You are on page 1of 110

i

IMPLIKASI MATA PELAJARAN FIQIH TEHADAP PRAKTEK SHALAT


MURID MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH
PANTIREJO KECAMATAN SUKODONO SRAGEN
TAHUN PEL AJARAN 2009/2010

OLEH :
WAGIMAN
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH


TEMPURREJO – NGAWI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2010
ii

IMPLIKASI MATA PELAJARAN FIQIH TEHADAP PRAKTEK SHALAT


MURID MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH
PANTIREJO KECAMATAN SUKODONO SRAGEN
TAHUN PELAJAJARAN 2009/2010

SKRIPSI
Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah
Tempurejo, Ngawi untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)

OLEH :
WAGIMAN
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH


TEMPURREJO – NGAWI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2010
iii

LEMBAR PERSETUJUAN

IMPLIKASI MATA PELAJARAN FIQIH TEHADAP PRAKTEK SHALAT


MURID MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH
PANTIREJO KECAMATAN SUKODONO SRAGEN
TAHUN PELAJARAN 2009/2010

SKRIPSI

OLEH :
WAGIMAN
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Singgih Basuki, MA. Drs. Mardiyan, MA.


iv

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Skripsi


Program Studi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah
Tempurrejo -Ngawi
Dan diterima untuk memenuhi persyaratan
Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam S. Pd. I
Pada Tanggal : 06 Juni 2010

Dewan Penguji Tanda Tangan


1. Drs,H,Sunarjo 1.

2. Drs.Juaini, M.Ag. 2.

3. Drs. Mardhiyan, M. Ag. 3.


.

Mengetahui / Mengesahkan,
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah
Tempurrejo – Ngawi
Ketua

Drs. H. Masjkur
NBM. 662997
v

MOTTO.

‫ن وَاضْرِبُىهُ ْم عَلَيْهَا وَهُ ْم وَأَبْنَا ُء عَشْ ٍر‬


َ ْ‫مُرُوْا أَ ْوالَدَكُ ْم بِالّصَالَ ِة وَهُ ْم أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِي‬
.)‫وَفَرِّقُىْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِ ِع (رواه ابى دود‬

Artinya: “Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat di waktu usia 7 tahun dan


pukullah (bila enggan melakukan shalat) di waktu usia mereka meningkat 10 tahun
dan pisahkanlah tempat tidur mereka” 1.

1
H, Sulaiman Rasyid. Fiqih Islam.Jakarta.1954. hal. 75.
vi

NOTA DINAS

Lamp. : 5 Eksemplar
Hal. : Naskah skripsi
Kepada
Yth.Bapak Ketua STITM
Tempurejo Ngawi
Di Tempurejo

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah kami baca meneliti, dan memberikan petunjuk serta, mengadakan


perbaikan seperlunya, maka kami selaku Dosen Pembimbing berpendapat bahwa
Skripsi saudara :

Nama : Wagiman
NIMKO : 2006.4.052.0001.01532
Judul : Implikasi Mata Pelajaran Fiqih TerhadapPraktek Shalat Murid
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo Kecamatan
Sukodono Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010

Telah dapat diajukan untuk memenuhi tugas dan persyaratan guna


memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
pada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tempurejo Ngawi.

Dengan harapan semoga dalam waktu dekat saudara tersebut dapat dipanggil
untuk Munaqosah.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Tempurrejo, 27 Mei 2010

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. H. Singgih Basuki, MA. Drs. Mardhiyan, MA.


vii

ABSTRAK
Implikasi Mata Pelajaran Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid Madrasah
Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Pantirejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen
Tahun Pelajaran 2009/2010 Wagiman; NIM 2006.4.052.0001.01532 Jurusan
Pendidikan Agama Islam.
Kata kunci :
Pelajaran fiqih, praktek shalat
Masalah dalam penelitian ini adalah : 1). Bagaimana tentang implikasi Mata
Pelajaran Fiqih ?, 2). Bagaimana praktik shalat para murid Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah (MIM) Pantirejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen Tahun
Pelajaran 2009/2010 ?, 3). Bagaimana tentang implikasi Mata Pelajaran Fiqih
terhadap praktek shalat Murid Madrasah Pantirejo ?.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1). Implikasi pelajaran fiqih,
2). Praktek murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sragen pada tahun pelajaran 2009/2010, 3). Implikasi mata
pelajaran fiqih terhadap praktek shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah
Pantirejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen.
Jenis penelitian ini merupakan penilitian lapangan (field research) dengan
pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini
adalah : wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa MIM Pantirejo Sukodono
yang jumlahnya 84 orang. Adapun teknik analisa data disesuaikan dengan pendekatan
penelitian. Karena penelitian bersifat deskriptif, maka data di analisis melalui tahap
reduksi data, paparan data, dan simpulan.
Berdasarkan hasil analisa data diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
implikasi yang signifikan antara materi tentang shalat ini dari kelas I semester I,
diawali dari pembelajaran tentang syahadat, wudlu, kebersihan, adzan, iqamah, dzikir,
dan do’a. tema-tema tersebut tidak bisa dilepaskan dari materi mengenai shalat, dan
hal tersebut membutuhkan metode atupun strategi pembelajaran tersendiri
berdasarkan kebutuhan di lapangan. Rutinitas yang membelenggu seorang guru
jangan sampai stagnan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, efektif
dan mengenai sasaran, serta anak bisa dan mampu mengapresiasikan terhadap materi
pelajaran fiqih khususnya mengenai shalat dengan melakukan ibadah shalat tersebut
secara tertib dan benar dari segala lafal bacaan dan gerakan badan.
viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas limpahan rahmat dan karuni-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar

Muhammad SAW, sebagai khatimul anbiya’ yang telah menyampaikan risalah untuk

membimbing manusia kejalan yang diridhoi Alloh SWT.

Terselesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik

materiil maupun spiritual, untuk itu menghaturkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Maskur, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah

Muhammmadiyah Tempurrejo – Ngawi.

2. Bapak Drs. H.Singgih Basuki, MA. Selaku Dosen Pembimbing I dalam

penulisan skripsi penulis.

3. Bapak Drs. Mardhiyan, MA, selaku dosen pembimbing II, yang juga telah

memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.

4. Bapak / Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah

Tempurrejo – Ngawi yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan

kepada penulis selama duduk di bangku kuliah.

5. Bapak Samingan beserta staf akademiknya selaku Kepala Madrasah

Ibtidaiyah Pantirejo, Sukodono yang telah memberikan ijin penelitian dan

beberapa informasi mengenai data yang penulis butuhkan dalam

penyusunan skripsi.
ix

6. Ibu Trimulyani selaku istri, anak-anakku Hidayat Nur Cahyanto Utomo

dan Nuri Sholihin, adik kakak dan para sahabat yang telah memberi

motivasi atau dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu tersusunnya skripsi ini

yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Atas segala bantuan dari semua, penulis hanya bisa berdo’a semoga amal

baik mereka diterima disisi Allah sebagai amal ibadah.

Apabila dalam penyusunan skripsi ada kesalahan dan kekurangan penulis

mohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amiin ya

Robbal’alamin.

Tempurrejo, Mei 2010


Penulis

Wagiman
NIM : 2006.520.100538
x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……..………………………………………………………..i

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………..ii

LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………………….iii

LEMBAR PENGESAHAN ………………..………………………………………iv

HALAMAN MOTTO ………………………………………………………………..v

NOTA DINAS ……………………………………………………………………..vi

ABSTRAK …………………………………………………………………………vii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… .viii

DAFTAR ISI ……………….…………………………………………………… …x

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. …2

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………2

B. Penegasan Istilah………………………………………………………… …9

1. Pelajaran Fiqih……………………………………………………….........9

2. Praktik Shalat……………………………………………………………..9

C. Rumusan Masalah…………………………………………………………..10

D. Tujuan Penelitian…………………………………………………………. ..10

E. Manfaat Penelitian……………………………………………………….. ..10

F. Metode Penelitian………………………………………………………… ..11

1. Pendekatan Penelitian…………………………………………………. ..11


xi

2. Populasi Dan Sampel Penelitian ……………………………………….....12

3. Setting Penelitian…………………………….…………………………...13

4. Subyek Dan Informan Penelitian………………………………………. ..13

5. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………... ..14

6. Teknik Keabsahan Data………………………………………………... ..17

7. Teknik Analisis Data………………………………………………….... ..18

G. Sistematika Penulisan……………………………………………………... ..20

BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………………………. ..22

A. Pengertian Fiqih……………………………………………………………. ..22

1. Sejarah Singkat Ilmu Fiqih……………………………………………… ..22

2. Tujuan Pengajaran Fiqih………………………………………………….23

3. Fungsi Pengajaran Fiqih……………………………………………….....24

B. Mata Pelajaran Fiqih…………………………………………………………25

1. Pengertian Mata Pelajaran Fiqih………………………………………….22

2. Fungsi Mata Pelajaran Fiqih………………………………………………26

3. Tujuan Mata Pelajaran Fiqih………………………………………………27

4. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih………………………………….....27

5. Rambu-Rambu Pelajaran Fiqih…………………………………………..28

6. Kemampuan Dasar…………………………………………………….....28

7. Alokasi Waktu Pelajaran Fiqih…………………………………………...29

C. Pengertian Shalat………………………………………………………….. .29

1. Dasar Pengertian Shalat………………………………………………… 30

2. Tujuan Mengerjakan Shalat…………………………………………….. 32


xii

3. Macam-Macam Shalat………………………………………………….. 33

4. Rumusan Ibadah Shalat………………………………………………… 35

D. Pengertian Shalat Khusyu’………………………………………………… 36

1. Pengertian Khusyu’…………………………………………………….. 36

2. Faedah Shalat Khusyu’…………………………………………………. 40

BAB III LAPORAN PENELITIAN……………………………………………... 43

A. Deskripsi Tempat Penelitian ………………………………………………. 43

B. Pelaksanaan Pembelajaran Fiqih Di Mim Pantirejo, Sukodono…………… 48

C. Implikasi Pembelajaran Fiqih Terhadap Praktek Shalat Peserta Didik

Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo, Sukodono………………. 64

BAB IV ANALISIS DATA………………………………………………………. 73

A. Pembelajaran Materi Fiqih Di MIM Pantirejo, Sukodono……………….. 73

B. Implikasi Pembelajaran Materi Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid MIM

Pantirejo, Sukodono…...…………………………………………………… 77

BAB V PENUTUP…………………………………………………………………. 81

A. Kesimpulan…………………………………………………………………. 81

B. Implikasi Penelitian………………………………………………………… 81

C. Saran………………………………………………………………………… 82

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 84

Lampiran -Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Qur‟an Surat An Nisaa‟ : 103

           

          

Artinya: Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di

waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu

Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-

orang yang beriman1.

Shalat adalah kewajiban bagi orang mukmin, dalam kondisi bagaimana,

kapan dan dimanapun selama hayat masih dikandung badan, sejauh itu pula

kewajiban shalat tetap berlaku. Orang beriman yang dikenai kewajiban ini adalah

orang yang sudah baligh, berakal sehat, dan tidak ada udzur qot‟i seperti haid,

wiladah, dan nifas (bagi perempuan)2.

Orang yang sedang sakit, ia boleh mengerjakan sholat dengan duduk jika

tidak mampu berdiri, boleh dengan berbaring jika tidak mampu duduk, boleh

dengan tidur terlentang jika tidak mampu berbaring, bahkan boleh hanya dengan

isyarat saja jika kondisinya sudah kritis. Orang yang sedang bepergian jauh, dia

boleh mengerjakan shalat dengan cara jamak atau qoshar dan yang terlupa, dia

1
Depag RI.Tahun 1982,QS. An Nisa (4) ayat 103.
2
Fuad Kaumah dan Nipan, 1998. Kisah-kisah Rukun Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal. 109.

2
3

bisa mengerjakan ketika ingat atau sadar. Jadi tidak ada alasan untuk

meninggalkan shalat secara mutlak.

Shalat memiliki cakupan nilai-nilai seluruh ibadah mahdhah, mulai dari

syahadat hingga haji. Dalam ibadah shalat terdapat dua kalimat syahadat, shalat

sendiri merupakan pensucian diri (zakat), puasa karena orang shalat tidak boleh

bicara seenaknya, makan, minum, dan sebagainya, juga menyengaja menghadap

Allah SWT (haji). Shalat merupakan rangkaian gerakan dan ucapan tertentu yang

dimulai dengan takbir (mengagungkan Allah) dan diakhiri dengan salam

(memberikan do‟a kepada sekitar agar diberi kesejahteraan), ini menggambarkan

sebagai rangkaian ritual yang harus dilakukan hamba untuk sekaligus diaktualkan

dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan meningkatkan fakhsya‟ (zina dan

ucapan kotor) dan munkar (segala bentuk kemaksiatan).

Dengan mengerjakan shalat secara disiplin sehari semalam lima kali,

maka seseorang akan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Setidak-tidaknya inilah

salah bukti bahwa orang tersebut benar-benar beriman kepada Allah dan

Rasullah, maka tepatlah apabila orang tersebut disabdakan oleh nabi SAW

sebagai orang yang menegakkan agama.

Rasulullah SAW bersabda.

Artinya : “Sesungguhnya amal seorang hamba yang pertama kali diperiksa pada

hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka ia benar-benar sangat
4

beruntung dan sukses. Sedang apabila shalatnya rusak maka ia benar-benar

miskin dan merugi……3.

Shalat menjadi penentu bahagia atau celakanya seorang hamba, tentu

yang dimaksud dengan shalat dan maknanya dalam konteks hikmahnya yang

diringkas dalam kalimat; sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari fakhsya‟

dan munkar, yaitu tidak hanya sekedar ritual shalat yang dhohir tetapi shalat

actual yang dapat dilihat maknanya dalam realita kehidupan hamba di dunia.

Oleh karena itu, orang yang shalat pun diancam neraka Well apabila ia lalai

terhadap shalatnya, ia hanya ingin dilihat orang, dan tidak mau mendarmakan

sebagian harta dari Allah dengan zakat dan shadaqoh.

Dalam bahasa arab, kata shalat setidaknya mengandung dua pengertian;

pertama, shalat berarti ikatan sebagaimana ditemukan dalam kata silaturahmi,

yaitu saling bertemu dan mengikat kasih sayang. Kedua, shalat bermakna do‟a

dan memang demikianlah, shalat semestinya senantiasa menyadarkan bahwa

sesungguhnya dorongan hati terdalam itu selalu ingi terikat dan mengikatkan diri

kepada Allah, persis seperti anak kecil yang ingin selalu dekat dengan ibunya.

Betapa tidak, karena Allah adalah yang serba maha yang di genggaman-Nya

nasib seluruh alam dan seisinya. Kalau tidak selalu ingat, mendekatkan diri dan

berserah diri kepada Allah sementara manusia adalah ciptaan-Nya yang paling

sempurna, lalu kepada siapa, mau bersujud dan berserah diri. Dalam pengertian

inilah sesungguhnya juga tersimpan spirit kata Islam (berserah diri) pada Allah,

sehingga dalam ajaran Islam salah satu perintah yang sangat menonjol adalah

mendirikan shalat.

3
Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi. Himpunan Fadillah Amal, terj. Ust. A.
Abdurrahman Ahmad. (Yogyakarta,2000 : Ash Shaf). Hal: 269.
5

Shalat dalam pengertian dan prosedur yang formal adalah yang

diwajibkan lima kali sehari semalam dengan bacaan dan gerakan yang standard,

ini yang wajib. Sedangkan yang masuk dalam kategori sunah jumlahnya bisa

lebih banyak lagi, namun lebih dari sekedar mengulang-ngulang gerakan dan

bacaan, tidak kalah pentingnya shalat mestinya juga adalah aktifitas intelektual

dan pendakian spiritual sehingga benar-benar bersambung antara kesadaran

tertinggi manusia dengan Tuhannya. Di sinilah shalat juga berarti do‟a, berdo‟a

artinya berbisik, menyeru dan meminta pada Allah, dan Allah pun akan gantian

membalas do‟a dan bisikan hambanya. Hanya saja bisikan Allah begitu lembut,

hanya telinga hati nurani yang mampu menangkap dengan jernih sementara

manusia lebih senang mendengarkan apa yang disajikan oleh indra, sehingga

balasan Allah samar-samar atau bahkan tidak terdengar4. Gambaran selama ini

tentang shalat, sering kali dipandang dari bentuk formal, takbir, rukuk,sujud, dan

salam. Gerakan-gerakan fisik yang terkait erat dengan tatanan fiqih itupun ada

muatan yang mendalam.

Sesungguhnya, shalat yang kita dirikan itu pada hakikatnya merupakan

samudra do‟a, setiap perbuatan untuk mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri

serta keberanian untuk tegak berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui

perilaku yang jelas, terarah dan memberikan pengaruh pada lingkungan. Nisbah

shalat yang peribadatan itu kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Shalat,

selalu terkait dengan zakat, infaq, dan shadaqoh. Bahkan para penghuni neraka

saqar itu dikarenakan tidak shalat dan tidak mempedulikan orang miskin.

4
Komarudin Hidayat dalam Kata Pengantar buku Abu Sungkan, 2006. Pelatihan Shalat
Khusyu’. Jakarta : Baitul Ikhsan. Hal. xvi.
6

Syayidina Ali setiap akan melaksanakan shalat wajahnya pucat pasi,

tubuhnya bergetar sehingga ketika dia ditanya tentang hal tersebut Ali berkata,

“engkau tidak tahu, bahwa sebentar lagi aku akan menghadapi saat amanah, dan

selanjutnya membacakan ayat yaitu surat Al Ahzab: 72”.

Bagi orang yang faham tentang makna shalat sesungguhnya ia akan

mengejar waktu amanah tersebut. Karena dengan shalat ia akan mempunyai

kekuatan untuk hidup melaksanakan amanah, Allah mengulurkan tangan bagi

mereka yang membutuhkan pertolongan dan mengangkat derajat mereka dari

kegelapan.

Dengan demikian shalat tidak sekedar formalitas melainkan ada muatan

actual yaitu bukti nyata yang dirasakan orang lain. Orang yang shalat tanpa

memperhatikan orang muslim dan anak yatim sesungguhnya mereka itu

dikategorikan sebagai shalat yang sahun ada gerakannya, ada ucapannya, tetapi

hatinya buta dari sekitarnya, mereka itu semua disebut sebagai pendusta agama.

Tampaklah dengan jelas shalat formal harus dijadikan landasan yang kokoh untuk

menuju shalat yang actual.

Ibadah shalat dalam ajaran Islam, merupakan ibadah yang menempati

posisi kunci, atau memegang kedudukan penting dalam ibadah mahdhiyah. Hal

ini ditunjukkan pertama kali lewat proses diwajibkannya shalat bagi umat Islam

dalam wujud dipanggilnya Nabi Muhammad SAW langsung menghadap Allah

SWT sebagai mana yang tergambar dalam peristiwa isra‟ mikroj5.

Shalat bagi orang Islam merupakan kewajiban yang bersifat individual

atau sering disebut fardhu „ain. Saat seseorang sedang menegakkan shalat berarti

sedang bermunajat kepada Allah SWT. Oleh karena itu shalat merupakan gerakan

5
Toto Tasmara. 1999. Dimensi Do’a dan Dzikir Menyelami Samudera Qalbu Mengisi Makna
Hidup. Yogyakarta : Dana Bhakti Primayasa. Hal. 46.
7

yang bersikap batiniyah. Shalat merupakan satu sarana mengingat Allah. Manfaat

dilaksanakannya shalat bagi pelakunya antara lain selalu ingat kepada Allah

karena itu maka hati akan menjadi tentram. Dalam hadits disebutkan ;

Artinya: “Apabila salah seorang dari kamu sekalian sedang shalat, maka

sesungguhnya ia sedang bermunajat kepada Tuhannya…..6.

Dalam Qur‟an disebutkan sebagai berikut;

          

Artinya: Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain

aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku7.

            

Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati

menjadi tenteram8.

Mata pelajaran fiqih di Madrasah Ibtidaiyah (MI) sangat diperlukan

adanya praktik karena melalui praktik atau melakukan sendiri pengetahuan siswa

dapat lebih sempurna, dalam pengertian di sini murid diharapkan tidak hanya

mampu secara formal melaksanakan shalat, tetapi tidak kalah pentingnya untuk

merealisasikan shalat tersebut ke dalam kehidupan yang lebih actual, belajar

dengan melakukan itulah yang menjadi cirri pokok kurikulum yang sekarang

dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo yaitu KTSP.

6
Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi. Ibid. hal: 326.
7
Depag RI.Tahun 1982. QS. Thaha (20) ayat 14.
8
Depag RI.Tahun 1982.QS. Ar Ra‟du (13) ayat 28.
8

Murid diarahkan untuk tidak hanya sekedar mampu memahami mata

pelajaran fiqih, tetapi juga kemampuannya untuk mempraktekkan atau

mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan demikian nilai

pembelajaran dari segi kognitif, psikomotorik, dan afektifnya bisa

terejawantahkan dengan baik. Termasuk melaksanakan shalat, tidak hanya benar

secara gerakan tetapi juga benar secara pemaknaan yang berimbas kepada

pelaksanaan shalat secara khusyu‟.

Karena itulah penulis ingn meneliti sejauh mana implikasi antara mata

pelajaran fiqih dengan praktik shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah

Pantirejo Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen pada tahun pelajaran

2009/2010.

Adapun judul penelitian tersebut adalah “ Implikasi Mata Pelajaran

Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah

(MIM) Pantirejo Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran

2009/2010”. Judul ini menarik berdasarkan pertimbangan penulis antara lain;

Pertama, MIM Pantirejo sebagai lembaga yang bernaung di bawah Yayasan

Muhammadiyah tentu menarik untuk membuktikan lebih jauh mengenai proses

kegiatan belajar mengajar yang berhubungan langsung dengan aktifitas

peribadatan, yaitu shalat. Kedua, pembelajaran di kelas I sampai kelas VI jelas

membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, utamanya yang berkaitan denga

praktek dan implikasi shalat, antara kelas IV ke bawah dengan yang kelas IV ke

atas. Ketiga, MIM Pantirejo yang notabene Lembaga Pendidikan Swasta adalah

termasupk salah satu sekolah yang punya prestasi bagus bahkan animo

kepercayaan masyarakat relative tinggi, karena itu penelitian di MIM Pantirejo

tersebut menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi peneliti.


9

B. Penegasan Istilah

Agar tidak menimbulkan penafsiran terhadap istilah-istilah dalam judul

skripsi ini maka perlu penulis jelaskan beberapa hal sebagai berikut;

1. Pelajaran Fiqih

Pelajaran fiqih ialah salah satu bidang studi agama Islam yang diajarkan

di Madrasah Ibtidaiyah mulai kelas satu sampai kelas enam, pelajaran fiqih

membahas berbagai hukum Islam, „ubudiyah mahdhah, dan mu‟amalah.

Adapun di Madrasah Ibtidaiyah pelajaran fiqih memiliki standart kompetensi

sebagai berikut;

Pertama, peserta didik dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok

hukum Islam secara mendasar untuk dijadikan pedoman hidup dalam

kehidupan sehari-hari; Kedua, peserta didik dapat melaksanakan dan

mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar. Pengalaman tersebut

diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam disiplin

dan tanggung jawab social yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun

social9.

2. Praktek Shalat

Praktek shalat adalah shalat yang diperagakan, didemonstrasikan atau

diaktualisasikan. Adapun pengertian shalat menurut bahasa adalah do‟a.

sedang menurut istilah ialah ibadah yang yang terdiri dari ucapan dan gerakan

tertentu, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta memenuhi

syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan.

Pengertian tersebut perlu dilengkapi dengan pengertian bahwa shalat

pada hakikatnya adalah menghadap Allah SWT, dengan penuh kesadaran dan

9
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Fiqih MI, Jakarta, 2004.
10

penghayatan ketika berbuat, berbuat, berucap dan memuji-Nya, sehingga harus

dilaksanakan secara serentak antara unsur lahiriyah dan batiniyah.

C. Rumusan Masalah

Untuk memberi arahan yang lebih jelas dalam penyusunan skripsi ini

maka penulis mengemukakan perumusan masalah, dengan ini maka penelaahan

dan pengkajian terhadap penelitian akan lebih mudah.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Pelaksanaan Mata Pelajaran Fiqih ?

2. Bagaimana Praktek Shalat Murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah

Pantirejo Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen pada tahun pelajaran

2009/2010 ?

3. Bagaimana deskripsi tentang implikasi mata pelajaran fiqih terhadap praktek

shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui implikasi pelajaran fiqih.

2. Untuk mengetahui praktek murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah

Pantirejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen pada tahun

pelajaran2009/2010.

3. Untuk mengetahui deskripsi tentang implikasi mata pelajaran fiqih terhadap

praktek shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo,

Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ada dua yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis,

adapun manfaat praktis adalah sebagai berikut:


11

1. Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir pada Sekolah Tinggi

Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Tempurrejo, Ngawi.

2. Meningkatkan kinerja guru mata pelajaran fiqih pada Madrasah Ibtidaiyah.

3. Memberikan solusi metodologi praktis mengenai pengajaran bidang studi fiqih

di Madrasah Ibtidaiyah.

Sedang manfaat teoritis diantaranya:

1. Menambah pemahaman dan meluaskan cakrawala pemikiran penulis dalam

mata pelajaran fiqih Madrasah Ibtidaiyah.

2. Penelitian ini dapat dijadikan pengembangan teori pembelajaran sehingga

dapat dipakai sebagai referensi dalam upaya pelaksanaan penelitian lebih

lanjut dalam aspek pengembangan teori yang sama, namun dalam obyek

penelitian yang berbeda.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Mengacu pada focus dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan,

penelitian membutuhkan suatu kajian yang mendalam untuk memperoleh

gambaran yang rinci dan komprehensif berkaitan dengan Implikasi Mata

Pelajaran Fiqih Terhadap Praktek Shalat Murid MIM Pantirejo.

Pendekatan yang paling sesuai untuk menunjang penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif sering disebut dengan pendekatan

naturalistik10. Hal ini karena kajian yang mendalam terhadap focus penelitian

dilakukan dengan melibatkan partisipasi yang memadai dari subyek penelitian.

Adapun jenis penelitian yang sesuai adalah penelitian deskriptif. Hal

yang harus dipertimbangkan dalam jenis penelitian ini adalah intensitas dan

10
Nasution, 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Hal. 25.
12

kedalaman kajian terhadap fokus penelitian.pendekatan kualitatif dapat

menjelaskan secara lebih luas apabila dibandingkan dengan pendekatan

kuantitatif, karena dalam mengukur implikasi shalat tidak selalu dapat di ukur

dengan angka–angka tetapi lebih tepat dan lebih mendasar dengan ungkapan

penelitian kualitatif. Ungkapan kualitatif dapat menyentuh aspek hikmah dan

makna shalat secara tepat.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto bahwa populasi adalah keseluruhan subyek

penelitian. Penelitian populasi hanya dapat dilakukan bagi populasi

terhingga dan subyeknya tidak terlalu banyak. Yang dijadikan subyek

dalam penelitian ini adalah orang mata pelajaran fiqih di Madrasah

Ibtidaiyah Pantirejo Sukodono dan siswa, sedangkan Madrasah Ibtidaiyah

Muhammadiyah Pantirejo sebagai obyek penelitian.

Setelah melakukan observasi di lapangan, diperoleh data bahwa jumlah

siswa di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo Sukodono kelas I-

VI jumlah keseluruhan tersebut dijadikan sebagai subyek penelitian.

Adapun data jumlah populasi tersebut adalah sebagai berikut :

 Siswa kelas I : 14 anak

 Siswa kelas II : 14 anak

 Siswa kelas III : 10 anak

 Siswa kelas IV : 14 anak

 Siswa kelas V : 18 anak

 Siswa kelas VI : 14 anak

Jumlah 84 anak
13

b. Sampel

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah seluruh siswa

Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo Sukodono. Hal ini dilakukan dengan tujuan

agar penelitian ini dapat menghasilkan hasil yang subyektif dan relevan

dengan kenyataan yang ada.

3. Setting Penelitian

a. Tempat penelitian

Penelitian ini di laksanakan di daerah Sragen ,tepatnya di lembaga

pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM ) Pantirejo ,hal

tersebut di latari oleh ketertarikan peneliti terhadap perkembangan

pendidikan di MIM Pantirejo tersebut yang berjalan dinamis mengalami

proses perkembangan yang patut di banggakan. Dan inilah yang mendorong

peneliti untuk memuak lebih dalam terhadap proses-proses pendidikan yang

ada di dalam lembaga tersebut, terlebh mengenai masalah implikasi mata

pelajaran fiqih terhadap praktek shalat murid MIM Pantirejo tersebut.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari tanggal 1 Maret sampai 31 Maret 2010 dengan

berbagai proses dan prosedur , diantaranya dengan mempersiapkan

data,infestasi,menelaah,sampai pada proses penyelesaian penelitian tugas

akhir ini.

4. Subyek dan Informan Penelitian.

a. Subyek penelitian

Adapun subyek penelitian ini adalah semua unsur yang berkepentingan di

MIM Pantirejo yaitu semua guru, Kepala Sekolah, dan peserta didik.
14

b. Informan Penelitian.

Adapun informan penelitian ini adalah terdiri dari komite Sekolah dan wali

sekolah.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik library research dan teknik field

research.

a. Library research.

Library research ( Penelitian kepustakaan ) adalah pengumpulan data

dengan mencari referensi teori dari berbagai letarur, khususnya yang

berkaitan dengan permasalahan yang di teliti. Dalam penelitian ini penulis

mengadakan kajian mendalam yang berkaitan dengan permasalahan.

Implikasi berarti akibat atau pengaruh baik yang di timbulkan dari suatu

peristiwa atau dalam hal ini adalam mata pelajaran fiqih terhadap praktik

shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo.

Menurut Hasbi Assidiqi Shalat dalam arti bahasa berarti do‟a memohon

kebajikan dan pujian. Adapun menurut syara‟pengertian shalat adalah

beberapa ucapan dan beberapa perbuatan yang di mulai dengan takbir dan

di akiri dengan salam.

Sedangkan shalat khusuk menurut Husain adalah sungguh sungguh sepenuh

hati. Menurut Hembing Wijaya kusuma adalah shalat yang di lakukan

dengan penuh konsentrasi, iklash, pasrah dan tawadhu‟

b. Field research.

Teknik pengumpulan data bersifat Cross-Sectional ( silang ) yang menurut

Arikunto merupakan kompromi dengan one-shot method ( menembak satu


15

kali terhadap satu kasus ) yang di teliti11. Bodgan dan champion,

menyebutnya sebagai kesatuan social yang lebih luas walaupun hubungan

antara sosial tersebut dengan populasi tidak dapat ditaksir12. Sebagai

perbandingan di kemukakan penelitian serupa terdahulu yang dapat di

peroleh penulis sebagai berikut :

Satu, Peneliti oleh Ririn lestari (2004) dengan judul “Analisis tes hasil

belajar mata pelajaran fiqih kelas IV MIM. Nogosari, Boyolali tahun 2003”

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui validitas butir, tingkat

reliabilitas, tes kesukaran dan daya beda tes hasil belajar mata pelajaran

fiqih kelas IV. Dengan menggunakan metode kwantitatif mengambil

populasi kelas IV, teknik sampling total, pengumpulan data dengan metode

dokumentasi, dengan kesimpulan hasil penelitian adalah :

- Tingkat hasil belajar pelajaran fiqih menunjukkan validitas 0,414 (baik).

- Tingkat realibilitas pelajaran fiqih menunjukkan 0,4829 ( cukup ).

- Tingkat kesukaran item tes hasil belajar mayoritas 46,67 % ( cukup )

- Daya beda tes hasil belajar pelajaran fiqih di temukan 53,33% (cukup).

Dua, Penelitian Tri Faidah ( 2006 ) dengan judul “Perbedaan prestasi

belajar fiqih siswa yang di ajarkan menggunakan metode diskusi dengan

yang di ajarkan menggunakan metode Demonstrasi di MTsN Kalijambe,

Sragen tahun 2005 / 2006”. Di ketahui melalui penelitian itu bahwa :

Terdapat perbedaan yang sangat variatif di antara masing masing

penggunaan metode terhadap prestasi belajar siswa, tetapi kedua metode itu

masing masing menghasilkan prestasi yang lebih baik di bandingkan

dengan metode ceramah.

11
Ibid. hal. 35.
12
Ibid. hal. 55.
16

Tiga, Penelitian Nisi Amini ( 2007 ) dengan judul “Prestasi belajar mata

pelajaran fiqih menggunakan metode Koperatif dengan metode ceramah di

kelas IV MIN.Nogosari,Boyolali tahun 2006 / 2007” di ketahui dari

penelitian ini ternyata menggunakan metode koperatif dari pada metode

ceramah.

1) Interview ( wawancara ).

Interview adalah proses memperoleh keterangan atau data penelitian

dengan cara Tanya jawab dengan menggunakan alat interview guide (

panduan wawancara )13. Dalam proses ini ada dua pihak yang

menempati kedudukan yang berbeda. Pihak yang satu berfungsi

sebagai pengajar informasi atau penanya ( interviewer ), pihak lainnya

berpungsi sebagai pemberi informasi ( informan suplyer ).

Dalam penelitian ini wawancara di lakukan dengan cara wawancara

mendalam ( indept interview ), untuk bertanya tentang implikasi mata

pelajaran fiqih terhadap praktik shalat murid MIM.Pantirejo.

2) Observasi ( pengamatan ).

Observasi adalah studi yang di sengaja dan systematis tentang

fenomena social dan gejala-gejala psikhis dengan jalan pengamatan

dan pencatatan . observasi ini dilakukan secara partisipasi aktif (

participant obserfation ),di mana observer ikut berpartisipasi dalam

kegiatan para subjek dan berstruktur dengan menggunakan panduan

yang telah di siapkan.

13
M. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
17

3) Dokumentasi ( official documentation )

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang ada di industry terkait

berupa arsip, peta, maupun data sekunder data yang relevan dengan

penelitian ini. Bila dibandingkan dengan metode yang lain teknik ini

lebih mudah, karena bila terjadi kekeliruan, maka summber data masih

belum berubah14.

6. Teknik Keabsahan Data

Pengujian data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat

criteria, yaitu (a) kredibelitas, (b) transferabilitas, (c) dependibilitas, dan (d)

konfirmabilitas15.

a. Kredibilitas

Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil

dikumpulkan sesuai dengan dunia nyata serta terjadi sebenarnya. Untuk

mencapai nilai kredibilitas digunakan teknik triangulasi sumber,

pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, diskusi

teman sejawat, pengamatan secara terus-menerus dan pengecekan

kecukupan referensi.

b. Transferabilitas

Teknik pengujian data ini merupakan standart pengujian yang dilakukan

dengan cara memperkaya deskripsi tentang latar dan konteks focus

penelitian. Penjelasan yang detail tentang latar dan konteks obyek

penelitian, akan menambah valid hasil penelitian ini16.

14
Arikunto. 1983. Metode Penelitian Kualitatif. Hal. 36.
15
Sanapiah Faisal. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 54.
16
Lexi Moleong. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
18

c. Dependibilitas

Criteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya

kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan

data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Cara untuk

menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui

audit dependebilitas oleh auditor independen guna mengkaji kegiatan yang

dilakukan peneliti. Dalam penelitian ini sebagai auditor adalah dosen

pembimbing.

d. Konfirmabilitas

Digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara

mengecek data, informasi, dan interpretasinyadikonfirmasikan dengan

berbagai pihak guna ikut meriview proses penelitian, agar temuan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah melalui proses uji keakuratan

perolehan penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Noeng Muhadjir mendefinisikan bahwa analisis data merupakan proses

pelacakan dan pengaturan secara sistematis; transkrip wawancara, catatan

lapangan dan bahan-bahan lain yng dikumpulkan untuk meningkatkan

pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan

semuanya kepada orang lain17. Bambang menganjurkan agra analisis data

disesuaikan dengan pendekatan penelitian. Karena penelitian ini bersifat

deskriptif, maka data dipanalisis melalui tahap; reduksi data, paparan data, dan

simpulan18.

17
Noeng Muhadjar. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin. Hal. 87.
18
Sumardjoko, Bamabang. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Tidak Dipublikasikan.
19

Data yang disajikan dalam penelitian kualitatif biasanya dalam bentuk

kata verbal, bukan dalam betuk angka. Data dalam bentuk verbal sering

muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud yang sama, atau sebaliknya,

sering muncul dalam kalimat panjang lebar, dan ada juga yang singkat.

Sementara data kata verbal yang beragam perlu diolah agar sistematis. Olahan

tersebut mulai dari menggambarkan hasil wawancara, observasi atau hasil

rekaman, mengedit, mengklarifikasikan, sampai dengan mereduksi dan

menyajikannya.

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilahan, pemusatan dat,

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang diperoleh

dari proses penelitian di lapangan. Merujuk pada keterangan tersebut,

reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama penelitian kualitatif

ini dilaksanakan19.

Kegiatan reduksi data dilaksanakan dengan cara (1) membuat ringkasan

kontak, (2) mengembangkan kategori pengkodean, (3) membuatcatatan

refleksi, dan (3) pemilihan data.

b. Paparan Data

Sebagaimana yang sudah diutarakan sebelumnya, data yang diperoleh

penelitian ini berbentuk naratif dan lebih bersifat deskriptif, karenanya

penyajian data yang paling sesuai adalah penyajian dengan bentuk deskripsi

dan uraian narasi atas teks yang diperoleh dari proses pengumpulan data.

19
M. B. Miles dan Huberman , A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif, Alih Bahasa Rahidi.
Jakarta: UI. Hal. 49.
20

Penyajian data sendiri sering dipahami sebagai penyusunan informasi yang

kompleks ke dalam suatu bentuk deskripsi yang sistematis.

Hal ini dapat dipeoleh dengan melakukan penyeleksian dan penyesuaian

kompleksitas data di lapangan dengan focus penelitian ini, sehingga

dipahami maknanya. Penyajian data dimaksudkan untuk memperoleh hasil

yang bermakna, serta memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan yang tidak menghasilkan bias informasi penelitian.

c. Penarikan simpulan

Penarikan simpulan merupakan proses terakhir analisis data. Hal ini

dialkukan dengan cara menguji kebenaran data yang diperoleh di lapangan

kemudian diverfikasi lebih lanjut, sehingga menghasilkan suatu simpulan

yang komprehensif, valid, dan obyektif.

G. Sistimatika Penulisan

Penelitian ini menggunakan sistematika sebagai berikut;

Bab I

Berisi Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, definisi

operasional, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II

Berisi kerangka teoritik, memuat teori-teori yang dipergunakan untuk

memperjelas masalah yang disajikan dalam penelitian , yaitu teori yang berkaitan

dengan mata pelajaran fiqih dan teori tentang shalat.

Bab III

Memuat laporan hasil penelitian meliputi; deskripsi daerah atau tempat

penelitian dan data penelitian.


21

Bab IV

Memuat analisis data penelitian.

Bab V

Berisi penutup, mencakup kesimpulan, implikasi penelitian dan saran-

saran serta lampiran-lampiran.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Fiqih

Menurut bahasa fiqih berarti mengerti atau faham. Fiqih adalah suatu

ilmu yang mempelajari syariat yang bersifat amaliyah (perbuatan) yang diperoleh

dari dalil-dalil yang terperinci1. Fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari

bermacam-macam hokum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia,

baik bersifat individu maupun social2. Fiqih adalah ilmu tentang hokum Islam

yang bersifat amaliyah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang terperinci3.

1. Sejarah Singkat Ilmu Fiqih

Setelah Rasulullah SAW wafat (11 H) timbullah periode sahabat. Pada

periode ini muncul berbagai macam persoalan hokum yang belum pernah

muncul saat sebelumnya karena itu par sahabat berijtihad dalam urusan

mereka, diantara sahabat nabi yang banyak dimintai memutuskan masalah /

perkara hokum Islam yang muncul saat itu antara lain, Abu Bakar, Umar Ibnu

Mas‟ud, Ibnu Abbas, dan Ali.

Setelah periode sahabat yaitu periode tabi‟in, lapangan istinbath hokum

Islam semakin meluas karena begitu banyak peristiwa hokum bermunculan.

Pada periode inilah dibukukan ilmu fiqih empat madzhab; Maliki, Hanafi,

Syafi‟I dan Hanbali. Imam Malik (93-179 H) menulis kitab hadits dengan

sistematika fiqih, imam Asyaibani (132-189 H) seorang ulama Hanafiah

menulis kitab Jami‟ al Shaghir, Imam Syafi‟I (150-204 H) menulis kitab al

1
Syafi‟I Karim. 1995. Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Setia. Hal. 11.
2
Nazar Bakry. 1994. Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: Raja Grafindo Press. Hal. 7.
3
Amir Syarifudin. 1997. Ushul Fiqih Jilid I. Jakarta: Logos Wacana Islam. Hal. 2.
22
23

Umm dan al Risalah, Imam al khiraqi (w. 334 H) seorang ulama hambaliyah

menulis kitab Muhtashar al Khiraqi ala masa‟ilil imam Ahmad bin hanbal.

Setelah periode tabi‟in itu kemudian timbul usaha memperkuat masing-masing

madzhab dan komentar (syarah) atas kitab-kitab utama yang ditulis ulama

pada periode tabi‟in tersebut (CD Maktabah al Muslim al Syamsiyah).

2. Tujuan Pengajaran Fiqih

Yang menjadi dasar pendorong bagi umat Islam untuk mempelajari

fiqih menurut Syafi‟i Karim antara lain sebagai berikut4;

a. Untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam.

b. Untuk mempelajari hokum-hukum Islam yang berhubungan dengan

kehidupan manusia.

c. Kaum muslimin harus bertafaqquh fiddin artinya memperdalam

pengetahuan hokum-hukum agama baik dalam bidang akidah dan akhlak

maupun dalam bidang ibadah dan muamalah.

Sedangkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi antara lain sebagai

berikut5;

a. Agar siswa dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok syari‟at

terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli, pengetahuan

dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam

kehidupan pribadi dan social.

b. Agar siswa dapat melaksanakan dan mengamalkan ketentuan syari‟at Islam

yang benar. Pengalaman tersebut diharapkan dapat membuahkan ketaatan

4
Syafi‟i Karim, Op Cit, hal. 53.
5
Depag RI.Tahun 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum dan Hasil Belajar.
Jakarta: Depag. Hal. 3.
24

menjalankan syari‟at Islam, disiplin, dan tanggung jawab social yang tinggi

dalam kehidupan pribadi maupun social.

3. Fungsi Pengajaran Fiqih

Setelah adanya tujuan dalam pengajaran fiqih, maka hal yang harus

ditentukan adalah fungsi pengajaran fiqih karena ia berkaitan dengan

tercapainya tujuan pembelajaran itu sendiri. Menurut Chatib Thaha6 sebagai

berikut;

a. Pengembangan yaitu meningkatkan keimanan kepada Allah SWT, yang

telah ditanamkan di dalam lingkungan keluarganya.

b. Penyaluran yaitu menyakurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus di

bidang agama agar bakat tersebut berkembang secara optimal sehingga

dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri.

c. Perbaikan yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-

kekurangan, dan kelemahan-kelemahan dalam keyakinan, pemahaman dan

penyaluran ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.

d. Pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negative dari lingkungan

peserta didik atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dan

menghambat perkembangan dirinya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

e. Penyesuaian yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun lingkungan social dan dapat mengubah

lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.

f. Sumber nilai yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai

kebahagiaan di dunia dan akhirat.

6
Chatib Thaha. 1998. Hal. 181.
25

Sedangkan didalam Kurikulum Berbasis Kompetensi fungsi pengajaran

fiqih tersebut meliputi antara lain sebagai berikut7;

a. Mendorong tumbuhnya kesadaran beribadah siswa kepada Allah SWT.

b. Menanamkan kebiasaan melaksanakan syari‟at Islam di kalangan siswa

dengan ikhlas.

c. Mendorong tumbuhnya kesadaran siswa untuk mensyukuri nikmat Allah

SWT dengan mengolah dan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidup.

d. Membentuk kebiasaan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab social di

madrasah dan masyarakat.

e. Membentuk kebiasaan berbuat atau berperilaku sesuai dengan peraturan

yang berlaku di Madarasah dan masyarakat.

B. Mata Pelajaran Fiqih

1. Pengertian Mata Pelajaran fiqih

Mata pelajaran fiqih adalah salah satu bagian dari mata pelajaran

pendidikan agama Islam yang membahas ajaran agama Islam dari segi syariat

Islam rentang cara manusia melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan

mengatur kehidupan sesame manusia serta alam sekitarnya.

Mata pelajaran fiqih dari Madrasah Ibtidaiyah diarahkan untuk

mendorong , membimbing, mengembangkan dan membina siswa untuk

memahami dan menghayati syariat Islam untuk dijadikan pedoman dalam

kehidupan sehari-hari secara sederhana8.

7
Depag, Op Cit, hal. 3.
8
Depag, Op Cit, hal. 15.
26

Aspek yang lebih ditekankan pada madrasah ibtidaiyah meliputi;

pertama, pengetahuan syariat Islam secara sederhana. Kedua, pengalaman dan

pembinaan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.

2. Fungsi Mata Pelajaran Fiqih

Mata pelajaran fiqih digunakan untuk memberikan pengetahuan

tentang syariat Islam, meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan pembinaan

yang berkaitan dengan pemanfaatan bagi kehidupan sehari-hari.

Sesuai dengan pengertian dan fungsi fiqih, maka mata pelajaran fiqih

Madrasah Ibtidaiyah dapat mencapai sasaran sebagai berikut9;

a. Menumbuh kembangkan pengertian syariat Islam dan keterkaitannya

dengan kehidupan sehari-hari.

b. Menanamkan pengalaman tentang peranan syariat Islam tentang lingkungan

social di sekitar siswa.

c. Menumbuh kembangkan kesadaran siswa untuk meningkatkan kualitas

kehidupan sehari-hari.

d. Menanamkan sikap dan nilai keteladanan terhadap pelaksanaan syariat

Islam.

e. Menumbuhkembangkan kemampuan untuk mengetahui dan mengamalkan

syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.

9
Depag, Op Cit, hal. 20.
27

3. Tujuan Mata Pelajaran Fiqih

Mata pelajaran fiqih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan agar siswa

mampu:

a. Mengembangkan minat untuk mengenal dan mempelajari syariat Islam

untuk tanggap terhadap kehidupan lingkungannya.

b. Menumbuhkan sikap keingintahuan terhadap syariat Islam.

c. Menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab dalam mengamalkan syariat

Islam dalam kehidupan sehari-hari.

d. Menyiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Lanjutan

Pertama (SLTP)10.

4. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fiqih

Secara garis besar, mata pelajaran fiqih berisi materi pokok sebagai

berikut:

a. Hubungan manusia denga Allah, hubungan vertical antara manusia dan

khaliknya mencakup segala segi ibadah, meliputi: thaharah, shalat, puasa,

zakat, haji, dan lain-lain.

b. Hubungan manusia dengan manusia. Hubungan horizontal antara hak

manusia dengan sesamanya mencakup segi muamalah meliputi: pinjam

meminjam (ariyah), sewa menyewa, upah (ijarah), shadaqah, infaq, wakaf,

makan dan minum, qurban, khitan, jual beli, khiyar, riba, barang titipan

(wadiah) dan barang temuan (luqathah), mengunjungi orang sakit,

kewajiban terhadap jenazah, ta‟ziah, ziarah kubur dan harta warisan.

10
Depag, Op Cit, hal. 23.
28

c. Untuk Ibtidaiyah materi pelajaran tersebut disampaikan secara sederhana

sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Bahan kajian yang dibahas dari

kelas I adalah sebagai berikut: rukun Islam, macam-macam alat bersuci dan

cara bersuci dari kotoran dan najis, berwudlu, tayamum dan tata cara

shalat11.

5. Rambu-Rambu Pelajaran Fiqih

Untuk dapat melaksanakan GBPP Mata Pelajaran Fiqih dapat

digunakan beberapa pendekatan , antara lain sebagai berikut;

a. Pendekatan pembiasaan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada

siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran Islam.

b. Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi

siswa dalam meyakini dan menghayati ajaran agamanya.

c. Pendekatan rasional, yaitu usaha untuk memberikan peranan kepada rasio

(akal) dalam memahami dan menerima kebenaran agamanya.

d. Pendekatan fungsional, yaitu usaha untuk menyajikan ajaran agama Islam

dengan menekankan kepada segi pemanfaatannya kepada siswa terhadap

kehidupan sehari-hari.

6. Kemampuan Dasar

Adapun kemampuan dasar Mata Pelajaran Fiqih, antara lain sebagai

berikut;

a. Siswa dapat melaksanakan shalat lima waktu, shalat jum‟at, shalat sunah

pilihan dan puasa dengan baik.

b. Siswa dapat memahami dan menghayati pelaksanaan zakat, haji, dan

muamalah.

11
Depag, Op Cit, hal. 25.
29

c. Siswa dapat membiasakan kepribadian muslim dengan baik12.

7. Alokasi Waktu Mata Pelajaran Fiqih

GBPP pelajaran fiqih di MI merupakan program minimal yang

dialokasikan satu jam pelajaran seminggu bagi kelas I dan II, satu jam

pelajaran seminggu bagi kelas III dan VI dan diorganisasikan ke dalam

semester. Jumlah pelajaran efektif setiap semester adalah sebagai berikut;

a. Kelas I dan II

1) Semester I : 18 x 1 jam pelajaran : 18 jam pelajaran.

2) Semester II : 16 x 1 jam pelajaran : 16 jam pelajaran

Untuk setiap jam pelajaran waktu 30 menit.

b. Kelas III dan IV

1) Semester I : 18 x 2 jam pelajaran : 36 jam pelajaran

2) Semester II : 16 x 2 jam pelajaran : 32 jam pelajaran

Untuk setiap jam pelajaran waktu 40 menit.

c. Kelas V dan VI

1) Semester I : 18 x 2 jam pelajaran : 36 jam pelajaran

2) Semester II : 14 x 2 jam pelajaran : 28 jam pelajaran

Untuk setiap jam pelajaran waktu 40 menit.

A. Pengertian Shalat

Menurut sudut pandang bahasa, shalat berarti do‟a memohon kebajikan

dan pujian13. Sedangkan menurut syara‟, para fuqaha menetapkan pengertian

sahalat sebagai berikut:

12
Depag, Op Cit, hal. 27.
13
Hasbi Assidiqy. 1996. Pedoman Shalat. Jakarta : Bulan Bintang. Hal. 62.
30

“beberapa ucapan dan baberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir

dan diakhiri dengan salam, yang dengan kata lain beribadah kepada Allah SWT,

menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan”14.

Pengertian menurut fuqaha hanya terbatas pada pelaksanaan shalat yang

dapat dilihat dari paham-paham dan didengar ucapan-ucapannya. Jadi belum

termasuk didalamnya hakikat dan jiwa shalat.

Ahlul hakekat member ta‟rif yang mengandung ruhnya shalat yaitu

sebagai berikut:

“berharap hati (jiwa) kepada Allah, semua yang mendatangkan takut

kepada-Nya, serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan kebesaran-Nya

dan kesempurnaan-Nya15”.

Dari bahasan-bahasan di atas dapat diambil pengertian bahwa di dalam

menjalankan shalat, sebelum melakukan perbuatan-perbuatan shalat dan didengar

ucapan-ucapannya serta syarat-syarat tertentu, juga harus disertai kekhusukan

menumbuhkan di dalam jiwa keagungan terhadap Allah SWT16.

1. Dasar Pengertian Shalat

Dalil atau dasar yang mewajibkan umat Islam untuk mengerjakan shalat

itu banyak sekali kita jumpai baik dari Al Qur‟an ataupun hadits. Seperti di

dalam surat Al Baqarah ayat 43,

14
Hasbi Assidiqy, Op Cit, hal. 62.
15
Hasbi Assidiqi, Op Cit, hal. 63.
16
Nazwar Syamsu, 1997. Kamus dictonari Al Qur’an. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 50.
31

       

Artinya : Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-

orang yang ruku‟17.

Perintah shalat ini hendaknya juga ditanamkan ke dalam hati dan jiwa

anak dengan cara pendidikan yang cermat dan dilaksanakan sejak kecil.

Sebagaimana tersebut di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad

dan Abu Daud.

Artinya : “ Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat di waktu usia 7

tahun dan pukullah (bila enggan melakukan shalat) di waktu usia mereka

meningkat 10 tahun dan pisahkan tempat tidur mereka18.”

Dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Umar

Ibnul Khatab,

Artinya : “ shalat itu tiang agama, barang siapa mendirikan shalat,

sesungguhnya ia telah mendirikan agama, barang siapa meninggalkan shalat

sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama19.”

17
Depag RI.tahun 1982. QS. Al Baqarah (2) ayat 43.
18
H. Sulaiman Rosid 1954.Fiqih Islam Hal. 75.
19
Hasbi Assidiqy, Op Cit, hal. 54.
32

Itulah contoh beberapa ayat dan hadits yang dijadikan dasar pelaksanaan

shalat, melihat begitu pentingnya perintah pelaksaan shalat, maka hal ini

menjadikan shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi setiap

muslim, oleh karenanya perlu menjadi perhatian utama.

2. Tujuan Mengerjakan Shalat

Di dalam Al Qur‟an ada beberapa surat yang menerangkan hikmah

tujuan mengerjakan shalat, diantaranya surat Al Ankabut ayat 45 sebagai

berikut,

            

           

Artinya : “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al

Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari

(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah

(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan

Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan20.”

Di dalam surat lain juga disebutkan,

            

Artinya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati

menjadi tenteram21.”

20
Depag RI. Tahun 1982. QS. Al Ankabut (29) ayat 45.
21
Depag RI, tahun 1982. QS. Ar Ra‟du (13) ayat 28.
33

Di dalam ayat-ayat di atas kata-kata mengingat diartikan dengan

melakukan shalat, hal ini dapat dilihat dari surat Thaha ayat 14,

           

Artinya : “Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)

selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat

Aku22.”

Dari kandungan-kandungan Al Qur‟an di atas dapat diambil pengertian

bahwa pelaksaan shalat secara kontinyu dan khusyu‟ akan melahirkan hati

yang selalu ingat kepada Allah SWT, mendorong untuk mentaati kaidah-

kaidah-Nya dan meninggalkan segala larangan. Dengan demikian apabila

setiap anggota masyarakat dapat berbuat demikian, maka suasana hidup akan

terwujud dalam masyarakat atau dengan kata lain dengan shalat yang khusyu‟

dan kontinyu akan melahirkan ketentraman dan kebahagiaan dalam hidup baik

di dunia maupun akhirat.

3. Macam-Macam Shalat

Mengenai macam-macam shalat, pada garis besarnya dapat dibedakan

menjadi dua bagian, yaitu pertama, shalat yang difardlukan dinamakan shalat

maktubah. Kedua, shalat yang tidak difardlukan dinamakan shalat nafilah

(tathawwu)23.

Shalat fardlu adalah shalat yang diwajibkan atas setiap orang muslim

yang dewasa dan berakal sebanyak lima waktu, sebagaimana firman Allah

SWT dalam surat Hud ayat 114

22
Depag RI, tahun 1982. QS. Thaha (20) ayat 14.
23
H. Sulaiman Rosyid. 1985. Fiqih Islam. Jakarta. Hal: 160.
34

             

  

Artinya : “Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan

petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya

perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan

yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat24.”

Di dalam hadits Nabi yang dikatakan sebagai berikut

Artinya : “ Shalat lima kali dalam satu hari satu malam.” 25

Yang dimaksud shalat lima waktu itu adalah dhuhur, ashar, maghrib,

isya‟ dan shubuh, termasuk di dalamnya shalat jum‟at.

Adapun shalat wajib lima waktu sehari semalam dianjurkan

melakukannya dengan berjamaah dan hukumnya adalah sunah muakkadah26.

Allah SWT menjanjikan kepada orang-orang yang shalat berjamaah dengan

pahala 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendirian.

“shalat berjamaah lebih utama pahalanya dari pada shalat sendirian, sebanyak

dua puluh tujuh derajat kelebihannya dibandingkan dengan shalat sendirian.”

Selain shalat yang difardlukan di atas juga ada shalat yang bersifat

sunah, termasuk diantaranya adalah sebagai berikut;

24
Depag RI. Tahun 1982. QS. Hud (11) ayat 114.
25
Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi, Op Cit, hal: 295.
26
Sulaiman Rosyid. 1985. Fiqih Islam. Jakarta. Hal: 110.
35

Shalat nafilah (tathawwu‟) adalah shalat yang tidak difardlukan seperti

shalat sunah rawatib yaitu shalat sunah yang menyertai shalat fardhu. Shalat

sunah ini ada dua macam yaitu shalat qabliyah (dikerjakan sebelum shalat

fardhu) dan ba‟diyah (dikerjakan setelah shalat fardhu).

Dilihat dari segi hukumnya, shalat ini dibagi menjadi dua, yaitu sebagai

berikut:

a. Shalat sunah rawatib muakkadah (penting) seperti dua rekaat sebelum

shalat subuh, dua rekaat sebelum shalat dhuhur, dua rekaat sesudah dhuhur,

dua rekaat sesudah shalat maghrib, dan dua rekaat sesudah shalat isya‟.

b. Shalat sunah rawatib (ghairu muakkat) seperti dua rekaat sebelum dan

sesudah shalat dhuhur, empat rekaat sebelum shalat „Ashar, dan dua rekaat

sebelum shalat maghrib.

Disamping shalat sunah rawatib di atas, masih banyak lagi shalat sunah

yang lain; shalat sunah malam (lail) yang meliputi witir, tahajud, tarawih,

sahalat kusuf dan khusuf, istisqa‟, istikharah, serta yang lainnya.

4. Rumusan Ibadah Shalat

a. Syarat wajib shalat dan syarat syah shalat; Islam, berakal, baliq, suci dari

najis dan hadats, sampai dikenal Islam kepadanya. Syarat sahnya shalat

adalah sebagai berikut suci badan dari hadats besar dan kecil, suci badan

dan pakaian dari najis, menutup aurat, telah masuk waktu shalat, dan

menghadap kiblat.

b. Rukun-rukun shalat : niat, berdiri bagi yang mampu, takbiratul ihram, al

Fatihah, ruku‟, I‟tidal, sujud dua kali, duduk di antara dua sujud, duduk

akhir membaca tasyahud awal-akhir, mengucap salam, dan tertib.


36

D. Pengertian shalat khusyu‟

1. Pengertian Khusyu‟

Khusyu‟ adalah sungguh-sungguh, sepenuh hati. Shalat yang dapat

dijadikan obat mujarab adalah shalat yang dilakukan dengan penuh

kekhusyukan27. Shalat yang kusyu‟ artinya shalat yang dilakukan dengan

penuh konsentrasi, ikhlas, pasrah, dan tawadhu28.

Khusyu‟ memegang peranan penting dalam mendirikan shalat, sebab

shalat merupakan sasaran komunikasi langsung dengan sang pencipta dalam

jagad raya, Karena itu kekhusyukan sangat diperlukan.

Tentang kewajiban serta keuntungan yang didapat dari kekhusyukan

sewaktu shalat, Allah berfirman dalam surat Al Mukminun ayat 1-11 dan surat

Al Baqarah ayat 45;

            

          

            

          

          

        

Artinya : (1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (2)

(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, (3) Dan orang-

27
Husain. 1987 : 72.
28
Wijaya Kusuma, Op Cit, hal: 179.
37

orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada

berguna, (4) Dan orang-orang yang menunaikan zakat, (5) Dan orang-orang

yang menjaga kemaluannya, (6) Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau

budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada

tercela. (7) Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-

orang yang melampaui batas. (8) Dan orang-orang yang memelihara amanat-

amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (9) Dan orang-orang yang memelihara

sembahyangnya. (10) Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (11)

(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya 29.

         

Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya

yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'30.

Mengenai pentingnya khusyu‟ di dalam shalat, Rasulullah SAW

bersabda;

Artinya : Seandainya khusyu‟ hati (orang) ini tentu khusyu‟ juga seluruh

anggota tubuhnya.31.

Kalau khusyu‟ itu wajib, maka khusyu‟ itu menghendaki tenang dan tawadu‟

adapun tempat khusyu‟ tetap di dalam hati.

29
Depag RI. Tahun 1982. QS. Al Mu‟minun (23) ayat 1-11.
30
Depag RI.Tahun 1982. QS. Al Baqarah (2) ayat 45.
31
Maulana Muhammad Zakariya Al Kandahlawi, Op Cit, hal: 314.
38

Shalat adalah tiang agama dan shalat itu pula kunci kebajikan. Karena

itu setelah memenuhi syarat dan rukunnya, maka orang yang sedang shalat

harus melengkapi dengan menghadirkan hati (khusyu‟) sepenuhnya. Menurut

Syekh M. Amin Al Kurdi khusyu‟ dan shalat hukumnya sunah muakkadah,

yaitu sesuatu yang harus dilakukan.

Ada empat cara yang harus ditempuh guna mendapatkan kekhusyukan

dalam shalat. Pertama, melupakan segala urusan diluar shalat dimulai sejak

melakukan takbiratul ihram hingga salam. Kedua, melakukan shalat dengan

memilih tempat yang jauh dari keramaian. Ketiga, menguasai bacaan-bacaan

dengan lancar. Keempat, memahami makna yang terkandung dalam setiap

bacaan shalat32.

Berikut ini sejumlah konsep yang bisa menyampurnakan shalat,

a. Kehadiran hati, artinya hati harus bersih dari segala hal yang

menyinggungnya. Kehadirannya bisa ditimbulkan oleh motivasi yang kuat

karena hati akan selaras kalau menghadapi yang sangat penting.

b. Memahami ucapan, karena hal ini bisa menimbulkan kehadiran hati.

Namun sering kali hati hadir dengan lafal tanpa makna.

c. Sikap mengagungkan dan takut kepada Allah SWT33.

Termasuk dari dalam khusyu‟ itu segala sesuatu yang menggambarkan

tunduk dalam berbagai ragam sebagai berikut;

a. Sikap hormat, sungguh-sungguh, dan tertib.

b. Merendahkan suara dan menyempurnakan tertib.

c. Menenangkan sikap, memusatkan perhatian dan pikiran34.

32
Wijaya Kusuma, Op Cit, hal: 179.
33
Al Qolamany, Abu Dzar. 2002. Maka Kembalilah Kepada Allah. Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta. Hal. 93-94.
39

Sedangkan menurut Hasbi Ass Shiddieqy menerjemahkan khusyu‟ dan

ikhlas serta mengutip pendapat ulama diantaranya sebagai berikut;

a. Kata Ali bin Abi Tholib ra, khusyu‟ adalah tiada berpalig kekanan dan

kekiri di dalam shalat.

b. Kata Amin Ibnu Dinar, khusyu‟ adalah tenang dan bagus kelakuan.

c. Kata Ibnu Sirrin, khusyu‟ adalah tiada mengangkat pandangannya dari

tempat sujud.

d. Kata Ibnu Jabir, khusyu‟ adalah tetap mencurahkan pikiran kepada shalat

sehingga tidak mengetahui orang sebelah kanan dan kirinya.

e. Kata Atha‟, khusyu‟ adalah tiada memainkan tangan, tiada memegang

tangan dalam shalat35.

Dengan menyimpulkan buku-buku berikut ini, dia memberikan

pengertian tentang khusyu‟ adalah amalan badan seperti tenang, amalan hati,

sama dengan takut, khusyu‟ ini amalan hati yang keadaannya dapat

mempengaruhi jiwa, khususnya lahir pada anggota badan, seperti tenang dan

menundukkan diri36.

Khusyu‟ adalah buah keimanan dan hasilnya keyakinan akan keagungan

Allah SWT. Siapa yang dapat merasakannya, niscaya akan khusyu‟ dari dalam

shalatnya. Bahkan pada waktu ia dalam duduk khalwat atau ditempat lain

ketika pada hajatnya. Hal yang menimbulkan khusyu‟ adalah kesabaran

tentang keagungannya serta kekurangannya pada diri sendiri, dalam

melaksanakan tugas Tuhannya.

34
Syafi‟i. 1999, Op Cit, hal. 1.
35
Hasbi Ass Shiddieqy, Op Cit, hal. 70.
36
Hasbi Ass Shiddieqy, Op Cit, hal. 74.
40

Dari kesadaran inilah, timbul khusyu‟ dan hal itu tidak hanya khusyu‟

berkaitan dengan shalat tetapi akan mempengaruhi diri dalam kehidupan

kesehariannya, karena itu ada suatu riwayat tentang seseorang selama 40

tahun, tidak pernah menengadahkan wajahnya ke langit, disebabkan rasa malu

dan khusyu‟ kepada Allah SWT37.

Dari beberapa uraian di atas. Khususnya dalam shalat adalah melakukan

shalat dengan sikap taat dan tunduk kepada perintah Allah SWT, karena takut

shalatnya tidak diterima dan selalu merasa diawasi oleh-Nya. Sehingga timbul

semangat shalat dengan sempurna, semangat yang sangat berguna dan

menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah SWT.

Faktor-faktor yang mempengaruhi shalat khusyu‟;

a. Hadirnya hati dalam setiap shalat dan semua ibadah yang merupakan

keharusan.

b. Memahami makna bacaan, atau berusaha memahami maknanya.

c. Mengagungkan Allah dan takut kepadanya terhadap hal-hal yang dapat

melalaikan dari shalat.

d. Jangan banyak menggerakkan anggota badan karena itu dapat mengurangi

konsentrasi.

2. Faedah Shalat Khusyu‟

Siapa saja yang berdoa kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan

patuh beribadah dengan khusyu‟ dan yakin, bahwa Allahlah yang memerintah

dan melarang, yang memberi kekuatan spiritual dalam jiwa, yang

mengaruniakan iman yang dalam dan cahaya yang menerangi hati, maka akan

sanggup menghadapi segala godaan dan bujukan yang menggiurkan, bencana

37
Al Ghozali. 1992. Rahasia-Rahasia Shalat. Bandung: Kharisma. Hal. 93.
41

dan malapetaka yang menggoncangkan. Apabila kita melaksanakan shalat

dengan khusyu‟ maka akan dapat menanggulangi kejahatan mental spiritual,

memperbaiki segala kekurangan dan kelemahan.

Satu hal yang perlu diperhatikan, direnungkan, dikorelasikan bahwa

ibadah yang kita lakukan dalam Islam, selalu mengandung hikmah yang dapat

ditransfer dalam kehidupan nyata berupa kebersihan, ketertiban,

kepemimpinan, keberanian, kerendahan hati, kesucian, keikhlasan, dan

kesehatan. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi, Islam merupakan satu-

satunya konsep Ilahi dalam kehidupan manusia. System yang diturunkan

sesuai dan seimbang dengan harkat, martabat, dan fitrah kita38.

Khusyu‟ itu membentuk jiwa manusia menjadi tenang, karena

kekhusyukan dalam shalat akan berpengaruh pada khusyu‟nya dalam

kehidupan insan yang melakukannya. Yang dimaksud khusyu‟ pada kehidupan

adalah mampu menjaga diri atas perbuatan keji dan munkar dengan

mewujudkan perilaku terpuji sehingga bukti nyata dari pernyataan yang dibaca

sewktu shalat39.

Menurut khalifah Usman ra berkata “ Allah SWT akan memberikan

karunianya kepada siapa saja yang akan menjaga kekhusyukan shalatnya pada

waktu yang tepat, adalah sebagai berikut40;

a. Allah akan mencintainya.

b. Merasakan nikmat kesehatan.

c. Para malaikat akan menjaganya.

d. Rumahnya diberkahi.

38
Wijaya kusuma, Op Cit, hal. 182.
39
Wijaya kusuma, Op Cit, hal. 179.
40
Zakari. 1995: 60.
42

e. Nur keshalihan akan bersinar dari wajahnya.

f. Hatinya lembut.

g. Akan melewati shirat secepat kilat.

h. Diselamatkan dari neraka.

i. Tetangga-tetangganya di surge adalah mereka yang tidak merasa takut dan

tidak bersedih.

Karena itu faedah shalat secara langsung bagi orang yang melaksanakan

adalah sebagai berikut41,

a. Pembersih, yaitu setiap orang yang melaksanakan shalat tentu bersih dari

segala macam najis dan kotoran.

b. Disiplin, yaitu setiap shalat menepati waktu sesuai waktu yang telah

ditentukan.

c. Pandai bersyukur, yaitu orang yang shalat adalah insane yang tahu diri.

d. Tahu harga diri, yaitu makhluk kecil di antara kekuasaan Allah.

e. Mengerti tujuan hidup.

f. Memelihara iman, yaitu karena shalat merupakan sarana ingat kepada Allah

SWT.

41
Handari Nur. 1985: 187.
BAB III

LAPORAN PENELITIAN

A. Deskripsi Tempat Penelitian

1. Identitas sekolah

Nama : Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo

NIS : 11.00.00

NPSN : 20312975

NSS : 11231417033

Alamat : Kuyang, Desa Pantirejo, Kecamatan Sukodono, Kabupaten

Sragen1.

2. Letak Geografis

Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo terletak di tengah-tengah

perkampungan padat penduduk, sebelah utara dan timur Perumahan Penduduk

Sebelah selatan jalan desa, sebelah barat jalan raya Sukodono- Sragen.

Letak sekolah ini sangat dekat dengan TK Aisyah Pantirejo, SDN 01

Pantirejo, dan SMP 4 Muhammadiyah Sukodono. Namun karena kesadaran

masyarakat untuk mengembangkan sekolah ini, maka sampai sekarang sekolah

ini masih mendapat minat dari masyarakat2.

3. Visi sekolah

Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo memiliki visi, yaitu memposisikan

Madrasah sebagai keunggulan yang mampu menyiapkan dan mengembangkan

sumber daya manusia yang berkualitas di bidang Iptek dan Imtaq.

1
Monografi tahun 2009/2010.
2
Wawancara. Samingan, A. Ma. Tgl. 4 Maret 2010.
43
44

4. Misi sekolah

Misi sekolah, yaitu memposisikan pendidikan yang berorientasi pada

mutu, baik secara keilmuan, moral maupun social sehingga mampu

menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang berkualitas di bidang

Iptek dan Imtaq.

5. Tujuan sekolah

Tujuan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo antara lain :

a. Mendidik siswa agar memiliki bekal ilmu untuk terjun dalam masyarakat

maupun melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

b. Mendidik siswa agar berakhlak mulia.

c. Mendidik siswa agar berjiwa social.

6. Sejarah Berdiri

Madrasah Ibtidaiyah Pantirejo berdiri tanggal 02 Juni 1959 keputusan

Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Jawa Tengah, Kepala

Bidang Pendidikan Agama Islam nomor : Lk/3.c/1118/PCM.MI/1978. Kepala

Sekolahnya bapak Sudarmo sampai tahun 1970, kemudian tahun 1971 bapak

Samingan, A.Ma. di angkat oleh yayasan menjadi kepala sampai sekarang3.

3
Wawancara. Samingan, A. Ma. Tgl. 4 Maret 2010.
45

7. Keadaan Guru

Guru Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo pada tahun

pelajaran 2009/2010 seperti pada TABEL : I

No. Nama Mengajar

1. Dewi Retno Ningsih, SPd. I Kelas I

2. Dani, A. Ma Kelas II

3. Sa’adah Hayati, A. Ma Kelas III

4. Eka Nur Rahmawati, S. Ag. Kelas IV

5. Istianah, SPd.I Kelas V

6. Ika Novia Yanti, SPd. I Kelas VI

7. Heru Rokhim, SPd.I Olah Raga

4
Monografi tahun 2009/2010. Tabel I.
46

8. Keadaan Siswa

Jumlah siswa pada Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo pada tahun

pelajaran 2009/2010 seperti pada TABEL : II

No. Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

1. I 6 8 14

2. II 7 7 14

3. III 7 3 10

4. IV 11 3 14

5. V 9 9 18

6. VI 5 9 14

JUMLAH 45 39 84

5
Monografi tahun 2009/2010. Tabel II.
47

9. Infentaris

Inventaris Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo tahun pelajaran

2009/2010 pada Monografi TABEL III :

No. Jenis Barang Jumlah Keterangan

1. Gedung 1 Baik

2. Almari 6 Baik

3. Papan tulis 6 Baik

4. Papan rekap 8 Baik

5. Rak 4 Baik

6. Meja tulis guru 8 Baik

7. Kursi guru 16 Baik

8. Meja murid 4 untuk 4 anak Baik

9. Meja murid 8 untuk 8 anak Baik

10. Meja murid 99 Baik

11. Kursi murid 138 Baik

12. Jam dinding 7 Baik

13. Radio tape 1 Baik

14. Kamera 1 Baik

15. Cap 5 Baik

16. Globe, Peta 1,2 Baik


48

17. Piala 2 Baik

18. Bendera 2 Baik

19. Tenda 3 Baik

20. Mistar 6 Baik

21. Lonceng 1 Baik

22. Gambar Presiden dan Wakil 7 Baik

B. Pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran fiqih MIM Pantirejo, sukodono

Mata pelajaran fiqih sebagaimana diutarakan di depan adalah menurut

standar kompetensi bahwa peserta didik diharapkan mampu memahami pokok-

pokok hokum Islam dan kemudian mengamalkan pemahaman tersebut ke dalam

kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pedoman silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) Madrasah Ibtidaiyah yang memuat tentang ketentuan pokok sekaligus

rencana materi pembelajaran fiqih yang diajarkan di masing-masing kelas

Madrasah Ibtidaiyah dari kelas I-VI yang secara langsung memuat materi

pelajaran yang berhubungan dengan tata cara dan pelaksanaan ibadah shalat

adalah pada kelas I sampai III baik semester ganjil maupun genap.

Peserta didik yang berada di kelas I semester I dimulai dengan materi

pembelajaran syahadat dan kebersihan. Di dalam materi pembelajaran syahadat

tersebut bertujuan bahwa setelah selesai mengikuti pelajaran syahadat, peserta

6
Monografi tahun 2009/2010. Tabel III.
49

didik diharapkan mampu melafalkan syahadat, mengartikan dan berusaha

menghafalkan.

Kegitan pembelajaran meliputi : guru terlebih dahulu membuka

pertanyaan kepada peserta didik tentang syahadat, kemudian mengarahkan

peserta didik agar menyimak penjelasan tentang syahadat, menyebutkan dan

dapat mengenal syahadatain, mengapresiasi hal tersebut salah seorang guru

memberikan pernyataan sebagai berikut;

“ Penanaman terhadap syahadat sebagai rukun Islam yang pertama sudah


selazimnya dilakukan tehadap peserta yang belajar di Madrasah baik
yang di bawah naungan yayasan Muhammadiyah sebagaimana MIM
Pantirejo, Sukodono ini atau yang lainnya, karena syahadat adalah
sebagai wujud ikrar seorang muslim yang setia kepada Allah dan
Rasulnya”7.

Karena itu kegiatan inti di MIM Pantorejo Sukodono dalam pembelajaran mata

pelajaran Fiqih di kelas I semester I ini adalah : pertama, peserta didik

mengucapkan dua kalimat syahadat; kedua, siswa atau peserta didik dilatih

menerjemahkan dua kalimat syahadat; ketiga, kemudian peserta didik menghafal

dua kalimat syahadat tersebut.

Di samping peserta didik diperkenalkan dengan kalimat syahadat, guru

juga telah terlebih dahulu mengucapkan semua rukun Islam yang lima: dari mulai

syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu. Hal ini sebagai starting

point bagi pembelajaran Mata pelajaran fiqih di kelas satu untuk mengajarkan

dan memahamkan kelima rukun yang notabene wajib melaksanakan bagi setiap

umat Islam yang beriman.

Selanjutnya peserta didik juga diajarkan dengan materi pembelajaran

tentang kebersihan. Kompetensi dasarnya adalah mampu membiasakan diri hidup

7
Wawancara dengan Ika Novia Yanti, SPd.I, tanggal 5 Maret 2010.
50

bersih. Tujuannya, setelah peserta didik selesai mengikuti pembelajaran

kebersihan, maka diharapkan mereka dapat membedakan mana yang bersih dan

mana yang kotor; memelihara kebersihan, membedakan suci dan najis,

menetapkan tata krama buang air, hafal do’a sebelum dan sesudah buang air.

Di dalam pelaksanaan materi pembelajaran tersebut, guru menggunakan

strategi atau metode pembelajaran melalui ceramah, demonstrasi, dan penugasan.

Di antara ketiga metode pembelajaran tersebut yang sering kali dan hamper pasti

setiap saat digunakan adalah metode ceramah. Bahkan ceramah di MIM

Pantirejo, Sukodono tersebut masih sangat mendominasi kreativitas para guru di

dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, hal ini diakui secara jujur oleh

kepala MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;

“Kebanyakan guru di MIM Pantirejo Sukodono ini di dalam


menggunakan metode pembelajarannya masih didominasi dengan
metode ceramah, sekalipun mereka juga dalam satu waktu menggunakan
metode yang lain seperti demonstrasi dan pemaparan……………., tetapi
yang lebih menonjol mereka lebih sering memakai metode ceramah”8.

Di dalam kegiatan pembelajaran kebersihan ini, kegiatan pembelajarannya adalah

meliputi kegiatan awal; yaitu guru terlebih dahulu bertanya kepada siswa tentang

kebersihan, mengarahkan peserta didik agar menyimak penjelasan tentang

perbedaan bersih dan kotor, memelihara kebersihan, membedakan suci dan najis,

hafal do’a masuk dan keluar WC. Kegiatan intinya adalah : pertama, peserta didik

membaca buku tentang kebersihan; kedua, peserta didik menjelaskan perbedaan

antara bersih dan kotor; ketiga, peserta didik menjelaskan antara suci dan najis;

keempat, peserta didik menjelaskan tentang tata krama buang air besar dan kecil;

kelima, peserta didik membersihkan tangan setelah buang air besar dan kecil; dan

8
Wawancara dengan Samingan, A.Ma. Tangga l 6 Maret 2010.
51

keenam, peserta didik menghafalkan do’a sebelum dan sesudah buang air,

kemudian kegiatan terakhir peserta didik diberi tugas agar dapat membedakan

bersih dan kotor, najis dan suci, dan hafal do’a sebelum dan sesudah buang air

(RPP MI Mapel Fiqih, 2010).

Masuk ke semester II di kelas I MIM Pantirejo, Sukodono, mulai

diperkenalkan materi pembelajaran tata cara melaksanakan wudhu. Tujuannya

agar peserta didik mampu secara benar melaksanakan wudhu sesuai dengan

tuntunan syariat Islam. Wudhu adalah ibadah yang dilakukan sebelum

melaksanakan shalat, baik shalat fardlu maupun shalat sunah, dalam bahasa yag

lain wudhu adalah media awal bagi seorang muslim yang hendak melakukan

shalat dengan benar, wudhu juga sebagai wujud dari simbolisasi pembersihan diri

seorang hamba terhadap dosa dan kesalahan yang selama ini dilakukan.

Di dalam kegiatan pembelajaran materi pembelajaran tentang wudhu ini,

yaitu pertama-tama menyampaikan salam pembuka, langsung berdo’a sebelum

belajar, kemudian bertanya kepada peserta didik tentang wudhu, guru juga

mengarahkan peserta didik agar menyimak penjelasan tentang berwudhu serta

mempraktekkannya ketika mau mengerjakan shalat.

Kegiatan intinya yaitu peserta didik diajarkan tata cara berniat yang

benar, peserta didik mempraktekkan melaksanakan wudhu dengan benar serta

peserta didik membiasakan berwudhu yang benar, kegiatan akhir biasanya guru

memberikan tugas agar dapat berwudhu dengan benar dan bisa

mempraktekkannya walaupun masih sangat sederhana (RPP, MI Mapel Fiqih,

2010).

Menanggapi hal tersebut seorang guru kelas I MIM Pantirejo, Sukodono

memberikan pernyataan sebagai berikut;


52

“ Kelas I MIM itukan baru saja keluar dari bangku Taman Kanak-kanak,
jadi yang namanya anak: kecenderungan untuk guyon, bermain-main
masih sangat mewarnai proses kegiatan belajar di MIM Pantirejo,
Sukodono, khususnya kelas I, ketika diajari tentang praktek wudhupun
mereka masih belum bisa mempraktekkan dengan penghayatan dan
kekhusyukan. Yah……………………..sekedar menuruti perintah dari
guru”9
.
Di dalam pembelajaran mengenai tata cara berwudhu tersebut pada umumnya

peserta didik baru mampu secara verbal yang nota bene juga masih banyak yang

harus disempurnakan dan diperbaiki. Paling tidak di sini peserta didik mampu

berwudhu dan mulai dikenalkan shalat fardhu. Karena sebagaimana kompetensi

dasarnya di dalam memberi pelajaran wudhu ini dalah peserta didik mampu

melaksanakan wudhu.

Setelah peserta didik dikenalkan dengan amalan wudhu, maka

selanjutnya peserta didik mulai dikenalkan tentang ibadah shalat fardlu,

kompetensi dasar dari materi pembelajaran ini adalah menyebutkan nama-nama

shalat fardlu, jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya, tujuannya adalah agar

peserta didik dapat menyebutkan nam-nama shalat fardlu, bilangan rakaatnya dan

waktu pelaksanaannya. Strategi yang diterapkan oleh guru mata pelajaran fiqih

mengenai shalat fardlu ini adalah menggunakan metode ceramah, demonstrasi

dan penugasan.

Kegiatan awal dari pembelajaran ini adalah guru bertanya kepada peserta

didik tentang shalat fardlu dan mengarahkan peserta didik agar menyimak

penjelasan tentang nama-nama shalat fardlu, bilangan rakaatnya dan waktu

pelaksanaannya. Kegiatan intinya adalah peserta didik membaca buku tentang

tentang shalat fardlu, peserta didik menjelaskan nama-nama shalat fardlu, peserta

9
Wawancara dengan Dewi Retno Ningsih, SPd.I. Tanggal 6 Maret 2010.
53

didik mengidentifikasi bilangan rakaat shalat fardlu, dan peserta didik

menjelaskan waktu pelaksanaan shalat fardlu. Kegiatan akhirnya guru

memberikan tugas agar siswa dapat mempraktekkan shalat fardlu setiap orang di

depan kelas dan di waktu yang lain praktek ibadah shalat tersebut dilaksanakan di

masjid atau mushala MIM Pantirejo, Sukodono.

Guru senantiasa memantau pelaksanaan demonstrasi yang dilakukan

oleh peserta didik di dalam kelas. Jika ada salah seorang peserta didik yang tidak

tepat tata cara pelaksanaan sebagaimana yang telah diajarkan, maka guru sebagai

pembimbing, pengarah segera menegur dan memberikan petunjuk sesuai dengan

ketentuan yang ada. Kesesuaian antara bacaan dengan gerakan setiap peserta

didik menjadi perhatian utama bagi para guru, terutama bagi mereka peserta didik

yang sudah menginjak kelas II, kalau di kelas I lebih difokuskan pada pengenalan

shalat fardlu, jumlah rakaat, dan waktu-waktunya, tetapi untuk kelas II mereka

diharapkan mampu mengaplikasikan secara lebih sempurna antara bacaan do’a

yang dibaca ketika shalat dengan gerakan yang dilakukan.

Karena itulah salah seorang guru kelas II MIM Pantirejo, Sukodono

memberikan pernyataan sebagai berikut;

“Waktu di kelas I mungkin masih fokus pada pelajaran materi wudlu


dengan pengenalan awal tentang materi pembelajaran shalat, meliputi
jumlah rakaat, waktu shalat untuk lima shalat fardlu, tetapi……….. pada
kelas II ini siswa diharapkan mampu mempraktekkan shalat yang
benar.”10.

Jadi indikatornya adalah peserta didik mampu berniat shalat fardlu,

memperagakan gerakan shalat fardlu, menserasikan gerakan dengan bacaan

10
Wawancara dengan Dani, A.Ma. Tanggal 11 Maret 2010.
54

shalat fardlu, mau melaksanakan shalat fardlu dengan benar dan terbiasa

melaksanakan shalat fardlu.

Kemudian, menginjak semester II, di kelas II mulai diajarkan dengan

materi adzan dan iqamah dengan maksud peserta didik dapat melafalkan adzan

dan iqamah, menerjemahkan bacaan adzan dan iqamah serta dapat melaksanakan

adzan dan iqamah.

Instrument yang tidak kalah penting dengan wudlu di dalam rangkaian

pelaksanaan ibadah shalat fardlu adalah adzan dan iqamah. Adzan untuk

pemanggilan terhadap kaum muslimin agar lekas menuju masjid menunaikan

ibadah shalat, dilanjutkan iqamah sebagai tanda waktu shlat akan dimulai.

Kegiatan pembelajaran didalam materi pembelejaran adzan dan iqamah

adalah diawali dengan guru bertanya kepada peserta didik tetapi adzan dan

iqamah mengarahkan peserta didik agar menyimak penjelasan tentang bacaan

adzan dan iqamah, serta do’a setelah adzan. Kegiatan intinya adalah peserta didik

mengucapkan lafal adzan dab iqamah, menjawab bacaan adzan dan iqamah,

berdo’a setelah mendengar adzan dan iqamah, serta peserta didik membiasakan

diri melaksanakan shalat fardlu.

Seringnya mendengar dan melihat lewat masjid dan mushala di tempat

mereka, ketika melaksanakan shalat, menjadikan peserta didik mengalami

kemudahan dalam melafalkan adzan dan iqamah. Kalimat yang pendek dan

sering terjadi pengulangan juga menjadi kemudahan tersendiri bagi peserta didik

kelas II MIM Pantirejo, Sukodono. Hal ini dibenarkan oleh seorang pengajar di

MIM Pantirejo, Sukodono, ia mengatakan sebagai berikut;

“ Sebanyak lima kali anak-anak bisa mendengar dan melihat muadzin


yang bertugas di masjid-masjid kampong mereka. Sehingga hal ini
menjadi cukup membantu bagi anak-anak untuk mengamalkan dan
55

mempraktekkan pelajaran adzan dan iqamah sebagaimana dianjurkan di


sekolah”11.

Di sini guru berusaha memantau dan membimbing peserta didik dengan penuh

perhatian, mereka diarahkan untuk bisa mengenal adzan dan iqamah secara baik

dan benar. Ada ungkapan yang popular mengatakan bahwa “ belajar sewaktu

kecil bagai mengukir di atas batu dan sebaliknya belajar diwaktu usia tua bagai

mengukir di atas air”. Falsafah dari ungkapan tersebut sedikit banyak telah

mendorong para guru untuk secara serius mendidik peserta didik mereka,

sekalipun di lapangan tidak sedikit juga kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh

guru di dalam proses kegiatan belajar mengajar di MIM Pantirejo, Sukodono.

Setelah pesertan didik dikenalkan dengan adzan dan iqamah, hal yang

tidak kalah pentingnya di dalam kesempurnaan ibadah shalat fardlu ataupun

sunah adalah membiasakan dzikir dan do’a. Di dalam materi pembelajaran fiqih

di sini diharapkan peserta didik mampu mengamalkan do’a dan dzikir selepas

shalat; khususnya selepas shalat fardlu, doa untuk kedua orang tua, menghafal

do’a kebahagian dunia dan akhirat, dan do’a lain yang diperlukan untuk

meningkatkan kesempurnaan amalan ibadah.

Kegiatan inti dari kegiatan belajar mengajar di sini adalah peserta didik

menghafal bacaan istigfar, tasbih, tahmid, dan takbir, menghafal do’a untuk

kedua orang tua, menghafal do’a untuk kebahagiaan dunia akhirat, menjelaskan

cara mempraktekkan dzikir setelah shalat, mendemonstrasikan cara berdo’a

setelah shalat, melaksanakan dzikir dan do’a setelah shalat. Kemudian guru juga

memberikan tugas agar dapat melafalkan bacaan istigfar, tasbih, tahmid, dan

11
Wawancara dengan Heru Rokhim SPd., Tanggal 11 Maret 2010.
56

takbir, do’a untuk kedua orang tua, dan do’a untuk kebahagiaan dunia dan

akhirat.

Untuk menambah kesempurnaan ibadah do’a dan dzikir di dalam

kehidupan seorang muslim, guru juga memberikan saran agar peserta didik

mengamalkan do’a dan dzikir tersebut tidak hanya pada amaliyah shalat saja,

tetapi di setiap gerak gerik setiap harinya harus diupayakan untuk berdzikir dan

berdo’a kepada Allah SWT, karena itulah salah seorang guru MIM Pantirejo,

Sukodono memberikan pernyataan sebagai berikut;

“Dzikir dan do’a adalahsari pati ibadah, karena itu di dalam aktivitas
keseharian kita harus diwarnai dengan dzikir dan do’a, peserta didik di
MIM Pantirejo, Sukodono ini diupayakan dan diajarkan untuk selalu
mempraktekkan dzikir dan do’a di setiap aktivitasnya, sekalipun hanya
sekedar membaca basmalas saat mau makan dan Alhamdulillah setelah
makan, hal-hal kecil dan sederhana tersebut harus mulai diperkenalkan
kepada anak, agar timbul kesadaran yang tinggi”12.

Apabila lebih konkrit dari realisasi amaliyah dzikir tersebut bisa dilihat ketika

guru belum memulai memberikan materi pelajaran biasanya diawali dengan

terlebih dahulu berdo’a. Do’a tersebut dibaca secara bersama-sama baik peserta

didik maupun guru, hal ini secara rutin dilakikan sebelum memulai pelajaran.

Begitu juga sebelum proses kegiatan belajar mengajar diakhiri guru biasanya

menutup dengan do’a yang dibaca secara bersama-sama pula. Hal tersebut

dikuatkan dengan pernyataan kepala MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;

“Sudah merupakan peraturan yang dijalankan selamabertahun-tahun,


bahwa seorang guru sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran harus
dibacakan do’a terlebih dahulu, ini sudah lama berjalan jadi
ya…………… udah jadi kultur di MIM Pantirejo, Sukodono ini”13.
Ditambah lagi dengan kaligrafi-kaligrafi yang terpampang di ruang kelas

adalah membuktikan kalau di MIM Pantirejo, Sukodono ini benar-benar


12
Wawancara dengan Dani,A.Ma. Tanggal 17 Maret 2010.
13
Wawancara dengan Dani,A.Ma. Tanggal 17 Maret 2010.
57

mengkondisikan untuk amaliyah dzikir. Karena secara substansi amaliyah shalat

baik fardlu ataupun sunah adalah dzikir dan do’a di samping arti kata shalat

secara etimologis juga adalah do’a.

Menginjak kelas III semester I, peserta didik di MIM Pantirejo,

Sukodono sudah mulai dikenalkan dengan materi pembelajaran shalat jamaah. Di

sini standart kompetensinya adalah mampu memahami dan melaksanakan shalat

berjamaah, dengan tujuan pembelajaran setelah selesai mengikuti pembelajaran

shalat berjamaah, peserta didik dapat menyebutkan syarat syah menjadi imam

dan makmum, cara memberi tahu imam yang salah, praktik shalat berjamaah,

keutamaan shalat berjamaah dan melaksanakan shalat berjamaah. Metode

pembelajaran yang digunakan adalah ceramah, demonstrasi, dan penugasan.

Kegiatan awal dari pembelajaran ini adalah guru bertanya kepada peserta

didik tentang shalat berjamaah, kemudian mengarahkan peserta didik agar

menyimak penjelasan tentang syarat menjadi imam dan makmum, cara member

tahu imam yang salah, praktik shalat berjamaah, keutamaan shalat berjamaah dan

kemudian mendemonstrasikan cara melaksanakan shalat berjamaah.

Kegiatan intinya adalah peserta didik menjelaskan syarat syah menjadi

imam dan makmum, menjelaskan cara member tahu imam yang salah, praktik

shalat berjamaah, kemudian guru juga member tugas kepada peserta didik yamh

berkaitan dengan materi tersebut di atas, agar benar-benar bisa dipahami oleh

peserta didik.

Dalam Islam shalat berjamaah adalah menduduki tempat yang amat

penting, melaksanakan shalat berjamaah disamping syariat menganjurkan

demikian secara social masyarakat, shalat berjamaah juga mengandung

pengertian filosofis yang dalam. Dalam shalat berjamaah tersebut terkandung


58

makna hidup social saling bergotong royong dan membantu di antara sesame,

karena itu salah satu guru MIM Pantirejo, Sukodono memberikan pernyataan

sebagai berikut;

“ Penanaman untuk shalat berjamaah harus benar-benar ditekankan


kepada eserta didik, anjuran tersebut di dalam khasanah keIslaman kita
hampir-hampir shalat berjamaah itu mendekati wajib, jadi sudah lazim
kalau mulai dini anak-anak harus ditekankan untuk melaksanakan shalat
berjamaah” 14

Di tambah lagi di sekolah, ketika masuk waktu dhuhur biasanya guru dan kepala

sekolah MIM Pantirejo, Sukodono menginstruksikan untuk menunaikan shalat

dhuhur berjamaah, tanpa terkecuali, khusus mereka yang berhalangan tentu dapat

rukhshah untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah. Misalnya lagi ada acara

amat urgen yang tidak bisa ditinggaluntuk jamaah bersama-sama di sekolah.

Di sela-sela melaksanakan dzikir dan do’a sehabis shalat jamaah ada

kegiatan rutin untuk melatih peserta didik yang kelas V dan VI untuk

menyampaikan kultum, sesekali juga kultum disampaikan oleh guru-guru dan

kepala sekolah untuk memberikan taushiah kepada mereka mereka agar

senantiasa rajin belajar dan beribadah kepada Allah SWT. Kegiatan ini cukup

bermanfaat untuk pemberdayaan kreativitas peserta didik di dalam berkomunikasi

dengan audiens melalui media kultum tersebut. Dengan shalat berjamaah akan

melahirkan kebersamaan dan ukhuwah islamiyah yang kokoh, karena dengan

interaksi yang dibangun ditengah-tengah melaksanakan shalat berjamaah tersebut

akan semakin menguatkan ikatan primodial sesame muslim.

Materi pembelajaran berikutnya adalah shalat Jum’at. Shalat Jum’at

sekaligus memberikan ketegasan bahwa shalat tersebut tidak boleh dilakukan

14
Wawancara dengan Sa’adah Hayati,A.Ma. Tanggal 17 Maret 2010.
59

secara sendirian. Shalat Jum’at sebagai gambaran bahwa shalat berjamaah itu

sedemikian pentingnya, sampai-sampai shalat Jum’at pun tidak syah bila

dilaksanakan secara sendirian.

Tujuan pembelajaran di dalam materi pembelajaran shalat Jum’at ini

adalah setelah selesai mengikuti pembelajaran shalat Jum’at, peserta didik dapat

menunjukkan bahwa shalat Jum’at, shalat wajib dan syah shalat Jum’at,

menunjukkan waktu shalat Jum’at, serta agar peserta didik terbiasa menunaikan

shalat Jum’at.

Karena itu kegiatan inti dari pembelajaran ini adalah peserta didik

menyebutkan hukum melakukan shalat Jum’at, menjelaskan syarat wajib dan

syarat syah melakukan shalat Jum’at, menyebutkan shalat Jum’at. Kemudian

untuk mempermudah dan menambah pemahaman peserta didik, guru

memberikan tugas kepada peserta didik sesuai dengan materi yang tersebut di

atas. Tugas ini bisa berbentuk pekerjaan rumah (PR) atau tugas lain yang

mendukung pemahaman peserta didik.

Peserta didik diajarkan juga bahwa shalat Jum’at adalah shalat wajib

yang harus dilaksanakan orang Islam laki-laki, bagi perempuan bisa

meninggalkan shalat Jum’at tetapi tetap harus melaksanakan shalat dhuhur.

Apabila perempuan tersebut melaksanakan shalat Jum’at, maka secara otomatis

shalat Jum’at tersebut sebagai pengganti dari diwajibkannya shalat dhuhur,

karena sudah melaksanakan shalat Jum’at. Begitu pula dengan sangsi bagi siapa

yang meninggalkan shalat Jum’at selama tiga kali berturut-turut tanpa udzur

syar’I, maka orang tersebut sudah dianggap melecehkan Islam dan dalam

kerangka ajaran Islam persoalan tersebut layak dilakukan oleh orang-orang

munafiq.
60

Penanaman pentingnya shalat Jum’at ini diakui oleh Kepala Sekolah

MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;

“ Shalat Jum’at dilaksanakan dari hari mulia (Jum’at) adalah sebagai


wujud pengejawantahan dari muhasabah seorang muslim untuk
mengintropeksi selama sepekan apa saja yang diperbuat. Jadi di sini
(MIM Pantirejo, Sukodono) diberikan pemahaman terhadap anak didik
agar mereka tahu betul kalau ibadah shalat Jum’at itu wajib dilakukan
dan sekaligus shalat Jum’at itu sebagai media bermuhasabah bagi insan
beriman” 15.

Pentingnya ibadah shalat Jum’at juga bisa dilihat dan diawali dengan banyaknya

institusi Islam atau perorangan yang meliburkan kerja atau aktivitas lain di hri

Jum’at tersebut, karena ingin menghormati dan memaknai hari Jum’at sebagai

hari agung di antara tujuh hari di dalam seminggu. Jum’at sebagai panglima

(sayyidul ayyam) hari sudah dipahami oleh masyarakat muslimin pada umumnya.

Hari Jum’at karena berkaitan dengan ibadah shalat Jum’at di dalam

Islam telah mendapat tersendiri, terlebih di Negara yang mayoritas penduduknya

beragama Islam seperti Indonesia ini.

Setelah shalat Jum’at di MIM Pantirejo, Sukodono kelas III semester I

juga diajarkan materi pembelajaran shalat bagi orang sakit. Standart kompetensi

materi pembelajaran ini adalah peserta didik mampu memahami tata cara shalat

bagi orang sakit. Tujuan pembelajaran ini adalah setelah selesai mengikuti

pembelajaran tentang cara shalat bagi orang sakit, peserta didik diharapkan dapat

mempraktekkan cara shalat dengan duduk dan berbaring. Karena itu kegiatan inti

dari materi pembelajaran ini adalah peserta didik mendemonstrasikan cara shalat

dengan duduk, cara shalat dengan berbaring, dan agar peserta didik membiasakan

tetap shalat sekalipun dalam keadaan sakit. Kegiatan akhir dari materi

15
Wawancara dengan Samingan, A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010.
61

pembelajaran ini adalah memberikan tugas agar peserta didik dapat

mempraktekkan cara shalat dengan duduk dan berbaring.

Secara kognitif, psikomotorik ataupun afektif, di sini sempat

memperlihatkan tetap maha pentingnya ibadah shalat tersebut, karena di dalam

kondisi yang bagaimanapun seorang muslim tidak ada alasan untuk

meninggalkan shalat, bahkan sakit sekalipun, selagi nyawa masih dikandung

badan maka kewajiban shalat lima waktu tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Di sini juga member pelajaran kepada peserta didik, bahwa urusan

seorang hamba dengan Tuhannya adalah urusan yang maha penting dan harus

selalu dinomor satukan, segala keperluan apapun harus mengalah, jika keperluan

ibadah shalat tersebut tiba. Karena Allah SWT adalah segala-galanya bagi setiap

orang beriman.

Untuk mendukung realitas tersebut di atas, salah seorang Kepala MIM

Pantirejo, Sukodono menyatakan sebagai berikut;

“Shalatlah yang akan menentukan diterima atau ditolaknya amal


sesorang dimata Allah SWT, karena amalan yang pertama dihisab besok
di hari kiamat adalah shalat, jika shalatnya baik, maka baik pula amal
lainnya dan demikian pula sebaliknya dan hal yang demikian ini kami
selalu kami camkan kepada peserta didik untuk benar-benar
memperhatikan tentang masalah shalat” 16.
Shalat adalah barometer terhadap setiap amalan yang diperbuat oleh

seseorang, sudah bisa dipastikan jika shalatnya baik dan benar dilakukan benar-

benar untuk memperoleh ridha Allah SWT, maka dengan sendirinya akan

berdampak kepada amalan keseharian seorang muslim. Karena itulah MIM

Pantirejo, Sukodono dengan berbagai macam upaya berusaha mengenalkan dan

mempraktekkan amaliyah shalat tersebut kepada setiap peserta didik tanpa

16
Wawancara dengan Samingan,A.Ma. tanggal 26 Maret 2010.
62

terkecuali, guru sebagai figure di sini memegang peranan kunci bagi

terlaksananya suasana religious ibadah shalat tersebut bisa diamalkan semestinya.

Ketika adzan dhuhur dikumandangkan sebisa mungkin untuk diakhiri

kegiatan belajar mengajar guna member kesempatan terhadap warga sekolah

untuk menunaikan shalat secara berjamaah, dari shalat yang tertib dan teratur

akan berimbas kepada semua aktivitas yang dilakukan oleh seseorang, di dalam

shalat terkandung sekian pelajran berharga, yang termasuk dari dalamnya adalah

keseriusan, kedisiplinan, kejujuran, ketulusan, kebersamaan dan lain sebagainya.

Kemudian untuk kelas III di MIM Pantirejo, Sukodono mulai

diperkenalkan tentang materi pembelajaran shalat sunah rawatib. Kompetensi

dasarnya adalah peserta didik mampu melaksanakan shalat sunah rawatib dengan

baik dan benar. Tujuan pembelajaran di sini adalah peserta didik setelah selesai

mengikuti pelajaran shalat rawatib, diharapkan hafal waktu pelaksanaan shalat

rawatib, bilangan rokaatnya, keutamaan dalam melaksanakanshalat rawatib.

Metode pembelajarannya adalah ceramah, demonstrasi dan penugasan.

Adapun kegiatan intinya dalam pembelajaran ini adalah peserta didik

membaca materi tentang shalat sunah rawatib, menjelaskan waktu shalat rawatib,

menyebutkan bilangan rakaat shalat sunah rawatib dan peserta didik diupayakan

melaksanakan shalat sunah rawatib.

Dalam konteks ini peran guru yang mengampu mata pelajaran fiqih,

harus berusah menjelaskan kepada peserta didik akan pentingnya shalat sunah

rawatib tersebut, karena amalan shalat sunah itu akan sangat membantu

menyempurnakan bahkan melengkapi kekurangan-kekurangan di dalam

seseorang yang melaksanakan shalat wajib lima waktu yang belum atau terdapat

kekurangan-kekurangan, maka dengan shalat sunah rawatib diharapkan bisa


63

melengkapi kekurangan tersebut. Menanggapi hal tersebut Kepala Sekolah MIM

Pantirejo, Sukodono menyatakan sebagai berikut;

“Peserta didik harus dikasih wawasan mengenai pentingnya shalat sunah


rawatib tersebut, sehingga dengan demikian mereka akan
memperhatikan dan berusaha untuk mengenalkan shalat sunah rawatib
tersebut, terlebih waktunya adalah mengikuti dan mengiringi ibadah
fardlu, jadi efektif sekali untuk dilakukan” 17.

Dikenalkan pula nama-nama shalat rawatib yang dikerjakan sebelum dan sesudah

shalat fardlu. Shalat rawatib yang dukerjakan sebelum shalat fardlu dinamakan

qobliyah sedangkan jika dilaksanakan sesudah shalat fardlu dinamakan ba’diyah.

Dari amaliyah shalat sunah sebagaimana shalat rawatib inilah justru

mengindikasikan kedalaman agama seseorang. Semakin rajin melakukan amalan-

amalan shalat sunah, maka semakin baik kualitas hidup seorang muslim tersebut.

Karena yang sunah saja mendapat apresiasi tersendiri dari dalam kehidupan

keberagamaan seseorang apalagi yang wajib justru akan mendapat perhatian

tersendiri.

Jika peserta didik berhasil mengusahakan amalan ibadah shalat rawatib

ini yang dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut akan menjadi latihan yang

cukup penting untuk pembentukan mental spiritual mereka ke depan.

Membiasakan sejak dini adalah upaya yang konstruktif positif untuk diupayakan

kepada setiap generasi penerus terlebih peserta didik di MIM Pantirejo,

Sukodono.

Materi pembelajaran berikutnya adalah mengenalkan shalat sunah Idain

(idul fitri dan idul adha). Shalat idul fitri dilaksanakan sebagai pertanda

selesainya ibadah puasa ramadhan yang dilakukan selam satu bulan oleh kaum

17
Wawancara dengan Samingan,A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010.
64

muslim yang beriman, sedangkan idul adha dilaksanakan karena terkait dengan

ibadah idul qurban atau ibadah haji di bulan Dzulhijah. Setahun dilaksanakan

sekali oleh setiap muslim.

Kegiatan pembelajaran adalah diawali dengan guru bertanya kepada

peserta didik tentang shalat sunah idul fitri dan idul adha, lalu mengarahkan

peserta didik agar menyimak penjelasan tentang shalat idul fitri dan idul adha,

waktu pelaksanaan dan tata caranya.

Kegiatan inti dari pembelajaran ini adalah peserta didik menyebutkan

waktu shalat idul fitri dan idul adha, menjelaskan tata cara melaksanakan shalat

idul fitri dan idul adha kemudian kegiatan akhirnya adalah guru memberikan

tugas agar peserta didik dapat menyebutkan pelaksanaannya serta tata cara shalat

idul fitri dan idul adha.

C. Implikasi Pembelajaran Materi Fiqih Terhadap Praktek Shalat Peserta didik

Madrasah Ibtidayah Pantirejo, Sukodono

Materi pelajaran fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono secara kognitif telah

memberikan muatan yang cukup untuk dipraktekkan (diamalkan) di dalam

kehidupan kehidupan sehari-hari, hanya saja masing-masing peserta didik

disamping factor kelas dan usia yang berbeda dari masing-masing kelas mulai

kelas I sampai IV. Kondisi seperti ini sangat wajar terjadi di setiap sekolah

termasuk di MIM Pantirejo, Sukodono, kenyataan seperti ini mengundang

komentar dari kepala sekolah MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;

“ Materi pembelajaran fiqih dari mulai kelas I sampai III utamanya


adalah memberikan muatan kognitif yang cukup bagi pengetahuan
mereka mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan tata cara
shalat, utamanya shalat fardlu, paling tidak menginjak kelas III dari
siswa MIM Pantirejo, Sukodono ini sudah mulai tertata dengan tata cara
ibadah shalat sebagai mana mestinya, karena yang masih kelas I maupun
65

II awal itu kebanyakan masih belum bisa sebagaimana yang diharapkan.


Kebanyakan guyon, ya………..namanya aja anak-anak” 18
.
Hal senada juga disampaikan oleh salah seorang wali murid kelas I sebagai

berikut;

“Kalau masalah gerakan dan sebagainya, anak-anak kelas I utamanya


anak saya yang sebelumnya sudah pernah duduk di bangku TK, tentu
sudah tidak asing, tapi…………..kebanyakan praktek ibadah shalat
selama ini ya……….masih jauh dari standar layaknya ibadah shalat
yang dilakukan oleh orang dewasa, karena mungkin mereka belum
menganggap atau belum begitu sensitive terhadap soal-soal
kekhusyukan, ketenangan dan ketertiban”19.

Pelaksanaan tata cara shalat dari mulai wudlu, niat menghadap kiblat dengaan

takbir sampai salam kemudian dilanjutkan dengan dzikir dan do’a secara teoritis

peserta didik mengenal hal tersebut, tetapi ketika hal tersebut direalisasikan ke

dalam praktek (perilaku) shalat sehari-hari baik di sekolah ataupun di luar

sekolah, di sana sini masih menyisakan problem, baik yang berkaitan dengan

ketertiban, ketenangan atau bahkan kekhusyukan.

Jika melihat realitas di lapangan peserta didik yang kelasnya sudah

berada di kelas V sampai VI MIM Pantirejo, Sukodono, rata-rata mereka sudah

mampu menunaikan ibadah shalat sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan

etika dan aturan yang berlaku menurut syariat Islam. Karena itu salah seorang

guru kelas V memberikan pernyataan sehubungan dengan hal tersebut;

“Sebagian besar anak kelas V MIM Pantirejo, Sukodono, didalam


melaksanakan ibadah shalat, alhamdulillahmereka sudah mampu
mengerjakansebagaiman layaknya aturan shalat pada umumnya, yah!
Relative tertib dan lebih mudah dikondisikan, tidak seperti anak-anak
yang masih di kelas I-II MIM, wajarlah karena usianya saja berbeda” 20

18
Wawancara dengan Samingan, A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010.
19
Wawancara dengan Suyanto. Tanggal 26 Maret 2010.
20
Wawancara dengan Istianah, SPd.I. tanggal 26 Maret 2010
66

Pernyataan yang disampaikan oleh guru kelas V tersebut relevan dengan

observasi yang dilakukan oleh peneliti di sela wawancara dengan informan

sebagai berikut;

“Ketika shalat berjamaah dimulai kelihatan di barisan yang umumnya


diisi kelas I dan II itu sering bergerak-gerak entah itu menggoyang-
goyangkan kepala, menekuk-nekuk tangan dan bisik-bisik serta yang
lainnya, tetapi bagi anak yang kelas VI teutama kelas V dan VI relative
bisa tertib sebagaimana mestinya” 21.

Lebih tidak terkontrol lagi misalnya shalat jamaah tersebut tidak terpantau olah

para guru, sedangkan diawasi saja demikian. Secara formal amaliyah shalat

mampu mereka terapkan, tetapi amalan shalat dalam pengertian hakikat (batiniah)

masih harus terus mendapatkan arahan dan bimbingan. Karena itu untuk

melaksanakan shalat sunahpun mereka harus ters diberikan pengertian dan

pemahaman, bahkan seperti dzikir dan do’a setelah shalat bagi mereka yang

utamanya masih kelas I dan II atau III bahkan kelas di atasnya sekalipun masih

membutuhkan perhatian serius dari para guru dan orang tua.

Indikasi yang mencolok terlihat dari mereka adalah ketika shalat tersebut

baru diakhiri dengan salam, yang terjadi adalah mereka tergesa-gesa untuk

beranjak dari duduknya. Apa yang ada di benak mereka relative dominan oleh

pikiran dan keinginan untuk bermain dan bermain dengan teman sebayanya.

Karena itu apa yang disampaikan oleh salah seorang guru kelas I sebagai berikut

adalah membuktikan keobyektifan dari keadaan yang sesungguhnya.

“Sebagai guru yang mengajar kelas I ataupun kelas II memang harus


sabar………dan penuh perhatian, karena mereka itu pada hakekatnya
dunia mereka adalah dunia bermain dengan sesame teman sebayanya,
sebagai guru tentunya harus pinter-pinter member solusi untuk
mengkreasi sedemikian rupa agar anak-anak tidak jenuh dengan model-
model pembelajaran yang ada tersebut”22.
21
Wawancara dengan Samingan, tanggal 26 Maret 2010.
22
Wawancara dengan Dewi Retnoningsih, S. Pd. I, Tanggal 26 Maret 2010
67

Di tambah lagi dengan pola pikir dan sikap sebagian guru yang lebih

mengutamakan pembelajaran pada ranah kognitif, para guru sudah merasa puas

dan berhasil jika peserta didiknya berhasil memperoleh nilai angka Sembilan atau

sepuluh di rapornya. Mereka beranggapan bahwa nilai rapor atau ijazah tersebut

merupakan bukti konkrit dari keberhasilan mengajar dan mendidik selama ini.

Kenyataan yang seperti ini mengundang kritik dari salah seorang anggota komite

sekolah dengan menyatakan sebagai berikut;

“ Secara umum guru dikatakan berhasil melaksanakan proses kegiatan


belajar mengajar apabila peserta didiknya telah memperoleh nilai tinggi
di rapor atau ijazahnya dan pola pikir seperti ini seakan-akan diamini
oleh sebagian warga sekolah termasuk wali murid sekalipun, padahal
cara berpikir demikian adalah sebuah jebakan atau perangkap yang
dikemudian hari bakal menjerumuskan.”23.
Padahal jika ditilik lebih lanjut hubungannya dengan materi

pembelajaran fiqih, khususnya materi tentang shalat, maka sangat disayangkan

jika materi pembelajaran tersebut para guru hanya menekankan aspek formal

keberhasilan pembelajaran yang dilihat dari prestasi akademik belaka, tanpa lebih

jauh memperhatikan perilaku dan sikap peserta didik tersebut, lebih tragis lagi

kerena hal demikian dihubungkan dengan materi pembelajaran shalat yang

menjadi kunci dari setiap amalan lain yang dilaksanakan oleh seorang muslim.

Betapa ambivalennya jika didalam pembelajaran materi shalat ini secara

nilai tertulis peserta didik rata-rata bagus tetapi di sisi lain amaliyah keseharian

yang terwujud dalam perilaku dan sikap jauh panggang dari api, artinya terjadi

kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan. Materi fiqih di MIM Pantirejo,

Sukodono dari kelas I sampai IV merupakan materi dasar tentang pengetahuan

syara’ atau hokum Islam, baik yang berhubungan dengan ibadah mahdhah

23
Wawancara dengan Sunarto, BA., Tanggal 26 Maret 2010.
68

ataupun ghairu mahdhah atau masalah yang berhubungan dengan social

kemanusiaan, perjanjian, perjual belian (muamalah) yang secara langsung

berhubungan dengan aspek-aspek kemasyarakatan.

Muatan-muatan pelajaran fiqih tersebut merupakan azas-azas terpenting

dari pengetahuan syariat Islam yang fundamental. Dari mulai pengenalan

syahadat, wudhu, shalat fardlu, adzan dan iqamah, dzikir dan do’a, shalat jamaah,

shalat sunah dan yang lainnya adalah bekal terpenting dari kehidupan keagamaan

seorang muslim. Hal tersebut secara langsung mendapat apresiasi dari peserta

didik kelas VI MIM Pantirejo, Sukodono sebagai berikut;

“Materi pembelajaran fiqih yang diajarka di Madrasah Ibtidaiyah itu


merupakan pembelajaran yang pokok dan mendasar yang harus
diketahui oleh orang Islam untuk pegangan melaksanakan kehidupan
keagamaan mereka termasuk saya, karena itu kami yang dikelas VI ini
marasa bersyukur banget dapat materi pembelajaran yang sedemikian
penting dalam kehidupan keagamaan ini”24.

Pernyataan yang polos dan tanpa kepentingan apapun tersebut membuktikan

bahwa semakin tinggi tingkat kelas dan bertambahnya umur tersebut telah

menunjukkan pula perbedaan pola pikir dan pengalaman terhadap suatu hal.

Peserta didik di kelas VI di sini lebih Nampak rasional dan argumentative ketika

menanggapi dan merespon setiap persoalan, terutama yang terkait dengan materi

pembelajaran fiqih khususnya materi tentang shalat. Pada umumnya peserta didik

menganggap bahwa materi pembelajaran tentang shalat sangat memberikan bekal

keilmuan tersendiri terhadap kapasitas dan kualitas ibadah yang mereka lakukan

karena amal tanpa ilmu adalah ibarat seseorang yang berjalan di tengah

kegelapan yang tidak tahu mana arah barat dan timur.

24
Wawancara dengan SIswanto. Tanggal 26 Maret 2010.
69

Tuntunan yang di berikan melalui mata pelajaran fiqih tentang materi

pembelajaran shalat tersebut secara gradual tersistematis dengan begitu runtut

yang jika diruntut dari sub bagian-bagiannya, maka membutuhkan ketelitian dan

kecermatan agar praktek amaliyah ibadah tersebut benar-benar sesuai dengan

ajaran dan tuntunan Islam itu sendiri.

Berawal dari niat misalnya, bahwa melakukan aktivitas ibadah apapun

apalhi shalat tentunya harus diawali dengan niat yang tulus dan benar. Niat akan

menentukan ibadah seseorang diterima atau ditolak oleh Allah SWT. Mau

menghadap Allah SWT seyogyanya untuk mempersiapkan pikiran dan hati untuk

tertuju keharibaanNya. Niat adalah pekerjaan hati yang harus bisa memandu

pikiran dan anggota badan yang lain untuk bersama-sama satu tujuan di dalam

melaksanakan sebuah aktivitas peribadatan ataupun aktivitas yang lainnya.

Karena itulah peserta didik di MIM Pantirejo, Sukodono hendak

melaksanakan shalat sebelum takbir ataupun ketika berangkat dari tempat menuju

masjid jelas ada dorongan niat yang mengarah terhadap pekerjaan tersebut.

Mereka percaya bahwa segala hal yang dilakukan, lebih-lebih berupa shalat, jika

tidak dibarengi dengan niat, maka amalan tersebut tidak akan diterima dan

mendatangkan ridha dari Allah SWT. Salah seorang dari kelas V MIM Pantirejo,

Sukodono memberikan pernyataan sebagai berikut;

“Kata guru saya di sekolah mengatakan bahwa segala macam apapun


bentuknya perbuatan itu harus dibarengi dengan niat, karena menurut
guru saya, niatlah yang akan menjadi tolok ukuran diterimanya amal
kebajikan seseorang hamba terhadap Tuhannya” 25

Kedua setelah niat adalah takbiratul ihram pertanda gerakan awal shalat,

sebagaimana cara takbir yang diajarkan oleh para guru ketika memberikan materi

25
Wawancara dengan Rudi Hartono. Tanggal 26 Maret 2010.
70

tentang shalat, ketika Nabi takbir, beliau mengangkat kedua tangannya dengan

membuka jari-jarinya lurus ke atas (tidak merenggangkan dan tidak pula

menggenggamkannnya), ujar salah seorang guru mata pelajaran fiqih kelas II

semester I (Observasi, 17/2/2010).

Hal yang demikian di atas, ketika satu kesempatan mendemonstrasikan

di depan kelas, para peserta didik langsung mengikuti, hanya saja ada beberapa

yang masih membutuhkan perhatian tersendiri terkait dengan tata cara yang benar

menggerakkan tangan ketika takbir. Pada posisi sedekap sebagaimana

pembelajaran yang diberikan guru mereka, para peserta didik pun memperagakan

posisi untuk tangan kanan di atas punggung telapak, pergelangan dan lengan

bawah kirinya serta pandangan mata menuju ketempat sujud, kemudian setelah

itu langsung disusul dengan membaca do’a Iftitah terus membaca membaca Al

Fatihah disambung dengan surat dari salah satu ayat Al Qur’an, di tengah-tengah

imam ketika selesai membaca surat Al Fatihah maka Imam ataupun makmum

membaca amin sebagai pertanda minta dikabulkannnya permohonan do’a ketika

shalat tersebut, guru juga memberikan informasi tentang membaca ta’awudz

sebelum membaca Al Fatihah (Observasi, 15/2/2010).

Kemudian, masih di dalam kesempatan praktek shalat, jika berjamaah

pada saat imam membaca dengan keras, makmumnya tidak membaca hanya

menyimaknya, menurut salah seorang guru bahwa diamnya makmum untuk

mendengarkan merupakan kesempurnaan bermakmum “ untuk shalat yang

imamnya tidak bersuara, makmum tetap membaca Fatihah karena Fatihah adalah

bacaan yang wajib dibaca ketika shalat. Di sela-sela praktek tersebut guru

memperhatikan, menyimak, menelaah setiap gerakan dan bacaan yang dilakukan


71

oleh peserta didik. Karena dengan begitu akan lebih mudah membetulkan jika

terdapat kesalahan gerak ataupun ucapan dari bacaan do’a-do’a ketika shalat.

Setelah membaca Al Fatihah dan surat dari Al Qur’an lalu berhenti

sejenak, kemudian mengangkat tangan kanan dan tangan kiri sambil

mengucapkankan Allahu Akbar, lalu ruku’ dengan posisi meletakkan kedua

telapak tangannya pada kedua lututnya (seolah-olah menggenggam kedua

lututnya) dengan meluruskan dan meratakan punggung, sehingga benar-benar

lurus, sembari guru mengibaratkan bila air dituangkandi atas punggung , air

tersebut tidak akan bergerak sebagaiman keterangan hadits yang diriwayatkan

oleh Tabrani, demikian penjelasan dari guru pembimbing praktek shalat

(Observasi, 15/2/2010).

Setelah membaca do’a ruku’, maka para siswa dianjurkan untuk berdiri

I’tidal sembari mengucapkan sami Allahu liman hamidah, sambil berdiri tegak.

Ketika I’tidal peserta didik berdiri lurus sampai setiap ruas tulang belakangnya

kembali kepada tempatnya, sambil berdiri tersenut membaca Allahu Akbar,

kemudian sampai ruas tulang belakangnya kembali mapan. Ketika sujud tersebut

harus menyertakan tujuh anggota badannya yaitu wajah, kedua telapak tangan,

kedua lutut dan kedua kakinya. Setelah selesai membaca do’a sujud kemudian

duduk di antara dua sujud, selanjutnya setelah membaca do’a duduk di antara dua

sujud lantas sujud lagi sebagaimana semula do’anya juga sama dengan sujud

yang pertama, sampai kepada duduk istirahat menjelang mau berdiri pada rakaat

berikutnya.

Jika rakaatnya tiga ataupun empat, maka di sana terdapat tasyahud awal,

posisinya duduk tasyahud sambil membaca do’a mengarahkan jari telunjuk ketika

duduk tasyahud dilanjutkan dengan tasyahud akhir di rakaat ketiga ataupun rakaat
72

keempat dengan berdo’a yang telah tertera di dalam buku-buku pedoman

(Observasi, 15/2/2010).

Terakhir setelah selesai membaca tasyahud akhir ditutup dengan salam

dengan gerakan tengok ke kanan dan kekiri dengan sempurna. Begitu selesai

salah seorang pembimbing praktek shalat tersebut memberikan pernyataan

sebagai berikut;

“Ketika proses-proses praktek seperti ini dengan pantauan guru yang


ketat, mau tidak mau anak-anak mentaati semua perintah kami, dari
mulai gerakan dan bacaan yang dibaca ketika shalat. Tetapi lain lagi
kondisinya jika hal demikian dipraktekkan secara langsung melalui
ibadah shalat lain waktu, maka kecenderungan yang usia kelas I, II, dan
bahkan III, masih relative belum bisa memenuhi target gerakan dan
bacaan sebagaimana waktu praktek shalat dilakukan”26.

Kecenderungan yang sudah relative memenuhi unsur-unsur shalat yang benar

berdasarkan pembelajaran materi pembelajaran shalat adalah mereka yang berada

di kelas V sampai VI, karena usia dengan pola pikir serta sikap cenderung bisa

memenuhi target-target awal, walaupun hanya atau bary sebatas shalat dalam

pengertian formal, belum actual.

26
Wawancara dengan Dani. A.Ma. Tanggal 26 Maret 2010.
BAB IV

ANALISIS DATA

A. Pembelajaran Materi Fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono

Pembelajaran fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono secara umum meliputi

materi-materi mengenai fiqih ibadah. Baru pada kelas V ataupun VI peserta didik

mulai dikenalkan terhadap materi-materi fiqih muamalah. Secara paradigmatik,

materi pelajaran fiqih di MIM Pantirejo, Sukodono disajikan dengan runtut dan

tematis yang pada pokoknya membicarakan tentang ibadah mahdhah dan ghairu

mahdhah.

Berbicara mengenai materi pembelajaran shalat di MIM Pantirejo,

Sukodono berdasarkan hasil observasi berperan serta (participant observation)

dan wawancara mendalam (indept interview) serta studi dokumentasi terhadap

para subyek dan informan, serta buku-buku panduan ataupun dokumen

pendukung lainnya, maka didapatkan hasil penelitian sebagai berikut.

Kompetensi dasar materi pembelajaran ilmu fiqih di MIM Pantirejo,

Sukodono adalah agar peserta didik mampu memahami pokok-pokok hokum

Islam yang fundamental yang dijadikan pedoman hidup dan diamalkan dalam

kehidupan sehari-hari. Karena itu sejak mulai dari kelas I tersebut peserta didik

sudah dikenalkan dengan aspek-aspek terpenting dari instrument hokum Islam

yang berkaitan dengan hokum ibadah (fiqihul ibadah) yang menjadi basis

pembelajaran (learning basic) materi fiqih di Madrasah Ibtidaiyah.

Secara lebih khusus tentang materi pembelajaran ibadah shalat dari

mulai wudlu sampai dzikir dan do’a dibahas dengan tematis sebagai kerangka

dasar memahamkan peserta didik terhadap masalah-masalah yang berkaitan

73
74

dengan ibadah mahdhah, khususnya ibadah shalat (fardlu maupun sunah). Materi

shalat fardlu bagi peserta didik kelas I MIM Pantirejo, Sukodono tidaklah terlalu

asing dan juga tidak merupakan materi pembelajaran baru bagi mereka. Karena

sebagian besar peserta didik bahkan semuanya yang duduk bi bangku kelas I

tersebut telah mulai dikenalkan ketika mereka belajar di Taman Kanak-Kanak

(TK) sehingga hal tersebut lebih mudah bagi guru MIM Pantirejo, Sukodono di

dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Hanya yang menjadi problem dalam konteks ini adalah peserta didik

tersebut masih anak-anak, sehingga guru di sini dituntut untuk bisa

mengendalikan suasana pembelajaran yang arif dan bijaksana. Lebih-lebih secara

psikologis di antara masing-masing mereka terdapat keragaman (heterogenitas)

sikap dan perilaku yang secara tidak langsung juga membutuhkan penanganan

yang berbeda dan khusus pula.

Di dalam BAB III (penyajian data) telah diungkapkan mengenai perilaku

anak yang cenderung senang guyon dan bermain terutama peserta didik yang

duduk di kelas I ataupun II, bahkan III sekalipun. Tetapi hal tersebut tidak

menjadikan kendala yang berarti terutama secara kognitif bagi peserta didik

tersebut untuk mampu memahami materi pembelajaran fiqih yang diajarkan di

kelas.

Karena itulah, di MIM Pantirejo, Sukodono ini mulai kelas I sampai III

secara gradual diajarkan pada peserta didik untuk memahami tata cara

(khilafiyah) shalat menurut tuntunan syariat Islam yang diajarkan oleh Nabi

Muhammad SAW, standart kompetensinya yaitu mampu melaksanakan shalat

dengan bacaan dan gerakan yang benar. Data di lapangan mengindikasikan

bahwa perilaku peserta didik di dalam menerima pembelajaran yang diberikan


75

yaitu mata pelajaran fiqih tersebut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya

peserta didik mampu menerima materi tersebut.

Metode pembelajaran yang digunakan guru disini berdasarkan

pengumpulan data di lapangan cenderung dominan menggunakan metode

ceramah, hal inilah yang berpengaruh terhadap kejenuhan para peserta didik,

sehingga mereka yang nota bene masih usia anak-anak relative lebih memilih

untuk guyon (bermain) dan kurang bisa focus terhadap materi yang diajarkan.

Karena jika ditilik dari psikologi kejiwaan, banyak juga peserta didik tersebut

lebih mudah bisa menerima materi pembelajaran bukan dari mendengarkan guru

berceramah, tetapi dengan demonstrasi ataupun dengan penugasan, diskusi serta

yang lainnya. Dan inilah yang harus ditangkap oleh guru sebagai peluang untuk

berkreasi memperkaya metode pembelajaran yang lebih actual dengan materi

yang diperbincangkan di dalam kegiatan belajar mengajar.

Terdapat implikasi yang signifikan materi tentang shalat ini dari mulai

kelas I semester I, diawali dari pembelajaran tentang syahadat, wudlu,

kebersihan, adzan, iqamah, dzikir dan do’a. Tema-tema tersebut tidak bisa

dilepaskan dari materi mengenai shalat, dan hal tersebut membutuhkan metode

ataupun strategi pembelajaran tersendiri berdasarkan kebutuhan di lapangan.

Rutinitas yang membelenggu seorang guru jangan sampai stagnan untuk

menciptakan suasana pembelajaran yng aktif, efektif dan mengenai sasaran.

Bila diamati lebih jauh terkait dengan pembahasan yang dipaparkan dari

bab sebelumnya, maka dapat dianalisis bahwa, model pendekatan seorang guru

dengan peserta didik yang masih duduk di bangku kelas I sampai III bahkan IV

adalah masih dominan pendekatan doktriner dan instruksi. Jadi di sini keberadaan

seorang guru masih berposisi sebagai determinan factor yang menjadi sentral
76

proses-proses pembelajaran di kelas. Bagaimana seorang guru bersikap terhadap

terhadap peserta didik yang masih anak-anak, cara memperlakukan peserta didik

ketika praktek wudlu atau shalat misalnya, para guru sepertinya harus lebih

proaktif memberikan bimbingan, arahan dan masukan terhadap peserta didik

tersebut, sehingga wajar jika yang muncul adalah perilaku ataupun sikap

pembelajaran yang identik dengan nuansa formal dan terstruktur sedemikian

rupa.

Inilah yang kemudian akan berdampak terhadap segi-segi psikomotorik

lebih-lebih afektif di dalam diri peserta didik, mereka akan cenderung

melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar secara procedural dan formal.

Pendekatan yang lazim dilakukan dalam konteks ini adalah bagaimana rambu-

rambu mata pelajaran fiqih di bab (kajian teori) yaitu pendekatan pembiasaan,

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan

ajaran Islam di mana dan kapanpun, jadi selagi masih usia anak-anak. Karena itu

perlu mendapatkan penekanan dan pengertian terhadap fungsi dan eksistensi

ibadah shalat bagi mereka. Kalau tidak demikian, maka dikemudian hari pula aka

nada kecenderungan untuk menganggap remeh dan enteng terhadap perintah

ibadah shalat tersebut.

Tetapi, hal tersebut akan lain jika dari dini upaya serius untuk mendidik,

membimbing dan mengarahkan peserta didik yang masih duduk di kelas I, II

bahkan III, maka melatih pembiasaan untuk melaksanakan kewajiban perintah

shalat itu akan menjadi akhlak atau tradisi yang amat terpuji.
77

B. Implikasi Pembelajaran Fiqih Terhadap Praktek ShalatMurid MIM Pantirejo,

Sukodono.

Untuk membedakan karakteristik dari dampak pembelajaran materi

fiqih, utamanya mengenai persoalan praktek shalat, maka berdasarkan analisis

yang berkembang di bab ini dikelompokkan menjadi dua. Pertama, adalah peserta

didik yang masih duduk di kelas I sampai III dan kedua, mereka yang sudah

berada di kelas IV sampai VI. Karena hal tersebut ini sekaligus akan

mengalokasikan proses kegiatan belajar mengajar tersebut berkaitan dengan

implikasi materi fiqih terhadap praktek shalat peserta didik.

Bagi peserta didik yang masih berada di kelas I sampai dengan kelas III,

mereka secara target pemahaman mengenai meteri pembelajaran shalat sedikit

banyak sudah memenuhi harapan dari tujuan pembelajaran itu sendiri. Karena di

sini yang dominan adalah pendekatan doktriner dan instruktif, maka targetnya

adalah langsung menekankan kepada peserta didik untuk memperhatikan

pentingnya syariat shalat untuk diamalkan kepada hamba Allah yang beriman.

Kesan pertama yang dirasakan oleh seorang peserta didik adalah adanya

sedikit pressure ataupun sedikit paksaan yang dilakukan oleh seorang guru untuk

benar-benar menjadikan suasana pembelajaran sesuai dengan target yang

diharapkan; mulai dari lafal bacaan shalat, gerakan dalam shalat sampai tertib

sesuai dengan tata urutan rukun shalat. Bagaimana posisi sedekap, I’tidal, duduk

iftirasyi, duduj diantara dua sujud, duduk tasyahud, sampai dengan salam, semua

harus dilakukan dengan tertib dan benar.

Di dalam proses demonstrasi praktek shalat, seorang guru harus terus

memantau dan memberikan bimbingan, jika tidak demikian, maka kecenderungan

mereka untuk berperilaku di luar ketentuan praktek akan rawan, karena suasana
78

psikologis anak-anak yang rentan dengan bermain bebas tanpa adanya aturan

yang mengikat. Mereka bisa dan mampu melaksanakan praktek tersebut, tetapi

sifatnya masih instruktif dan velum pada kesadaran akan proses-proses

pembelajaran yang dilakukan tersebut, apalagi jika secara lebih jauh dilihat dari

aspek perilaku keseharian mereka, hubungannya dengan amalan shalat

sebagaimana pantauan orang tua murid ketika di rumah, maka masih banyak

perlu arahan untuk bisa melaksanakan shalat sesuai dengan tuntunan dan hakikat

peribadatan ssalat itu sendiri.

Kedua, peserta didik yang yang sudah duduk di bangku kelas IV samapi

dengan kelas VI mereka sudah relative bisa diajak berfikir secara rasional.

Karena itu pendekatan yang digunakan oleh seorang guru juga berbeda dengan

mereka yang masih duduk di kelas bawahnya. Secara pemahaman pemaknaan

tentang ajaran shalat jelas berbeda dengan kelas I, II ataupun III, di sinilah factor

usia dan tingkat kelas melalui proses-proses yang dibangun baik ketika di sekolah

ataupun di luar sekolah menajdi penentu perbedaan-perbedaan tersebut.

Berdasarkan rambu-rambu mata pelajaran fiqih, maka fungsi pendekatan

yang relevan dengan kelas IV sampai kelas VI yaitu pendekatan emosional dan

rasional serta fungsional. Di mana pendekatan emosional ini untuk menggugah

perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini dan menghayati ajaran

agamanya, pendekatan rasional berarti usaha untuk memberikan rasio (akal)

dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agamanya. Dan pendekatan

fungsional untuk menyajikan ajaran agama Islam dalam menekankan kepada segi

pemanfaatan bagi peserta didik di dalam kehidupan mereka sehari-hari..

Di antara beberapa upaya dan kriteria tersebut, tidak semua harus

mampu dikuasai oleh peserta didik. Tetapi dari kesadaran dan rasa tanggung
79

jawab baik secara rasional maupun fungsional sebagai seorang hamba yang

beriman, sudah barang tentu hal ini sedikit banyak bisa difahami oleh peserta

didik yang duduk di bangku kelas IV, V, dan VI. Lebih-lebih kelas VI, tentu akan

lebih mudah bagi guru yang menyampaikan pembelajaran shalat yang sesuai

dengan tuntunan syari’at Islam yang dilakukan dengan ikhlas dan khusyu’.

Tidak mudah melaksanakan sesuatu ibadah terutama shalat dengan

khusyu’ dan ikhlas siapapun orangnya apalagi masih usia sekolah dasar,

membutuhkan latihan dan pembiasaan yang dibarengi dengan kesebaran dan

keistiqamahan. Tetapi di sini peserta didik tersebut diharapkan sudah mampu

memahami dan menghayati perintah shalat itu sebagai sebuah kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh orang Islam yang beriman sebagai wujud syukur yang

tidak terhingga kepada Allah SWT yang telah tidak terhitung memberikansegala

karunia-Nya kepada manusia terutama orang muslim.

Jadi dari sini bisa dikatakan bahwa, pendekatan pembelajarannya sudah

lebih professional dan rasional, karena secara usia dan pengetahuan serta

pengalaman keagamaan antara mereka yang masih kelas I, II dan III, dengan

peserta didik yang sudah berada di kelas IV, V, dan VI. Tanpa diawasi pun

kesadaran itu sudah mulai timbul dengan sendirinya tanpa lebih jauh

mengintervensi hak-hak peserta didik untuk lebih mengembangkan kreativitasnya

secara lebih leluasa.

Begitu pula, dalam perilaku mereka sehari-hari, berdasarkan pengakuan

dari wali murid di depan, bahwa mereka yang masih di kelas I, II dan III tersebut

relative belum mampu menghayati amalan shalat itu sebagaimana tuntunan Islam

yang benar, walaupun ada juga yang diantara mereka yang sudah mulai bisa

berperilaku ke arah tersebut, terutama yang sudah kelas III, hanya secara umum
80

mereka masih belum bisa memasuki harapan dari tujuan pelaksanaan shalat itu

sendiri.

Lain dengan peserta didik yang sudah di kelas IV, V dan VI, terutama

yang berada di kelas VI MIM Pantirejo, Sukodono, mereka sudah mampu

mengaplikasikan ajaran fiqih shalat sebagaimana tuntunan yang diajarkan oleh

Islam, di samping juga masih tidak lepas dari segala kekurangan dan kelabilan

dari perilaku mereka, secara psikologis pun masih tergolong sebagai usia-usia

yang baru mau menuju dewasa.

Semua harus dilakukan secara bertahap dan terbimbing sehingga

kelabilan tersebut bisa diarahkan kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat

untuk diri mereka serta orang lain dalam batas-batas yang mereka mampu. Apa

yang bisa dan mampu mereka apresiasikan terhadap materi pelajaran fiqih

khususnya mengenai shalat dengan melakukan ibadah shalat tersebut secara tertib

dan benar dari segala lafal bacaan dan gerakan badan, maka hal itu sudah

memenuhi lebih dari standar kompetensi pembelajaran fiqih di MIM Pantirejo,

Sukodono, apalagi bisa lebih ditingkatkan ke jenjang yang lebih actual lagi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan data hasil penelitian serta analisis penelitian maka

disimpulkan sebagai berikut,

1. Materi pembelajaran fiqih baik dan lancar.

2. Praktek shalat murid Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Pantirejo

Kecamatan Sukodono Kabupaten Sragen, sudah baik.

3. Keberhasilan pembelajaran materi pelajaran fiqih, terutama pada materi shalat

akan berimbas kepada perilaku keseharian di dalam menjalankan aktifitasnya,

terutama bagi peserta didik cukup.

B. Implikasi Penelitian

Implikasi penelitian di sini bukan bermaksud menjawab masalah di

dalam focus penelitian ini, tetapi merupakan temuan lain dari aspek penting

penelitian. Adapun implikasi penelitiannya adalah sebagai berikut,

1. Keberhasilan pembelajaran materi pelajaran fiqih, terutama pada materi shalat

terhadap peserta didik, akan berimbas kepada perilaku keseharian mereka di

dalam menjalankan aktivitasnya, terutama bagi peserta didik yang sudah

mampu memahami dan memaknai arti penting dari perintah shalat tersebut.

2. Pembelajaran materi pelajaran fiqih selama ini relative dianggap second

priority (prioritas kedua) dibandingkan dengan pembelajaran metri pelajaran

umum, sedikit banyak akan meminimalisasikan image tersebut, jika para guru

dan warga sekolah bersungguh-sungguh melaksanakan pembelajaran yang

81
82

berbasic keagamaan. Karena lebih jauh manfaatnya adalah untuk peningkatan

dan pemberdayaan spiritualitas seseorang.

3. Di dalam pembelajaran, terdapat dua aspek penting sebagai target tercapainya

proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pertama, aspek intelektual yang

bersumber dari rasionalitas seseorang (peserta didik) untuk melihat dan

menerima setiap persoalan yang terjadi dan berkembang. Kedua, aspek

spiritualitas yang bersumber dari hati peserta didik untuk melihat, memaknai

dan menelaah setiap kejadian yang terjadi dan berkembang. Kerena itu materi

pembelajaran fiqih yang bermuatan dua aspek tersebut harus saling

memberikan penguatan dan perimbangan di dalam kehidupan sehari-hari.

Peserta didik yang secara teori memaknai tata cara shalat, maka seyogyanya

dipraktekkan dan diamalkan di dalam kehidupan nyata, agar aspek

intelektualitas dan spiritualitas menjadi integral sehingga menjadi pilar yang

kokoh dan mencerahkan.

C. Saran

Saran ini di inspirasi dari hasil pembahasan dan analisis serta temuan

penelitian yang disajikan dalam penelitian ini, adapun saran-saran yang diberikan

adalah sebagi berikut,

1. Kepada warga sekolah umumnya dan MIM Pantirejo, Sukodono khususnya

untuk benar-benar membekali dasar-dasar keagamaan yang menjadi cirri

pokok pendidikan Islam, agar terwujud perilaku keberagamaan yang

membentuk keshalihan individu dan social.

2. Dinas yang membawahi lembaga-lembaga pendidikan Islam (DEPAG) untuk

lebih concern terhadap pembinaan mental spiritual di lingkungan pendidikan


83

Islam khususnya, agar pemberdayaan SDM senantiasa diikuti dengan

pemberdayaan IMTAQ yang mencerahkan.

3. Kepada masyarakat secara umum, khususnya yang beragama Islam untuk

benar-benar mengawasi, memantau dan membimbing putra-putri mereka agar

senantiasa menjaga komitmen moral.

4. Kepada para guru, khususnya yang mengampu mata pelajaran agama, untuk

terus tidak kenal lelah mendampingi, mengawasi, membimbing, mendidik dan

mencerdaskan spiritual peserta didik yang berlandaskan kepada hokum syariat

Islam yang benar.

5. Kepada para akademisi dan peneliti, untuk melanjutkan dan mencari prespektif

baru terhadap penelitian ini.


84

DAFTAR PUSTAKA

Al Ghozali. 1992. Rahasia-Rahasia Shalat. Bandung: Kharisma.

Al Qolamani, Abu Dzar. 2002. Maka Kembalilah Kepada Allah. Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta.

Amir Syarifudin. 1997. Uslul Fiqih Jilid I. Jakarta : logos wacana Islam.

Bambang, Sumardjoko. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Tidak dipublikasikan.

Bogdan Robert C. dan Sari Knop Biklen. 1982. Qualitative Research for Education :
An Introduction to Thoery and Methods. Boston : Allyn and Bacon, Inc.

Depag RI. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum dan Hasil Belajar.
Jakarta: Depag.

Depag RI. Al Qur’an dan Terjemahnya. Khadimul Haramain ASyarifain, Wakaf


Pelayan Dua Tanah Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud. 2008.

Hasbi Assidiqy. 1996. Pedoman shalat. Jakarta: Bulan Bintang.

Hembing Wijaya Kusuma. 1996. Hikmah Shalat untuk pengobatan dan Kesehatan.
Jakarta: Pustaka Kartini.

Lexy Moleong. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda


Karya.

M. B. Miles dan Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Alih Bahasa


Rohidi. Jakarta: UI.

M. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Nazar Bakry. 1994. Fiqih dan Uslul Fiqih. Jakarta: Raja Grafindo Press.

Noeng Muhadjir. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakesarasin.

Sanapiah Faisal. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsimi, Arikunto. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineka Cipta.

Syafi’I Karim. 1995. Fiqih dan Uslul Fiqih. Jakarta: Pustaka Setia.

Syafi’I M. K. 1994. Pengantar Shalat Yang Khusyu’. Bandung: Rajawali Rosdakarya.


85

Lampiran Wawancara Survey

No. Nama Umur Pekerjaan Alamat Tanggal


Survey

1. Ika Noviayanti, 39 tahun Guru Kuyang 5-3-2010


SPd.I. Rt.02

2. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala Dulas 6-3-2010


MIM RT.O1

3. Dewi 35 tahun Guru Bendo 6-3-2010


Retnoningsih, Rt.12
SPd.I

4. Dani, A.Ma 40 tahun Guru Kuyang 11-3-2010


Rt.02

5. Heru Rohim,SPd 45 tahun Guru Pantirejo 11-3-2010


Rt.11

6. Dani, A.Ma. 40 tahun Guru Kuyang 17-3-2010


Rt.02

7. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala Dulas 17-3-2010


MIM Rt.01

8. Sa’adah Hayati, 48 tahun Guru Pantirejo 17-3-2010


A.Ma
Rt.17

9. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala Dulas 26-3-2010


MIM Rt.01

10. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala Dulas 26-3-2010


MIM Rt.01

11. Samingan, A.Ma 60 tahun Kepala Dulas 26-3-2010


MIM Rt.01
86

12. Samingan,A.Ma 60 tahun Kepala Dulas 26-3-2010


MIM Rt.01

13. Suyanto 40 tahun Modin Kuyang 26-3-2010


Rt.02

14. Istianah, SPd.I 38 tahun Guru Dulas 26-3-2010


Rt.01

15. Dewi Retno 35 tahun Guru Bendo 26-3-2010


Ningsih, SPd.I Rt.12

16. Dewi Retno 35 tahun Guru Bendo 26-3-2010


ningsih, SPd.I
Rt.12

17. Sunarto, BA 55 tahun PPAI Kuyang 26-3-2010


Rt.11

18. Ika Noviayanti, 39 tahun Guru Kuyang 26-3-2010


Rt.02
SPd.I

19. Siswanta 11 tahun Siswa Kuyang 26-3-2010


Rt.02

20. Dani, A.Ma 40 tahun Guru Kuyang 26-3-2010

Rt.02
87

I. Identitas

1. Nama : Wagiman

2. Tempat/tanggal lahir : Sragen, 15 April 1963

3. Jenis Kelamin : Laki laki

4. Agama : Islam

5. Istri : Trimulyani

6. Anak :1.Hidayat Nurcahyanto Utomo, 2. Nuri Sholihin

7. Alamat : Corot Rt.07/II, Desa Tanggan, Gesi, Sragen

8. Nomor Telphon : 085 229 324 931

II. Pendidikan :

Nama
Nama Tahun
No. Tingkat Tempat NO.STTB
Sekolah STTB
Kepala

1. SDN SDN I Tanggan Basuki XI.A.a.54978 1976

2. SMP SMP.Pemda Ngadirojo Karidi, BA XI.Bb.608662 1980

3. SMA SMA.Al Tanon Drs.Sriwidodo 03.ocoh,0426520 1984


Islam

III. Pengalaman Bekerja :

1. Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Tangen,Sragen(tahun 1984-2006)

2. Penghulu Kantor Urusan Agama Kecamatan Jenar,Sragen ( tahun 2007-2008 )

3. Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Sukodono ( 2009- sekarang )


88

IV. Pengalaman Berorganisasi

1. Pengurus Ranting Muhammadiyah Desa Tanggan,Gesi,Sragen ( tahun1988-


1999 )

2. Pengurus Cabang Muhammadiyah Kecamatan Gesi,Sragen ( tahun 2000-


Sekarang ).
89

A. KELAS I
Standart Kompetensi : Mengenal dan mengamalkan lima rukun Islam, terbiasa
berperilaku hidup bersih, mampu berwudlu, dan mengenal shalat
fardlu.
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK

Menyebutkan lima rukun  Menyebutkan lima rukun Rukun Islam


Islam. Islam
 Hafal lima rukun Islam.
Menjelaskan dan menghafal  Melafalkan kalimat Syahadat
arti Syahadatain Syahadatain
 Mengartikan Syahadatain
 Hafal Syahadatain dan
artinya
Terbiasa hidup bersih dan  Membedakan bersih dan Kebersihan
sehat kotor
 Memelihara kebersihan
badan, pakaian, rumah dan
lingkungan
 Membedakan suci dan
najis
 Menerapkan tata krama
buang air kecil dan air
besar
 Membersihkan kubul dan
dubur setelah buang air
kecil dan besar
 Hafal do’a sebelum dan
sesudah buang air
Melaksanakan wudlu  Melafalkan niat wudlu Wudlu
 Mempraktekkan wudlu
dengan benar
Menyebutkan nama-nama  Menyebutkan nama-nama Shalat fardlu
shalat fardlu, jumlah rakaat shalat fardlu
dan waktu pelaksanaannya  Menyebutkan bilangan
rakaat shalat fardlu
 Menyebutkan waktu
shalat fardlu
90

B. KELAS II
Standart Kompetensi : Mampu melaksanakan shalat dengan menserasikan
bacaan, gerakan, dan mengerti syarat syah shalat dan yang
membatalkannya, melafalkan adzan dan iqamah, hafal bacaan qunut
dalam shalat, dan mampu melakukan dzikir dan do’a
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK

Menjelaskan tata cara  Hafal niat shalat fardlu Tata cara shalat fardlu
pelaksanaan shalat fardlu  Hafal bacaan shalat fardlu
 Memperagakan gerakan
shalat fardlu
 Menserasikan gerakan
dengan bacaan shalat
fardlu
 Mau melaksanakan shalat
fardlu dengan benar
 Terbiasa melaksanakan
shalat fardlu
Menyebutkan ketentuan  Menyebutkan syarat wajib Ketentuan shalat
shalat fardlu shalat fardlu
 Menyebutkan syarat syah
shalat
 Menyebutkan rukun shalat
 Menyebutkan sunah shalat
 Menyebutkan hal-hal yang
membatalkan shalat
Melaksanakan adzan dan  Melafalkan bacaan adzan Adzan dan Iqomah
iqomah dengan benar dan iqomah
 Mengartikan bacaan adzan
dan iqomah
 Melafalkan jawaban
bacaan adzan dan iqomah
 Melafalkan do’a setelah
adzan
 Mempraktekkan adzan
dan iqomah
 Mampu melaksanakan
azan dan iqomah
91

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK

Melaksanakan dzikir dan  Hafal bacaan istighfar, Dzikir dan do’a


do’a setelah shalat fardlu tasbih, tahmid dan tahlil
 Hafal do’a untuk kedua
orang tua
 Hafal do’a bagi
keselamatan dunia akhirat
 Mempraktekkan dzikir
sesudah shalat
 Mempraktekkan do’a
setelah shalat fardlu
92

C. KELAS III
Standart Kompetensi : Mampu memahami dan melaksanakan shalat berjamaah,
shalat jum’at, dan mengerti syarat syah dan sunahnya, shalat sunah
Rawatib, Tarawih, Witir dan Shalat Ied, dan memahami tata cara shalat
bagi orang sakit
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK

Melaksanakan shalat  Menyebutkan syarat syah Shalat jamaah


berjamaah menjadi imam dan
makmum
 Menyebutkan cara
member tahu imam yang
salah
 Mempraktekkan shalat
berjamaah
 Menyebutkan keutamaan
shalat berjamaah
 Melaksanakan shalat
berjamaah
Melaksanakan shalat Jum’at  Menunjukkan hokum Shalat Jum’at
shalat Jun’at
 Menyebutkan syarat wajib
dan syah shalat Jum’at
 Menunjukkan waktu
shalat jum’at
 Menunjukkan hal-hal
yang disunahkan sebelum
shalat jum’at
 Membiasakan shalat
jum’at
Memperagakan cara shalat  Mempraktekkan cara Shalat bagi orang sakit
bagi orang sakit shalat dengan duduk
 Mempraktekkan cara
shalat dengan berbaring
93

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK

Melaksanakan shalat  Hafal niat shalat tarawih Shalat tarawih dan


tarawih dan witir  Menunjukkan waktu witir
shalat tarawih
 Menyebutkan bilangan
rakaat shalat tarawih
 Membiasakan shalat
tarawih
 Hafal niat shalat witir
 Menyebutkan bilangan
rakaat shalat witir
 Menunjukkan waktu
pelaksaan shalat witir
 Membiasakan shalat witir
 Menyebutkan keutamaan
shalat witir
Melaksanakan shalat Iedul  Hafal niat shalat Iedul Shalat Ied
Fitri dan Iedul Adha Fitri dan Iedul Adha
 Menunjukkan waktu
shalat Iedul Fitri dan Iedul
Adha
 Melaksanakan tata cara
shalat Iedul Fitri dan Iedul
Adha
94

Rencana Pembelajaran

Mata Pelajaran : Fiqih

Kelas/Semester : MI kelas I/Semester 1

Waktu : 14 jam pelajaran (7x pertemuan)

A. Standar Kompetensi
Mengenal dan mengamalkan lima rukun Islam, terbiasa berperilaku hidup bersih,
mampu berwudlu, dan mengenal shalat fardlu.

B. Kompetensi Dasar
1. Menyebutkan lima rukun Islam.
2. Menjelaskan dan menghafal arti Syahadatain
3. Terbiasa hidup bersih dan sehat
4. Melaksanakan Wudlu
5. Menyebutkan nama-nama shalat fardlu, jumlah rakaat dan waktu
pelaksanaannya

C. Indikator Pencapaian Hasil Belajar


 Menyebutkan lima rukun Islam
 Hafal lima rukun Islam.
 Melafalkan kalimat Syahadatain
 Mengartikan Syahadatain
 Hafal Syahadatain dan artinya
 Membedakan bersih dan kotor
 Memelihara kebersihan badan, pakaian, rumah dan lingkungan
 Membedakan suci dan najis
 Menerapkan tata krama buang air kecil dan air besar
 Membersihkan kubul dan dubur setelah buang air kecil dan besar
 Hafal do’a sebelum dan sesudah buang air
 Melafalkan niat wudlu
 Mempraktekkan wudlu dengan benar
 Menyebutkan nama-nama shalat fardlu
 Menyebutkan bilangan rakaat shalat fardlu
 Menyebutkan waktu shalat fardlu

D. Media Pembelajaran
1. Alat: Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Sumber bahan: Buku Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.
95

E. Skenario Pembelajaran
a. Pendahuluan
1. Tadarus Al-Qur'an (5-10 menit).
2. Apersepsi dan motivasi belajar.
3. Menyampaikan tes awal (pre test)
4. Informasi indikator pencapaian hasil belajar.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan tentang rukun Islam, Syahadatain, kebersihan, wudlu,
dan shalat fardlu.
2. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan.
c. Penutup
1. Menyimpulkan materi pembelajaran Bab 1.
2. Menyampaikan soal-soal tes akhir (post test)
3. Pemberian tugas mengerjakan soal-soal latihan Bab 1 pada buku
Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.

F. Penilaian
a. Prosedur

1. Penilaian proses belajar melalui observasi dan tugas.


2. Penilaian hasil belajar melalui tugas soal-soal latihan Bab 1, dan ulangan
harian.
b. Alat penilaian: lembar pengamatan dan soal-soal pilihan ganda dan esay.
96

Rencana Pembelajaran

Mata Pelajaran : Fiqih

Kelas : MI kelas II

Waktu : 14 jam pelajaran (7x pertemuan)

A. Standar Kompetensi
Mampu melaksanakan shalat dengan menserasikan bacaan, gerakan, dan
mengerti syarat syah shalat dan yang membatalkannya, melafalkan adzan dan
iqamah, hafal bacaan qunut dalam shalat, dan mampu melakukan dzikir dan do’a

B. Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan tata cara pelaksanaan shalat fardlu
2. Menyebutkan ketentuan shalat fardlu
3. Melaksanakan adzan dan iqomah dengan benar
4. Melaksanakan dzikir dan do’a setelah shalat fardlu

C. Indikator Pencapaian Hasil Belajar


 Hafal niat shalat fardlu
 Hafal bacaan shalat fardlu
 Memperagakan gerakan shalat fardlu
 Menserasikan gerakan dengan bacaan shalat fardlu
 Mau melaksanakan shalat fardlu dengan benar
 Terbiasa melaksanakan shalat fardlu
 Menyebutkan syarat wajib shalat
 Menyebutkan syarat syah shalat
 Menyebutkan rukun shalat
 Menyebutkan sunah shalat
 Menyebutkan hal-hal yang membatalkan shalat
 Melafalkan bacaan adzan dan iqomah
 Mengartikan bacaan adzan dan iqomah
 Melafalkan jawaban bacaan adzan dan iqomah
 Melafalkan do’a setelah adzan
 Mempraktekkan adzan dan iqomah
 Mampu melaksanakan azan dan iqomah
 Hafal bacaan istighfar, tasbih, tahmid dan tahlil
 Hafal do’a untuk kedua orang tua
 Hafal do’a bagi keselamatan dunia akhirat
 Mempraktekkan dzikir sesudah shalat
 Mempraktekkan do’a setelah shalat fardlu
97

D. Media Pembelajaran
1. Alat: Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Sumber bahan: Buku Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.

E. Skenario Pembelajaran
a. Pendahuluan
1. Tadarus Al-Qur'an (5-10 menit).
2. Apersepsi dan motivasi belajar.
3. Menyampaikan tes awal (pre test)
4. Informasi indikator pencapaian hasil belajar.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan tentang tata cara shalat fardlu,ketentuan shalat fardlu,
adzan dan iqomah dan dzikir dan do’a.
2. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan.
c. Penutup
1. Menyimpulkan materi pembelajaran Bab 1.
2. Menyampaikan soal-soal tes akhir (post test)
3. Pemberian tugas mengerjakan soal-soal latihan Bab 1 pada buku
Pendidikan Agama Islam MI Kelas II, Penerbit Erlangga.

F. Penilaian
a. Prosedur

1. Penilaian proses belajar melalui observasi dan tugas.


2. Penilaian hasil belajar melalui tugas soal-soal latihan Bab 1, dan ulangan
harian.
b. Alat penilaian: lembar pengamatan dan soal-soal pilihan ganda dan esay.
98

Rencana Pembelajaran

Mata Pelajaran : Fiqih

Kelas : MI kelas III

Waktu : 14 jam pelajaran (7x pertemuan)

G. Standar Kompetensi
Mampu memahami dan melaksanakan shalat berjamaah, shalat jum’at, dan
mengerti syarat syah dan sunahnya, shalat sunah Rawatib, Tarawih, Witir dan
Shalat Ied, dan memahami tata cara shalat bagi orang sakit

H. Kompetensi Dasar
6. Memperagakan cara shalat bagi orang sakit
7. Melaksanakan shalat tarawih dan witir
8. Melaksanakan shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha
9. Melaksanakan shalat berjamaah
10. Melaksanakan shalat Jum’at

I. Indikator Pencapaian Hasil Belajar


 Menyebutkan syarat syah menjadi imam dan makmum
 Menyebutkan cara member tahu imam yang salah
 Mempraktekkan shalat berjamaah
 Menyebutkan keutamaan shalat berjamaah
 Melaksanakan shalat berjamaah
 Menunjukkan hokum shalat Jun’at
 Menyebutkan syarat wajib dan syah shalat Jum’at
 Menunjukkan waktu shalat jum’at
 Menunjukkan hal-hal yang disunahkan sebelum shalat jum’at
 Membiasakan shalat jum’at
 Mempraktekkan cara shalat dengan duduk
 Mempraktekkan cara shalat dengan berbaring
 Hafal niat shalat tarawih
 Menunjukkan waktu shalat tarawih
 Menyebutkan bilangan rakaat shalat tarawih
 Membiasakan shalat tarawih
 Hafal niat shalat witir
 Menyebutkan bilangan rakaat shalat witir
 Menunjukkan waktu pelaksaan shalat witir
 Membiasakan shalat witir
 Menyebutkan keutamaan shalat witir
 Hafal niat shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha
99

 Menunjukkan waktu shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha


 Melaksanakan tata cara shalat Iedul Fitri dan Iedul Adha
J. Media Pembelajaran
1. Alat: Al-Qur'an dan terjemahnya
2. Sumber bahan: Buku Pendidikan Agama Islam MI Kelas I, Penerbit Erlangga.
K. Skenario Pembelajaran
a. Pendahuluan
1. Tadarus Al-Qur'an (5-10 menit).
2. Apersepsi dan motivasi belajar.
3. Menyampaikan tes awal (pre test)
4. Informasi indikator pencapaian hasil belajar.
b. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan tentang shalat jamaah, shalat Jum’at, shalat bagi orang
sakit, shalat tarawih dan witir, dan shalat Ied.
2. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa untuk mengecek
pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan.
c. Penutup
1. Menyimpulkan materi pembelajaran Bab 1.
2. Menyampaikan soal-soal tes akhir (post test)
3. Pemberian tugas mengerjakan soal-soal latihan Bab 1 pada buku
Pendidikan Agama Islam MI Kelas III, Penerbit Erlangga.

L. Penilaian
a. Prosedur

1. Penilaian proses belajar melalui observasi dan tugas.


2. Penilaian hasil belajar melalui tugas soal-soal latihan Bab 1, dan ulangan
harian.
b. Alat penilaian: lembar pengamatan dan soal-soal pilihan ganda dan esay.

You might also like