buah yang mulanya hijau berubah menjadi
kuning yang disebabkan karena proses pematangan. Warna buah dipengaruhi oleh
pigmen tertentu, misalnya pigmen karotenoid dan flavonoid. Pigmen ini terjadi
setelah adanya penambahan atau degradasi dari klorofil, yang kemudian
menyebabkan warna buah berubah dari kehijauan menjadi kekuningan. Perubahan
warna ini terjadi setelah mancapai tahap klimakterik, yang diikuti dengan
perubahan tekstur. Hal ini disebabkan oleh perubahan pada dinding sel dan
substansi pektin yang lain. Perubahan pada buah pada saat pemasakan ditandai
dengan lunaknya bahan dan jaringan seperti pada hasil yang didapat dari
praktikum melalui uji kekerasan, buah tanpa kemasan pada suhu kamar lebih
lunak dibandingkan dengan buah tanpa kemasan pada suhu dingin.
Selain perubahan tekstur pada buah, juga terjadi perubahan pada pH, kadar
gula, aroma dan kadar vitamin C buah tanpa kemasan pada suhu kamar. Pada saat
pertumbuhan, pematangan buah akan diikuti dengan peningkatan kadar gula
sederhana, sehingga buah akan terasa manis. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan kadar senyawa-senyawa fenolik yang menyebabkan berkurangnya rasa
sepat dan penurunan asam organik serta kenaikan zat-zat yang memberi rasa dan
aroma khas pada buah. Perubahan rasa dan aroma disebabkan oleh bertambahnya
kandungan gula sederhana dalam buah yang menambah rasa manis yang
disebabkan oleh perubahan zat pati dalam buah. Berkurangnya zat fenolik dan
bertambahnya zat volatif menyebabkan rasa dan bau yang harum pada buah.
Kadar asam organik pada buah akan bertambah banyak dan mengalami
keadaan maksimum pada saat pertumbuhan. Pertumbuhan kadar asam organik
terjadi saat buah matang dan selanjutnya pH buah akan naik dari 2 menjadi 5,5.
Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak.
Kadar vitamin C semakin berkurang seiring dengan semakin matangnya
bebuahan.
Buah pisang yang disimpan dalam kling film suhu dingin dan suhu kamar,
baik yang dicuci dengan air mengalir dan dicuci dengan detergen sama- sama
mengalami penurunan bobot. Akan tetapi dari hasil praktikum terlihat bahwa buah
yang disimpan dalam kling film suhu kamar mengalami penurunan bobot yang
jauh lebih besar dibandingkan buah yang disimpan dalam kling film suhu dingin.
Pada suhu kamar, penurunan bobot terjadi karena respiration rate dari buah akan
meningkat sehingga metabolisme berjalan cepat dan pemakaian nutrisi pada buah
akan mengikuti. Itulah mengapa bobot pisang semakin berkurang karena
kandungan air dan nutrisi pisang yang juga semakin berkurang.
Dari hasil pengamatan, pisang yang disimpan dalam kling film suhu kamar
dengan pencucian air mengalir pada hari kedua telah mengalami kebusukan
sedangkan buah yang disimpan dalam kling film suhu kamar yang dicuci dengan
deterjen belum mengalami kebusukan.
Secara kuantitatif, setiap pengamatan, sebagian besar buah berkurang
bobotnya sekitar 0,5%-2,5% untuk buah yang disimpan pada suhu ruang,
sedangkan untuk yang disimpan pada suhu dingin berkisar antara 0,2%-1,8%
tergantung dari jenis kemasan. Untuk pengamatan buah pada pengamatan kedua
dan pengamatan ketiga cukup banyak yang tidak teramati karena telah rusak
akibat pembusukan. Hal ini berarti aktifitas dari mikroorganisme sangat besar
terutama jamur dan cendawan.
Pada percobaan uji warna, warna kulit buah diamati dengan alat colorimeter.
Prosedurnya cukup sederhana hanya dengan meletakkan buah pada alat
colorimeter secara otomatis akan keluar nilai dari warna kulit buah tersebut.
Warna pada setiap produk pertanian berbeda-beda. Perbedaan itu karena
adanya pigmen warna seperti klorofil yang memberikan warna hijau, karotenoid
yang menyebabkan warna merah dan kuning, dan iykopen yang menyebabkan
terbentuknya wana spesifik pada tomat. Dari warna buah ini dapat dilakukan
identifikasi apakah buah tersebut masih layak untuk dimakan atau tidak.
Uji penentuan warna buah dilakukan dengan menggunakan alat colorimeter.
Hal yang diamati pada pengamatan warna adalah tingkat kecerahan (L),
kecenderungan warna kematangan merah-hijau (A), dan kecenderungan warna
kebusukan kuning-biru (B). Nilai L yang semakin besar menunjukkan tingkat
yang semakin cerah atau menuju putih, nilai A (-) semakin hijau, nilai A (+)
semakin merah, nilai B (-) semakin biru, nilai B (+) semakin kuning. Pada
umumnya semakin lama waktu simpan, maka semakin kecil nilai L dan B-nya
sedangkan nilai A semakin besar.
Semakin tinggi nilai chroma (C), intensitas warnanya semakin rendah.
Perlakuan pengemasan dan suhu berbeda menyebabkan terjadinya perubahan
warna. Semakin tinggi suhu maka intensitas warna dari buah semakin rendah.
Jenis kemasan yang dipakai berpengaruh terhadap intensitas warna. Kemasan
HDPE perforated lebih stabil dibandingkan dengan jenis kemasan lain. Hal ini
terjadi karena adanya sirkulasi udara pada bebuahan yang disimpan, sehingga
buah akan lebih dapat bertahan dan tidak cepat busuk mengingat buah tersebut
masih melakukan respirasi.
Pada buah pisang, secara umum didapat bahwa nilai A dan B berfluktuasi dari
setiap pengamatan sedangkan nilai L selalu bernilai nol. Hal ini terkait dengan
fungsi alat yang tidak lagi memenuhi syarat untuk melakukan pengukuran uji
warna yang valid. Kematangan dari buah terus meningkat seiring dengan
peningkatan tingkat kebusukan, walaupun tidak semua buah menunjukkan pola
perubahan yang sama. Dari sekian data yang diperoleh, nilai L hanya terdapat
pada pengamatan kedua. Namun nilai ini belum dapat mengiidikasikan apapun.
Untuk nilai chroma sebagai indikator intensitas warna pada kulit pisang,
menunjukkan peningkatan pada setiap pengamatan walaupun terdapat beberapa
data yang menunjukkan trend sebaliknya. Seharusnya intensitas warna semakin
menurun karena kebusukan dan kematangan pada buah pisang disimpan
mendegradasi warna cerah hijau yang terdapat pada buah saat belum disimpan
menjadi lebih kuning atau kegelapan akibat adanya bercak. Hal ini adalah wajar
karena yang diamati setiap tiga hari adalah individu buah berbeda dari yang
diamati tiga hari sebelumnya, sehingga memiliki kadar uji yang berbeda dan
sangat mungkin menyimpang dari asumsi pada awal percobaan. Setelah dilakukan
penghitungan untuk nilai C maka jika diperhatikan nilai C tersebut sama sekali
tidak relevan dengan nilai L, semua penyimpangan ini terkait dengan kerusakan
alat yang digunakan dalam uji warna.
Pengukuran kekerasan buah dilakukan dengan menggunakan penetrometer.
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada tempat yang berbeda. Adapun
metode pertama pastikan skala pada posisi nol, letakkan bahan buah yang akan
diukur tepat menempel pada jarum lalu turunkan tuas dan tunggu beberapa detik
kemudian turunkan jarum skala ukurnya sampa menempel pada bagian paling atas
jarum yang menancap pada buah kemudian lihat besar nilai kekerasannya pada
skala yang tersedia.
Kekerasan dari buah-buahan dipengaruhi oleh tekanan turgor dari sel-sel
buah dan sayur tersebut yang masih hidup. Tekanan turgor adalah tekanan dari
komponen-kompoenen yang mengisi dalam sel terhadap dinding sel. Dinding sel
tersebut mempunyai sifat plastis. Isi sel dari buah-buahan tersebut dapat
membesar karena menyerap air dari sekelilingnya yang biasanya memalui
berbagai proses seperti osmosis dan difusi. Oleh karena itu tekanan turgor
berpengruh terhadap kekerasan sel parenkima dan mengakibatkan tingkat
kekerasan pada bahan buah.
Selain itu, kandungan zat pektik (pectin dalam buah) di dalam buah akan
mempengaruhi kekerasan buah tersebut. Selama proses pematangan buah, zat
pektik akan terhidrolisa menjadi komponen-komponen yang larut sehingga total
zat pektik akan menurun kadarnya dan komponen yang larut dalam air akan
meningkat jumlahnya dan mengakibatkan buah menjadi lunak. Semakin matang
buah-buahan maka tingkat kekerasannya semakin menurun, sedangkan buah yang
masih muda memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi.
Kekerasan buah juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit luar, kandungan kulit
luar, kandungan total zat padat dan bentuk pati dari buah tersebut. Pengempukan
diakibatkan oleh menurunnya jumlah protopektin yang tidak larut dalam air dan
naiknya jumlah pectin yang larut dalam air. Selain faktor tersebut, lama
penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap keempukan suatu buah. Semakin
lama disimpan, maka dosis karbit dalam buah akan menjadi lunak dan buah
menjadi empuk.
Pada praktikum digunakan alat penetrometer, dimana untuk semua bahan yang
diujikan digunakan bobot tertentu. Parameter yang diukur adalah kedalaman
penusukan terhadap bahan (dalam satuan tertentu), dimana untuk nilai ukur yang
semakin besar berarti bahan semakin lembek atau empuk.
Kekerasan pada buah dapat menunjukkan apakah buah tersebut masih layak
dikonsumsi atau tidak. Buah yang sudah lama disimpan biasanya sudah tidak
keras lagi. Sebaliknya, buah yang masih segar dan baru saja dipetik biasanya
masih keras dan layak untuk dikonsumsi.
Untuk parameter kekerasan pada buah pisang, sebagian besar menunjukkan
penurunan kekerasan pada buah pada hampir semua jenis kemasan, hal ini berarti
semua buah mengalami pematangan walaupun intensitas pematangan tersebut
berbeda. Secara umum, buah yang disimpan pada suhu kamar lebih cepat matang
dibandingkan dengan buah terkemas yang disimpan pada suhu dingin. Hal ini
terjadi karena pada suhu kamar merupakan range suhu optimal metabolisme
respiras pematangan buah dapat bereaksi dengan baik, sebaliknya pada suhu
dingin, enzim-enzim yang bekerja pada respirasi pematangan buah terhampabt
oleh suhu yang rendah.
Buah yang dikemas dengan kling film lebih cepat busuk karena respirasi buah
tidak terjadi secara bebas, udara tidak bebas bersirkulasi sehingga mengakibatkan
kebusukan. Untuk HDPE perforated dan LPDE yang dilubangi cenderung lebih
tahan lama karena buah masih dapat melakukan respirasi.
Tekstur buah amat bervariasi. Di atas telah disinggung bahwa angka yang
didapat dengan penetrometer bergantung dari kulit luar buah. Kandungan total zat
padat atau pada buah yang banyak mengandung zat pati seperti pisang bergantung
dari perbedaan pati. Dari buah-buahan yang mempunyai kulit luar tebal diperoleh
angka kekerasan penetrometer yang lebih tinggi dari pada buah dengan kulit luar
yang tipis atau kulit luar yang menjadi satu dengan kulit tengahnya.
Untuk nilai kekerasan pada buah yang dicuci dengan air biasa nilainya lebih
fluktuatif, sehingga sulit diperkirakan pola nilai yang seragam, sedangkan untuk
buah yang dicuci dengan detergen sebaran nilainya lebih seragam walaupun
terdapat satu data yang tidak berubah (tetap). Terkait dengan perbedaan dan
penyimpangan data ini data-data yang diperolehpun beraneka ragam, selain
karena adanya kesalahan dalam praktikum, seperti pembacaan alat, kesalahan
dalam menjalankan prosedur percobaan dan ketidakseragaman fisik dan umur
buah-buahan yang digunakan.
Secara teori peningkatan kematangan buah-buahan akan meningkatkan kadar
gula yang terdapat di dalamnya. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan
polisakarida yang terdapat dalam sel yang berupa sumber karbohidrat. Kandungan
gula juga tergantung pada jenis dan keadaan tempat tumbuhnya. Yang
menyebabkan rasa manis pada buah karena pada masa pertumbuhan dan
pematangan, gula-gula sederhana dan pati dibentuk dari hasil fotosintesis. Pati
yang terdapat dalam sel dapat ditransformasikan menjadi gula-gula sederhana.
Kadar gula yang tinggi terjadi karena pada saat pemasakan, pati terhidrolisis
secara sempurna menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa. Buah-buahan matang
mempunyai kadar gula yang lebih tinggi dari pada kandungan gula yang
dikandung oleh buah yang masih muda.
Pengukuran kadar gula dilakukan dengan menggunakan alat refraktometer,
adapun prosedurnya dengan mengambil sari dari buah yang akan diamati
kemudian dioleskan atau diteteskan pada tempat tertentu pada refraktometer
kemudian diamati pada tempat yang terang atau tempat yang terdapat sinar
matahari. Nilai kadar gula diperoleh dari angka yang terdapat pada refraktometer
antara warna gelap dan terang bagian atas yang paling jelas.
Selama penyimpanan, buah mengalami proses pematangan dimana kadar gula
meningkat disebabkan adanya degradasi polisakarida pada dinding sel yang
merupakan sumber gula. Gula merupakan hasil perubahan dari pati sebagai akibat
dari enzim-enzim yang bekerja, baik enzim yang berasal dari tanaman itu sendiri
maupun yang dihasilkan oleh jasad renik. Seharusnya semakin lama waktu
penyimpanan atau jika buah matang dan lunak, maka makin banyak proses
degradasi polisakarida dan makin tinggi gula yang dihasilkan.
Lamanya penyimpanan terhadap buah dapat meningkatkan kadar gula buah
tersebut. Hal ini disebabkan karena buah yang disimpan akan semakin matang
sehingga kadar gulanya naik. Turunnya kandungan gula disebabkan karena
senyawa-senyawa makromolekul termasuk gula diuraikan untuk menghasilkan
energi. Pada kemasan vakum dan seal biasa, sirkulasi udara sangat terbatas pada
tingkat permeabilitas plastik, maka perombakan senyawa semakin tinggi karena
oksigen yang ada tidak mencukupi untuk melakukan respirasi biasa. Akibatnya
suhu penyimpanan dalam plastik pengemas semakin tinggi, sehingga
menyebabkan buah menjadi matang, dengan demikian, pada kemasan sel biasa
tanpa lubang dan vakum, kadar gula lebih tinggi, walaupun umur simpannya lebih
singkat (cepat membusuk).
Perlakuan pencucian sebelum penyimpanan tidak terlalu besar memberikan
pengaruh terhadap perubahan kadar gula pada buah terkemas. dari data buah yang
dicuci dengan air biasa tidak dapat dianalisa pengaruh suhu, jenis kemasan dan
pencucian terhadap kadar gula buah karena pada pengamatan kedua tidak terdapat
data (data kosong). Sebaliknya untuk buah yang dicuci dengan detergen, terdapat
pola perubahan nilai kadar gula yang tetap dan berfluktuasi selama waktu
penyimpanan. Dalam hal ini banyak faktor yang mempengaruhi, terutama faktor
kesalahan dalam melakukan pengamatan. Dalam menggunakan refraktometer
memang tidak mudah, kita harus lebih teliti dalam mengukur dan melihat garis
perbatasan terang gelap dengan seksama.
Pada uji kadar air, adanya ventilasi (lubang udara), suhu serta lamanya
penyimpanan sangat berpengaruh terhadap kadar air suatu bahan. Bisa dilihat
bahwa pada plastik yang dilubangi, maka akan didapat bahwa kadar air pada suhu
yang lebih rendah akan lebih besar daripada yang bersuhu tinggi. Hal ini berkaitan
dengan penguapan yang lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Walaupun
begitu seiring dengan lama penyimpanan, kadar air buah-buahan yang dikemas
dengan semua jenis pengemasan mengalami penurunan baik pada kemasan HDPE
perforated, LDPE berlubang dan kling film. Di sini yang perlu diperhatikan
bahwa penurunan pada kadar air kemasan suhu kamar umumnya lebih besar dari
pada kemasan yang disimpan pada suhu rendah. Hal ini berkaitan dengan water
activity (Aw) antara bahan dengan udara di sekitarnya. Jika Aw ruangan lebih
besar daripada Aw bahan, maka uap air akan meresap pada bahan dan proses
peresapan ini akan lebih cepat terjadi jika terdapat ventilasi pada bahan kemasan.
Selain itu pula, kemasan dengan lubang atau ventilasi juga mengakibatkan
banyaknya penguapan terjadi dari buah disimpan sehingga semakin lama waktu
penyimpanan kadar air semakin menurun. Distribusi nilai kadar air pada setiap
buah berbeda-beda. Walaupun terdapat kecenderungan yang dapat dikatakan
serupa walaupun beberapa buah tidak mengikuti kecederungan itu. Peningkatan
kadar air ini sebagian besar terjadi pada buah yang dikemas dan ditempatkan pada
suhu rendah. Hal ini dapat disebabkan adanya kondensasi uap air dari pendingin
akibat suhu rendah sehingga secara tidak langsung mengakibatkan kadar air
meningkat selama penyimpanan walaupun tidak begitu significant pada kemasan
rapat, namun cukup berpengaruh pada kemasan yang mempunyai ventilasi seperti
seal berlubang.
Kadar vitamin C artinya sama saja dengan penentukan kadar asam askorbat
pada bahan baik buah. Pada prinsipnya, disini kita akan mengukur berapa banyak
larutan yod 0,01 N yang diperlukan untuk mengubah warna larutan bahan yang
telah diberi larutan indikator kanji 10%. Larutan yod ini digunakan karena
terdapat persamaan konversi bahwa untuk setiap mililiter larutan yod yang
digunakan sama dengan sebanyak 0,88 asam askorbat yang terdapat larutan
bahan buah.
Sebenarnya yang akan dilihat dan ditinjau lebih lanjut adalah seberapa besar
pengaruh kemasan dan kondisi penyimpanan terhadap kandungan vitamin C
dalam buah yang terkemas. Dari nilai-nilai kadar vitamin C yang diukur pada
buah pisang yang seragam, semua buah tersebut mempunyai perubahan kadar
vitamin yang berbeda-beda baik ditinjau dari suhu penyimpanan dan jenis
kemasan yang digunakan. Vitmani C yang dikandung buah pisanng walaupun
sedikit seharusnya mengalami penurunan selama penyimpanan karena sebagian
besar komponen buah telah mengalami pematangan dan berubah menjadi gula
sederhana dan vitamin C menurun. Namun pada data yang diperoleh dari
pengamatan, baik buah pisang yang dicuci dengan air biasa maupun detergen, lalu
buah yang disimpan dengan suhu kamar dan suhu dingin mempunyai distribusi
nilai yang tidak seragam. Berfluktuasi di setiap pengamatan, naik pada
pengamatan kedua dan kembali turun pada pengamatan terkahir. Ditambah lagi
dengan membusuknya semua buah yang disimpan di suhu kamar pada hari ketiga
sehingga banyak terdapat loss data sehingga hubungan kadar vitamin C dengan
lamanta waktu penyimpanan tidak dapat dianalisis secara valid.
Perubahan pH yang terjadi pada pengamatan menunjukkan perubahan
yang tidak significant, karena perubahan pH hanya berkisar antara 4,9-5,5. pH
pada buah, meningkat karena kadar vitamin C (asam askorbat) yang menurun
selama peyimpanan seiring dengan pematangan buah pisang. Sehingga pH
menjadi basa walaupun perubahan itu tidak begitu besar. Seperti halnya, data pada
kadar gula, data untuk perubahan pH juga terdapat loss yang mengakibatkan tidak
dapat dilakukannya analisis data secara valid berdasarkan data tersebut.
VI. KESIMPULAN
Buah merupakan produk hortikultura. Produk ini memiliki sifat-sifat yang
khas yaitu mudah rusak. Penyimpanan buah-buahan segar memperpanjang daya
gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya. Keberadaan gas
etilen pada buah dapat mempercepat laju pernafasan dan sebagai akibatnya akan
mempercepat terjadinya pelayuan dan pembusukan buah.
Kandungan Vitamin C pada buah meningkat apabila dilakukan
penyimpanan. Hal ini berkaitan langsung dengan tingkat kematangan buah
dimana selama dilakukan penyimpanan, buah akan menghasilkan gas etilen yang
akan memicu kematangan buah sehingga kandungan berbagai nutrisinya pun ikut
bertambah. pH pada buah akan cenderung untuk naik sebanding dengan tingkat
kematangan.
Nilai kekerasan buah akan meningkat seiring tingkat kematangannya.
Tingkat kematangan ini berhubungan langsung dengan proses metabolisme yang
terjadi pada bahan yang sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu yang lebih
tinggi buah akan bermetabolisme lebih cepat sehingga akan lebih mudah matang.
Warna pada buah yang disimpan akan menurun intensitasnya karena pematangan
ataupun proses pembusukan selama penyimpanan. Penurunan bobot seiring
penyimpanan akan semakin besar karena bobot buah semakinlama semakin
berkurang. Hal ini terjadi karena penguapan kadar air terutama pada kemasan
yang berlubang dan berpori. Selain itu juga kerana berbagai reaksi metabolik pada
buah yang disimpan.
Dalam praktikum ini sulit untuk menganalisis data secara valid karena
keterbatasan data yang diperoleh yang diakibatkan keterbatasan alat dan fasilitas
praktikum selama pengamatan dilakukan. Sehingga perlu dilakukan perbaikan
agar pengamatan dapat dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Plastic wrap[online]. www.wikipedia.org/wiki/Plastic_wrap. 27


april 2007

Apandi, M. 1984. Teknologi Buah dan Sayuran. Alumni.Bandung.

Hine, D.J. 1987. Modern Processing, Packaging and Distribution System for
Food. Blackie. London.

Labuza, T.P. 1982. Theory and Application of Arrhenius Kinetics to the


Prediction of Nutrient Losses in Food. J. Food Tech.

Loesecke, H.W. 1950. Bananas. Interscience Publ Inc. New York.

Pantastico, 1986. Penyimpanan dan Operasi Penyimpanan Secara Komersil. In


E.B. Pantastico (ed). Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Kamariyani.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sacharow, S dan R.C Griffin .Jr. 1980. Food Packaging. The AVI Publishing Co.
London.

Sudarmadji, S. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan
Gizi UGM. Liberta. Yogyakarta.

Syarief, R. 1988. Pengetahuan Bahan Industri Pertanian. Mediyatama Sarana


Perkasa. Jakarta.

Wills, R.B.H, 1981. Post Harvest an Introduction to the Physiology and Handling
of Fruits and Vegetables. The AVI Publishing Co,Inc. Westport,
Connecticut.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G. 1979. Kumpulan Publikasi. FTDC Pusbangtepa IPB. Bogor.

Winarno, F.G dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. PT Sastra Hudaya.
Jakarta.

You might also like