You are on page 1of 20

Peran Pendidik Dalam Proses Belajar Mengajar

Melalui Pengembangan e-Learning


Disusun Oleh :
Ahmad Sopian, S.Pd.I.
MADRASAH ALIYAH NAHDLATUL ULAMA
BATANG
2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan
judul Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar Melalui
Pengembangan e-Learning .Makalah ini di buat dalam rangka
memenuhi
tugas pelatihan Jardiknas2007 yang diadakan di lingkungan Diknas
Kota
Sukabumi .Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
menyampaikan
rasa terimakasih yang tak terhingga terutama kepada :
1. Istriku tercinta Ghoniyah, S.Pd., penulis haturkan terima kasih yang
tak terhingga, tiada kata yang terindah selain rasa terima kasih dan
sayang atas semua perhatian dan dukungannya.
2. Drs. Kardiono, tutor yang telah banyak membantu dalam penulisan
makalah ini.
3. Teman-teman sesama peserta pelatihan yang selalu memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis.
4. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan yang telah
membantu penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah
ini, oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang
bersifat
membangun untuk memperbaiki makalah ini di masa yang akan
datang.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat terutama bagi penulis
dan
bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya kepada Allah jugalah
semuanya kita
kembalikan.
Batang, Nopember 2007
Penulis,
Ahmad Sopian, S.Pd.I.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...............................
i
DAFTAR ISI ............... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................
1
1.2. Rumusan masalah .................................
2
1.3. Tujuan
Penulisan .................................................................................. 3
1.4. Manfaat
Penulisan ................................................................................ 3
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1. Beberapa definisi mengenai
Pendidikan .............................................. 3
2.2. Tujuan dan Proses Pendidikan ................................
4
2.3. Unsur-unsur Pendidikan .......................................
5
2.4. Proses Belajar Mengajar ..................................................
.......... 6
2.5. Peranan Pendidik dalam Dunia
Pendidikan ......................................... 8
2.6. Pengertian E-
learning ........................................................................... 9
2.7. Fungsi Pembelajaran
Elektronik ......................................................... 10
2.8. Manfaat Pembelajaran elektronik Learning .....................
.. 11
BAB III PEMBAHASAN
4.1 Peranan pendidik dalam Proses Belajar Mengajar melalui
Pengembangan E-learning ....................................
14
4.2 Upaya Pendidik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
Melalui Pengembangan E-learning ...............................
16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan........................ 19
5. Saran....................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................. ..................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa indonesia
adalah pendidikan. Sebab dengan pendidikan diharapkan setiap
individu
dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu
berpartisipasi
dalam gerak pembangunan. Dengan pesatnya perkembangan dunia di
era
globalisasi ini, terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan,
maka
pendidikan nasional juga harus terus-menerus dikembangkan seirama
dengan zaman. Pada umumnya sebuah sekolah dan pendidikan
bertujuan
pada bagaimana kehidupan manusia itu harus ditata, sesuai dengan
nilainilai
kewajaran dan keadaban (civility). Semua orang pasti mempunyai
harapan dan cita-cita bagaimana sebuah kehidupan yang baik. Karena
itu
pendidikan pada gilirannya berperan mempersiapkan setiap orang
untuk
berperilaku penuh keadaban (civility). Keadaban inilah yang secara
praktis
sangat dibutuhkan dalam setiap gerak dan perilaku.
Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB
I Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan
negara. Selama ini pendidikan di Indonesia masih menggunakan
metode
tradisional dan dikotomis (terjadi pemisahan) antara pendidikan yang
berorientasi iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi (iptek).
Pendidikan seperti ini tidak memadai lagi untuk merespon
perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Metode pendidikan
yang
harus diterapkan sekarang adalah dengan mengembangkan
pendidikan
yang integralistik yang memadukan antara iman dan takwa (imtak)
dengan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek). Semakin melemahnya
bangsa ini
pasca krisis moneter yang kita alami telah membuat Indonesia berada
di
urutan bawah dalam hal kualitas pendidikannya. Minimnya sarana dan
prasarana pendukung menyebabkan
pengajaran tidak dapat dilakukan dengan optimal.
1.2. Rumusan masalah
Dalam permasalahan ini penulis lebih menekankan sejauh mana
peran pendidik dalam upaya peningkatan kualitas pendidik dalam
mutu
pendidikan terkait dengan hal hal teknologi pendidikan diantara nya
komputer dan internet.
Pertanyaan dari masalah yang menjadi analisa dalam penelitian
diformulasikan dengan pertanyaan pertanyaan di bawah ini:
1. Apa Peran Pendidik pada proses belajar-mengajar pada metode e-
Learning
2. Bagaimana proses upaya membangun budaya belajar melalui
pengembangan e-Learning.
1.3. Tujuan Penulisan
Penulis menyusun karya tulis ilmiah ini dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui seberapa besar peran pendidik atau pengajar
pada
proses belajar-mengajar melalui pengembangan e-Learning.
2. Mengetahui upaya-upaya Upaya Membangun Budaya Belajar melalui
Pengembangan E-learning
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar
pendidik bisa meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar
terhadap
anak didiknya serta mampu mengembangkan potensi diri peserta
didik,
mengembangkan kreativitas dan mendorong adanya penemuan
keilmuan
dan teknologi yang inovatif, sehingga para siswa mampu bersaing
dalam
masyarakat global.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan
Beberapa definisi mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah
ini :
M.J. Langeveld (1995) :
1) Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing
manusia
yang belum dewasa kepada kedewasaan.
2) Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan
tugastugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung
jawab secara susila.
3) Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan
tanggung jawab.
Stella van Petten Henderson :
Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan
perkembangan
insani dengan warisan sosial.
Kohnstamm dan Gunning (1995) :
Pendidikan adalah pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses
pembentukan-diri dan penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati
nurani.
John Dewey (1978) :
Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself.
(pendidikan
adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan
sendiri
tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).
H.H Horne :
Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan
mana
kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri
sendiri,
dan mempertahankan ideal-idealnya.
Encyclopedia Americana (1978) :
Pendidikan merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk
memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan
sikap-sikap
ataupun keterampilan-keterampilan.
Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis
dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada
pencapaian tujuan pendidikan tertentu. Dari pelbagai definisi tersebut
di atas
dapat kita kita simpulkan bahwa pendidikan merupakan gejala insani
yang
fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak
manusia
ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan
eksistensial
manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali
jatidirinya
yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki,
melanjutkanmengembangkan
warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.
2.2. Tujuan dan Proses Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,
luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan
pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap
kegiatan
pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap
kegiatan pendidikan. Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan
pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen
pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen dari
seluruh
kegiatan pendidikan dilakukan sematamata terarah kepada atau
ditujukan
untuk pencapaian tujuan tersebut.
Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan
dengan tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional,
bahkan
salah, sehingga harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan
pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang
bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat
perkembangan
peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup
yang
baik. Sehubungan dengan fungsi tujuan yang sangat penting itu, maka
suatu
keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurangpahaman
pendidik
terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahpahaman di
dalam
melaksanakan pendidikan. Gejala demikian oleh Langeveld disebut
salah
teoritis (Umar
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap
komponen
pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan
pendidikan.
Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat
menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas
proses
pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan
kualitas
pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling
tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti
tersedianya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga
ditunjang
dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan
tercapai
secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam
kondisi
serba kekurangan, akan mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
2.3. Unsur-Unsur Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu :
1) Subjek yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern
cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa
pandang
usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui
keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia
ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna
memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang
hidupnya.
2) Orang yang membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami
pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru,
pemimpin
program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.
3) Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar
peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan.
Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses
berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi, metode serta alat-
alat
pendidikan.
4) Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang
sifatnya
abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya
sangat
luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan
pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik
dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan
menggunakan alat tertentu.
5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam
kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan.
Materi
ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat
nasional
yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa.
Sedangkan
muatan lokal nisinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya
sesuai dengan kondisi lingkungan.
6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang.
Alat
melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan
efektifitasnya.
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan
ataupun
diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
7) Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu
keluarga,
sekolah dan masyarakat.
2.4. Proses Belajar-Mengajar
Proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang
dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student
Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas,
pembimbing,
pengatur lingkungan, partissipan, ekspeditor, perencana, suvervisor,
motivator, penanya, evaluator dan konselor.
1) Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar,
guru
hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang
akan
diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti
meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena
hal
ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Salah
satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri
adalah
pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan
cara
demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu
pengetahuan
sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator
sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara
didaktis.
Maksudnya ialah agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki
oleh anak didik.
2) Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan
merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses
belajarmengajar.
Dengan demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan
dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan
merupakan
bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan. Sebagai fasilitator
guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya
berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses
belajarmengajar,
baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun
surat kabar.
3) Guru sebagai evaluator
Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk
pendidikan
pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan
diadakan
evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan tadi orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil
yang
telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Penilaian
perlu dilakukan, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap
pelajaran,
serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
2.5. Peran Pendidik Dalam Dunia Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003
Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik
adalah
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Proses belajar/mengajar adalah
fenomena
yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran,
tindakan,
dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan,
presentasi
dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung
(Lozanov, 1978).
Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar
sekali. Dimana keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi
manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan
berprestasi
merupakan suatu hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan
mental
pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap iklim belajar dan
pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar. Pengajar harus
mampu
memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan
berpengaruh kuat pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001)
Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik
bersamasama dengan anak didik; juga berwujud totalitas pengarahan
menuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde normatif guna
mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu
sendiri.
Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat
sukar,
tidak boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-
benar
harus dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan.
Barang siapa tidak memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta
pertimbangan rasional, dan perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa
refleksi
yang arif, berlangsung serampangan asal berbuat saja, dan tidak
disadari
benar, maka pendidik yang melakukan perbuatan sedemikian adalah
orang
lalai, tipis moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial. Karena itu
konsepsi
pendidikan yang ditentukan oleh akal budi manusia itu sifatnya juga
harus
etis. Tanpa pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan
membuahkan kesewenangwenangan terhadap anak-didiknya. Peran
seorang pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas
melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan
pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Hal ini
sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2. Di
samping
itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang
bertanggung
jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam
cara
yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang
telah
disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik
yaitu
pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam
proses
pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti
persoalan
psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah
perlakuan
pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan
pendidik
tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik.
(Sumardi
Suryabrata : 2004)
2.6. Pengertian E-Learning
Salah satu wujud pemanfaatan teknologi ini adalah melalui
pengembangan e-learning di sekolah dan perguruan tinggi. E-Learning
merupakan suatu teknologi informasi yang relatif baru di Indonesia.
elearning
terdiri dari dua bagian, yaitu e- yang merupakan singkatan dari
elektronika dan learning yang berarti pembelajaran. Jadi e-Learning
berarti
pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat
elektronika,
khususnya perangkat komputer. Karena itu, maka e-Learning sering
disebut
pula dengan on-line course. e-Learning adalah pembelajaran melalui
jasa
elektronik. Kini, e-Learning menjadi salah satu alternatif pembelajaran
karena
keunggulan yang dimilikinya Sayangnya, meskipun disadari e-learning
dapat
membantu mempercepat proses pendidikan dan meningkatkan mutu
pendidikan, pemanfaatannya belum populer di sekolah-sekolah bahkan
di
perguruan tinggi di Indonesia.
E-learning (electronic learning) adalah pembelajaran baik secara
formal maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik,
seperti
internet, intranet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan
lainlain
(Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih
dominan
menggunakan internet (berbasis web).
2.7. Fungsi Pembelajaran Elektronik
Ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan
pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai
suplemen
yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau
pengganti
(substitusi) (Siahaan, 2002).
a. Suplemen
Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta
didik
mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi
pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada
kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi
pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik
yang
memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau
wawasan.
b. Komplemen (tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi
pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi
pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002).
Sebagai
komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan
untuk
menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta
didik
di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Materi
pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila
kepada
peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi
pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners)
diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran
elektronik
yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya
agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik
terhadap
materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas. Dikatakan sebagai
program remedial, apabila kepada peserta didik yang mengalami
kesulitan
memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di
kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan
materi
pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk
mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah
memahami
materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
c. Substitusi (pengganti)
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan
beberapa
alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para
mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel
mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas
lain
sehari-hari mahasiswa. Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran
yang
dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka
(konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi
melalui
internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet. Alternatif
model
pembelajaran mana pun yang akan dipilih mahasiswa tidak menjadi
masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi
perkuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika
mahasiswa dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulus
melalui cara konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau
bahkan
melalui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara
pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang
sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu mahasiswa untuk
mempercepat penyelesaian perkuliahannya.
2.8. Manfaat Pembelajaran elektronik Learning
Menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996)
manfaat Pembelajaran elektronik Learning (e-Learning) itu terdiri atas
4 hal,
yaitu:
(1). Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik
dengan
guru atau instruktur (enhance interactivity). Apabila dirancang secara
cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi
pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara
sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan
belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran
yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai
kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya
di
dalam diskusi. Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran yang
bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan
dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat
terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung
didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan
berani.
Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran
elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau
kurang
berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan
maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi
atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001).
(2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan
kapan
saja (time and place flexibility). Mengingat sumber belajar yang sudah
dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta
didik
melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan
sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002).
Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat
diserahkan kepada guru/dosen/instruktur begitu selesai dikerjakan.
Tidak
perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan
guru/instruktur.
(3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to
reach a
global audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah
peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran
elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta
waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan
kapan
saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar
dilakukan
melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi
siapa saja yang membutuhkan.
(4) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi
pembelajaran
(easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas
yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak
yang terus berkembang turut membantu mempermudah
pengembangan
bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau
pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan
materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di
samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran
dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari
peserta
didik maupun atas hasil penilaian guru/dosen/ instruktur selaku
penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Peran Pendidik pada Proses Belajar-Mengajar melalui
Pengembangan e-Learning
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama.
Karena
Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan
pendidik/guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan
timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi
berlangsungnya
proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini
memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru
dengan
siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya
penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan
sikap
dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya
tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang
menonjol
selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing
(counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah
sesuai
dengan fungsi dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih,
seorang guru akan berperan mendorong siswanya untuk menguasai
alat
belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan mencapai prestasi
setinggi-tingginya, dan membantu siswa untuk bekerja keras dan
membantu
siswa menghargai nilai belajar dan pengetahuan. e-Learning menjadi
salah
satu alternatif pembelajaran karena keunggulan yang dimilikinya
Sayangnya,
meskipun disadari e-learning dapat membantu mempercepat proses
pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan, pemanfaatannya
belum
populer di sekolah-sekolah bahkan di perguruan tinggi di Indonesia.
Padahal teknologi informasi dapat dipergunakan untuk
memperluas daya jangkau kesempatan pendidikan ke seluruh pelosok
Tanah
Air. Upaya ini bisa dilakukan dengan mengembangkan sistem delivery
sumber-sumber pendidikan Sistem delivery itu dapat dilakukan dengan
menggunakan kemajuan teknologi, termasuk dalam hal ini dengan
sistem
belajar jarak jauh, Penggunaan e-Learning tidak bisa dilepaskan
dengan
peran Internet. Internet pada dasarnya adalah kumpulan informasi
yang
tersedia di komputer yang bisa diakses karena adanya jaringan yang
tersedia di komputer tersebut. Oleh karena itu bisa dimengerti kalau e-
Learning bisa dilaksanakan karena jasa Internet ini. e-Learning sering
disebut pula dengan nama on-line course karena aplikasinya
memanfaatkan
jasa Internet. e-Learning menyadari bahwa di Internet dapat
ditemukan
berbagai informasi dan informasi itu dapat diakses secara lebih
mudah,
kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan Internet menjadi
suatu
kebutuhan. Bukan itu saja, pengguna Internet bisa berkomunikasi
dengan
pihak lain dengan cara yang sangat mudah melalui teknik e-
moderating yang
tersedia di Internet. Tersedianya fasilitas e-Moderating dimana guru
dan
siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas Internet
secara
regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan
tanpa
dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Guru dan siswa dapat
menggunakan
bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal
melalui
Internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh
bahan
ajar dipelajari; Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap
saat
dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di
komputer. Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan
dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di
Internet
secara lebih mudah. Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi
melalui Internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang
banyak,
sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Relatif
lebih
efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi
atau
sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka
yang
bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
4.2. Upaya Membangun Budaya Belajar melalui Pengembangan
Elearning
Ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar
dengan menggunakan model e-learning di sekolah. Pertama, siswa
dituntut
secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang
sesuai agar
siswa mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri
dalam
pembelajaran. Kedua, guru mampu mengembangkan pengetahuan
dan
ketrampilan, memfasilitasi dalam pembelajaran, memahami belajar
dan halhal
yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Ketiga tersedianya infrastruktur
yang memadai dan yang ke empat administrator yang kreatif serta
penyiapan
infrastrukur dalam memfasilitasi pembelajaran. Kunci sukses
terealisasinya
program e-learning, yakni adanya perencanaan dan leadership yang
terarah
dengan mempertimbangkan efektifitas dalam pembiayaan, integritas
sistem
teknologi serta kemampuan guru dalam mengadapsi perubahan model
pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung
kemampuan
mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan
budayabelajar. Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan
program
e-learning yakni pertama menentukan strategi yang jelas tentang
target
audience, pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya
infrastruktur,
budget dan pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang
tunai.
Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan
Commercial or OS-LMS, ketiga adalah adanya hubungan dengan
perusahan
yang mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-
learning yang
dikembangkan di sekolah. Ke empat menyiapkan bahan-bahan yang
akan
dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan
serta
menyiapkan short response time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu
dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.
Membudayakan belajar berbasis TIK (Teknologi Informasi dan
Komputer) Berkembangnya teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai
tahun
1995an, salah satu kendalanya adalah menyiapkan peserta didik
dalam
budaya belajar berbasis teknologi informasi serta kurang trampilnya
dalam
menggunakan perangkat komputer sebagai sarana belajar, serta
masih
terbatasnya ahli dalam teknologi multimedia khususnya terkait dengan
model-model pembelajaran. Untuk mempersiapkan budaya belajar
berbasis
TIK adalah keterlibatan orang tua murid dan kultur masyarakat akan
teknologi serta dukungan dari lingkungan merupakan faktor yang tidak
bisa
diabaikan. Pembentukan kominitas TIK sangat mendukung untuk
membudayakan anak didik dengan teknologi. Model ini telah
dikembangkan
di Jepang tepatnya di Shuyukan High School dengan membentuk club
yang
dinamai (Information Science Club), yakni sebagai wadah siswa untuk
bersinggungan dengan budaya teknologi.
Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada tiga kompetensi dasar
yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran
elearning.
Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional
(instructional design) sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang
dituangkan dalam rencana pembelelajaran. Kedua, penguasaan TIK
dalam
pembelajaran yakni pemanfaatan internet sebagai sumber
pembelajaran
dalam rangka mendapatkan materi ajar yang up to date dan
berkualitas dan
yang ketiga adalah penguasaan materi pembelajaran (subject metter)
sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki. Langkah-langkah kongkrit yang
harus
dilalui oleh guru dalam pengembangan bahan pembelajaran adalah
mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan setiap
pertemuan,
menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang
telah
ditetapkan. Bahan tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik
mungkin dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar,
video dan
bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang
akan
dipelajari serta diberikan latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah
evaluasi pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan
siswa.
Bahan pengayaan (additional matter) hendaknya diberikan melalui link
ke
situs-situs sumber belajar yang ada di internet agar siswa mudah
mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka secara teknis
guru
tinggal meng-upload ke situs e-learning yang telah dibuat
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan
program elearning / digital classroom adalah guru menggunakan
internet dan
email untuk berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan
belajar
siswa, siswa mampu mengatur waktu belajar, dan pengaturan
efektifitas
pemanfaatan internet dalam ruang multi media.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis
dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Peran Pendidik pada Proses Belajar-Mengajar melalui
Pengembangan e-
Learning, guru tidak hanya tampil sebagai pengajar (teacher), karena
dengan adanya e-Learning guru dan siswa dapat berkomunikasi secara
mudah melalui fasilitas Internet secara regular atau kapan saja
kegiatan
berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat
dan
waktu.
2. Upaya Membangun Budaya Belajar melalui Pengembangan E-
learning
adalah pendidik mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan
setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang
sesuai
dengan tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan
indikatorindikator
yang telah ditetapkan kemudian dibuat tampilan yang menarik
dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan
bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik. Bahan pengayaan
hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang
ada di
internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut
selesai maka secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-
learning
yang telahdibuat
5.2 Saran
Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran
pendidik tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat
pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada
bagaimana seorang anak didik bisa belajar dari lingkungan dari
pengalaman
dan kehebatan orang lain, dari kekayaan luasnya hamparan alam,
sehingga
dengan pengembangan elektronikal learning ini siswa dapat
mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya pikir imaginatif nya.
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, Kartini. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta :
Anem Kosong Anem Makmun, Syamsudin Abin. 1999. Psikologi
Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sidi, Djati Indra. 2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta :
Paramadina
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Tirtarahardja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka
Cipta
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem
Pendidikan
Nasional. Jakarta : Cemerlang
Anggoro, Mohammad Toha. 2001. Tutorial Elektronik melalui Internet
dan
Fax
Internet dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2,
No. 1,
Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm)
Sutrisno. (2007). E-learning di Sekolah dan (sumber dari Internet: 17
Agustus
2007).

You might also like