You are on page 1of 84

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sebagai mana dikutip dari Muhammad Safii Antonio (2009:3) bahwa

seiring perjalanan sejarah, sebuah peradaban yang begitu mengagungkan logika

dan kapabilitas kini beralih ke era wisdom dan value. Meraka sadar bahwa

kesuksesan seseorang sangat tergantung kepada sistem nilai dan kepribadian yang

di yakininya. Keberhasilan finansial dan kecanggihan manajemen teknis ternyata

mengalami keruntuhan ketika jiwa dan mentalnya ambruk. (Muhammad Syafii

Antonio, 2009:3)

Penyebab dari fenomena tersebut sebagaimana diungkapkan Sofyan Sauri

(2007:41) bahwa sejak memasuki abad ke-21 yang ditandai dengan

perkembangan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi Infomasi dan komunikasi (TIK)

amat mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai-nilai , baik nilai budaya, adat

istitiadat maupun nilai agama. Perkembangan iptek tersebut nyaris menghilangkan

batas ruang dan waktu sehingga dunia seakan menyatu dalam suatu kampung

(global Village).

Pertukaran informasi termasuk nilai antar bangsa berlangsung secara cepat

dan dinamis, sehingga mendorong terjadinya proses perpaduan nilai, kekaburan

nilai, bahan terkikisnya nilai asli yang menjadi identitas suatu komunitas yang

bersifat sakral, kini tengah berada di persimpangan jalan.

Pada saat nilai nilai advantage dari idiologi globalisasi mengalir deras ke

segala penjuru dunia yang dihembuskan oleh para pencetus dan pendukungnya,
pada saat itu pula terjadi proses aleanasi nilai sehingga mengakibatkan

kegamangan (split personality). Kegamangan nilai muncul karena kecenderungan

manusia era global lebih mengutamakan kemampuan akal dan memarginalkan

peranan nilai-nilai ilahiyah (agama). Akibatnya manusia kehilangan ruh

kemanusiaan dan hampa dari nilai-nilai spirritual. Kemampuan daya nalar

(rasionalitas) yang telah mencapai puncaknya yang tidak dibarengi dengan

kekuatan ruhaniyah, berakibat hidup menjadi kekosongan makna.

Akibat fatal lebih dari dari kondisi tersebut kini sumber-sumber nilai yang

menjadi panutan menjadi sangat beragam, tidak jelas dan berubah dari waktu ke

waktu karena rujukan moral yang dikembangkan hanya berorientasi kepada nilai

masyarakat dan memarginalkan nilai transendental yang bersumber dari agama.

Atas dasar hal tersebut beberapa ahli melakukan riset untuk mencari

jawaban dari fenomena ini hingga sampailah pada satu titik solusi dengan

penemuan pertamakali tentang Kecerdasan Spiritual Quotion (SQ) yang di gagas

oleh Danah Zohar dan Ian Marsall, masing-masing dari Oxford University

melalui riset yang komprehesif. Pembuktian ilmiah tentang kecerdasan spiritual

yang dipapakan Danah Zohar dan Ian Marsall dalam SQ (spiritual Quotion), The

Ultimate Intelligence (London, 2000), dua diantaranya adalah, pertama riset ahli

psikologi /syaraf, Michael Persinger pada awal tahun 1990-an dan lebih mutakhir

lagi tahun 1997 oleh ahli syaraf V.S Ramachandrandan timnya dari California

University , yang menemukan eksistensi God-Spot dalam otak mansia. Ini sudah

built-in sebagai pusat spiritual (spiritual center) yang terletak diantara jaringan

syaraf dan otak.


Kemudian bukti kedua adalah riset ahli syaraf Austria , Wolf Singer

(1990) atas Binding Problem yang menunjukan adanya proses saraf dalam otak

manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan yang

terkosnsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam

pengalaman hidup manusia. Suatu jaringan syaraf secara literal mengikat

pengalaman kita secara bersama untuk hidup menjadi lebih bermakna . Pada God

Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam. Akan tetapi

Penemuan SQ tersebut belum bahkaan tidak menjangkau dimensi ketuhanan

karena pemaparan baru sebatas tataran biologis atau psikologis semata dan tidak

bersifat transendental. Mereka tidak menyadari dari mana datangnya nilai-nilai

luhur tersebut, dan siapa pemilik hakiki value yang mulia itu. Sampai pada

pemahaman asma'ul husna yang yang sangat mencengangkan para lmuwan

pengkaji nilai tersebut tak terkecuali bagi Danah Johar yang sempat terperanjat

ketika mengetahui bahwa 12 nilai yang dikembangkannya dalam Spiritual Capital

tidak se-komprehensif value yang terdapat dalam asma'ul husna. (Antonio syafii,

2009:4)

Penemuan tentang God Spot yang berperan sebatas hardware yang

menjadi spiritual center pada otak manusia kini dilengkapi dengan pengkajian

Asma'ul husna sebagai sofware dari Emosional Spiritual Quotion (Ary Ginanjar,

2001:11) juga sebagai tool dalam pembentukan dan pengembangan nilai

ketuhanan yang bersifat transendental yang diyakini sebagai suara hati yang

universal dan mampu mengungkap kebenaran hakiki. (Antonio syafii, 2009: 7)


Hal yang paling urgen sekarang adalah pelatihan sepanjang waktu

(continuously improvement) yang mampu membentuk karakter dengan tingkat

kecerdasan emosi yang tinggi dalam rangka internalisasi nilai.

Lebih lanjut hal ini diperkuat oleh kutipan seorang psikologis terkemuka

yang menyatakan

“Taburlah gagasan petiklah perbuatan, taburlah perbuatan petiklah


kebiasaan, taburlah kebiasaan peiklah karekter, taburlah karakter petiklah
nasib. Artinya untuk membangun karakter perlu sebuah kebiasaan yang
dibentuk dari latihan/pembiasaan.” (Stephen Robert Covey, 1990:46).

Pada tatanan dunia pendidikan agama akhlak dan nilai, pembiasaan

menjadi sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan. Hal ini beranjak dari tujuan

utama pendidikan agama adalah menggugah “fitrah insaniyah” dan memunculkan

kembali potensi kebaikan yang sudah ada pada diri setiap orang (Wahyuni Nafis,

2003) yang selanjutnya ditanamkembangkan melalui kebiasaan dalam melakukan

amal ibadah, amal saleh dan akhlaq mulia (Darajat, 2001: 174) melalui pembiasan

dan latihan (Pangarsa: 21-25) sesuai sasaran pendidikan nilai dalam rangka

civilizing , baik dalam pola pikir, pola dzikir dan pola prilaku (Djahiri, 2006)

Latihan dan pengulangan yang merupakan metode praktis untuk

menghafalkan atau menguasai suatu materi pelajaran termasuk ke dalam metode

ini, bahkan secara teknis metode pembiasaan dam pengulangan ini telah

digariskan oleh Allah secara tersirat diantaranya di dalam Al Quran ayat pertama

surah Al-Alaq. Secara implisit metode ini menggambarkan dari cara turunnya

wahyu pertama ( ayat 1-5 ). Malaikat Jibril menyuruh Muhammad Rasulullah

SAW dengan mengucapkan “‫“ (”ِإْقَرا‬bacalah !” ) dan Nabi menjawab: ‘‫”َما َاَنا ِبَقاِرئ‬
( “saya tidak bisa membaca “), lalu malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi

menjawab dengan perkataan yang sama. Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian

Jibril membacakan ayat 1-5 dan mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak

lupa lagi tentang apa yang disampaikan Jibril tersebut ( Erwati Aziz, 2003: 81).

Dengan demikian metode pembiasaan dan pengulangan yang digunakan

Allah dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan

kepadanya langsung tertanam dengan kuat di dalam kalbunya.

Di dalam surat Al-A’la ayat 6, secara implisit Allah menegaskan lebih

lanjut bahwa:

6 :‫ل َتْنسي )العلى‬


َ ‫ك َف‬
َ ‫سُنْقِرُئ‬
َ)
“ Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka

kamu tidak akan lupa”. (Departemen Agama Repubik Indonesia,

1987:1051)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah membacakan Al Quran kepada Nabi

Muhammad SAW., kemudian Nabi mengulanginya kembali sampai ia tidak lupa

apa yang telah diajarkan-Nya. Dalam ayat 1 – 5 Surah Al Alaq, Jibril

membacakan ayat tersebut dan Nabi mengulanginya sampai hafal (Erwita Aziz,

2003: 82).

Perintah membaca dalam surah Al Alaq tersebut terulang sebanyak dua

kali, yaitu pada ayat pertama dan ketiga. Hal ini menjadi indikasi bahwa metode

pembiasaan dalam pendidikan sangat diperlukan agar dapat menguasai suatu ilmu.
Pembiasaan adalah upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan anak.

Hasil dari pembiasaan yang dilakukan seorang pendidik adalah terciptanya suatu

kebiasaan bagi anak didiknya. ”Kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu

yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa

dipikir lagi” ( Edi Suardi, tt. : 123 ).

Dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu sangat penting, karena

banyak orang yang berbuat atau bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-

mata. Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum

melakukan sesuatu ia harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan.

Sebagai ilustrasi bila seseorang sudah terbiasa shalat berjamaah, ia tak akan

berpikir lama ketika mendengar kumandang adzan, langsung akan pergi ke masjid

untuk shalat berjamaah.

Demikian halnya, orang yang pernah bertekad menurut hati nurani untuk

membantu orang lain akan lebih cepat menilai bahwa oran lain perlu bantuannya

dan ia akan berfkir dan bersikap sebagai penolong serta berusaha membuat

gagasan dengan cepat dan memecahkan masalah setepat mungkin. Secara sebagai

bahan kajian, hal ini dapat diilustrasikan pada kutipan berikut:

“Dalam suatu perjalanan , anda melihat seorang pemuda sedang berusaha


mengambil dengan paksa sebuah tas mlik seorang wanita tua, apa yang
anda rasakan? Namun ketika anda sadari bahwa pemuda tersebut
membawa sepucuk pistol, apa yag anda rasakan?” (Ary Ginanjar, 2001:9)

Pada kondisi fitrah kita menjawab dengan suara hati untuk “menolong”

wanita tersebut tapi pada keadaan berikutnya adalah suara hati untuk menolong

sekaligus “berhitung” ketika anda harus berfikir dua kali untuk menolong wanita

tua tersebut dan menghindari bahaya. (Ary Ginanjar, 2001:9)


Pada ilustrasi diatas adalah contoh dari membaca dan implementasi

kalimat an-nasir (penolong) dan al-muhshi (penuh perhitungan )“. Teori membaca

seperti ini senada dengan teori membaca yang dikemukakan oleh Chambers dan

Lowry (Burn, Roe dan Ross, 1984) bahwa membaca bukan hanya mengenali kata-

kata yang akan tetapi membawa ingatan yang tepat, merasakan dan

mendefinisikan beberapa keinginan, mengidentifikasi sebuah solusi untuk

memunuhi keinginan, memilih cara alternatif, percobaan dengan memilih,

menolak atau menguasai jalan atau cara yang dipilih, memikirkan beberapa cara

dari hasil yang evaluasi.

Pada pelaksanaannya pembisaan dimulai sejak dini, hal ini diperjelas oleh

sebuah perintah rasul dalam hal pembiasaan shalat, yang hendaknya dimulai

sedini mungkin. Rasulullah SAW. memerintahkan kepada para orang tua dan

pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan shalat, ketika berumur

tujuh tahun, sebagimana sabdanya yang diriwayatkan Imam Tirmidzi yang

diungkapkan Nurcholish Majid (2001: 64) :

‫عَلْيَها )رواه الترمذي‬


َ ُ‫ضِرُبْوه‬
ْ ‫ن َفا‬
َ ‫سِنْي‬
ِ ‫شَر‬
ْ‫ع‬
َ ‫ن َو ِاَذا َبَلَغ‬
َ ‫سِنْي‬
ِ ‫سْبَع‬
َ ‫لِة ِاِذا َبَلَغ‬
َ‫ص‬ّ ‫ي ِبال‬
ّ ‫صِب‬
ّ ‫)ُمُرْوا ال‬
“Suruhlah olehmu anak-anak itu shalat apabila ia sudah berumur tujuh

tahun, dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun, maka hendaklah

kamu pukul jika ia meninggalkan shalat”.( Nurcholish Majid (2001: 64)

Berawal dari pembiasaan sejak kecil itulah, peserta didik membiasakan

dirinya melakukan sesuatu yang baik. Menumbuhkan kebiasaan yang baik ini

tidaklah mudah, akan memakan waktu yang panjang, tapi bila sudah menjadi

kebiasaan, akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan tersebut.


Proses penanaman kebiasaan yang baik tentu membutuhkan metode yang

tepat. Hal ini senada dengan sebuah pernyataan bahwa:

”Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan

digunakan dalam pendekatan pembiasaan antara lain ialah metode

Latihan (Drill)”.( Ramayulis, 2005 : 129 )

Adapun keuntungan dari pendekatan metode pembiasaan berdasarkan

pendapat Zuhairini, 1983: 107) menguraikan hal tersebut sebagai berikut:

1. Dalam waktu relatif singkat, cepat dapat diperoleh penguasaan dan

keterampilan yang diharapkan

2. Para murid akan memiliki pengetahuan siap.

3. Akan menanamkan pada anak-anak kebiasaan belajar secara rutin dan

disiplin.

Dengan memperhatikan latar belakang penelitian yang di ungkapkan diatas

maka penelitian ini dinilai mungkin untuk dilakukan mengingat pembiasaan

membaca asma'ul husna yang telah dilakukan oleh siswa MTs Az-Zain Kabupaten

Sukabumi sejak tahun 2007 ketika siswa diwajibkan untuk membaca, berdoa,

menghafal, menyelami makna dan menteladani (takholluq) melalui asma'ul husna.


BAB II

ANALISA TEORITIK TENTANG PEMBIASAAN MEMBACA

ASMA’UL HUSNA DAN AKHLAK

A. Pembiasaan dan Permasalahannya

Secara etimologis kata “pembiasaan” berasal dari kata “biasa”. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia kata biasa berati lazim, biasa dan umum, seperti

sediakala sebagaimana yang sudah-sudah, sudah merupakan hal yang tidak

terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, sudah menjadi adat, sudah seringkali. Jadi,

kata pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang memperoleh imbuhan

prefiks “pe” dan sufiks “an”, yang berarti proses membiasakan, yang pada

akhirnya akan menghasilkan suatu kebiasaan atau adat. Pembiasaan adalah sebuah

upaya sehingga terjadinya sebuah kebiasaan. Kebiasaan adalah sesuatu yang biasa

dikerjakan, pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang

dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal

yang sama (http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php)

Pada konteks pembiasaan sebagai upaya menjadikan kebiasaan, maka

kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa

direncanakan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi” ( Edi Suardi,

tt.123).

Kata “kebiasaan” berarti sesuatu yang telah biasa dilakukan, atau adat

(Poerwadarminta, 2007: 153).

Adapun istilah pembiasaan dilihat dari dimensi Pendidikan memiliki

beberapa indikator. Adapun indikator tersebut adalah:


1. Pembiasaan mengandung unsur Tuntutan Kebiasaan

Dalam proses pembiasaan, unsur tuntutan kebiasaan berperan penting

dalam hal pendidikan Akhlak. Dalam kajian pendidikan akhlaq bentuk tuntutan

ini lebih dikenal dengan dressur /pendidikan bersifat paksaan. (Fadil Yani; 2007 :

17).

Dalam proses pendidikan perlu adanya sebuah latihan dan pembiasaaan

dengan konsisten dan disiplin. Hal ini berdasar pada sebuah kutipan:

“ berdisiplin selain akan membuat seorang memiliki kecakapan mengenai

cara belajar yang baik, juga merupakan suatu proses ke arah

pembentukan watak yang baik.watak yang baik dalam diri seseorang akan

mencipatakan suatu kepribadian yang luhur.” (The Liang Gie, 1985 : 59)

Seperti dari layaknya seorang prajurit yang terampil (professional) dalam

menggunakan senjata berat, ternyata sebelumnya mereka dilatih dengan metode

drill dan penuh disiplin. Sehingga ketika menghadapi musuh di medan tempur

mereka sangat mudah dan tanpa pemikiran yang lambat bahkan terjadi karena

spontanitas (http://www.kodam-jaya.mil.id/arsif-artikel-kontribusi/967).

Dengan alasan tersebut, begitu pentingnya disiplin hingga Allah

berfirman pada Surah Ash-Shaaf:4 yang di tuturkan pula oleh seorang panglima

besar yakni imam Ali bin Abi Thalib r.a mengingatkan bahwa

"Kebenaran yang tidak terorganisasi dengan rapi, dapat dikalahkan oleh

kebatilan yang diorganisasi dengan baik". (Muhammad Syakir Sula:610)

Dengan demikian tampaklah bahwa tuntutan akan nilai kedisiplinan,

sangat penting dalam proses pendidikan.


Hal lebih lanjut tentang kedisiplinan dijelaskan Merriam pada Webster’s

New Dictionary (1984:248) sebagai berikut:

1) Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau

keadaan serba teratur dan efisiensi.

2) Hasil latihan serupa itu mengembangkan diri, perilaku tertib

3) Penerimaan atau ketundukan kepada kekuasaan dan kontrol

4) Suatu cabang ilmu pengetahuan.

2. Bersifat Lazim.

Sebuah pembiasaan berarti pula sebagai pelaziman. lazim berarti sedia

kala dan umum adanya (KBBI:2010). Konsep pembiasaan berarti pula

membiasakan kembali atau melanjutkan sesuatu yang menjadi kelaziman bagi

komunitas tertentu. Bagi seluruh ummat muslim membaca asma’ul husna adalah

hal yang lazim, sedangkan pembiasaan membaca asma’ul husna juga lazim

dilakukan di kalangan ummat muslim (ESQ 165 Magazine : 2010). Perintah Allah

mengenai Pengamalan Asma’ul husna dapat ditemukan pada Al-Quran:

َ ‫ن َمللا َكللاُنوْا َيْعَمُلللو‬


‫ن‬ َ ‫جَزْو‬
ْ ‫سلُي‬
َ ‫سلَمآِئِه‬
ْ ‫ن ِفلي َأ‬
َ ‫حلُدو‬
ِ ‫ن ُيْل‬
َ ‫عوُه ِبَهللا َوَذُروْا اّللِذي‬
ُ ‫سلَنى َفللاْد‬
ْ‫ح‬
ُ ‫سلَماء اْل‬
ْ‫ل‬
َ ‫لا‬
ِّ ‫َو‬
180 : ‫))العراف‬
Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan

menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang

menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti

mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

(Departemen Agama Republik Indonesia,1987:252)


Lebih lanjut tentang pembiasaan dalam membaca asma’ul husna

berdasarkan hadits rasulullah SAW :

“‫”إن أسماء ال تسعة وتسعون اسمًا من أحصاها دخل الجنة‬


“Sesungguhnya nama-nama Allah ada 99 nama, barangsiapa yang membaca

menghafalkannya akan masuk surga.”(.Sa'id Qahthani, 2005)

Dalam penafsiran hadits di atas Syaikh Al‘Alaamah Muhammad bin

Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menegaskan pendapatnya pada kitab Al

Qowa’idul fi Shifatillahi wa Asmail Husna bahwasanya

“Makna yang terkandung dalam hadist tersebut adalah barangsiapa yang

menjaga (menghafalkan dan memahami) 99 nama tersebut maka Allah

akan memasukkannya ke dalam surga.” (Syaikh Al‘Alaamah Muhammad

bin Sholeh Al ‘Utsaimin)

Pengamalan Asma’ul husna sebagai bagian yang telah digariskan dalam

Al-Quran dan As-Sunnah adalah sebuah kelaziman mengingat pembiasaan

membaca asma’ul husna adalah bagian ibadah bagi setiap muslim dan memiliki

dasar hukumnya jelas dari Al-Quran dan Sunah nabi. Sedangkan Al-Quran dan

As-Sunnah adalah hal yang lazim adanya di kalangan ummat muslim. Hal ini

berdasar pada hadits nabi yang ditemukan pada kitab Muwattha Malik Juz 5

halaman 381 yang berbunyi:

‫ضّلوا َما‬
ِ ‫ن َت‬
ْ ‫ن َل‬
ِ ‫ت ِفيُكْم َأْمَرْي‬
ُ ْ‫ل َتَرك‬
َ ‫سّلَم َقا‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬
ُّ ‫صّلى ا‬
َ ‫ل‬
ِّ ‫ل ا‬
َ ‫سو‬
ُ ‫ن َر‬
ّ ‫ن َماِلك َأّنُه َبَلَغُه َأ‬
ْ‫ع‬َ ‫حّدَثِني‬
َ ‫و‬

‫سّنَة َنِبّيِه )رواه الحاكم وذار القطن‬


ُ ‫ل َو‬
ِّ ‫ب ا‬
َ ‫سْكُتْم ِبِهَما ِكَتا‬
ّ ‫)َتَم‬
“Telah ku tinggalkan bagi kalian dua perkara sehingga kalian tak akan

sesat selagi kalian berpegang teguh kepada keduanya yakni kitab Allah

dan sunnah nabi-Nya.”

(Syekh M. Hisyam Kabbani, 2008:182)

Dengan demikian Pembiasaan membaca asma’ul husna adalah hal yang

lazim, mengingat ia bersumber dari Al-Quran dan sunnah rasul, adanya perintah

untuk membiasakannya dan pembiasaan ini telah dilakukan oleh ummat muslim.

3. Pembiasaan Terjadi Berulang-ulang

Pengulangan ini telah digariskan oleh Allah secara tersirat diantaranya di

dalam Al Quran ayat pertama surah Al-Alaq. Secara implisit metode ini

menggambarkan dari cara turunnya wahyu pertama (ayat 1-5). Malaikat Jibril

menyuruh Muhammad Rasulullah SAW dengan mengucapkan “‫“( ”ِإْقَرا‬bacalah!”)

dan Nabi menjawab: ‘‫“ ( ”َما َاَنا ِبَقللاِرئ‬saya tidak bisa membaca“), lalu malaikat

Jibril mengulanginya lagi dan Nabi menjawab dengan perkataan yang sama. Hal

ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril membacakan ayat 1-5 dan

mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi tentang apa yang

disampaikan Jibril tersebut ( Erwita Aziz, 2003: 81).

Mengenai pentingnya pengulangan dan kesinambungan dalam pembiasaan

sebagai mana Dikutip dari buku Ajengan Cipasung (K.H Moh. Ilyas Ruhiyat)

mengenai hadits rasul yang berbunyi

‫احب العمال الى ال ادوامها وان قل‬

“Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara rutin

walaupun sedikit.” (Iip Yahya, 2006:12)


Ungkapan hadits yang sederhana namun syarat makna ungkapan

sederhana ini bila dikaitkan dengan konsep tiga tujuan pembaelajaran yaitu

knowing (mengetahui), doing (keterampilan melaksanakan yang diketahui) dan

being (pengetahuan yang menjadi satu dengan kepribadiannya) (Iip D. Yahya,

2006: 12)

Adapun kaidah pengulangan dalam ibadah lebih menekankan hitungan

ganjil. Hal ini seperti telah digariskan oleh Allah pada hitungan satu rakaat pada

shalat witir, tiga kali pada wudlu, lima waktu pada shalat fardu, tujuh keliling

pada thawaf dan sebelas pada shalat witir. adalah perumpamaan keutamaan pada

wudlu (www..rwa2an.net./vb/showthread.php?t=10098).

Berkaitandengan pengulangan dengan bilangan ganjil Nabi Muhamad

SAW. pun bersabda:

‫ هذا وضوئي ووضوء‬:‫ وتوضأ ثلثًا ثلثًا وقال‬،‫من توضأ مرتين مرتين أتاه ال أجره مرتين‬

‫النبياء من قبلي ووضوء خليل الرحمن إبراهيم عليه السلللللللم‬

“Barang siapa yang berwudlu dua kali dua kali, maka Allah memberikan

pahal abaginya dua kali dan berwudlunya seseorang dengan tiga kali-tiga

kali inilah wudlu ku dan wudlunya para nabi sebelumku dan wudlunya

kekasih Alllah yang maha pengasih yakni nabi Ibrahim a.s.”

(Imam Al-Ghazali, tt: 1/145)

Kajian lebih lanjut Allah mengisyaratkan bahwa Sebuah amal yang baik

selalu dianjurkan untuk diulang dengan hitungan ganjil. Sebagai mana sabda

rasulullah SAW dalam sebuah hadits :

‫)أن ال وتر يحب الوتر )متفق عليه‬


“sesungguhnya allah itu esa dan menyukai yang ganjil.”

(Muslim ibn al-Hajjaj al-Qushayri: 1994)

4. Pembiasaan Bersifat Praktis

Dalam hal pembiasaan sebagai hal yang bersifat praktis maka rasulullah

Syeikh Ibrahim ibn Ismail menegaskan pada kitab Syarh Ta'lim al-Muta'allim:

‫افضل العلم علم الحال وافضل العمل حفظ الحال‬


“Ilmu yang paling utama adalah ilmu perbuatan dan sebaik-baiknya

perbuatan adalah menjaga tingkah laku.” (Syeikh Ibrahim ibn Ismail:tt:4)

Penanaman kebiasaan yang baik , sebagaimana sabda Rasulullah SAW di

atas, sangat penting dilakukan sejak awal kehidupan anak. Agama Islam sangat

mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan

peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan. Bahkan nabi

sendiri yang memerintahkan kepada para orang tua, dalam hal ini para pendidik

agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan sholatsejak dini ( Ramayulis,

2005 : 129 ). Hal tersebut berdasarkan hadits di bawah ini:

‫ َوَفّرُقْوا‬،‫ن‬
َ ‫سِنْي‬
ِ ‫شِر‬
ْ‫ع‬
َ ‫عَلْيَها َوُهْم َأْبَناُء‬
َ ‫ضِرُبْوُهْم‬
ْ ‫ن َوا‬
َ ‫سِنْي‬
ِ ‫سْبِع‬
َ ‫لِة َوُهْم َأْبَناُء‬
َ‫ص‬ّ ‫لَدُكْم ِباال‬
َ ‫ُمُرْوا َأْو‬

‫جِع )رواه أبوداوود‬


ِ ‫ضا‬
َ ‫)َبْيَنُهْم فيِالَم‬

“Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka

berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya

ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur

mereka.”( Maktabah Syamillah)

5. Pembiasaan dalam upaya pendidikan dan pembinaan

Pendidikan Islam adalah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya


pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik berdasarkan aturan

islam (http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Pendidikan islam merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat

melaksanakan islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, berasarkan makna

ini, maka pendidikan yang diterapakan islam yaitu mempersiapkan diri manusia

guna melaksanakan amanat yang dipikulkan kepadanya, ini berarti sumber-

sumber islam dan pendidikan islam itu sama yakni yang terpenting, Al-qur’an dan

sunnah rasulullah (Abdurrahman An-Nahlawi, 1992: 41 )

Berkaiatan dengan pendidikan, D. Marimba mengatakan: “ Pendidikan

Agama Islam pada prinsipnya adalah untuk membentuk kepribadian muslim

(1980: 46)

Pendapat senada dikatakan oleh arief Ichwani adalah: “Tujuan Pendidikan

Islam adalah untuk membina mental spritual dalam rangka mengabdi kepada

Allah sesuai dengan ajaran islam” (1986: 4).

Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai. Karena lebih

banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan,

yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik

sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya (Muhaimin:

159).

Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi peserta

didik untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam

kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai.

Upaya dari pihak sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran

Islam kepada diri peserta didik menjadi sangat penting, dan salah satu upaya
tersebut adalah dengan metode pembiasaan di lingkungan sekolah. Metode

pembiasaan tersebut adalah dengan menciptakan suasana religius di sekolah,

karena kegiatan–kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang

dilaksanakan secara terprogram dan rutin (pembiasaan) diharapkan dapat

mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam secara baik

kepada peserta didik.

Nilai adalah suatu penetapan atau kualitas obyek yang menyangkut suatu

jenis aspirasi atau minat (Nur Syam: 133). Pendidikan agama Islam merupakan

pendidikan nilai di mana peserta didik diharapkan dapat bertindak, bergerak dan

berkreasi dengan nilai-nilai tersebut.

Nilai ajaran Islam merupakan sistem yang diwujudkan dalam amal

perilaku para pemeluknya, termasuk dalam hal ini anak, peserta didik maupun

masyarakat pada umumnya. Sistem nilai agama Islam adalah suatu keseluruhan

tatanan yang terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi dan

mempunyai keterpaduan yang bulat yang berorientasi pada nilai Islam. Jadi

bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu

Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya

membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak

saja dan tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentimen ) agama saja,

akan tetapi ia menyangkut keseluruhan diri pribadi anak, mulai dari latihan-

latihan (amaliah) sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang

menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia

dengan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri (Darajat: 107).


Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan nilai. Karena lebih

banyak menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun nilai kemanusiaan,

yang hendak ditanamkan atau ditumbuhkembangkan ke dalam diri peserta didik

sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiannya (Muhaimin:

159).

Proses Internalisasi nilai ajaran Islam menjadi sangat penting bagi peserta

didik untuk dapat mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai agama dalam

kehidupannya, sehingga tujuan Pendidikan Agama Islam tercapai. Upaya dari

pihak sekolah untuk dapat menginternalisasikan nilai ajaran Islam kepada diri

peserta didik menjadi sangat penting, dan salah satu upaya tersebut adalah dengan

metode pembiasaan di lingkungan sekolah.

Metode pembiasaan tersebut adalah dengan menciptakan suasana religius

di sekolah, karena kegiatan–kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan

yang dilaksanakan secara terprogram dan rutin (pembiasaan) diharapkan dapat

mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam secara baik

kepada peserta didik.

Pendidikan Iislam berorientasi pada pendidikan nilai sehingga perlu

adanya proses internalisasi tersebut. Jadi internalisasi merupakan ke arah

pertumbuhan batiniah atau rohaniah peserta didik. Pertumbuhan itu terjadi ketika

siswa menyadari sesuatu “nilai” yang terkandung dalam pengajaran agama dan

kemudian nilai-nilai itu dijadikan suatu “ sistem nilai diri” sehingga menuntun

segenap pernyataan sikap, tingkah laku, dan perbuatan moralnya dalam menjalani

kehidupan ini.

Menurut Muhaimin, tahap-tahap dalam internalisasi nilai adalah:


a. Tahap transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar

menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik

kepada siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal.

b. Tahap transaksi nilai, yaitu suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan

melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dan

guru bersifat timbal balik. Dalam tahap ini tidak hanya menyajikan

informasi tentang nilai yang baik dan yang buruk, tetapi juga terlibat

untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata,

dan siswa diminta memberikan respons yang sama, yakni menerima

dan mengamalkan nilai itu.

c. Tahap transinternalisasi, yakni bahwa tahap ini lebih dalam daripada

sekedar transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru di hadapan

siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya

(kepribadiannya). Demikian juga siswa merespons kepada guru

bukan hanya gerakan/penampilan fisiknya, melainkan sikap mental

dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam

transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang

masing-masing terlibat secara aktif.

Jadi, internalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam

karena pendidikan agama Islam merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai

tersebut dapat tertanam pada diri peserta didik, dengan pengembangan yang

mengarah pada internalisasi nilai-nilai ajaran Islam merupakan tahap pada

manifestasi manusia religius. Sebab tantangan untuk arus globalisasi dan


transformasi budaya bagi peserta didik dan bagi manusia pada umumnya adalah

difungsikannya nilai-nilai moral agama.

Pada tahap-tahap internalisasi ini diupayakan dengan langkah-langkah

sebagai berikut (Thoha: 94):

a. Menyimak, yakni pendidik memberi stimulus kepada peserta didik dan

peserta didik menangkap stimulus yang diberikan.

b. Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan

terhadap tata nilai tertentu, sehingga memiliki latar belakang

teoritik tentang sistem nilai, mampu memberikan argumentasi

rasional dan selanjutnya peserta didik dapat memiliki komitmen

tinggi terhadap nilai tersebut.

c. Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem

kepribadiannya disesuaikan dengan nilai yang ada.

d. Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan

sistem nilai tertentu dan dilaksanakan berturut –turut, maka akan

terbentuk kepribadian yang bersifat satunya hati, kata dan

perbuatan. Teknik internalisasi sesuai dengan tujuan pendidikan

agama, khususnya pendidikan yang berkaitan dengan masalah

aqidah, ibadah, dan akhlak.

Metode Pembiasaan sebagai Upaya Internalisasi Nilai Ajaran Islam

Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan, sehingga kebiasaan dapat

diartikan sebagai perbuatan atau ketrampilan secara terus-menerus, secara

konsisten untuk waktu yang lama, sehingga perbuatan dan ketrampilan itu benar-

benar bisa diketahui dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit
ditinggalkan, atau bisa juga kebiasaan diartikan sebagai gerak perbuatan yang

berjalan dengan lancar dan seolah-olah berjalan dengan sendirinya.

Perbuatan ini terjadi awalnya dikarenakan pikiran yang melakukan

pertimbangan dan perencanaan, sehingga nantinya menimbulkan perbuatan dan

apabila perbuatan ini diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan.

Jadi kebiasaan di sini merupakan hal-hal yang sering dilakukan secara berulang-

ulang dan merupakan puncak perwujudan dari tingkah laku yang sesungguhnya,

di mana ketika seseorang telah memiliki kemampuan untuk mewujudkan lewat

tindakan dan apabila tindakan ini dilakukan secara terus-menerus, maka ia akan

menjadi kebiasaan, dan kebiasaan tersebut akan mewujudkan karakter.

Pendidikan agama Islam sebagai pendidikan nilai maka perlu adanya

pembiasaan-pembiasaan dalam menjalankan ajaran Islam, sehingga nilai-nilai

ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, yang akhirnya akan

dapat membentuk karakter yang Islami. Nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi

karakter merupakan perpaduan yang bagus (sinergis) dalam membentuk peserta

didik yang berkualitas, di mana individu bukan hanya mengetahui kebajikan,

tetapi juga merasakan kebajikan dan mengerjakannya dengan didukung oleh rasa

cinta untuk melakukannya.

Pembentukan karakter seseorang (terutama peserta didik) bersifat tidak

alamiyah, sehingga dapat berubah dan dibentuk sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Kaidah umum dalam pembentukan karakter seperti diutarakan oleh

Anis Matta adalah sebagai berikut :

a.Kaidah kebertahapan, proses perubahan, perbaikan, dan pengembangan

harus dilakukan secara bertahap.


b.Kaidah kesinambungan, anda harus tetap berlatih seberapapun kecilnya

porsi latihan tersebut, nilainya bukan pada besar kecilnya, tetapi

pada kesinambungannya.

c.Kaidah momentum, pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk

fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya menggunakan bulan

Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat,

kedermawanan dan seterusnya.

d.Kaidah motivasi intrinsik, jangan pernah berfikir untuk memiliki

karakter yang kuat dan sempurna, jika dorongan itu benar-benar

lahir dalam diri anda sendiri, atau dari kesadaran anda akan hal itu.

e.Kaidah pembimbing, pembiasaan mungkin bisa dilakukan seorang diri,

tetapi itu tidak akan sempurna. Jadi, pembiasaan membutuhkan

kawan yang berfungsi sebagai guru/ pembimbing.

Dari kaidah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa selain kebiasaan

diberikan juga pengertian secara kontinyu, sedikit demi sedikit dengan tidak

melupakan perkembangan jiwanya, dengan melihat faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap pembentukan karakter dengan melihat nilai-nilai apa yang

diajarkan serta bersikap tegas dengan memberikan kejelasan sikap, mana yang

harus dikerjakan dan mana yang tidak. Memperkuatnya dengan memberikan

sangsi dengan kesalahannya dan juga tidak kalah pentingnya dengan adanya

teladan atau contoh yang diberikan


Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dalam mencapai tujuan

tertentu. Banyak para tokoh yang mengemukakan definisi pendidikan, tetapi pada

intinya pendidikan mempunyai beberapa unsur utama, yaitu:

a.Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan, atau pertolongan

yang dilakukan secara sadar

b.Ada pendidik, pembimbing atau penolong

c.Ada yang dididik atau si terdidik

d.Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut

Dari unsur pendidikan di atas dapat diketahui bahwa fungsi metode sangat

penting dalam proses belajar mengajar. Karenanya terdapat suatu prinsip yang

umum dalam memfungsikan metode, yaitu prinsip agar pengajaran dapat

disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan,

dan motivasi, sehingga pelajaran atau materi pendidikan yang akan disampaikan

itu dapat dengan mudah diberikan.

Beberapa metode dapat diaplikasikan dalam pembiasaan ini seperti kata

Ramayulis.

”Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk dipilih dan

digunakan dalam pendekatan pembiasaan antara lain ialah metode

Latihan (Drill) ”( Ramayulis, 2005 : 129 )

Alasan penggunaan metode drill yang dikutip dari pendapat Zuhairini,

dkk, (1983: 107) menguraikan hal tersebut sebagai berikut:

1.Dalam waktu relatif singkat, cepat dapat diperoleh penguasaan dan keterampilan yang

diharapkan

2.Para murid akan memiliki pengetahuan siap.


3.Akan menanamkan pada anak-anak kebiasaan belajar secara rutin dan disiplin.

Dari uraian diatas maka dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan

tahapan proses, unsur utama kegiatan pendidikan, serta metotode yang digunakan

maka pembiasaan adalah hal yang sangat efektif dalam pendidikan agama, nilai

dan akhlak pada dimensi pendidikan Islam.

B. Membaca dan Permasalahannya

Kata “membaca” artinya mengenali kata, (Chambers dan Lowry: 1984),

berdoa, (Kamus Besar Bahasa indonesia : 2010) menghafal, menyelami makna

(Burns, dkk., 1996: 6), Meneladani (Petty & Jensen, 1980). Maka membaca

asma’ul husna dipandang berpengaruh terhadap akhlak siswa.

Perintah Allah untuk membaca dalam konteks membaca adalah

berdasarkan ayat Allah dalam Al-Quran berikut ini:

1:3 ‫( )العلق‬3) ‫ك الْكَرُم‬


َ ‫(اْقَرْأ َوَرّب‬2)‫ق‬
ٍ ‫عَل‬
َ ‫ن‬
ْ ‫ن ِم‬
َ ‫سا‬
َ ‫ق الْن‬
َ ‫خَل‬
َ (1)‫ق‬
َ ‫خَل‬
َ ‫ك اّلِذي‬
َ ‫سِم َرّب‬
ْ ‫)اْقَرْأ ِبا‬

"Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang telah menciptakan (1)

Allah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) bacalah dan

tuhamnu yang maha pemurah."

(Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:1079)

Dari devinisi yang diungkapkan diatas maka pada penelitian ini kegiatan

membaca memliki indikator sebagai berikut:

1. Mengenali kata-kata
Pengetian membaca yang dikutip dari pendapat Burn, Roe dan Ross

(1984) adalah membaca dengan arti mengenali kata-kata. Mengenali berasal dari

kata kenal yang berarti tahu dan teringat kembali. Sedangkan mengenali berarti

mengetahui tanda-tanda atau ciri-ciri. Adapun pengertian “kata-kata” adalah

bentuk jama dari “kata” yang berarti unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan

yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan

dalam berbahasa (http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Dari uraian diatas maka mengenali kata dapat diartikan sebagai usaha

untuk mengetahui dan mengingat kembali berbagai tanda atau ciri yang menjadi

unsur bahasa yang diucapkan atau yang dituliskan yang merupakan perwujudan

kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat di gunakan dalam berbahasa.

Maka dari pengertian mengenali kata dapat kita simpulkan beberapa point

penting yang harus ada dalam mengenali kata ketika membaca asma’ul husna

adalah:

a. Upaya mengetahui dan mengingat (menghfal)

Mengetahui dan mengingat Asmaulhusna sebagai kajian utama berarti

mengetahui asma’ul husna dan mengingat kembali. Pada tingkatan ini membaca

asma’ul husna berati pula sekaligus memahami arti yang dibacanya.

Farris (1993: 304) Mengemukakan bahwa membaca sebagai pemrosesan

kata-kata, konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh

pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal

pembaca. Dengan demikian, pemahaman diperoleh bila pembaca mempunyai


pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang

terdapat di dalam bacaan

b. Identifikasi Simbol dan ciri sebagai unsur bahasa

Simbol dan ciri sebagai unsur bahasa dalam membaca asma’ul husna

adalah asma-asma Allah yang terdapat dalam asma’ul husna yang menggunakan

hufuf hjaiyah berbahasa arab baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Damarjati Supadjar menjelaskan bahwa pada hakekatnya membaca adalah

suatu aktivitas membatin dari suatu hal yang lahir. . Maksud dari lahir disini

adalah benda dalam artian fisik, kongkrit maupun abstrak yang dapat diindera

oleh panca indra manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Langsung

dalam pengertian melalui penglihatan, perabaan, penciuman, pengecapan, maupun

pendengaran. Sedangkan tidak langsung dapat diartikan melalui ciri-ciri suatu

benda atau keadaaan, ataupun dengan peralatan bantu tertentu.

Sebagai Contoh adalah membaca tulisan. Tulisan adalah suatu bentuk fisik

kongkrit yang melalui indra penglihatan, atau bisa juga melalui perabaan bagi

saudara kita yang tuna netra, kita jadikan sebagai input untuk diolah oleh otak

berdasarkan referensi pengetahuan yang pernah diajarkan (pelajaran mengenai

abjad) untuk kemudian disimpan dalam memori.

Dari memori tersebut kemudian tersusunlah kata dan kalimat yang dapat

kita keluarkan melalui ucapan, atau bisa jadi kita hentikan sampai tahapan

penyimpanan makna dalam memori jika kita membaca secara batin.


c. Unsur bahasa yang dibaca dapat diucapkan atau dituliskan

Asma’ul husna yang berbahasa arab sebagai bahasa Al-quran dapat

diucapkan atau dituliskan. Untuk itu tentu kemampuan membaca tulis berbahasa

arab ini merupakan syarat pokok bagi seseorang dalam membaca asma’ul husna,

mengingat kegiatan membaca adalah suatu proses komunikasi antara pembaca

dan penulis dengan bahasa tulis, hal tersebut dikemukakan oleh Kolker (1983: 3).

Unsur tulisan ini secara tersirat

5) ‫ن َما َلْم َيْعَلْم‬


َ ‫سا‬
َ ‫عّلَم الْن‬
َ (4)‫)ؤ‬

Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam(4) Dia

mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5).

(Departemen Agama Republik Indonesia:1989: 1079)

Baik membaca secara langsung atau tidak langsung atau membaca secara

lahir atau batin seperti diungkapkan Damarjati Supadjar, tetap pada prosesnya

membaca berasal dari sesuatu yang dapat dibaca dan di ucapkan.

d. Membaca Merupakan Perwujudan Kesatuan Perasaan dan Pikiran

Dari pendapat para ahli tentang membaca maka bagi orang yang membaca

asma’ul husna, maka perwujudan kesatuan, perasaan dan fikiran adalah hal yang

urgen karena tanpa itu ia hanyalah sebuah pelafalan dan tidak mencapai arti

membaca yang sempurna.

Fredick Mc Donald (dalam Burns, 1996: 8) mengatakan bahwa membaca

merupakan rangkaian respon yang kompleks, di antaranya mencakup respon


kognitif, sikap dan manipulatif. Membaca tersebut dapat dibagi menjadi beberapa

sub keterampilan, yang meliputi: sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman,

berpikir, belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif. Menurutnya, aktiivitas

membaca dapat terjadi jika beberapa sub keterampilam tersebut dilakukan secara

bersama-sama dalam suatu keseluruhan yang terpadu

Membaca Menurut Klein, dkk. (dalam Farida Rahim, 2005: 3), Pertama,

membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks dan

pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam

membentuk makna. Kedua, membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif

menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks

dalam rangka meng-kontruksi makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi

sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Ketiga, membaca merupakan

interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang

yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui beberapa

tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami

(readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks

Dengan uraian diatas mengenai membaca, baik dipandang sebagai respon

yang kompleks (melibatkan emosional) atau membaca dipandang sebagai proses,

strategis dan interaktif (bentuknya logis) semuanya adalah perwujudan Kesatuan

Perasaan dan Pikiran karena tanpa perwujudan perasaan dan fikiran maka

membaca dipandang tidak sempurna.

2. Berdoa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berdoa adalah sub makna dari

melafalkan sebagai makna dari membaca. Dengan kata lain berdoa adalah

membaca kalimat doa berbentuk pemintaan dan permohonan kepada tuhan

(Allah)

Pengertian Membaca yang diungkapkan Damarjati Supadjar adalah suatu

aktivitas batin dari suatu hal yang lahir. Dimensi lahir (yang di indera) kita

jadikan sebagai input untuk diolah oleh otak berdasarkan referensi pengetahuan

yang pernah diajarkan (pelajaran mengenai abjad) untuk kemudian disimpan

dalam memori. Dari memori tersebut kemudian tersusunlah kata dan kalimat yang

dapat kita keluarkan melalui ucapan, atau bisa jadi kita hentikan sampai tahapan

penyimpanan makna dalam memori jika kita membaca secara batin.

Dalam konteks membaca adalah doa maka asma’ul husna adalah isi dari

doa tersebut. Seperti firman Allah dalam Al-Quran :

‫ت ِبَها‬
ْ ‫خاِف‬
َ ‫ك َول ُت‬
َ ‫لِت‬
َ‫ص‬َ ‫ل َتجَْهْر ِب‬
َ ‫سَنى َو‬
ْ‫ح‬
ُ ‫سَماُء اْل‬
ْ‫ل‬َ ‫عوا َفَلُه ا‬
ُ ‫ن َأّيا َما َتْد‬
َ ‫حَم‬
ْ ‫عوا الّر‬
ُ ‫ل َأِو اْد‬
َّ ‫عوا ا‬
ُ ‫ل اْد‬
ِ ‫ُق‬
110:‫سِبيل}السرا‬
َ ‫ك‬
َ ‫ن َذِل‬
َ ‫}َواْبَتِغ َبْي‬

Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama

yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna (nama-

nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam

salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan

tengah di antara kedua itu." (Departemen Agama Republik Indonesia,

1987:440)

Dalam konteks asma’ul husna sebagai doa, berikut adalah fadhilah dari

pembacaan doa dengan asma’ul husna yang dipetik dari tajuk buku Khasiat
Asmaul-Husna & Himpunan Ayat-Ayat Al-Quran, susunan Abu Nur Husnina,

terbitan Pustaka Ilmi :

1. “Ya Allah!” apabila dizikirkan 500 x setiap malam, lebih-lebih lagi


selepas solat tahajjud atau solat sunat 2 rakaat mempunyai pengaruh
yang besar di dalam mencapai segala yang dihajati.

2. “Ya Rahman!” apabila dizikirkan sesudah solat 5 waktu sebanyak


500x, maka hati kita akan menjadi terang, tenang & sifat-sifat pelupa &
gugup akan hilang dengan izin Allah.

3. “Ya Rahim!” apabila dizikirkan sebanyak 100 x setiap hari, InsyaAllah


kita akan mempunyai daya penarik yang besar sekali hingga manusia
merasa cinta & kasih serta sayang terhadap kita.

4. “Ya Malik!” apabila dizikirkan sebanyak 121 x setiap pagi atau setelah
tergelincirnya matahari, segala perkerjaan yang dilakukan setiap hari
akan mendatangkan berkat & kekayaan yang diredhai Allah.

5. “Ya Quddus!” apabila dizikirkan sebanyak 100 x setiap pagi setelah


tergelincir matahari, maka hati kita akan terjaga dari semua penyakit hati
seperti sombong, iri hari, dengki dll.

6. “Ya Salam!” apabila dizikirkan sebanyak 136 x, InsyaAllah jasmani &


rohani kita akan terhindar dari segala penyakit sehingga badan menjadi
segar sihat & sejahtera.

7. “Ya Mukmin!” apabila dizikirkan sebanyak 236 x, InsyaAllah diri kita,


keluarga & segala kekayaan yang dimiliki akan terpelihara & aman dari
segala macam gangguan yang merosakkan.

8. “Ya Muhaimin!” apabila dizikirkan sebanyak 145 x sesudah solat


fardhu

Isyak, Insyaallah fikiran & hati kita akan menjadi terang & bersih.

9. “Ya ‘Aziz!” apabila dizikirkan sebanyak 40 x sesudah solat subuh,


InsyaAllah, kita akan menjadi orang yang mulia, disegani orang kerana
penuh kewibawaan.

10.”Ya Jabbar!” apabila dizikirkan sebanyak 226 x pagi & petang, semua
musuh akan menjadi tunduk & patuh dengan izin Allah.

11. “Ya Mutakabbir!” apabila dizikirkan sebanyak 662 x, maka dengan


kebijaksanaan bertindak, kita akan dapat menundukkan semua musuh,
bahkan mereka akan menjadi pembantu yang setia.
12.”Ya Khaliq!” dibaca mengikut kemampuan atau sebanyak 731x,
InsyaAllah yang ingin otak cerdas, cepat menerima sesuatu pelajaran ,
amalan ini akan memberikan otak kita cerdas dan cepat tangkap (faham).

13.”Ya Baarii’!” sekiranya kita berada didalam kesukaran atau sedang


sakit, dibaca sebanyak 100 x selama 7 hari berturut-turut, InsyaAllah kita
akan terlepas dari kesukaran & sembuh dari penyakit tersebut.

14.”Ya Musawwir!” sekiranya seorang isteri yang sudah lama belum


mempunyai anak, maka cubalah ikhtiar ini dengan berpuasa selama 7
hari dari hari Ahad hingga Sabtu. Di waktu hendak berbuka puasa, ambil
segelas air & dibacakan “Ya Musawwir” sebanyak 21 x, kemudian
diminum air tersebut untuk berbuka puasa. Bagi sang suami, hendaklah
berbuat perkara yang sama tetapi hanya dengan berpuasa selama 3 hari.
Kemudian pada waktu hendak berjimak, bacalah zikir ini sebanyak 10 x,
InsyaAllah akan dikurniakan anak yang soleh.

15.”Ya Ghaffaar!” sambil beri’tikaf (diam dalam masjid dalam keadaan


suci) bacalah zikir ini sebanyak 100 x sambil menunggu masuknya waktu
solat Jumaat, InsyaAllah akan diampunkan dosa-dosa kita.

16.”Ya Qahhaar!” dizikir menurut kemampuan atau sebanyak 306 x,


maka hati kita akan dijaga dari ketamakkan & kemewahan dunia &
InsyaAllah orang-orang yang selalu memusuhi kita akan sedar & tunduk
akhirnya.

17. “Ya Wahhaab!” dizikir sebanyak 100 x sesudah solat fardhu, barang
siapa yang selalu didalam kesempitan, Insya Allah segala kesulitan atau
kesempitan dalam soal apa pun akan hilang.

18. “Ya Razzaq!” dizikir mengikut kemampuan sesudah solat fardhu


khususnya solat subuh, Insya Allah akan dipermudahkan rezeki yang halal
& membawa berkat. Rezeki akan datang tanpa diduga!! tetapi perlulah
dilakukan dengan ikhtiar yang zahir.

19. “Ya Fattah!” dizikir sebanyak 71 x sesudah selesai solat subuh,


InsyAllah hati kita akan dibuka oleh Allah, sehingga mudah menerima
nasihat agama.

20. “Ya ‘Aalim!” dizikir sebanyak 100 x setiap kali selesai solat
Maktubah, Insya Allah akan mendapat kemakrifatan yang sempurna.

21. “Ya Qaabidhu!” dizikirkan 100 x setiap hari, maka dirinya akan
semakin dekat dengan Allah & terlepas dari segala bentuk ancaman.

22. “Ya Baasithu!” Bagi mereka yang berniaga atau mempunyai usaha2
lain, kuatkanlah usaha & berniaga itu dengan memperbanyakkan
membaca zikir ini setiap hari, InsyaAllah rezeki akan menjadi murah.
23. “Ya Khaa’fidh!” dizikirkan sebanyak 500 x setiap hari, dalam
keadaan suci, khusyuk & tawaduk, InsyaAllah segala maksud akan
ditunaikan Allah. Juga apabila mempunyai musuh, musuh itu akan jatuh
martabatnya.

24. “Ya Raafi!” dizikirkan setiap hari, baik siang atau malam sebanyak
70 x, InsyaAllah keselamatan harta benda di rumah, di kedai atau di
tempat-tempat lain akan selamat & terhindar dari kecurian.

25. “Ya Mu’izz!” dizikirkan sebanyak 140 x setiap hari, Insya Allah akan
memperolehi kewibawaan yang besar terutama ketua-ketua jabatan atau
perniagaan.

26. “Ya Muzill!” Perbanyakkanlah zikir ini setiap hari, sekiranya ada
orang berhutang kepada kita & sukar untuk memintanya, InsyaAllah si
penghutang akan sedar & membayar hutangnya kembali.

27. “Ya Samii’!” Sekiranya inginkan doa kita makbul & pendengaran
telinga kita tajam, biasakanlah zikir ini setiap hari menurut kemampuan,
lebih-lebih lagi sesudah solah Dhuha, InsyaAllah doa akan mustajab.

28. “Ya Bashiir!” Dizikirkan sebanyak 100 x sebelum solat Jumaat,


InsyaAllah akan menjadikan kita terang hati, cerdas otak & selalu
diberikan taufik & hidayah dari Allah.

29. “Ya Hakam!” dizikirkan sebanyak 68 x pada tengah malam dalam


keadaan suci, InsyaAllah dapat membuka hati seseorang itu mudah
menerima ilmu-ilmu agama & membantu kecepatan mempelajari ilmu-
ilmu agama.

30. “Ya Adllu!” dizikirkan sebanyak 104 x setiap hari sesudah selesai
solat 5 waktu, InsyaAllah diri kita selalu dapat berlaku adil.

31. “Ya Lathiif!” Dengan memperbanyakkan zikir ini mengikut


kemampuan, InsyaAllah bagi para peniaga, ikhtiar ini akan menjadikan
barangan jualannya menjadi laris & maju.

32. “Ya Khabiir!” Dengan memperbanyakkan zikir ini setiap hari,


terkandung faedah yang teramat banyak sekali sesuai dengan maksud
zikir ini antara lain faedahnya ialah dapat bertemu dengan teman atau
anak yang telah terpisah sekian lama.

33. “Ya Haliim!” Dizikirkan sebanyak 88 x selepas solat lima waktu, bagi
mereka yang mempunyai kedudukan di dalam pemerintahan, syarikat atau
apa saja, InsyaAllah dipastikan kedudukannya tidak akan dicabar atau
diungkit-ungkit atau tergugat.
34. “Ya ‘Aziim!” dizikirkan sebanyak 12 x setiap hari untuk orang yang
sekian lama menderitai sakit, InsyaAllah akan sembuh. Juga apabila
dibaca 12 x kemudian ditiupkan pada tangan lalu diusap-usap pada
seluruh badan, maka dengan izin Allah akan terhindar dari gangguan jin,
jin syaitan & sebagainya.

35. “Ya Ghafuur!” bagi orang yang bertaubat, hendaklah


memperbanyakkan zikir ini dengan mengakui dosa-dosa & beriktikad
untuk tidak mengulanginya, InsyaAllah akan diterima taubatnya oleh
Allah.

36. “Ya Syakuur!” dizikirkan sebanyak 40 x sehabis solat hajat, sebagai


pengucapan terima kasih kepada Allah, InsyaAllah semua hajat kita akan
dimakbulkan Allah. Lakukanlah setiap kali kita mempunyai hajat yang
penting & terdesak.

37. “Ya ‘Aliy!” Untuk mencerdaskan otak anak kita yang bebal, tulislah
zikir ini sebanyak 110 x (** di dalam bahasa Arab bukan Bahasa
Malaysia!!) lalu direndam pada air yang dingin & diberikan si anak
meminumnya, InsyaAllah lama kelamaan otak si anak itu akan berubah
cemerlang & tidak dungu lagi. InsyaAllah mujarab.

38. “Ya Kabiir!” Bagi seseorang yang kedudukannya telah dirampas atau
dilucut gara-gara sesuatu fitnah, maka bacalah zikir ini sebanyak 1,000 x
selama 7 hari berturut-turut dalam keadaan suci sebagai pengaduan
kepada Allah. Lakukanlah sesudah solat malam (tahajud atau hajat).

39. “Ya Hafiiz!” dizikir sebanyak 99 x, InsyaAllah diri kita akan


terlindung dari gangguan binatang buas terutamanya apabila kita berada
di dalam hutan.

40. “Ya Muqiit!” Sekiranya kita berada di dalam kelaparan seperti ketika
sesat di dalam hutan atau di mana sahaja sehingga sukar untuk
mendapatkan bekalan maknan, maka perbanyakkan zikir ini. InsyaAllah
badan kita akan menjadi kuat & segar kerana rasa lapar akan hilang.

41. “Ya Hasiib!” Untuk memperteguhkan kedudukan yang telah kita


jawat, amalkan zikir ini sebanyak 777 x sebelum matahari terbit &
selepas solat Maghrib, InsyaAllah akan meneguhkan kedudukan kita
tanpa sebarang gangguan.

42. “Ya Jaliil!” Barangsiapa mengamalkan zikir ini pada sepertiga


malam yang terakhir, InsyaAllah kita akan mendapati perubahaan yang
mengkagumkan – perniagaan akan bertambah maju. Andai seorang
pegawai, maka tanpa

disedari kedudukan kita akan lebih tinggi dan terhormat & begitulah
seterusnya dengan izin Allah.
43. “Ya Kariim!” Untuk mencapai darjat yang tinggi & mulia di dunia
mahupun di akhirat kelak, maka amalkan zikir ini sebanyak 280 x ketika
hendak masuk tidur. Nescaya Allah akan mengangkat darjat mereka yang
mengamalkan zikir ini.

44. “Ya Raqiib!” Bagi meminta pertolongan kepada Allah terhadap


penjagaan barang yang dikhuatirkan, maka zikirkan sebanyak 50 x setiap
hari dengan niat agar barang-barang yang dikhuatirkan yang berada di
tempat yang jauh & sukar dijaga terhindar dari sebarang kecurian
mahupun gangguan lainnya. Bertawakkal & yakinlah kepada Allah.
InsyaAllah….

45. “Ya Mujiib!” Sesungguhnya Allah adalah Zat yang menerima doa
hambaNya & agar doa kita mustajab & selalu diterima Allah, hendaklah
mengamalkan zikir ini sebanyak 55 x sesudah solat subuh. Insyaallah
Tuhan akan mengabulkan doa kita.

46. “Ya Waasi!” Apabila di dalam kesulitan maka amalkan zikir ini
sebanyak 128 x setiap pagi & petang, InsyaAllah segala kesulitan akan
hilang berkat pertolongan Allah. Andai zikir ini sentiasa diamalkan,
InsyaAllah Tuhan akan menjaga kita dari hasad dengki sesama makhluk.

47. “Ya Hakiim!” Bagi pelajar atau sesiapa sahaja yang


memperbanyakkan zikir ini setiap hari, InsyaAllah akalnya akan menjadi
cerdas & lancar didalam menghafal & mengikuti pelajaran. Amalkanlah
sekurang-kurangnya 300x setiap hari.

48. “Ya Waduud!” Amalkan zikir ini sebanyak 11,000 x pada setiap
malam. InsyaAllah kita akan menjadi insan yang sentiasa bernasib baik,
disayangi & rumahtangga kita akan sentiasa berada didalam keadaan
harmoni.

49. “Ya Majiid!” Untuk ketenteraman keluarga di mana setiap anggota


keluarga sentiasa menyayangi & menghormati & khasnya kita sebagai
ketua keluarga, maka amalkan zikir ini sebanyak 99 x, sesudah itu
hembuskan kedua belah tapak tangan & usap ke seluruh muka. InsyaAllah
semua anggota keluarga kita akan menyayangi & menghormati kita
sebagai ketua keluarga.

50. “Ya Baa’its!” Zikirkan sebanyak 100 x dengan meletakkan kedua


tangan ke dada, InsyaAllah akan memberi kelapangan dada dengan ilmu
& hikmah.

51. “Ya Syahiid!” Apabila ada di kalangan anggota keluarga kita yang
suka membangkang dan sebagainya, maka zikirkan sebanyak 319 x secara
berterusan setiap malam sehingga si pembangkang akan sedar & berubah
perangainya.
52. “Ya Haq”! Perbanyakkan zikir ini, InsyaAllah ianya sangat berfaedah
sekali untuk menebalkan iman & taat di dalam menjalankan perintah
Allah.

53. “Ya Wakiil” Sekiranya terjadi hujan yang disertai ribut yang kuat,
atau terjadi gempa, maka ketika itu perbanyakkan zikir ini, InsyaAllah
bencana tersebut akan menjadi reda & kembali seperti sediakala.

54. “Ya Qawiy!” Amalkan zikir ini sebanyak mungkin agar kita tidak
gentar apabila berdepan dengan sebarang keadaan mahupun berdepan
dengan si zalim.

55. “Ya Matiin!” Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin kerana ianya
mempunyai fadhilat yang besar sekali, antaranya untuk mengembalikan
kekuatan sehingga musuh merasa gentar untuk mengganggu.

56. “Ya Waliy!” Barangsiapa yang menjawat sebarang jawatan atau


kedudukan, maka amatlah elok sekali mengamalkan zikir ini sebanyak
mungkin kerana dengan izinNya,kedudukan kita akan kukuh & terhindar
dari sebarang gangguan oleh orang-orang yang bersifat dengki.

57. “Ya Hamiid!” Perbanyakkan zikir ini sebagai pengakuan bahawa


hanya Allah sahaja yang paling berhak menerima segala pujian.

58. “Ya Muhshiy!” Sekiranya kita inginkan diri kita digolongkan didalam
pertolongan yang selalu dekat dengan Allah (muraqabah), maka amalkan
zikir ini sebanyak mungkin sesudah solat 5 waktu.

59. “Ya Mubdiu!” Agar segala apa yang kita rancangkan akan berhasil,
maka zikirkan sebanyak 470 x setiap hari. InsyaAllah….

60. “Ya Mu’id!” Andai ada anggota keluarga yang menghilangkan diri
dan sebagainya, amalkan zikir ini sebanyak 124 x setiap hari sesudah
solat. InsyaAllah dipertunjukkan akan hasilnya.

61. “Ya Muhyiy!” amalkan zikir ini sebanyak 58 x setiap hari, InsyaAllah
kita akan diberikan kemuliaan darjat dunia & akhirat kelak.

62. “Ya Mumiit!” Barangsiapa memperbanyakkan zikir ini, InsyaAllah


akan dipermudahkan didalam perniagaan, berpolitik dan sebagainya.

63. “Ya Hayyu!” Untuk mencapai kekuatan mental/batiniah didalam


menjalani kehidupan, perbanyakkanlah zikir ini.

64. “Ya Qayyuum!” Telah berkata Imam Ghazali bahawa barangsiapa


yang ingin memperolehi harta yang banyak lagi berkat, ingin dikasihi
oleh setiap manusia, ingin berwibawa, ditakuti musuh & ingin menjadi
insan yang terhormat, maka berzikirlah dgn “Ya Hayyu Ya Qayyuum…”
sebanyak 1,000 x setiap malam atau siang hari. Hendaklah melakukannya
secara berterusan, Insya Allah akan tercapai segala hajat.

65. “Ya Waajid!” Andai berkeinginan keperibadian yang kukuh, tidak


mudah terpengaruh & teguh pendirian, maka perbanyakkan zikir ini.

66. “Ya Maajid!” Demi kecerdasan otak dan agar dipermudahkan hati
untuk menerima pelajaran, maka hendaklah pelajar tersebut
memperbanyakkan zikir ini setiap hari.

67. “Ya Waahid!” Bagi pasangan yang belum mempunyai cahayamata &
tersangat ingin untuk menimangnya, amalkanlah zikir ini sebanyak 190 x
setiap kali selesai menunaikan solat 5 waktu selama satu bulan & selama
itu juga hendaklah berpuasa sunat Isnin & Khamis, Insya Allah…

68. “Ya Somad! Ketika dalam kelaparan akibat sesat atau kesempitan
hidup, maka pohonlah kepada Allah dengan zikir ini sebanyak mungkin.
InsyaAllah, diri akan berasa segar & sentiasa.

69. “Ya Qaadir!” Apabila kita berhajatkan sesuatu namun ianya selalu
gagal, maka amalkan zikir ini sebanyak 305 x setiap hari, Insya Allah
segala hajat akan berhasil.

70. “Ya Muqtadir!” Agar tercapai tujuan yang dikehendaki, selain dari
berikhtiar secara lahariah, maka berzikirlah dengan zikir ini seberapa
mampu sehingga ikhtiar kita itu berhasil kerana zikir ini akan
mempercepatkan keberhasilan hajat kita.

71. “Ya Muqaddim!” Menurut Imam Ahmad bin Ali Al-Buuniy, beliau
berkata “Barangsiapa yang berzikir dengan zikir ini sebanyak 184 x
setiap hari, InsyaAllah, nescaya segala usahanya akan berhasil.”

72. “Ya Muahkhir”! Bagi meninggikan lagi ketaatan kita kepada Allah,
perbanyakkanlah zikir ini.

73. “Ya Awwal!!” Barangsiapa yang mengamalkan zikir ini sebanyak 37


x setiap hari, InsyaAllah segala apa yang dihajati akan diperkenankan
Allah.

74. “Ya Aakhir!” Amalkan berzikir sebanyak 200 x sesudah solat 5 waktu
selama satu bulan, InsyaAllah Tuhan akan membuka pintu rezeki yang
halal.

75. “Ya Dhaahir!” Amalkanlah zikir ini sebanyak 1,106 x selesai solat
waktu di tempat yang sunyi (khalwat), nescaya Allah akan membuka hijab
padanya dari segala rahsia yang pelik & sukar serta diberi kefahaman
ilmu.
76. “Ya Baathinu!” Seperti no. 75 jugak, tetapi amalkan sebanyak 30 x
sesudah solat fardhu.

77. “Ya Waaliy!” Memperbanyakkan zikir ini setiap pagi & petang boleh
menyebabkan seseorang itu menjadi orang yang ma’rifat, iaitu hatinya
dibuka oleh Allah. Difahamkan para wali Allah selalu memperbanyakkan
zikir ini

78. “Ya Muta’aAliy!” Sekiranya kita akan berjumpa dengan mereka yang
berkedudukan tinggi atau mereka yang sukar untuk ditemui, maka
bacalah zikir ini sebanyak mungkin sewaktu mengadap. InsyaAllah
dengan mudah kita akan berjumpa dengannya & segala hajat yang
penting-penting akan berhasil.

79. “Ya Bar!” Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin setiap hari,
InsyaAllah segala apa yang kita hajati akan terlaksana dengan mudah.

80. “Ya Tawwaab!” Bagi orang yang selalu membuat dosa & ingin
bertaubat maka hendaklah memperbanyakkan zikir ini supaya dengan
mudah diberikan petunjuk kembali ke jalan yang lurus.

81. “Ya Muntaqim!” Jika kita berhadapan dengan orang yang zalim,
supaya dia tidak melakukan kezalimannya terhadap kita, maka hendaklah
kita memperbanyakkan zikir ini setiap kali sesudah solat fardhu.
Insyaallah, kita akan mendpt pertolongan Allah.

82. “Ya ‘Afuww!” Barangsiapa memperbanyakkan zikir ini, nescaya dia


akan diampuni segala dosanya oleh Allah.

83. “Ya Rauuf!” Bagi sesiapa yang inginkan dirinya disenangi oleh teman
atau sesiapa sahaja yang memandangnya, amalkan zikir ini seberapa
mampu samada pada waktu siang mahupun malam.

84. “Ya Maalikul Mulki!” Seseorang pengarah atau ketua yang ingin
kedudukan yang kekal & tetap tanpa diganggu gugat, hendaklah selalu
mengamalkan zikir ini sebanyak 212 x sesudah solat fardhu & 212 pada
setiap malam selama sebulan. InsyaAllah akan mendapat pertolongan
Allah.

85. “Ya Zul Jalaali wal Ikraam!” Amalkanlah zikir ini sebanyak 65 x
setiap hari selama sebulan, InsyaAllah segala hajat kita akan tercapai
dengan pertolongan Allah.

86. “Ya Muqsith!” Berzikirlah dengan zikir ini mengikut kemampuan,


InsyaAllah Tuhan akan menganugerahkan sifat adil kepada mereka yang
mengamalkannya.
87. “Ya Jaami’!” Sekiranya ada dikalangan keluarga kita atau isteri kita
yang lari dari rumah, maka amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin pada
setiap hari dengan niat semoga Allah menyedarkan orang tersebut.
Dengan izin Allah orang yang lari itu akan pulang dalam jangka waktu
yang singkat.

88. “Ya Ghaniy!” Amalkanlah zikir ini pada setiap hari sebanyak
mungkin, InsyaAllah apa yang kita usahakan akan cepat berhasil &
kekayaan yang kita perolehi itu akan mendapat berkat.

89. “Ya Mughniy!” Mintalah kekayaan yang bermanfaat untuk kehidupan


dunia & akhirat kepada Allah dengan memperbanyakkan zikir ini,
InsyaAllah segala hajat kita akan tercapai.

90. “Ya Maani’!” Andai kita selalu mengamalkan zikir ini sebanyak 161 x
pada waktu menjelang solat subuh setiap hari, InsyaAllah kita akan
terhindar dari orang-orang yang zalim & suka membuat angkara.

91. “Ya Dhaarr!” Asma ini sangat berguna didalam ikhtiar kita untuk
menyembuhkan sesuatu penyakit yang mana sudah lama dihidapi & telah
puas dihidapi & telah puas diubati. Amalkanlah zikir ini sebanyak 1001 x
pada setiap hari, InsyaAllah dengan ikhtiar ini penyaki itu akan cepat
sembuh.

92. “Ya Naafi’ “! Menurut Imam Ahmad Al-Buuniy, barangsiapa


mengamalkan zikir ini setiap hari, maka bagi orang yang sakit, sakitnya
akan sembuh, & bagi orang yang susah akan dihilangkan kesusahannya
dengan izin Allah.

93. “Ya Nuur!” Menurut Sheikh Ahmad bin Muhammad As Shawi,


barangsiapa yang menghendaki kemuliaan yang agung & memperolehi
apa yang dimaksudkan baik kebaikan dunia mahupun kebaikandi akhirat
kelak, maka hendaklah selalu berzikir dengan zikir ini setiap pagi &
petang.

94. “Ya Haadiy!” Bagi sesiapa yang dalam perjalanan ke suatu tempat
tertentu, kemudian ia tersesat, hendaklah ia memohon petunjuk Allah
dengan memperbanyakkan zikir ini, Insya Allah akan diberikan
pertolongan Allah akan cepat lepas dari kesesatan tersebut.

95. “Ya Baadii!” Andai kita mempunyai rancangan yang sangat penting
& bagi memastikan rancangan kita itu berjaya & berjalan lancar, maka
berzikirlah dengan zikir ini sebanyak 500 x selepas solat fardhu.
InsyaAllah Tuhan akan memberikan pertolongan hingga rancangan kita
berjaya & berjalan lancar.

96. “Ya Baaqy!” Amalkanlah zikir ini sebanyak mungkin tanpa mengira
batas waktu, InsyaAllah dengan ikhtiar ini semua perkerjaan yang telah
menjadi punca rezeki tidak akan mudah terlepas, perniagaan tidak akan
rugi atau bankrap dengan berkat zikir ini.

97. “Ya Waarits!” Sekiranya kita berzikir sebanyak 500 x selepas solat
fardhu atau sebagainya, supaya segala urusan kita itu berjalan lancar,
maka hendaklah pada setiap malam berzikir dengan zikir ini sebanyak
707 x. InsyaAllah berkat zikir ini Allah akan memberi petunjuk sehingga
usaha kita akan berhasil dengan baik & memberangsangkan.

98. “Ya Rasyiid!” Walaupun kita tergolong didalam golongan yang


cerdas otak, namun biasakanlah zikir ini sebanyak mungkin, nescaya otak
kita akan menjadi bertambah cerdas.

99. “Ya Shabuur!” Agar kita diberi kesabaran oleh Allah dalam segala
hal, maka perbanyakkanlah zikir ini menurut kemampuan. Dengan sifat
sabar & penuh pengharapan kepada Allah, maka segala usaha & upaya
akan mencapai kejayaan.

Fadhilah membaca asma’ul husna lebih lanjut diungkapkan oleh Yusuf Ibn

Ismail An-Nahani pada kitab Sa’adah Ad-Daroin pada bab “khowashil Asma’il

Ilahiyah yang terdapat di lembar lampiran.

Berdoa dengan asma’ul husna juga dianjurkan rasulullah SAW. dalam

hadist yang terkenal dengan hadist syafa’at yang diriwayatkan imam Bukhari,

dalam shahihnya, “Kitabut Tauhid”, Bab “Kalamurrabi ‘Azza Wa Jalla Yaumal

Qiyamati Ma’al Anbiyai Wa Ghairihim.” (hadist no. 7510), yang berbunyi:

‫ أخّر له ساجدا‬,‫ فأحمدهبتلك المحامد‬,‫ويلهمني محامد أحمده بها ل تحضرني الن‬...….


(‫)رواه البخارى‬

“ ….Akan diilhamkan kepadaku (pada hari kaimat), pujian-pujian


(kepada Allah), yang pada saat ini aku tidak memuji dengan pujian
tersebut. Aku akan memuji Allah dengan pujian-pujian tersebut, dalam
keadaan aku bersungkur sujud kepada Allah,….”(Imam Al-Bukhari)

3. Membaca Mengandung Unsur Menghafal


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “menghafal” berasal dari

kata “hafal” yang berarti telah masuk di ingatan (tentang pelajaran), dapat

mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain).

Menghafal adalah devinisi membaca tanpa symbol-sismbol atau lambing

materil akan tetapi menggunakan symbol non materil.

Membaca seperti ini adalah bagian dari produk membaca (Burns, dkk.

(1996: 6) lebih lanjut ia mengatakan membaca adalah mengingat apa yang

dipelajari sebelumnya dan memasukkan gagasan-gagasan dan fakta-fakta baru,

membangun asosiasi, menyikapi secara personal kegiatan/tugas membaca sesuai

dengan interesnya, mengumpulkan serta menata semua tanggapan indera untuk

memahami materi yang dibaca.

Sebuah penegasan tentang adanya hubungan kausal antara membaca

dengan menghafal adalah melalui firman Allah SWT yang berbunyi:

6:‫ل َتْنسي )العلى‬


َ ‫ك َف‬
َ ‫سُنْقِرُئ‬
َ)

“ Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka

kamu tidak akan lupa.” (Departeman Agama Republik Indonesia,

1987:1051)

Secara implisit pengertian membaca dengan makna menghafal juga terjadi

saat wahyu pertama diturunkan Allah lewat malaikat jibril kepada nabi

Muhammad di Goa Hira yang persisnya nabi membaca tanpa tulisan dan ia

membaca setelah di ulang sebanyak 3 kali. Singkat ceritanya adalah ketika

Malaikat Jibril menyuruh Muhammad Rasulullah SAW dengan mengucapkan


‫( ِإْقَرا‬baca!) dan Nabi menjawab: ‫ ( َما َاَنلا ِبَقلاِرئ‬saya tidak bisa membaca ), lalu

malaikat Jibril mengulanginya lagi dan Nabi menjawab dengan perkataan yang

sama. Hal ini terulang sampai 3 kali. Kemudian Jibril membacakan ayat 1-5 dan

mengulanginya sampai beliau hafal dan tidak lupa lagi apa yang disampaikan

Jibril tersebut ( Erwita Aziz, 2003: 81)

Membaca asma’ul husna berarti pula mengafal hal ini diperkuat oleh

kutipan tentang penafsiaran ulama ahlussunah waljamaah mengenai asma’ul

husna yakni:

‫" "احترام معاني تلك السماء وحفظ مالها‬

“memulyakan makna dari asma’ul husna dan menghafal apa yang ada

di pada asma’ul husna”(Muhammad bin Khalifah bin Ali:1999)

4. Menyelami makna

Penjabaran arti membaca lebih lanjut oleh Burns, dkk. (1996: 6) bahwa

aktifitas membaca terdiri atas dua bagian, yaitu proses membaca dan produk

membaca. Dalam proses membaca ada sembilan aspek yang jika berpadu dan

berinteraksi secara harmonis akan menghasilkan komunikasi yang baik antara

pembaca dan penulis. Komunikasi antara pembaca dan penulis itu berasal dari

pengkonstruksian makna yang dituangkan dalam teks dengan pengetahuan yang

dimiliki sebelumnya.

Maka pengertian membaca dalam kontes menyelami makna asma’ul husna

berarti membaca adalah memberi arti kepada asma’ul husna itu sendiri sedangkan

Makna asma’ul husna lebih lengkap dalam tafsir-tafsir para ulama seperti pada
kitab Sa’adah Ad-Daroin karangan Yusuf Ismail An-Nahani pada bab As-Saadah

fi Khoasi Al-asmail Ilahiyah hal: 519, namun secara sederhana daftar makna

terjemah dari asma’ul husna dengan menggunakan dua bahasa sebagai bahan

komparasi konteks makna akan di bahas pada Bab II sub bahasan asma’ul husna

sebagai sifat Allah.

5. Meneladan

Kata “meneladan” berasal dari kata “teladan” yang berarti sesuatu yang

patut ditiru atau baik untuk dicontoh (tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dan

sebagainya) meneladan berarti meniru atau mencontoh.

(http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Hakekat meneladan memlalui membaca pun diungkapkan oleh Adib

Susila Siraj bahwa, ada tiga hal yang akan terjadi ketika seseorang sebagai

produk membaca yakni afektif, kognitif, dan bahasa. Perilaku afektif mengacu

pada perasaan, perilaku kognitif mengacu pada pikiran, dan perilaku bahasa

mengacu pada bahasa pembaca.

Membaca diartikan didevinisikan oleh Chambers dan Lowry (Burn, Roe

dan Ross, 1984) bahwa membaca lebih dari sekedar mengenali kata-kata tetapi

juga membawa ingatan yang tepat, merasakan dan mendefinisikan beberapa

keinginan, mengidentifikasi sebuah solusi untuk memunuhi keinginan, memilih

cara alternatif, percobaan dengan memilih, menolak atau menguasai jalan atau

cara yang dipilih, dan memikirkan beberapa cara dari hasil yang evaluasi. hal

tersebut secara keseluruhan termasuk respon dari berpikir.


Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap bahwa membaca, merupakan

transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau gagasan. Selain itu,

membaca dapat digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan

perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan

pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu mengerti dan memahami

problem orang lain, mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.

Dari uraian diatas maka membaca asamul husna (asma dan sifat Allah)

adalah kegiatan meneladan karena yang di baca adalah perbuatan, kelakuan, sifat,

Allah yang patut diteladani oleh makhluknya seperti yang di ungkapkan imam

Al-Ghazali dengan istilah “tahkolluq”. Meneladani ini melalui proses afektif,

kognitif, dan bahasa sehingga mampu membangun konsep dalam dirinya sehingga

perbuatannya telah menjadi konsep dan watak pada dirinya.

3. Asma’ul husna dan Kandungan maknanya

Secara etimologis asma'ul husna berasal dari bahasa arab yakni ‫السللماء‬

dalam bentuk jamak dari kata ‫ اسم‬artinya nama-nama dan ‫ الحسنى‬artinya baik (Al-

Marbawi,1927:21). Secara terminology kata ini dapat ditemukan pada beberapa

tafsir surat Al-A’raf ayat 180, Asma’ul husna berasal dari kata ‫ السماء‬artinya

nama-nama dan ‫ الحسنى‬artinya baik berjumlah 99 nama (Tafsir Al-Jalalein), yang

merupakan lafadz bahkan sifat (Tafsir Al-Baidhawi) yang sebagiannya wajib di

implementasikan dalam akhlak (Tafsir Nasfi).

Secara lugas asma’ul husna diartikan sebagai seluruh asma Allah yang

maha indah, berbentuk asma dan sifat, menunjukan pelbagai sifat, memiliki

dilalah dalam dzat dan sifat-Nya yang ditetapkan berdasarkan wahyu yang bukan
menjadi ranah akal, yang tidak terbatas pada jumlah tertentu dan tidak boleh

diselewengkan dan diingkari kebenarannya

(M. Syafei Antonio, 2008: 22).

Dari uraian di atas dapat kita fahami bahwa asma’ul husna diindikasikan

pada beberapa indikator:

a. Asma’ul husna adalah Seluruh Asma Allah Yang Maha Indah

Dalam Hal ini Antonio Syafei (2008:23) mengungkapkan:

Makna “husna” adalah puncak kebaikan dan keindahan . Asma-Nya

maha indah dan sempurna, karena di dalamnya tidak terknadung

kekurangan sedikit pun, baik secara eksplisit maupun secara implisit.

Sebagai contoh kata hayy (yang maha hidup) merupakan dalah satu nama

Allah yang mengandung pengertian kehidupan sempurna, yang tidak

sidahului dengan ketiadaan, dan tidak diikuti dengan sirnanya.”

(2008:23)

b. Asma’ul husna Terdiri dari Asma dan Sifat,

Dalam kajian nama Allah maka nama diandang dari indikasinya (dalalah)

kepada dzat dan sifat dipandang dari indikasinya kepada makna. Berdasarka

pengertian pertama maka seluruh asma adalah mutharodif (sinonim) karena

indikasinya hanya kepda satu dzat, Allah. Sedangkan dari pengertian kedua,

semua asma Allah adalah mutabayinah (diferensial), karena setiap asma

mempunyai indikasi (dalalah) makna tersendiri.

Sebagai contoh : Al-Hayy, Ar-Rahim, Ar-Rahman , Al-Bashir, As-Sami’

semuanya adalah asma untuk yang satu, Allah. Akan tetapi makna Al-Hayy tidak
‫‪sama dengan makna Al-A’lim, dan Al-Alim tidak sama dengan Al-Qodir,‬‬

‫‪demikianlah seterusnya, demikianlah seterusnya. Asma Allah disebut sebagai‬‬

‫‪nama dan sifat-Nya merupakan petunjuk dari Al-Quran.‬‬

‫‪Berikut ini adalah pendapat ulama tentang pembagian asma’ul husna yang‬‬

‫‪berdasarkan pendapat Al-Sa'id Al-Sayyid Ibadah (1983) pada kitab yang‬‬

‫‪dicetakan asli dari University Of California berikut ini:‬‬

‫أقسام السماء الحسنى ‪ :‬السماء الحسنى تنقسم باعتبار إطلقها على ال إلى ثلثةأقسام‬

‫السلللللماء المفللردة ‪,‬وضللابطها‪ :‬مللا يسللوغ أن يطلللق عليلله مفللردا‪ .‬وهللذا يقللع فللي غللالب ‪1.‬‬

‫السملللللللللاء مثالها‪ :‬الرحمن‪ ،‬السميع‪ ،‬الرحيم‪ ،‬القدير‪،‬الملك‬

‫السملللاء المقترنة ‪,‬وضابطها‪ :‬ما ُيطلق عليه مقترنا بغيره مللن السللماء‪ .‬وهللذا أيضللا يقللع فللي ‪2.‬‬

‫غالب السملاء‪ .‬مثالها‪ :‬العزيز الحكيللم‪ ،‬الغفللور الرحيللم‪ ،‬الرحمللن الرحيللم‪ ،‬السللميع البصللير‪ .‬وفللي‬

‫القرآن جاءت أسملللاء ال الحسنى غالبا مقترنة‪).‬أسملللاء ال الحسنى كما جاءت في القرآن( وكلللل‬

‫من القسم الول والثاني يسوغ أن ُيدعى به مفردا‪ ،‬ومقترنا بغيره‪ ،‬فتقول‪ :‬يا عزيللز‪ ،‬أو يللا حكيللللم‪،‬‬

‫أويا غفور‪ ،‬أويا رحيلللم‪ .‬وهكلعذا في حال الثنلللاء عليه أو الخبر عنه بمللا يسوغ لللك الفللراد أو‬

‫الجم‬

‫السملللاء المزدوجة‪ ,‬وضابطها‪ :‬ما ل ُيطلق عليه بمفرده بل مقرونا بمقابله؛ لن الكملللللال فللي ‪3.‬‬

‫اقتران كل اسم منها بما يقابله‪ :‬المعطي المانع‪ ,‬الضار النافع‪ ,‬المعز المذل‬

‫السماء المضافة‪ ,‬ذهب جمع من أهل العلللم إلللى اعتبللار السللماء المضللافة وعلّدها مللن ضللمن ‪4.‬‬

‫السماء الحسنى‪ ،‬قال شيخ السلم ابن تيمية‪" :‬وكذلك أسماؤه المضافة مثل أرحم الراحميللن‪ ,‬خيللر‬

‫الغافرين‪ ,‬رب العالمين‪ ,‬مالك يللوم اللّدين‪ ,‬أحسللن الخللالقين‪ ,‬جللامع الّنللاس ليللوم ل ريللب فيلله مقّلللب‬

‫القلوب وغير ذلك مّما ثبت في الكتاب والسّنة‪ ،‬وثبت في الّدعاء بها بإجماع المسلمين‬
c. menunjukan pelbagai sifat,

Jika asma Allah menunjukan keberbagaian sifat (transitif atau muta’addi),

maka asma-Nya mengandung tiga hal :

1. ketetapan asma terebut untuk Allah

2. ketetapa sifat yang terkadung oleh asma ini untuk Allah.

3. ketetapan hukum-Nya dan tuntunan-Nya dari sifat tersebut

Mengacu pada kaidah ini para ahli ilmu menetapkan gugurnya hudud pada

perampok, misalnya yang telah mengungkapkan pertaubatan secara sungguh-

sungguh (Q. S. Almaidah : 34) pemahaman untuk contoh tersebut dapat difahami

dari makna As-Sami’ (maha mendengar), yang mengandung ketetapan bahwa

nama ini hanya untuk Allah (mendengar kesungguhan orang yang bertaubat)

sekaligus menetapkan bahwa Allah juga memiliki sifat sama’ (mendengar).

“Dan Allah mendengar antara percakapanmu berdua. Sesungguhnya

Allah maha mendengar dan maha melihat .”(Ary Ginanjar,2009)

Jika nama Allah menunjukan makna intransitif (lazim), maka nama-nama-

Nya hanya mengandung dua hal, Pertama: ketetapan makna tersebut untuk Allah

Kedua, ketetapan sifat yang terkandung oleh makna ini untuk Allah .

Sebagai contoh nama Al-Hayy (yang maha hidup) menandung ketetapan

bahwa nama tersebut untuk Allah, sekaligus ketetapan adanya sifat “Hayyah”

(hidup) bagi Allah. Yang paling penting dalam memahami sifat Allah adalah

berpatokan pada kaidah :


1. Semua sifat Allah sempurna tanpa kekurangan (Q.S.An-Nahl : 60)

2. Pembahasan sifat Allah lebih luas dari pada maknanya.(Q.S.

Lukman : 26, Al-Fajr : 22, Al Baqarah: 210, Ali-Imran : 11, Al-

Hajj: 65, Al Buruj : 22, Al-Baqarah : 185)

3. Sifat Allah terbagi dalam Tsubutiyah dan Salbiyah. (Syeik Ibrahim

Al-Bajuri : 1)

4. Sifat Tsubutiyah adalah sifat terpuji dan sempurna

5. Sifat Tsubutiyah terbagi kepada dzatiyah dan Fi’liyah

6. Penetapan sifat Allah harus terlepas dari tamtsil dan takyif

(Q.S.Al-Ikhlash : 4 dan Thaha : 110)

7. Sifat sifat Allah adalah tauqifi dan tidak dapat diperdebatkan.

d. Asma’ul husna Memiliki Dilalah dalam Dzat dan Sifat-Nya

Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah konsistensi dengan

kebenaran yang lain. Dengan cara ini, umat Muslim tidak akan mudah menulis

"Allah adalah ...", karena tidak ada satu hal pun yang dapat disetarakan dengan

Allah, akan tetapi harus dapat mengerti dengan hati dan keteranga Al-Qur'an

tentang Allah ta'ala. Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang disesuaikan

dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang ditujukan pada

Allah harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-kata itu.

Allah itu tidak dapat dimisalkan atau dimiripkan dengan segala sesuatu, seperti

tercantum dalam surat Al-Ikhlas berikut ini :


-1 : ‫( )الخلص‬4) ‫حٌد‬
َ ‫ن َلُه ُكُفًوا َأ‬
ْ ‫( َوَلْم َيُك‬3) ‫( َلْم َيِلْد َوَلْم ُيوَلْد‬2) ‫صَمُد‬
ّ ‫ل ال‬
ُّ ‫( ا‬1)ٌ‫حد‬
َ ‫ل َأ‬
ُّ ‫ل ُهَو ا‬
ْ ‫ُق‬
4)
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang

bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula

diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".

(Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:1118)

Adapun dzilalah sifat dari asma’ul husna yang diterjemahkan ke bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris adalah sebagia berikut :

Tabel 2. Dilalah Sifat Allah pada Asma’ul Husna

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


1 Ar Rahman ‫الرحمن‬ The All Beneficent
sifat Pemurah

Yang Memiliki Mutlak


2 Ar Rahiim ‫الرحيم‬ The Most Merciful
sifat Penyayang

Yang Memiliki Mutlak


The King, The
3 Al Malik ‫الملك‬ sifat
Sovereign
Merajai/Memerintah

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


4 Al Quddus ‫القدوس‬ The Most Holy
sifat Suci

Yang Memiliki Mutlak


5 As Salaam ‫السلم‬ sifat Memberi Peace and Blessing
Kesejahteraan
Yang Memiliki Mutlak
6 Al Mu`min ‫المؤمن‬ sifat Memberi The Guarantor
Keamanan

Al Yang Memiliki Mutlak The Guardian, the


7 ‫المهيمن‬
Muhaimin sifat Pemelihara Preserver

Yang Memiliki Mutlak The Almighty, the


8 Al `Aziiz ‫العزيز‬
Kegagahan Self Sufficient

Yang Memiliki Mutlak The Powerful, the


9 Al Jabbar ‫الجبار‬
sifat Perkasa Irresistible

Yang Memiliki Mutlak


Al
10 ‫المتكبر‬ sifat Megah, Yang The Tremendous
Mutakabbir
Memiliki Kebesaran

Yang Memiliki Mutlak


11 Al Khaliq ‫الخالق‬ The Creator
sifat Pencipta

Yang Memiliki Mutlak


sifat Yang Melepaskan
12 Al Baari` ‫البارئ‬ (Membuat, The Maker
Membentuk,
Menyeimbangkan)

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


Al The Fashioner of
13 ‫المصور‬ sifat Yang Membentuk
Mushawwir Forms
Rupa (makhluknya)

Al Ghaffaar
14 ‫الغفار‬ Yang Memiliki Mutlak The Ever Forgiving
sifat Pengampun

Yang Memiliki Mutlak The All Compelling


15 Al Qahhaar ‫القهار‬
sifat Memaksa Subduer

Yang Memiliki Mutlak


16 Al Wahhaab ‫الوهاب‬ The Bestower
sifat Pemberi Karunia

Yang Memiliki Mutlak


17 Ar Razzaaq ‫الرزاق‬ The Ever Providing
sifat Pemberi Rejeki

Yang Memiliki Mutlak The Opener, the


18 Al Fattaah ‫الفتاح‬
sifat Pembuka Rahmat Victory Giver

Yang Memiliki Mutlak


The All Knowing,
19 Al `Aliim ‫العليم‬ sifat Mengetahui
the Omniscient
(Memiliki Ilmu)

Yang Memiliki Mutlak


sifat Yang The Restrainer, the
20 Al Qaabidh ‫القابض‬
Menyempitkan Straightener
(makhluknya)

Yang Memiliki Mutlak


sifat Yang The Expander, the
21 Al Baasith ‫الباسط‬
Melapangkan Munificent
(makhluknya)

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Al Khaafidh
22 ‫الخافض‬ Yang Memiliki Mutlak The Abaser
sifat Yang
Merendahkan
(makhluknya)

Yang Memiliki Mutlak


sifat Yang
23 Ar Raafi` ‫الرافع‬ The Exalter
Meninggikan
(makhluknya)

Yang Memiliki Mutlak


24 Al Mu`izz ‫المعز‬ sifat Yang Memuliakan The Giver of Honor
(makhluknya)

Yang Memiliki Mutlak


sifat Yang The Giver of
25 Al Mudzil ‫المذل‬
Menghinakan Dishonor
(makhluknya)

Yang Memiliki Mutlak


26 Al Samii` ‫السميع‬ The All Hearing
sifat Maha Mendengar

Yang Memiliki Mutlak


27 Al Bashiir ‫البصير‬ The All Seeing
sifat Maha Melihat

Yang Memiliki Mutlak The Judge, the


28 Al Hakam ‫الحكم‬
sifat Maha Menetapkan Arbitrator

Yang Memiliki Mutlak


29 Al `Adl ‫العدل‬ The Utterly Just
sifat Maha Adil

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


30 Al Lathiif ‫اللطيف‬ The Subtly Kind
sifat Maha Lembut
Yang Memiliki Mutlak
31 Al Khabiir ‫الخبير‬ sifat Maha Mengetahui The All Aware
Rahasia

Yang Memiliki Mutlak The Forbearing, the


32 Al Haliim ‫الحليم‬
sifat Maha Penyantun Indulgent

Yang Memiliki Mutlak The Magnificent, the


33 Al `Azhiim ‫العظيم‬
sifat Maha Agung Infinite

Yang Memiliki Mutlak


34 Al Ghafuur ‫الغفور‬ The All Forgiving
sifat Maha Pengampun

Yang Memiliki Mutlak


35 As Syakuur ‫الشكور‬ sifat Maha Pembalas The Grateful
Budi (Menghargai)

Yang Memiliki Mutlak The Sublimely


36 Al `Aliy ‫العلى‬
sifat Maha Tinggi Exalted

Yang Memiliki Mutlak


37 Al Kabiir ‫الكبير‬ The Great
sifat Maha Besar

Yang Memiliki Mutlak


38 Al Hafizh ‫الحفيظ‬ The Preserver
sifat Maha Menjaga

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


39 Al Muqiit ‫المقيت‬ sifat Maha Pemberi The Nourisher
Kecukupan
Yang Memiliki Mutlak
40 Al Hasiib ‫الحسيب‬ sifat Maha Membuat The Reckoner
Perhitungan

Yang Memiliki Mutlak


41 Al Jaliil ‫الجليل‬ The Majestic
sifat Maha Mulia

Yang Memiliki Mutlak The Bountiful, the


42 Al Kariim ‫الكريم‬
sifat Maha Pemurah Generous

Yang Memiliki Mutlak


43 Ar Raqiib ‫الرقيب‬ The Watchful
sifat Maha Mengawasi

Yang Memiliki Mutlak


The Responsive, the
44 Al Mujiib ‫المجيب‬ sifat Maha
Answerer
Mengabulkan

Yang Memiliki Mutlak The Vast, the All


45 Al Waasi` ‫الواسع‬
sifat Maha Luas Encompassing

Yang Memiliki Mutlak


46 Al Hakiim ‫الحكيم‬ The Wise
sifat Maka Bijaksana

Yang Memiliki Mutlak The Loving, the


47 Al Waduud ‫الودود‬
sifat Maha Pencinta Kind One

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


48 Al Majiid ‫المجيد‬ The All Glorious
sifat Maha Mulia

Al Baa`its
49 ‫الباعث‬ Yang Memiliki Mutlak The Raiser of the
sifat Maha
Membangkitkan Dead

Yang Memiliki Mutlak


50 As Syahiid ‫الشهيد‬ sifat Maha The Witness
Menyaksikan

Yang Memiliki Mutlak


51 Al Haqq ‫الحق‬ The Truth, the Real
sifat Maha Benar

Yang Memiliki Mutlak The Trustee, the


52 Al Wakiil ‫الوكيل‬
sifat Maha Memelihara Dependable

Yang Memiliki Mutlak


53 Al Qawiyyu ‫القوى‬ The Strong
sifat Maha Kuat

Yang Memiliki Mutlak The Firm, the


54 Al Matiin ‫المتين‬
sifat Maha Kokoh Steadfast

The Protecting
Yang Memiliki Mutlak
55 Al Waliyy ‫الولى‬ Friend, Patron, and
sifat Maha Melindungi
Helper

Yang Memiliki Mutlak The All


56 Al Hamiid ‫الحميد‬
sifat Maha Terpuji Praiseworthy

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


The Accounter, the
57 Al Mushii ‫المحصى‬ sifat Maha
Numberer of All
Mengkalkulasi

Al Mubdi`
58 ‫المبدئ‬ Yang Memiliki Mutlak The Producer,
sifat Maha Memulai Originator, and
Initiator of all

Yang Memiliki Mutlak


sifat Maha The Reinstater Who
59 Al Mu`iid ‫المعيد‬
Mengembalikan Brings Back All
Kehidupan

Yang Memiliki Mutlak


60 Al Muhyii ‫المحيى‬ sifat Maha The Giver of Life
Menghidupkan

Yang Memiliki Mutlak The Bringer of


61 Al Mumiitu ‫المميت‬
sifat Maha Mematikan Death, the Destroyer

Yang Memiliki Mutlak


62 Al Hayyu ‫الحي‬ The Ever Living
sifat Maha Hidup

Yang Memiliki Mutlak The Self Subsisting


63 Al Qayyuum ‫القيوم‬
sifat Maha Mandiri Sustainer of All

Yang Memiliki Mutlak The Perceiver, the


64 Al Waajid ‫الواجد‬
sifat Maha Penemu Finder, the Unfailing

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak The Illustrious, the


65 Al Maajid ‫الماجد‬
sifat Maha Mulia Magnificent

The One, The


Yang Memiliki Mutlak Unique,
66 Al Wahiid ‫الواحد‬
sifat Maha Tunggal Manifestation of
Unity
The One, the All
Yang Memiliki Mutlak
67 Al `Ahad ‫الحد‬ Inclusive, the
sifat Maha Esa
Indivisible

The Self Sufficient,


Yang Memiliki Mutlak the Impregnable, the
68 As Shamad ‫الصمد‬ sifat Maha Dibutuhkan, Eternally Besought
Tempat Meminta of All, the
Everlasting

Yang Memiliki Mutlak


sifat Maha
69 Al Qaadir ‫القادر‬ The All Able
Menentukan, Maha
Menyeimbangkan

Yang Memiliki Mutlak The All Determiner,


70 Al Muqtadir ‫المقتدر‬
sifat Maha Berkuasa the Dominant

Yang Memiliki Mutlak


Al The Expediter, He
71 ‫المقدم‬ sifat Maha
Muqaddim who brings forward
Mendahulukan

Yang Memiliki Mutlak


Al The Delayer, He
72 ‫المؤخر‬ sifat Maha
Mu`akkhir who puts far away
Mengakhirkan

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


73 Al Awwal ‫الول‬ The First
sifat Maha Awal

Yang Memiliki Mutlak


74 Al Aakhir ‫الخر‬ The Last
sifat Maha Akhir
Yang Memiliki Mutlak The Manifest; the
75 Az Zhaahir ‫الظاهر‬
sifat Maha Nyata All Victorious

Yang Memiliki Mutlak The Hidden; the All


76 Al Baathin ‫الباطن‬
sifat Maha Ghaib Encompassing

Yang Memiliki Mutlak


77 Al Waali ‫الوالي‬ The Patron
sifat Maha Memerintah

Al Yang Memiliki Mutlak


78 ‫المتعالي‬ The Self Exalted
Muta`aalii sifat Maha Tinggi

Yang Memiliki Mutlak The Most Kind and


79 Al Barri ‫البر‬
sifat Maha Penderma Righteous

Yang Memiliki Mutlak


The Ever Returning,
80 At Tawwaab ‫التواب‬ sifat Maha Penerima
Ever Relenting
Tobat

Al Yang Memiliki Mutlak


81 ‫المنتقم‬ The Avenger
Muntaqim sifat Maha Penyiksa

Yang Memiliki Mutlak The Pardoner, the


82 Al Afuww ‫العفو‬
sifat Maha Pemaaf Effacer of Sins

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak The Compassionate,


83 Ar Ra`uuf ‫الرؤوف‬
sifat Maha Pengasih the All Pitying
Yang Memiliki Mutlak
Malikul The Owner of All
84 ‫مالك الملك‬ sifat Penguasa
Mulk Sovereignty
Kerajaan (Semesta)

Yang Memiliki Mutlak


Dzul Jalaali ‫ذو الجلل‬ sifat Pemilik The Lord of Majesty
85
Wal Ikraam Kebesaran dan and Generosity
‫و الكرام‬
Kemuliaan

Yang Memiliki Mutlak The Equitable, the


86 Al Muqsith ‫المقسط‬
sifat Maha Adil Requiter

Yang Memiliki Mutlak


The Gatherer, the
87 Al Jamii` ‫الجامع‬ sifat Maha
Unifier
Mengumpulkan

Yang Memiliki Mutlak


The All Rich, the
88 Al Ghaniyy ‫الغنى‬ sifat Maha
Independent
Berkecukupan

Yang Memiliki Mutlak


The Enricher, the
89 Al Mughnii ‫المغنى‬ sifat Maha Memberi
Emancipator
Kekayaan

The Withholder, the


Yang Memiliki Mutlak
90 Al Maani ‫المانع‬ Shielder, the
sifat Maha Mencegah
Defender

No. Nama Arab Indonesia Inggris

Yang Memiliki Mutlak


The Distressor, the
91 Ad Dhaar ‫الضار‬ sifat Maha Memberi
Harmer
Derita
Yang Memiliki Mutlak
The Propitious, the
92 An Nafii` ‫النافع‬ sifat Maha Memberi
Benefactor
Manfaat

Yang Memiliki Mutlak


sifat Maha Bercahaya
93 An Nuur ‫النور‬ The Light
(Menerangi, Memberi
Cahaya)

Yang Memiliki Mutlak


94 Al Haadii ‫الهادئ‬ sifat Maha Pemberi The Guide
Petunjuk

Yang Memiliki Mutlak Incomparable, the


95 Al Baadii ‫البديع‬
sifat Maha Pencipta Originator

Yang Memiliki Mutlak The Ever Enduring


96 Al Baaqii ‫الباقي‬
sifat Maha Kekal and Immutable

Yang Memiliki Mutlak The Heir, the


97 Al Waarits ‫الوارث‬
sifat Maha Pewaris Inheritor of All

The Guide, Infallible


Yang Memiliki Mutlak
98 Ar Rasyiid ‫الرشيد‬ Teacher, and
sifat Maha Pandai
Knower

Yang Memiliki Mutlak The Patient, the


99 As Shabuur ‫الصبور‬
sifat Maha Sabar Timeless

Sumber penerjemahan Asma’ul husna pada tabel diatas diambil dari

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/asmaul_husna Sebagian referensi tentang

pengalihan bahasa ke bahasa Indonesia dan bahasa Inggris mengenai asma’ul

husna diatas adalah berasal dari Muhammad Syafiie Antonio (2008 37-454)
pendiri Lembaga Pendidikan Ekonomi Islam TAZKIA dan Ary Ginanjar

Agustian (2001: 69-71) Pendiri ESQ leadership Center.

e. Ditetapkan berdasarkan wahyu.

Permasalahan mengenai nama dan sifat Allah merupakan perkara

tauqifiyah, artinya tidak ada tempat bagi akal seseorang untuk berijtihad

menentukan nama dan sifat Allah. Tidaklah kita menetapkan nama dan sifat bagi

Allah, melainkan dengan apa yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya, baik

berdasarkan Al Quran Al Kariim maupun berdasarkan dengan apa yang

dikabarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.

Nama dan sifat Allah adalah termasuk dalam perkara ghaibiyah, sehingga

seseorang tidak akan bisa mengetahui dan menerka-nerka dengan akal dan pikiran

semata. Allah menegaskan melalui firmannya :

36 :‫ل )السراء‬
ً ‫سُئو‬
ْ ‫عْنُه َم‬
َ ‫ن‬
َ ‫ك َكا‬
َ ‫ل ُأوَلِئ‬
ّ ‫صَر َواْلُفَؤاَد ُك‬
َ ‫سْمَع َواْلَب‬
ّ ‫ن ال‬
ّ ‫عْلٌم ِإ‬
ِ ‫ك ِبِه‬
َ ‫س َل‬
َ ‫ف َما َلْي‬
ُ ‫ل َتْق‬
َ ‫)َو‬
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
( Q.S Al Isra : 36)

Adapun referensi Asma’ul husna dari wahyu Allah (Al-Quran Al-Karim)

adalah sebagai berikut :

Tabel 3

Referensi Asma’ul husna dalam Al-Qur’an


Antara lain Antara lain Antara lain
No Nama terdapat No Nama terdapat No Nama terdapat
dalam dalam dalam
Al-Faatihah: Al-Ikhlaas:
1 ‫الرحمن‬ 34 ‫الغفور‬ Aali ‘Imran: 89 67 ‫الحد‬
3 1
Al-Faatihah: Al-Ikhlaas:
2 ‫الرحيم‬ 35 ‫الشكور‬ Faathir: 30 68 ‫الصمد‬
3 2
Al-
Al-Baqarah:
3 ‫الملك‬ Mu’minuun: 36 ‫العلى‬ An-Nisaa’: 34 69 ‫القادر‬
20
11
Al-Jumu’ah: Al-Qamar:
4 ‫القدوس‬ 37 ‫الكبير‬ Ar-Ra’d: 9 70 ‫المقتدر‬
1 42
5 ‫السلم‬ Al-Hasyr: 23 38 ‫الحفيظ‬ Huud: 57 71 ‫المقدم‬ Qaaf: 28
Ibraahiim:
6 ‫المؤمن‬ Al-Hasyr: 23 39 ‫المقيت‬ An-Nisaa’: 85 72 ‫المؤخر‬
42
7 ‫المهيمن‬ Al-Hasyr: 23 40 ‫الحسيب‬ An-Nisaa’: 6 73 ‫الول‬ Al-Hadiid: 3
Aali ‘Imran: Ar-Rahmaan:
8 ‫العزيز‬ 41 ‫الجليل‬ 74 ‫الخر‬ Al-Hadiid: 3
62 27
9 ‫الجبار‬ Al-Hasyr: 23 42 ‫الكريم‬ An-Naml: 40 75 ‫الظاهر‬ Al-Hadiid: 3
10 ‫المتكبر‬ Al-Hasyr: 23 43 ‫الرقيب‬ Al-Ahzaab: 52 76 ‫الباطن‬ Al-Hadiid: 3
11 ‫الخالق‬ Ar-Ra’d: 16 44 ‫المجيب‬ Huud: 61 77 ‫الوالي‬ Ar-Ra’d: 11
Al-Baqarah:
12 ‫البارئ‬ Al-Hasyr: 24 45 ‫الواسع‬ 78 ‫المتعالي‬ Ar-Ra’d: 9
268
Antara lain Antara lain Antara lain
No Nama terdapat No Nama terdapat No Nama terdapat
dalam dalam dalam
Ath-Thuur:
13 ‫المصور‬ Al-Hasyr: 24 46 ‫الحكيم‬ Al-An’aam: 18 79 ‫البر‬
28
Al-Baqarah: An-Nisaa’:
14 ‫الغفار‬ 47 ‫الودود‬ Al-Buruuj: 14 80 ‫التواب‬
235 16
As-Sajdah:
15 ‫القهار‬ Ar-Ra’d: 16 48 ‫المجيد‬ Al-Buruuj: 15 81 ‫المنتقم‬
22
Aali ‘Imran: An-Nisaa’:
16 ‫الوهاب‬ 49 ‫الباعث‬ Yaasiin: 52 82 ‫العفو‬
8 99
17 ‫الرزاق‬ Adz- 50 ‫الشهيد‬ Al-Maaidah: 83 ‫الرؤوف‬ Al-Baqarah:
Dzaariyaat: 58 117 207
Aali ‘Imran:
18 ‫الفتاح‬ Sabaa’: 26 51 ‫الحق‬ Thaahaa: 114 84 ‫مالك الملك‬
26
Al-Baqarah: Al-An’aam: ‫ذو الجلل و‬ Ar-
19 ‫العليم‬ 52 ‫الوكيل‬ 85
29 102 ‫الكرام‬ Rahmaan: 27
Al-Baqarah: An-Nuur:
20 ‫القابض‬ 53 ‫القوى‬ Al-Anfaal: 52 86 ‫المقسط‬
245 47
Adz-
21 ‫الباسط‬ Ar-Ra’d: 26 54 ‫المتين‬ 87 ‫الجامع‬ Sabaa’: 26
Dzaariyaat: 58
Hadits at- Al-Baqarah:
22 ‫الخافض‬ 55 ‫الولى‬ An-Nisaa’: 45 88 ‫الغنى‬
Tirmizi 267
Al-An’aam: An-Najm:
23 ‫الرافع‬ 56 ‫الحميد‬ An-Nisaa’: 131 89 ‫المغنى‬
83 48
Aali ‘Imran: Hadits at-
24 ‫المعز‬ 57 ‫المحصى‬ Maryam: 94 90 ‫المانع‬
26 Tirmizi
Aali ‘Imran: Al-An’aam:
25 ‫المذل‬ 58 ‫المبدئ‬ Al-Buruuj: 13 91 ‫الضار‬
26 17
Antara lain Antara lain Antara lain
No Nama terdapat No Nama terdapat No Nama terdapat
dalam dalam dalam
26 ‫السميع‬ Al-Israa’: 1 59 ‫المعيد‬ Ar-Ruum: 27 92 ‫النافع‬ Al-Fath: 11
An-Nuur:
27 ‫البصير‬ Al-Hadiid: 4 60 ‫المحيى‬ Ar-Ruum: 50 93 ‫النور‬
35
Al-Mu’min:
28 ‫الحكم‬ 61 ‫المميت‬ Al-Mu’min: 68 94 ‫الهادئ‬ Al-Hajj: 54
48
Al-An’aam: Al-Baqarah:
29 ‫العدل‬ 62 ‫الحي‬ Thaahaa: 111 95 ‫البديع‬
115 117
30 ‫اللطيف‬ Al-Mulk: 14 63 ‫القيوم‬ Thaahaa: 11 96 ‫الباقي‬ Thaahaa: 73
Al-An’aam: Adh-Dhuhaa:
31 ‫الخبير‬ 64 ‫الواجد‬ 97 ‫الوارث‬ Al-Hijr: 23
18 6-8
Al-Baqarah:
32 ‫الحليم‬ 65 ‫الماجد‬ Huud: 73 98 ‫الرشيد‬ Al-Jin: 10
235
Asy-Syuura: Al-Baqarah: Al-Fathir :
33 ‫العظيم‬ 66 ‫الواحد‬ 99 ‫الصبور‬
4 133 45
Keterangan: tabel referensi asma’ul husna diatas diambil dari sumber :

http://www.artislam.com/esma/ayetler

Referensi lebih lanjut pada penelitian ini akan dilampirkan pada lembar

lampiran

f. Asma’ul husna Tidak Terbatas Pada Jumlah Tertentu

dikutip dari pendapa seorang ulama masyhur dari madzhab hambali yang

bernama Ibnul Qayim rahimahullah dari kitabnya “Faidatun Jaliilatun fi

Qowa’idil Asmail Husnaa, Ibnu Qayim Al Jauziyah.” yakni:

‫ فإن ل أسللماء وصفات استأثر بها في علم‬،‫أسماء ال الحسنى ل تدخل تحت حصر ول تحد بعدد‬
‫الغيب عنده ل يعلمها ملك مقرب ول نبي مرسل‬
“Sesungguhnya nama-nama yang baik bagi Allah tidaklah dibatasi oleh

batasan dan bilangan tertentu, karena sesungguhnya Allah subhanahu wa

ta’ala masih merahasiakan nama-nama-Nya yang ada dalam ilmu ghaib

di sisi-Nya. Nama-nama tersebut tidak diketahui oleh malaikat yang

terdekat dengan Allah sekalipun dan tidak diketahui oleh nabi yang

diutus-Nya.”

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam Hadist

ini merupakan hadist shohih, merupakan penggalan dari hadits panjang dari

shahabat Ibnu Mas’ud r.a:

….‫ أوعّلمته أحدا من خلقك أو استأثرت به في‬،‫ أو أنزلته في كتابه‬،‫أسألك بكل اسم سميت به نفسك‬
‫… علم الغيب عندك‬.
“…Aku memohon kepada-Mu dengan perantara seluruh Nama yang

dengannya Engkau namai Diri-Mu, Nama yang Engkau turunkan di

dalam Kitab-Mu, Nama yang Engkau ajarkan kepada salah satu diantara
makhluk-Mu dan juga Nama yang Engkau sembunyikan pengetahuannya

dalam ilmu ghaib di sisi-Mu…..”

(HR. Imam Ahmad, dalam musnadnya dan yang lainnya.)

Berdasarkan hadist tersebut, Ibn Al-Qayim rahimahullah menjelaskan

dalam kitab Faidatun Jaliilatun fi Qowa’idil Asmail Husnaa, Ibnu Qayim Al

Jauziyah mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan nama-nama-

Nya menjadi tiga jenis.

1.Nama-nama yang Allah menamakan dirinya dengan nama tersebut dan

Allah memberitahukan nama-nama tersebut kepada para malaikat

yang dikehendaki-Nya. Nama jenis pertama ini tidak Allah kabarkan

dalam Kitab-Nya.

2.Nama-nama yang dikabarkan oleh Allah kepada hamba-Nya dalam

Kitab-Nya yang mulia. Nama-nama ini diketahui oleh para hamba-

hamba-Nya. Dan yang

3.Nama yang Allah bersendirian (dalam pengetahuan-Nya) tentang nama

tersebut dalam ilmu ghaib di sisi-Nya, dan tidak ada satu pun dari

hamba-Nya yang mengetahui nama-nama tersebut”

Hal senada juga diutarakan oleh Imam An-Nawawi pada pada Kitab Syarh

Shahih Muslim yang memberikan komentar tentang hadits nabi berikut ini :

"‫ من أحصاها دخل الجنة‬،‫ مائًة إل واحًدا‬،‫"إن ل تسعة وتسعين اسًما‬


‫))متفق عليه‬.
‫قال المام النووي تعليقًا على قول النبي إن ل تسعة وتسعين اسمًا مائة إل واحدًا‬،
‫ أنله‬:‫ فليللس معنلاه‬،‫ " واتفق العلماء على أن هذا الحديث ليس فيه حصر لسمائه سللبحانه والل‬:‫قال‬
‫ وإنمللا مقصللود الحللديث أن هللذه التسللعة والتسللعين مللن‬،‫ليس له أسماء غير هذه التسللعة والتسللعين‬
‫ ولهللذا‬،‫ فالمراد الخبار عن دخول الجنة بإحصائها ل الخبار بحصر السماء‬،‫أحصاها دخل الجنة‬
،"‫ " أسألك بكل اسم سميت به نفسك أو استأثرت به فللي علللم الغيللب عنللدك‬:‫جاء في الحديث الخر‬
:‫ قال ابن العربللي‬،‫ ل ال ألف اسم‬:‫وقد ذكر الحافظ أبو بكر بن العربي المالكي عن بعضهم أنه قال‬
‫ وال أعلم‬.‫وهذا قليل فيها‬.
‫ إنهللا مخفيللة‬:‫ وقيللل‬،‫وأما تعيين هذه السماء فقد جاء في الترمذي وغيره في بعللض أسللمائه خلف‬
‫ من شرح صحيح مسلم‬.‫ " أهل‬.‫ وليلة القدر ونظائرها‬،‫التعيين كالسم العظم‬
‫ سميت به‬،‫ أسألك بكل اسم هو لك‬..." :‫وقد أيد كلم المام النووي قول الرسول في دعاء الحزن‬
‫ رواه‬."‫ أو استاثرت به في علم الغيب عندك‬،‫ أو علمته احدا من خلقك‬،‫ أو أنزلته في كتابك‬،‫نفسك‬
‫ فهذا الحديث يدل على أن ل أسماء أكثر من تسعة وتسعين‬.‫أحمد وهو حديث صحيح‬
Kutipan dari Penafsiaran Hadist di atas adalah hadist yang shahih dengan

kesepakatan para ulama ahli hadist. Akan tetapi menjadikan hadist tersebut

sebagai dalil untuk membatasi nama-nama Allah hanya berjumlah 99 nama,

adalah suatu kekeliruan.

Walau pun demikian ada sebagian ulama yang berpendapat berbeda

mengenai jumlah asma’ul husna diantaranya diungkapkan dalam Al Is’aad fi

Syarhi Lum’atil I’tiqod, Syaikh Abu Musa ‘Abdur Rozaaq bin Musa Al Jazaairi

bahwa Ibnu Hazm rahimahullah wa ghofarallahu pun berbeda pendapat dalam

memahami hadist ini. Beliau berpendapat bahwa adanya batasan bilangan untuk

nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau berkata, ”Seandainya Allah

subhanaahu wa ta’ala memiliki nama selain 99 nama tersebut, maka perkataan

Rasulullah “seratus kurang satu” menjadi perkataan yang sia-sia (tidak ada

bermakna).

Pendapat Ibnu Hazm ini disangkal oleh pendapat jumhur ‘ulama. Jumhur

‘ulama berpendapat bahwa tidak adanya batasan bagi nama-nama Allah

subhanaahu wa ta’ala. Mereka memahami bahwa pembatasan yang disebutkan

dalam hadist Abu Hurairah adalah berkaitan dengan janji yang diberikan bagi

orang yang menjaga nama-nama tersebut. Sehingga kalimat “jika seseorang


menjaganya”, menjadi penyempurna yang memiliki kaitan makna dengan kalimat

sebelumnya.”

Wacana tentang penafisiran hadits tentang jumlah asma’ul husna yang

diungkapkan Ibnu Hazm R.A ternyata memiliki perbedaan dengan Syaikh

Al‘Alaamah Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan

bahwa hadist tersebut tidaklah menunjukkan pembatasan bagi nama-nama Allah

dengan bilangan 99. Seandainya yang dimaksudkan dari hadist tersebut adalah

pembatasan bagi nama-nama Allah tentu lafadz hadist tersebut berbunyi:

“‫”إن أسماء ال تسعة وتسعون اسمًا من أحصاها دخل الجنة‬

“Sesungguhnya nama-nama Allah ada 99 nama, barangsiapa yang

membacalmenghafalkannya akan masuk surga.”

Dalam penafsiran hadits di atas Syaikh Al‘Alaamah Muhammad bin

Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menegaskan pendapatnya pada kitab Al

Qowa’idul Mutslaa fi Shifatillahi wa Asmail Husna bahwasanya “Makna yang

benar yang terkandung dalam hadist tersebut adalah barangsiapa yang menjaga

(menghafalkan dan memahami) 99 nama tersebut maka Allah akan

memasukkannya ke dalam surga. Sehingga bilangan 99 bukanlah menunjukkan

adanya pembatasan bagi nama-nama Allah.

Untuk melengkapi uraian diatas maka Syaikh Abdur Rozaaq bin ‘Abdil

Muhsin Al Badr hafidhohullahu menjelaskan dalam rekaman salah satu

muhadhoroh beliau Syaikh Abdur Rozaaq bin ‘Abdil Muhsin Al Badr

hafidhohullahu ketika beliau men-syarah kitab Faidatun Jaliilatun fi Qowa’idil

Asmail Husnaa karya Ibnu Qayim Al Jauziyah hadist tersebut dengan

memberikan penjelasan dan alnalogi yang sangat bagus. Beliau menjelaskan


bahwa hadist Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tersebut adalah berupa satu

kalimat utuh. Penggalan kalimat yang pertama ( sesungguhnya Allah memiliki 99

Nama -seratus kurang satu) disempurnakan maknanya oleh penggalan kalimat

yang kedua ( apabila seseorang menjaganya niscaya dia masuk surga). Artinya

barangsiapa yang menghafalkan 99 nama tersebut maka orang tersebut akan

masuk surga. Hadist tersebut bukanlah terdiri dari dua kalimat terpisah, yang

masing-masing penggalan kalimat memiliki makna sendiri-sendiri. Kesalahan

seseorang dalam memahami hadist ini adalah seseorang memahami, bahwa hadist

tersebut terdiri dari dua kalimat terpisah. Penggalan kalimat yang pertama

menunjukkan pembatasan nama-nama Allah, kemudian penggalan kalimat yang

kedua adalah perintah untuk menjaga (menghafalkan) nama-nama tersebut.

Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang keliru”

Kemudian beliau Syaikh Abdur Rozaaq bin ‘Abdil Muhsin Al Badr

hafidhohullahu mengungkapkan pendapat senada dengan Al-Khatabi dalam

memberikan contoh untuk memudahkan pemahaman terhadap hadist ini. Beliau

menggambarkan:

“Sesungguhnya saya memiliki 100 kitab yang akan saya hadiahkan

kepada Anda”. Apakah dengan pernyataan ini menunujukkan bahwa

“saya hanya memiliki 100 kitab…?” Tentu jawabanya adalah “tidak”.

Pemahaman yang benar adalah “hanya ada 100 kitab yang akan saya

hadiahkan kepada Anda”. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa

masih tersimpan lebih dari 100 kitab di maktabah saya. Begitu juga

dengan hadits Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam, “Sesungguhnya

Allah memiliki 99 Nama -seratus kurang satu- yang apabila seseorang


menjaganya niscaya dia masuk Surga, hal ini juga bukan menunjukkan

adanya batasan nama Allah hanya 99 nama saja.”

Khusus mengenai pengenalan terhadap satu per satu asama Allah yang

berjumlah 99, sebenarnya ditepuh melalui proses ijtihad. Pada akhir abad II

hingga awal abad III Hijriyah, tiga perawi hadits yaitu Al-Walid bin Muslim,

Abdul Malik As-shanani dan Abdul Aziz bin Hashin ber-ijtihad dalam

mengungkap 99 ama’ul husna ini.(Mahmud Abdul Raziq Ar Ridhwani, 2008).

Dari ketiga perawi diatas, Al-Walid bim muslim (wafat tahun 195 H)

merupakan yang paling terkenal dengan susunan 99 asma seperti yang banyak

dihadapi saat ini.(berawal dengan Ar-Rahman dan berakhir dengan As-Shabur)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kembali mengingatkan “ nama-nama Allah

yang telah dikenal di kalangan umat islam adalah riwayat At-Tirmidzi yang

diriwayatkan dari Al-Walid bin Muslim As-Syuaib dari abu hamzah. Lam Hadits

berkata, “Penentuan (nama-nama Allah – pen) tersebut adalah hasil ijtihad Al-

Walid bin Muslim.” (Ibnu Fatimiyah Al-Fatawa Al-Kubra, 1/127)

Kemudian sebagai khalshoh mengenai asma’ul husna berikut ini adalah

point-poin penting Aqidah Ahlussunah mengenai asma’ul husna pada kitab Al-

Asna fi Syarh Asma' Allah Alhusna wa shifatihi yang juga bisa ditemui pada

jejaring (http://forum.kku.edu.sa/archive/index.php/t-51.html) sebagai berikut:

‫ لسنى في شرح أسماء ال الحسنى وصفاته‬:

‫ واعتقادهم يمكن إجماله في النقاط التالية‬،‫قول أهل السنة والجماعة‬

(1)(2).1 ‫اليمان بثبوت السماء الحسنى الواردة في القرآن والسنة من غير زيادة ول نقصان‬

‫ السماء‬,‫ فال هو الذي تكلم بهذه‬،‫ ول يسميه أحد من خلقه‬،‫اليمان بأن ال هو الذي يسمي نفسه‬

‫ وليست محدثة مخلوقة‬،‫وأسماؤه منه‬


(3) ‫ وليست‬،‫ فهي أعلم وأوصاف‬،‫اليمان بأن هذه السماء دالة على معاني في غاية الكمال‬

‫احترام معاني تلك السماء‬. ‫ كما يزعم المعتزلة‬،‫كالعلم الجامدة التي لم توضع باعتبار معناها‬

‫وحفظ مالها من حرمة في هذا الجانب وعدم التعرض لتلك المعاني بالتحريف والتعطيل كما هو‬

‫شأن أهل الكلم‬

(4) ‫اليمان بما تقتضيه تلك السماء من الثار وما ترتب عليها من الحكام‬.

‫وبالجملة فإن أهل السنة يؤمنون بأسماء ال إيمانا صحيحا وفق ما أمرت به نصوص القرآن‬

،‫ بخلف أهل الباطل الذين أنكروا ذلك وعطلوه‬،‫والسنة ووفق ما كان عليه فهم سلف المة‬

‫فألحدوا في أسماء ال إلحادا كليا أو جزئيا‬.

a) Iman terhadap ketetapan jumlah nama-nama ilahi yang terkandung

dalam Al-Quran dan Sunnah dengan tidak menambah dan tidak

mengurangi..Keyakinan bahwa Allah yang menyebut dirinya, dan

tidaklah boleh menamainya dengan nama makhluknya, Allah lah

yang berbicara dengan namanya tetapi tidak boleh membuat nama

baru baginya.

b) Keyakinan bahwa nama-nama ini menunjukan pada maha

kesempurnaan , dia yang maha tahu dan maha suci dan maha tahu

dan bukan lah secara wujud dan tak ada perumpamaannya.

c) Memuliakan terhadap makna nama-nama dan kesucian aspek ini

menjaga segala dan non-paparan, dari penyimpangan arti dan arti

berlawanan.

d) beriman sebagaimana yang yang ditentukan dalam hadits dan

hukum. Singkatnya, kaum Sunni percaya pada iman yang benar


dari nama-nama Allah seperti diperintahkan oleh Al-Qur'an dan

Sunnah, dan menurut kaum salafi (pendahulu)

(Muhammad ibn Ahmad Qurtub, 2001)

g. Tidak ada penyelewengan dan pengingkaran kebenarannya

Pemahaman asma’ul husna dengan benar tentu akan melahirkan

keimanan yang benar pula. Maka dalam memahami asmal husna senantiasa

menghidari ilhad (pengingkaran) dan setiap pengingkaran terhadap asama Allah

tentu merupakan sebuah penyelewengan.

Berikut ini adalah berbagai macam pengingkaran terhadap Asma Allah

yang telah dirangkum oleh Syafie Antonio (2008:27):

1. mengingingkari sesuatu dari asma Allah, hokum dan sifat yang

terkandung di dalamnya. Kaum Jahmiyah dan golongan ahli ta’thil,

misalnya menyebut lafadz Allah dengan lafadz yang kosong, tidak

mengandung sifat dan makna. Mereka memberi nama kepada-Nya: As-

Sami’, Al-Bashir, Al-Hayy. Tetapi mereka mengatakan; “tiada kehidupan

bagi-Nya”, “Tida Pendengaran”, “Tiada Penglihatan”. Ini adalah ilhad

paling besar pada asma Allah, baik secara akal, syara’, bahasa, dan

fithrah.

2. Menjadikan Asma Allah memiliki indikasi (dalalah) yang serupa dengan

sifa makhluk. Hal ini seperti pendapat Ahlu Tasybih (antrophomisme),

yang mengingkari sifat Allah dan menolak sifat kesempurnaan-Nya.


3. Menamai Allah dengan nama-nama yang tidak di sebutkan oleh-Nya, dan

tidak pula dijelaskan oleh rasu-Nya dalam hadits yang shahih. Seperti

halnya kaum Nasrani yang menamai Allah dengan “Bapak” dengan

anggapan sebagai filosof yang menyebutnya ‘Al-Illah Al-

Faai’lah’(efficient Cause). Karena Asma allah adalah tauqifiyah maka

menamai-Nya tetapi tidak bersumber dari-Nya atau dari rasul-Nya

merupakan penyelewenganterhadap kebenaran Asma Allah

4. memberikan nama berhala dari Asma Allah . di jaman jahiliyah, kaum

musyrikin menamai berhala mereka yang mereka sembah dengan nama

‘Uzza’. Padahal perkataan tersebut berasal dari kata Al-Aziz.

5. Menyifati Allah dengan sifat yang bertentangan. Hal ini seperti

diungkapakan oleh orang yahudi: “Innahu Faqir “(bahwasanya dia fakir),

atau perkataan mereka yang menegaskan bahwa “Dia berisirahat

Demikianlah ilhad dengan segala macamnya adalah haram. Hal ni

berdasar kepada Al-Quran yang menyatakan:

َ ‫ن َمللا َكللاُنوْا َيْعَمُلللو‬


‫ن‬ َ ‫جَزْو‬
ْ ‫سلُي‬
َ ‫سلَمآِئِه‬
ْ ‫ن ِفلي َأ‬
َ ‫حلُدو‬
ِ ‫ن ُيْل‬
َ ‫عوُه ِبَهللا َوَذُروْا اّللِذي‬
ُ ‫سلَنى َفللاْد‬
ْ‫ح‬
ُ ‫سلَماء اْل‬
ْ‫ل‬
َ ‫لا‬
ِّ ‫َو‬
180 : ‫))العراف‬
“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan

menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang

menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti

mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka

kerjakan. (Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:252)

C. Akhlak

Kata “akhlak” secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu betuk

jama dari kata “khuluq”. kata khuluq sering diartikan dengan moral, budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat . Kalimat tersebut mengandung segi-

segi persesuaian dengan perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat

hubungan dengan Khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti

diciptakan. (M. Yunus, 1989 :120).

Perumusan devinisi akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan

adanya hubungan baik antara Khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan

makhluk seperti pada Risalah, 40/38. Seperti halnya ditemui dalam al-Quran,

4:‫ظيٍم )القلم‬
ِ‫ع‬
َ ‫ق‬
ٍ ‫خُل‬
ُ ‫ك َلَعَلى‬
َ ‫)َوِإّن‬
“Sesungguhnya engkau (muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang

mulia.” (Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:960)

Salah satu komponen penting yang harus dibangun pada diri seorang

muslim adalah akhlak. Allah SWT. mengutus Rasulullah SAW. salah satu tujuan

utamanya adalah menyempurnakan akhlak manusia menjadi akhlak yang mulia.

‫ قلللال رسول ال صلى ال عليه وسلم انملللا بعثت لتمم مكارم‬:‫عن أبى هريرة رضى ال عنه قال‬
‫)الخلق )رواه البيهقي‬
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak

(Sokhi Huda, 2008:282)

Ibnu Maskawih mengatakan bahwa yang disebut dengan akhlak adalah

keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-

perbuatan tanpa berfikir dan melalui pertimbangan terlebih dahulu (Humaidi,

1979:8). Sedangkan Arif Ali bin Muhammad Al-Jarjani memberkan definisi

akhlak adalah sebagai berikut:

‫ عبارة عن هيئة لنفس راسخة تسدر عنها الفعال بسهولة ويسر من غير حاجة الى الفكر‬: ‫الخلق‬
‫وروية‬
“Akhlak yaitu adalah suatu ibarat perilaku yang bersemi dalam jiwa

seseorang hingga dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan

mudah tanpa pikiran dan renungan.” (Al-Jarjani, 101)

Pengertian akhlak lebih lanjut dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali tentang

pengertian akhlak yakni sebagai berikut:

“bahwa akhlak adalah suatu kemantapan (jiwa) yang meghasilkan

perbuatan atau pengalaman dengan mudah dan tanpa harus direnungkan

dan disengaja.jika ia menghasilkan amal-amal yang baik yaitu akhlak

terpuji menurut akal dan syariah maka ini disebut akhlak yang baik, jika

amal-amal yang tercelalah yang muncul dari keadaan (kemantapan) itu,

maka dinamakan akhlak yang buruk.” (M. Abdul quasam: 1988:2)

Mengaitkan arti kebahasaan dengan apa yang didefenisikan, Imam Al-

Ghazali memberikan makna substantif yang saling melengkapi, yang di dalamnya

kita akan menemukan setidaknya lima ciri perbuatan akhlak, yaitu:

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa

seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, bahwa perbuatan

akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,

tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang

dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Ketiga,

bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,

bukan main-main atau karena bersandiwara

Keempat, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak

yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata


karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu

pujian. Kelima, akhlak memiliki sandaran yang jelas yaitu al-Quran dan sunnah.

Sehingga ukuran baik tidaknya sebuah akhlak berdasarkan ketersesuiannya

dengan al-quran dan sunnah.

Meskipun akhlak memiliki kedekatan makna dengan moral, budi pekerti,

tetapi pada dasarnya memiliki perbedaan dan ketidaksamaan. Antara lain

1. Akhlak dalam Islam senantiasa berdasarkan nilai-nilai al-Quran dan

sunnah. Sebab itu, ia bersifat universal. Misalnya akhlak orang Islam

Amerika sama dengan akhlaknya orang Islam di Arab, Afrika, maupun

di Indonesia. Berbeda dengan moral, etika atau budi pekerti adalah

kebaikan yang lahir dari kesepakatan budaya sekelompok manusia

tertentu. Sebab itu, kadangkala ada perbuatan menurut orang Amerika

adalah baik dan beretika, tetapi tidak bagi orang Asia.

2. Akhlak dilaksanakan dengan keikhlasan diri yang tujuannya semata

mengharapkan ridha Allah swt. Sedangkan budi pekerti, etika tidak

selamanya demikian.

3. Yang baik menurut akhlak adalah segala sesuatu yang berguna sesuai

dengan nilai dan norma agama Islam dan memberikan kebaikan bagi

diri dan orang lain. sedangkan yang menentukan baik buruknya suatu

perbuatan menurut etika dan moral adalah adat istiadat dan kebiasaan

sekelompok orang tertentu di waktu tertentu

4. Akhlak bersifat mutlak dan berlaku selamanya, sedangkan etika, moral

dan budi pekerti bersifat nisbi atau relatif


Dari penafisran Ibnu Maskawih dan Imam Ghazali mengenai akhlak maka

tampak lah beberapa indikasi seseorang yang berakhlak:

1. Perbuatan Semata Mata Karena Allah

Pada tatanan psikologis manusia pada umumnya akan bertindak sesuai

dengan sesuatu yang dianggap benar dan diakuinya.

Fenomena ini bersifat universal dan menembus sekat-sekat agama, bangsa,

ras, da golongan. Inilah yang disebut dengan “universal agreement”: seluruh

manusia mngakui dan menyukai sifat-sifat tersebut. Pengakuan tersebut berasal

dari suara hati manusia yang pada dasarnya juga bersifat universal . dengan

catatan manusia tersebut telah mencapai titik Zero dan terbebas dar belenggu

fikiran (Ary Ginanjar Agustian : 2007: 86).

Perbuatan yang semata-mata karena adalah devinsi akhlak makhluk yang

erat kaitan dengan penciptanya yaitu Allah. (Halim Mahmud :456). Berikut ini

adalah kutipannya :

‫ وللو كلان علملا‬،‫ لنه لو كان رسلما لحصلل بالمجاهلدة‬،‫ ولكنه خلق‬،‫ليس التصوف رسما ول علما‬
‫ ولللن تسللتطيع أن تقبللل علللى الخلق اللهيللة بعلللم أو‬،‫ ولكنلله تخلللق بللأخلق اللل‬،‫لحصل بللالتعليم‬
426 ‫ ص‬،‫ عبد الحليم محمود‬،‫ المدرسة الشاذلية‬،‫))رسم")عبد الحليم محمود وقضية التصوف‬
“Tashauf bukanlah gambaran (bentuk) dan keilmuan, tetapi ciptaan

(tercipta) karena apabila ia adalah gambaran maka bisa diraih dengan

mujahadah (usaha) dan apabila ia adalah keilmuan maka ia dapat

diperoleh dengan belajar akan tetapi tashawuf hanya dengan

berakhlakhlak ilahi, yang tidak kompromi dengan (ijtihad keilmuan ) dan

gambaran .”

Hubungan yang erat antara makhluk dan khalik (Allah) juga ditemui pada

Al-Quran mengenai penegasan Allah dalam firmanya:


4:‫ظيم )القلم‬
ِ‫ع‬
َ ‫ق‬
ٍ ‫خُل‬
ُ ‫ك َلَعَلى‬
َ ‫)َوِإّن‬

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang

mulia.” (Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:960):

Atas dasar kedekatan hubungan makhluq dengan sang khalik (Allah) maka

Imam Ghazali menjelaskan :

‫ حللتى‬،‫قرب العبد من ربه عز وجل في الصفات التي أمر فيها بالقتداء والتخلللق بللأخلق الربوبيللة‬

(.4/324 ،‫ تخلقوا بأخلق ال )الغزالي‬:‫قيل‬

“Adanya kedekatan hamba dari segi sifat-sifat rububiyah yang telah

diperintahkan untuk menirunya dan berakhlak dengan akhlak rab (Allah).

Sehingga ia berkata berkahlaklah dengan Akhlak Allah.”(Imam al-

Ghazali,tt:4230)

Dari kesimpulan Imam Ghazali tentang konsep berakhlak dengan akhlak

Allah adalah bertolak dari penafsirannya.

‫ والتخلق بأخلقها تجعل النسان المؤمن يعيش في‬,‫فمن أحصى السماء الحسنى مع إدراك معانيها‬

‫هلل وقيللد‬.‫ "يعنللي حفظهللا مللع فهللم معناهللا والتخّلللق بآدابهللا"ا‬114 ‫هل وكذا قال ص‬.‫الدنيا برضاه"ا‬

114:‫)كلمه في موضع آخر بالصفات التي يصح للنسان التخلق بها )الغزالي‬.

“ Siapa saja yang memelihara serta menyelami maknanya dan berakhlak

dengan akhlaknya maka niscaya kehidupan manusia tersebut berada pada

ridha-Nya” Begitu pula di ungkapkn pada halaman 114 “yakni

menghafalnya disertai pemahaman maknanya dan beakhlak dengan adab-

Nya.” dan “siapa saja menghafal serta memahami maknanya dan

berakhlak (bertata cara hidup) sesuai dengan asma’ul husna.” kemudian


beliau memberikan qiyad tentang sifat sifat yang sah untuk di tiru oleh

manusia”(Al-Gahazali, tt:114)

Adapun dimensi lain dari berakhlaq dengan akhlaq Allah adalah untuk

mengekspresikan potensi pada diri manusia dengan mengasah nilai keagungan

tuhan dan nilai-nilai kasih sayang. Hal ini dikutip oleh Al-Jilli :

،‫ فيظهر بذلك علو العزة الربانيللة‬،‫تخلقوا بأخلق ال؛ لتبرز أسراره المودعة في الهياكل النسانية‬
(2/19 ،‫ الجيلي‬،‫ويعلم حق المرتبة الرحمانية"]النسان الكامل‬

Berakhlaklah dengan akhlak Allah, untuk menampakan rahasia Allah

yang terpendam pada diri manusi hingga muncul dengan cara mengasah,

nilai keagungan tuhan dan nilai-nilai kasih sayang.”

(Al Jilli, Insan Kamil : 2/19)

Sedangkan proses internalisasi nilai-nilai diatas terjadi karena adanya

proses mencintainya seorang makhluk (manusia) kepada yang di cintainya (Allah)

hal ini di ungkapkan Imam Al-Qusyairi :

(615 :2) ‫ دخول صفات المحبوب على البدل من صفات المحب‬:‫ فقال‬،‫سئل الجنيد عن المحبة‬

“Ditanya Imam Al-Jundi tentang cinta maka ia menjawab :Internalisasi

sifat yang dicintai atas duplikasi sifat yang mencintai.”(Imam Al-Jundi

2/615)

‫ وطلبا‬،‫ مدحا‬:‫"الخلق" أمر متفق عليه بين الناس‬

“Konteks akhlak merupakan hal telah menjadi kesepakatan tentangnya

yakni memuji atau meminta”


‫‪Dalam pemaparan lebih lanjut mengenai kesepakatan di kalangan umat‬‬

‫‪Islam pada analisa teoritik yang digunakan dalam penelitian ini dalam kontek‬‬

‫‪memahami istilah “berakhlak dengan akhlak Allah”, maka berkut ini adalah‬‬

‫‪tukilan yang di sajikan dengan teks asli dari Badai'i al-fawa'id., Muhammad ibn‬‬

‫‪Abi Bakr Ibn Qayyim al-Jawziyah :‬‬

‫ننننننن نننن ننن نننننننن‪:‬‬

‫‪-‬أن الل تعللالى‪ ،‬وهللو‪ :‬الللله‪ ،‬والللرب‪ ،‬وللله اللوهيللة‪ ،‬والربوبيللة‪ .‬للله أوصللاف تليللق بلله‪ ،‬ليسللت كأوصللاف‬
‫المخلوقين‪.‬‬
‫‪-‬والنسان له أوصاف لئقة به‪ ،‬ليست كأوصلاف الل تعللالى‪.‬لقلوله تعلالى‪( :‬ليلس كمثللله شليء وهلو السللميع‬
‫البصير)‪] .‬الشورى ‪[11‬‬

‫ننننن نننن نن ننن ننننننن‪:‬‬

‫أنها تقرر‪ :‬اكتساب النسان صفات )= أخلق‪ .‬بتعبيرهم( ال تعالى‪.‬‬ ‫‪-‬‬

‫‪ -‬وأن هذه العملية الكتسابية التخلقية هي‪ :‬موضوع التصوف‪.‬‬

‫هذه النتيجة واضحة في كلم هؤلء الئمة‪ ،‬من دون استثناء‪ ،‬حتى في كلم الجنيد‪ ،‬وإن استعمل كلمات غيللر‬
‫التي استعملها البقية‪.‬‬

‫فتارة قالوا‪ :‬أخلق الربيوبية‪ .‬والربوبية ليست إل ل تعالى‪.‬‬ ‫‪-‬‬


‫وتارة قالوا‪ :‬اللهية‪ .‬واللهية له وحده‪ ،‬ل شريك له‪.‬‬ ‫‪-‬‬
‫وفي ثالثة قالوا‪ :‬أخلق ال تعالى‪ .‬مصرحين بالسم الخاص‪.‬‬ ‫‪-‬‬
‫ل‪ ،‬وليست تبللادل‪ ،‬فللالمحب يسللتبدل‬
‫وفي تعريف الجنيد‪ :‬وصف لمحتوى هذه العملية‪ :‬أنها عملية بد ٍ‬ ‫‪-‬‬
‫صفات المحبوب بصفاته؛ بمعنى أنه يترك صفاته ويتخلص منها‪ ،‬ليتلبس بصفات محبوبه‪ ،‬ويتخلق بهللا‪.‬‬
‫والمحب هنا هو النسان‪ ،‬والمحبوب هو ال تعالى‪.‬فهاهنا أمران‪ ،‬احتوتهما هذه التعريفات‪:‬‬

‫الول‪ :‬اكتساب النسان صفات ال تعالى )= أخلقه‪ .‬بتعبيرهم(‪ .‬أو تركه صفاته‪ ،‬واكتسابه صفات ال تعالى‪.‬‬

‫الثاني‪ :‬أن هذه العملية الكتسابية‪ ،‬التخلقية‪ ،‬الستبدالية‪ :‬عملية كاملة كلية‪ ،‬ليست ناقصة جزئية‪.‬‬
‫هذا المعنى هو الجديد الملحظ في هذا التفسير؛ وللذا تقلدم أنله ليلس مجلرد تخللق‪ ،‬أو خللق‪ .‬فمجلرد التخللق‬
‫والخلق أمر مألوف‪ ،‬معروف‪ .‬أما هذه المعاني الزائدة‪ ،‬ففيها من الغرابللة‪ ،‬وحللتى النللزاع مللا ل يخفللى‪ .‬وهللذا‬
‫العتراض نلخصه فيما يلي‪:‬‬

‫أول ‪ :‬قولهم‪" :‬أخلق ال"‪ ،‬مصطلح جديد‪ ،‬منسوب إلى الشريعة‪ ،‬لم يعللرف قبللل المتصللوفة‪ ،‬الللذين انفللردوا‬
‫به‪ ،‬فالمعروف استعمال مصطلحات من قبيل‪ :‬أسماء ال‪ ،‬صفات ال‪ .‬وهي قرآنية المللورد والمصللدر‪.‬‬
‫تتضمن معاني لئقة بال تعالى‪ .‬أما هذا فل يمتاز بذلك‪ ،‬بل هو منتزع من قول الفلسفة‪ ،‬بالتشبه بالله‬
‫على قدر الطاقة‪) .‬انظر‪ :‬التعريفات ص ‪ ،73‬بدائع الفوائد ‪(1/164‬‬

‫ثانيا‪ :‬أن التعبير عن الوصاف اللهية بالخلق فيله محلذور‪ ،‬هلو‪ :‬أن الخلق‪ ،‬أحلوال مكتسلبة؛ فلالمتخلق‬
‫مكتسب للخلق‪ ،‬هذا هو المعنى الغالب عليه‪ ،‬وعليه فل يليق أن ينسب إلى ال ل تعللالى؛ لن أوصللافه‬
‫ذاتية‪ ،‬غير مكتسبة‪.‬‬

‫ثالثا‪ :‬أن هذا المصطلح يفيد‪ :‬أن بقدرة النسان تحصيل جميللع الوصلاف اللهيللة اتصللافا‪ ،‬أو تخلقللا‪ ،‬بحسلب‬
‫تعبيرهم‪ ،‬ليس فيه قيد‪ ،‬ول تخصيص‪ ،‬ول تحديد‪ ،‬بل إطلق وتعميم‪ .‬والمحذور في هللذا ل يخفللى؛ فللإن‬
‫أوصاف ال تعالى على ثلثة أنواع من جهة اتصاف العبد‪:‬‬

‫‪ -1‬نوع في قدرة النسان التصاف بمعناها‪ ،‬دون مماثلة‪ ،‬ويحمد عليه‪ ،‬مثل الرحمة‪.‬‬

‫‪ -2‬نوع في قدرة النسان التصاف بمعناها‪ ،‬دون مماثلة‪ ،‬ويذم عليه‪ ،‬كالتكبر‪.‬‬

‫‪ -3‬نوع يستحيل عللى النسلان التصلاف بمعناهللا‪ ،‬كلالخلق‪ ،‬واللبرء‪ ،‬والتصلوير‪ ) .‬فتلح البلاري‬
‫‪ ،11/226‬عدة الصابرين ص ‪ (283‬وهذا المصطلح ل يفيد هللذا التفصلليل‪ ،‬فليللس فيلله إشللارة‬
‫إلى ما يمكن التصاف به‪ ،‬وما ل يمكن‪ ،‬وما يحمد عليه‪ ،‬وما يذم‪ ،‬فهو عام شامل‪ ،‬وهللو بهللذا‬
‫المعنى منحرف؛ لنه يفضي إللى المماثللة فلي الكلّم؛ أي فلي علدد صلفاته‪ ،‬وهلو محلال‪ .‬قلال‬
‫تعالى‪} :‬ولم يكن له كفوا أحد{‪] .‬سورة الصمد[‬

‫رابعا ‪ :‬أن هذا المصطلح يفيد كذلك‪ :‬أن في قدرة النسان تحصيل الصفات اللهية نفسلها‪ ،‬فلي كيفهلا‪ ،‬فيكلون‬
‫له نفس حدود كللل صللفة‪ ،‬كمللا هلي لل تعللالى‪ ،‬فتكللون رحمتلله كرحمتلله‪ ،‬ووجللوده كوجللوده‪ ،‬وقللدرته‬
‫كقدرته‪..‬إلخ‪ ،‬وهذا المعنى فاسد‪ ،‬لبطلن المماثلة في الكيف؛ أي في كيفية وكنلله صللفاته‪ ،‬وال ل تعللالى‬
‫يقول‪} :‬هل تعلم له سميا{‪] .‬مريم ‪[65‬‬

‫‪2.‬‬ ‫‪Akhlak selalu bersandar kepada Al-Quran dan As-Sunnah‬‬


Pemahaman Islam mengenai criteria Akhlak adalah selalu bersandar dari

Al-Quran yang didemontrasikan dengan sempurna oleh nabi Muhammad SAW,

hingga Siti Aisyah r.a berkata:

‫)كان خلقه القران )رواه عائشة‬


“ٍ
sungguh akhlak rasulullah adalah Al-Quran”

(Jalaluddin Rakhmat, 2007:143)

3. Perbuatan yang sesungguhnya, bukan main-main

Akhlak muhsinin sebagai cerminan asma’ul husna bukan hanya dilakukan

tanpa motivasi dan keinginan, akan tetapi bersama ruhul jihad dan motivasi yang

tinggi.

Dalam konteks berakhlak dengan asma’ul husna ini maka ruhul jihad

sebagai power sekaligus solusi untuk meraih petunjuk Allah. sehingga dalam hal

ini Allah berfirman :

(69 :‫ن )العنكبوت‬


َ ‫سِني‬
ِ‫ح‬ْ ‫ل َلَمَع اْلُم‬
َّ ‫ن ا‬
ّ ‫سُبَلَنا َوِإ‬
ُ ‫جاَهُدوا ِفيَنا َلَنْهِدَيّنُهْم‬
َ ‫ن‬
َ ‫َواّلِذي‬
" Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-

benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan

sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik"

(Departemen Agama RepublikIndonesia, 1987:636)

4. Akhlak ialah sesuatu yang telah tertanam dalam jiwa sehingga telah

menjadi kepribadiannya.

Dalam dunia pendidikan akhlak merupakan sesuatu yang berusaha untuk

di tanamkan dalam hati sehingga benar-benar memberi keyakinan yang mantap


(Nafsul Muthma’innah) hingga Allah berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Fajr

ayat 25-30) yang berbunyi :

‫جِعي‬
ِ ‫( اْر‬27) ‫طَمِئّنُة‬
ْ ‫( َيا َأّيُتَها الّنْفسُ اْلُم‬26) ‫حٌد‬
َ ‫ق َوَثاَقُه َأ‬
ُ ‫( َول ُيوِث‬25)‫حد‬
َ ‫عَذاَبُه َأ‬
َ ‫ب‬
ُ ‫َفَيْوَمِئٍذ ل ُيَعّذ‬
29-25 ‫( )الفجر‬30)‫جّنِتي‬
َ ‫خِلي‬
ُ ‫( َواْد‬29) ‫عَباِدي‬
ِ ‫خِلي ِفي‬
ُ ‫( َفاْد‬28) ‫ضّيًة‬
ِ ‫ضَيًة َمْر‬
ِ ‫ك َرا‬
ِ ‫)ِإَلى َرّب‬
“ Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya

(25) dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya (26) Hai

jiwa yang tenang (27) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang

puas lagi diridai-Nya (28) Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-

hamba-Ku (29) dan masuklah ke dalam surga-Ku (30). “

(Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:1059)

Pembiasaan membaca asma’ul husna adalah sebuah proses sedangkan

hasil yang kebiasaan yang di harapkan adalah terbentuknya manusia yang

memiliki kepribadian rabbani.

Seperti yang di ungkapkan Fadil Yani (2007, 18) bahwa untuk mengatasi

masalah kepribadian manusia dibutuhkan kepribadian rabbani. Istilah “rabbani”

berasal dari kata “rabb” yang berarti tuhan yaitu tuhan yang memiliki,

memperbaiki, mengatur, menambah, menunaikan menumbuhkan,

mengembangkan memelihara dan mematangkan sikap mental.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa Istilah rabbani dalam konteks ini

memiliki ekuivalensi dengan istilah Illahi yang berarti ketuhanan. Kepribadian ini

adalah kepribadan individu yang didapat setelah setelah mentransformasikan asma

(nama-nama) dan sifat tuhan kedalam dirinya untuk kemudian dinternalisasi dan

ditranformasikan dalam dunia nyata.


Pengertian akhlak rabbani secara sederhana di ungkapkan oleh al-Razi

dalam Mujib (2006: 188:-189) adalah kepribadian individu yang mencerminkan

sifat-sifat ketuhanan.

5. Akhlak berasal keinginan sendiri

Manusia sebagai makhluk psikologis senantiasa bertindak sesuai dengan

motifasi baik motif internal maupun motif eksternal (Muhammad Asrori,

2008:183). Sedangkan akhlaq adalah berada pada dimensi internal.

Menurut pendapat para ahli tentang akhlak maka dalam penelitian ini

motifasi di indikasikan kepada mahabbah atau kecintaan (Al-Jundi), tadzhir as-

shifatil Ilahiyah atau penampakan (Al-Jilli), thalban wa madahan atau meminta

dan mengidolakan (ittifaq muslimin)

Allah menjanjikan ketenangan secara psikologis bagi manusia yang

konsisten dalam kebaikan sehingga dalam Al-Quran Allah berfirman :

‫جّنِة اّلِتي ُكْنُتْم‬


َ ‫شُروا ِباْل‬
ِ ‫حَزُنوا َوَأْب‬
ْ ‫خاُفوا َول َت‬
َ ‫عَلْيِهُم اْلَملِئَكُة َأل َت‬
َ ‫ل‬
ُ ‫سَتَقاُموا َتَتَنّز‬
ْ ‫ل ُثّم ا‬
ُّ ‫ن َقاُلوا َرّبَنا ا‬
َ ‫ن اّلِذي‬
ّ ‫ِإ‬
َ ‫عو‬
‫ن‬ ُ ‫سُكْم َوَلُكْم ِفيَها َماَتّد‬
ُ ‫شَتِهي َأْنُف‬
ْ ‫خَرِة َوَلُكْم ِفيَها َما َت‬
ِ ‫حَياِة الّدْنَيا َوِفي ال‬
َ ‫ن َأْوِلَياُؤُكم ِفي اْل‬
ُ‫ح‬
ْ ‫( َن‬30)‫عُدون‬
َ ‫ُتو‬
31-30:‫))الفصلت‬
“ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah"

kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun

kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan

janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan

(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (30) Kami lah

Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya

kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di

dalamnya apa yang kamu minta. (31)”

(Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:777)


6. Akhlaq adalah semata-mata karena Allah

Akhlak seseorang tidak terpaku pada ibadah mahdhah saja akan tetapi

akhlak meluas kepada hal, tindakan dan ibadah ghair mahdoh yang tidak lepas

dari tujuan untuk semata-mata mencari ridha Allah. Dalam hal ini Allah

berfirman:

‫حا َول‬
ً ‫صاِل‬
َ ‫عَمل‬
َ ‫ل‬
ْ ‫جو ِلَقاَء َرّبِه َفْلَيْعَم‬
ُ ‫ن َيْر‬
َ ‫ن َكا‬
ْ ‫حٌد َفَم‬
ِ ‫ي َأّنَما ِإَلُهُكْم ِإَلٌه َوا‬
ّ ‫حى ِإَل‬
َ ‫شٌر ِمْثُلُكْم ُيو‬
َ ‫ل ِإّنَما َأَنا َب‬
ْ ‫ُق‬
110:‫حًدا )الكهف‬
َ ‫ك ِبِعَباَدِة َرّبِه َأ‬
ْ ‫شِر‬
ْ ‫)ُي‬
Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu,

yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu

adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan

Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan

janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada

Tuhannya". (Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:460)

Akhlak yang menjadi salah satu misi untuk mencari ridha Allah harus

bertujuan mencari keridhan Allah semata. Allah berfiman dalam Al-Quran:

5: ‫ن )البينة‬
َ ‫ن َلُه الّدي‬
َ ‫صي‬
ِ ‫خِل‬
ْ ‫ل ُم‬
َّ ‫)َوَما ُأِمُروا ِإل ِلَيْعُبُدوا ا‬

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah

dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama

dengan lurus”. (Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:1084)

Kemudian Allah tegaskan salah satu perintahnya adalah berindak dengan

penuh permohonan dan ratapan melalui keagungan nama-Nya yakni asmaulhusna.

Allah tegaskan kembali pada kitab suci Al-Quran :

:‫ن )العراف‬
َ ‫ن َما َكاُنوْا َيْعَمُلو‬
َ ‫جَزْو‬
ْ ‫سُي‬
َ ‫سَمآِئِه‬
ْ ‫ن ِفي َأ‬
َ ‫حُدو‬
ِ ‫ن ُيْل‬
َ ‫عوُه ِبَها َوَذُروْا اّلِذي‬
ُ ‫سَنى َفاْد‬
ْ‫ح‬
ُ ‫سَماء اْل‬
ْ‫ل‬
َ ‫لا‬
ِّ ‫َو‬
180)
Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan

menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang

menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti

mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

(Departemen Agama Republik Indonesia, 1987:252)

You might also like