You are on page 1of 16

Karya Tulis Ilmu Budaya Dasar

Kebudayaan Reog Ponorogo Dalam Pandanggan Islam


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar
Dosen Pembimbing :
Romi Faslah SP,d. M.M

Disusun Oleh :
M. Nur Ali Ramadhan (08510133)

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
2008/2009
KATA PEGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulilah dengan segenap kerendahan hati kami ucapkan puji syukur ke hadiran
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayahnya sehingga kami
mampu dan menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul Ilmu Budaya Dasar
(Kebudayaan Reog Ponorogo Dalam Pandanggan Islam)

Shalawat serta salam senangtiasa terlimpahkan ke hadirat Nabi Agung Muhammad SAW
yang telah membimbing kita dari jaman jahiliyah menuju jaman Addinul Islam. Suatu
kebanggan sebagai penuliskarena dapat menyelesaikan makalah ini. Itu semua karena adanya
kontribusi dari pihak lain sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini, terutama pada Dosen
Pembimbing Ilmu Budaya Dasar

Dengan kerendahan hati kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kekeliruan baik dari penulisan atau materi yang telah kita sampaikan dalam karya tulis ini, Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran kritik dari pembaca untuk menjadikan kita lebih
baik.

Akhirnya semoga penulisan karya tulis ini membawa manfaat bagi penulis dan pembaca
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah, serta inayah kepada kami semua Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 5 Mei 2009

M. Nur Ali Ramadhan


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................3

A. Sejarah Awal Munculnya Kebudayaan Reog Ponorogo..................................................3

B. Kebudayaan Reog Menurut Pandangaan Islam..............................................................6

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................12

2.1 Kesimpulan....................................................................................................................12

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan salah satu


negara di dunia yang kaya akan kebudayaan-
kebudayaan, yang masing-masing daerah memiliki
ciri khas yang tidak sama dengan kebudayaan derah
lain, salah satunya adalah kebudayaan Reog
Ponorogo yang unsur kebudayannya masih sangat
kental dan masih sangat terjaga, akan tetepi
kebudayaan Reog Ponorogo banyak orang yang
mengatakan bahwa kebudayaan tersebut banyak
yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam.

Dari masalah yang ada diatas saya akan menjabarkan agar kita dapat mengetahui
sejarah lahirnya Reog Ponorogo, asal-usul nama dari Reog Ponorogo serta, kebudayaan-
kebudayaan Reog Ponorogo yang menyimpang dari ajara-ajaran Islam.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana menjelaskan sejarah awal munculnya atau lahirnya kebudayaan Reog
Ponorogo.
1.2.2 Bagaimana menjelaskan asal-usul nama Reog Ponorogo.
1.2.3 Bagaimana menjelaskan kebudayan-kebudayaan Reog Ponorogo apa saja yang
menyimpang dari ajara-ajaran Islam.
1.2 Tujuan Penulisan
1.3.1 Menjelaskan sejarah awal munculnya atau lahirnya kebudayaan Reog Ponorogo.
1.3.2 Menjelaskan asal-usul nama Reog Ponorogo.
1.3.3 Menjelaskan kebudayan-kebudayaan Reog Ponorogo apa saja yang menyimpang
dari ajara-ajaran Islam.

1.3 Manfaat Penulisan.


1.4.1 Kita dapat menjelaskan sejarah awal munculnya atau lahirnya kebudayaan Reog
Ponorogo.
1.4.2 Kita dapat menjelaskan asal-usul nama Reog Ponorogo.
1.4.3 Kita dapat menjelaskan kebudayan-kebudayaan Reog Ponorogo apa saja yang
menyimpang dari ajara-ajaran Islam.
BAB II
DASAR TEORI

A. Sejarah Awal Munculnya Kebudayaan Reog Ponorogo.

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut
dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi
oleh sosok Warok dan Gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan.
Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-
hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang
asal-usul Reog dan Warok1, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang
pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja
Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat
dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat
bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan
mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri,
dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari
kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk
melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan
seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran
Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reog.

1
Reog di Jawa Timur, Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1978-1979
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan
topeng berbentuk kepala singa yang dikenal
sebagai "Singa Barong", raja hutan, yang menjadi
simbol untuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan
bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa
yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan
Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-
geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-
kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan
kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol
untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih
dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya2. Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya
menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan
oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan
warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun
begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah
menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru
dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono,
Dewi Songgolangit, and Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang
berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh
Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan
dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria
berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan.
Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan

2
Herman Joseph Wibowo. Drama Tradisional Reog: Suatu Kajian Sistem Pengetahuan Dan Religi,' in Laporan
Penelitian JARAHNITRA,
mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat
mementaskan tariannya3.

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur
mereka sebagai pewarisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog
merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara
turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi
orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut
garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

Pementasan Seni Reog

Reog modern biasanya dipentaskan dalam


beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan
dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo
terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian
pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan
oleh 6 – 8 pria gagah berani dengan pakaian
serba hitam, dengan muka dipoles warna merah.
Para penari ini menggambarkan sosok singa yang
pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6 – 8 gadis yang menaiki kuda. Pada
reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita.
Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari
kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang
membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung
kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang

3
Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 1995-6, pp. 1-59, dan kaset video no 24, 14/7/1991, arsip
video milik Josko Petkovic.
ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita
pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini
selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-
kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan
oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan
seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala
singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-
60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk
membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh
dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

B. Kebudayaan Reog Menurut Pandangaan Islam

Sejarah keberadaan Reog sebagai seni mulai muncul ketika pada thn 1400-an ketika itu
Dadak Merak dimaksudkan untuk menyindir Raja Brawijaya V, yang lebih terpengaruh oleh
permaisurinya. Ini digambarkan pada Dadak Merak (Singo Barong), bahwa Kepala Macan/Singo
barong simbolisasi laki-laki diatasnya adalah Burung Merak sebagai simbolisasi wanita, Artinya
Lelaki yang dibawah wanita. Konon waktu itu para penari reog sebenarnya adalah sekumpulan
pendekar-pendekar (bekas pasukan khusus Majapahit) yang kecewa terhadap junjungannya
yang berniat memberontak. Akhirnya diredam oleh para petinggi kerajaan yang sangat
berpengaruh dengan dialihkan menjadi suatu bentuk perkumpulan kesenian.

Sebenarnya adanya Singo barong sendiri itu sudah sejak abad 6, pada waktu jaman
Hindu Buddha, dan terus mengalami perubahan sesuai perkembangan budaya yang dibawa
masing-masing kerajaan jawa kuno waktu itu. Hingga pada saat Bathara katong (salah satu
keturunan Brawijaya terakhir) yang beragama Islam turut memberi warna dalam reog.
Pada pertunjukan reog, musik terdiri dari ketuk, kempul, genggam, kenong, ketipung,
angklung, dan salompret bergaung menyajikan nada salendro dan pelog. Nada –nada yang
dibawakan bernuansakan mistis, apalagi ditambah aroma menyan. Kemudian wajah-wajah
sangar berpakaian hitam bertali kolor putih melilit dipinggang, menari sambil berteriak-
teriak yang dikenal sebagai Warok, mengitari pertunjukan. Lalu Singo barongpun muncul,
penari mengangkat Barongan seberat 40-50 kg dengan digigit, menunjukkan kekuatan
supranatural ada pada penarinya.   

Satu group Reog biasanya terdiri dari seorang : Warok Tua, beberapa Warok Muda,
Pembarong (penari singa barong/ dadak merak) dan Penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono
Suwandono.Dan beberapa penari pengiring lainya, sehingga jumlah satu grup antara 20 hingga
30-an orang, Sentral dari sebuah grup Reog adalah adalah Para Warok dan Pembarongnya
(penari singo barong/dadak merak)

Menjadi Warok tidaklah gampang, ia harus mampu menjalani penempaan fisik dan
bathin. Tingkatan ilmu warok adalah mulai tingkat ilmu kanuragan sampai tingkat ilmu
kebathinan. Warok muda biasanya baru menguasai ilmu kanuragan : yakni mengolah kekuatan
fisik dengan berbagai laku tertentu seperti silat, pernafasan, puasa dan tirakat .Sebagai tanda ia
menjadi warok ia mempunyai senjata andalan berupa tali kolor putih yangbesar (biasa dililitkan
dipinggang) yang mempunyai daya kekuatan. Konon jaman dahulu ketika dua warok adu
kesaktian dengan saling mencambukkan kolornya ke tubuh lawannya. Barang siapa yang
berhasil menjatuhkan lawan dengan kolornya maka dia sebagai pemenang. Padahal tali kolor
tersebut jika disabetkan ke batu besar, akan pecah berkeping-keping.

Sedang warok tua, ilmunya sudah mumpuni, artinya  sudah mengolah bathin, sampai
pada pengertian tentang filsafat kehidupan, yang sudah tidak mengandalkan kekuatan fisik/
kanuragan. Warok tua lebih arif, bijak dan menjadi tokoh sentral atau “orang tua” didaerahnya
masing-masing yang disegani baik oleh penduduk maupun Warok Muda.

Warok sepuh di Ponorogo yang masih hidup saat ini Mbah Wo Kucing di Sumoroto ;
Mbah Kamituwo Welut (90), dan Mbah Senen Kakuk (83) , Mbah Petil (85) , dan Mbaj Tobroni
(70) Mbah Bikan Gondowiyono (60 thnan), Mbah Legong (60than) yang jarang muncul, seperti
Mbah Benjot (70)

Warok sendiri sudah ada sejak jaman Wengker Kuno, sejak keruntuhan kerajaan
Medang , muncul kerjaan baruseperti kerajaan Wengker di G. Lawu dan G. Wilis yang didirikan
oleh raja Ketut Wijaya yang terkenal hidup sebagai Rahib Buddha, yang mendapat respon dari
rakyat pengikutnya. Untuk punggawa dan pengawal kerajaan diambil dari pemuda-pemuda dan
para warok atau pendekar-pendekar sakti. Ketika tahun 1035 Kerajaan Wengker kemudian
dikuasai oleh Airlangga dan diubah menjadi Kahuripan. Namun para Warok sebagian tetap
melanjutkan kehidupannya sucinya, sebagian menjadi penguasa lokal yang dipercaya raja untuk
mengendalikan wilayah kerajaan.

Eksistensi Warok berlanjut ketika masa akhir Majapahit thn1450, ketika itu sang prabu
Brawijaya V mempercayakan ki Demang Suryongalam (kerabat prabu yang juga pemimpin
warok) untuk menjadi penguasa bekas kerajaan Wengker. Dan para warok dihimpun untuk
digembleng menjadi perwira tangguh. Momentum inilah, yang sering dikatakan sebagai cikal
bakal eksistensi warok tahap kedua.

Para warok lebih eksis lagi setelah Bethara Katong  ( keturunan Raja Brawijaya terakhir
yg beraagam Islam, yang hidup keluar dari kerajaan ) mengambil alih kekuasaan Ki Demang
Suryangalam. Pada tahun 1486, hutan dibabat atas perintah Bethara Katong. Bukannya tanpa
rintangan. Banyak gangguan dari berbagai pihak, termasuk makhluk halus, datang. Namun,
karena bantuan warok dan para prajurit Wengker, akhirnya pekerjaan membabat hutan itu
lancar. Kemudian satu persatu bangunan dan infrastrukturnya didirikan, maka penduduk pun
berdatangan . Setelah menjadi kadipaten Bethara Katong kemudian memboyong
permaisurinya, yakni Niken Sulastri. Sedang adiknya, Suromenggolo, tetap di tempatnya yakni
di Dusun Ngampel. Oleh Katong, daerah yang baru saja dibangun itu diberi nama Prana Raga.
Akhirnya, dikenal dengan nama Ponorogo. Dan memberi kedudukan yang istimewa pada para
warok. Katong tahu, warok-warok itu punya kultur Hindu Buddha. Namun mereka sangat
dipercaya masyarakatnya. Sementara Katong sendiri beragama Islam. Maka, terjadilah
akulturasi budaya yang cantik antara Hindu Buddha dan Islam. Sejak Bethara Katong itulah
posisi warok sangat istimewa di kalangan masyarakat.

Kebudayaan Warok Yang Menyimpang Dari Ajran Islam

Di rumah seorang Warok Raden Darwijanto.


Mbah Darwi, demikianlah yang biasa disapa. Beberapa
perangkat yang dijadikan alat kesaktian seperti keris,
tombak dan sebagainya nyaris memenuhi ruang
tamunya. Sebagai seorang Warok, Mbah Darwi pernah
punya Gemblak hingga 5 orang. Tapi kini ia mengaku
tidak punya lagi. Seseorang diakui sebagai Warok bila ia
punya ilmu kanuragan atau ilmu kekebalan. Agar kesaktian ini terjaga, Warok harus jauh dari
perempuan. Sehingga untuk pemuas batin maka diperlukan Gemblak.

Namun tidak sedikit pula Warok yang membangun keluarga dengan beristri dan
memiliki anak. Tapi konon, perlahan dan pasti diyakini kesaktiannya akan berkurang. Untuk
mendapatkan Gemblak, seorang Warok harus melakukan peminangan terhadap orangtua calon
Gemblak dengan berbagai syarat. Selayaknya meminang calon istri. Biasanya Gemblak
dikontrak selama 2 tahun. Setelah selesai sang Warok akan memberi modal untuk masa depan
si Gemblak, seperti seekor sapi. Namun kontrak bisa diperpanjang lagi tergantung pada bosan
tidaknya sang Warok.

Menurut Mbah Darwi yang juga pengajar di sebuah SMP ini tidak setiap Warok
memelihara Gemblak untuk kepentingan pemuas seks menyimpang. Dirinya memperlakukan
Gemblak layaknya anak asuh. Gemblak di pelihara dan mendapat pendidikan. Karena itu juga
umumnya orangtua calon Gemblak tidak menolak jika putranya dilamar sang Warok. Apalagi
calon Gemblak datang dari keluarga tidak mampu. Kami juga menemui seorang mantan
Gemblak. Sebut saja namanya Kumbang. Ketika usianya masih belasan tahun, ia sudah dipinang
seorang Warok. Saat itu sang ayah sudah meninggal,
ibunya pun tidak bisa berbuat banyak untuk menopang
hidup.

Tanpa paksaan ataupun takut Kumbang menjadi


Gemblak. Ia tidak menyesal dengan profesinya. Namun
toh ia tetap malu mengungkap jati dirinya. Dalam
keseharian, seorang Gemblak melayani keperluan sang Warok seperti memelihara hewan
kesayangan dan menyiapan minuman. Saat-saat menyenangkan biasanya terjadi ketika
Gemblak diajak sang Warok bepergian. Masing-masing bangga dengan pasangannya. Gemblak
yang tanpan dan Warok yang mapan. Namun bukan saja sang Warok yang bisa memiliki
Gemblak. Namun ada sosok lain yakni Pengemblak.

Dalam dunia Reog Ponorogo juga dikenal dengan istilah Pengemblak. Ia bukan Warok,
tapi pernah memimpin grup Reog. Mbah Misman KS, misalnya. Dengan blak-blakan ia
menuturkan pengalamannya. Ia mengaku pernah memiliki Gemblakan lebih dari 4 orang.
Tujuan awalnya memelihara Gemblak untuk memiliki ilmu kanuragan dan kesaktian, agar
seperti Warok. Misman memperlakukan Gemblak layaknya seorang istri. Bahkan untuk pemuas
hasrat seksual Misman melakukan hubungan badan dengan Gemblak. Tapi soal bentuk
hubungan intim itu biasanya tergantung pada kehendak sang tuan.

Tapi perlahan ia pun mulai berubah, seiring kian lekat dirinya mendalami agama Islam.
Ia merasa Warok identik dengan perilaku negatif seperti mabuk-mabukan, merampok dan
perilaku seks menyimpang yang dipersenifikasi dengan Gemblak. Sekarang, ayah 6 anak inipun
memilih hidup normal menjadi petani. Di Ponorogo, citra Warok yang negatif sebetulnya sudah
sejak puluhan tahun lalu terus diperbaiki. Bahkan sejak Batoro Katong mulai menyebarkan
agama Islam di tanah ini.

Salah satu saksi perubahan itu adalah Kasni Gunopati atau yang lebih dikenal sebagai
Mbah Wo Kucing. Sekarang Warok kenamaan ini sakit-sakitan. Namun sesepuh Reog Ponorogo
ini tidak pernah enggan menjernihkan makna Warok. Sesuai dengan asal katanya muwarah
yang bermakna penunjuk atau penuntun, seorang Warok sejatinya bukanlah seorang yang
sombong dan takabur. Tapi Warok merupakan sosok manusia teladan siap memberikan
tuntutan dan pengajaran serta perlindungan tanpa pamrih kepada masyarakat.

Mengubah citra Warok berarti juga mengubah keberadaan Gemblak, sesosok lelaki belia
yang ganteng dan kemayu kini berganti dengan kehadiran penari jatil yang diperankan
perempuan. Merekalah yang mengantikan posisi Gemblak dalam setiap pentas Reog. Dalam
kesehariannya pun kini sudah sulit menemukan praktek Gemblak. Kalaupun ada mungkin tidak
seintim dahulu. Tidak gampang mengubah perilaku. Buktinya puluhan tahun berlalu, kisah
sumbang hubungan Warok dengan Gemblaknya masih bergaung.

Memang mengubah citra kesenian tidak semudah membalikan tangan, karena Reog
mengakar dari sebuah tradisi. Sebagai sebuah tontoan, Reog tetap menarik dan menghibur.
Tanpa Sang Warok kesenian ini kehilangan makna, kendati sosok menyeramkan ini memiliki sisi
kehidupan yang gelap.
BAB III
PENUTUP

2.1 KESIMPULAN

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut
dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo
dihiasi oleh sosok Warok dan Gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog
dipertunjukkan . Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia yang masih sangat
kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Meskipun kebudayaan Reog banyak yang menyimpang dari ajaran agama Islam,
contohnya seperti kehidupan Warok yang tidak inggin menikah dan hanya mau menikah
dengan sesama jenis saja, serta sebelum pementasan Reog Ponorogo pawang-pawang Reog
selalu melakukan ritual-ritual terlebih dahulu dengan membakar kemeyan untuk
dipersembahkan pada roh-roh atau jin, padahal perbuatan tersebut merupakan perbuatan sirik
yang dilarang oleh ajaan Islam.

Demikian kesimpulan saya jika ada salah kata dan penjabaran mohon dimaklumi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Reog di Jawa Timur, Departmen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1978-9
2. Herman Joseph Wibowo. Drama Tradisional Reog: Suatu Kajian Sistem Pengetahuan
Dan Religi,' in Laporan Penelitian JARAHNITRA, Balai Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional
Yogyakarta, 1995-6, pp. 1-59, dan kaset video no 24, 14/7/1991, arsip video milik Josko
Petkovic.
3. Blog Parvita: Reog Ponorogo pindah ke Malaysia?
4. Situs Resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia
5. Reog Malaysia produk Ponorogo
6. Media Indonesia: Soal Reog Bupati Ponorogo akan 'Lawan' Malaysia
7. Detik.com: Mirip Tari Reog Pemerintah Indonesia akan teliti Tari Barongan Malaysia
8. Ribuan Seniman Reog Demo di Kedutaan Malaysia
9. Situs Resmi Kementrian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia
10. Sinar Harapan
11. Harian Pagi Kompas
12. Situs www.wikimedia.com

You might also like