You are on page 1of 15

Industri Kilang Minyak Lepas Pantai

Industri yang bergerak dalam bidang minyak dan gas bumi memiliki resiko
tinggi di sektor hulu, yaitu pada kegiatan pengelolaan dan pengeboran. Selain itu
pada sector hilir yaitu pada kegiatan pengolahan dan distribusi juga memiliki
resiko yang hamper sama dengan sektor hulu. Resiko ini meliputi aspek finansial,
kecelakaan, kebakaran, ledakan maupun penyakit akibat kerja dan dampak
lingkungan.

Saat ini terdapat 9 kilang minyak yang tersebar di Sumatera (Pangkalan


Brandan, Dumai, Sungai Pakning, dan Musi), Jawa (Cilacap, Cepu, dan
Balongan), Kalimantan (Balikpapan), dan Irian Jaya (Kasim). Total kapasitas
produksi kilang tersebut mencapai 1.057 MBSD yang menyebar di Sumatera
(29%), Jawa (45%), Kalimantan (25%), dan sisanya Kesembilan kilang minyak
tersebut menghasilkan BBM dan Non BBM. Produksi Non BBM, khususnya
lubrican, hanya dihasilkan oleh kilang minyak Cilacap untuk keperluan domestik
menggunakan minyak mentah timur tengah. , sedangkan kilang minyak
Balikpapan – karena kekurangan pasokan minyak mentah domestik – memerlukan
minyak mentah impor. terdapat di Irian Jaya (1%).

Produksi BBM akan didistribusikan ke sekitar 25 depot darat


menggunakan truk dan ke 98 seafed depot menggunakan kapal tanker yang
menyebar di seantero nusantara. Distribusi BBM tersebut dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan BBM di pulau dimana terdapat kilang, maupun pada pulau
yang tidak terdapat kilang. Di sisi lain, lebih dari 60% kebutuhan BBM nasional
dipasok untuk memenuhi BBM di Jawa. Mengingat lokasi kilang dan kebutuhan
BBM nasional, PERTAMINA dalam “Kondisi Normal” menempuh pola
distribusi BBM dari kilang ke inland depot/seafed depot. Melihat kompleksnya
permasalahan dalam pengadaan BBM nasional seperti dikemukakan di atas,
dalam makalah ini akan dianalisis aktifitas kilang tersebut di kemudian hari
terhadap kasus-kasus yang ditinjau. Beberapa kasus yang diambil adalah kapasitas
kilang dibatasi atau tidak, impor minyak mentah ke kilang Cilacap dibatasi atau
tidak, perlu impor lubrican atau tidak.

Anjungan lepas pantai adalah struktur atau bangunan yang di bangun di


lepas pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang.
Biasanya anjungan lepas pantai memiliki sebuah rig pengeboran yang berfungsi
untuk menganalisa sifat geologis reservoir maupun untuk membuat lubang yang
memungkinkan pengambilan cadangan minyak bumi atau gas alam dari reservoir
tersebut.

Kebanyakan anjungan tersebut terletak di lepas pantai dari landas


kontinen, meskipun dengan kemajuan teknologi dan meningkatnya harga minyak
mentah, pengeboran dan produksi di perairan yang lebih dalam telah menjadi
lebih baik, layak dan ekonomis. Sebuah anjungan yang khas mungkin memiliki
sekitar tiga puluh mata bor, pengeboran yang terarah memungkinkan sumur bor
dapat diakses pada dua kedalaman yang berbeda dan juga pada posisi terpencil
sampai 5 mil (8 kilometer) dari platform. Sumur bawah laut yang jauh juga dapat
dihubungkan ke anjungan dengan garis aliran dan koneksi pusar. Solusi bawah
laut dapat terdiri dari sumur tunggal ataupun dengan pusat manifold (pipa dengan
mulut lubang yg banyak) untuk digunakan pada beberapa pengeboran.
Proses Operasi di dalam Kilang Minyak
RESIKO PADA LINGKUNGAN KERJA

Resiko yang terjadi dalam aktivitas kerja manusia berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja. Setiap kecelakaan tidak terjadi begitu saja, tetapi
terdapat faktor penyebabnya. Apabila faktor tersebut dapat kita ketahui, maka kita
dapat melakukan pencegahan ataupun penanggulangan terhad kecelakaan
tersebut.
Penyebab utama kecelakaan adalah :
a. Kondisi tidak aman (unsafe condition) Hal ini berkaitan dengan mesin/ alat
kerja seperti mesin yang rusak ataupun tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Selain itu kondisi tidak aman juga dapat berupa kondisi lingkungan
kerja yang kurang mendukung, seperti 7 penerangan yang kurang, keadaan
bising, kebersihan maupun instalasi yang kurang baik. Kondisi tidak aman
juga dapat diakibatkan oleh metode / proses produksi yang kurang baik. Hal
ini dilihat dari sistem pengisian bahan kimia yang salah, pengangkutan beban
secara manal /menggunakan tenaga manusia.
b. Tindakan tidak aman (unsafe action). Tindakan tidak aman ini lebih berkaitan
terhadap personal pekerja, antara lain menggunakan peralatan yang kurang
baik, sembrono dalam bekerja, tidak menggunakan alat pelindung diri
maupun menjalan sesuatu tanpa wewenang.
c. Kelemahan sistem manajemen. Kelemahan sistem manajemen ini seringkali
terkait dengan sistem prosedur kerja yang tidak jelas ataupun tidak adanya
standar yang dapat menjadi acuan bagi pekerja dalam melakukan kegiatan
kerjanya. Dari penyebab kecelakaan di atas, tentunya akan berpengaruh pula
pada lingkungan kerja dan lingkungan hidup sekitarnya. Kecelakaan kerja
khususnya di bidang industri seringkali diikuti dengan adanya kerusakan
lingkungan terlebih jika kecelakaan industri tersebut berskala besar. Bagi para
pekerja sendiri tentunya akan berakibat cedera bahkan kematian jika
kecelakaan yang terjadi sangat fatal, sedangkan bagi lingkunganhidup akan
terjadi gangguan keseimbangan ekosistem bahkan penurunan kualitas
lingkungan hidup. Penurunan kualitas lingkungan ini biasanya disebabkan
oleh adanya bahan sisa proses produksi yang masih mengandung zat kimia
berbahaya. Zat kimia berbahaya ini tidak hanya terjadi akibat dari kecelakaan
industri, namun bahkan lebih sering sebagai akibat dari sistem pengolahan
limbah industri yang tidak baik.
Suatu lingkungan kerja meliputi :
1. Faktor Mekanis.
2. Faktor Fisik.
3. Faktor Kimia.
4. Faktor Biologi.
5. Faktor Ergonomi.
Lingkungan kerja yang kondusif mendukung terciptanya keselamatan dan
kesehatan kerja, terpelihara sumber produksi dan tercapainya produktivitas kerja
yang tinggi Lingkungan kerja yang baik dan cara kerja yang baik disamping
faktor-faktor lain di masyarakat akan menciptakan lingkungan umum / hidup yang
terjamin secara komprehensif.

POTENSI BAHAYA PADA KILANG MINYAK


Secara umum bahaya yang timbul pada kilang minyak terdiri dari :
1. Jenis Pekerjaan, berhubungan dengan bahaya mekanik dan bahan kimia.
2. Crude Oil, berhubungan dengan bahaya uap gas, cairan yang mudah meledak
keracunan sulfur.
3. Cuaca, misalnya petir, badai, gelombang besar.

Bahaya Bahan Kimia Pada Kilang Minyak

Kilang minyak menggunakan bahan – bahan kimia yang terkadang


berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan manusia serta lingkungan hidup.
Penangangan bahan – bahan kimia tersebut harus dilakukan dengan serius. Untuk
membantu pekerja dalam memperlakukan bahan – bahan kimia tersebut, maka
diberikan suatu sistem labeling yang dapat menunjukan jenis dan bahaya dari
bahan kimia yang mereka gunakan.
Pengaturan Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Bahan
Kimia

Usaha untuk menjaga keselamatan dan kesehatan lingkungan terutama yang


berkaitan dengan bahan – bahan kimia berbahaya dilakukan mulai dari persiapan
personal yang menggunakan bahan kimia tersebut hingga perlakuan pada bahan
kimia selama proses produksi.

Hal pertama yang perlu dilakukan :


1. Gunakan peralatan kerja seperti kacamata pengaman untuk melindungi
mata, jas laboratorium untuk melindungi pakaian dan sepatu tertutup untuk
melindungi kaki.
2. Dilarang memakai perhiasan yang dapat rusak karena bahan Kimia.
3. Dilarang memakai sandal atau sepatu terbuka atau sepatu berhak tinggi.
4. Wanita/pria yang berambut panjang harus diikat.

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN BAHAYA DI KILANG MINYAK


1. Mengurangi faktor resiko kebakaran dari sumber, misalnya hubungan
listrik Pencegahan ini harus dilengkapi dengan peralatan pemadam
kebakaran yang memadai.
2. Penanggulangan kedaruratan termasuk fasilitas komunikasi dan medis.
3. Pengawasan kesehatan dan mempertahankan personal hygiene yang baik
disamping pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat,
termasukpenyediaan fasilitas pencegahan keracunan dan pengadaan
pertolongan pernafasan.
4. Mematuhi peratran K3
5. Pelatihan K3 bagi semua pekerja sesuai dengan bidang kerja dan produk
masing-masing.

Jenis kecelakaan di kilang minyak:


1. Terjepit, terlindas.
2. Teriris, terpotong, tergores.
3. Jatuh terpeleset.
4. Tindakan yang tidak benar.
5. Tertabrak
6. Terkena benturan keras.
7. Berkontak dengan bahan berbahaya.

PENCEGAHAN KECELAKAAN

Setelah melihat proses yang terjadi pada suatu kilanh minak dan potensi
bahaya yang terjadi pada kilang minyak, maka secara keseluruhan pencegahan
kecelakaan yang diperlukan adalah :
1) Peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan perencanaan industri.
2) Standarisasi, baik dalam perlakuan bahan baku industri, pengadaan alat
pengamanan, maupun dari hasil limbah yang dihasilkan agar tidak
mengganggu kualitas lingkungan.
3) Dilakukan pelatihan dan tindakan persuasif bagi pengusaha dan pekerja
sehingga diharapkan dapat lebih berhati – hati dalam melakukan pekerjaan
terutama yang menggunakan peralatan ataupun bahan kimia yang dapat
membahayakan diri sendiri maupun lingkungan.

Pencemaran

Dampak pencemaran lumpur minyak ini langsung terasa. Berbagai biota


laut yang hidup di pinggiran pantai, seperti ikan kecil, kerang, dan kepiting, mati
karena terjebak lumpur minyak-atau masyarakat nelayan menyebutnya lantung.
Tubuh biota laut ini berwarna hitam diselimuti lumpur minyak sehingga tak
mungkin lagi bergerak. Nelayan yang sehari-hari bekerja juga merasakan
dampaknya. Kapal penangkap ikan, yang kebetulan sedang melintas dan terjebak
gumpalan minyak mentah di tengah laut, dikotori tumpahan minyak.
standar operasional prosedur (SOP) dalam menangani limbah minyak
mentah yang diawasi secara ketat dan terus-menerus, sesuai Peraturan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 juncto 85 Tahun 2000. Limbah minyak mentah yang
berupa kerak dan mengendap di bagian paling bawah kapal tanker minyak, saat
dibuang harus dimasukkan ke dalam bak penampungan yang terbuat dari beton
dan dilapisi plastik. Pengamanan berlapis ini untuk mencegah limbah minyak
merembes ke dalam tanah di sekitarnya.

Penanganan Limbah Minyak

Lumpur minyak merupakan suatu yang produk sampingan yang dihasilkan


dari kegiatan eksploitasi minyak bumi. Lumpur minyak ini dihasilkan mulai saat
pengeboran di sumur minyak di lepas pantai hingga di kilang-kilang minyak.
Proses terjadinya menyerupai air ledeng yang meninggalkan lumpur tipis di dasar
bak atau ember. Bedanya, lumpur minyak ini mengandung berbagai logam berat
yang berbahaya. Jika menumpuk di tanah, bisa merembes dan mencemari sumber
air tanah. Itulah sebabnya, perusahaan minyak biasanya menangani sludge dengan
menampungnya dalam sebuah tangki penampung, atau ditimbun dalam lubang
raksasa yang dilapisi beton dan plastik agar tidak merembes ke dalam tanah.
Sludge dianggap sebagai limbah yang dibuang percuma karena kandungan
padatan serta kandungan airnya lebih dari 5 persen. Kalaupun diolah, kurang
bernilai ekonomis, bahkan kandungan airnya yang terlampu tinggi bisa merusak
kilang. Tidak heran jika beberapa perusahaan di sejumlah negara, dulu melakukan
langkah pragmatis dengan membakar sludge di insenerator.

Namun, langkah ini banyak ditentang karena mencemari udara sehingga


dianggap tidak ramah lingkungan. Sebuah perusahaan raksasa Amerika Serikat
pernah mengusulkan agar lumpur minyak disuntikkan ke dalam sumur tua agar
tidak mencemariudara. Namun, langkah ini pun banyak ditentang karena khawatir
limbah berbahaya itu mencemari air tanah. Ditemukannya teknologi pengolah
sludge di Amerika Serikat pada tahun 1950-an, mendorong negara adidaya ini
untuk mengolah sludge menjadi bahan yang bermanfaat. Sludge yang didaur
ulang bisa menghasilkan sekitar 60 persen minyak mentah dengan kualitas yang
sama dengan minyak hasil pengilangan. Negara-negara Arab bahkan negara
tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina sejak awal 1990-an juga
melakukan langkah serupa. Dalam proses daur ulang ini, mula-mula dilakukan
pemisahan minyak, bahan padat, dan air dengan mesin pengocok atau shaker.
Setelah minyak terpisah, bahan padat kemudian diolah lebih lanjut dengan
memberi bakteri hidrokarbon. Proses bio-remediasi ini menghasilkan bahan yang
bisa digunakan untuk pupuk dan sangat aman untuk tanaman. Bahan ini bisa pula
digunakan untuk pembuatan batako serta untuk pengeras jalan. Adapun
kandungan airnya diproses lebih lanjut sehingga kandungan logam beratnya
sangat minim dan dinyatakan aman untuk dibuang ke lingkungan. Proses
pengolahan seperti ini yang paling aman. Namun, sayangnya biayanya cukup
mahal sehingga tidak semua perusahaan minyak melakukannya. Meski demikian,
langkah apa pun yang dilakukan, mestinya kepentingan masyarakatlah yang
paling utama. Jangan sampai saat terjadi bencana tumpahan minyak, semua pihak
saling menyalahkan dan tak ada yang mau bertanggung jawab.
Peraturan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 109 TAHUN 2006
TENTANG
PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT
TUMPAHAN MINYAK DI LAUT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa kegiatan di laut yang meliputi kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan
minyak dan gas bumi, serta kegiatan lainnya mengandung risiko terjadinya
kecelakaan yang dapat mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak yang
dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan laut sehingga
memerlukan tindakan penanggulangan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi;
b. bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985
tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), Pemerintah
Indonesia berkewajiban mengembangkan suatu kebijakan dan mekanisme
yang memungkinkan tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi dalam
penanggulangan tumpahan minyak di laut dan penanggulangan dampak
lingkungan - 2 -
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penanggulangan
Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut.

Mengingat :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2994);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZonaEkonomi Eksklusif
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations
Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);
5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran - 3 -
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak danGas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) sebagaimana telah
berubah dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003 pada
tanggal 21 Desember 2004 (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2005);
Undang-Undang ...
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4548);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor - 4 -
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4227);
5. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1978 tentang Mengesahkan International
Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage, 1969 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1978 Nomor 28);
6. Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1986 tentang Pengesahan International
Convention for the Prevention of Pollution from Ships, 1973, beserta Protokol
(the Protocol of 1978 relating to the International Convention for the
Prevention of Pollution from Ships, 1973) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1986 Nomor 59);
7. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1999 tentangPengesahan Protocol of
1992 to Amend the International Convention on Civil Liability for Oil
Pollution Damage, 1969 (Protokol 1992 tentang Perubahan terhadap Konvensi
Internasional tentang Tanggung Jawab Perdata untuk Kerusakan Akibat
Pencemaran Minyak, 1969) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 99);..

. Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG


PENANGGULANGAN
KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:


1. Penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah tindakan
secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah dan mengatasi
penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi dampak lingkungan
akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisasi kerugian masyarakat
dan kerusakan lingkungan laut.
2. Tumpahan minyak di laut adalah lepasnya minyak baik langsung atau tidak
langsung ke lingkungan laut yang berasal dari kegiatan pelayaran, kegiatan
pengusahaan minyak dan gas bumi, atau kegiatan lain.
3. Minyak adalah minyak bumi dan berbagai hasil olahannya, dalam bentuk cair
atau padat, mudah berubah bentuk atau tidak mudah berubah bentuk. - 6 - fasa
cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang
diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau
endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan
yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
4. Laut adalah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
5. Dampak lingkungan laut adalah pengaruh perubahan pada kualitas lingkungan
laut akibat tumpahan minyak.
6. Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,
kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya.
7. Pengusahaan minyak dan gas bumi adalah kegiatan usaha hulu dan/atau
kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.
8. Kegiatan lain adalah kegiatan di luar kegiatan pelayaran dan kegiatan
pengusahaan minyak dan gas bumi.
9. Koordinator Misi adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
operasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut.
10.Administrator Pelabuhan, yang selanjutnya disebut ADPEL, adalah kepala unit
pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada
pelabuhan laut yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan. - 7 -
11. Kepala Kantor Pelabuhan, yang selanjutnya disebut KAKANPEL, adalah
kepala unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut pada pelabuhan laut yang tidak diselenggarakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan.
12. ADPEL Koordinator adalah ADPEL tertentu yang bertugas selaku koordinator
dalam rangka pengawasan dan pembinaan serta mempertanggungjawabkan
kinerja pelaksanaan tugas dari segi keselamatan pelayaran.
13. Pusat Komando dan Pengendali Nasional Operasi Penanggulangan Keadaan
Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang selanjutnya disebut
PUSKODALNAS, adalah pusat komando dan pengendalian operasi dalam
penanggulangan tumpahan minyak di laut dan penanggulangan
dampaklingkungan akibat tumpahan minyak di laut.
14. Prosedur Tetap Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut,
yang selanjutnya disebut PROTAP, adalah pengaturan mengenai struktur,
tanggung jawab, tugas, fungsi dan tata kerja organisasi operasional, sistem
pelaporan dan komunikasi, serta prosedur dan pedoman teknis operasi
penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut.

You might also like